BAB 1
PENDAHULUAN
Sejarah
Pada tahun 1676 salah satu pengamat mikroorganisme yang pertama kali
melakukan penelitian menggunakan mikroskop adalah Anton van
Leeuwenhoek.
Pada tahun 1796, Edward Jenner mengembangkan cara vaksinasi
menggunakan cowpox dan berhasil memberikan kekebalan terhadap penyakit
cacar pada seorang anak.
Pada tahun 1857, Louis Pasteur menciptakan vaksin terhadap penyakit
anthrax, kolera unggas dan rabies. Ia juga memperkenalkan cara pasteurisasi
untuk mengawetkan makanan. Tahun 1867 Joseph Lister yang dikenal
sebagai bapak pembedahan aseptik, yang dengan melakukan sterilisasi alat-
alat bedah dengan carbolic acid dan menggunakannya untuk membersihkan
luka-luka, dapat mengurangi jumlah infeksi pasca bedah sehingga
menjadikan tindakan operasi aman bagi penderita.
Antara tahun 1876-1884 merupakan salah satu ilmuwan yang berhasil
mengisolasi bakteri di biakan (kultur) murni. Hal ini memperkuat teori kuman
(germs theory) yang menyatakan bahwa
3
Dunia makhluk hidup terbagi menjadi lima kerajaan (kingdom), yaitu Plantae,
Animalia, Fungi, Protista dan Monera. Karena itu fungi atau jamur tidak
sekerabat dengan bakteri (Monera).
1.3. INFEKSI
Definisi Infeksi
Klasifikasi Infeksi
Infeksi dapat dikelompokkan atas infeksi primer dan infeksi sekunder serta
occult infection. Infeksi bakterial dibedakan berdasar agen penyebabnya,
gejala kliniknya dan tanda-tanda medik yang dihasilkannya.
Infeksi simtomatik dapat terlihat nyata (apparent), sedangkan infeksi aktif
yang tidak menunjukkan gejala tak jelas disebut infeksi yang tak jelas (0),
infeksi yang tenang (silent) atau infeksi subklinik (subclinical). Infeksi yang
tidak aktif (dormant) disebut infeksi laten (latent infection).
Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung tidak lama dan mendadak,
sedangkan infeksi yang berlangsung lama dan pelan-pelan disebut infeksi
kronis.
Occult infection
Occult infection adalah infeksi yang tersembunyi yang baru diketahui
sesudah terjadi manifestasi sekunder.
Penyebab infeksi
Infeksi dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan parasit. Patogen
penyebabnya dapat berasal dari luar (eksogen) misalnya dari lingkungan,
berasal dari hewan atau dari orang lain, misalnya penyakit Influenza, atau
berasal dari flora normal yang ada di dalam tubuh (endogen), misalnya
kandidiasis.
Mikroba dapat memasuki tubuh melalui tempat masuk (portal of entry) yaitu
saluran pernapasan, saluran gastrointestinal, saluran urogenital, kulit dan
membran mukosa.
Portal of entry
Jalan masuk dimana patogen memasuki hospes yang peka, yaitu melalui :
Aliran darah (tempat suntikan, kateter intravenus,
Kulit yang rusak (luka iris, tempat operasi, ruam kulit),
Selaput mukosa (mata, hidung, mulut),
Saluran pernapasan (misalnya paru),
Saluran urogenital (vagina, penis),
Saluran gastrointestinal (mulut, anus)
Plasenta
Portal of exit
Jalan keluar, tempat patogen meninggalkan tubuh hospes, yaitu melalui
Aliran darah (tempat suntikan, kateter intravenus,
Kulit yang rusak (luka iris, tempat operasi, ruam kulit),
Selaput mukosa (mata, hidung, mulut),
Saluran pernapasan (misalnya paru),
Saluran urogenital (vagina, penis),
Saluran gastrointestinal (mulut, anus)
Plasenta
8
1.4. PENYAKIT
Penularan Penyakit
Penyakit dapat ditularkan dari penderita ke orang lain melalui berbagai jalan,
yaitu:
Kontak langsung. Menyentuh hospes terinfeksi, termasuk melalui
hubungan seksual.
Kontak tidak langsung. Menyentuh permukaan benda tercemar.
Kontak droplet. Batuk atau bersin.
Jalur fekal-oral. Tertelan makanan atau minuman tercemar.
Penularan melalui udara. Penularan spora patogen.
Penularan oleh vektor. Organisme membawa patogen dari satu hospes
ke hospes lainnya.
Penularan fomite. Objek atau substansi pembawa organisme infektif
atau parasit
Penularan lingkungan. Infeksi nosokomial.
Penularan penyakit dari penderita ke orang lain terjadi melalui berbagai jalan,
melalui kontak langsung atau kontak tidak langsung. Kontak secara langsung
terjadi karena terjadi paparan dengan sumber penularan, misalnya dengan
menyentuh cairan tubuh penderita terinfeksi atau karena minum air yang
tercemar atau tergigit serangga yang menjadi vektor penular penyakit. Infeksi
kontak langsung juga terjadi karena terhirup organisme infektif yang terdapat
pada partikel aerosol yang tersebar melalui batuk atau bersin. Selain itu
termasuk penularan kontak langsung adalah penularan melalui kegiatan
seksual, baik seks oral, vaginal, atau anal.
Kontak tidak langsung terjadi jika organisme mampu bertahan lama berada di
lingkungan di luar tubuh hospes, dalam keadaan tetap infektif. Benda-benda
mati yang sering tercemar agen patogen adalah boneka, perabot rumah,
pegangan pintu, tisu pembersih atau produk perawatan badan dari individu
yang terinfeksi.
10
bakterial pada satu telinga, hanya menyebabkan nyeri pada telinga yang
terinfeksi
Pembentukan koloni
Infeksi mulai terjadi ketika organisme berhasil membentuk koloni, memasuki
tubuh hospes, tumbuh dan memperbanyak diri. Hospes yang lemah, sakit,
mengalami malnutrisi, menderita kanker atau diabetes, kepekaannya akan
meningkat terhadap infeksi kronis atau persisten. Individu yang sistem imun
tubuhnya terganggu akan peka terhadap infeksi oportunistik.
Bentuk kelainan yang terjadi pada hospes jika mengalami inokulasi patogen
dipengaruhi oleh :
tempat masuk patogen ke dalam badan hospes
virulensi intrinsik organisme
jumlah organisme yang masuk ke dalam tubuh hospes
status imun hospes
Sebagai contoh, bakteri Staphylococcus yang terdapat dipermukaan kulit
tidak menyebabkan infeksi pada hospes. Tetapi jika bakteri tersebut berada di
ruang steril, misalnya dikapsul sendi atau di dalam rongga peritoneum, bakteri
ini akan berkembang biak secara leluasa tanpa hambatan sehingga
populasinya akan besar jumlahnya yang hidup di dalam tubuh hospes.
Kultur mikroba
Pemeriksaan mikroskopi
Mikroskop digunakan untuk memeriksa hasil kultur dan melakukan
identifikasi mikroba. Mikroskop sinar digunakan untuk memeriksa sediaan
berasal dari penderita secara langsung atau sesudah dilakukan teknik
pewarnaan sediaan untuk memperjelas gambaran sel. Untuk memeriksa lebih
jelas gambaran mikroba dapat diperbesar dan diperjelas menggunakan
mikroskop elektron dan mikroskop fluoresen.
Uji biokimia
Uji biokimia dapat dilakukan dengan cepat dan mudah untuk melakukan
identifikasi agen infektif. Sifat-sifat metabolik atau enzimatik dan kemampuan
mengadakan fermentasi karbohidrat dapat digunakan sebagai pola untuk
menetapkan genus atau spesies mikroorganisme. Biakan bakteri pada
medium padat atau medium cair selektif dapat menghasilkan asam, alkohol
atau gas yang khas untuk bakteri tertentu, sehingga dapat digunakan untuk
melakukan identifikasi bakteri
16
Pada waktu terjadi infeksi, sistem imun tubuh akan menghambat dan
mencegah terjadinya penyakit. Meskipun demikian pada infeksi yang berat
diperlukan pengobatan untuk memberantas mikroorganisme yang masuk.
Untuk mengobati penyakit bakterial dapat diberikan antibiotika, sedangkan
penyakit viral dan penyakit jamur diobati dengan antiviral dan antijamur.
Penyakit-penyakit parasitik umumnya dapat diobati dengan antiparasit yang
mempunyai spektrum lebar.
Pada uji kepekaan pada Gambar 5, . bakteri yang dibiakkan di bagian kiri
masih sensitif terhadap antibiotika yang terdapat pada lempeng kertas putih,
sedangkan bakteri yang dibiakkan di medium kultur di sebelah kanan banyak
yang telah kebal (resisten) terhadap antibiotika yang terdapat pada lempeng
kertas putih.
18
Dari tujuh keluarga virus RNA yang single-stranded positif terdapat tiga
keluarga yang tidak berselubung (non-enveloped) yaitu Astroviridae,
Caliciviridae dan Picornaviridae dan empat keluarga yang berselubung
(Coronaviridae, Flaviviridae, Retroviridae dan Togaviridae). Semua keluarga
yang non-enveloped mempunyai nukleokapsid ikosahedral.
Terdapat enam keluarga virus RNA yang single-stranded negatif
(Arenaviridae, Bunyaviridae, Filoviridae, Orthomyxoviridae, Paramyxoviridae
dan Rhabdoviridae). Semua keluarga virus ini mempunyai selubung dengan
nukleokapsid helikal.
Dari virus RNA yang double-stranded hanya ada satu keluarga, yaitu
Reoviridae.
Terdapat satu jenis virus yang belum dapat dimasukkan dalam keluarga-
keluarga virus tersebut diatas, yaitu Hepatitis D virus.
Beberapa catatan tentang virus penyebab penyakit pada manusia yang
penting adalah:
Virus DNA berkembang biak di dalam inti, sedangkan virus RNA
berkembang biak di dalam sitoplasma, kecuali : Poxvirus (virus DNA)
berkembang biak di
25
Rotavirus
Rotavirus merupakan salah satu penyebab diare pada anak.berumur di
bawah lima tahun. Gastroenteritis rotavirus merupakan penyebab diare berat
pada bayi dan anak sehingga menimbulkan dehidrasi yang dapat
menyebabkan kematian.
Infeksi rotavirus pada anak, umumnya dimulai dengan timbulnya demam yang
kemudian diikuti diare cair dan muntah yang berlangsung selama 3-8 hari.
Sakit perut dapat juga dialami oleh penderita. Infeksi rotavirus pada orang
dewasa umumnya
26
ringan gejalanya atau tanpa gejala. Pada umumnya infeksi rotavirus tidak
menimbulkan komplikasi.
Meskipun rotavirus yang keluar bersama tinja penderita sangat menular,
mencuci tangan sesering mungkin setiap kali menggunakan kamar mandi
dapat mencegah penularan virus ini.
Virus Hepatitis
Beberapa penyakit hepatitis disebabkan oleh virus, yaitu hepatitis virus A
(picornavirus, virus RNA single strand), hepatitis B (keluarga hepadnavirus,
virus DNA double strand), hepatitis C (flavivirus suatu virus RNA single
strand), virus hepatitis E (virus RNA, mirip dengan calicivirus). Hepatitis D
yang dikenal sebagai agen Delta adalah RNA sirkuler yang lebih mirip viroid
tumbuhan, bukan virus yang lengkap.
27
Sekitar 50% orang laki-laki di Brazil, mexico, dan USA menderita infeksi
genital dengan HPV. Selain itu menimbulkan kanker cervix pada perempuan,
HPV juga menyebabkan kutil (warts) dan kanker genital dan anus pada kedua
jenis kelamin. Diduga HPV juga dapat menyebabkan kanker kepala dan
kanker leher.
Karsinoma
nasofaring
Chickenpox
Kontak langsung
Varicella-zoster Herpes zoster
Herpesviridae
virus
Kontak droplet
Gejala klinik menunjukkan bahwa spesies virus yang berasal dari satu
keluarga (family) yang sama dapat menunjukkan gejala klinik yang berbeda
sifatnya. Sebagai contoh tipe-tipe virus dari famili Herpesviridae menunjukkan
sifat-sifat klinis yang berbeda-beda, begitu juga cara penularan dan penyakit
yang ditimbulkannya.
29
Penyebab mikosis
Orang yang menggunakan antibiotika kuat dalam jangka panjang berisiko
tinggi untuk terinfeksi jamur karena antibiotikaa juga membunuh bakteri yang
menguntungkan kesehatan. Gangguan keseimbangan mikroorganisme dapat
terjadi di rongga mulut, vagina, usus dan tempat lain pada tubuh manusia
sehingga jamur berkembang biak berlebihan.
Individu dengan sistem imun yang lemah juga mempunyai risiko mengalami
infeksi jamur, misalnya penderita HIV/AIDS dan pengguna obat-obat steroid.
Penderita diabetes, anak kecil dan bayi serta orang lanjut usia juga berisiko
mengalami infeksi jamur.
Klasifikasi mikosis
Histoplasma
Jamur dimorfik ini banyak ditemukan pada tinja burung dan kelelawar.
Spesies Histoplasma capsulatum dapat menyebabkan histoplasmosis
Penularan terjadi dengan masuknya spora organisme bersama debu yang
terhirup, yang berasal dari tinja unggas.
Obat anti jamur tergantung jenis infeksinya dapat diberikan secara topical
atau sistemik. Photochemotherapy atau photopheresis diberikan sebagai
terapi mikosis fungoides.
Obat anti jamur yang sering diberikan adalah fluconazole atau diflucan. Untuk
jamur yang sudah resisten terhadap obat-obatan tersebut dapat digunakan
amphotericin B yang diberikan secara intravenous.
33
Untuk mengobati infeksi jamur pada kulit dapat diberikan obat jamur
tolnaftate, ketoconazole, itraconazole, terbinafine, echinocandins atau
griseofulvin.
Untuk infeksi jamur di vagina yang disebabkan oleh Candida albicans dapat
digunakan tioconazole dalam bentuk suppositoria.
Menjaga agar kulit selalu bersih dan kering dan selalu dalam keadaan higiene
yang baik, dapat mencegah mikosis kulit. Karena infeksi jamur menular,
selalu mencuci tangan sesudah menyentuh orang lain atau hewan sebaiknya
selalu dilakukan. Pakaian olahraga harus segera dicuci sesudah digunakan
34
35
BAB 2
DASAR MIKROBIOLOGI
2.1. BAKTERI
2.2. RICKETTSIA, COXIELLA, CHLAMYDIAE
2.3. VIRUS
2.4. BACTERIOPHAGE
2.5. JAMUR
2.6. PROTOZOA
2.7. BAKTERI FLORA NORMAL MANUSIA
36
2.1. BAKTERI
Bentuk dan ukuran bakteri bermacam-macam, dari bentuk sferis yang sangat
kecil, silindris dan berbentuk benang spiral, sampai bentuk batang yang
berflagel, dan rantai yang berfilamen. Bakteri dapat ditemukan di hampir
semua bagian bumi termasuk di tempat yang tidak layak untuk dihuni
organisme lainnya. Banyak bakteri dapat menyebabkan penyakit bagi
manusia, tetapi berbagai bakteri menguntungkan kesehatan manusia bahkan
merupakan organisme yang diperlukan dalam kehidupan manusia. Misalnya
bakteri yang hidup simbiotik di dalam usus besar yang membentuk vitamin K,
yang penting sebagai faktor pembeku darah. Bakteri lain menguntungkan
hidup manusia secara tidak langsung, misalnya yang dimanfaatkan dalam
berbagai industri makanan, dan bakteri-bakteri yang menghancurkan
sampah-sampah dan hewan serta tumbuhan yang mati.
Terdapat dua cara lain untuk mengelompokkan bakteri, yaitu reaksinya
terhadap gas oksigen, yaitu bakteri aerob yang membutuhkan oksigen untuk
hidupnya, bakteri anaerob yang tidak dapat hidup jika ada oksigen, dan
anaerob fakultatif yang membutuhkan oksigen untuk hidupnya, tetapi dapat
tetap hidup meskipun tidak ada oksigen.
37
Struktur bakteri
Sebagian besar bakteri koki yang berbentuk sferis berukuran garis sekitar
sekitar 1 μm atau satu perseribu milimeter. Sebagai contoh, basil antraks
berukuran 4-8 μm x 1-1.5 μm dan basil batuk rejan (pertusis) berukuran 1-18
μm x 0.3-0.5 μm.
Biasanya bakteri adalah uniseluler, mampu melakukan sendiri berbagai
aktifitas metabolisme, bertambah ukurannya, mampu melakukan reproduksi
sendiri dengan membelah diri.
Ukuran sel : panjang 0.5-8 mikrometer (μm) x lebar 0.5-1 μm.
Bentuk sel ditentukan oleh dinding sel yang kaku tetapi permeable (dapat
ditembus larutan).
Dinding Sel. Dinding sel kaku yang membungkus bakteri merupakan molekul
mukopeptida atau peptidoglikan (peptidoglycan) yang adalah molekul
polisakarida yang terdiri dari rantai molekul N-acetylglucosamine dan N-
acetylmuramic acid yang dirangkai oleh rantai peptida.
Dinding sel memberi bentuk pada sel bakteri dan mengelilingi membran
sitoplasmik untuk melindunginya dari faktor lingkungan. Ia juga menjadi
tempat melekat pili dan flagel yang berasal dari membran sitoplasma yang
menembus dinding dan menuju keluar. Dinding sel mencegah pecahnya sel
jika terdapat perbedaaan besar antara tekanan osmotik sitoplasma dan
lingkungan. Komposisi dinding sel bakteri berbeda-beda, sehingga dapat
digunakan untuk diferensiasi dan analisis spesies bakteri. Misalnya pada
pewarnaan gram, bakteri gram-positif mengikat warna ungu pewarna karena
struktur dinding sel menangkap. Pada bakteri gram-negatf, karena dinding
selnya tipis, zat warna akan hilang, larut dalam alkohol atau aseton yang
digunakan untuk mencucinya.
Pada bakteri gram positif pada dinding sel terdapat teichoic acids ( polimer
glycerol phosphate atau ribitol phosphate) yang tidak terdapat pada dinding
sel bakteri gram-negatif.
mengandung sel RNA (ribonucleic acid) dan suatu chromosome atau badan
inti (nuclear body) yang terdiri double-stranded molekul DNA (deoxy-
ribonucleic acid); DNA juga bisa terdapat dalam bentuk plasmid yang
merupakan bagian extrachromosome yang kecil. Baik chromosome maupun
40
plasmid melekat pada membran dan mengatur replikasi sel. Selubung sel
(envelope) membungkus sitoplasma semua komponennya. Berbeda dengan
sel eukariotik (true cell), bakteri tidak mempunyai selaput (membran) penutup
inti. Kromosom terletak pada bagian sel yang disebut nukleoid (nucleoid),
sedangkan komponen seluler lainnya tersebar di semua bagian sitoplasma.
Membran sitoplasma. Selaput tipis (plasma membrane) ini yang terdiri dari
phospholipid dan protein, meliputi bagian dalam dari bakteri, berperan
mengatur keluar masuknya material ke luar dan ke dalam sel. Membran ini
mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan kondisi yang
berbeda-beda.
Fungsi membran plasma prokariotik adalah:
1. Menjaga permeabilitas dan osmosis
2. Tempat berlangsungnya sistem transportasi nutrien dan ion-ion
3. Pembangkit energi, turut berperan pada sistem respirasi dan sistem
transport elektron fotosintesis
4. Sintesis lipid membran (termasuk lipopolisakarida sel Gram-negatif)
5. Sintesis murein (peptidoglycan dinding sel)
6. Mengumpulkan dan mensekresi protein ekstrasitoplasma
7. Melakukan koordinas replikasi DNA dan pembelahan sel
8. Berperan pada proses chemotaxis
9. Mengatur tempat berlangsungnya sistem enzim tertentu
Gambar 17. Kapsul bakteri dibatasi tinta India dibawah mikroskop sinar
(http://faculty.ksu.edu.sa)
Selubung sel (cell envelope). Selubung sel terbentuk dari dua atau tiga
lapis selubung, yaitu membran sitoplasmik interior, dinding sel, dan kapsul
luar yang terdapat pada beberapa spesies bakteri.
43
Flagel. Struktur berbentuk seperti rambut (flagellum) adalah alat gerak yang
terdapat di seluruh permukaan bakteri atau hanya terdapat di salah satu atau
kedua ujung bakteri. Gerak flagela (jamak dari flagel) seperti baling-baling
membantu bakteri untuk maju menjari makanan, menghindar dari bahan kimia
toksik, atau bergerak mendekati cahaya. Flagel mempunyai struktur protein
berbentuk filamen yang melekat pada permukaan sel sekitar setengah
jumlah basil dan semua bakteri spiral bergerak menggunakan flagel, dan
sangat sedikit kokus yang motil.
Susunan flagel ada yang keluar dari kutub sel (polar) atau peritrich (flagel
terletak lateral, tersebar di seluruh permukaan sel). Sebaran flagel merupakan
ciri genetik yang kadang-kadang digunakan untuk mengenali bakteri.
Misalnya Pseudomonas adalah bakteri Gram-negatif bentuk batang,
mempunyai flagela kutub (polar flagella), yang berbeda dari bakteri enterik
lainnya yang mempunyai flagela peritrich. Berdasar pada banyaknya flagel
yang keluar dari kutub bakteri atau dari permukaan bakteri, flagel disebut
sebagai monotrich, lophotrich, amphitrich dan peritrich.
44
Gambar 22. Kultur bakteri pada medium uji motilitas. Tabung kiri
organisme motil, tabung kanan organisme non motil
(https://www.alpenacc.edu/faculty/milostanm)
Pili. Banyak spesies bakteri mempunyai pili (tunggal: pilus), tonjolan seperti
rambut pendek yang berasal dari bagian luar permukaan sel. Pili membantu
bakteri melekatkan diri pada sel lain dan permukaan, misalnya pada gigi,
usus dan jaringan hospes. Terdapat pili khusus yang digunakan pada waktu
konjugasi, dimana dua bakteri bertukar fragmen plasmid DNA.
Fimbriae. Seperti halnya pili, fimbriae juga berbentuk rambut pendek pada
permukaan sel prokariot, yang komposisinya adalah protein. Fimbriae lebih
pendek dan lebih kaku dari pada flagel, dan berukuran garis tengah lebih
kecil. Umumnya fimbriae bukan alat gerak bakteri (kecuali pada
Pseudomonas) tetapi lebih berperan dalam pelekatan bakteri pada
permukaan sel, substrat
46
dan sel atau jaringan. Pada E.coli , terdapat pilus sex atau pilus F yang
turut berperan pada proses konjugasi. Fimbriae (common pili) menentukan
virulensi bakteri karena membantu patogen membentuk koloni pada jaringan
(N.gonorrhoeae dan E.coli strain enterotoksigenik ) dan tahan terhadap
proses fagositosis oleh leukosit (pada Streptococcus pyogenes).
Pelekat permukaan
E.coli (pili umum 100-200 uniform pada sel epitel usus
atau fimbriae
tipe1)
Pelekat permukaan
Neisseria 100-200 uniform pada sel urogenital
gonorrhoeae
Spora. Bentuk non reproduktif bakteri yang terbentuk di dalam sel, berdinding
tabal, aktifitas metabolismenya sangat rendah, dan sangat tahan terhadap
perubahan lingkungan, misalnya suhu yang tinggi, radiasi, asam kuat dan
disinfektan.
Reproduksi bakteri
Bakteri berkembang biak dengan membelah diri (binary fission) dimana satu
sel membesar, lalu membelah diri menjadi dua bagian yang sama.
48
Pili
Fisiologi bakteri
Aerob fakultatif: organisme dapat hidup baik ada atau tidak ada
oksigen, tetapi tumbuh lebih baik jika ada oksigen.
Anaerob obligat: organisme hanya bisa hidup jika tidak ada oksigen
bebas.
Micro-aerophile: organisme hidup lebih baik pada keadaan oksgen
yang rendah.
Pada organisme chromotroph, respirasi terjadi melalui tiga jalan, yaitu:
1. Respirasi aerobik. Pada rantai reaksi redoks (reduksi-oksidasi)
akseptor elektron akhir berupa oksigen bebas;
2. Respirasi anaerobik. Akseptor elektron akhir berupa komponen
inorganik (nitrat, sulfat dan karbonat).
3. Fermentasi anaerobik. Pada fermentasi anaerobik karbohidrat
atau substansi organik lainnya, akseptor elektron adalah
molekul sumber energi lain atau molekul organik lainnya.
Berbagai asam organik dan gas CO2 dan H2 dapat terbentuk
sebagai produk akhir fermentasi.
Sedangkan basil lepra dan spirochaeta penyebab sifilis, tidak dapat hidup
pada media mati (non-living media) dan rickettsia tergantung hidupnya pada
enzim esensial dan bahan mentah yang disediakan oleh sel hospesnya.
Pada organisme heterotroph untuk hidupnya memerlukan substrat organik
dan inorganik yang berbeda kadar kebutuhannya. Sebagai contoh,
Escherichia coli dapat berkembang pada larutan yang mengandung glukose
sebagai sumber karbon dan sumber energi , amonium sulfat (sebagai
sumber nitrogen), dan garam inorganik lainnya.
Sebaliknya Haemophylus influenzae membutuhkan untuk hidupnya, selain
karbohidrat, mineral, dan beberapa jenis asam amino, purin, dan vitamin juga
harus mendapatkan nicotinamide-adenine-dinucleotide (NAD) atau bentuk
fosfatnya (NADP) sebagai co-dehydrogenase, dan dengan haemin diperlukan
untuk melakukan sintesis enzim pernapasan,
(a). Toksin. Toksin yang dihasilkan oleh bakteri hidup adalah exotoxin dan
enterotoxin, sedangkan endotoxin terutama dikeluarkan pada waktu terjadi
kematian atau kerusakan bakteri.
Exotoxin. Eksotoksin adalah protein yang mempunyai aktifitas
enzimatik yang bersifat tidak tahan panas (heat-labile). Salah satu
eksotoksin yang sangat toksik adalah toksin yang dikeluarkan oleh
Clostridium botulinum. Eksotoksin lainnya dihasilkan oleh organisme-
organisme penyebab tetanus, difteri,dan scarlet fever.
Reproduksi bakteri
Jika bakteri dimasukkan ke dalam atau pada medium kultur, banyak faktor
yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan multiplikasinya. Pertumbuhan
maksimal terjadi jika kondisi medium kultur optimal bagi kehidupan bakteri.
Kurva pertumbuhan bakteri pada medium kaldu (broth) atau medium cair
menunjukkan gambaran kurva pertumbuhan bakteri yang berlangsung dalam
empat fase, yaitu lag phase, logarithmic phase, stationary phase dan decline
phase. Pada lag phase, sel bakteri menyesuaikan diri pada lingkungannya
yang barudan mempersiapkan diri untuk memperbanyak diri. Bakteri
meningkat ukurannya tetapi jumlahnya hanya sedikit bertambah. Pada
logarithmic phase jumlah bakteri meningkat dengan interval peningkatan
yang teratur sehingga berbentuk garis lurus jika ditempatkan pada skala
logaritma. Kecepatan membelah diri sesudah tercapai maksimal akan mulai
mendatar (stationary phase) karena jumlah pertambahan sel seimbang
dengan jumlah sel yang mati. Grafik pertumbuhan bakteri kemudian akan
menurun dan melambat (phase of decline) karena bakteri mulai kekurangan
nutrisi atau akibat terbentuknya metabolit toksik, atau akibat kedua hal
tersebut.
58
Bakteri pada garis besarnya dibagi menjadi Bakteri Derajat Rendah (Lower
Bacteria) dan Bakteri Derajat Tinggi (Higher Bacteria).
(a). Bakteri Derajat Rendah. Bakteri derajat rendah adalah uniseluler, tidak
pernah membentuk miselium dan masing-masing sel dalam koloni bersifat
independen biologik. Bakteri rendah lebih banyak jumlahnya dari pada bakteri
derajat tinggi, dan merupakan penyebab penyakit yang sangat pada manusia.
(b). Bakteri Derajat Tinggi. Pada kelompok ini, bakteri membentuk filament
dan sering menunjukkan percabangan yang membentuk miselium. Pada
koloni bakteri ini sel-sel menunjukkan interdependen dengan spesialisasi
fungsi tertentu, misalnya sekelompok sel berfungsi reproduksi. Filament
bakteri derajat tinggi sering berselubung (sheated). Bentuk bakteri ditentukan
oleh dinding selnya yang kaku. Gambaran mikroskopis merupakan salah satu
kriteria untuk melakukan identifikasi bakteri. Berdasar bentuk selnya bakteri
derajat rendah digolongkan menjadi tiga kelompok dasar, yaitu bentuk cocci
yang bulat, bacilli yang berbentuk batang, dan spirochete yang berbentuk
seperti spiral. Beberapa jenis bakteri mempunyai bentuk yang bermacam-
macam (pleomorphic).
Coccus. Bakteri berbentuk bulat, lonjong atau sferis, jika coccus berkelompok
berpasangan, disebut diplokokus. Cocci dapat berkelompok dalam bentuk
yang teratur atau tidak teratur.
Basil. Bentuk bakteri seperti batang yang silindris memanjang, lurus atau
agak melengkung, dengan ujung yang bundar (rounded) atau persegi,
berujung runcing atau membengkak ujungnya (clubs).
Vibrio. Bentuk bakteri mirip basil yang lebih melengkung dan disebut juga
sebagai basil koma.
Spirilum. Bentuk sel mirip pembuka tutup botol (corkscrew), berbentuk spiral
yang tidak berkelok-kelok.
59
Reticulate bodies juga membelah diri sampai sekitar 20 jam dan kemudian
semuanya akan berubah menjadi elementary bodies. Sel hospes akan pecah
dalam waktu 48-72 jam sesudah infeksi dan melepaskan elementary bodies
yang kemudan menginfeksi sel-sel hospes lainnya.
2.3. VIRUS
Partikel virus disebut virion dan bukan sel . pada virus yang paling sederhana,
yaitu virus poliomyelitis, ukuran diamternya hanya sekitar 25-30 nm (1
nm=nanometer = satu perseribu mikrometer) hanya mempunyai satu genome
berupa satu asam nukleat (nucleic acid core) yang terbungkus capsid
( selubung protein) yang melindungi genom pada waktu terjadi transmisi
antara sel-sel hospes.
Asam nukleat virus hanya ada satu jenis saja, yaitu RNA saja atau DNA saja.
Virus meningkatkan jumlahnya tidak dengan cara membelah diri, melainkan
dengan cara memperbanyak diri malalui replikasi (replication) di dalam sel
hospes berupa bakteri, tumbuhan atau sel hewan.
Klasifikasi virus
Klasifikasi virus dilakukan dengan memperhatikan sifat-sifat virus, yaitu:
1. Asam nukleat genom, apakah RNA atau DNA yang mengandung
informasi genetik replikasi virus.
64
Fisiologi virus
Virus tidak memperbanyak diri dengan membelah dirinya sendiri, tetapi
melakukan replikasi dengan memanfaatkan sel hospesnya. Proses replikasi
virus ini melalui proses-proses berikut ini:
65
Badan Inklusi
Yang disebut badan inklusi (inclusion bodies) adalah kumpulan material virus
yang dapat mencapai ukuran garis tengah 30 µm yang terbentuk di dalam sel
hospes yang terinfeksi virus tertentu. Biasanya badan inklusi ini dapat
didapatkan lebih dahulu sebelum virusnya sendiri belum ditemukan. Contoh
dari badan inklusi ini adalah Negri body yang ditemukan pada infeksi virus
rabies dan Guarnieri body pada infeksi varicella dan vaccinia. Adanya
inclusion bodies penting untuk menentukan diagnosis infeksi virus rabies,
varicella dan vaccinia, karena virus-virus tersebut berada di sitoplasma
sehingga sulit ditemukan.
Infeksi virus
Infeksi virus dapat terjadi secara laten atau persisten. Infeksi laten virus dapat
terjadi sesudah virus melewati masa infektif. Pada infeksi laten yang terjadi
beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi, virus tetap hidup di dalam sel
hospes, tidak mengadakan
66
Transformasi. Ketika asam nukleat virus memasuki DNA sel hospes, sel
dapat mengalami trasformasi menjadi sel ganas (kanker) yang
memperbanyak diri dengan cepat, tidak dapat dikendalikan oleh sel pengatur
proliferasi normal. Beberapa infeksi virus yang berkaitan dengan kanker
antara lain adalah virus Epstein Barr dengan limfoma Burkitt, virus hepatitis B
dengan hepatoma dan infeksi herpes genital dengan karsinoma cervix.
sehingga virus tetap hidup meski imun respon cukup kuat. Meskipun demikian
sejumlah kecil virus infektif masih diproduksi oleh sel yang terinfeksi secara
persisten.
2.4. BACTERIOPHAGE
Bakteriofag dapat ditemukan pada sumber alami, misalnya dari tinja, limbah
dan air yang tercemar. Fag dapat ditemukan di dalam sel bakteri dalam
bentuk infeksi laten yang tidak menimbulkan lisis.
Bakteriolisis
Jika sejumlah besar fag ditambahkan pada kultur bakteri yang peka dan fag
terserap masuk ke tiap sel bakteri, sel akan pecah karena dinding selnya
mengalami lisis. Di dalam sel bakteri fag mengadakan multiplikasi yang terjadi
beberapa menit sesudah
68
DNA fag masuk ke dalam sel. Sel bakteri tidak melakukan sintesis DNA nya
sendiri, tetapi melakukannya untuk fag yang baru dan juga memberi mereka
pasokan dengan protein pembungkusnya. Dalam waktu kurang dari satu jam
banyak fag terbentuk yang menimbulkan lisis pada sel dan kemudian terlepas
keluar sel.
Untuk mempelajari bakteriolisis oleh fag, pada seluruh permukaaan lempeng
agar (medium padat) ditanam strain bakteri yang akan diteliti. Sebelum kultur
diinkubasi, larutan berbagai fag diteteskan pada titik-titik tertentu. Sesudah
diinkubasi semalam, akan tampak bercak-bercak lisis (plak, plaque) yang
diakibatkan oleh fag karena bakteri tidak tumbuh.
Fag dapat ditemukan dalam bentuk infeksi pada sel bakteri dan tidak selalu
menimbulkan lisis. DNA fag yang masuk tidak menganggu kegiatan sintesis
sel, tetapi akan berintegrasi ke dalam kromosom bakteri. Fag ini disebut
temperate fag yang berbeda dari virulent fag atau lytic fag. Bentuk fag yang
tidak menyebabkan lisis sel bakteri yang dimasukinya disebut profag. Dalam
bentuk ini fag mengadakan reproduksi bersama sama bakteri dan
melakukannya pada semua progeni sel asalnya. Hubungan ini disebut
lysogeny dan bakteri hospesnya lysogenic. Penyebaran dan lepasnya fag
dapat terjadi, yang bisa menimbulkan lisis pada bakteri lain strain.
Penyebaran fag dapat terjadi secara spontan
Fag strukturnya seperti virus mempunyai ukuran dan bentuk yang bermacam-
macam. Biasanya fag mempunyai sebuah inti asam nukleat DNA yang
berukuran sekitar 100 nm yang dikelilingi oleh selubung protein. Beberapa
jenis fag berbentuk seperti kecebong katak dengan kepala mengandung DNA
dan ekor untuk menyalurkan asam nukleat waktu menginokulasi sel hospes. ,
tetapi bisa dipicu oleh sinar ultraviolet atau bahan kimia tertentu. Bakteri strain
lisogenik tidak akan mengalami lisis (resisten) terhadap sediaan fag lainnya.
