Penyakit Anthrax
Penyakit anthrax (penyakit sapi gila) adalah infeksi bakteri serius yang disebabkan bakteri
Bacillus anthracis. Pada keadaan normal, bakteri menghasilkan spora yang tidak aktif (dorman)
dan hidup di tanah. Saat spora masuk ke dalam tubuh binatang atau manusia, spora menjadi aktif.
Bakteri ini biasa ditemukan di dalam tanah Walau biasanya menjangkiti hewan, penyakit anthrax
juga bisa menyerang manusia.
Bakteri berbentuk batang, berukuran 1-1,5, mikron kali 3-8 mikron, bersifat aerobik, non
montil, dan bersifat Gram positif. Apabila spesimen diambil dari hewan sakit, bakteri ini
berbentuk rantai pendek yang dikelilingi oleh kapsul yang terlihat jelas.Organisme ini ditenukan
dalam bentuk vegetative pada manusia dan hewan. Bilamana terpapar oksigen, bentuk sporanya
akan memiliki ketahanan yang tinggi terhadap agen fisik dan kimiawi. Untuk setiap hewan yang
mati karena antraks tidak boleh dilakukan adopsi kareana tindakan ini dilakukan untuk
meminimalisasi Bacillus anthracis mengubah bentuk menjadi spora.
Spora anthrax biasanya bertahan sampe 60 tahun di dalam tanah kering, dan juga bertahan
dalam waktu yang lama di debu, kapas, bulu, kulit, serbuk tulang, pakaian dan sebagainya.Faktor
predisposisi kejadian penyakit seperti musim panas, kekurangan makanan, dan keletihan
mempermudah timbulnya penyakit pada hewan yang mengandung spora yang bersifat laten
( Soeharsono, 2002).
Menurut Dharmojono(2001) dinyatakan bahwa penyakit antraks sering dikenal sebagai Soil
born disease karena penyakit ini pada suatu saat seakan mucul dari tanah akibat daya tahan spora
antraks yang lama dalam lingkungan luar. Dalam kondisi tanah yang bersifat netral atau basa
(alkali) dan berkapur, spora antraks dapat hidup subur. Kondisi seperti ini merupakan tempat
pengarangan bagi spora antraks Yng kemudian dapat berubah bentuk menjadi bentuk vegaetatif
dan memperbayak diri sampe ke tingkat yang mampu untuk menginfeksi calon korban lainnya.
2.Etiologi : Bacillus anthracis
Penyakit penyebab anthrax adalah Bacillus anthracis berbentuk batang lurus, dengan ujung
siku-siku. Dalam jaringan terbentuk rantai panjang biasanya tersusun osecra tunggal atau dalam
rantai pendek atau dari 2-6 organisme. Dalam jaringan tubuh selalu berselubung( berkapsul),
kadang-kadang satu kapsul selubung melingkupi beberapa organisme. Selubung tersebut tampak
jelas batang-batangnya dan dengan pewarnaan biasa tidak berwarna atau lebih berwarna pucat
dari tubuhnya.
2.Distribusi geografi
Tersebar luas di seluruh dunia, kejadiannya di beberapa daerah bersifat enzootik dan
sporadik. Di indoneisa anthraks pertama kali di beritakan oleh Javasche Courant terjadi pada
kerbau di Telukbetung( Sumatra) pada tahun 1884. Koran Verslag memberitakan anthraks tejadi
di Buleleng ( Bali), Rawas ( Palembang ), dan Lampung pada tahun 1885. Selama lebih dari 100
tahun, penyakit anthraks tidak pernah terjadi di Bali sehingga Bali dinyatakan sebagai daerah
yang bebas anthraks sampe saat ini(Soeharsono, 2012). Saat ini, daerah andemis anthraks di
Indonesia tercatat 11 propinsi yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah Yogyakarta,
NTB,NTT, Sumatra Barat, Suawesi Tenggara,Sulawesi Selatan dan Papua ( DEPKES RI 2004).
Nyeri otot.
Demam.
Lemas.
Mual muntah.
Sakit tenggorokan.
Sesak napas
Nyeri tenggorokan.
Sulit menelan.