69
2.5. JAMUR
Ragi (yeast) adalah sel jamur berbentuk lonjong atau sferis yang
memperbanyak diri dengan cara membentuk tunas (budding). Candida
adalah ragi yang membentuk tunas yang tumbuh memanjang ke dalam
filamen (pseudohyphae) yang tetap saling berhubungan sehingga mirip rantai
miselium mold.
Banyak jamur yang patogenik bagi manusia bersifat dimorfik: pada waktu
menginvasi jaringan berbentuk seperti ragi (yeast-like), tetapi jika hidup
saprofitik di tanah atau di medium kultur akan membentuk miselium (misalnya
Histoplasma dan Blastomyces).
Jamur lainnya yang bersifat parasitik dalam bentuk miselium adalah Candida
albicans dan Malassezia furfur.
Cryptococcus neoformans dalam kedua fase berbentuk seperti ragi,
sedangkan Aspergillus fumigatus berbentuk filamen baik
71
Fisiologi jamur
Sebagian besar jamur yang menginfeksi manusia dapat menyesuaikan diri
terhadap panas, meskipun jamur tumbuh optimal pada suhu 25-35 0C.
Dermatophytes yang di permukaan kulit tumbuh optimal pada suhu 28-30 0C,
suhu yang sesuai dengan suhu permukaan kulit. Jamur-jamur yang dapat
menginfeksi organ internal, misalnya Candida albicans dan Aspergillus
fumigatus tumbuh dengan baik pada suhu 370C, suhu normal manusia sehat.
Jamur tidak membutuhkan banyak untuk kebutuhan hidupnya. Gula
sederhana, misalnya glukose, cukup untuk memenuhi kebutuhan sumber
energinya, nitrat atau amonia merupakan sumber nitrogen dan garam mineral
untuk kebutuhan elektrolit dan elemen dasarnya (trace element). Karena itu
Sabouraud’s agar yang merupakan medium kultur untuk jamur yang
mengandung D-glukose, pepton dan air secara luas digunakan di
laboratorium mikrobiologi kedokteran.
Jamur umumnya bersifat aerobik, tetapi banyak ragi (yeast) dapat
memproduksi alkohol dengan cara fermentasi (anaerob metabolisme). Jika
jamur dibiakkan dalam kondisi lingkungan yang terkendali, berbagai metabolit
yang berguna dapat dihasilkan, antara lain antibiotika, misalnya penisilin dan
sefalosporin, bahkan griseofulvin dan amphotericin B , obat-obatan anti jamur.
Banyak mold menghasilkan mycotoxin, antara lain aflatoxin yang bersifat
hepatotoksik dan karsinogenik pada hewan dan manusia. Sedangkan jamur
Claviceps purpurea yang tumbuh di roti, jika dimakan dapat menimbulkan
ergotisme karena mengandung alkaloid ergot.
Reproduksi jamur
Sebenarnya setiap jamur mempunyai kemampuan untuk melakukan
reproduksi melalui proses mitosis, membuat spora
72
Pada hewan sehat, jaringan-jaringan internal, misalnya darah, otak, dan otot
umumnya tidak mengandung mikroorganisme. Akan tetapi, jaringan yang
terdapat di permukaan tubuh, misalnya kulit dan membran mukosa, karena
selalu terpapar organisme yang ada di lingkungan, dapat menjadi tempat
mikroba untuk membentuk koloni. Kumpulan organisme yang ditemukan pada
suatu habitat anatomis disebut sebagai flora normal atau “mikrobiota asli”
(indigenous microbiota).
(3). Enterococcus faecalis. Bakteri yang termasuk flora intestinal ini kini
menjadi patogen nosokomial yang resisten antibiotika, sehingga
menjadi masalah global kesehatan di berbagai negara.
Gambar 43. B.fragilis, pewarnaan Gram pada medium cair, pewarnaan tak
beraturan,bentuk polimorf. (http://intranet.tdmu.edu.te.ua)
82
Streptococcus mutans* + ++
+
Enterococcus faecalis* +/- + ++ +
+/-
Streptococcus pneumoniae* +/- +/- + +
+/-
Streptococcus pyogenes* +/- +/- + + +/-
+
Neisseria sp. + + ++ + +
+
Neisseria meningitidis* + ++ +
Enterobacteriaceae*(Escherichi
+/- +/- +/- + ++ + +
a coli)
+
Proteus sp. +/- + + + + +
Bifidobacterium bifidum ++
Lactobacillus sp. + ++ ++ ++
Actinomycetes + +
Spirochetes + ++ ++
+
Mycoplasmas + + + +/-
Keterangan:
BAB 3.
3.1. EKOLOGI
3.2. EPIDEMIOLOGI
3.1. EKOLOGI
Mutasi
Pada mutasi, perubahan tetap yang terjadi bersifat genotipik berupa
rekombinasi gene berupa perubahan sekuen nukleotida gen dengan
membentuk alel atau gen-gen yang berbeda. Perubahan pada mutasi
organisme ini akan menghasilkan mutan. Mutasi dapat disebabkan oleh
faktor fisik (misalnya akibat pemanasan, paparan sinar ultraviolet atau akibat
radiasi.) atau akibat paparan bahan-bahan kimia (misalnya oleh bahan
bersifat basa, agen alkilasi, dan obat-obat anti kanker). Mutasi yang
berlangsung secara tetap terjadi dengan sendirinya (secara spontan) dan
akan berulang kembali sesudah masa tertentu, misalnya sesudah terjadi satu
juta kali pembelahan sel.
Perubahan genetik
Perubahan genetik dapat terjadi dengan berbagai cara, yaitu melalui
reproduksi seksual (dengan perkawinan antara organisme jantan dengan
organisme betina, misalnya pada Escherichia coli), melalui transformasi
(proses rekombinasi dengan transfer DNA) dan transduksi (transfer DNA dari
satu ke bakteri lain melalui virus)..
89
Faktor lingkungan
Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi kehidupan organisme dapat
merupakan lingkungan yang bersifat biotik dan yang bersifat abiotik.
Termasuk dalam lingkungan biotik adalah tumbuh-tumbuhan, manusia dan
hewan, sedangkan faktor abiotik, antara lain adalah bahan-bahan kimia,
temperatur, radiasi dan faktor fisikal
3.2. EPIDEMIOLOGI
Carrier. Karier adalah orang yang merasa sehat dan tidak menunjukkan
gejala sakit, tetapi selalu mengeluarkan mikroorganisme patogen yang dapat
ditularkan pada orang lain sehingga menjadi sakit.
Pada waktu janin sehat dilahirkan, belum ada populasi bakteri yang
ditemukan pada tubuhnya. Mikroorganisme mulai didapatkan pada saat bayi
melewati jalan lahir ibunya, melekat di permukaan tubuh bayi atau tertelan
atau terhirup melalui jalan napas bayi. Sesudah itu dalam waktu beberapa
jam sesudah bayi dilahirkan bayi juga mendapatkan paparan mikroorganisme
dari lingkungan di sekitarnya melalui kulit, mulut, penggorok atau hidungnya
dan bisa juga melalui pencernaannya. Berat dan cepatnya paparan
tergantung pada berbagai faktor, misalnya seringnya dan cara
memandikannya, makanan atau diet yang diberikan padanya dan kondisi
lingkungan hidupnya. Kumpulan organisme ini kemudian akan hidup dan
menetap di beberapa daerah tertentu dalam keadaan stabil dan dengan
hubungan antar populasi organisme yang seimbang. Keadaan ini mirip
dengan keadaan flora normal pada orang dewasa.
Manusia merupakan hospes berbagai jenis organisme. Populasi bakteri yang
hidup pada setiap individu manusia jumlahnya sekitar 10 14. Misalnya, pada
sekeping sisik kulit manusia dapat hidup banyak mikro koloni bakteri yang
masing-masing koloni terdiri dari ribuan sel bakteri. Di dalam tinja terdapat
sekitar 1012 bakteri per 1 gram tinja.
Sumber organisme patogen dapat berasal dari luar tubuh hospes (exogen)
atau berasal dari tubuh hospes sendiri (endogen), misalnya berasal dari flora
normal dirinya sendiri.
Pada umumnya, infeksi penyakit yang terjadi bersifat eksogen akibat
penularan yang berasal dari orang lain atau dari hewan yang sakit. Infeksi
endogen menjadi penting jika akibat penurunan daya tahan setempat atau
daya tahan umum hospes, sehingga penderita menjadi lebih peka terhadap
organisme yang ada di dalam tubuhnya sendiri.
Tempat-tempat di dalam tubuh yang biasanya steril, misalnya pertoneum atau
jaringan dinding abdomen, dapat mengalami kontaminasi pada waktu
dilakukan pembedahan usus.
Penurunan daya tahan lokal dapat terjadi akibat terjadinya hambatan pasokan
darah daerah setempat, sedangkan penurunan daya tahan umum tubuh
penderita terjadi pada penderita dengan malnutrisi, penderita diabetes,
pemberian kemoterapi imunosupresif, akibat radioterapi atau karena
menderita penyakit infeksi lainnya, misalnya measles.
Patogenitas organisme
Kemampuan organisme untuk menyebabkan penyakit (patogenitas) terdiri
dari tiga komponen, yaitu :
Jalur penularan
Mikroorganisme patogenik dapat ditularkan melalui berbagai jalur, yaitu
melalui kontak langsung dari penderita ke orang lain, atau secara tidak
langsung melalui makanan, melalui air, ditularkan bersama tanah atau
ditularkan oleh serangga yang menjadi vektornya.
Gambar 49. Pinjal, lipas dan caplak sebagai penular penyakit (Sumber: CDC)
101
BAB 4
IMUNOLOGI
4.5. IMUNOGLOBULIN
ANTIGEN
4.10. IMUNISASI
4.11. AUTOIMUNITAS
4.14. IMUNODEFISIENSI
102
Garis pertahanan tubuh yang kedua adalah sistem imun yang spesifik atau
adaptif (adaptive immune system) yang memerlukan waktu beberapa hari
untuk menghadapi invasi primer (yaitu infeksi organisme yang belum terlihat).
Pada sistem imun yang spesifik ini diproduksi antibodi (protein terlarut yang
mengikat antigen asing) dan cell-mediated responses yang merupakan sel-sel
khusus yang mampu mengenali patogen asing dan menghancurkannya. Pada
tumor atau infeksi virus, respon ini juga penting untuk mengenali sel-sel tumor
atau sel yang terinfeksi virus, dan selanjutnya menghancurkannya.
103
Respon terhadap infeksi yang kedua sering lebih cepat terjadi dibanding
respon terhadap infeksi primer. Hal ini disebabkan oleh pengaktifan sel-sel
memori B dan T.
Terjadinya interaksi dan koordinasi antara sel-sel sistem imun karena adanya
molekul-molekul pemberi tanda (signal molecules) yang dapat berupa protein
misalnya limfokin (lymphokine) yang dihasilkan oleh sel-sel sistem limfoid,
sitokin (cytokine) dan kemokin (chemokine) yang diproduksi oleh sel-sel lain
pada respon imun, dan yang merangsang sel-sel sistem imun.
Sistem Imun
Pertahanan tubuh terhadap infeksi organisme dilaksanakan oleh sistem imun.
Sistem imun dikelompokkan menjadi dua subdivisi besar, yaitu sistem imun
non spesifik (innate) dan sistem imun spesifik (adaptif). Sistem imun non-
spesifik merupakan garis pertahanan pertama terhadap masuknya organisme
asing, sedangkan sistem imun spesifik adalah garis pertahanan kedua dan
juga sebagai perlindungan terhadap terjadinya paparan ulang dengan
patogen yang sama.
Subdivisi sistem imun tersebut, masing-masing mempunyai komponen seluler
dan humoral yang membawa fungsi protektif. Meskipun kedua sistem imun
mempunyai fungsi yang berbeda, tetapi keduanya bekerja sama dalam peran
mereka sebagai sistem imun.
Semua sel sistem imun sumbernya berasal dari sumsum tulang yaitu dari sel
mieloid (neutrofil, basofil, eosinofil, makrofag dan sel dendrite) dan sel limfoid
(limfosit B, limfosit T dan Natural Killer).
Sistem imun non spesifik dan spesifik meskipun fungsi keduanya adalah
melindungi tubuh terhadap masuknya organisme, tetapi cara kerjanya
berbeda. Pertama, sistem imun adaptif membutuhkan waktu untuk bereaksi
dengan organisme yang masuk, sedangkan sistem imun non spesifik dapat
segera bekerja sesudah organisme masuk ke dalam tubuh. Kedua, sistem
imun adaptif bersifat antigen spesifik dan hanya bereaksi terhadap organisme
yang merangsang terjadinya respons. Sedangkan sistem imun non spesifik
bersifat tidak antigen spesifik dan bereaksi terhadap berbagai organisme.
Akhirnya, sistem imun adaptif menunjukkan adanya memori imunologik,
sehingga jika terjadi invasi dengan organisme yang sebeumnya pernah
menginvasi hospes, responnya akan terjadi lebih cepat. Pada sistem imun
non spesifik tidak terjadi memori imunologik.
105
(http://pathmicro.med.sc.edu/ghaffar/innate.htm)
berbagai jenis komponen sistem imun sesuai dengan patogen yang masuk.
Penghambat anatomi
Hambatan atau barier anatomi terhadap infeksi meliputi faktor mekanik, faktor
kimiawi dan faktor biologik.
1. Faktor mekanik. Permukaan epitel yang sukar ditembus sebagian
besar agen infektif merupakan garis pertahanan pertama terhadap
masuknya organisme. Lepasnya epitel kulit membantu membuang
bakteri dan agen infektif yang telah melekat di permukaan kulit.
Gerakan silia yang ada di saluran pernapasan atau peristaltik usus
membersihkan daerah-daerah tersebut dari mikroorganisme. Begitu
juga air mata dan saliva mencegah infeksi di mata dan mulut. peran
lendir yang melapisi saluran napas dan usus menangkap
mikroorganisme yang ada di daerah tersebut melindungi paru dan
sistem pencernaan dari infeksi.
(http://pathmicro.med.sc.edu/ghaffar/innate.htm)
4. Eosinofil. Sel ini mempunyai butiran atau granul protein yang berperan
dalam memberantas parasit-parasit tertentu.
Fagositosis
Tipe pertama yaitu granul azurofilik, banyak ditemukan pada PMN muda,
mengandung protein kationik dan defensin yang mampu membunuh bakteri,
enzim proteolitik
113
Tipe kedua yang banyak ditemukan pada PMN yang lebih matur merupakan
granul yang sekunder dan spesifik. Granul ini mengandung lisozim,
komponen NADPH oksidase, yang berperan dalam pembentukan produk
oksigen toksik dan lactoferrin (iron chelating protein) dan protein pengikat
B12.
Langkah-langkah fagositosis.
Sel-sel fagositik mempunyai beberapa jenis reseptor pada membran sel,
dimana agen infeksi melekat pada sel. Reseptor-reseptor tersebut adalah:
1. Reseptor Fc. Bakteri dengan antibodi IgG pada permukaannya
mempunyai daerah (region ) paparan Fc dan bagian dari molekul Ig ini dapat
melekat pada reseptor yang ada pada fagosit. Terjadinya ikatan pada
reseptor Fc sebelumnya membutuhkan interaksi antara antibodi dengan
antigen. Terjadinya ikatan antara bakteri yang terbungkus IgG pada reseptor
Fc menghasilkan peningkatan fagositosis dan pengaktifan aktifitas metabolik
fagosit (disebut respiratory burst).
115
Respiratory burst
Reaksi detoksifikasi.
PMN dan makrofag dapat melindungi dirinya dari oksigen toksik dengan
dismutasi anion superoksid menjadi hydrogen
118
REAKSI ENZIM
1. Sel NK dan LAK. Sel NK (natural killer) yang dikenal sebagai LGL (large
granular lymphocytes) yang mirip limfosit yang berukuran besar dan
mengandung banyak granul. Sedangkan sel NK dapat dikenal karena
mempunyai sel CD56 dan CD16 tetapi tidak mempunyai sel CD3 penanda
permukaan (surface marker). Sel NK juga dapat membunuh sel terinfeksi
virus dan sel maligna meskipun kurang efisien. Meskipun demikian jika
terpapar IL-2 dan IFN-gamma, sel NK akan menjadi sel LAK (lymphokine-
activated killer) yang mampu membunuh sel maligna dan sel mengalami
transformasi. Karena itu sel LAK dapat digunakan untuk mengobati
keganasan.
Sel NK dan sel LAK dapat membedakan sel normal dari sel maligna atau sel
yang terinfeksi virus karena sel-sel tersebut mempunyai dua macam reseptor
pada permukaannya, yaitu KAR (killer activating receptor) dan KIR (killer
inhibiting receptor).
2. Sel K. Sel K (killer cell) adalah setiap sel yang menjadi perantara ADCC
(antibody-dependent cellular cytotoxicity) Pada ADCC antibodfi bertindak
sebagai penghubung antara sel K dengan sel sasaran (target) sehingga
proses pemunihan sel target dapat terjadi. Sel K di permukaan selnya
mempunyai reseptor Fc untuk antibodi sehingga sel target yang dilapisi
antibodi dapat dikenali, diikat dan dibunuh. Sel K yang mempunyai reseptor
Fc adalah NK, LAK dan makrofag yang mempunyai reseptor Fc untuk
antibodi IgG dan eosinofil yang mempunyai reseptor Fc untuk antibodi IgE.
(http://pathmicro.med.sc.edu/ghaffar/neutrophil.jpg)
KOMPLEMEN
menghasilkan C5b yang esensial dalam aktifasi jalur litik (jalur membrane
attack).
Jalur Klasik. Pada jalur klasik terdapat tahapan-tahapan aktifasi C1, aktifasi
C2 dan C4 dan aktifasi C3.
Jika jalur klasik tidak terkendali, maka secara terus menerus akan terbentuk
C2b, C3a dan C4a. Karena itu jalur klasik harus dikendalikan dan diatur oleh
beberapa faktor, yaitu C1INH, inaktifator C3a, faktor H, faktor I, C3-INA dan
C4 binding protein.
Komponen Pengaturan
Jalur Lektin. Jalur lektin mirip jalur klasik. Jalur ini dimulai dengan pelekatan
MBL (mannose-binding lectin) pada permukaan bakteri dengan polisakarida
yang mengandung mannose (mannan), yang menyebabkan terjadinya dua
protease-serine yang mirip C1r dan C1s, sedangkan MBL mirip C1q.
Pembentukan komplek MBL dan protease-serine mengaktifkan protease-
serine dan kemudian pemecahan C4 menjadi C4a dan C4b. fragmen C4b
melekat pada membran dan C4a dilepaskan ke lingkungan mikro. Aktifasi
protease-serine memecah C2 menjadi C2a dan C2b. C2a melekat pada
membran bergabung dengan C4b sedangkan C2b dilepaskan ke lngkungan
mikro. Komplek C4bC2a merupakan C3 convertase, yang memecah C3
menjadi C3a dan C3b. C3b melekat pada membran bergabung dengan C4b
dan C2a membentuk C4bC2aC3b (suatu C5 convertase), sedangkan C3a
dilepaskan ke lingkungan mikro. Pembentukan C5 convertase merupakan
akhir dari jalur lektin. Pengaturan protein pada jalur lektin sama dengan
pengaturan protein pada jalur klasik.
127
Jalur Litik. Jalur litik (lytic pathway) disebut juga sebagai Membrane Attack
Pathway. C5 convertase dari jalur klasik, lektin atau jalur alternatif dapat
memecah C5 menjadi C5a dan C5b. C5a terdapat dalam fase larutan,
sedangkan C5b yang bergabung dengan C6 dan C7 akan masuk ke dalam
membran. Kemudian juga melekat C8, diikuti molekul-molekul C9. Molekul C9
membentuk pori-pori pada membran dimana melalui pori-pori tersebut isi sel
yang mengalami lisis lewat. Lisis bukanlah proses enzimatik, tetapi terjadi
akibat proses kerusakan fisik pada membran. Komplek yang terdiri dari
C5bC6C7C8C9 disebut sebagai MAC (membrane attack complex).
C5a yang terbentuk pada jalur litik memiliki beberapa aktifitas biologik
merupakan anaphylotoxin yang kuat. Selain itu C5a juga merupakan faktor
kemotaktik untuk neutrofil dan memicu terjadinya respiratory burst sel dan
merangsang makrofag untuk memproduksi sitokin pada proses keradangan.
Aktifitas C5a dikendalikan melalui inaktifasi oleh carboxypeptidase B (C3-
INA).
1. Kinin. C2b yang terbentuk pada aktifasi C pada jalur klasik adalah prokinin
yang oleh plasmin mengalami perubahan enzimatik menjadi aktif. Produksi
yang berlebihan C2b dicegah dengan menghambat aktifasi C2 oleh C1-INH
(C1-inhibitor) yang dikenal juga sebagai serpin yang menggantikan Cfrs dari
komplek C1 qrs. Defisiensi genetik C1-INH menyebabkan produksi C2b
berlebihan yang menyebabkan terjadinya edema angioneuritik heriditer.
Kelainan ini dapat diobati dengan Danazol yang meningkatkan produksi C1-
INH atau dengan c-aminocoproic acid untuk menurunkan aktifitas plasmin.
RINGKASAN
Faktor
Fragmen Aktifitas Akibat
pengendali
Prokinin, akumulasi cairan
C2a Edema C1-INH
Degranulasi sel basofil dan
sel mast ; meningkatkan
C3a permeabilitas vaskuler dan Anaphylaxis C3a-INA
kontraksi otot halus
Faktor H dan
C3b Opsonin, aktifasi fagosit Phagocytosis
faktor I
Degranulasi sel basofil dan
Anaphylaxis
sel mast ; meningkatkan
(kurang kuat)
C4a permeabilitas vaskuler dan C3a-INA
kontraksi otot halus
C4-BP dan
C4b Opsonin Fagositosis
faktor I
Degranulasi sel basofil dan
sel mast ; meningkatkan
Anaphylaxis
permeabilitas vaskuler dan C3a-INA
(paling kuat)
kontraksi otot halus
C5a
Kemotaksis, aktifasi fagosit,
merangsang respiratory
Keradangan
burst, dan sitokin
keradangan
Kemotaksis Inflammation
Kerusakan Protein S
C5bC6C7
Melekat pada membran lain jaringan (vitronectin)
(http://pathmicro.med.sc.edu/ghaffar/neutrophil.jpg)
Hapten. Molekul kecil yang tidak bersifat imunogen tetapi dapat bereaksi
dengan produk respon imun yang spesifk. Hapten bersifat seperti antigen
tetapi tidak bersifat seperti imunogen.
130
Epitop. Epitop atau determinan antigenik adalah bagian dari antigen yang
bergabung (combine) dengan produk respon imun yang spesifik.
Antibodi. Protein yang bersifat spesifik yang diproduksi sebagai respon
terhadap imunogen dan yang bereaksi dengan antigen.
JALUR
KOMPLEMEN PENYAKIT MEKANISME
(KOMPONEN)
Jalur Klasik
Produksi berlebihan C2b
Angioedema
C1INH (prokinin)
heriditer
Opsonisasi komplek imun
memban- tunya tetap larut,
Predisposisi pada defisiensi beraki -bat
C1, C2, C4
SLE meningkatnya pengendapan di
jaringan dan keradangan
Jalur Lektin
Kepekaan infeksi
Tidak mampu melaksanakan jalur
bakteri pada bayi
MBL lektin
atau imunosupresi
Jalur alternatif
Kepekaan terhadap
infeksi bakterial
Tidak terjadi opsonisasi bakteri
Faktor B atau D piogenik (pembentuk
nanah)
Imunogen
Imunogen adalah bahan yang dapat merangsang terjadinya respon imun
yang spesifik, mempengaruhi imunogenitas dan sistem biologik hospes.
Antigen
Antigen adalah substansi yang bereaksi terhadap produk respon imun yang
spesifik.Terdapat dua tipe antigen, yaitu Antigen T-independen dan Antigen
T-dependen.
133
Determinan antigenik
Determinan antigenik selain dapat dikenali oleh sel B atau oleh sel T, tetapi
dapat juga dikenali oleh sistem imun yang non-spesifik.
Determinan antigen yang dikenali oleh sel B umumnya berukuran kecil dan
terdiri dari 4-8 residu (asam amino dan atau gula). Tempat melekat suatu
antibodi dapat digunakan oleh 4-8 residu determinan antigen. Meskipun
dalam teori setiap 4-8 residu dapat membentuk satu determinan antigenik
yang tersendiri, tetapi kenyataannya determinan antigenik untuk setiap
antigen lebih kecil jumlahnya.
Determinan antigenik yang dikenali oleh sel T umumnya berukuran kecil dan
hanya terdiri dari 8-15 asam amino. Secara teori setiap 8-15 residu dapat
membentuk satu determinan antigenik, tetapi kenyataannya setiap antigen
hanya terdiri dari sejumlah lebih kecil determinan antigenik, yang terbatas
pada bagian antigen yang bisa melekat pada molekul MHC.
135
Diterminan yang dikenali oleh Sistem Imun Non Spesifik. Deteriman yang
dikenali oleh komponen sistem imun non spesoifik (innate) berbeda dari yang
dikenali oleh sistem imun spesifik (adaptif). Antibodi dan resptor sel B dan sel
T mengenali determinan dengan sangat spesifik, sehingga sistem imun
adaptif dapat mengenali dan bereaksi terhadap patogen tertentu. Sebaliknya
komponen sistem imun non spesifik mengenali banyak pola molekuler yang
ada pada patogen, dan bukan yang ada pada hospes, sehingga tidak
spesifik. Pola molekuler yang berbagai jenis yang dikenali oleh sistem imun
non spesifik ini disebut PAMPS (pathogen associated molecular patterns) dan
reseptor untuk PAMPS disebut PRR (pattern recoqnition receptor).
4.5. IMUNOGLOBULIN
Imunglobulin (Ig) adalah molekul glikoprotein yang diproduksi oleh sel plasma
sebagai respon terhadap imunogen dan berfungsi sebagai antibodi.
Imunoglobulin secara spesifik melekat pada satu atau lebih antigen yang
sesuai. Setiap imunoglobulin akan melekat pada determinan antigenik yang
spesifik. Pelekatan antigen oleh antibodi adalah fungsi primer dari antibodi
dan
136
Inter-chain disulfide bonds: rantai berat dan rantai ringan dan dua
rantai berat terikat bersama melalui inter-chain disulfide bonds dan
melalui interaksi non-covalent. Jumlah inter-chain disulfige bond
berbeda untuk setiap molekul imunoglobulin.
Intra-chain disulfide bonds: di dalam masing-masing rantai
polipeptida juga terdapat intra-chain disulfide bonds.
(c). Region V (variabel) dan region C (constant) . Asam amino terdiri dari
deretan rantai berat dan rantai ringan yang pada masing-masing rantai terdiri
dua region, yaitu rantai ringan (light chain) dan rantai berat (heavy chain).
Rantai ringan terdiri dari VL (110 asam amino) dan CL (110 asam amino)
sedangkan rantai berat terdiri dari V H (110 asam amino) dan C H (330-440
asam amino).
(d). Hinge Region. Region ini merupakan tangan molekul antibodi yang
berbentuk huruf Y yang memberikan fleksibilitas molekul di daerah tersebut.
(e). Domain. Pada gambaran tiga dimensi dari molekul imunoglobulin dapat
ditunjukkan bahwa molekul tidak lurus bentuknya, terlipat menjadi bagian atau
region yang bundar (globular region) yang masing-masing mengandung suatu
ikatan intra-chain disulfide. Region ini disebut domain. Terdapat domain pada
rantai ringan (light chain domain) yaitu VL dan CL sedangkan pada rantai berat
(heavy chain domain) terdapat VH, CH1 sampai CH4.
Fragmen Imunoglobulin
domain CH2 dan CH3. Fc disebut demikian karena fragmen ini mudah
mengkristal.
Heterogeneitas Imunoglobulin
1. IgG; rantai berat Gama (γ) dengan subkelas IgG1, IgG2,IgG3 dan
IgG4.
2. IgM: rantai berat Mu (μ)
141
3. IgA: rantai berat Alpha (α) dengan subkelas IgA1 dan IgA2.
4. IgD: rantai berat Delta (δ)
1. Imunoglobulin G (IgG)
2. Imunoglobulin M (IgM)
3. Imunoglobulin A (IgA)
Sifat-sifat IgA
IgA dapat berikatan dengan sel PMN dan beberapa jenis sel limfosit.
4. Imunoglobulin D (IgD)
Sifat-sifat IgD
145
5. Imunoglobulin E (IgE)
Sifat-sifat IgE
IgE paling sedikit ditemukan di dalam serum karena terikat erat pada
reseptor Fc pada basofil dan sel mast , bahkan sebelum terjadi
interaksi dengan antigen.
Berperan pada reaksi alergi, karena IgE berikatan dengan basofil dan
sel mast. Pelekatan alergen pada IgE pada sel menyebabkan
dilepasnya berbagai mediator farmakologik yang menyebabkan
timbulnya gejala alergi.
IgE juga berperan pada infeksi parasit cacing. Pada penyakit cacing,
kadar IgE serum meningkat, sehingga dapat digunakan untuk
membantu diagnosis infeksi parasitik. Eosinofil; mempunyai reseptor
Fc untuk IgE dan ikatan eosinofil dengan IgE yang meliputi cacing
dapat membunuh parasit cacing.
1. Imunoglobulin G (IgG)
Hiperimunisasi
Penyakit hati
Malnutrisi berat
Disproteinemia
Artritis rematoid.
Agamaglobulinemia
Aplasia limfoid
Defisiensi IgA
Mieloma IgA
2. Imunoglobulin M (IgM)
Makroglobulinemia Waldenstrom’s
Tripanosomiasis
Aktinomikosis
147
Bartonelosis
Malaria
Mononukleosis infeksiosa
Lupus eritematosus
Artritis rematoid
Disgamaglobulinemia
Catatan. Jika pada bayi yang baru lahir titer IgM diatas 20 mg/dl, hal ini
menunjukkan adanya rangsangan sistem imun di dalam rahim (in utero) dan/atau
rangsangan oleh virus rubella, sitomegalovirus, sifilis atau toksoplasmosis.
Agamaglobulinemia
Kelainan limfoproliferatif
Aplasia limfoid
Disgamaglobulinemia
3. Imunoglobulin A (IgA)
Sindrom Wiskott-Aldrich
Sirosis hati
Mieloma IgA.
Sindrom malabsorpsi
Aplasia limfoid
Mieloma IgG
4. Imunoglobulin D (IgD)
Infeksi kronis
Mieloma IgD
5. Imunoglobulin E (IgE)
Asma
Syok anafilaktik
Mieloma IgE
Agamaglobulinemia kongenital
149
Pada struktur imunoglobulin meliputi antara lain isotip, idiotip, dan alotip.
Isotip
Isotip (isotype) adalah determinan antigenik yang memberi ciri karakter kelas
dan subkelas rantai berat (heavy chain) dan tipe dan subtipe dari rantai ringan
(light chain). Isotip didapatkan pada semua individu spesies yang normal.
Kata Iso berarti sama pada semua anggota spesies. Pada beberapa individu
yang mengalami imunodefisiensi dapat tidak mempunyai satu atau lebih dari
satu isotip .
Lokasi isotip. Isotip rantai berat didapatkan pada porsi Fc (Fc portion) dari
region konstan molekul, sedangkan isotip rantai ringan didapatkan pada
region konstan. Antibodi terhadap isotip digunakan untuk menentukan secara
kuantitatif kelas dan subkelas imunoglobulin pada berbagai macam penyakit,
menentukan karakteristik leukemia sel B dan untuk menetapkan diagnosis
penyakit-penyakit imunodefisiensi.
Jika IgM manusia disuntikkan pada rabbit, maka hewan ini akan mengenali
determinan antigenik yang terdapat pada rantai berat dan rantai ringan dan
kemudian membentuk antibodi-antibodi terhadap mereka. Jika antiserum
tersebut diserapkan dengan IgG manusia, antibodi pada determinan rantai
ringan dan setiap determinan yang terdapat pada IgM dan IgG manusia
akan dihilangkan dan antiserum yang tinggal hanya bereaksi dengan IgM
manusia. Jadi, antibodi hanya akan bereaksi dengan region konstan
(constant region) dari rantai gamma (γ). Antibodi-antibodi pada region
variabel jarang ditemukan karena jumlah masing-masing region variabel yang
terdapat pada IgM sangat sedikit sehingga imunisasi yang efektif tidak terjadi.
Determinan yang dikenali oleh antibodi tertentu disebut anti-isotypic
150
antibodies. Setiap kelas, subkelas, tipe dan subtipe imunoglobulin memiliki ciri
khas masing-masing determinan isotipik
Idiotip
Lokasi idiotip. Idiotip terletak pada fragmen Fab dari molekul imunoglobulin,
yaitu pada atau di dekat regio hipervariabel dari rantai berat dan rantai ringan.
Alotip
Alotip (Allotype) adalah determinan antigenik yang khas karena bentuk alelik
dari gen imunoglobulin. Alotip menunjukkan sedikit perbedaan pada sekuen
asam amino dari rantai berat atau rantai ringan pada individu-individu yang
berbeda. Meskipun hanya satu asam amino berbeda, hal ini dapat
meningkatkan determinan alotipik, meskipun pada kenyataannya yang terjadi
substitusi dengan beberapa asam amino Pada manusia, perbedaan alotipik
terjadi pada regio konstan dari rantai berat dan rantai ringan. Perbedaan
alotipik dapat diketahui dengan menggunakan antibodi secara langsung
terhadap determinan alotipik. Antibodi dapat dibuat dengan menyuntikkan
imunoglobulin dari satu orang ke orang lain. Antisera anti-alotip mudah
diperoleh dari perempuan yang sudah beberapa kali hamil atau dari orang
yang telah menerima transfusi darah atau dari penderita dengan artritis
rematoid. Alotip individual ditemukan pada angota individual suatu
spesies;tidak semua alotip ditemukan pada semua anggota spesies. Prefix
Allo berarti berbeda pada individu suatu spesies.
152
Gambar 69. Perbedaan alotipik pada regio konstan rantai berat dan rantai
ringan imunoglobulin (http://pathmicro.med.sc.edu/mayer/IgTypes2000.htm)
Aviditas (avidity) adalah ukuran dari seluruh kekuatan ikatan suatu antigen
dengan banyak determinan antigenik dan antibodi multivalen. Aviditas
dipengaruhi oleh baik valensi antibodi maupun valensi antigen. Reaksi antara
antigen multivalen dan antibodi multivalen lebih stabil.
Spesifitas
Reaktifiitas silang
antigen imun atau karena ia mempunyai epitop yang strukturnya mirip dengan
salah satu antigen imun (multispecificity).
Uji Aglutinasi
Sebagai contoh, sel darah merah penderita yang dicampur dengan antibodi
terhadap antigen kelompok darah, dapat menentukan tipe darah. Jika serum
penderita yang dicampur dengan sel darah merah yang sudah diketahui
tipenya dapat ditentukan jenis antibodi yang ada di dalam serum penderita.
(b). Hemaglutinasi pasif. Uji aglutinasi hanya dapat dilakukan pada antigen
berbentuk partikel. Untuk antigen terlarut, uji aglutinasi untuk antibodi
dilakukan dengan menggunakan hemaglutinasi pasif dengan memakai sel
darah merah yang sudah dilapisi (coating) dengan antigen terlarut ( misalnya
antigen virus, polisakarida atau hapten).
(c). Uji Coomb (Uji Antiglobulin). Uji Coomb dapat dilakukan secara
langsung atau tidak langsung.
1. Uji Coomb langsung. Tidak selalu antibodi yang melekat pada eritrosit
menimbulkan aglutinasi. Antibodi yang tidak menimbulkan aglutinasi pada sel
darah merah ini disebut antibodi tidak lengkap (incomplete antibodies). Untuk
mendeteksi adanya non-agglutinating antibodies ini dapat ditambahkan
antibodi kedua secara langsung pada antibodi yang melapisi eritrosit. Anti-
156
3. Uji Coomb tidak langsung. Dengan uji Coomb tak langsung dapat
diketahui adanya antibodi terhadap sel eritrosit dan untuk
mendeteksi adanya non-aggglutinating antibodies pada sampel. Uji
ini dilakukan dengan melakukan inkubasi atas sel darah merah dan
serum, membuang keluar antibodi yang tidak melekat lalu
menambahkan reagen anti-imunoglobulin kedua untuk bereaksi
dengan sel.
(e). Uji Presipitin . Pada uji presipitin ini, dilakukan pencampuran larutan
antigen multivalen dan antibodi pada proporsi yang berbeda, sehingga
menyebabkan terjadinya pengendapan komplek antigen-antibodi dengan
berat molekul yang lebih tinggi,
Tipe-tipe metoda ELISA: direct ELISA, indirect ELISA, Sandwich ELISA dan
Competitive ELISA.
sedangkan antigen bebas atau antibodi tidak mampu mengikatnya. Uji ini
hanya bekerja pada antibodi pengikat komplemen, terutama IgG dan IgM.
Uji fiksasi komplemen dapat mendeteksi kadar antibodi kurang dari satu
mikrogram per ml. Uji fiksasi komplemen digunakan untuk mendeteksi virus
pada kultur jaringan yang sudah diinokulasi dengan sediaan darah atau
cairan jaringan pada orang yang diduga terinfeksi virus.
Selain itu contoh penggunaan uji fiksasi komplemen adalah reaksi
Wassermann untuk mendiagnosis penyakit sifilis yang disebabkan oleh
Treponema pallidum.
uji yang positif, antibodi yang terdapat di dalam sampel berikatan dengan
antigen dan membentuk komplek Ag-Ab. Sesudah itu selama masa inkubasi
komplemen akan terikat sehingga tidak dapat menyebabkan lisis sel darah
merah. Jadi uji fiksasi komplemen yang positif dapat ditunjukkan dengan tidak
terjadinya lisis sel darah merah.
164
Pada uji negatif, tidak ada antibodi yang membentuk komplek Ag-Ab,
sehingga tidak terjadi fiksasi komplemen. Dengan demikian komplemen akan
menimbulkan lisis pada sistem indikator.
Salah satu karakter sistem imun spesifik adalah membedakan antara self dan
non-self (sel sendiri dan bukan sel sendiri) dan hanya bereaksi terhadap
bukan sel sendiri. Karakter yang kedua dari respon imun spesifik adalah
adanya sifat memori (dapat mengingat). Sistem imun dapat “mengingat”
bahwa ia dapat mengenal kembali antigen yang pernah dijumpainya dan akan
165
Perjalanan Imunogen
Fase eliminasi imun. Pada fase ini antibodi yang baru terbentuk
bereaksi dengan antigen pembentuk komplek antigen-antibodi yang
sudah difagosit dan mengalami
Jika di dalam serum terdapat antibodi yang beredar, paparan (suntikan) yang
kedua kalinya menyebabkan fase eliminasi imun berlangsung cepat. Jika di
dalam serum tidak terdapat antibodi, paparan kedua menyebabkan
percepatan semua fase, kecuali fase eliminasi imun.
Fase induktif (Lag phase). Pada fase ini antigen dikenali sebagai
benda asing dan terjadi proliferasi dan diferensiasi sel-sel sebagai
respon terhadap antigen. Fase ini berlangsung antara 5-7 hari,
tergantung pada jenis antigen.
Fase eksponensial (Log phase). Pada fase ini konsentrasi antibodi
meningkat secara eksponensial, karena sel B yang terangsang antigen
melakukan diferensiasi menjadi sel-sel plasma yang membentuk
antibodi.
Fase lag. Pada respon sekunder, fase lag umumnya lebih pendek dari pada
fase lag pada respon primer.
168
Fase Log. Pada respon sekunder berlangsung lebih cepat dengan kadar
antibodi yang lebih tinggi dibanding respon primer.
Fase menurun. Pada fase menurun respon sekunder lebih lambat dari pada
respon primer, dan antibodi dapat tetap dijumpai selama berbulan-bulan,
bertahun-tahun atau seumur hidup.
Gambar 86. Variasi titer imunoglobulin pada respon imun primer dan
sekunder (http://pathmicro.med.sc.edu/mayer/ab1-4a.jpg)
PENGENALAN ANTIGEN
Sistem imun dibentuk untuk melindungi hospes dari patogen dan substansi
asing lainnya. Dasar pertimbangan sistem imun adalah perbedaan sendiri
atau tidak sendiri (self atau non-self). Patogen dapat berada di dalam tubuh
hospes intraseluler atau ekstraseluler. Untuk melindungi hospes terhadap
patogen, terjadi melalui respon oleh antibodi atau oleh cell-mediated
response.
Karena antibodi tidak terdapat di dalam sel hospes, antibodi tidak efektif
terhadap patogen yang terdapat intraseluler. Terhadap patogen intraseluler,
sistem imun menggunakan respon
CTL (cytotoxic T lymphocytes). Sel ini mengenali antigen dari patogen yang
ditampilkan pada permukaan sel yang terinfeksi dan kemudian membunuh sel
tersebut sehingga mencegah penyebaran infeksi ke sel yang berdekatan.
CTL bekerja dengan merangsang apoptosis pada sel terinfeksi.
Th1 (Helper T cells). Sel Th adalah sel T CTL yaitu limfosit T yang
mengekspresi antigen tertentu yang khas pada permukaannya yang disebut
CD4. Subpopulasi sel Th, yaitu sel Th1, merupakan pertahanan primer
terhadap patogen intraseluler yang hidup di dalam vesikel. Sel Th1 mengenali
antigen dari patogen, melepaskan sitokin yang mengaktifkan sel terinfeksi.
sehingga sel terinfeksi dapat membunuh patogen.
Semua sistem imun berasal dari sel punca hemopoietik (hemopoietic stem
cell) di sumsum tulang, yang memberikan dua garis keturunan utama, yaitu
keturunan sel mieloid (myeloid progenitor cell) dan sel keturunan limfoid
(lymphoid progenitor cell). Dari keturunan sel mieloid akan terbentuk sel-sel
mieloid, yaitu monosit, makrofag, sel dendrit, megakariosit dan sel granulosit
172
(eosinofil, neutrofil, basofil). Dari keturunan sel limfoid akan terbentuk sel T
(limfosit T), sel B (limfosit B) dan sel NK (natural killer cell). Sel-sel ini
merupakan komponen seluler sistem imun non-spesifik (innate) dan sistem
imun spesifik (adaptif).
Sel-sel sistem imun adaptif. Sel-sel yang berperan pada sIstem imun
adaptif adalah limfosit B dan limfosit T. Sesudah mengalami paparan dengan
antigen, sel B akan melakukan
Sel B dapat mengenali antigen di bawah ini yang terdapat dalam bentuk
larutan:
Protein
Asam nukleat
Polisakarida
Hapten
permukaan sel, dimana mereka dapat dikenali oleh reseptor sel T pada suatu
sel T. Terjadinya hubungan antara fragmen protein dengan molekul MHC
kelas I berbeda dengan pada MHC kelas II. Pada molekul MHC kelas I
degradasi produk berasal dari protein intraseluler (endogen) di dalam cytosol,
sedang pada molekul MHC kelas II fragmen berasal dari protein ekstraseluler
(eksogen) yang terdapat pada kompartemen intraseluler.
Terdapat tiga tipe APC yang utama, yaitu sel dendrit, makrofag dan sel B. Sel
dendrit merupakan APC yang paling efektif, terdapat di kulit dan jaringan
lainnya, mencerna antigen dengan pinositosis, dan membawa antigen ke
nodus limfe dan limpa. Di dalam nodus limfe dan limpa sel dendrit banyak
didapatkan di daerah sel T. Makrofag adalah APC yang mencerna antigen
dengan cara fagositosis atau pinositosis. Makrofag dapat dengan sangat baik
mengaktifkan sel T memori.
Sel B adalah tipe APC yang dapat mengikat antigen melalui permukaan
imunoglobulin dan mencerna antigen dengan cara pinositosis. Sel B sangat
efektif dalam menampilkan antigen ke sel T memori, terutama jika konsentrasi
antigen rendah, karena permukaan imunoglobulin pada sel B mampu
mengikat antigen dengan afinitas yang tinggi.
175
(a). Peran sitokin sebagai mediator imunitas alami. Peran sitokin sebagai
mediator imunitas alami (innate immune response) antara lain dilakukan oleh
176
TNF-α, IL-1, IL-10, IL-12, interferon tipe I (IFN-α dan IFN-β), IFN-γ dan
kemokin.
sel Th2. IL-10 menghambat produksi IFN-gamma oleh sel Th1, yang
mengubah respon imun kearah tipe Th2. Selain itu IL-10 menghambat
produksi sitokin dengan mengaktifkan makrofag dan ekspresi MHC kelas II
dan molekul co-stimulator pada makrofag, dan menyebabkan terjadinya
penurunan kemampuan respon imun.
Interferon tipe I. Interferon tipe I (IFN-α dan IFN-β) diproduksi oleh berbagai
macam sel dan fungsinya adalah menghambat replikasi virus di dalam sel.
Interferon tipe I juga meningkatkan ekspresi molekul MHC kelas I pada sel
sehingga menjadi lebih mudah dibunuh oleh CTL.
Interferon tipe I juga dapat mengaktifkan sel NK.
IL-2. Interleukin 2 diproduksi oleh sel Th dan dalam jumlah sedikit oleh sel Tc.
IL-2 merupakan faktor utama pertumbuhan sel T, dan juga membantu
pertumbuhan sel B dan dapat mengaktifkan sel NK dan sel monosit.
IL-4. Interleukin 4 yang dihasilkan oleh makrofag dan sel Th2 akan
merangsang pembentukan sel Th2 dari sel Th asal (naive) dan membantu
pertumbuhan sel Th2 yang mengalami diferensiasi, sehingga akan terjadi
respon antibodi. IL-4 juga akan merangsang perubahan kelas Ig menjadi
isotip IgE.
IL-5. Interleukin 5 diproduksi oleh sel Th2 dan fungsinya adalah membantu
pertumbuhan dan diferensiasi sel B dan eosinofil. Ia juga mengaktifkan
eosinofil yang sudah matang (matur).
TGF-β. TGF-β (transforming growth factor beta) yang diproduksi oleh sel T
dan berbagai tipe sel lainnya merupakan sitokin inhibitor yang menghambat
proliferasi sel T dan aktifasi makrofag. Ia juga mempengaruhi sel PMN dan sel
endotel untuk menghentikan efek proinflamatori dari sitokin.
Selain itu respon imun dapat diatur dengan jalan lain, misalnya pengaturan
oleh antibodi, oleh sitokin, oleh T-reg, dan pengaruh faktor genetik.
Antibodi yang terlarut dapat bersaing dengan reseptor antigen pada sel B dan
menghambat atau mencegah aktifasi sel B. Selain itu komplek Ag-Ab dapat
179
melekat pada reseptor Fc pada sel B, mengirim sinyal hambatan pada sel B.
Dalam hal ini pengaturan terjadi pada tingkat pengenalan (recognition).
Sitokin mengatur respon imun (positif atau negatif) pada berbagai tahap.yang
memerlukan adanya sitokin lain pada lingkungan mikro dan ekspresi reseptor
pada sel efektor.
T-reg (regulatory T cell) adalah kelompok sel yang mengatur respon imun
dengan cara menghambat respon Th1 dan Th2
4.10. IMUNISASI
Imunisasi pasif
Imunitas dapat terjadi dapatan (acquired) tanpa sistem imun dan tidak terjadi
paparan antigen. Hal ini dapat terjadi melalui transfer serum atau gama-
globulin dari seorang donor imun ke individu non imun. Plihan lainnya adalah
dengan mentransfer imunitas dengan menggunakan sel imun dari individu
yang sudah dimunisasi. Imunitas pasif dapat juga diperoleh secara alami atau
secara buatan (artifisial).Imunitas pasif yang didapat secara alami terjadi dari
ibu ke janin melalui plasenta berupa transfer IgG atau transfer IgA melalui
kolostrum.
180
Imunisasi aktif
Vaksin yang digunakan pada imunisasi aktif bisa berupa organisme hidup
yang dilemahkan, seluruh organisme yang mati, komponen mikroba atau
toksin yang disekresi (yang sudah didetoksifikasi).
Vaksin hidup. Vaksin hidup yang pertama kali digunakan berasal dari
cowpox virus untuk melakukan vaksinasi terhadap cacar (smallpox). Vaksin
hidup digunakan untuk mencegah infeksi virus misalnya polio, measles,
mumps, rubella, chicken pox, hepatitis A, dan yellow fever. Satu-satunya
vaksin hidup bakterial adalah vaksin BCG (Bacille Calmette-Guerin) untuk
mencegah tuberkulosis. Penggunaan vaksin hidup dapat berisiko tinggi jika
digunakan pada individu dengan immunocompromised sistem imun. Selain itu
181
vaksin hidup yang sudah dilemahkan akibat mutasi dapat berubah kembali
menjadi patogenik. Karena itu pada pencegahan polio, penggunaan vaksin
hidup (Sabin) mulai diganti dengan vaksin inaktif (Salk).
Vaksin mati (killed vaccine). Vaksin mati berasal dari virus diperoleh dari
virus yang sudah dimatikan dengan pemanasan, bahan kimia atau radiasi
ultraviolet misalnya ditujukan terhadap polio, influenza, rabies dan influenza,.
Sebagian besar vaksin bakteri adalah killed vaccine, misalnya untuk
mencegah tifoid, kolera, pes dan pertusis.
Adjuvants
small pox, tuberkulosis dan yellow fever) atau berlangsung hanya beberapa
bulan (misalnya pada kolera). Imunisasi primer dapat diberikan pada umur 2-
3 bulan (difteri, pertusis, tetanus, polio), atau 13-15 tahun (mumps, measles,
rubella).
Imunisasi aktif dapat menyebabkan demam, malaise, dan rasa tidak nyaman.
Beberapa jenis vaksin juga dapat menyebabkan nyeri sendi atau artritis
(rubella), konvulsi yang bisa fatal (pada pertusis), atau gangguan neurologk
(pada influenza). Alergi terhadap telur dapat terjadi pada penggunaan vaksin
viral yang dibuat di dalam telur (misalnya measles, mumps, influenza, dan
yellow fever). Pemberian booster menyebabkan terjadinya keradangan yang
lebih nyata dibandingkan dengan imunisasi primer. Akibat sampingan yang
berat dapat terjadi pada penggunaan vaksin DTP akibat komponen pertusis
pada vaksin.
4.11. AUTOIMUNITAS
Hipersensitif tipe I
Sel mast dapat dipicu dengan berbagai rangsangan, antara lain aktifitas fisik,
stres emosional, bahan-bahan kimia (misalnya kalsium ionofor, dan kodein),
anaphylotoxin (misalnya C4a, C3a,C5a, dsb.) dalam hal ini tidak terjadi
184
Hipersensitif tipe II
Tipe ini disebut juga hipersensitif komplek imun. Reaksi dapat bersifat umum
(misalnya serum sickness) atau hanya terjadi
Reaksi terjadi 3-10 jam sesudah paparan antigen (misalnya pada reaksi
Arthus), dan penyebabnya adalah larutan komplek imun, terutama dari kelas
IgG meskipun IgM dapat juga berperan. Antigen dapat eksogen (bakteri,
virus atau parasit) atau endogen (autoimun spesifik non-organ, misalnya
lupus eritematosus sistemik). Antigen yang terlarut tidak melekat pada organ
yang bersangkutan. Komponen primer adalah larutan komplek imun dan
komplemen (C3a, 4a dan 5a), sedangkan kerusakan yang terjadi disebabkan
oleh trombosit (platelet) dan neutrofil. Lesi terutama mengandung neutrofil
185
dan endapan komplek imun dan komplemen. Infiltrasi makrofag pada stadium
akhir mungkin berperan dalam proses penyembuhan.
Hipersensitif tipe IV
Bentuk lain hipersensitif tipe IV adalah dermatitis kontak (dengan poison ivy,
bahan kimia, logam berat) dimana lesi
Limfokin yang banyak berperan pada reaksi hipersensitif lambat antara lain
adalah faktor kemotaktik monosit, interleukin-2, interferon-gamma, TNF
alpha/beta.
186
Uji diagnosis in vivo berupa reaksi kutan lambat (misalnya tes Mantoux) dan
patch test (untuk dermatitis kontak), sedangkan uji in vitro adalah respon
mitogenik, lympho-cytotoxicity dan produksi IL-2.
Jaringan dan
Antigen Eksogen Sel permukaan Terlarut
organ
Proliferasi sel normal dikendalikan dengan baik, kecuali jika sel mengalami
paparan dengan bahan kimia karsinogen, mengalami radiasi atau terinfeksi
dengan virus tertentu sehingga terjadi mutasi. Akibatnya sel normal
mengalami transformasi menjadi sel yang pertumbuhannya tidak terkendali,
sehingga terjadi tumor atau neoplasma.
187
Tumor dapat bersifat jinak (benigna) yang tidak mampu tumbuh terus
menerus sehingga hospes tetap hidup. Tumor dapat juga menjadi ganas, jika
tumor mampu tumbuh terus dan menyebar (metastase) sehingga mungkin
dapat menyebabkan kematian hospes. Pertumbuhan yang tak terkendali ini
dapat disebabkan pengaruh gen perangsang kanker (cancer-inducing gene)
atau menurunnya pengaruh tumor supresor gen (yang dalam keadaan normal
menghambat pertumbuhan tumor).
Antigen tumor
Agar sistem imun dapat bereaksi dengan tumor, tumor harus mempunyai
antigen yang bisa dikenali sebagai benda asing. Terdapat dua tipe antigen
tumor, yaitu :
1. Virus DNA
Virus Papova (papilloma, polyoma). Virus papilloma
menyebabkan kanker cerviks.
Adenovirus.
menolak tumor (tumor rejection). Imunitas dapat ditransfer dari satu hewan
dengan tumor yang mengalami regresi (penyembuhan) ke resipien singeneik
yang naive oleh limfosit T. Sel Th (T helper) mengenali antigen yang berasal
dari tumor, untuk kemudian memrosesnya dan meneruskannya bersama
dengan MHC kelas II pada APC (antigen presenting cells). Jika sel Th
menjadi aktif, akan memproduksi sitokin dan membantu sel B memproduksi
antibodi. Sitokin, misalnya IFN-gamma dapat juga mengaktifkan makrofag
menjadi pembunuh tumor (tumoricidal). Selanjutnya sel-sel Th juga
membantu CTL (cytotoxic Tcells) yang bersifat tumor-specific dengan
merangsang proses proliferasi dan diferensiasi. CTL mengenali antigen tumor
pada MHC kelas I dan turut berperan pada lisis sel tumor. Pada tumor yang
menunjukkan penurunan antigen MHC, sel NK (natural killer) memegang
peran penting untuk menolak dan menyingkirkan tumor
4.14. IMUNODEFISIENSI
Imunodefisiensi primer
Imunodefisiensi sekunder
Jika sel leluhur limfoid (progenitor) mengalami kerusakan, maka hal ini akan
menyebabkan kelainan pada keturunan sel T dan sel B, yang dapat
menyebabkan terjadinya SCID (severe combined immunodeficiency).
Akibatnya janin akan menderita infeksi berulang-ulang, terutama oleh
mikroorganisme oportunistik (infeksi bakteri, virus, jamur dan protozoa).
Pada keadaan ini jumlah sel B rendah atau normal tetapi titer imunoglobulin
rendah, sedangkan jumlah dan fungsi sel T normal. Contoh penyakit akibat
kelainan limfosit B adalah:
Defisiensi Adesi Leukosit. Pada penyakit ini sel T dan sel makrofag
tidak mempunyai reseptor komplemen CR3 sehingga tidak dapat
merespon opsonin C3b. Selain itu terjadi gangguan diapedesis dan
193
BAB 5
BAKTERI-BAKTERI PATOGEN
1. STAPHYLOCOCCUS
2. STREPTOCOCCUS
3. NEISSERIA
4. MYCOBACTERIUM
5. CORYNEBACTERIUM
6. BACILLUS
7. CLOSTRIDIUM
8. ENTEROBACTERIACEAE
9. BACTEROIDES
10. VIBRIO
11. CAMPYLOBACTER
12. HELICOBACTER PYLORI
13. PSEUDOMONAS AERUGINOSA
14. HAEMOPHILUS INFLUENZAE
15. MENINGITIS
16. BORDETELLA PERTUSSIS
17. FRANCISELLA TULARENSIS
18. BRUCELLA
19. BORRELIA
20. TREPONEMATA
21. LEPTOSPIRA
196
22. LEGIONELLA
23. ACTINOMYCETES
Domain Bacteria
Kingdom Eubacteria
Phylum Firmicutes
Class Bacilli
Ordo Bacillales
Famili Staphylococcaceae
Genus Staphylocococcus
Species Staphylococcus aureus
Koloni Staphylococcus aureus. Pada Tryptic Soy Agar koloni S.aureus
berwarna kuning karena adanya pigmen staphyloxanthin yang bersifat
sebagai faktor virulensi.
Gambar 91. Koloni S.aureus berwarna kuning pada Tryptic Soy Agar
(http://www.bacteriainphotos.com/-/staphylococcusaureus/microscopy.html)
198
Gambar 94. Koloni S.aureus pada medium Columbia agar dengan 5% darah
domba defibrinasi menunjukkan hemolisis-beta di sekitar koloni
(http://www.bacteriainphotos.com/-/staphylococcus aureus microscopy.html)
200
Pada infeksi kulit Staphylococcus aureus akan terbentuk abses. Dari ini
organisme akan menyebar secara hematogen. Dengan adanya enzim
proteolitik S.aureus dapat menimbulkan pneumonia, infeksi tulang dan sendi,
maupun endokarditis. Pada hospes yang mengalami gangguan sistem imun
(immunocompromised), misalnya penderita kanker yang mengalami
neutropeni, terapi intravena yang dilakukan dapat menyebabkan komplikasi
berat misalnya sepsis yang fatal akibat bakteremi S.aureus. Pada penderita
dengan fibrosis kistik, adanya S.aureus yang menetap, dapat menyebabkan
terjadinya resistensi terhadap antibiotika.
Meningitis
Bakteremi S.aureus
pertama kali pada penderita yang dirawat di rumah sakit dan fasilitas
kesehatan lainnya (HA-MRSA atau health-care-associated
MRSA), terutama pada orang lanjut usia, orang yang sakit berat, dan mereka
yang mengalami luka terbuka (misalnya pada luka lecet akibat berbaring yang
lama-bedsore), atau penderita yang menggunakan kateter. Sesudah itu
MRSA ditemukan pada komunita penderita di luar rumah sakit (community-
associated MRSA, disingkat CA-MRSA) dalam hubungannya dengan
penggunaan antibiotika, menggunakan bersama alat tercemar, penderita
penyakit kulit aktif atau luka, higiene yang buruk dan hidup di lingkungan yang
padat penduduk.
Beberapa isolat S.aureus selain resisten terhadap penisilin, ada yang resisten
terhadap methicillin (Methicillin-resistant Staphylococcus aureus- MRSA),
sehingga harus digunakan antibiotika vancomycin. Namun sekarang sudah
dilaporkan terjadinya resistensi S.aureus terhadap vamcomycin MRSA juga
dilaporkan meningkat frekwensinya di Amerika Latin, Inggris, Canada,
Australia, Asia, dan di semua bagian Eropa.
Pada infeksi S.aureus berbagai gambaran klinis yang terjadi sesuai dengan
jaringan dan organ yang mengalami kelainan:
Infeksi kulit dan jaringan lunak. Kelainan pada kulit yang terjadi dapat
berupa impetigo, penyakit Ritter, folikulitis, furunkel atau karbunkel. Pada
impetigo, pada awalnya terjadi eritema kecil yang kemudian menjadi bulla
yang berisi cairan keruh. Jika bulla pecah akan terbentuk krusta yang
berwarna seperti madu (honey-colored crust).
207
Penyakit Ritter atau scalded skin syndrome adalah kumpulan gejala klinis
yang disebabkan oleh toksin eksfoliatif mula-mula terjadi eritema selulitis,
diikuti melepuhnya kulit di tempat infeksi dan pada keadaan yang berat terjadi
eksfoliasi di
seluruh bagian tubuh. disertai demam dan diikuti terjadinya impetigo. Selain
itu dapat terjadi folikulitis, yaitu pembentukan pustula lunak dan infeksi folikel
rambut. Dari tempat infeksi di kulit dan jaringan subkutan yang mempunyai
folikel rambut terbentuk lubang-lubang kecil dari abses yang mengeluarkan
cairan purulen (furunkel). Furunkel-furunkel dapat saling berhubungan
menjadi karbunkel yang mempunyai beberapa lubang pustular.
Infeksi tulang dan sendi. Infeksi tulang atau osteomielitis dapat terjadi pada
anak dengan gejala awal berupa demam mendadak diikuti terjadinya
pelunakan tulang. Tulang mudah dibengkokkan dan penderita mengeluh
terjadinya nyeri hebat yang berdenyut. Infeksi S.aureus pada sendi atau
artritis menyebabkan sendi terasa panas. Pada daerah sendi terlihat eritema
dan terjadi pelunakan sendi. Penderita juga mengalami demam. Kelainan
yang terjadi pada tulang dan sendi jarang ditemukan pada bayi.
208
Abses dan infeksi organ dalam. Pada otot dan organ-organ dalam dapat
terjadi infeksi dan pembentukan abses, antara lain pada kelenjar parotis, hati,
limpa, ginjal, mata dan sstem saraf pusat. Penderita umumnya mengalami
demam tetapi tidak menderita nyeri.
Pengobatan stafilokokosis
orang meninggal setiap tahunnya akibat MRSA, lebih tinggi dari pada angka
yang disebabkan oleh HIV..
Bakteri Staphylococcus aureus biasa ditemukan pada kulit dan hidung dari
25% orang sehat maupun hewan. Bakteri ini menghasilkan tujuh jenis toksin
211
pekerja makanan yang terpapar bakteri ini atau melalui susu dan keju yang
tercemar. Staphylococcus yang dapat hidup dan berkembang biak pada
makanan bergaram, menghasilkan racun yang dapat menyebabkan penyakit.
Racun Staphylococcus tahan terhadap pemanasan sehingga tidak rusak
pada proses pemasakan. Makanan yang berisiko tinggi tercemar
Staphylococcus aureus pembentuk toksin adalah makanan buatan tangan
yang tidak memerlukan pemanasan, misalnya sosis, pudding, sandwich dan
kue-kue.
kelainan organ dan jaringan yang terjadi. Selain itu angka kematian yang
terjadi tergantung pada cepatnya diagnosis ditegakkan.
Pencegahan stafilokokosis
5.2. STREPTOCOCCUS
Kingdom Bacteria
Phylum Firmicutes
215
Class Bacilli
Order Lactobacillales
Family Streptococcaceae
Genus Streptococcus
Species Streptococcus agalactiae
Streptococcus Hemolitk-Alfa
Streptococcus Hemolitik-Beta
Demam rematik yang menyerang sendi, ginjal dan katup jantung tidak
disebabkan oleh bakterinya, melainkan oleh terjadinya penyakit autoimun
yang ditimbulkan oleh antibodi yang dihasilkan oleh sistem imun penderita.
GAS merupakan patogen nomor satu dunia, karena menyebabkan 500.000
kematian setiap tahunnya
Koloni Streptococci
Streptokoki membentuk koloni kecil berwarna kelabu pada agar darah domba,
yang bisa menunjukkan hemolisis alfa, hemolisis beta atau tidak
menunjukkan hemolisis (non hemolitik).
Gambar 108. Hemolisis tipe alfa dan tipe beta pada medium kultur
agar darah ( Sumber: CDC) .
Dapat tumbuh pada medium yang mengandung 40% bile esculin dan
menghidrolisis esculin ( streptokoki lainnya tidak bisa).
Virulensinya rendah
Terdapat pada 50% penderita endokarditis bakterial subakut (terutama
pada penderita imunokompromised, misalnya pada waktu manipulasi
gigi.
Karier asimtomatik pada saluran napas atas dan kulit dapat menyebar
dan menimbulkan demam rematik dan glomerulonefritis akut.
S.pyogenes grup A yang berasal dari luka, cairan tubuh, atau kultur
darah bersifat sangat virulen dan cepat menimbulkan kematian.
Virulensi rendah.
Pneumococcus
225
.
227
Kingdom Bacteria
Phylum Firmicutes
Class Bacilli
Order Lactobacillales
Family Streptococcaceae
228
Genus Streptococcus
Species S. pneumoniae
Terdapat dua varian koloni Pneumococci , yaitu koloni yang transparan dan
koloni yang tidak transparan (opaque). Koloni tipe transparan menyesuaikan
diri dengan lingkungan nasofaring, sedang varian opaque dapat hidup di
dalam darah.
pewarnaan Gram-positif
aktifitas hemolitik
Morfologi pneumococcus
Meskipun spesifisitasnya tinggi tetapi bisa terjadi reaksi silang antara kapsul
tipe 2 dan 5, 3 dan 8, 7 dan 18, 13 dan 30, dan dengan E.coli, Klebsiella,
H.influenzae tipe b , dan streptococci viridans tertentu.
Dinding Sel. Dinding sel S.pneumoniae terdiri dari enam lapis yang terdiri
dari peptidoglycan dengan teichoic acid yang melekat pada N-acetylmuramic
acid. Pada membran sel melekat lipoteichoic acid yang identik dengan
teichoic acid, dan keduanya mengandung phosphorylcholine. Substansi ini
merupakan elemen penting pada biologi S.pneumoniae karena
choline yang spesifik ini akan melekat pada choline-binding reseptor yang
selalu terdapat pada sel manusia.
233
Pili. Struktur seperti rambut yang keluar dari permukaan sel ini banyak
dijumpai pada banyak strain S.pneumoniae. Selain berperan untuk
membentuk koloni pada saluran pernapasan bagian atas, pili juga
meningkatkan pembentukan TNF oleh sistem imun pada waktu terjadi infeksi
yang invasif.
Infeksi pneumococcus
Infeksi neumococci merupakan penyebab pneumonia tipe lobar dan dapat
bertindak sebagai patogen sekunder dari bronchopneumonia yang infeksi
primernya adalah virus, misalnya pada measles dan influenza.
235
Pada sinusitis paranasal dan otitis media akut, pneumococci dapat menjadi
penyebab tunggal atau bersama dengan organisme pyogenik lainnya.
Pneumococci sering menyebar dari satu fokus infeksi, misalnya meningitis
pneumoccal terjadi karena komplikasi dari otitis media dan pneumonia lobar.
Meskipun demikian dapat terjadi meningitis pneumococci sebagai infeksi
primer.
Infeksi pneumococci banyak ditemukan pada orang-orang yang mengalami
splenektomi dan operasi pengangkatan organ atau sesudah mengalami
pengobatan dengan radiasi.
Invasi bakteri. Bakteri yang dapat mengatasi respon fagositik hospes akan
berkembang dan menyebar. Komponen dinding sel akan secara langsung
mengaktifkan komplemen, proses koagulasi dan sitokin serta merangsang
interleukin-1, interleukin-6 dan TNF (tumor necrosis factor) dari makrofag dan
sel lainnya. Pneumococci yang mengalami autolisis atau yang merespon
agen mikrobial atau defensin dari hospes akan melepaskan pneumolisin dan
hidrogen peroksida yang dapat membunuh sel hospes dan merangsang
produksi nitric oxide yang berperan pada terjadinya syok sepsis.
236
Epidemiologi
Vaksinasi neumococcus
semua anak berumur 2-23 bulan dan anak berisiko berumur 24-59 bulan.
Empat dosis vaksin diberikan pada umur 2, 4, 6 dan 12-14 bulan. Hasilnya
memuaskan terhadap infeksi pneumococci yang invasif, terutama septikemi
dan meningitis.
Jika terdapat antiserum yang spesifik kapsul akan tampak membesar (reaksi
Quellung) sedangkan jika tidak terdapat antibodi yang spesifik, kapsul dan
bagian tepinya hampir tidak terlihat.
240
5.3. NEISSERIA
48 jam untuk menumbuhkan tipe-tipe koloni T1, T2, T3 dan T4. Koloni
Neisseriae halus dan tidak berpigmen. Beberapa strain bakteri menghasilkan
koloni kecil yang tidak khas.
Neisseria meningitidis
Neisseria meningitidis, sering disebut sebagai meningococcus, adalah bakteri
penyebab meningitis, dan penyakit meningokokal lainnya misalnya sepsis
meningokokus (meningococcaemia). Bakteri ini merupakan penyebab penting
tingginya morbiditas dan mortalitas meningitis pada anak-anak di negara-
negara industri dan dapat menimbulkan epidemi di Afrika dan Asia. Neisseria
meningitidis adalah diplococcus yang pada pewarnaan termasuk Gram-
negatif, dan biakan bakteri menunjukkan tes positif terhadap enzim
cytochrome c oxidase.
243
Koloni berbentuk konvex, berukuran garis tengah 1-2 mm, transparan, tidak
berpigmen dan non-hemolitik.
Organisme ini tumbuh dengan baik pada lempeng agar darah ( blood agar
plate -BAP) dan lempeng agar coklat (chocolate agar plate-CAP) pada suhu
35-370C dengan lingkungan 5% CO2. Koloni N. meningitidis berwarna
kelabu dan pada BAP tidak membentuk pigmen, berbentuk bulat, halus,
lembab, mengkilat dan konveks, dengan tepi yang jelas batasnya. Pada CAP
koloni N.meningitidis berukuran besar, tak berwarna atau kelabu. Untuk
melakukan identifikasi dan karakterisasi bakteri, jika dilakukan dengan BAP
inkubasi selama 18-24 jam, atau jika pada CAP dilakukan pada suhu 35-37 0C
dengan 5% CO2 (pada candle-jar).
245
saring tersebut satu tetes kultur dari koloni. Jika hasil tes positif, sisa kultur
dapat di subkultur untuk penelitian selanjutnya.
Untuk melakukan diferensiasi spesies Neisseria dilakukan pemeriksaan
reaksi fermentasi. Suatu suspensi padat dari kultur bakteri yang diinkubasi
satu malam dibuat pada garam penyangga (buffer) dan aliquot suspensi
kemudian ditambahkan pada 10% stock solution dari gula uji. Tabung yang
sudah diinokulasi di inkubasi pada 37 0C pada penangas air (water bath) dan
reaksi dibaca sesudah 3 jam.