Gejala pada hewan klinis di tandai dengan suhu tubuh yang tinggi sekitar 41-42, kehilangan
nafsu makan yang mengarah bada berhentinya memproduksi susu pada sapi perah, edema di
sekitar leher, kepala dan scrotum, hewan terlihat sempoyongan, gemetar, dan kemudian mati.
Terjadinya infeksi pada manusia terkait erat dengan munculnya kejadian pada hewan
pemeliharaan. Di negara- negara dengan tingkat perkembangan ekonominya yang maju, dimana
kejadian anthraks pada hewan telah dapat di kontrol maka kejadian anthraks pada manusia
sangat jarang di jumpai.
Di daerah enzootik, wabah penyakit pada manusia biasanya bersifat endemosporadic dan
epidemik. Wabah biasanya terjadi akibat dari memakan daging yang sudah mati karena teserang
anthrax atau hewan yang ternfeksi oleh penyakit anthrax ( Sirisanthana et., 1984 dalam Acha
Szyfres 1987).
Beberapa kejadian anthrax di Indonesia seperti yang dilaporkan oleh Soeharsono et.al.(1981)
yakni terjadi di kecamatan Ngadu Ngala kabupaten Sumba Timur(NTT) pada tahun 1980.
Antara tahun 1980-1995 anthrax di laporkan di Irian, Boyolali dan Lombok. Pada awal 2000
terjadi wabah anthrax pada peternakan burung unta di Purwakarta dan menimbulkan anthrax
kulit pada beberapa orang yang menangani burung unta ( Soeharsono, 2002).
Masa inkubasi pada manusia berkisar antara 2-5 hari. Bentuk klinisnya ada 3 bentuk yaitu
kutaneus, pulmonary, atau respiratorius dan bentuk gastrointestinal. Bentuk kutaneus meupakan
bentuk yang paling umum terjadi yang dikaitkan dengan adanya kontak hewan terinfeksi
(biasanya karkas) atau adanya kontak dengan wol,kulit, dan bulu binatang adri hewan yang
terinfeksi. Gejala dari kulit yang terpapar diawali dengan gatal-gatal dan popula di tempat
inokulasi bakteri. Popula selanjutnya berkembang menjadi vesikel yang kemudian di kelilingi
oleh bagian suram yang lebih di kenal dengan istilah “ black eschar”. Pada umunya lesi
kutaneus tidak begitu sakit sehingga sebagian besar pasien tidak memeriksanya ke dokter dan ika
kejadian itu di biarkan maka infeksi akan berlanjut menjadi bentuk septicemia dan dapat berakir
dengan kematian dimana tingkat case fatlity rate untuk antraks cutaneus yang tidak di tangani
adalah 5-20%.
Bentuk Pulmonary dikaitkan denga adanya inhalasi spora dari B anthracis. Gejala penyakit
diawali dengan gejala ringan seperti gejala infeksi saluran pernapasan atas biasa. Berlangsung
sekitar 3-5 hari dan bisa berkembag menjadi akut dan menyebabkan kematian. Case fatality rate
untuk bentuk ini cukup tinggi.
Bentuk Gastrointestinal dikaitkan dengan adanya ingesti dagig yang berasal dari hewan
muntah dan berak berdarah. Tingkat mortalitas untuk anthraks bentuk ini 25-75( Brachman,1984
dalam Acha snd Szyfres, 1987).
Spora teringesti/termakan kemudian mengalami germinasi dan menjadi bentuk vegetatif
dalam mukosa kerongkongan ataupun saluran pencernaan. Kapsul yang tesusun oleh asam
poliglutamat akan terbentuk dan berfungsi melindungi bakteri dari proses fagositosis serta
antibody yang akan melumpuhkan bakteri, tetapi tidak menggertak pembentukan antibody
pelindung. Mulplikasi bekteri terjadi terutama pada bagian edema dan menyebar melalui bagian
limfa ke limfoglandula. Bakteri kemudian masuk ke peredaran darah dan limfa. Bakteri di saring
di dalam limfa, tetapi melampaui kemmapuna penyaringan sehinggan masuk ke sistem peredaran
darah. Pada hewan yang mati karena anthraks, sekitar 80 % baktrei di temukan daam darah
sekitar 20% dalam limfa ( Wahyuni, 2005).
Pada dasarnya B. anthracis menghasilkan suatu toksin yang sangat kuat yang terdiri atsa 3
bagian ( faktor I/ edema factor, faktor II/protective antigen dan faktor III/lethal faktor).Toksin ini
dapat dijumpai baik secara in-vitro maupun secara in-vivo. Kematian oleh athraks adalah akibat
kerja dari toksin yang menimbulkan ganguan saraf pusat berupa kelumpuhan pusat respirasi yang
mengakibatkan terjadinya hipoksia.
Anthrax pada hewan umunya tejadi di daerah enzootic yang belum di tunjang dengan adanya
program kontrol yang memadai. Hampir semua hewan berdarah panas peka terhadap penyakit
anthrax. Di Indonesia penyakit ini sering terjadi pada sapi, kerbau, kambing, domba, kuda, dan
babi. Anjing dapat tertular apabila memaka daging hewan yang telah mati.Babi dapat tertular
lewat pemberian makanan tercemar spora anthrax, misalnya bone meal, dan sisa-sisa jaringan
hasi pemotongan hewan. Burung unta dapat terserang anthrax, seperti yang dilaporkan di
Purwakarta( Soeharsono, 2002).
Penyakit anthrax pada hewan terdapat 3 bentuk yaitu bentuk perakut/apoplectic, bentuk akut
dan sub akut, serta bentuk kronis. Bentuk perakut biasanya terlihat pada hewan sapi, kambing,
dan domba. Kejadian biasanya terlihat pada awal munculnya suatu wabah.
Bentuk akut dan sub akut, umunya terlihat pada kuda, sapi, dan domba. Gejaanya meliputi
demam, perhentian penguyaan, depresi, kesulitan bernafas, inkoordinasi, konvulsi, dan kematian,
keluarnya darah dari lubang-lubang kulma.
Anthrax bentuk kronik dapat terjadi pada sebagian besar spesies yang peja seperi babi, sapi,
kuda, dan anjing. Gejala utama dari anthrax bentuk ini jaitu terjadinya endema pada daerah
pharyngeal dan lingual yang srering terlihat adanya cairan berbusa karena terjadinya
asphyxia/kesulitan bernafas.
Autopsi terhadap hewan penderita anthrax bentuk akut menunjuka adanya eksudat berdarah
pada lubang-lubang kumlah. Pembusuka berjalan secara cepat dan karkas terlihat kembung oleh
gas. Proses rogor mortis tidak berjalan secara sempurna, pendarahan sering terjadi pada organ-
organ intestival yang di tandai dengan adanya cairan kental warna merah atau kehitam hitama,
hati, ginjal, dan limfonodus terlihat membesar dan kongesti serta terlihat berwarna kehitam
hitaman dengan sedikit penggumpulan.
Pada manusia infeksi biasanya berawal dari hewan terinfeksi, produk hewan yang
berkontaminasi atau dari lingkungan yang terkontaminasi oleh spora anthrax. Anthrax bentuk
kulit biasanya dikaitkan dengan dengan inokulasi bakteri pada saat pengulitan dan pemotongan
hewan atau akibat adanya kontak dengan penularan. Adanya produk yang berasal dari bulu yang
terkontaminasi misalnya: sikat, tepung tulang menjadi sumber penularan selama bertahun
sebagia vector mekanik dan sebagainya.
Anthrax bentuk pulmonary, dikaitkan akibat dari adanya inhalasi spora yang berasal dari wol
atau bulu hewan yang terkontaminasi. Sumber infeksi dari anthrax bentuk gastrointestinal
biasanya berasal dari hewan pemiliharaan da hewan liar yang mati akibat serangan
anthrax.Siklus transmisi dari anthrax bentuk digestif pernah di laporkan di Asia,Afrika dan
Amerika. Hewan yang terinfeksi terutama akibat memakan rumput dan air yang terkontaminasi
oleh spora B.anttharcis, khususnya pada daerah yang dekatnya dengan Karkas dari hewan yang
terinfeksi anthrax. Hewan yang akibat anthrax akan menghasilkan sejumlah besar B. anthracis di
dalam jaringannya dan jika karkas dari hewan tersebut terbuka Bacilli akan bersporulasi,
selanjutnya akan mengontaminasi tanah, serumputan, dan air.