N.meningitidis + + - -
N.lactamica + + + -
N.gonorrhoea +/- - - -
e
N.sicca + + - +
M.catarrhalis - - - -
Reaksi gula pada CTA (cystine trypticase agar) untuk N.meningitidis dengan
menggunaan glukose atau dekstrose dan maltose menunjukkan
pembentukan asam (warna berubah menjadi kuning) dan tidak ada
pemakaian laktose atau sukrose.
Terjadi dan terlihatnya kekeruhan serta warna kuning pada bagian atas
medium menunjukkan adanya petumbuhan bakteri dan pembentukan asam
berarti hasil uji positif. Hasil negatif baru boleh dinyatakan negatif sesudah
inkubasi selama 72 jam.
Perubahan warna menjadi kuning tidak disertai kekeruhan biasanya bukan
reaksi positif.
Infeksi Neisseria
Hanya ada dua anggota genus yang patogenik untuk manusia yaitu
N.meningitidis dan N.gonorrhoeae yang keduanya merupakan parasit obligat
yang sukar bertahan hidup di luar hospesnya. Pada infeksi lokal diagnosis
ditetapkan dengan pewarnaan Gram dan kultur dari bahan infektif.
N.meningitidis dapat menyebabkan:
Meningitis piogenik akut
Konjungtivitis
Endokarditis
Septikemia
Meningitis
Mual
Muntah
Fotofobi
Kaku kuduk
Letargi atau selalu mengantuk sering dilaporkan, sedangkan stupor dan koma
jarang terjadi. Terjadinya koma menunjukkan buruknya prognosis.Penderita
juga mengeluh terjadinya ruam kulit yang menunjukkan bahwa penyakit
berlangsung progresif. Pada orang lanjut usia sering menunjukkan perubahan
mental dan terjadinya demam yang lama. Jika terjadi septikemi
meningokokus yang berat, penderita dapat mengalami kolaps sirkulasi dan
ruam perdarahan. Pada penderita anak, meningitis meningokokus
menunjukkan gambaran klinis sebagai berikut:
Muntah
Pada bayi terjadinya gejala bisa tidak jelas, misalnya tanpa kaku
kuduk.
Vaksinasi meningokokus
Penatalaksanaan meningitis
Dexamethasone
Vancomycin
Neisseria gonorrhoeae
Gonore
Gonore adalah infeksi N.gonorrhoeae yang ditularkan melalui kontak seksual
atau terjadi perinatal dan terutama menginfeksi membran mukosa dari uretra
dan cervix. Jarang terjadi infeksi pada rektum, orofaring, dan konjungtiva.
Infeksi genital pada perempuan yang menjalar ke atas dapat menyebabkan
endometritis dan salpingitis (yang secara bersama disebut PID- pelvic
inflamatory disease), yang merupakan komplikasi utama penyebab infertilitas
pada perempuan.
Isolasi gonokokus
Karena gonokokus yang bercampur dengan flora normal sangat mudah mati,
isolasi dilakukan melalui pengambilan bahan kultur yang benar, dan tidak
terpapar lingkungan, serta membutuhkan medium kultur yang sesuai
(misalnya Martin –Lewis agar) dan dilakukan identifikasi yang tepat.
5.4. MYCOBACTERIUM
sebagai parasit obligat, termasuk dua spesies yang patogen untuk manusia
dan mamalia, yaitu Mycobacterium tuberculosis penyebab tuberkulosis dan
Mycobacterium leprae penyebab lepra atau Morbus Hansen.
Mycobacterium tuberculosis
Tuberkulosis
Lamanya pemaparan
TST atau pemeriksaan darah (+) TST atau pemeriksaan darah (+)
LTBI ini dapat dideteksi dengan melakukan Mantoux tuberculin skin Test
(TST) atau melakukan pemeriksaan darah, misalnya IGRA (interfero-gamma
release assays). Penderita dengan LTBI tidak menularkan tuberkulosis pada
orang lain.
Lokasi Frekwensi
Paru Sebagian besar kasus
TBC Paru
TBC adalah TBC paru
Tempat di luar paru, Sering terjadi pada:
TBC Ekstrapulmoner yaitu: Penderita HIV atau
laring, nodus limfa, orang dengan
pleura, otak, ginjal, imunosupresi
tulang dan sendi Anak kecil
in vitro. Selain itu dapat digunakan pemeriksaan biokimiawi, yaitu tes niacin,
tes reduksi nitrat, tes katalase, tes urease, tes pyrazinamidase, tes acid
phophatase, tes hydrolysis of polyoxyethylene mono-oleate, dan tes
arylsulfatase. Tes fenotipik lainnya adalah tes reduksi tellurite, preferensi
oksigen, utilisasi sumber karbon, iron uptake, dan tes galaktosidase.
Karakter serologik. Tidak ada uji yang valid untuk melakukan diferensiasi
kultur mikobakterium di laboratorium. Tuberkulin yang diperoleh dari dinding
sel bakteri digunakan untuk menentukan apakah seseorang di masa lalu
265
kulit lengan (forearm) dan indurasi akan terbentuk di tempat suntikan jika
penderita pernah terinfeksi, atau sedang terinfeksi. Kadang-kadang tes
tuberkulin negatif hasilnya jika penderita sedang menderita penyakit
akut,misalnya tuberkulosis milier, atau sedang mengalami stadium awal
infeksi.
Berdasar pada macam dan jumlah obat yang M.tuberculosis telah kebal
terhadapnya, resisten obat dapat digolongkan menjadi beberapa kelompok,
yaitu:
Monoresistant : resisten terhadap salah satu obat anti TBC.
Polyresistant : resisten terhadap sedikitnya 2 obat anti TBC, tetapi
bukan
terhadap INH dan rifampin.
267
Lepra
Basil lepra adalah basil aerobik yang hidup intraseluler, pleomorfik, tidak
tahan terhadap alkohol. Identifikasi hanya dengan pemeriksaan mikroskopis,
karena basil lepra belum dapat dibiakkan pada medium kultur.
Biakan hewan coba hanya dapat dilakukan pada hewan armadillo.
Bentuk tuberkuloid. Pada bentuk ini M.leprae berkembang biak pada tempat
masuknya, biasanya di kulit, lalu menginvasi dan membentuk koloni di sel
Schwann. Mikroba merangsang limfosit T-helper, sel epiteloid, dan giant cell
mengadakan infiltrasi ke kulit yang menimbulkan terbentuknya bercak-bercak
dengan tepi merah pada kulit penderita. Bercak bercak ini kering, pucat,
pusatnya tidak berambut, dan disertai hilangnya rasa nyeri. Terbentuknya
makula dan hilangnya rasa nyeri merupakan kunci diagnosis lepra bentuk
tuberkuloid.
SHAPE \* MERGEFORMAT
Diagnosis lepra. Untuk keperluan diagnosis lepra, dibuat hapusan tipis dari
irisan kulit atau dari usapan hidung penderita, atau dari lesi granuloma yang
penuh basil lepra yang dapat ditemukan intraseluler maupun di luar sel. Pada
pemeriksaan mikroskopi optik tampak M.leprae membentuk kumpulan masa
basil yang bulat, dengan diameter panjang 1-8 μm dan 0.2-0.5 μm.
270
Infeksi dengan basil lepra berlangsung sangat lambat sampai beberapa tahun
lamanya, karena infektifitasnya sangat rendah.
Vaksinasi terhadap lepra dapat dilakukan dengan BCG, tetapi dengan
menggunakan vaksin yang dibuat dari M.leprae yang berasal dari armadillo
yang terinfeksi menunjukkan hasil yang lebh efektif.
Pengobatan lepra dengan dapsone telah lama dilakukan, tetapi dilaporkan
telah mulai terjadi resistensi basil lepra terhadap obat ini. Karena itu
pengobatan tunggal dengan dapsone merupakan kontraindikasi.
Sesuai dengan rekomendasi World Health Organization, untuk mengobati
lepra diberikan MDT (multidrug treatment) yang terdiri dari dapsone,
rifampicin dan clofazimine. Dengan pengobatan MDT ini sebagian besar basil
lepra akan mati dalam waktu pendek tanpa diikuti hilangnya dengan segera
gejala klinis lepra.
Dengan pengobatan MDT di seluruh dunia, jika pada tahun 1985 lepra
menjadi masalah besar kesehatan di 122 negara, pada tahun 2002 hanya
tinggal 14 negara. Dengan demikian selama masa duapuluh tahun dapat
disembuhkan sekitar 12 juta penderita lepra.
5.5. CORYNEBACTERIUM
271
Corynebacterium diphtheriae
Bakteri yang termasuk Actinobacteria ini mempunyai hubungan filogenetik
dengan mycobacteria dan actinomycetes. Corynebacteria bentuknya tidak
teratur, ukurannya bervariasi, sering menunjukkan adanya pembesaran di
salah satu ujungnya, “club shaped”. Sel-sel sering membentuk kelompok kecil
dan membentuk sudut runcing satu dengan lainnya sehingga berbentuk
seperti huruf Cina.
C.diphtheriae
var. gravis ± ±
-
var. intermedius ± -
-
var. mitis ± -
-
C.hofmannii - -
-
C.xerosis ± ± -
275
Difteri
Penyakit difteri yang menyerang saluran napas atas ditandai oleh adanya
sakt tenggorok, demam ringan,dan pseudomembran yang terdapat di tonsil,
faring, dan atau rongga hidung. Toksin difteri yang dibentuk oleh
C.diphtheriae dapat menyebabkan miokarditis, polineuritis, dan efek toksik
sistemik lainnya. Pada kulit dapat terjadi difteri yang ringan dan terbatas.
Gambar 146. Anak penderita difteri dengan pembesaran leher (“bull neck”)
(http://www.cdc.gov/diphtheria)
276
Difteri adalah penyakit infeksi yang dapat menular melalui kontak fisik atau
melalui sekresi aerosol pernapasan penderita. Angka kematian difteri berkisar
antara 5-10%, dengan angka kematian terbesar pada anak di bawah umur 5
tahun dan orang dewasa di atas umur 40 tahun, yang dapat mencapai 20%.
Wabah difteri masih terjadi, meskipun jarang, misalnya di USSR pada tahun
1991 dengan 2000 penderita, dan di negara-negara Commonwealth wabah
pada tahun 1998 dengan 200.000 penderita, menyebabkan kematian 5000
orang. Sejak dilakukannya vaksinasi yang luas dengan vaksin DPT, jumlah
penderita difteri banyak berkurang dan dapat diberantas di berbagai negara
maju.
Pengobatan harus segera diberikan sesudah ada dugaan difteri, tidak perlu
menunggu hasil pemeriksaan laboratorium. Karena tanpa pengobatan sekitar
50% penderita akan meninggal dunia. Penderita difteri meskipun
mendapatkan pengobatan, 10% diantaranya masih akan meninggal dunia.
5.6. BACILLUS
Kingdom: Bacteria
Phylum: Firmicutes
Class: Bacilli
Order: Bacillales
Family: Bacillaceae
Genus: Bacillus
B. anthracis, B.cereus,
Species:
B.thuringiensis
279
Bacillus anthrax
Spora tidak terdapat pada material klinik, kecuali jika suasana aerobik atau
terpapar CO2 konsentrasi rendah, misalnya berada di atmosfir. Konsentrasi
CO2 yang tinggi menghambat sporulasi.
280
Koloni Bacillus anthracis. Biakan pada agar darah, koloni B.anthracis dapat
tumbuh cepat, dan dijumpai hemolisis ringan. Pada inkubasi semalam pada
350C terbentuk koloni berukuran 2-5 mm yang sirkuler, dengan konsistensi
seperti perekat (sticky), mirip putih telur. Koloni tidak berpigmen,
permukaannya kering, datar atau agak cembung, dengan tepi koloni tidak
teratur dan terdapat tonjolan seperti koma (medusa head). Pada suhu 25-
280C spora terbentuk secara optimum.
Inokulasi hewan coba . Pada inokulasi guinea-pig, hewan akan mati dalam
waktu 48 jam akibat terjadinya septikemi
Penyakit Antraks
Gambaran klinik anthrax pada orang dewasa dapat dikelompokkan menjadi
anthrax inhalasi, anthrax kulit, dan anthrax gastrontestinal.
(1). Anthrax inhalasi. Paparan dengan spora anthrax terutama terjadi pada
orang yang bekerja di pabrik wool, rumah potong hewan, dan penyamak kulit.
Gejala awal infeksi anthrax melalui pernapasan (inhalasi), dimulai pada nodus
limfe di daerah dada. Sesudah itu gejala klinis mirip dengan gambaran awal
penyakit virus pernapasan, berupa demam ringan, sakit otot, dan malaise,
yang dapat berkembang cepat menjadi gagal pernapasdan dan syok, yang
sering diikuti terjadinya meningitis. Pada pemeriksaan radiografik terjadi
pelebaran mediastinum. Bentuk anthrax inhalasi bersifat paling mematikan
jika terhirup 8000-50.000 spora B.anthracis. Masa inkubasi sekitar 1-7 hari,
tetapi bisa mencapai 80 hari, tergantung pada faktor hospes, dosis paparan,
dan obat pencegahan yang diberikan.
Angka kematian anthrax inhalasi sangat tinggi. Tanpa pengobatan 85-90%
penderita anthrax inhalasi akan meninggal dunia. Dengan pengobatan yang
intensif disertai pemberian antibiotika, angka kematian penderita adalah
sekitar 50%.
(2). Anthrax kulit. Jika spora anthrax masuk ke dalam kulit yang luka atau
lecet anthrax kulit dapat terjadi, terutama pada orang yang menangani hewan
sakit, atau hewan yang terpapar anthrax misalnya hewan penghasil wool,
atau rambut. Anthrax kulit terutama terjadi di bagian kepala,
282
leher, lengan atas dan tangan, yaitu di kulit dan jaringan di sekitar tempat
terjadinya infeksi.
Pada anthrax kulit terjadi lesi kulit yang berasal dari papul, melalui tahap
vesikuler, menjadi eschar yang berwarna hitam. Masa inkubasi berlangsung
antara 1-12 hari. Lesi kulit umumnya tidak sakit, penderita mengalami
demam, malaise, sakit kepala, dan limfadenopati regional. Angka kematian
anthrax kulit sekitar 20% jika tidak diobati dengan antibiotika, dan kurang dari
1% jika diberikan pengobatan dengan antibiotika.
dan diare berdarah. Angka kematian berkisar antara 25-60%. Tidak ada
pengaruh pemberian dini antibiotika terhadap angka kematian penderita.
Bacillus cereus
Gambar 155. Lisis B.anthracis oleh lytic phage gamma. Plak (daerah
berwarna terang) tidak terjadi pada B.cereus atau B.thuringiensis. (Sumber:
CDC).
Isolasi B.cereus pada foodborne illness dapat berhasil jika jumlah organisme
berjumlah lebih dari 105 per gram. Isolasi umumnya tidak dilakukan karena
penyakit ini tidak berbahaya dan dapat sembuh dengan sendirinya.
286
Lactobacillus
Bakteri yang disebut juga sebagai basil Doderlein, adalah bakteri berbentuk
batang (rod-shaped), yang pada pewarnaan bersifat Gram-positif, hidup pada
keadaan anaerob fakultatif atau
Phylum: Firmicutes
Bacilli
Class:
Lactobacillales
Order:
287
Lactobacillaceae
Family:
Lactobacillus
Genus: Beijerinck 1901
5.7. CLOSTRIDIUM
Botulisme
Penyakit ini didapat secara eksogen yang disebabkan oleh neurotoksin
Clostridium .botulinum.
Botulisme dapat terjadi melalui berbagai jalan yaitu melalui makanan atau
spora madu (pada bayi) atau melalui luka. Penularan melalui makanan
menyebabkan intoksikasi yang terjadi sesudah inkubasi 1-2 hari, sedangkan
289
penularan melalui luka dapat menyebabkan gejala klinik mirip infeksi melalui
makanan, tetapi dengan masa inkubasi yang lebih lama sekitar 5-6 hari.
Clostridium perfringens
Clostridium tetani
Basil tetanus ini dapat bergerak (motil) karena mempunyai flagel peritrich,dan
dapat tumbuh pada medium agar darah dan cooked meat medium Pada
koloni yang terisolasi dapat terlihat adanya beta-hemolisis
Tetanus
Infeksi lokal dengan C.tetani terjadi jika suasana lingkungan oleh bakteri lain
dibuat menjadi sesuai untuk pertumbuhan C.tetani. Gejala sistemik terjadi
karena tetanospasmin (suatu neurotoksin) yang diproduksi intraseluler.
Neurotoksin ini merupakan salah satu dari bahan yang paling beracun. Jika
292
Clostridium botulinum
293
Pada waktu terjadi lisis sel, dilepaskan toksin botulinum (botulin) yang
merupakan neurotoxin A-B yang bersifat sistemik. Toksin ini termasuk salah
satu neurotoksin yang sangat berbahaya (1 mg toksin murni dapat
membunuh 200.000 ekor tikus). Toksin A-B yang tertelan menyebabkan
hambatan pada pelepasan asetilkolin presinaps, menghambat rangsangan
otot dan menyebabkan terjadinya paralisis flaksid.
Gejala klinik. Gejala awal intoksikasi berupa: mual, muntah, kelelahan, lemah
badan, pusing dan konstipasi. Sesudah itu penderita akan mengalami
penglihatan ganda (double vision), gangguan menelan dan sulit berbicara.
Akibat terjadinya paralisis pernapasan, penderita dapat meninggal dunia.
Penderita dapat diberi antitoksin trivalen (A,B,E) untuk mengikat toksin bebas
yang beredar di dalam darah. Selain itu sebaiknya juga dilakukan kumbah
lambung (gastric lavage).
5.8. ENTEROBACTERIACEAE
Klasifikasi Saintifik
Domain Bacteri
Phylum Proteobacteria
Class Gammaproteobacteria
Order Enterobacteriales
Family Enterobacteriaceae
Bakteri–bakteri Enterobacteriaceae:
Serratia (S.marcescene)
Shigella
Salmonella
Proteus (P.vulgaris)
Photorhabdus (P.luminescens)
Klebsiella (K.pneumonia)
Escherichia (E.coli)
Enterobacter
Antigen H. Antigen flagel berupa protein flagel dari genus dan spesies motil,
yang penting untuk penetuan tipe (typing). Antigen H tidak didapatkan pada
genus-genus non motil (Shigella dan Klebsiella).
Enterobacteria patogen
Terdapat lebih dari 30 genus dan 120 spesies bakteri terdapat dalam
keluarga ini, hanya sekitar 10 genus dan 25 spesies yang dapat
menyebabkan penyakit. Sebagian besar Enterobacteria bersifat oportunistik
atau penyebab infeksi sekunder pada luka, saluran kemih dan saluran
pernapasan dan sistem sirkulasi.
Escherichia coli
E.coli yang bersifat oportunistik adalah
ETEC: enterotoksigenic E.coli
EIEC : enteroinvasive E.coli
EPEC: enteropathogenic E.coli
EHEC: enterohemorrhagic E.coli
EaggEC: enteroaggregative E.coli
UPEC: uropathogenic E.coli
Klebsiella spp. ( K.pneumoniae, K.oxytoca)
Morganella morganii
Proteus spp. (P.mirabilis, P.vulgaris )
Providencia spp ( P.alcalifaciens, P.rettgeri, P.stuartii )
Salmonella spp. (S.enterica, S.typhi,S.paratyphi, S.enteritidis,
S.cholerasuis, S.typhimurium).
Serratia spp. (S.marcesans, S.liquifaciens)
Shigella spp. ( S.dysenteriae, S.flexneri, S.boydii, S.sonnei)
Yersinia spp. (Y.enterocolitica, Y.pestis, Y.pseudotuberculosis).
Infeksi Saluran Kemih. Infeksi ini tinggi insidennya pada individu muda dan
perempuan usia pertengahan, dan pada laki-laki meningkat sesuai dengan
bertambahnya usia. Penyebab utamanya adalah E.coli.
Pneumonia. Pneumonia bersifat nosokomial yang menyebar melalui petugas
media dan peralatan kesehatan. Penyebabnya terutama adalah Klebsiella
pneumonia yang sering diderita oleh laki-laki usia pertengahan pecandu
alkohol.
Sepsis abdominal. Penyebabnya adalah flora saluran gastrointestinal dan
infeksinya biasanya disebabkan oleh banyak mikroba (polymicrobi).
Citrobacter
Bakteri ini terdapat di lingkungan dan di dalam tinja manusia dan hewan.
Sifat-sifat Citrobacter antara lain adalah:
b. Enterobacter
Bakteri ini terutama terdapat di tanah dan air lingkungan, dan kadang-kadang
ditemukan di dalam usus manusia. Sifat-sifat bakteri ini antara lain adalah:
c. Serratia
Genus ini banyak ditemukan di air dan tanah, dan mempunyai sifat-sifat
antara lain:
Organisme ini terdapat di udara dan sering membentuk koloni pada luka
bakar. Umumnya sudah resisten terhadap antibiotikaa (in vivo). Sifat-sifat
organisme ini antara lain:
e. Edwardsiella
5.9. BACTEROIDES
Bacteroides fragilis
Patogenesis. Kelainan yang terjadi pada jaringan dan organ oleh B.fragilis
antara lain disebabkan kemampuan organisme ini memproduksi polisakarida
kapsul yang melindunginya dari fagositosis dan merangsang pembentukan
abses.
Bakteri ini telah resisten terhadap penisilin dan clindamycin, karena dapat
memproduksi beta-lactamase.
5.10. VIBRIO
Kingdom: Bacteria
Phylum: Proteobacteria
Class: Gammaproteobacteria
Order: Vibrionales
Family: Vibrionaceae
Vibrio
Genus:
Pacini 1854
Type species
Vibrio cholerae
305
Infeksi Vibrio pada luka atau septikemi biasanya lebih parah keadaannya
sehingga memerlukan pengobatan khusus:
Kolera
Kolera adalah infeksi akut diare yang penularannya terjadi secara oral-fekal,
karena termakan makanan atau air tercemar bakteri Vibrio cholerae.
V.cholerae adalah basil berbentuk koma, berukuran panjang 1-3 mikron
dengan garis tengah 0.5-0.8 mikron, bersifat Gram-negatif, aerob atau
anaerob fakultatif. Struktur antigeniknya terdiri dari antigen flagel (antigen H)
dan antigen somatik (antigen O).
307
Kolera dapat bersifat endemik, tetapi dapat berkembang menjadi epidemi dan
pandemi. Penyakit ini dilaporkan dari 58 negara dengan jumlah penderita
yang semakin meningkat. Setiap tahunnya diduga ada sekitar 3-5 juta
penderita kolera dengan angka kematian sebanyak 100.000-120.000.orang.
Pendeknya masa inkubasi (2 jam sampai lima hari) menyebabkan
meningkatnya potensi terjadinya wabah kolera.
Gambar 162. Vibrio cholerae pada medium thiosulphate citrate bile salts
(TCBS) (http://www.cdc.gov./cholerae/diagnosis.html)
FAKTA KUNCI KOLERA (WHO,2012)
dari semua benua. Pandemi ketujuh yang awalnya terjadi di Asia Selatan
tahun 1961, menyebar ke Afrika tahun 1971 dan ke Amerika tahun 1991.
Pada tahun 1992 V.cholerae O139 (disebut sebagai serogrup Bengal)
menyebar ke India dan Bangladesh, kemudian ke negara-negara Asia
Tenggara, dan merupakan pandemi ke delapan.
yang berat dengan dehidrasi yang dapat menyebabkan kematian jika tidak
diobati.
Cholera gravis adalah kolera dengan diare cair yang berat disertai muntah
dan dehidrasi.
Cholera sicca. Bentuk kolera berat dengan gejala ileus dan distensi perut,
dengan toksemia sehingga penderita dapat
Diare kolera. Diare cair yang berat merupakan ciri khas kolera. Menurut
WHO (World Health Organization), kejadian kolera harus diduga jika terdapat
keadaan-keadaan berikut, yaitu:
Diagnosis Banding
Berdasar pada terjadinya diare cair,diagnosis banding kolera adalah:
Escherichia coli enterotoxigenic
Infeksi virus (rotavirus, Norwalk)
Infeksi spesies Vibrio lainnya
Keracunan makanan (food poisoning) misalnya oleh toksin Clostridium
perfringens, Staphylococcus aureus, atau Bacillus cereus.
Sigelosis, salmonelosis atau kampilobakteriosis, Pada hapusan tinja
penderita sigelosis, salmonelosis atau kampilobakteriosis, dijumpai
leukosit polimorfonuklir (PMN), sedangkan pada tinja penderita kolera
tidak didapatkan PMN.
Infeksi Cyclospora atau Cryptosporidium parvum.
Pada waktu ini biotipe El Tor dari V.cholerae O1 merupakan patogen kolera
yang paling utama. Biotipe V.cholerae berdasar pada struktur antigen O
dibagi menjadi serotipe-serotipe :
Serotipe Inaba: antigen O, A dan C
Serotipe Ogawa: antigen O , A dan B
Serotipe Hikojima: antigen O, A,B dan C.
Demikian juga akibat bencana, sistem penyediaan air bersih dan sanitasi
mengalami kerusakan, tempat penampungan
Faktor Lingkungan. V.cholerae adalah organisme air asin atau payau, dan
habitat primernya adalah ekosistem lautan (marine ecoststem) dimana ia
hidup berhubungan dengan plankton. Terdapat dua sumber kolera, yaitu
manusia dan air. Infeksi primer yang terjadi pada manusia didapat secara
tidak disengaja. Sumber utama V.cholerae adalah manusia dengan
lingkungan yang sesuai bagi kehidupan bakteri, yaitu air payau yang akibat
pemanasan global makin banyak dijumpai. Risiko infeksi primer terjadi karena
adanya perubahan musim yang meningkatkan jumlah organisme, misalnya
karena adanya perubahan suhu air dan berkembangnya algae.
Penularan sekunder terjadi secara fekal-oral melalui kontak orang-ke-orang
atau melalui pencemaran air dan makanan. Penularan sekunder umumnya
terjadi di lingkungan keluarga, tetapi dapat juga terjadi di klinik dan rumah
sakit dimana penderita dirawat.
Infeksi sangat sering terjadi di lingkungan dimana air minum tidak layak
diminum sebelum dimasak dan higiene perorangan dan lingkungan sangat
buruk.
penderita asimtomatik lebih banyak dari pada anak dan infeksi sekunder pada
orang dewasa umumnya jarang terjadi atau ringan gejalanya.
Di daerah nonendemik, infeksi tidak dipengaruhi umur, meskipun pada orang
dewasa gejala klinik lebih jarang dijumpai
dari pada anak. Kecuali pada anak-anak yang mendapat air susu ibu, jarang
mengalami gejala klinis berat karena telah mendapat kekebalan terhadap
infeksi dari ibunya.
Infeksi dengan biotipe klasik V.cholerae menimbulkan proteksi oleh antibodi
terhadap infeksi ulang biotipe tersebut. Akan tetapi infeksi dengan kolera El
-Tor tidak menyebabkan proteksi terhadap infeksi sekunder. Infeksi dengan
V.cholerae O1 tidak menimbulkan kekebalan terhadap V.cholerae O139. di
daerah non endemis.
Penularan kolera dapat disebabkan oleh carrier yang selalu mengeluarkan
bahan infektif kolera.
Diagnosis kolera
Tatalaksana kolera
(1). Rehidrasi
Tindakan yang pertama kali dilakukan adalah rehidrasi yang terdiri dari 2
fase, yaitu rehidrasi dan pemeliharaan (maintenance).
Tujuan akhir fase rehidrasi adalah berusaha agar status hidrasi kembali
dalam keadaan normal. Fase ini harus dilaksanakan dalam waktu kurang dari
4 jam. Pada penderita dengan dehidrasi berat, infusi intravenus diatur pada
50-100 mL/kg/jam. Sebaiknya digunakan larutan Ringer laktat dan bukan
larutan NaCl isotonik karena larutan garam (saline) tidak dapat memperbaiki
asidosis metabolik.
Pada fase pemeliharaan adalah menjaga agar status hidrasi yang normal
tetap terpelihara dengan mengganti kehilangan cairan yang sedang berjalan.
Dalam hal ini sebaiknya menggunakan ORS (oral rehydration solution)
dengan kecepatan 500-1000 mL/jam.
Ibu hamil dapat diberikan eritromisin 4x500 mg per oral selama 3 hari atau
furazolidone 4x100 mg per oral selama 3 hari.
Terdapat dua tipe vaksin oral kolera yang aman dan efektif, yaitu vaksin
Dukoral dan vaksin Shanchol. Kedua vaksin ini termasuk whole-cell killed
vaccine sehingga aman digunakan. Dukoral yang memberikan proteksi pada
85-90% terhadap V.cholerae 01 bagi semua kelompok umur selama 4-6
bulan sesudah imunisasi. Sedangkan vaksin Shanchol memberi proteksi lebih
lama terhadap V.cholerae 01 dan 0139 pada anak berumur di bawah 5 tahun.
Kedua vaksin diberikan dalam dua dosis dengan jarak antar waktu pemberian
7 hari dan 6 minggu. .
Prognosis kolera
lebih dari 50%. Kematian lebih tinggi pada penderita perempuan hamil dan
anak-anak. Dengan penanganan kolera melalui penggantian cairan dan
elektrolit yang baik, angka kematian kolera dapat ditekan sampai sekitar 1%.
>15 th
Umur <4 bl 4-11 bl 12-23 bl 2-4 th 5-14 th
>30 kg
Berat <5kg 5-7.9 kg 8-10.9kg 11-15.9kg 16-29.9kg
2200-4000
ORS (mL) 200-400 400-600 600-800 800-1200 1200-2200
Anak 2-4th(11-15.9kg):800-1200mL
Anak 5-14th(16-29.9kg):1200-2200mL
mL/hari
Dehidrasi ringan (diberikan
(tak ada dehidrasi) setiap kali Anak 2-9 th: 100-200mL,sampai
sesudah 1000 mL/hari
buang air)
Umur>9 th:sesuai kebutuhan,
sampai 2000 mL/hari
Di kawasan pantai yang panas, misalnya di teluk Meksiko, dapat hidup secara
alami bakteri-bakteri Vibrio vulnificus dan Vibrio parahaemolyticus, yang
pada musim panas dapat ditemukan dalam konsentrasi yang tinggi, ketika air
laut menjadi lebih hangat.. Penyakit yang disebabkan oleh Vibrio terjadi
karena orang makan makanan laut (seafood) yang tercemar bakteri ini.
Gambar 165. Scanning mikrograf Vibrio vulnificus (CDC, Carr and Gathany:
http://loyno.edu/lucec/natural-history-writings)
320
(Sumber:
Foodsafety,2013,www.foodsafety.gov/poisoning/causes/-/vibrioinfection)
Diabetes
Kelainan lambung.
Vibrio parahaemolyticus
321
Bakteri ini berbentuk batang, halophilic, fakultatif anerobik, yang hidup di air
payau daerah pantai yang menyebabkan penyakit gastrointestinal pada
manusia.
Infeksi V.parahaemolyticus
Sesudah termakan kerang mentah atau tidak matang yang mengandung
bakteri ini, dalam waktu 24 jam penderita akan mengalami diare cair yang
sering disertai kejang perut, mual, muntah, demam dan menggigil. Penyakit
akan sembuh dengan sendirinya sesudah 3 hari. Penderita dengan sistem
imun yang lemah akan mengalami penyakit berat yang berlangsung lebih
lama. Infeksi dengan V.parahaemolyticus dapat terjadi pada kulit dengan
luka terbuka yang terpapar bakteri pada air laut yang hangat.
Diagnosis. Organisme ini dapat diisolasi dari kultur tinja, luka atau darah.
Untuk mengisolasi bakteri dari tinja, digunakan medium agar TCBS. Biakan
tinja dilakukan jika penderita mengalami diare cair sesudah makan kerang
atau seafood mentah atau tidak matang atau jika diduga mengalami infeksi
melalui luka sesudah terpapar air laut.
323
Vibrio vulnificus
Bakteri Gram-negatif ini berbentuk batang lurus atau seperti koma, termasuk
dalam kelompok vibrio ”halophilic” (yang untuk hidupnya memerlukan garam).
Organisme ini hidup di air laut hangat dengan kadar garam yang rendah (0.5
sampai 2.0% NaCl), misalnya yang terletak dekat garis pantai dimana air
sungai yang tawar bertemu dengan air laut yang asin serta kolam air payau
dan kolam di daerah sepanjang pantai.
Menghindari paparan pada luka terbuka oleh air asin hangat atau
kerang mentah berasal dari air asin.
5.11. CAMPYLOBACTER
Epidemiologi kampilobakteriosis
Kampilobakteriosis adalah penyakit zoonosis yang ditularkan pada manusia
dari hewan atau melalui produk hewani. Sekitar 2 juta penderita enteritis
Campylobacter dilaporkan setiap tahunnya, atau sekitar 5-7% dari kejadian
gastroenteritis. Banyak hewan yang bertindak sebagai sumber infeksi
Campylobacter yang mengalami infeksi intestinal asimtomatik, yang dapat
mencapai 100% pada peternakan unggas, termasuk ayam, kalkun dan
unggas air. Hewan peliharaan misalnya kucing dan anjing juga dapat menjadi
sumber penularan. Sapi dan domba merupakan sumber infeksi utama
C.fetus.
Karakter Campylobacter
Penularan
Campylobacter dapat ditularkan secara fekal-oral, melalui kontak seksual
dari orang-ke-orang, menelan susu mentah dan daging unggas yang tidak
matang, dan melalui air yang tercemar. Penularan juga dapat terjadi melalui
paparan dengan hewan yang sakit, terutama anak anjing. Penularan
Campylobacter dari hewan ke manusia biasanya terjadi melalui hewan yang
terinfeksi dan produk makanan yang dihasilkannya. Sebagian besar infeksi
pada manusia terjadi karena makan makanan
329
Patogenesis
Sesudah masa inkubasi yang berlangsung sekitar 1 minggu , C.jejuni yang
menimbulkan kerusakan jaringan di jejunum, ileum dan kolon serta rektum.
Diproduksinya enterotoksin dan antigen PEB menyebabkan terjadinya diare
cair dan enteritis eksudatif yang difus dan berdarah serta edematus. Selain
itu dapat terbentuk abses pada kripta di kelenjar epitel dan ulserasi pada
epitel mukosa. Selain itu dapat terjadi koagulasi intravaskuler dan
mikroangiopati di glomerulus dan mukosa gastrointestinal.
Gejala klinis
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan Laboratorium
Isolasi Campylobacter dari tinja. Karena multiplikasi bakteri ini lebih lambat
dari pada bateri enterik lainnya, maka dilakukan prosedur khusus untuk
mengisolasi Campylobacter dari tinja, antara lain dengan cara:
(1). Penggantian cairan dan elektrolit (rehidrasi) adalah terapi utama pada
infeksi Campylobacter dengan menggunakan larutan oral glukose-elektrolit
atau memberikan cairan intravenous. Pada anak dengan disenteri oleh infeksi
C.jejuni menunjukkan adanya perbaikan jika diberikan terapi dini
menggunakan eritromisin.
(2). Antibiotika dapat diberikan pada penderita dengan demam tinggi, diare
berdarah, diare lebih dari 8 kali per hari, gejala klinis memburuk, gejala klinis
berlangsung lebih dari 1 minggu, kehamilan dan adanya penyakit yang
menyebabkan sistem imun lemah misalnya HIV.
(7). Infeksi C.fetus pada sistem saraf pusat diobati 2-3 minggu dengan
cephalosporin, ampisilin atau kloramfenikol.
Komplikasi kampilobakteriosis
333
pankreatitis dan abortus. Komplikasi pasca infeksi yang jarang terjadi adalah
artritis dan sindrom Guillain-Barre.
Pencegahan
Klasifikasi saintifik
Domain: Bacteria
Phylum: Proteobacteria
Class: Epsilonproteobacteria
Order: Campylobacterales
Family: Helicobacteraceae
Genus: Helicobacter
Species: H. pylori
335
Patofisiologi
H.pylori mampu melakukan adaptasi dengan lingkungan asam di lambung
dengan menggunakan kemotaksis untuk menghindari pH yang rendah dan
menetralisasi asam yang ada di lingkungannya.menggunakan sejumlah besar
urease yang memecah urea lambung menjadi karbon dioksida dan amonia.
Amonia yang bersifat basa akan menatrilisasi asam lambung.
Bakteri H.pylori menyebabkan gangguan pada lambung dan duodenum
melalui mekanisme :
Membentuk enzim misalnya protease yang memecah urea lambung
menjadi amonia yang merusak sel epitel.
Kolonisasi lambung oleh H.pylori menyebabkan gastritis kronis yang
merupakan keradangan pada tempat infeksi di lambung.
Terbentuknya ulkus pada lambung dan duodenum akibat terbentuknya
enzim pepsin dan gastrin yang merusak membrana mukosa lambung
dan duodenum.
336
Gejala Klinis
Infeksi H.pylori terjadi secara oral-ke-oral atau melalui kontak fekal-ke-oral.
Sekitar 86% orang yang terinfeksi H.pylori tidak menunjukkan gejala
(asimtomatik) atau adanya komplikasi. Pada infeksi akut penderita
menunjukan sejala gastritis akut disertai nyeri perut, mual atau diare. Jika
penyakit berkembang menjadi kronis, menyebabkan terjadinya atrofi dan
perubahan metaplastik pada lambung Gejala yang terjadi bisa berupa
dispepsi non-ulkus, yaitu nyeri lambung, mual, kembung, halitosis dan
kadang-kadang muntah atau terbentuk tinja hitam.
1. Gastritis kronis
2. Gastritis atrofik
Diagnosis laboratorium
Klasifikasi saintifik
Kingdom Bacteria
Phylum Proteobacteria
Class Gamma Proteobacteria
Order Pseudomonadales
Family Pseudomonadadaceae
Genus Pseudomonas
Species P.aeruginosa
Koloni P.aeruginosa
Terdapat tiga tipe koloni bakteri ini. Isolat alami yang berasal dari tanah atau
air membentuk koloni yang kecil, dan kasar. Bahan klinik menumbuhkan satu
atau dua koloni halus. Yang pertama berbentuk seperti telur (fried-egg) yang
besar, halus,
340
dengan tepi datar dengan elevasi. Tipe lainnya, yang berasal dari sekresi
saluran napas dan saluran kemih, berbentuk mukoid (berlendir). Koloni yang
halus dan mukoid diduga berperan dalam membentuk koloni dan berperan
dalam virulensi.
Diagnosis laboratorium
P.aeruginosa menunjukkan pewarnaan Gram-negatif dan membentuk koloni
yang berbau seperti anggur pada medium bakteriologi. Pada medium agar
Mac Conkey terbentuk koloni yang jernih dan menunjukkan reaksi oxidase
positif. Pada medium agar cetrimide yang dibiakkan pada suhu 42 0C bakteri
ini menghasilkan pigmen pyocyanin yang berwarna biru-hijau.
Pengobatan
Monobactam.
Pencegahan
H.influenzae ada yang berkapsul (terbagi atas tipe-tipe) atau tidak berkapsul
(tidak terbagi atas tipe). Terdapat enam tipe H.influenzae (tipe a-f) yang
berbeda polisakarida kapsulnya. Yang sering menyebabkan penyakit pada
manusia adalah H.influenza tipe b atau Hib.
Pneumonia
Bakteremia
Meningitis
Epiglotitis
Arthritis infektif
Gejala klinis
Banyak strain bakteri H.influenzae termasuk Hib hidup di dalam hidung atau
tenggorok tanpa menimbulkan penyakit Bakteri H.influenzae termasuk Hib,
ditularkan dari orang – ke –orang secara langsung atau melalui cairan
pernapasan bersama batuk dan bersin. Gejala klinis infeksi H.influenza yang
terjadi tergantung pada bagian tubuh yang terserang. Penyakit berat yang
paling sering terjadi akibat infeksi bakteri ini adalah pneumonia, bakteremia
dan meningitis. Selain itu Hib dapat menimbulkan epiglotitis, artritis septik,
selulitis, otitis media, perikarditis purulen, endokarditis dan poliomielitis..
Demam. Pada orang lanjut usia bisa terjadi penurunan suhu tubuh di
bawah normal.
Batuk
Napas pendek
Menggigil
Banyak berkeringat
Sakit kepala
Nyeri otot
Infeksi berat akibat bakteri ini terutama terjadi pada bayi, anak balita dan
orang lanjut usia di atas 65 tahun. Selain itu orang-orang dengan keadaan
kesehatan tertentu berisiko lebih tinggi terinfeksi H.influenza, antara lain:
Infeksi HIV
Neoplasma maligna.
Komplikasi
Banyak strain bakteri H.influenzae termasuk Hib hidup di dalam hidung atau
tenggorok orang tanpa menimbulkan penyakit. Infeksi yang berat hanya
terjadi jika bakteri ini memasuki bagian-bagian tubuh yang dalam keadaan
normal bebas mikroba, misalnya darah dan cairan spinal. Keadaan ini disebut
347
Pencegahan
5.15. MENINGITIS
Meningitis bakterial
349
Meningitis viral
Virus penyebab meningitis antara lain adalah enterovirus dan virus herpes
simplex, yang berbahaya, tetapi jarang menimbulkan kematian pada individu
dengan sistem imun normal. Enterovirus sering ditularkan dari orang-ke-orang
melalui kontaminasi tinja (misalnya pada waktu mengganti popok, atau pada
waktu berada di toilet). Beberapa meningitis viral dapat dicegah dengan
vaksinasi.
Meningitis jamur
Penyebab meningitis ini misalnya adalah jamur Cryptococcus dan
Histoplasma, yang didapat karena menghirup spora jamur yang ada di udara.
Risiko mengalami meningitis jamur akan meningkat pada penderita dengan
diabetes, kanker, atau HIV.
350
Meningitis parasitik
Cacing Angiostrongylus cantonensis dapat menyebabkan meningitis yang
terjadi karena termakan atau terpapar parasit melalui makanan, air atau
tanah.
Gambar 183. Koloni B.pertussis pada Charcoal blood agar, inkubasi CO2,
pada suhu 350 C, selama 72 jam
352
Agglutinogen
Pertactin
Pertusis
Penyakit pertusis atau batuk rejan (whooping cough) yang merupakan infeksi
sistem pernapasan disebabkan oleh B.pertussis ditularkan melalui batuk atau
bersin. Penyakit yang dilaporkan dari seluruh dunia ini, menurut WHO pada
tahun 2000 diderita oleh sekitar 39 juta orang dengan jumlah kematian sekitar
297.000 orang. Sebagian besar penderita adalah anak-anak berumur
dibawah satu tahun (jika belum pernah divaksinasi) dan berumur sekitar 11-
18 tahun, jika sudah divaksinasi.
Patogenesis pertusis
Pertusis adalah penyakit yang terjadi akibat toksin. Bakteri B.pertussis yang
melekat pada silia sel epitel pernapasan, menghasilkan toksin yang
melumpuhkan silia, menyebabkan keradangan saluran pernapasan. Bakteri
memasuki jaringan dan berada di dalam makrofag alveoli.
Masa inkubasi sekitar 7-14 hari, tetapi bisa sampai 6 minggu sesudah terjadi
infeksi. Gejala klinik awal berlangsung 1-2 minggu mirip common cold
misalnya hidung berair, bersin, batuk ringan, dan demam ringan. Pada bayi
dapat terjadi apnea, saat terhentinya proses bernapas. Pada stadium kataral
penderita lebih menular, biasanya 2 minggu sesudah batuk mulai terjadi.
Batuk paroksismal yang berlangsung selama 2 minggu diikuti inspiratori yang
berbunyi (”whoop”) atau muntah setiap kali batuk. Tahapan pertusis meliputi:
Komplikasi Pertusis
Komplikasi dapat terjadi pada anak dan bayi, maupun pada orang dewasa.
Pada bayi dan anak-anak, pertusis dapat berlangsung berat dan diikuti
komplikasi yang membahayakan jiwa, terutama pada anak yang tidak
mendapatkan vaksinasi penuh. Pada bayi berumur kurang dari satu tahun,
sekitar 50% harus dirawat di rumah sakit. Komplikasi yang dapat terjadi
antara lain adalah:
Konvulsi
Sekitar 1.6% anak dan bayi penderita pertusis akan meninggal dunia.
Pada orang dewasa, komplikasi umumnya lebih ringan dan tidak berbahaya.
Sekitar 5% orang dewasa penderita pertusis yang perlu dirawat di rumah
sakit, terutama akibat pneumonia. Selain itu penderita dapat mengalami
penurunan berat badan, kencing yang tak terkendali, dan patah tulang rusuk
akibat batuk yang keras.
Diagnosis pertusis
Pengobatan
Untuk bayi berumur kurang dari 1 tahun yang terpapar, diberikan untuk
pencegahan dan pengobatan obat azithromycin karena rendah efek
sampingnya.
Untuk penderita berumur lebih dari 2 bulan, selain makrolid dapat diberikan
trimethoprim –sulfamethoxazole.
Vaksinasi pertusis
Cara terbaik untuk mencegah pertusis baik pada bayi, anak maupun orang
dewasa adalah melakukan vaksinasi. Meskipun demikian belum ada vaksin
yang efektif 100 persen. Untuk bayi dan anak sebaiknya diberikan vaksin
DTaP yang merupakan vaksin kombinasi untuk mencegah difteri, tetanus dan
pertusis yang dapat memberi perlindungan selama 5 tahun. Vaksin DTaP
mempunyai tingkat efektifitas sebesar 80-90%. Pada anak-anak yang telah
mendapat seluruh 5 dosis vaksin DTaP sesuai jadwal, akan mendapatkan
proteksi maksimum dengan efektifitas
dapat mencapai 90%. Dosis vaksin diberikan pada bulan ke-2, ke-4, dan ke-
6, pada antara bulan ke-15 dan ke-18, dan antara umur 4 dan umur 6. Dosis
booster DTaP diberikan pada masa remaja pada umur 11 atau umur 12.
356
Orang dewasa yang belum mendapat vaksin DTaP dapat diberikan satu dosis
vaksin.
Vaksin DTaP penting untuk diberikan pada perempuan hamil, yang diberikan
pertama kali pada kehamilan antara minggu ke-27 dan ke-36. Vaksinasi ini
memberi perlindungan terhadap pertusis pada bayi sebelum mendapat vaksin
DTaP dosis pertama pada umur 2 bulan. DTaP selain melindungi ibu hamil,
juga mencegah ibu agar tidak menularkan pertusis pada janin yang
dikandungnya. Vaksin DTaP (juga toxoid diptheri-Td dan toxoid tetanus-TT)
aman diberikan dan tidak menyebabkan efek samping terhadap perempuan
hamil, maupun terhadap janin yang dikandungnya. Respon imun terhadap
vaksin mencapai puncaknya dua minggu sesudah vaksinasi dilakukan,
karena itu vaksin DTaP baru diberikan sesudah minggu ke-20 kehamilan.
Selain pada perempuan hamil, orang dewasa hanya dianjurkan untuk
mendapatkan satu dosis vaksin DTaP untuk seumur hidupnya. Vaksin DTaP
juga aman diberikan pada ibu yang menyusui bayinya.
Klasifikasi saintifik
Kingdom : Bacteria
Phylum : Proteobacteria
Class : Gammaproteobacteria
357
Order : Thiotrichales
Family : Francisellaceae
Genus : Francisella
Species : Francisella tularensis, F.hispaniensis, dsb.
Dengan pewarnaan direct fluorescent antibody (DFA) bakteri pada dahak dan
jaringan lebih mudah dilihat di bawah mikroskop fluoresen.
Bakteri ini sukar dibiakkan pada medium standard. Koloni F.tularensis yang
dibiakkan pada medium Cysteine Heart Agar berbentuk halus, berwarna putih
kehijauan, atau abu-abu kebiruan, berbentuk bulat berukuran 2-4 mm, agak
berlendir. Suhu terbaik untuk pertumbuhannya adalah 35-37 0C.
Penularan tularemia
Bakteri yang sangat menular ini dapat menginfeksi manusia melalui kulit,
membrana mukosa, dan saluran gastrointestinal. Melalui proses fagositosis,
F.tularensis memasuki makrofag dan berkembang biak di dalam sel, Sesudah
359
sel makrofag mengalami apoptosis, bakteri pathogen ini lalu menyebar ke sel-
sel organ lain, terutama nodus limfe, paru, hati, dan ginjal. Penularan
tularemia secara inhalasi dapat menyebabkan bronkopneumonia.
Gejala Klinik
terjadi antara lain berupa sakit dada, batuk kering atau batuk berdarah,
dan gangguan pernapasan
Tipe glandular. Pada tipe ini tidak terjadi ulkus, dengan gejala demam
dan pembesaran kelenjar.
Tipe septik. Tipe infeksi yang berat dan bisa fatal ini terjadi akibat
infeksi sistemik. Gejala yang terjadi antara lain demam, menggigil, sakit
kepala, penderita bisa mengalami gangguan kesadaran dan koma.
Tanpa pengobatan penderita akan mengalami syok septik, gagal organ
dan sindrom gangguan pernapasan.
Selain itu infeksi F.tularensis dapat terjadi melalui orofaring karena makan
makanan yang tercemar bakteri atau melalui konjungtiva mata.
Gambar 188. Tularemia tipe kulit dengan papul yang membentuk ulkus
(www.cfsph.iastate.edu)
Diagnosis tularaemia
361
Pemeriksaan laboratorium
pada media padat tertentu, akan tumbuh koloni kecil (1-2 mm), berwarna
putih-abu-abu sampai abu-abu kebiruan. Koloninya halus dengan tepi rata
dan sesudah 48 jam pertumbuhan terjadi permukaan koloni yang berwarna
terang.
362
Pencegahan
5.18. BRUCELLA
Klasifikasi saintifik
Kingdom: Bacteria
Phylum: Proteobacteria
Class: Alpha Proteobacteria
Order: Rhizobiales
Family: Brucellaceae
Genus: Brucella
Species: B. melitensis
Batas minimum infeksi Brucella adalah sekitar 10-100 organisme Hewan dan
manusia penderita bruselosis mengidap secara tetap bakteri ini pada
jaringan-jaringan sistem fagosit mononuklir, antara lain limpa, hati, nodus
limfe dan sumsum tulang, serta saluran reproduksi jantan.
Diagnosis laboratorium
Untuk menegakkan diagnosis pasti bruselosis, dilakukan isolasi bakteri
Brucella dari darah menggunakan medium Castaneda. Sesudah masa
inkubasi selama 7 hari sampai 6 minggu, akan tumbuh koloni bakteri ini. Pada
pewarnaan Gram, tampak kumpulan padat dari kokobasil yang Gram-negatif.
365
5.19. BORRELIA
Klasifikasi Saintifik
Phylum: Spirochaetes
Class: Spirochaetes Cavalier-Smith 2002
Order: Spirochaetales Buchanan 1917
Family: Spirochaetaceae Swellengrebel 1907
Genus: Borrelia Swellengrebel 1907
Species
Misalnya: Borrelia burgdorferi
Sebagian besar caplak dalam bentuk larva mengisap darah rodensia yang
terinfeksi Borrelia, dan dalam bentuk nimfa akan menularkan organisme ini ke
berbagai jenis hewan, termasuk rodensia dan kadang-kadang manusia, yang
368
menjadi sumber infeksi yang baru. Sesudah caplak menjadi dewasa, hewan
ini mengisap darah berbagai jenis mamalia termasuk manusia.
Patogenesis
Mula-mula Lyme disease dikenal sebaga juvenile rheumatoid arthritis, yang
terjadi sesudah gigitan caplak Ixodes yang terinfeksi Borrelia burgdorferi.
Borrelia yang hidup di dalam usus caplak dan berkembang biak, akan
mengadakan migrasi ke kelenjar ludah
dan menjadi infektif (24 jam sesudah terinfeksi). Pada beberapa orang yang
terinfeksi Borrelia, terjadi ruam kulit berbentuk mata sapi (erythema migrans)
yang khas bentuknya.
Jika tidak diobati, akan terjadi gejala klinik dan komplikasi berupa arthritis
dan neuropati kranial (facial palsy) serta meningitis.
369
Gambar 196. Ruam mata sapi (bull-eye rash) pada kulit yang terbentuk
sesudah gigitan caplak terinfeksi B.burgdorferi)
(WebMD:http://microbewiki.keyon.edu/index.php)
Gejala klinik
Antara 3-30 hari sesudah gigitan caplak, terjadi gejala klinik pada tempat
gigitan caplak berupa:
Erythema migrans (EM) atau ruam kulit berbentuk mata sapi (”bull-eye
rash”).
Demam, menggigil, sakit kepala, sakit otot dan sendi dan
pembengkakan nodus limfe.
Jika infeksi tidak diobati, akan terjadi tahap sebaran akhir (beberapa bulan
sampai beberapa tahun sesudah gigitan caplak) dapat terjadi :
5.20. TREPONEMATA
Klasifikasi saintifik
Domain : Bacteria
Phylum : Spirochaetes
Ordo : Spirochaetales
Family : Spirochaetaceae
Genus : Treponema
Spesies : Treponema pallidum
Patogenesis
Treponema merupakan patogen yang sangat invasif yang dapat menyebar
segera sesudah terjadi infeksi. Respon imun hospes dapat dihindari oleh
organisme ini karena adanya struktur khas yang terdapat pada membran luar
treponema yang sangat sedikit mengandung protein permukaan. Meskipun
373
Epidemiologi Sifilis
Diagnosis
Gejala klinis yang khas merupakan dasar utama diagnosis penyakit
treponema, dengan dibantu ditemukannya treponema pada eksudat lesi dan
pemeriksaan serologi. T.pallidum subspesies pallidum tidak bisa dibiakkan in
vitro. Adanya treponema yang bergerak dapat dilihat dengan memeriksa
eksudat lesi dengan mikroskop lapangan gelap (dark-field microscope).
dan uji RPR (Rapid Plasma Reagin). Pada uji ini hasilnya biasanya
sesuai dengan beratnya infeksi, dengan titer tertinggi terjadi pada sifilis
sekunder, dan menghilang pada infeksi laten atau subklinik.
2. Uji treponema: mendeteksi antibodi secara langsung terhadap protein
dari T.pallidum subspesies pallidum. Contoh: FTA-ABS (Fluorescent
T.pallidum Antibody-Absorption) dan MHA-Tp (Microhemagglutination
Gambar 199. Ulkus tak nyeri (chancre) gejala klinik khas pada sifilis awal
(http://reference.medscape.com/features/slideshow/)
Pengobatan Sifilis
Obat pilihan untuk mengobati sifilis adalah penisilin. Belum terjadi resistensi
sifilis terhadap penisilin.
Penderita sifilis tanpa kelainan sistem saraf pusat (SSP) diobati
dengan benzathine penicillin G.
Penderita sifilis dengan kelainan SSP (neurosyphilis) diobati dengan
penisilin intravenus selama 10-14 hari.
Penderita sifilis awal yang alergi penisilin dan tidak hamil, diobati
dengan tetrasiklin.
Penderita sifilis, alergi penisilin, hamil dan neurosifilis harus dilakukan
desensitasi penisilin, karena tidak adanya obat pengganti lainnya.
Pengobatan diberikan sampai uji non treponema stabil rendah titernya atau
tidak terdeteksi lagi. Uji non treponema pada penderita sifilis primer dan
sekunder harus menunjukkan tidak reaktif lagi, masing-masing 6-12 bulan
(sifilis primer) dan 12-18 bulan (sifilis sekunder) sesudah pengobatan.
376
FRAMBUSIA
tubuh yang lembab lalu menyebar ke badan dan lengan. Infeksi pada telapak
kaki dan tapak tangan mirip sifilis pada stadium lanjut yang destruktif, disebut
frambusia tertier. Pada frambusia tertier infeksi treponema terjadi di tulang
dan periosteum, terutama pada tulang panjang di kaki dan lengan yang mirip
stadium tertier sifilis. Gumma yang sangat destruktif bisa terjadi di dalam
tulang dan jaringan lunak.
Diagnosis tergantung pada lokasi kerusakan, manifestasi klinik, adanya
treponema di dalam eksudat dan pemeriksaan serologi yang positif. Seperti
halnya sifilis, frambusia dapat diobati dengan penisilin.
PINTA
Penyakit yang disebabkan oleh T.carateum ini endemik di daerah tropis
Amerika Tengah dan Amerika Selatan, dengan jumlah penderita sekitar
500.000 orang. Penularan terjadi melalui kontak nonseksual dari orang-ke-
orang. Sebagian besar penderitanya adalah anak-anak dan dewasa muda.
Lesi primer terbentuk 2-6 bulan sesudah masuknya organisme di kulit, berupa
papul eritema atau kelompok papul. Lesi dan kadang-kadang lesi satelit
membesar selama beberapa bulan dan menimbulkan bercak dengan
permukaan bersisik. Lesi sekunder terbentuk 2-18 bulan berupa ulserasi dan
bercak yang hiperkromik. Daerah terinfeksi terutama adalah tangan, kaki dan
kulit kepala. Stadium lanjut berupa bercak-bercak hiperkromik dan akromik,
akantosis yang tak teratur dan atrofi epidermis. Lesi menyembuh dengan
378
SIFILIS ENDEMIK
Penyebab sifilis endemik adalah T.pallidum subspesies endemicum, yang
tersebar di daerah gurun di Timur Tengah dan Afrika Selatan dan Tengah.
Penularan dari orang-ke-orang terjadi melalui kontak nonseksual. Penderita
379
sekunder atau bercak terjadi di membran mukosa, kulit, otot dan tulang. Papul
akan mengeras menjadi kondiloma dan lalu menyembuh. Gejala klinik laten,
tidak timbul dalam waktu 5-15 tahun. Sifilis endemik lanjut akan terbentuk di
kulit dan sistem skelet. Lesi di kulit bisa terjadi superfisial, nodular atau dapat
sangat destruktif berupa gumma yang dalam. Lesi tulang yang destruktif
sering terjadi di tibia. Diagnosis ditentukan berdasar pada lokasi kelainan,
manifestasi klinik, adanya treponema di eksudat dan pemeriksaan serologi
yang positif. Pengobatan sifilis endemik juga menggunakan penisilin.
5.21. LEPTOSPIRA
Leptospirosis
Bakteri yang patogenik untuk manusia ini sumber pencemarnya tidak berasal
dari tanah atau hewan. Sifat bakteri ini adalah hidup intraseluller di dalam sel
eukariotik. Sebagian besar spesies Legionella menginfeksi parasit protozoa
Amuba yang hidup bebas (free-living), misalnya Hartmanella spp. dan
Acanthamoeba castellanii. Penyakit Legionnaire pada manusia disebabkan
oleh Legionella pneumophila.
Penyakit legionaire
Penyakit legionaire adalah penyakit akut yang dapat menyebabkan kematian
penderita (fatal), Nama bakteri diambil sejak 1976 ketika terjadi KLB (kejadian
luar biasa) pada waktu diselenggarakan Konvensi Veteran di Philadelphia.
Penyakit ini dapat menyebabkan kematian pada 5-30% penderita. Sebagian
besar penderita dapat diobati dengan berhasil menggunakan antibiotika.
Gejala penyakit ini mirip pneumonia bakterial dengan gejala klinis demam
tinggi, sakit otot, malaise, sakit kepala dan gangguan pernapasan. Masa
inkubasi berlangsung sekitar 7 hari (antara 2-19 hari). Masa inkubasi antara
2-14 hari. Gejala klinis penyakit legionaire sukar dibedakan dari pneumonia
pnemokokus.
Komplikasi
Penyakit legionnaire dapat menyebabkan komplikasi berupa gagal paru dan
bisa menyebabkan kematian penderita (5-30%).
Penderita legionaire berat atau yang tidak berhasil diobati dengan obat
tunggal, dianjurkan diberi tambahan dengan rifampin.
Obat pengganti, antara lain doksisiklin atau trimetoprim dan
sulfametoksasol. Pengobatan selain azitromisin diberikan selama 2-3
minggu., dan pada penyakit yang berat diberikan lebih lama.
Ionisasi air dianjurkan karena lebih efektif dan aman bagi kesehatan.
5. 23. ACTINOMYCETES
Actinomycetes
Kelompok bakteri ini mempunyai morfologi mirip jamur (fungi) karena
mempunyai sel yang panjang dan bercabang-cabang menjadi filamen atau
hifa dengan garis tengah antara 0.5 dan 0.8 mikron. Pada proses pembuatan
kompos, bakteri ini bersifat termofilik (telah beradaptasi terhadap suhu tinggi),
sedangkan virus, bakteri patogenik, misalnya bakteri coliform, akan mati.
389
Sifat-sifat actinomycetes
Genus Actinomyces, Nocardia dan Streptomyces mempunyai sifat-sifat
sebagai berikut:
Actinomyces. Semua spesies genus ini tumbuh baik pada suasana
anaerobik, bersifat Gram-positif, pada pewarnaan tidak tahan asam
dan selalu membentuk granul.
390
Aktinomikosis
endogen yang dapat diisolasi dari mulut orang sehat. Pada anak umur 2
tahun hampir selalu ditemukan koloni Actinomyces di dalam rongga mulutnya.
Bakteri ini juga sering dapat dikultur dari saluran pencernaan, bronki, dan
saluran genital perempuan. Aktinomikosis dapat terjadi pada semua
kelompok umur, dengan insidens tertinggi pada usia sekitar 50 tahun, dan
jarang dijumpai pada umur di bawah 10 tahun atau di atas 60 tahun.
Gejala klinis. Pada fase keradangan akut, penderita dengan penyakit oral-
cervicofacial atau yang mengalami infeksi di jaringan lunak, kadang-kadang
mengalami reaksi selulitik dengan rasa nyeri.
Gejala klinik pada fase kronik lebih sering dijumpai, berupa terbentuknya lesi
fibrotik yang padat, berlangsung lambat, yang menyebar pelan-pelan. Lesi
berupa pembengkakan keras yang dapat tunggal atau multiple. Jika sudah
matang, lesi akan melunak dan membentuk nanah di pusat lesi.
Jika terjadi penyebaran dari tempat lesi melalui darah, kadang-kadang dapat
menimbulkan aktinomikosis yang berat, meskipun hal ini jarang terjadi.
Pembentukan jaringan ikat yang luas yang menjadi salah satu ciri khas pada
aktinomikosis ini hanya sedikit terjadi pada lesi di paru dan susunan saraf
pusat.
seperti sinar matahari (“sun-ray”) jika basil digerus diantara dua gelas objek
dan granul sulfur terlepas.
393
Nokardiosis
Gambar 210. Selulitis pada nokardiosis kulit dan subkutan oleh N.brasiliensis
dengan abses mengandung granul
(www.primehealthchannel.com/nocardiosis.html)
Gambar 212. Biakan bakteri Nocardia asteroides pada medium agar darah
(Sumber: lib.jiangnan.edu.cn/ASM)
Streptomikosis
Streptomycetes hidup aerobik dan dapat tumbuh pada media bakteri dan
jamur (Sabouraud), dan membentuk miselium seperti kapur dengan banyak
cabang. Berbeda dengan bakteri patogen lainnya yang dapat tumbuh dalam
waktu semalam, Streptomyces memerlukan waktu tumbuh pada lempeng
biakan sekitar 48-72 jam. Sejumlah spesies bakteri ini menghasilkan granul
dengan ukuran, tekstur dan warna yang berbeda-beda. Identifikasi spesies
ditentukan berdasar pada morfologi dan sifat granul, bentuk dan pertumbuhan
koloni serta uji biokimia.
BAB 6
399
VIROLOGI KEDOKTERAN
6.1. PENDAHULUAN
6.5. RABIES
6.1. PENDAHULUAN
400
Sifat virus
Genom hanya terdiri dari satu tipe asam nukleat, yaitu RNA saja atau
DNA saja. Sebagian besar DNA virus adalah double stranded dan
sebagian besar RNA virus mempunyai genom single stranded (ss).
Suatu genom ssRNA adalah positive sense (dapat digunakan sebagai
mRNA untuk membentuk protein) atau negative sense yang dapat
dikopi menjadi mRNA.
Ukurannya sangat kecil, antara 20-200 nm, sehingga tidak bisa dilihat
dengan mikroskop sinar biasa.
401
INTERFERON sensitif
BMB: Biakan medium buatan; BBD: Berkembang biak belah diri; DNA:
Deoxyribonucleic acid; RNA: Ribonucleic acid
Terminologi
Bentuk struktural virus adalah simetri kubus atau helikal. Bentuk kubus
merupakan bentuk padat teratur atau ikosahedral, sedangkan bentuk helikal
adalah seperti batang.
404
Selain virus dikenal juga adanya agen yang tidak dapat dikelompokkan
sebagai virus (unconventional agents), yaitu viroid dan prion.
Viroid
pada manusia yang penyebabnya mirip viroid adalah virus hepatitis delta
(hepatitis delta virus- HDV) yang merupakan agen yang bersifat antara virus
klsik dan viroid. HDV mempunyai genom RNA yang berukuran sangat kecil
(1700 nukleotid) lebih besar dari viroid tetapi lebih kecil dari virus.
Prion
Prion hanya mempunyai partikel protein, berukuran kecil, dan belum diketahui
apakah mempunyai asam nukleat. Prion dapat menyebabkan penyakit pada
manusia, misalnya penyakit Kuru, Penyakit Creutzfeldt-Jakob dan sindrom
Gerstmann-Straussler.
Pengelompokan virus
Berdasar karakter primer (asal genom dan struktur virionnya) virus
dikelompokkan berdasar asam nukleatnya dan struktur virionnya, sebagai
berikut:
Berdasar asam nukleatnya, virus dikelompokkan menjadi:
Virus RNA atau virus DNA
Single-stranded (berutas tunggal) atau double-stranded (berutas
ganda).
Bersegmen atau tidak bersegmen
Linear atau sirkuler
Apakah genom single stranded RNA dapat berfungsi sebagai mRNA?
Apakah genom diploid (misalnya seperti retrovirus)
Tabel 26. Virus-virus DNA yang penting (Sumber: Margaret Hunt, 2010)
ADENOVIRIDAE I
- 80 ds Grup I, Adenovirus
HERPESVIRIDAE I + 190 ds (double Grup I; herpes simplex tipe1
stranded) dan 2, varicella zoster virus,
Epstein Barr, cytomegalovirus
POXVIRIDAE C + 200x350 ds Grup I; Virus vaccinia, smallpox,
cowpox
mouth virus, SARS virus, hepatitis C virus, yellow fever virus, dan rubella
virus. Kelompok V mengandung genom RNA single stranded negative-
sense, antara lain adalah virus Ebola, virus Marburg, virus influenza, virus
measles, virus mumps dan virus rabies.
Tipe
Famili Simetri Selu- Ukuran asam Grup (kelompok) dan contoh
bung nukleat
75-160
CORONAVIRIDAE H + nm
ss Grup IV; Coronavirus
Ikosa
HEPEVIRIDAE I _ hedral ss Grup IV; Hepatitis E virus.
Tipe asam
Famili Simetri Selubung Ukuran Keterangan dan contoh
nukleat
Tipe asam
Famili Simetri Selu bung Ukuran Grup dan contoh
nukleat
RHABDOVIRIDAE
60 x Grup V; Rabies virus, vesicular
H + ss(-)
180nm stomatitis virus,
80nm
Grup V; Marburg virus, Ebola
FILOVIRIDAE H + x 800- ss
virus.
900nm
I = simetri ikosahedral, H = simetri helikal C=simetri komplek ss= single stranded
Dalam kelompok ini terdapat Kelompok VI dan Kelompok VII. Virus Kelompok
VI mengandung RNA virus berselubung, berutas tunggal (single-stranded)
yang memperbanyak diri melalui DNA sebagai perantara. Contoh virus Grup
VI adalah retrovirus, yang berukuran 100 nm, salah satu diantaranya adalah
HIV.
Virus dapat menimbulkan infeksi pada semua jenis makhluk hidup dari bakteri
pada manusia, sampai tanaman dan serangga Faktor utama yang
mengendalikan terjadinya infeksi virus pada suatu sel adalah adanya
reseptor pada permukaan sel tempat virus melekat agar kemudian dapat
masuk ke dalam sel hospes
Virus dapat memasuki tubuh hospes dengan cara inhalasi, ingesti, hubungan
seksual atau secara inokulasi melalui kulit atau membran mukosa. Virus juga
dapat memasuki tubuh hospes dengan cara transmisi vertikal (vertical
transmission), yang dari ibu ke janin yang dikandungnya, melalui plasenta
410
Masa inkubasi
Respon imun
Gejala klinik penyakit virus dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor yang
berasal dari virus maupun faktor yang berasal dari hospes Sel imun hospes
melepaskan interferon dan sitokin lainnya yang merangsang terjadinya gejala
demam dan malaise. Kerusakan jaringan dapat terjadi akibat lisis yang
dipengaruhi oleh virus terhadap sel hospes yang terinfeksi, atau karena
terjadinya proses keradangan atau inflamasi dan perusakan terhadap sel
terinfeksi oleh respon imun hospes.
Terdapat beberapa jenis virus yang mampu menghindari respon imun hospes
dan menyebabkan terjadinya infeksi yang menetap atau persisten terhadap
hospes, salah satu diantaranya adalah HIV. Infeksi yang persisten ini
umumnya bersifat asimtomatik dan hanya menunjukkan gejala klinis jika
penderita mengalami kelemahan sistem imun (immuno-compromised)..
Sekitar 15% kanker pada manusia disebabkan oleh virus. Virus tertentu yang
tetap berada di dalam sel hospes menyebabkan transformasi dan
merangsang sel yang terinfeksi virus untuk mengadakan proliferasi. Infeksi
virus merupakan tahapan awal jalur terjadinya keganasan,
Kanker yang terjadi akibat rangsangan virus antara lain adalah karsinoma
cervix yang disebabkan oleh Human papillomavirus, kanker hati disebabkan
oleh virus hepatitis B dan C, Sarkoma Kaposi yang disebabkan oleh Human
herpesvirus 8 dan limfoma Burkit yang disebabkan oleh virus Epstein Bar.
Replikasi virus
Fase lytic. Pada fase litik ini, informasi genetik disuntikan ke dalam sel.
Perlengkapan sel digunakan dimanfaatkan untuk membentuk lebih
413
banyak virus. Akibatnya sel akan pecah dengan terjadinya lisis dan
virus akan terlepas.