Hewan yang merumput pada daerah terkontaminasi dengan sendirinya akan menjadi
terinfeksi dan selanjutnya akan berkembang menjadi sumber penularan yang baru. Hewan yang
terkontaminasi oleh produk khususnya tepung tulang dan tepung darah yang digunakan sebagai
makanan tambahan juga dapat memperluas terjadinya infeksi. Cara penyebarannya adaah secara
kutaneus akibat gigitan akibat insekta, tetapi penyebarannya lewat epidemiologinya.
Proses penularan penyakit antraks pada manusia bisa melalui beberapa cara, yakni:
Ini merupakan cara penularan penyakit anthrax yang paling umum terjadi pada manusia.
Gejala-gejalanya meliputi:
Nyeri otot.
Demam.
Lemas.
Mual muntah.
Hal ini bisa terjadi ketika seseorang menghirup udara yang terkontaminasi bakteri anthrax,
sehingga bakteri dapat memasuki paru-paru. Tanda-tanda seseorang terkena penyakit anthrax
melalui udara adalah:
Sakit tenggorokan
Sesak napas
Demam tinggi
Nyeri otot
Mual
Minum air atau mengonsumsi daging yang sudah terinfeksi bakteri anthrax tanpa
mengolahnya hingga matang juga bisa membuat seseorang terjangkit penyakit ini. Kontaminasi
melalui cara ini akan menyerang organ-organ dalam sistem pencernaan. Beberapa gejala
penyakit anthrax yang menyerang saluran pencernaan adalah:
Demam.
Mual.
Muntah.
Nyeri tenggorokan.
Sulit menelan.
Sakit perut.
Sakit kepala.
Tanda klinis berbeda-beda tergantung jenis hewan yang terserang, dikenal 3 bentuk yaitu per
akut, akut dan kronis serta kutan.
Tanda penyakit bermula demam (pada kuda mencapai 41,5 derajat dan pada sapi 42
derajat Celcius), gelisah, depresi, sesak nafas, detak jantung cepat tetapi lemah, hewan kejang
kemudian mati. Pada sapi tanda umum adalah pembengkakan sangat cepat di daerah leher, dada,
sisi perut, pinggang dan kelamin luar. Dari lubang kumlah (telinga, hidung, anus, kelamin) keluar
cairan darah encer merah kehitaman. Kematian terjadi antara 1-3 hari setelah tampak gejala
klinis.
Terlihat lesi/luka lokal yang terbatas pada lidah dan tenggorokan, biasanya menyerang
ternak babi dan jarang pada sapi, kuda dan anjing. Penyakit berakhir setelah 10-36 jam atau
kadang-kadang mencapai 2-5 hari tetapi pada sapi dapat berlangsung 2-3 bulan. Pada ternak babi
dapat mati karena Anthrax akut tanpa gejala tanda, atau mati tercekik karena pembengkakan
tenggorokan, atau berangsur dapat sembuh pada Anthrax kronis yang ringan.
9.Pengobatan
Pengobatan tidak hanya terhadap hewan sakit tetapi juga hewan tersangka atau diduga
menderita Anthrax. Dilakukan penyuntikan antibiotika secara intra muskuler (IM) selama 4-5
hari berturut-turut dengan Penicilline atau Oxytetracycline atau derivatnya. Anthrax pada hewan
ternak sangat menular dan fatal, maka pada prinsipnya pengendalian penyakit didasarkan kepada
pengobatan seawal mungkin disertai pengendalian yang ketat.Untuk pengobatan (kuratif ) pada
hewan sakit diberikan suntikan serum dengan dosis 100-150 ml untuk hewan besar dan 50-100
ml untuk hewan kecil. Penyuntikan serum homolog sebaiknya secara intra venous (IV) atau
subkutan (SC) bila sulit, sedangkan yang heterolog secara SC. Jika diperlukan penyuntikan dapat
diulangi secukupnya. Lebih dini dipakai serum setelah timbul gejala sakit, maka lebih besar
kemungkinan diperoleh hasil yang baik. Hewan yang tersangka sakit atau
sekandang/segerombolan dengan si sakit diberi suntikan pencegahan dengan serum sebanyak 30-
50 ml untuk ternak besar dan 10-15 ml untuk ternak kecil. Kekebalan pasif timbul seketika dan
berlangsung tidak lebih dari 2-3 minggu.