Fase lysogenic. Dengan masuknya informasi genetik ke dalam sel,
DNA akan bergabung kedalam kromosom. Replikasi akan
berlangsung pada sejumlah virus yang menyebabkan sel mengalami
fase litik sesudah beberapa waktu lamanya (periode laten).
Material genetik virus berupa DNA atau RNA RNA kurang stabil,
sehingga organisme tipe RNA mempunyai kecepatan mutasi yang
lebih tinggi dibanding organisme tipe DNA. Sebagai contoh, virus HIV
adalah termasuk virus RNA.
spesifik. Karena itu hanya hospes tertentu yang dapat diinfeksi oleh
suatu virus. Jika terjadi kerusakan di tempat pelekatan pada virion atau
terjadi hambatan oleh antibodi yang spesifik (neutralisasi) dapat
membuat virion menjadi tidak infektif.
Fase akhir. Transkrpsi dan translasi mRNA virus dan sintesis protein
struktural (”late”) yang diperlukan untuk membuat virion baru.
“budding” dari membran plasma atau dari lisis sel yang terinfeksi.
Untuk meninggalkan sel, partikel virus dapat melalui jalur sekretori,
yaitu partikel virus yang berada di dalam golgi –derivat vesikel-
dilepaskan ke luar sel pada waktu vesikel (transport vesicle)
mengadakan fusi dengan membran sel.
Pemeriksaan Laboratorium
Adanya
Virus yang tumbuh pada kultur sel monoklon yang diberi antibodi monoklon
yang sudah diberi label dengan fluoroceine dapat dengan mudah diperiksa
dengan mikroskop fluoresen. Untuk membiakkan virus dapat digunakan
embrio ayam atau kultur jaringan.
2. Kultur sekunder adalah strain sel diploid yang dapat tetap hidup
sampai 50 sukultur, dengan pola kromosom yang tetap normal.
3. Continuous cell lines adalah kultur yang mampu bertahan hidup lebih
lama yang berasal dari strain sel normal atau dari jaringan neoplasma
manusia, misalnya amnion, ginjal, karsinoma servikal , karsinoma
laring, sumsum tulang penderita kanker paru, dan sebagainya.
Tipe kultur sel yang digunakan untuk membiakkan virus tergantung pada
kepekaan sel terhadap virus tersebut.
1. Efek sitopatik (cytopathic effect) atau nekrosis sel pada kultur jaringan
(pada virus-virus polio, herpes, measles, adenovirus, cytomegalovirus,
dan lainnya).
2. Hambatan atau inhibisi metabolisme seluler atau kegagalan sel yang
terinfeksi virus untuk membentuk asam (misalnya pada enterovirus).
3. Terbentuknya hemaglutinin (misalnya virus mumps, influenza) atau
antigen penentu komplemen (complement-fixing antigen) misalnya
pada poliomyelitis,varicella dan measles.
4. Adsorpsi eritrosit pada sel terinfeksi (hemadsorption), misalnya pada
virus influenza dan parainfluenza. Reaksi ini menjadi positif sebelum
418
1. ARBOVIRUS
2, PAPOVAVIRIDAE
yang berukuran kecil (45-55 nm), resisten terhadap eter. Contoh papovavirus
pada manusia adalah virus papiloma penyebab warts, virus JC penyebab
leukoensefalopati multifokal progresif di otak atau virus BK yang ditemukan
pada urine resipien transplantasi ginjal yang mengalami imunosupresi Virus
ini pertumbuhannya lambat dan memperbanyak diri di dalam inti sel.
Papovavirus menyebabkan infeksi laten dan kronis pada hospes alaminya
dan semuanya dapat merangsang terjadinya tumor pada beberapa spesies
hewan.
3.ADENOVIRIDAE
4. HERPETOVIRIDAE
5. PARVOVIRIDAE
Salah satu anggota famili ini adalah Parvovirus B19 yang menyebabkan
eritema infantosum atau dikenal sebagai “fifth disease”. Selain itu juga
menyebabkan anemia aplastik .Pada penderita anemia hemolitik, parvovirus
dapat mengalami anemia aplastik berat. Infeksi parvovirus juga dapat
menyebabkan hydrops fetalis dan kematian janin.
422
6.POXVIRIDAE
Gambar 223. Mikrograf elektron chicken pox virus. Garis putih (bar)
berukuran 100 nm
(F.Fenner,Australian National University,http://www.nasa.gov/mission)
7. ORTHOMYXOVIRIDAE
8. PARAMYXOVIRIDAE
Gambar 225. Mikrograf elektron RSV (respiratory syncytial virus) dengan lima
virion yang bertunas dari sel terinfeksi (http://pediatrics.med.unc.edu)
425
9. PICORNAVIRIDAE
10.REOVIRIDAE.
Colorado tick fever pada manusia dan penyakit “blue tongue” pada sapi dan
domba.
11.CORONAVIRIDAE
12.RHABDOVIRIDAE
Virus-virus pada famili ini antara lain adalah virus rabies, virus Marburg dan
virus Ebola. Rhabdovirus mempunyai virion yang bentuknya mirip peluru, rata
pada satu sisi dan bulat pada sisi lainnya, dengan ukuran 70x175 nm.
Selubung virus ini mempunyai duri-duri berukuran 10 nm,. Genom virus
adalah ss-RNA Partikel virus terbentuk dengan cara membentuk tunas
(budding) dari membran sel.
13.FILOVIRIDAE
Termasuk filovirus yang negative strand RNA adalah virus Marburg dan virus
Ebola. Virus Ebola dan Marburg yang ditemukan di Afrika ini dapat
menyebabkan demam berdarah yang tinggi angka kematiannya. Sumber
penular alami virus-virus zoonosis ini belum jelas, tetapi infeksi pada manusia
dapat berasal dari kera di laboratorium atau terjadi paparan dengan organ
dan darah manusia atau kera yang terinfeksi virus. .
430
Gejala Klinik. Sesudah masa inkubasi selama 4-7 hari, penderita dengan
infeksi virus Marburg menunjukkan gejala demam, sakit kepala, mialgia,
muntah dan diare. Sesudah itu, pada fase dua penyakit, terjadi eksantema
dan perdarahan gastrointestinal, perdarahan dari hidung, fotofobi dan gejala-
gejals ensefalitis, meningitis, diikuti kerusakan ginjal dan hati serta koma.
Perdarahan yang berat dapat menyebabkan kematian penderita.
14.TOGAVIRIDAE
Anggota lain dari Alphavirus adalah EEEV (Eastern equine encephalitis virus)
yang dapat menginfeksi bayi dan anak.
15.BUNYAVIRIDAE
16. ARENAVIRIDAE
Virus RNA berselubung membran lipid ini mempunyai genom yang single-
stranded negative-sense, dengan partikel berukuran garis tengah rata-rata
110-130 nm. Virionnya berbentuk bulat, lonjong atau pleomorfik, dengan
nukleokapsid simetris, helikal dan mempunyai filamen.
435
Semua virus anggota Arenavirus yang patogen untuk menusia adalah virus
zoonosis yang ditularkan dari hewan. Misalnya, virus Lassa fever yang
menyebabkan demam berdarah disertai gangguan fungsi hati dan ginjal pada
manusia ditularkan dari rodensia.
17. RETROVIRIDAE
6.5. RABIES
Masa inkubasi virus rabies sekitar 1-2 bulan yang (antara beberapa hari
sampai beberapa tahun). Pada rabies masa inkubasi dapat pendek atau
panjang tergantung pada tempat masuknya organisme dan jauhnya dari
susunan saraf pusat, jumlah virus yang masuk, umur dan status imun
penderita.
Rabies ditularkan melalui gigitan hewan sakit rabies dan tidak dapat
menembus kulit yang sehat. Virus tidak dapat menular dari manusia ke
manusia karena hospes alami virus rabies adalah mamalia sebagai sumber
infeksi, misalnya anjing (merupakan sumber dan vektor penular utama),
jackal, coyote, raccoon,dan kelelawar (terutama di New World, benua
Amerika). Rabies adalah enzootik (endemik pada hewan) di seluruh dunia,
kecuali Antarctica.
Masa inkubasi
Masa inkubasi berkisar antara 9 dan 90 hari, tergantung tempat gigitan dan
beratnya infeksi. Makin jauh tempat gigitan dari otak, makin panjang masa
inkubasi.
1. Fase prodromal (2-10 hari), dengan gejala ringan yang tidak khas,
berupa malaise, menggigil, demam, sakit kepala, fotofobi, anoreksia,
mual, muntah, diare, sakit tenggorok, batuk dan nyeri otot dan tulang.
Di tempat gigitan penderita dapat merasa gatal, panas, tebal dan
parestesi.
2. Fase neurologik akut: terjadi disfungsi sistem saraf, berupa gelisah,
mudah tersinggung, disfagi, hipersalivasi, paralisis dan delirium.
Priapisme dan meningkatnya libido dapat terjadi. Penderita bisa
mengalami hiperaktif (”furious rabies”). Pada rabies paralitik terjadi
paralysis flaksid (lemah) yang biasanya terjadi di tempat gigitan.
Parestesi dan kelemahan akan berkembang menjadi paralisis,
paraplegia atau kuadriplegia. Hidrofobi merupakan tanda penting
pada rabies, yang berlangsung satu sampai lima menit yang dipicu
terjadinya karena minum atau adanya rangsangan sentuhan, suara,
visual dan bau.
Diagnosis rabies.
Tatalaksana rabies
Hepatitis akut viral dapat disebabkan oleh infeksi berbagai jenis virus, antara
lain adalah Cytomegalovirus, Epstein-Barr virus, Herpes Simplex virus, Yellow
Fever virus dan virus Rubella. Meskipun demikian istilah “virus hepatitis”
biasanya digunakan untuk menunjukkan keradangan pada hati yang
disebabkan oleh infeksi virus hepatitis yang jaringan primer tropismenya
adalah hati.. Terdapat lima virus hepatitis yang penting, yaitu tipe virus
hepatitis A,B,C,D dan E, yang dapat menyebar menjadi epidemi. Pada fase
akut gejala klinik hepatitis hampir sama, sehingga diagnosis hanya dapat
dibedakan melalui pemeriksaan laboratorium. Tipe B dan tipe C dapat
berkembang menjadi penyakit kronis pada ratusan juta orang dan keduanya
merupakan penyebab utama terjadinya sirosis hati dan kanker hati.
Infeksi hepatitis dapat terjadi tanpa gejala (asimtomatis) atau dengan gejala
ringan, atau menyebabkan gejala klinik yang umum terjadi misalnya mata dan
kulit menguning (jaundice), kencing berwarna gelap, anoreksia, nyeri pada
kuadran atas kanan, rasa lelah yang sangat, mual, muntah dan nyeri perut.
Enzim-enzim hati, AST dan ALT meningkat.
VHA mempunyai virion yang stabil pada pH 3.0, tahan terhadap eter, tahan
desinfektan, tahan terhadap sinar ultraviolet, tahan panas pada suhu 60 0C
selama 20 jam dan dapat disimpan pada suhu minus 20 0C selama 20 tahun.
VHA tidak tahan terhadap larutan formalin, glutaraldehid dan hipoklorit.
Figure 1B
Virus ini terdapat dalam tinja penderita terinfeksi dan dapat menular melalui
makanan dan minuman yang tercemar. Selain itu hubungan seksual juga
dapat menularkan VHA. Infeksi
442
pada umumnya ringan gejala kliniknya, dan sebagian besar akan sembuh
sempurna dan memperoleh kekebalan terhadap infeksi VHA berikutnya.
Meskipun demikian, infeksi VHA dapat berkembang menjadi penyakit yang
berat dan membahyakan jiwa penderita. Di bagian dunia yang penduduknya
buruk sanitasinya, banyak penduduk menderita hepatitis A. Pada waktu ini
vaksin untuk mencegah infeksi VHA sudah tersedia.
D pada nama virus ini adalah singkatan dari “delta” yang diberikan karena
”virus” ini tidak bersifat sebagai virus normal lainnya. Partikel VHD mirip
virus, dengan ukuran 35-37 nm, dengan antigen delta yang dibungkus
lapisan seperti HBs (hepatitis B surface) Ag. Virion berbentuk pleomorfis atau
sferis, dengan nukleokapsid yang bulat, polihedral simetri. Genom
merupakan molekul tunggal, ss-RNA negative-sense.
Penularan VHD terjadi secara parenteral atau selalui jalur seksual.. Infeksi
VHD hanya dapat terjadi pada orang yang telah terinfeksi VHB. Infeksi
bersama VHB dan VHD dapat
444
menyebabkan penyakit hepatitis akut atau kronis, sirosis hati atau hepatitis
yang berat yang bisa membahayakan jiwa penderita.Pemberian vaksin
terhadap VHB dapat memberikan perlindungan terhadap VHD.
Penularan VHE sebagian besar terjadi melalui makanan atau minuman yang
tercemar. Epidemi hepatitis oleh VHE sering terjadi di negara-negara
berkembang dan meningkat penderitanya di negara-negara maju. Vaksin
terhadap VHE sedang dikembangkan tetapi belum luas digunakan.
Sebagian besar orang yang terinfeksi virus hepatitis tidak menunjukkan gejala
(asimtomatis) atau menunjukkan gejala klinis ringan mirip flu, misalnya
malaise, lelah, anoreksia, mialgia, demam, urine berwarna gelap, tinja seperti
tanah liat, ruam kulit, nyeri perut, pruritus, dan jaundis. Sebelum terlihat
jaundis penderita dapat mengalami mual, muntah, sakit kepala, fotofobi, batuk
dan koriza.
445
Diagnosis Hepatitis
Hati penderita membesar dan melunak dan splenomegali dapat terjadi, dan
biopsi hati dan adanya proteinuria dan bilirubinuria akan membantu
memastikan diagnosis. Kadar enzim hati, alkaline phosphatase dan gamma
globulin meningkat.
Pengobatan Hepatitis
Prognosis
Tergantung pada jenis hepatitis dan luasnya kerusakan hati yang terjadi
prognonis hepatitis ditetapkan. Prognosis penyakit buruk jika terjadi sirosis
hati, kanker hati, dan hepatitis akut yang berat (fulminant hepatitis).
446
Pencegahan hepatitis
Jika terjadi paparan dengan VHA, pemberian IgG dapat berguna untuk
pencegahan. Penderita kecanduan narkoba dan pengguna alat suntik
tercemar bersama sebaiknya diberikan pengobatan dan rehabilitasi.
Vaksinasi VHA dan VHB sangat dianjurkan untuk diberikan pada setiap
orang. Belum ada vaksin untuk mencegah VHC,VHD atau VHE.
Sindrom klinik pada anak sering terjadi akibat infeksi virus. Di dalam darah,
virus dapat beredar dengan bebas jika anak mendapatkan vaksinasi atau
belum tersedianya vaksin untuk virus tersebut. Infeksi virus yang terjadi pada
masa anak-anak biasanya diikuti oleh terjadinya imunitas yang berlangsung
lama.
(a). RUBELLA
Vaksinasi rubella
Vaksinasi dengan menggunakan attenuated vaccine rubella dimulai pada
tahun 1960. Penggunaan vaksin MMR (measles mumps rubella) dapat
menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat rubella. MMR biasanya
diberikan pada anak berumur sekitar 15 bulan sampai 2 tahun.
(b). MORBILI
Campak atau rubeola, nama lain dari morbilli atau measles merupakan
penyakit infeksi yang paling menular. Penyakit ini secara global adalah
penyebab utama kematian anak berumur dibawah lima tahun. Penyakit ini
ditularkan melalui udara dan cairan pernapasan yang dibatukkan atau
dibersinkan.
Diagnosis laboratorium
Pada infeksi akut morbili dilakukan pemeriksaan IgM measles, kultur bahan
klinis atau PCR sampel urin atau sekresi pernapasan.
450
Pencegahan campak
Pada vaksinasi campak diberikan vaksin berupa virus hidup yang dilemahkan,
yang diberikan pada semua bayi. Vaksin diberikan dalam dua dosis pada bayi
yang berumur 9 dan 18 bulan. Vaksin tidak boleh diberikan lebih awal karena
antibodi dari ibu masih dapat menghambat replikasi vaksin sehingga respon
imun tidak terbentuk.
Insidens tertinggi penyakit ini terutama diderita anak berumur 5-9 tahun,
meskipun gejala klinis simtomatis terutama
451
Patogenesis mumps
Penularan mumps terjadi melalui titik cairan (droplet ) pernapasan. Replikasi
virus mula-mula terjadi di dalam epitel mukosa saluran napas dan di mata.
Dari sini virus menyebar ke jaringan limfoid lokal. Sesudah itu terjadi viremia
primer dan virus menyebar ke organ-organ lainnya, terutama ke kelenjar
parotis dan juga ke pankreas, testis, ovarium, dan sistem saraf pusat. Viremia
sekunder yang terjadi menyebarkan virus lebih lanjut. Virus diekskresi juga di
urin dan air susu ibu. Meskipun demikian penularan utama terjadi melalui
droplet sistem respirasi. Pada patogenesis mumps, interferon merangsang
452
terbentuknya IgG, IgM dan IgA, sebagai bagian dari respon cell-mediated.
Anak-anak dengan defisiensi imun tidak mengalami risiko lebih besar jika
terinfeksi virus mumps.
Komplikasi mumps
Komplikasi umumnya terjadi sesudah masa puber, berupa orchitis, oophoritis,
dan meningoensefalitis yang lebih banyak terjadi pada penderita laki-laki
dibanding perempuan. Komplikasi berupa gangguan pendengaran jarang
terjadi, sekitar satu dari 15.000 penderita mumps mengalami hilangnya
pendengaran secara permanen (tuli).
penderita membengkak, terasa lunak disertai nyeri akut. Mual dan muntah
dapat juga terjadi.
Diagnosis laboratorium
Untuk menentukan diagnosis parotitis epidemika dilakukan pemeriksaan
serologi (memeriksa IgM dan IgG), mengisolasi virus dengan melakukan
kultur bahan klinis (saliva dan urine) atau melakukan pemeriksaan molekuler
(PCR) atas cairan serebrospinal. Pemeriksaan PCR dilakukan untuk
menentukan dengan cepat adanya meningitis.
Pencegahan
Vaksinasi untuk mencegah mumps dilakukan dengan menggunakan vaksin
virus hidup yang dilemahkan dan diberikan dalam bentuk vaksin MMR
(terhadap measles, mumps, dan rubella).
Gambaran klinik
Infeksi akut menunjukkan penyakit bifasik dengan demam yang diikuti ruam
kulit makulopapuler dan artritis/artralgia. Ruam kulit terutama terjadi di pipi
pada anak kecil. Penderita yang sembuh dari penyakitnya akan mendapatkan
kekebalan (imunitas).
Komplikasi pada infeksi virus ini terjadi karena tropisme sel virus. Parvovirus
B19 yang memperbanyak diri di dalam prekursor sel darah merah dan
mengganggu sintesis sel darah merah selama terjadi infeksi akut. Jika
replikasi virus di dalam sel darah merah terus berlangsung, hal ini dapat
mengakibatkan anemia berat (hemoglobin dapat sangat rendah, kurang dari
3g/dl) yang dapat membahayakan jiwa penderita. Pada orang normal, infeksi
B19 tidak menyebabkan gangguan kesehatan. Pada individu dengan umur
sel darah merah yang pendek (misalnya pada penderita dengan kelainan
kongenital sel darah merah) dapat terjadi krisis aplastik. Penderita dengan
defisiensi sel B, keganasan hematologik dan penderita dengan AIDS, tidak
mampu menghambat infeksi B19 sehingga berkembang menjadi infeksi
kronis.
Pengobatan
Infeksi virus B19 yang menunjukkan gejala klinis diobati dengan immunoglobulin
manusia (yang mengandung antibodi anti-B19) dalam dosis besar secara intravenus.
Infeksi parvovirus pada penderita AIDS harus juga diberikan terapi ARV
(antiretrovirus).
Gambaran klinik
Infeksi primer dengan virus ini pada bayi umumnya tidak menunjukkan gejala
(asimtomatik). Meskipun demikian sekitar 20% bayi yang terinfeksi
herpesvirus 6 menunjukkan gejala demam tinggi diikuti erupsi umum ruam
makulopapuler sesudah demam menghilang. Sesudah terjadi infeksi primer
virus menetap seumur hidup dalam bentuk infeksi laten.
(f). ENTEROVIRUS
(g). HERPESVIRUS
Herpesvirus manusia
Terdapat 8 virusherpes yang dapat menginfeksi manusia, yaitu:
Herpes simplex virus 1 dan 2 (HSV1 dan HSV2)
Varicella-Zoster virus
Cytomegalovirus
460
Epstein-Barr virus
Human herpesvirus 6, 7 dan 8.
Karsinoma
nasofaring
HSV2 terjadi pada masa remaja dan orang dewasa, terutama menular melalui
hubungan seksual. Prevalensi HSV2 pada
462
orang dewasa lebih rendah dari prevalensinya dengan HSV1. Hanya sekitar
40% orang dewasa menunjukkan adanya antibodi terhadap HSV2. HSV2
yang berasal dari daerah kulit dan membran mukosa yang terinfeksi menular
dari lesi melalui kontak langsung, misalnya melalui ciuman (HSV1) atau
melalui hubungan seksual (HSV2).
Baik HSV1 maupun HSV2 sering mengalami reaktifasi meskipun lesi yang
terjadi tidak menunjukkan adanya perubahan maupun kelainan klinis.
Gambaran klinik. Terdapat dua pola gambaran kilinik infeksi HSV, yaitu
infeksi primer dan infeksi sekunder
Infeksi Laten. Sesudah terjadi infeksi primer virus memasuki ujung saraf
sensoris di tempat inokulasi, menuju axon dan menyebabkan terjadinya
infeksi laten pada ganglion yang melayani daerah kulit tersebut. Di daerah
genital infeksi laten pada ganglia sacral, sedangkan di daerah oro-facial,
ganglion trigeminal. Genom virus akan menetap seumur hidup (life long)
dalam bentuk episomal (plasmid ) di dalam inti neuron.
Reaktifasi virus. Secara periodik virus yang berada dalam keadaan laten
dapat menjadi reaktif, dimana virus melakukan replikasi di dalam neuron dan
partikel virus yang baru terbentuk akan bergerak turun ke axon untuk
kemudian menginfeksi ulang kulit atau membran mukosa yang berada di
daerah layanan saraf tersebut.
Reaktifasi dapat dipicu oleh sejumlah rangsangan, antara lain sinar matahari,
stres, penyakit-penyakit demam, menstruasi atau keadaan imunosupresi.
Reaktifasi sering terjadi, tetapi seringkali tidak disertai gejala klinis.
Manifestasi klinis reaktifasi virus dapat berupa: cold sores (sesudah gingivo-
stomatitis), herpes genital, aseptik meningitis (HSV2), dan keratitis.
Kultur sel. Lesi kulit diinokulasikan pada sel monolayer untuk melihat
cytopathic effect.
sangat rendah dan dapat digunakan secara oral, topical dan intravenus.
Terdapat dua bentuk klinik yang ditimbulkan oleh VZV, yaitu Varicella
(chickenpox) dan Zoster (shingles).
Sindrom varicella kongenital. Janin yang dilahirkan oleh ibu yang terinfeksi
varicella pada 20 minggu pertama kehamilan dapat menyebabkan sindrom
infeksi kongenital berupa:
hipoplasi tangan atau kakinya (limb hypoplasia), atrofi otot, retardasi mental
dan parut jaringan kulit (skin scarring). Selain itu sebagian kecil (0.4-2.0%),
janin yang terinfeksi dapat menderita reaktifasi VZV berupa shingles pada
saat bayi berukur 18 bulan.
Herpes zoster atau shingles menyebabkan infeksi pada orang dewasa dan
menular secara sporadik, tidak tergantung musim. Varicella-zoster virus
terutama menyerang segmen unilateral ganglion atau saraf kranial. Gejala
klinis terjadi karena reaktifasi virus bentuk laten yang sebelumnya sudah ada.
Gejala yang terjadi berupa demam dan malaise, diikuti nyeri hebat pada
daerah sebaran saraf di daerah iga disertai terjadinya kelompok-kelompok
vesikel di daerah sebaran saraf yang sama.
467
Infeksi pernapasan oleh virus sangat sering terjadi baik pada orang dewasa
maupun anak-anak. Sebagian besar sifatnya ringan dan umumnya berupa
infeksi saluran pernapasan atas (ISPA). Pada bayi dan anak kecil ISPA dapat
menyebar ke bawah yang menyebabkan penyakit yang lebih berat, yang
kadang-kadang membahayakan jiwa penderita.
Colds. Gambaran utama berupa cairan hidung yang seperti air atau
mukoid dan kadang-kadang purulen (coryza). Sering didahului oleh
sakit tenggorok, dan kadang-kadang disertai demam. Dapat juga diikuti
infeksi oportunistik bakteri. Virus penyebab colds antara lain adalah
Rhinovirus dan Coronavirus.
Faringitis (sakit tenggorok, ”sore throat”). Eritema menyebar tidak
hanya terbatas pada tonsil; dapat juga disertai demam. Penyebabnya
adalah Adenovirus
(b). Bronkitis Akut. Keradangan bronki disertai demam, batuk, bising paru
(wheezing and noisy chest) Virus penyebabnya: RSV , Para-influenza virus,
Adenovirus
anak kecil muda), bronkitis akut (pada orang dewasa) dan sindrom
common cold (pada anak dan dewasa yang mengalami reinfeksi).
(c). Metapneumovirus
(d). Adenovirus
(e). Rhinovirus
Sindrom klinik. Virus ini merupakan virus yang paling sering menyebabkan
sindrom common cold pada anak maupun orang dewasa dan menyebabkan
infeksi saluran pernapasan bagian bawah pada bayi muda. Masa inkubasi
yang pendek (1-3 hari), diikuti dengan sakit kepala, sakit tenggorok, hidung
474
buntu. Sesudah itu terbentuk banyak cairan hidung seperti air yang secara
bertahap mengental lalu menjadi mukopurulen dan menurun jumlahnya.
Dalam waktu 1 minggu infeksi mereda.
SARS adalah infeksi akut viral pada saluran pernapasan bagian bawah
dengan angka kematian yang tinggi. Penyakit viral pada manusia yang baru
dikenal sejak Nopember 2002 ini disebabkan oleh coronavirus. Penyakit
zoonosis ditularkan dari musang,
Gambaran klinik.SARS Masa inkubasi sekitar 2-10 hari. Gejala klinik awal
dimulai dengan demam, mialgia, malaise, gejala pernapasan ringan dan
diare. Sesudah itu diikuti fase gangguan pernapasan bagian bawah berupa
batuk kering non produktif, dyspnoea dan hipoksemia, sehingga penderita
bisa memerlukan perawatan di ICU. Angka kematian penderita tergantung
pada umur/ Pada penderita berumur kurang dari 24 tahun angka kematian
kurang dari 1%, sedangkan penderita berumur di atas 65 tahun, angka
kematian bisa mencapai di atas 50%.
(g). Influenza
Influenza atau lebih dikenal sebagai “ flu” adalah infeksi saluran napas
yang disebabkan oleh virus influenza. Penyakit ini tidak boleh diabaikan
(seperti “common cold”) karena menurut WHO infeksi influenza setiap
tahunnya menyebabkan 250-000-500.000 orang meninggal dunia, hanya
di negara-negara industri saja. Selain itu virus influenza dapat
mengadakan mutasi sehingga menyebabkan terjadinya pandemi
dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi di seluruh dunia.
Pada tahun 1918 pandemi “Flu Spanyol” menyebabkan kematian 50 juta
orang di seluruh dunia.
Virus Influenza. Genus virus influenza A,B dan C, termasuk dalam keluarga
virus Orthomyxovirus yang .adalah virus ssRNA dengan genom bersegmen
yang berselubung (enveloped), dengan dua glikoprotein permukaan, yaitu H
(haemagglutinin) yang berperan pada pelekatan virus dan glikoprotein N
(neuraminidase) yang berfungi dalam proses keluarnya virus dari sel
terinfeksi.
Drift (perubahan antigenik minor). Mekanisme evolusi virus ini terjadi baik
pada influenza A maupun influenza B. Glikoprotein selubung (HA dan NA)
vrus influenza berubah sifat antigeniknya secara bertahap, sehingga
mempengaruhi sifat epidemi tahunan influenza A dan B pada manusia.
Flu harus dibedakan dari ”common cold” karena akibat infeksi virus influenza
sangat berbeda dari common cold, baik secara klinis maupun epidemiologis.
Faktor risiko. Penyakit influenza yang berat dapat terjadi pada penderita
yang juga sedang hamil, menderita penyakit paru kronis, penyakit jantung
atau ginjal, penderita diabetes mellitus, umur penderita di atas 65 tahun atau
anak berumur di bawah 5 tahun.
aspirat nasofaring (pada anak) dan usap tenggorok (pada orang dewasa). .
tahun terakhir yang beredar pada populasi manusia adalah virus Influenza A
(H1N1 dan H3N2) dan satu influenza strain B. Karena vaksinasi dilakukan
menggunakan vaksin trivalen menggunakan antigen selubung (HA dan NA)
dari tiga strain virus Influenza yang beredar. vaksin diberikan pada semua
orang yang berisiko tinggi tertular influenza satu tahun satu kali. Vaksin tidak
boleh diberikan pada individu yang alergi telur karena kultur virus dilakukan
menggunakan medium telur.
Setiap tahunnya 1.87 juta anak balita dari seluruh dunia meninggal akibat
penyakit penyebab diare yang disebabkan oleh virus, bakteri dan parasit.
Sebagian besar penderita diare yang dirawat di rumah sakit pada waktu ini
disebabkan oleh virus.
Gambaran Klinik
480
Patogenesis
(a). Rotavirus
Infeksi kedua umumnya gejalanya lebih ringan dari pada infeksi pertama. Di
negara berkembang, sebagian besar anak terinfeksi rotavirus untuk pertama
kalinya pada umur kurang dari satu tahun, biasanya pada 3 bulan pertama.
Bayi mendapatkan proteksi antibodi maternal pada masa janin, tetapi untuk
waktu yang tidak lama.
Vaksin rotavirus. Terdapat 2 vaksin hidup yang digunakan yaitu rotarix dan
rotateq. Rotarix adalah vaksin monovalen berasal dari rotavirus manusia yang
sudah dilemahkan virulensinya. Vaksin ini memberikan reaksi imunitas silang
pada banyak serotip rotavirus. Vaksinasi pada bayi diberikan sebanyak 2
dosis vaksin pada minggu ke-10 dan ke-14. Rotateq adalah rotavirus vaksin
pentavalen manusia dan sapi. Rotavirus sapi direkayasa sehingga
mengandung gen yang mengkode 4 subtipe protein G dan subtipe protein P
yang berasal dari rotavirus manusia.
482
(b). Norovirus
(d). Astrovirus
Pencegahan
Akibat berbahaya dari infeksi virus adalah terjadinya infeksi di otak. Secara
klinis, penyakit viral neurologik dikelompokkan menjadi sindrom akut dan
sindrom kronis. Kelainan patologi terjadi karena multiplikasi virus di dalam sel
otak atau karena terjadinya respon imun yang tidak normal pada hospes
yang terjadi sesudah penderita mengalami ensefalomielitis.
Virus yang menginfeksi otak dapat mencapai sistem saraf pusat melalui darah
atau menyebar sepanjang saraf periferi.
485
Infeksi otak sering bersifat asimtomatik. Virus yang menginfeksi otak secara
langsung dapat diisolasi virusnya dari jaringan otak atau dari cairan
serebrospinal, yang tidak dapat dilakukan jika infeksi berasal dari sindrom
pasca infeksi.
1. Meningitis aseptik
2. Paralisis akut lemah (flaccid)
3. Ensefalitis
Virus penyebab meningitis aseptik adalah enterovirus mumps virus dan lebih
jarang HSV-2 dan varicella-zoster virus. Jika jaringan otak ikut terinfeksi,
menimbulkan meningo-ensefalitis.
Virus penyebabnya adalah virus herpes simplex, rabies dan beberapa jenis
arbovirus.misalnya West Nile virus, Rift Valley fever virus dan Sinbis virus.
486
Pada Sindrom Gillain Barre berupa polineuritis yang terjadi beberapa hari
sampai beberapa minggu sesudah terjadi fase akut infeksi viral atau bakterial.
Penderita mengalami ascending paralysis dengan paraestesi akibat terjadinya
demielinisasi saraf perifer, yang merupakan fenomena imunologik. Penderita
akan sembuh dalam waktu beberapa minggu sampai beberapa bulan dengan
terjadinya re-mielinisasi saraf.
Enterovirus
Enterovirus merupakan keluarga besar, lebih dari 100 tipe, dari virus
berukuran kecil, berselubung (enveloped), ss RNA yang dapat masuk ke
dalam tubuh hospes melalui saluran gastrointestinal. Virus terdapat di dalam
tinja dan penularan terjadi melalui jalur fekal-oral.
(1). Poliovirus
Sesudah masa inkubasi yang lamanya 7-14 hari, infeksi akan menunjukkan
gambaran klinik berupa:
Vaksinasi polio. Terdapat dua jenis vaksin virus polio yang luas digunakan,
yaitu vaksin Sabin (vaksin hidup yang dilemahkan) dan vaksin Salk ( inaktifasi
virus dengan formalin). Kedua vaksin tersebut mengandung 3 strain virus
penyebab polio paralitik, yaitu virus polio1, 2 dan 3.
Pemberian vaksin hidup polio dilakukan sebanyak 6 dosis pada semua anak,
yaitu pada waktu baru lahir, umur 6, 10 dan 14 minggu, 18 bulan dan umur 5
tahun.
(a). Hepatitis A
(b). Hepatitis E
tengah 32-34 nm, berukuran 7.6 kb, sangat labil dan sensitif. Virus ini belum
bisa dikultur.
Mortalitas tinggi (20-40%). Pada penderita trasplantasi organ dan orang yang
terinfeksi HIV, dapat terjadi hepatitis kronis yang dapat menjadi sirosis.
(a). Hepatitis B
Gambaran Klinik VHB Masa inkubasi sekitar 75 hari (antara 30-180 hari)
diikuti gejala awal yang tidak jelas. Infeksi asimtomatik VHB lebih sering
dibanding infeksi VHA tetapi VHB menyebabkan penyakit yang lebih berat.
Pada penderita sangat muda dimana respon imun terhadap virus lebih
kurang, keradangan juga lebih ringan, penderita asimtonatik lebih sering
dijumpai. Sekitar 90% bayi yang terinfeksi secara vertikal, berkembang
menjadi kronis; pada orang dewasa sekitar 5% penderita dewasa
berkembang menjadi kronis.
Imunisasi aktif hepatitis viral. Terdapat empat tipe vaksin yang dapat
digunakan, yaitu:
Derivat serum: dibuat dari sAg yang dimurnikan dari serum karier
VHB
sAg rekombinan: dibuat dengan rekayasa genetika pada
Saccharomyces cerevisiae (dikenal sebagai Brewer’s yeast )
Vaksin generasi ketiga: berbagai surface (s) Ag dibuat dengan
rekayasa genetika
Kombinasi vaksin. Vaksin VHB dengan vaksin virus hepatitis lain atau
organisme lain.
496
Dengan tiga dosis vaksin yang diberikan pada bayi pada minggu ke-6, 10 dan
14, dapat menghasilkan antibodi yang protektif pada 95% penerima vaksin.
Vaksin juga dapat diberikan pada orang berisiko tinggi tertular VHB misalnya
pekerja kesehatan, bayi dengan ibu yang karier VHB dan pasangan karier
VHB kronis serta sebagai pencegahan pasca paparan.
Antibodi pasif. Pada individu non-imun yang terpapar satu kali darah
terinfeksi VHB harus diberikan vaksin maupun globulin imun hepatitis B.
Antigen virus hepatitis. Terdapat tiga bentuk antigen pada virus hepatitis,
yaitu sAg, eAg dan sAg.
Respon antibodi pada hepatitis viral. Pada infeksi dengan virus hepatitis
akan terbentuk antibodi-antibodi, yaitu:
4. Core IgG. Meningkat pada awal infeksi, tetap positif seumur hidup,
pada karier kronis maupun baru sembuh dari infeksi, menunjukkan
adanya paparan terhadap VHB.
(b). Hepatitis C
Epidemiologi. Sekitar 170 juta orang di seluruh dunia tertular VHC terutama
di Afrika, Mediteranian Timur dan Asia Tenggara.
Gambaran klinik. Masa inkubasi 15-150 hari, diikuti gejala umum berupa
lelah dan jaundis, meskipun 60-70% tidak menunjukkan gejala (asimtomatik).
Hepatitis C merupakan 15-20% hepatitis akut di negara maju, dan 80% infeksi
akan berkembang menjadi kronis.
Komplikasi infeksi VHC kronis. Sekitar 70% infeksi VHC akan berkembang
menjadi kronis.
virus di dalam serum 4-6 minggu sesudah infeksi (pada fase akut)
menunjukkan adanya infeksi virus yang sedang terjadi.
(c). Hepatitis D
Gambaran Klinik. Terdapat dua bentuk infeksi VHD yaitu sebagai ko-infeksi
dimana VHD dan VHB bersama-sama menginfeksi seorang penderita dan
sebagai superinfeksi, dimana infeksi VHD terjadi pada penderita yang sudah
terinfeksi VHB. VHD akan memperberat penyakit hati pada karier VHB, dan
infeksi ini mempunyai masa inkubasi sekitar 35 hari. Terjadinya
Pengobatan dan pencegahan, Tidak ada obat untuk mengobati infeksi VHD
tetapi dapat dicegah dengan melakukan pencegahan terhadap infeksi VHB
(dengan melakukan vaksinasi terhadap VHB).
HTLV dan HIV termasuk retrovirus yang merupakan virus berselubung yang
mengandung genom RNA yang partikelnya mengandung reverse
transcriptase (RNA dependent DNA polymerase). Enzim ini mengubah
genom RNA ke dalam DNA, yang kemudian melakukan integrasi ke dalam
DNA kromosom hospes Retrovirus menginfeksi berbagai spesies hewan
dan menyebabkan tumor, penyakit autoimun sindrom imunodefisiensi dan
anemia aplastik dan hemolitik.
(a). HTLV
Genus virus ini terbagi menjadi 5 subgenus yang dua diantara subgenus ini
menyebabkan penyakit pada manusia. Subgenus tersebut adalah
Deltaretrovirus (HTLV 1 dan 2) dan lentivirus (HIV 1 dan 2). HTLV 1 adalah
penyebab leukemia atau limfoma, sedangkan HIV 1 dan 2 adalah penyebab
AIDS. Retrovirus lain (HTLV 2, HTLV3 dan HTLV4) belum banyak diketahui
akibatnya pada manusia.
Dermatitis infektif kronis berupa eksim pada aksila, kulit kepala, telinga,
kulit paranasal dan leher.
Uveitis
(b). HIV
Pada tahun 2010 diduga terdapat 34 juta orang terinfeksi virus HIV di
seluruh dunia, 22 juta diantaranya di Afrika sub-Sahara, HIV1 merupakan
penyebab utama pandemi AIDS.
tertular HIV akan meningkat jika pasangan juga menderita penyakit lain
yang ditularkan melalui hubungan seksual dan pada infeksi HIV primer.
2. Penularan vertikal. Penularan dari ibu pada janinnya merupakan cara
penularan utama kedua, yang terjadi secara in utero selama
kehamilan, infeksi pasca kelahiran (postnatal) atau melalui ASI.
3. Paparan dengan darah. Penularan terjadi melalui jarum suntik
bersama oleh pengguna narkoba intravenus,
4. kecelakaan tertular melalui jarum suntik penderita atau terinfeksi
melalui paparan mukokutan.
Perjalanan infeksi HIV. HIV merupakan infeksi yang persisten pada hospes
dan hanya menyebabkan kematian bertahun-tahun kemudian. Perjalanan
infeksi HIV berlangsung melalui tahapan-tahapan infeksi primer, fase
asimtomatik, fase prodromal dan berakhir sebagai sindrom AIDS.
Infeksi HIV pada bayi. Sumber infeksi biasanya adalah ibu bayi. Sekitar
sepertiga bayi yang lahir dengan HIV mempunyai ibu yang positif HIV. Waktu
yang paling berisiko terjadi penularan adalah pada waktu persalinan.
Penularan juga terjadi in utero, dan penularan postnatal melalui ASI. Karena
respon imun belum sempurna, setengah dari bayi yang terinfeksi tidak
menunjukkan fase klinik laten, tetapi menunjukkan penyakit yang progresif
dan bayi meninggal pada usia kurang dari satu tahun. Bayi lainnya
menunjukkan periode laten dan dapat bertahan hidup 5-10 tahun lamanya.
Anak dengan infeksi HIV menunjukkan gejala: pertumbuhan terganggu,
limfadenopati, diare, infeksi oportunistik pneumonia interstitial, parotitis, dsb.
Infeksi oportunistik yang paling sering menyebabkan kematian anak dengan
504
pasca infeksi dan tetap positif seumur hidup. Untuk memastikan diagnosis,
ada dua keadaan yang memerlukan pemeriksaan lanjutan, yaitu:
(a). Infeksi awal : yaitu waktu sesudah paparan sebelum antibodi dapat
dideteksi (disebut waktu”jendela” atau “window”period).
(b). Bayi dengan ibu HIV positif: Semua bayi mendapatkan antibodi HIV
spesifik secara pasif , tetapi hanya 10-40% yang terinfeksi. Antibodi ini akan
menghilang dalam waktu 12-18 bulan.
Deteksi HIV langsung. Pada dua keadaan ini, deteksi virus HIV harus
dilakukan secara langsung, yaitu dengan menentukan terdapatnya:
1. Antigen virus di dalam serum. Antigen ini ada di darah 3-5 minggu
pasca paparan dan dapat dideteksi 6 hari sebelum antibodi. Sekali
antibodi terbentuk, antigen p24 biasanya sudah menghilang. Antigen
p24 merupakan petanda (marker) berguna pada infeksi awal. .Donor
darah dan donor organ harus diperiksa secara teratur antigen p24 dan
antibodi HIV sebagai screening test primer untuk HIV.
2. Deteksi genom virus (DNA proviral atau RNA viral) dengan PCR
Pemeriksaan ini merupakan indikator sangat sensitif terjadinya infeksi
dan menjadi pemeriksaan pilihan untuk memastikan terjadinya infeksi
HIV pada bayi dari ibu yang positif HIV. PCR positif sekitar 2 minggu
sesudah infeksi dan tetap positif selama terjadi infeksi.
3. Kultur virus. Virus dikultur dari sel mononuklir darah perifer, tidak
secara rutin dilakukan, karena sulit tekniknya.
505
Pengobatan HIV. Belum ada obat untuk memberantas HIV. Pemberian obat-
obatan ditujukan untuk menghambat replikasi virus dan memperpanjang
hidup penderita. Obat diberikan
Protease inhibitor
(a). Bayi dari ibu positif HIV: kombinasi obat anti-retroviral pada ibu dan bayi
peri-partum.
(b). Tusukan jarum suntik: diberikan AZT 2 jam sesudah paparan atau
kombinasi 2 atau 3 obat yang berbeda, diberikan selama 28 hari.
HPV menyebabkan lesi kulit khas yang disebut kutil (warts). Papillomavirus
termasuk famili Papovaviridae. Garis tengah virion antara 45-55 nm, dengan
struktur virus yang kecil, ds DNA sirkuler dan tidak berselubung.
Papillomavirus termasuk virus zoonosis yang menginfeksi manusia dan
hewan, misalnya anjing, sapi dan kelinci. HPV mungkin ada kaitannya dengan
proses keganasan, misalnya karsinoma servik, kondiloma akuminta dan
papiloma laring.
Warts. Kutil dapat terjadi di kulit, di mukosa, di laring atau pita suara.
Cutaneous warts Kutil kulit disebabkan oleh HPV tipe 1,2,3,4,5 dan 8
adalah lesi proliferatif jinak yang tidak sakit yang terjadi di kulit yang
sering mengalami lecet, misalnya tangan, kaki, lulut dan siku.Kutil
sangat sering terjadi, terutama pada anak berumur di atas lima tahun,
ada selama berbulan-bulan.
Mucosal warts Kutil mukosa sering disebabkan oleh HPV 6 dan HPV 11.
Lesi paling sering dijumpai di mukosa genital atau di daerah orofaring yang
menyebabkan papiloma laring. Kutil mukosa dapat terjadi selama berbulan-
bulan atau bertahun-
Laryngeal papillomatosis. Keadaan yang sering terlihat pada bayi dan anak
kecil ini, disebabkan oleh HPV 6 atau 11. Kutil terbentuk di laring, terutama di
pita suara. Infeksi terjadi pada waktu bayi melewati jalan lahir. Anak yang
terinfeksi suaranya parau dan terjadi hambatan jalan udara. Pengobatan
dilakukan dengan pembedahan untuk menghilangkan kutil.
pada umur sekitar 30 tahun dan sesudah itu meningkat kembali. Pencegahan
sulit dilakukan karena sebagian besar infeksi bersifat asimtomatik. Kondom
tidak dapat mencegah penularan karena virus dapat menginfeksi setiap
bagian dari mukosa. Sekitar 80% perempuan pernah terinfeksi HPV dalam
hidupnya. Sebagian besar infeksi menghilang dengan terbentuknya respon
imun yang spesifik, dan sebagian tetap persisten karena adanya infeksi HIV
yang menurunkan imunitas hospes Infeksi HPV yang tidak menyembuh
meningkatkan risiko keganasan pada saluran genital.
Tes DNA HPV Cara terbaik untuk mengetahui penderita yang berisiko kanker
servik adalah mendeteksi DNA HPV risiko tinggi pada sel servik. Tetapi cara ini
tidak dapat membedakan
BAB 7
MIKOLOGI KEDOKTERAN
7.1.PENDAHULUAN
7.1. PENDAHULUAN
Dunia makhluk hidup terbagi menjadi lima kerajaan (kingdom), yaitu Plantae,
Animalia, Fungi, Protista dan Monera. Pada pengelompokan ini fungi atau
jamur tidak sekerabat dengan bakteri (Monera).
Mold adalah tipe jamur yang tumbuh sebagai filament multiseluler yang
disebut hifa (hyphae). Tabung ini mempunyai banyak percabangan, inti yang
secara genetik identik, sehingga membentuk kumpulan dari satu organisme
atau koloni Sedangkan ragi (yeast ) merupakan tipe jamur yang tumbuh
513
sebagai satu sel. Jika tak terdapat flagel, sel tersebut disebut ragi dan dapat
membentuk tunas (budding).
Jamur mirip ragi (yest-like fungi) atau ragi imperfekti (imperfect yeast) hanya
mengadakan reproduksi secara aseksual. Identifikasi jamur ini ditetapkan
berdasar kombinasi morfologi (menentukan genera) dan kriteria biokimiawi
(menentukan spesies).
Tabel 35. Diferensiasi dan identifikasi jamur (mold ) dan ragi (yeast )
Mold Yeast
Jamur yang mengandung banyak inti
Definisi yang identik, dan tumbuh dalam Jamur yang hanya
bentuk hifa dari filament mengandung satu sel.
(http://www.diffen.com/difference/Mold_vs_Yeast )
Beberapa jenis jamur bersifat dimorfik yang memunyai dua fase, yaitu fase
ragi dan fase filamen. Filamen-filamen yang membentuk struktur jamur
multiseluler disebut hifa (hypha). Beberapa jenis hifa mempunyai sekat
dinding antar sel yang disebut septum. Jaringan hifa yang luas disebut
miselium (mycelium).
Karakter jamur
Bentuk jamur. Jamur dapat tersusun dari satu sel (uniseluler) atau dapat
berbentuk dari banyak sel (multiseluler) sampai berbentuk filamen
(filamentous)
Dinding sel Jamur mempunyai dinding sel yang kaku (rigid), sehingga
jamur tidak dapat bergerak aktif (non motil), berbeda dengan dinding sel
hewan.
Spora. Jamur dapat membentuk spora
Reproduksi. Jamur mampu melakukan reproduksi seksual maupun
reproduksi aseksual.
Resistensi Jamur resisten terhadap antibiotika
Morfologi jamur patogen
518
Jamur patogen dapat berbentuk sebagai ragi (yeast) atau sebagai hifa
(hyphae) yang merupakan satuan filamen jamur. Kumpulan hifa (hypha)
disebut miselium (mycelium).
Metula (jamak: metulae). Metula adalah sel steril yang terletak di bawah
phialide pada beberapa spesies Aspergillus dan Penicillium.
Gambar 276. Candida albicans, jamur dimorfik stadium ragi dan hifa
(http://pathmicro.med.sc.edu/mycology/mycology-1.htm)
Candida albicans adalah jamur mirip ragi (yeast like fungus) yang terdapat di
kulit manusia, saluran napas atas, saluran pencernaan dan saluran genital
perempuan. Jamur ini mempunyai siklus hidup dimorfik dengan stadium ragi
dan stadium hifa. Ragi membentuk hifa dan pseudohifa. Pseudohifa akan
memperpanjang sel ragi dengan membentuk tunas ke ujung sel atau ke arah
lateral.
(b). Hifa
521
atau konidia. Kapang membentuk berbagai jenis konidia yang tumbuh pada
filament jamur atau hifa khusus atau konidiofor. Banyak kapang yang dapat
diidentifikasi dengan melihat morfologi spora dan susunannya pada hifa.
Kumpulan dari hifa disebut miselium (mycelium). Terdapat dua jenis hifa,
yaitu hifa yang tidak bersekat (non-septate atau coenocytic) dan hifa yang
bersekat (septate). Septa membagi hifa menjadi ruangan-ruangan tetapi tidak
sampai ke dalam sel.
Jamur tak bersekat merupakan ciri khas Zygomycetes yang primitif karena
jika bagian tepi hifa mengalami kerusakan, seluruh bagian tepi sel akan mati.
Jamur bersekat merupakan ciri khas Basidiomycetes dan Ascomycetes
(termasuk disini adalah Hyphomycetes atau fungi konidial (conidial fungi).
Jika tepi sekat hifa rusak, pori antara ruangan yang berdekatan dapat
disumbat sehingga dapat dicegah kematian pada seluruh bagian tepi hifa.
Beberapa jenis fungi yang mempunyai bentuk ragi maupun bentuk miselium
disebut fungi dimorfik.
Fungi dimorfik. Fungi dimorfik mempunyai dua bentuk, yaitu bentuk ragi
(yeast) dan bentuk miselium (mycelium).
522
Terdapat dua tipe dasar reproduksi pada jamur, yaitu tipe seksual dan tipe
aseksual.
(a). Reproduksi seksual. Tipe reproduksi ini terjadi melalui fusi dua inti dan
kemudian mengalami meiosis. Metoda reproduksi seksual meliputi
plasmogamy (terjadi fusi sitoplasma dua sel), karyogamy (terjadi fusi dua inti),
rekombinasi genetik dan meiosis. Hasilnya berupa spora haploid yang
merupakan spora seksual, misalnya zygospore, ascospore dan basidiospore.
Jika spora seksual hanya diproduksi oleh fusi satu inti dari satu tipe
perkawinan (mating) dengan satu inti dari tipe perkawinan lainnya (strain +
dan strain - ), jamur disebut sebagai heterotali (heterothalli). Sebaliknya,
jamur homotalik menghasilkan spora seksual diikuti terjadinya fusi dua inti
dari strain yang sama.
523
Dasar klasifikasi jamur adalah pada cara reproduksi spora atau reproduksi
seksual dan adanya tiga subdivisi utama, yaitu Basidiomycotina, Zygomycota
dan Ascomycotina. Selain itu terdapat kelas Hyphomycetes yang patogen
untuk manusia .
akibat termakan toksin (keracunan jamur) dan infeksi yang merupakan invasi
jamur pada jaringan yang menyebabkan terjadinya respon hospes.
Media Kultur jamur. Berbagai media kultur untuk jamur antara lain adalah:
Sabouraud's Dextrose Agar (untuk ragi dan mold ), Dixon's Agar
(Malassezia furfur), Czapek Dox Agar (untuk Aspergillus dan
Penicillium), Cornmeal Glucose Sucrose Yeast Extract Agar untuk
Zygomycetes, Sabouraud's Dextrose Agar untuk Dermatophytes. Selain
itu dilakukan Hair Perforation Test pada dermatophytes, dan Rice Grain
Medium untuk Microsporum.
7.6.1. DERMATOPHYTES
(a). Microsporum
Morfologi Microsporum
Gambaran makroskopis. Microsporum yang tumbuh pada Sabouraud’s
0
dextrose agar pada suhu 25 C membentuk koloni yang berbulu atau
bertepung dengan garis tengah 1-9 cm sesudah masa inkubasi 7 hari. Warna
koloni tergantung pada spesiesnya, bisa berwarna putih, kelabu atau kuning
dan cklat muda. Warna koloni dari bagian bawah tampak berwarna kuning
sampai coklat kemerahan. Perbedaan morfologi makroskopik dan warna
koloni digunakan untuk diferensiasi interspesies. Selain itu dengan uji
perforasi rambut in vitro (uji kemampuan tumbuh
pada butiran beras) pada suhu 370C dapat dilakukan diferensiasi spesies
Microsporum.
1. Microsporum canis
Spesies jamur ini menunjukkan karakter sebagai berikut:
Bersifat zoofilik. Hospes reservoir yang umum terinfeksi adalah kucing
dan anjing.
Makrokonidia berbentuk kumparan (spindle) yang terdiri dari 5-15 sel,
tak rata, berdinding tebal dan sering terdapat tonjolan diujungnya
(terminal knob).
Koloni rata, berwarna putih sampai kuning krim. Permukaan seperti
kapas tebal, bagian belakang (reverse) membentuk pigmen berwarna
keemasan; ada strain yang tidak membentuk pigmen.
Invasi rambut ektotriks pada uji perforasi rambut pada butiran beras
terpoles positif; pertumbuhan dan sporulasi berlebihan.
Hospes reservoir M.canis adalah kucing dan anjing. Pada manusia jamur ini
menyebabkan tinea capitis dan tinea corporis. Pada orang dengan
immunocompromised kadang-kadang terjadi lesi mirip-misetoma.
M.canis tumbuh cepat pada medium Sabouraud dextrose agar yang
diinkubasi pada 25 0 C selama 7 hari, dengan garis tengah
koloni antara 3-9 cm. Tekstur koloni seperti kapas atau wool dan permukaan
datar atau berlekuk radial. Koloni berwarna putih sampai kekuningan dari atas
sedangkan dari bawah tampak berwarna kuning keemasan sampai kuning
kecoklatan. M.canis yang tumbuh di butiran beras, membentuk pigmen
berwarna kuning. Berbeda dari M.audouinii, jamur M.canis menunjukkan uji
perforasi rambut (perforating hair test) dan tumbuh pada beras yang sudah
dipoles.
Beberapa strain tidak membentuk pigmen.
533
2. Microsporum gypseum
Jamur M.gypseum bersifat geofilik, hidup di tanah. Bentuk seksual jamur ini
(teleomorph) adalah Arthroderma gypseum dan A.incurvatum. Pada
534
.
Gambar 283. Makrokonidia Microsporum gypseum
(http://www.vetmed.wisc.edu)
535
Gejala Klinik. Jamur geofilik yang luas sebarannya ini dapat menyebabkan
dermatofitosis pada hewan dan manusia, terutama anak-anak dan pekerja di
daerah pedesaan selama musim panas yang lembab. Lesi yang terjadi pada
kulit dan kulit kepala berupa radang tunggal. Rambut yang terserang
menunjukkan infeksi di bagian luar rambut (ectothrix), yang dengan alat sinar
ultraviolet lampu Wood tidak menunjukkan fluoresensi
3. Microsporum nanum
M.nanum adalah jamur geofilik dan zoofilik yang sering menyebabkan lesi
keradangan kronik pada babi dan kadang-kadang menimbulkan tinea pada
manusia tersebar luas di
Koloni jamur ini datar, berwarna krim dengan tekstur permukaan seperti
bedak Di bagian baliknya (reverse) berwarna coklat tua kemerahan. Koloni
muda membentuk pigmen merah kecoklatan yang berubah menjadi coklat
tua kemerahan sesuai dengan umur koloni.
536
(b). Trichophyton
Mikrokonidia: sferis, piriform atau bentuk tak teratur, ukuran dari 2-3x2-
4 mm. Adanya mikrokonidia membedakannya dari Epidermophyton.
Kultur biakan jamur penting untuk melakukan identifikasi jamur.
Spesies T.rubrum, T.mentagrophytes dan T.verrucosum pada medium
tertentu kadang-kadang membentuk konidia.
1. Trichophyton rubrum
538
Pada spesies ini terdapat dua tipe, yaitu tipe berambut dan tipe granular.
T.rubrum tipe berambut (downy type). Tipe ini bersifat antropofilik. Sebagian
besar kultur jarang menunjukkan adanya mikrokonidia yang berbentuk
piriform. Biasanya tidak terbentuk makrokonidia. Koloni pipih atau agak
meninggi, berwarna putih kekuningan, sedangkan dibaliknya koloni berwarna
kuning-coklat atau coklat kemerahan. Pada isolasi primer, kultur ada yang
tidak menunjukkan pigmentasi dibaliknya dan tidak membentuk mikrokonidia..
T.rubrum tipe granuler. Tipe ini bersifat antropofilik, merupakan strain induk
dari downy type. Banyak kultur jamur ini membentuk mikrokonidia yang
piriform dan sejumlah makrokonidia yang silindris dan langsing, dengan
dinding tipis yang halus dan multisepta. Koloni yang terbentuk pipih atau agak
meninggi, berwarna putih kekuningan (krim), dan di bagian balik koloni
(reverse) berwarna merah muda. Dapat
terbentuk strain antara (intermediate) dua tipe yang kultur dan karakter
morfologinya saling menutupi (overlapping).
2. Trichophyton mentagrophytes
Terdapat dua varian T.mentagrophyte yaitu varian interdigitale dan varian
mentagrophyte.
T.mentagrophytes var.interdigitale. Jamur ini bersifat antropofilik, mempunyai
banyak mikrokonidia, berbentuk piriform atau subsferis, kadang-kadang
terdapat hifa spiral dengan klamidokonidia sferis yang lebih banyak jumlahnya
pada kultur yang lebih tua. Kadang-kadang pada beberapa kultur terdapat
makrokonidia yang berdinding halus, langsing dan multisepta.
Koloni jamur biasanya rata, berwarna putih sampai kuning tua (krim), dengan
permukaan koloni yang seperti tepung, sedangkan di baliknya, koloni
membentuk pigmen berwarna coklat merah muda, yang menjadi coklat merah
tua dengan bertambah tuanya koloni.
Identifikasi jamur ditentukan oleh karakter koloni, morfologi mikroskopis dan
perforasi in vitro pada rambut manusia.
539
3.Trichophyton tonsurans
Jamur yang bersifat antropofilik ini mempunyai gambaran morfologi sebagai
berikut:
Hife lebar, tak teratur, banyak bercabang, dan banyak septa.
Mikrokonidia mempunyai bentuk dan ukuran yang bervariasi, langsing
sampai piriform lebar, terjadi di sudut hifa, tidak dapat diwarnai dengan
lactophenol cotton blue. Pada kultur tua banyak ditemukan
mikrokonidia berukuran besar.
Makroknidia sangat jarang dijumpai, halus dan langsing, dengan
dinding tipis yang tak teratur.
Klamidokonidia berukuran besar banyak ditemukan pada kultur tua.
Koloni bervariasi tekstur dan warnanya dengan permukaan koloni
bertepung (powdery colony), rata yang meninggi di bagian tengah,
sering ditemukan cekungan yang tersusun radial. Warna koloni
540
bertingkat dari kuning pucat sampai coklat tua. Warna koloni dibaliknya
(reverse) dari coklat kekuningan sampai coklat kemerahan atau coklat
tua.
Identifikasi jamur ditentukan melalui morfologi mikroskopi, karakter
kultur, invasi endotriks rambut dan kebutuhan partial thiamin.
4. Trichophyton violaceum
Spesies jamur ini bersifat antropofilik dan memiliki karakter sebagai berikut:
Hifa lebar, berkelok-kelok, banyak bercabang. Konidia biasanya tidak
terlihat, meskipun kadang-kadang mikrokonidia berbentuk piriform
yang dapat dilihat
5. Trichophyton verrucosum
Spesies ini bersifat zoofilik pada sapi, yang menunjukkan karakter sebagai
berikut.
Semua strain membentuk rantai klamidokonidia yang khas seperti
mutiara, jika dibiakkan pada brain heart infusion broth yang
mengandung para-amino benzoic acid (PABA) dan agar pada 370C.
541
(c). Epidermophyton
1. Epidermophyton floccosum
Spesies ini bersifat antropofilik, hanya menginfeksi manusia. Selain itu jamur
ini mempunyai karakter sebagai berikut:
Pertumbuhan lambat, koloni berwarna coklat kehijauan atau coklat
muda, meninggi dan melipat di bagian tengah
Di bagian bawah (reverse), jamur berwarna coklat kekuningan
Makrokonidia berdinding halus, tipis, berbentuk tongkat (club shaped),
sering berkelompok, dan tumbuh langsung dari hifa.
Makrokonidia pada koloni tua cepat melakukan transformasi menjadi
gelembung besar (“balloon”) klamidokonidia dan pada kultur tua
bersifat pleomorfik.
Tidak membentuk mikrokonidia.
542
Yeast atau ragi, adalah jamur yang tumbuh sebagai organisme yang
mempunyai satu sel, yang memperbanyak diri dengan cara membentuk tunas
(budding) disebut budding yeast , atau melalui pembelahan sel (binary
fission) disebut fission yeast. Morfologinya
berbeda dengan sebagian besar jamur yang tumbuh sebagai hifa yang
menyerupai benang. Meskipun demikian ada jamur dimorfik (dimorphic fungi)
misalnya Candida albicans yang mempunyai dua fase, yaitu fase ragi dan
fase hifa.
Candida albicans adalah jamur dimorfik yang tumbuh pada suhu 37 0C.
Habitat normalnya adalah membrana mukosa manusia dan hewan berdarah
panas, dimana jamur tumbuh sebagai ragi (yeast ) dan menyebabkan sedikit
kelainan atau tanpa kerusakan apapun. Pada 50% manusia, jamur ini dapat
ditemukan pada mukosa mulut, usus, vagina, dan kadang-kadang dapat
diisolasi dari permukaan kulit.
545
Organisme RG-3
Jamur ini adalah kelompok jamur yang tidak membentuk pigmen berwarna
gelap, sehingga koloni yang terbentuk tidak berwarna atau berwarna terang.
Termasuk dalam kelompok ini adalah jamur penyebab hyalohyphomycosis
misalnya Fusarium, Geotrichum, Madurella, Penicilium Scedosporium, dan
Aspergillus dermatophytosis dan jamur dimorfik, misalnya Histoplasma
capsulatum.
Struktur septa
Bentuk :sferis, subsferis,piriform, ellips, dsb.
Ukuran: kurang dari 10 mm, dsb. warna dan tekstur dinding sel
Pembentukan Septa : ameroconidium (satu sel), didymoconidium (dua
sel),dsb.
Warna: tidak berpigmen, berpigmen gelap.
Tekstur dinding: halus, kasar, dsb.
Tipe konidia: mikro dan makro.
(d). Tipe sel konidiogen: apakah seperti hifa, phialide (konidia terbentuk
melebar di dasar sel konidiogen), annelide, porogenus, dsb.
Dematiaceous Hyphomycetes
Coelomycetes
Jamur ini konidianya terbentuk di dalam rongga yang dibatasi oleh jaringan
jamur atau hospes Pembentukan konidia di dalam rongga ini
membedakannya dari hyphomycetes yang konidianya “telanjang”. Pycnidium
yang berisi konidia harus dibedakan dari ascocarp yang berisi spora haploid.
Zygomycetes
Basidiomycetes
Koloni jamur ini pada 2% malt extract agar tumbuh menyebar, seperti wool,
berwarna putih sampai coklat kelabu, segera membentuk fruiting bodies
berbentuk ginjal yang dapat dilihat. Hifa tak berwarna, lebar, dengan basidia
mengandung 4 basidiospora pada sterigmata yang tegak. Basidiospora tak
berwarna, berdinding halus, berukuran 6-7 x 2-3 μm.
7. 7. PENYAKIT-PENYAKIT JAMUR
Infeksi jamur dapat dikelompokkan dalam infeksi jamur di kulit dan infeksi
jamur sistemik. Infeksi kulit oleh jamur dapat berbentuk mikosis superfisial,
mikosis kutan, dan mikosis subkutan.
Infeksi sistemik jamur dapat dikelompokkan menjadi mikosis sistemik
dimorfik dan mikosis sistemik oportunistik.
A. Mikosis superfisial
Infeksi kulit terjadi pada permukaan kulit dan rambut dan tidak ada jaringan
hidup yang terinfeksi sehingga tidak terjadi perubahan patologis. Tidak ada
respon seluler dari hospes sehingga penderita umumnya tidak menaruh
perhatian pada penyakit yang dideritanya. Termasuk mikosis superfisial
adalah pityriasis versicolor, tinea nigra,
1. Pityriasis versicolor
Penyebab mikosis yang juga disebut Tinea versicolor ini adalah Malassezia
furfur, suatu jamur lipofilik yang merupakan flora normal kulit manusia.
Penyakit jamur superfisial yang berlangsung kronis ini menunjukkan
gambaran kulit yang khas berupa lesi kulit yang berbatas jelas berwarna
putih, merah muda, kecoklatan, yang tertutup sisik tipis seperti bulu. Lesi
terdapat di badan, bahu, dan tangan, jarang dijumpai di leher dan wajah.
Pada pengamatan dengan lampu ultaviolet Wood, lesi menunjukkan warna
fluoresen yang hijau pucat. Pityriasis versicolor tersebar luas di seluruh dunia,
terutama di daerah tropis. Dewasa muda lebih sering terinfeksi, meskipun
semua umur dapat menderita mikosis ini.
Pada penderita tinea versicolor dengan faktor-faktor predisposisi (misalnya
genetik dan endokrin) dapat menyebabkan terjadinya seborrhoeic dermatitis
dengan gejala
Gambar 292. Biakan Malassezia furfur pada medium agar Dixon yang
mengandung gliserol monooleat (http://www.mycology.adelaide.edu.au)
2. Tinea nigra
Infeksi jamur superfisial dengan kelainan kulit berupa makula coklat sampai
hitam yang biasanya terdapat di daerah palmar tangan dan kadang-kadang di
daerah plantar dan permukaan kulit lainnya. Sebaran infeksi ini di seluruh
552
dunia terutama di Amerika Tengah dan Selatan, Afrika, Asia Tenggara dan
Australia. Penyebabnya adalah Hortaea (Phaeoannellomyces) werneckii
jamur saprofit yang ada di tanah, humus, kompos dan kayu di daerah tropis
dan subtropis yang lembab.
Gejala klinis. Lesi kulit berupa makula berwarna coklat sampai hitam yang
biasanya terjadi di daerah palmar dan kadang-kadang plantar dan permukaan
kulit yang lain. Lesi bukan reaksi radang dan tidak membentuk sisik.
Penularan antar anggota keluarga dapat terjadi.
Gambar 295. Pemeriksaan kerokan kulit pada Tinea nigra dengan KOH 10%
menunjukkan pigmen coklat sampai hitam kehijauan
(http://www.mycology.adelaide.edu.au/Mycoses/Superficial/Tineanigra)
3. Piedra putih
Piedra putih adalah infeksi jamur superficial pada kelompok rambut yang
disebabkan oleh Trichophyton beigelii. Rambut yang terinfeksi membentuk
nodul berwarna putih kelabu di sepanjang kelompok rambut, dan umumnya
tidak terdapt kelainan patologik lainnya. Piedra putih terdapat di seluruh
dunia, terutama di daerah tropis dan subtropis.
nodul berwarna putih atau coklat muda, berukuran panjang 1.0-1.5 mm,
bentuknya tidak beraturan, lunak, melekat kuat pada rambut.
menggunakan 10% KOH dan tinta Parker. Perhatikan juga nodul lunak
berwarna putih atau coklat muda, tidak beraturan, berukuran panjang 1.0-1.5
mm yang melekat kuat pada rambut. Fragmen rambut ditanam pada media
isolasi primer, misalnya Sabouraud’s dextrose agar, akan menumbuhkan
koloni Trichophyton beigelii yang berwarna putih atau kekuningan, halus,
berkerut-kerut, seperti beludru, koloni yang suram (dull) dengan rumbai-
rumbai miselium.
4. Piedra hitam
Piedra hitam merupakan infeksi jamur superfisial pada rambut oleh Piedra
hortae jamur ascomycetes yang membentuk nodul hitam keras pada rambut
kepala, tetapi dapat juga terlihat di kumis, janggut dan rambut pubis.
Penderita piedra hitam terutama adalah dewasa muda dan dapat terjadi di
lingkungan keluarga karena penggunaan bersama sisir dan sikat rambut.
Penyakit ini banyak dilaporkan dari Amerika Tengah, Amerika Selatan dan
dari Asia Tenggara.
(1). Dermatofitosis
Infeksi yang terjadi pada kulit kepala dan kuku ini disebabkan oleh kelompok
jamur yang disebut dermatophyte yang
memanfaatkan keratin sebagai sumber nutrisi karena jamur ini mempunyai
enzim keratinase.
dan respon keradangan eksimatus oleh hospes. Tipe dan beratnya respons
hospes tergantung pada spesies dan strain dermatophyt penyebab infeksi.
Penyakit-penyakit dermatofitosis
Berdasar pada tempat terjadinya infeksi, dermatofitosis meliputi Tinea pedia,
Tinea cruris, Tinea corporis dan Tinea capitis.
a. Tinea pedis
Infeksi oleh dermatofit antropofilik ini biasanya disebabkan oleh sisik kulit
yang terlepas yang mengandung elemen hifa (arthroconidia) jamur. Sisik kulit
yang lepas ini dapat tetap infektif berbulan-bulan sampai bertahun-tahun di
lingkungan.