2.Isolasi Hewan
Hewan penderita Anthrax harus diisolasi agar tidak dapat saling kontak dengan hewan
sehat. Di dekat tempat isolasi digali lubang sedalam 2 meter untuk menampung sisa pakan,
tinja/kotoran lain yang berasal dari kandang/tempat isolasi hewan sakit.2). Hewan yang
sekandang, sepangonan atau hewan yang digolongkan tersangka Anthrax diisolasi di
kandang/tempat isolasi tersendiri. Hewan penderita maupun tersangka Anthrax tidak boleh
meninggalkan halaman kandang atau tempat hewan diisolasi dan hewan-hewan lain tidak boleh
dibawa masuk ke tempat tersebut.
3.Vaksinasi.
A. Diagnosis
Agen etiologi harus dilakukan pemeriksaan mikroskopis dengan pewarnaan biakan yang
berasal dari cairan vesicular( pada manusia), cairan edema( pada babi), atau darah pada hewan
lainnya. Terdapat beberapa cara mendiagnosis penyakit anthrax yaitu :
Diagnosis banding
Pada kuda adanya oedema di bawah kulit dapat dikelirukan dengan dourine yang disebabkan
oleh Trypanosoma equiperdum yaitu kematian mendadak pada sejumlah hewan perlu
mempertimbangkan kemungkinan terjadinya keracunan.
Dengan jarum, kemudian diisapkan pada kertas saring, kapur tulis, atau kapas apabila hewan
masih hidup. Apabila hewan sudah mati spesimennya diambil dari potongan daun telinga,cairan
oedema,tulang kulit, dan bahan-bahan yang di duga tercemar. Spesimen harus dimasukan ke
dalam container yang kuat agar tidak pecah atau tumpah. Spesimen tidak boleh dikirimknan ke
laboratorium yang terletak di daerah bebas anthrax seperti BPV/ wilayah VI
Denpasar( Soeharsono, 2002).
B.Pemeriksaan laboratorium
Spesimen yang masih bare dan hewan atau manusia tanpa pengawet
Spesimen yang masih bare dan hewan atau manusia dengan pengawet
Spesimen yang masih lama, karkas yang sudah membusuk, material yang sudah
diproses atau dan lingkungan (termasuk tanah). Untuk sampel yang masih bare,
hal yang biasa dilakukan adalah dengan melihat adanya kapsul maupun bentuk
kuman dengan pewarnaan polychrome methylene blue(M fahdeyan’s reaction).
Bakteri berbentuk batang berantai dengan ujung siku berwarna biru dengan kapsul berwarna
merah muda. B, anthracis yang virulen dapat diinduksi untuk memproduksi kapsul dengan
menumbuhkan kuman tersebut pada media agar bikarbonat 0,7% diinduksi 37 derajad celcius
dengan kandungan COZ 5- 20%. B, anthracis dapat tumbuh path media agar darah setelah
diinkubasikan 37 derajad celcius selama 16- 24 jam. Koloni B, anthracis berwarna putih keabu-
abuan, tepi tidak rata dan beraturan( medusa head), kasar, suram, non hemolitik, non motil dan
konsistensi hat. Pada media broth, koloni B. anthracis seperti kapas, dengan media tampak
bening. Uji lisis gamma phage maupun kepekaan terhadap penicillin dapat dijadikan sebagai uji
konfirmasi dalam identifikasi(ODE, 2000). Untuk sampel yang sudah lama, sudah busuk, yang
sudah diproses atau sampel tanah, sampel terlebih dahulu harus dipanaskan pada 65 derajad
celcius selama 15 menit untuk kemudian ditanam pada media agar darah atau agar yang
mengandung polymyxin, lysoryme, EDTA, thallous acetat(PLET), dan diinkubasikan 37 derajad
celcius selama 16 – 48 jam( 01E, 2000; WHO, 1998).
11.Cara pencegahan
3. Adanya tindakan adopsi pada hewan yang mari akibat panyakit anthrax
6. Menghindari kontak langsung dengan hewan ternak atau hewan liar yang belum divaksin.
.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.cdc.gov/anthrax/index.html