Substrat seperti karpet dan tikar merupakan vektor pembawa sisik kulit yang
baik yang menularkan dermatofit seperti Trichophyton rubrum, T.interdigitale
dan Epidermophyton
b. Tinea cruris
558
c. Tinea unguium
Infeksi pada kuku (dermatophyte onychomycosis) ini terutama disebabkan
oleh T.rubrum dan T.interdigitale. Onikomikosis di Australia, Inggris dan USA
dengan insiden sekitar 3% populasi, dapat meningkat sampai 5% pada orang
berusia lanjut. Pada kelompok pekerja tambang, olahragawan, dan kelompok
yang sering menggunakan perlengkapan bersama, insidens bisa meningkat
sampai 20%.
d. Tinea corporis
Tinea corporis merupakan dermatofitosis pada kulit badan yang disebabkan
oleh T.rubrum antropofilik yang menyebar dari bagian tubuh yang lain atau
disebabkan oleh spesies geofilik
dan zoofilik, misalnya M.gypseum dan M.canis sesudah terjadi paparan
dengan tanah atau hewan yang tercemar jamur.
e. Tinea capitis
Pada dermatofitosis kulit kepala terjadi tiga tipe jenis invasi rambut, yaitu
invasi ektotriks, endotriks dan invasi tipe favus.
1. Invasi ektotriks (ectothrix). Pada invasi ektotriks, artrokonidia terbentuk
pada bagian luar dari tangkai rambut (hair shaft). Kutikel rambut
mengalami kerusakan dan rambut yang terinfeksi menunjukkan
559
Infeksi primer atau sekunder infeksi mikotik yang disebabkan oleh genus
Candida ini dapat mempunyai manifestasi yang akut, subakut atau kronik.
Pada orang sehat, infeksi Candida hanya terjadi jika terjadi kerusakan epitel
yang berperan pada pertahanan tubuh pada semua umur, terutama terjadi
pada bayi dan usia lanjut. Biasanya infeksi tetap terjadi superfisial yang
mudah diobati.
Gejala Klinis. Gejala klinik yang tampak berupa terbentuknya plak mirip
gumpalan susu pada mukosa rongga mulut dan kadang-kadang pada lidah,
gusi, palatum atau faring. Keluhan dapat tidak terjadi atau kadang-kadang
berupa mulut yang terasa kering atau terbakar, hilangnya rasa kecap, dan
sakit menelan.
Kandidiasis paling sering terjadi di aksila, lipat paha, lekukan antar payudara,
lipatan intergluteal, sela-sela jari dan umbilikus.
Daerah-daerah tersebut merupakan daerah predisposisi karena lembab,
hangat, daerah kulit yang sering mengalami gesekan dan lecet. Lesi
merupakan ruam kulit eritematus yang lembab dengan lesi satelit di sekitar
kulit yang sehat.
C. Mikosis subkutan
Mikosis subkutan bersifat kronis, merupakan infeksi yang terbatas pada kulit
dan jaringan subkutan, sesudah terjadi trauma implantasi (disertai
pencemaran) agen penyebab infeksi. Jamur penyebabnya adalah semua
jamur saprofit yang hidup di tanah yang mampu menyesuaikan diri dengan
lingkungan jaringan dan menimbulkan penyakit yang bermacam-macam
jenisnya.
Mucormycosis Rhizopus,Mucor,Absidia,
Rhizomucor,Saksenaea dll..
(a). Sporotrikosis
berat badan menurun dan terdapat lesi di lobus bagian atas. Hemoptisis
dapat terjadi yang jika berat dapat menyebabkan kematian.
silver). Dengan PAS dan GMS pada lesi kutan akan tampak Sporithrix
schencki bentuk sel ragi dengan tunasnya yang berukuran 2-5 μm.
(2). Kromoblastomikosis
Misetoma adalah infeksi jamur pada manusia dan hewan yang disebabkan
oleh jamur dan actinomycetes dengan gejala klinis berupa sinus yang
membengkak, berair dan mengeluarkan granul. Penyakit terjadi akibat trauma
yang terpapar jamur dan menyebabkan kelainan pada jaringan kutan dan
subkutan, fasia dan tulang kaki atau tangan. Cairan sinus yang bersifat
serosanguineus mengandung granul yang berbeda bentuk, warna dan
kekerasannya tergantung spesies penyebab misetoma.
Penyakit diawali dengan terjadinya nodul kecil, keras yang tidak terasa sakit,
yang kemudian melunak permukaannya dan membentuk ulkus yang
mengeluarkan cairan bernanah yang mengandung granul . Infeksi engan
perlahan menyebar ke jaringan disekitarnya, termasuk tulang yang sering
menimbulkan deformitas. Sinus selalu mengeluarkan cairan serosanguineus
yang mengandung granul yang ukuran, warna dan kekerasannya tergantung
pada spesies jamur penyebabnya. Adanya granul merupakan tanda khas
misetoma.
570
Gambar 305. Granul hitam pada nodul subkutan misetoma disebabkan oleh
Madurella mycetomatis (http://www.pathmicro.med.sc.edu)
571
Pengobatan. Misetoma dapat diobati dengan obat anti jamur imidazole yang
merupakan obat pilihan, yaitu ketoconazole. Selain itu dapat digunakan
itraconazole yang juga memberikan hasil memuaskan. Tindakan
pembedahan dapat dilakukan bersama-sama pemberian pengobatan medik.
Kombinasi tindakan medik dan tindakan pembedahan merupakan
penatalaksanaan yang dapat menjadi pilihan.
572
Lobomikosis adalah infeksi subepidermal yang kronis dan lokal dengan gejala
klinis terdapatnya keloid, verukoid, dengan lesi noduler atau kadang-kadang
terdapat plak berkerak dan tumor. Pada lesi terdapat massa sferoidal, dan
organisme berbentuk ragi sebagai Loboa loboi. Tidak ada penyebaran
sistemik.
Gambar 307. Lobomikosis dengan lesi verukoid yang luas pada kaki
(http://www.mycology.adelaide.edu.au/Mycoses/Subcutaneous/Lobomycosis )
Jaringan diperiksa menggunakan 10% KOH dan tinta Parker atau diperiksa
dengan pewarnaan Gram, PAS atau GMS.
Adanya rantai sel dengan pigmen gelap, organisme seperti ragi yang sferoid
bentuknya seperti Loboa loboi merupakan ciri lobomikosis.
(e). Phaeohyphomycosis
Feohiphomikosis adalah infeksi jamur pada manusia dan hewan rendah yang
disebabkan oleh jamur berpigmen coklat (dematiceaous) yang jaringannya
adalah miselium. Bentuk klinik penyakitnya berbeda dengan misetoma mikotik
yang penyebabnya adalah jamur pigmen coklat yang jaringannya berbentuk
butiran (grain) atau kromoblastomikosis yang
574
Manifestasi Klinik. Bentuk klinik mikosis ini dapat berupa infeksi superfisial
lokal pada stratum corneum (misalnya pada tinea nigra) dan kista subkutan
(kista feomikotik) atau sampai terjadi invasi ke otak.
(f). Zygomycosis
Infeksi yang disebabkan oleh Zygomycetes, jamur darat yang tumbuh cepat,
sebagian besar bersifat saprofit, tersebar kosmopolit. Meskipun ada sekitar
665 spesies, tetapi jarang yang patogen pada manusia.
Pada penderita debil, infeksi jamur berlangsung akut dan berat. Kelainan
terutama terjadi di daerah rhino-facial-cranial, paru, saluran gastrointestinal,
dan kulit dan kadang-kadang pada sistem organ yang lain..
Faktor risiko. Penyakit ini sering terjadi pada penderita diabetes asidosis
yang tak terkendali, kekurangan makan (malnutrisi) pada anak, luka bakar
berat dan kerusakan kulit lainnya, ketagihan obat melalui suntikan, dan
penyakit lain, misalnya leukemia/neutropenia, limfoma, penderita yang
mendapatkan terapi imunosupresif, pengguna sitotoksin dan kortikosteroid,
misalnya penderita kanker dan transplantasi. Tempat predileksi jamur pada
pembuluh darah sistem arteri menyebabkan terjadinya emboli dan nekrosis
jaringan sekitarnya. Berhasilnya terapi sangat tergantung pada cepatnya
diagnosis dan tatalaksana penyakit
Bahan pemeriksaan klinis dapat berupa kerokan kulit dari lesi subkutan,
sputum, biopsi dari lesi paru, cairan hidung, bahan kerokan dan aspirasi dari
(a). Histoplasmosis
Pemeriksaan mikroskopi
Untuk pemeriksaan mikroskopi dilakukan:
Kerokan kulit diperiksa menggunakan 10% KOH dan tinta Parker
Eksudat dan cairan tubuh dipusingkan dan endapan diperiksa dengan
10% KOH dan tinta Parker.
584
(b). Coccidioidomycosis
jaringan kutan dan subkutan. Coccidioides immitis adalah jamur yang hidup di
tanah, endemik di beberapa daerah kering yang curah hujannya rendah di
USA, Mexico, dan Amerika Selatan.
(c). Paracoccidioidomycosis
Parakoksidioidomikosis adalah penyakit granulomatosa kronik yang
menyebabkan infeksi paru primer, seringkali tidak jelas, yang kemudian
menyebar dan membentuk granulomata ulseratif di mukosa rongga mulut,
hidung dan kadang-kadang gastrointestinal. Perjalanan penyakit mirip
blastomikosis dan koksidioidomikosis. Penyebabnya, yaitu Paracoccidioides
brasiliensis mempunyai daerah sebaran yang terbatas di Amerika Tengah
dan Selatan.
(d). Blastomycosis
Bentuk klinis lain adalah blastomikosis urogenital yang meliputi infeksi pada
prostat, epididimis, atau testis. Penyebaran melalui darah dapat ke otak yang
menyebabkan meningitis, abses otak atau spinal. Organ lain dapat juga
mengalami infeksi berupa choroiditis dan endophthalmitis.
Pada penderita AIDS blastomikosis berlangsung berat dengan penyebaran
yang luas akibat terjadinya reaktifasi endogen infeksi yang terjadi
sebelumnya.
(a). Kerokan kulit diperiksa menggunakan 10% KOH dan tinta Parker.
(b). Eksudat dan cairan tubuh dipusingkan dan endapan yang terjadi diperiksa
menggunakan 10% KOH dan tinta Parker.
(c). Sediaan jaringan diwarnai dengan PAS, GMS atau pewarnaan Gram.
594
Tidak ada vaksin yang bisa digunakan untuk mencegah blastomikosis. Untuk
menghndari paparan dengan jamur, orang-orang dengan sistem imun yang
lemah sebaiknya menghindari daerah dengan banyak berpohon yang menjadi
tempat hidup jamur.
PERHATIAN !
Infeksi oleh jamur yang sebenarnya sangat rendah virulensinya yang bersifat
kosmopolit (tersebar luas di seluruh dunia), yang hanya menyerang penderita
yang mengalami gangguan pada sistem imunitas tubuhnya.
Meningkatnya insidens infeksi dengan jamur oportunis terjadi karena
banyaknya jamur yang menjadi penyebabnya, adanya peningkatan AIDS,
penyakit kanker yang lebih agresif, meningkatnya penggunaan kemoterapi
pasca transplantasi, antibiotika, sitotokain, obat-obatan imunosupresif,
kortikosteroid dan tindakan-tindakan yang menurunkan daya tahan tubuh.
Insidens
Penyakit Organisme penyebabnya
Sering
Candidiasis Candida albicans .
Jarang/ Sering
Cryptococcosis Cryptococcus neoformans
Jarang
Aspergillosis Aspergillus fumigatus dll
Jarang
Pseudallescheriasis Pseudallescheria boydii
Rhizopus, Mucor, Rhizomucor,
Zygomycosis Jarang
Absidia dll..
(Mucormycosis)
Penicillium, Paecilomyces,
Fusarium, Scopulariopsis
Hyalohyphomycosis Jarang
Beauveria, dll.
Cladosporium, Exophiala,
Wangiella,Bipolaris,
Phaeohyphomycosis Jarang
Exserohilum, Curvularia.
Jarang
Penicillosis marneffei Penicillium marneffei
Pada penderita dengan netropenia, semua jamur yang dapat tumbuh pada
suhu 370 C dan dapat masuk ke dalam aliran darah dapat menyebar ke
seluruh organ atau jaringan tubuh. Kandidiasis merupakan infeksi jamur yang
penyebaran terjadi melalui darah meningkat prevalensinya.
(a). Kandidiasis
dan hewan. Lingkungan yang menjadi sumber infeksi biasanya adalah air,
tanah, udarta dan tanaman yang tercemar dengan ekskreta manusia atau
hewan.
598
Kandidiasis sistemik umumnya terjadi pada orang dengan defisiensi imun cell
mediated, penderita dalam pengobatan kanker agresif atau mendapatkan
pengobatan imunosupresi atau yang mendapatkan terapi transplantasi.
Tabel 42. Penggunaan obat anti jamur terhadap Candida (Thursky and
Playford,2008)
(b). Kriptokokosis
600
Kriptokokosis adalah penyakit jamur yang kronis, subakut atau akut, pada
paru, sistemik atau meningitis, yang disebabkan oleh Cryptococcus
neoformans yang terjadi karena menghirup basidiospora dan atau sel ragi
kering jamur tersebut. Infeksi paru primer tidak menimbulkan gejala dan
biasanya subklinis. Jika terjadi penyebaran, jamur biasanya menyukai system
saraf pusat, dan dapat juga menyerang kulit, tulang dan organ visceral
lainnya. C.albidus, dan C.laurentii kadang-kadang juga dapat menyebabkan
penyakit pada manusia.
tulang kranial, veterbra dan dapat disertai artritis terutama pada sendi
lutut. Lesi tulang yang mengalami lisis tidak disertai reaksi periosteal,
tetapi bisa terjadi nyeri pada pergerakan.
Cryptococcus neoformans
C. neoformans adalah jamur mirip ragi yang berkapsul, yang ditemukan pada
sistem respirasi dan sistem saraf pada manusia dan hewan. C.neoformans
mempunyai dua varian, yang bisa dibedakan dengan teknik biokimia dan
tenik molekuler, yaitu C.neoformans var.neoformans dan C. neoformans var.
Gattii.. Varian neoformans (serotype A dan D) merupakan pathogen
oportunistik yang luas sebarannya di dunia, terutama pada penderita AIDS.
Jamur ini dapat diisolasi dari berbagai sumber alami terutama dari guano
burung merpati, dan juga didapatkan pada tinja burung kenari, dan kakaktua.
Jamur juga dapat diisolasi dari sayuran, buah dan sari buah, kayu, produk
susu dan tanah.
(a). Eksudat dan cairan tubuh dibuat sediaan basah tipis di bawah kaca
penutup menggunakan tinta India untuk menunjukkan sel ragi berkapsul.
Dahak dan nanah sesudah dicerna dengan 10% KOH sebelum diwarnai
dengan tinta India. Kerokan kulit diperiksa menggunakan 10% KOH dan tinta
Parker.
603
(c). Sediaan jaringan diwarnai dengan PAS,GMS dan pewarnaan H&E. Untuk
menunjukkan kapsul polisakarida dapat dilakukan pewarnaan dengan
mucicarmine. Perhatikan bentuk sel ragi bertunas (budding ) yang bulat atau
ovoid dikelilingi oleh kapsul gelatin.
Adanya sel ragi berkapsul di cairan serebrospinal, jaringan biopsi, darah atau
urine menunjukkan terjadinya kriptokokosis, meskipun tidak terlihat adanya
gejala klinik. Setiap orang yang menunjukkan adanya Cryptococcus pada
604
Gambar 324. Koloni C.neoformans pada Bird seed agar plate menunjukkan
warna cklat yang khas (
http://www.mycology.adelaide.edu.au/-/-/Crryptococcosis)
Pemeriksaan serologi
(d). Mucormycosis
Mukormikosis adalah infeksi yang disebabkan oleh jamur ordo Mucorales dan
Entomophthorales. Mula-mula istilah zigomikosis digunakan terhadap infeksi
jamur invasif oleh kelas Zygomycetes dari ordo Mucorales dan
Entomophthorales. Karena infeksi jamur invasif pada manusia pada saat ini
terutama disebabkan oleh jamur Mucorales, maka sekarang digunakan istilah
Mucormikosis (Mucormycosis)..
Jamur penyebab mukormikosis banyak ditemukan di lingkungan pada buah,
roti dan umumnya menjadi bagian dari sampah organik yang membusuk.
Spesies Rhizopus adalah penyebab mukormikosis paling sering, sedangkan
spesies dari genera lainnya adalah Mucor, Cunninghamella, Apophysomyces.
Absidia, Saksenaea dan Rhizomucor. Dari Entomophthorales yang dapat
menyebabkan penyakit pada manusia adalah Basidiobolus ranarum dan
Conidiobolus coronatus, terutama menyebabkan infeksi pada mukosa hidung
dan jaringan subkutan. Organisme-organisme ini ada di mana-mana dan
biasanya bersifat saprofitik yang jarang menyebabkan penyakit pada orang
606
dengan sistem imun yang normal. Tetapi jamur Mucorales ini merupakan
penyebab tersering nomor tiga dari infeksi jamur invasif pada penderita
dengan gangguan sistem imun (immunocompromised)
terutama pada penerima atau resipien transplantasi dan penderita dengan
keganasan hematologik.
Sebagian besar infeksi mukormikosis dapat mengancam jiwa penderita,
terutama yang mempunyai faktor risiko, misalnya penderita dengan diabetes
ketoasidosis dan neutropenia. Infeksi berat pada sinus fasial yang menjalar
ke otak sering terjadi. Pada penderita dengan daya tahan tubuh yang rendah,
zygomikosis dapat berlangsung akut dan berat. Penyakit terutama meliputi
daerah rhino-facial-cranial, paru, saluran gastrointestinal, kulit, dan kadang-
kadang pada sistem organ lainnya. Mikosis ini sering dikaitkan dengan
diabetes asidosis, anak dengam malnutrisi, penderita dengan luka baker
berat, dan penyakit lain seperti leukemia, limfoma, terapi imunosupresif, atau
penggunaan sitotoksin dan kortikosteroid.
Jamur Mucorales sering ditemukan di pembuluh darah sistem arteri sehingga
menyebabkan terjadinya emboli dan menimbulkan nekrosis pada jaringan di
sekitarnya.
Zygomikosis subkutan biasanya disebabkan oleh paparan traumatik dan lesi
berupa bercak, pustule, ulserasi, abses dalam dan bercak nekrotik. Pada
hospes imunokompeten, lesi biasanya terdapat lokal di sekitar tempat
inokulasi dan umumnya dapat diatasi dengan amphotericin B. Jamur
mempunyai predileksi untuk menginvasi pembuluh darah arteri,
menyebabkan embolisasi dan nekrosis di jaringan sekitarnya.
Jamur pathogen untuk manusia ini banyak terdapat di tanah dan sampah
tanaman dan menyebabkan zygomikosis paru, rhinocerebral, sistem saraf
pusat dan kutan serta penyebaran ke organ-organ lainnya.
Apophysomyces elegans
Patogen yang jarang menyebabkan penyakit pada manusia biasanya
menyebabkan lesi invasif sesudah terjadi paparan traumatik pada kulit. Jamur
yang hidup di tanah ini tersebar di daerah tropis dan subtropis mempunyai
morfologi sporangium berbentuk “cocktail glass” dengan penebalan subapikal
dari sporangiophore. Jamur tumbuh cepat pada suhu 42 0C.
Basidiobolus ranarum
Jamur ini menyebabkan keradangan kronis atau lesi subkutan
granulomatosus terbatas pada badan, dada, punggung atau pantat; infeksi
primer pada anak terutama laki-laki. Jamur yang tersebar di daerah tropis
dan ditemukan di sampah busuk tanaman dan usus amfibi.
Zygospora yang terbentuk banyak jumlahnya; konidia tersebar dari
sporophora dengan kuat.
Conidiobolus coronatus
Spesies ini adalah penyebab penyakit keradangan atau granulomata kronis
yang terbatas di daerah submukosa hidung dengan terjadinya polip atau
masa submukosa. Sebaran jamur ini di seluruh dunia, terutama di daerah
hutan hujan tropis di Afrika. Konidia mempunyai tonjolan-tonjolan mirip
rambut (villae) dan papillae yang jelas tersebar dengan kuat .
Cunninghamella bertholletiae
Jarang menyebabkan zigomikosis pada manusia dan terjadi sesudah trauma
pada individu dengan imunosupresi Jamur yang banyak terdapat di tanah di
daerah subtropis ini membentuk sporangiola satu sel pada pembesaran di
daerah terminal atau vesikel di bagian lateral, tumbuh cepat pada suhu 40 0C.
608
Mucor
Jamur ini jarang menyebabkan zigomikosis pada manusia, yaitu oleh
M.indicus, M.ramosissimus, dan M.circinelloides. Sporangium berukuran
besar, sferis, dan non apophysate, dengan columellae yang jelas dan
collarete yang nyata sesudah penyebaran sporangiospora. Tidak terdapat
stolon dan rhizoid.
Rhizomucor pusillus
Patogen yang jarang menyebabkan zigomikosis paru, kulit atau menyebar ini
tersebar luas di seluruh dunia di tempat penimbunan sampah, dan tumbuh
dengan cepat pada suhu 450C. Jamur membentuk stolon dan rhizoid yang
kecil, dengan sporangiophore yang bercabang dengan septum di bawah
sporangium, sporangium yang berwarna gelap tanpa apophyse dan dinding
sporangiospora yang halus.
Rhizopus oryzae
Jamur ini merupakan penyebab umum dari zigomikosis dan rhinoserebral.
Jamur tersebar luas di seluruh dunia, hidup di tanah dan sampah tanaman
dan bahan makanan busuk dan kotoran hewan dan burung. Tumbuh cepat
pada suhu 400C. Sporangiophore dengan tinggi sering lebih dari 1 mm,
membentuk rhizoid dengan sporangium berukuran garis tengah 100-200 µm
dengan columella dan apophyse yang nyata.
Saksenaea vasiformis
Patogen yang jarang menginfeksi manusia ini biasanya terjadi melalui lesi
invasif akibat trauma pada kulit. Jamur yang hidup di tanah di seluruh dunia
ini mempunyai sporangia berbentuk botol dengan leher panjang; columella
dan apophysa yang ada tumbuh tunggal atau berpasangan dari cabang
dichotomy, dengan rhizoid yang berpigmen gelap.
609
(e). Aspergilosis
Aspergilosis paru invasif akut. Penyakit ini lebih sering ditemukan sebagai
predisposisi pada neutropenia yang lama, terutama pada penderita leukemia,
atau pada penderita
612
yang yang primer terjadi penderita imunosupresi dan bentuk. Bentuk terakhir
ini menunjukkan gambaran klinik mirip gejala pada zigomikosis rinoserebral
dengan gejala demam, rhinitis, dan tanda invasi ke dalam orbita.
Aspergilosis kutan jarang terjadi yang biasanya terjadi akibat penyebaran dari
infeksi paru primer pada penderita dengan imunosupresi Infeksi primer
aspergilosis bisa terjadi akibat trauma atau kolonisasi. Gambaran lesi yang
tampak berupa papul eritematus atau macula dengan nekrosis sentral yang
progresif.
Vesikel, phialide, metula (jika ada) dan konidia membentuk kepala konidia.
Konidia yang satu sel, berdinding halus atau kasar, tidak berwarna (hyaline)
atau berpigmen, membentuk rantai panjang yang divergen (memancar) atau
mengelompok pada kolom yang kompak (kolumnar).
Karena jamur ini merupakan kontaminan udara lingkungan, kultur positif pada
sediaan yang tidak steril, misalnya dahak, belum bisa dijadikan bukti sebagai
penyebab infeksi. Meskipun demikian ditemukannya Aspergillus terutama
A.flavus dan A.fumigatus pada dahak penderita dengan infeksi predisposisi
harus diikuti terapi anti jamur. Penderita dengan aspergilosis paru yang
invasif, meskipun kultur dahaknya negatif, harus dilakukan biopsi paru untuk
memastikan diagnosis.
615
(e). Hyalohyphomycosis
Penicillium. Koloni hifa jamur ini tumbuh dengan cepat, pipih, berwarna putih,
seperti beledu (velvety). Pada koloni yang matur tampak pigmen berwarna
merah. Bentuk lumut (mold form) yang tumbuh pada suhu 25-30 0C sama
dengan Penicillium lainnya, mempunyai hifa yang bersepta dan konidia yang
halus di atas phialide yang keluar dari metula. Konidiofor mempunyai 4-5
metula, yang masing-masing metula mempunyai 4-6 phialide.
Bentuk ragi (yeast form) yang tumbuh pada suhu 35-37 0C berbentuk bulat
atau oval mempunyai garis tengah 3-7 μm; ragi diproduksi dengan cara
membelah diri.
Penicillium marneffei bersifat dimorfisme termal yang berbentuk ragi jika
dibiakkan pada suhu 370C dan berbentuk lumut jika dibiakkan pada suhu di
bawah 300C.
Diagnosis Laboratorium
Bahan pemeriksaan berupa kerokan kulit dan kuku, urine, dahak dan cucian
bronkial, cairan serebrospinal, cairan pleura dan darah. Selain itu juga biopsi
jaringan dari berbagai organ viseral dan ujung kateter.
(b). Eksudat dan cairan tubuh dipusingkan lebih dahulu dan endapan yang
terjadi diperiksa dengan pewarnaan PAS
618
digest, GMA atau pewarnaan Gram. Elemen hifa sukar diperiksa dengan
pewarnaan H&E.
Penyakit penisilosis
Penyebab penyakit ini antara lain adalah Penicillium marneffei yang endemik
di Asia Tenggara, terutama di Thailand Utara, Vietnam, Hongkong dan Cina
Selatan yang banyak menimbulkan infeksi pada orang dengan
immunocompromised dan jarang terjadi pada penderita yang
imunokompeten. Koloni hifa tumbuh dengan cepat, pipih, berwarna putih,
seperti beledu (velvety). Pada koloni yang matur tampak pigmen berwarna
merah.
Bentuk lumut (mold form) yang tumbuh pada suhu 25-30 0C sama dengan
Penicillium lainnya, mempunyai hifa yang bersepta dan konidia yang halus di
atas phialide yang keluar dari metula. Konidiofor mempunyai 4-5 metula, yang
masing-masing metula mempunyai 4-6 phialide.
619
Bentuk ragi (yeast form) yang tumbuh pada suhu 35-37 0C berbentuk bulat
atau oval mempunyai garis tengah 3-7 μm; ragi diproduksi dengan cara
membelah diri.
P.marneffei bersifat dimorfisme termal yang berbentuk ragi jika dibiakkan
pada suhu 370C dan berbentuk lumut jika dibiakkan pada suhu di bawah
300C.
Faktor predisposisi penicilliosis antara lain adalah AIDS, kelainan
limfoproliferatif, bronkiektasi, tuberkulosis, penyakit autoimun dan pengobatan
kortikosteroid.
Pada sediaan jaringan, sel mirip-ragi berukuran kecil, berbentuk lonjong atau
elips, dengan garis tengah 3 µm terbungkus di dalam histiosit atau tersebar di
semua bagian jaringan. Kadang-kadang sel berbentuk sosis, berukuran besar
dengan panjang sampai 8 µm, yang bisa mempunyai septa tersendiri. Pada
sediaan jaringan, untuk melihat dengan jelas sel mirip-ragi digunakan
pewarnaan GMS, bukan dengan pewarnaan H&E.
Biakan atau kultur. Sediaan klinik diinokulasikan pada media isolasi primer,
misalnya Sabouraud’s dextrose agar. Biakan jamur saprofit Penicillium sp.
umumnya berwarna hijau dengan koloni berwarna kuning kemerahan. Pada
koloni P.marneffei terdapat pembentukan pigmen berwarna merah yang
menyebar (difus).
Diagnosis penisiliosis
Geotrichum candidum
Patogen oportunistik ini jarang menimbulkan infeksi paru dan bronchial,
infeksi oral atau vaginal, infeksi kutan dan gastrointestinal. Jamur ini tersebar
luas di seluruh dunia, membentuk rantai hialin, artrokonidia satu sel yang
berbentuk silindris, yang terbagi menjadi beberapa fragmen oleh hifa.
Lesi di luar paru dapat dialami sebagian kecil penderita, terjadi di nodus limfe,
limpa, hati dan sumsum tulang. Jika tidak diobati, PCP dapat menyebabkan
kerusakan paru yang berat yang dapat menyebabkan kematian penderita.
Komplikasi PCP yang sering terjadi adalah pneumothorax dengan gejala sakit
dada yang akut disertai gangguan pernapasan.
( g). Phaeohyphomycosis
Manifestasi Klinis. Bentuk klinik mikosis ini berkisar dari infeksi superfisial
pada stratum korneum (tinea nigra) dan kista subkutan (kista feomikotik)
sampai terjadinya invasi ke otak.
1. Feohifomikosis subkutan
infeksi subkutan ini terjadi luas di seluruh dunia, biasanya terjadi sesudah
trauma disertai pencemaran elemen jamur berasal dari tanah, duri atau kayu
tajam. Penyebab tersering adalah Exophilia jeanselmei dan Wangiella
dermatitidis dan lesi kistik sering terjadi pada orang dewasa. Pada orang
dengan imunosupresi dapat terjadi lesi dengan permukaan kasar (verukosa).
Diagnosis
(a). Diagnosis laboratorium
Bahan pemeriksaan berupa kerokan atau biopsi kulit, dahak dan cucian
bronkial, cairan serebrospinal, cairan pleura dan darah, biopsi jaringan dari
berbagai organ viseral dan ujung kateter.
Untuk memastikan identifikasi jamur, selain gambaran khas koloni kultur juga
diperkuat dengan pemeriksaan mikroskopi yang menunjukkan morfologi
konidia jamur, susunan konidia pada sel konidiogen dan morfologi sel
konidiogen. Pemeriksaan mikroskopi atas sediaan atau slide jaringan jamur
yang dikultur sebaiknya juga diperiksa.
(h). Scedosporium
Manifestasi klinik
Infeksi yang invasif juga terjadi pada penderita yang menerima pengobatan
kortikosteroid dan terapi imunosupresi pada transplantasi organ, leukemia,
limfoma, lupus eritematosus sistemik atau penyakit Crohn. Infeksi berupa
sinusitis invasif, pneumonia, artritis dengan osteomielitis granuloma kutan
dan subkutan, meningitis, abses otak, endoftalmitis, dan penyebaran
penyakit sistemik.
Biakan jamur. Pada kultur bahan pemeriksaan, koloni jamur tumbuh cepat,
menyebar, pipih, berwarna kelabu-kehijauan sampai hitam. Konidia timbul
dalam kelompok kecil pada dasar yang membengkak, annelid yang berbentuk
botol yang terjadi dalam bentuk kumpulan atau sendiri-sendiri sepanjang hifa
vegetatif. Konidia mempunyai satu sel, tidak berwarna atau berwarna coklat
muda, berbentuk ovoid atau piriform, dengan ukuran rata-rata 3.4-5.3 µm dan
mempunyai dinding tipis yang halus.
630
Mikosis kutan merupakan infeksi superfisial jamur pada kulit, rambut atau
kuku. Pada dasarnya tidak ada jaringan hidup terinfeksi, tetapi perubahan-
perubahan patologis dapat terjadi pada hospes karena adanya agen infeksi
dan atau produk metabolisme.
Penyebab mikosis kutan adalah jamur dermatofit yang termasuk genera
Microsporum, Trichophyton dan Epidermophyton yang menyebabkan
terjadinya ringworm atau tinea pada kulit kepala, kulit dan kuku.
Patogenesis dermatofitosis terjadi dengan karakter khas, yaitu:
Tidak ada jaringan hidup yang terserang jamur ini
Hidup dan penyebaran infeksi jamur ini sangat tergantung pada hewan
atau manusia yang menjadi hospesnya. Karena itu jamur yang
parasitik pada manusia umumnya disebabkan oleh spesies jamur
antropofilik.
Meskipun jaringan hidup tidak terserang jamur ini, tetapi adanya jamur dan
produk metaboliknya dapat menyebabkan alergi dan keradangan
eksematus.pada hospes Bentuk dan beratnya respon hospes tergantung
pada spesies dan strain dermatofit penyebab infeksi.
Terdapat tiga golongan dermatofit, yaitu yang zoofilik, antropofilik dan geofilik.
Infeksi oleh jamur antropofilik disebabkan oleh sisik kulit yang lepas dan
mengandung elemen hifa (artrokonidia) jamur. Sisik kulit yang mengalami
deskuamasi ini dapat tetap infektif selama berbulan-bulan atau bertahun-
tahun sesudah lepasnya sisik.
Substrat seperti karpet dan tikar merupakan vektor pembawa sisik kulit yang
sangat baik. Karena itu penularan dermatofit misalnya Trichophyton rubrum,
T.mentagrophytes var. Interdigitale dan Epidermophyton floccosum biasanya
terjadi melalui kaki. Di tempat ini infeksi sering bersifat kronis dan bisa bersifat
subklinik selama bertahun-tahun. Dari sini jamur menyebar ke tempat lain.
Karena itu jika mengobati infeksi di tempat lain harus disertai pengobatan
jamur di sela-sela jari kaki.yang merupakan sumber infeksi.
Pengobatan dermatofitosis tergantung pada gejala klinik yang terjadi. Lesi
kutan yang tanpa komplikasi cukup diberikan pengobatan topikal dengan
antijamur, kecuali lesi di kulit kepala dan infeksi kuku yang sebaiknya diberi
juga terapi sistemik antijamur. Infeksi dermatofit yang kronis atau yang
menyebar luas, atau radang tinea yang akut dan infeksi T.rubrum tipe kering
pada telapak kaki dan bagian dorsum kaki umumnya juga memerlukan
pengobatan sistemik.
(http://www.mycology.adelaide.edu.au/Mycoses/Cutaneous/Dermatophytosis
1. Pityriasis versicolor
Pityriasis versicolor atau tinea versicolor adalah penyakit jamur superfisial
yang kronis pada kulit dengan tanda khas, berupa lesi berbatas jelas, warna
635
2. Seborrhoic dermatitis
3. Pityriasis folliculitis
Gambaran klinis pityriasis folliculitis berupa papul folikuler dan pustula yang
terdapat di punggung, dada dan lengan atas dan kadang-kadang di wajah.
Lesi terasa gatal terutama jika terpapar sinar matahari.
636
Lobomikosis
Tindakan pembedahan melalui eksisi daerah terinfeksi paling baik hasilnya,
dan harus dilakukan hati-hati agar tidak terjadi kontamikasi terhadap luka
operasi. Pemberian obat anti jamur tidak efektif. Meskipun penyakit berjalan
lambat bersifat kronis dan tidak membahayakan jiwa, tetapi prognosis
penyakit ini termasuk buruk.
Histoplasmosis
Histoplasmosis merupakan penyakit pneumonia atipik yang terjadi akibat
paparan dengan kotoran burung dan kelelawar ini dapat menyebar secara
progresif dan mematikan, terutama
637
1. Coccidioidomycosis
Koksidioidomikosis disebabkan oleh jamur yang hidup di tanah di Amerika
Tengah, Amerika Selatan, Meksiko dan beberapa daerah di USA. Sekitar
40% infeksi primer menunjukkan gejala saluran pernapasan, disertai demam
dan nyeri pleuritik. Kurang dari 1% penderita imunokompeten mengalami
penyebaran infeksi yang tinggi angka kematiannya. Infeksi dapat menyebar
ke sendi lutut dan matakaki menyebabkan artralgia disertai pembengkakan.
638
2. Tatalaksana pneumocystosis
1. Aspergilosis
2. Mukormikosis
3. Misetoma
4. Blastomikosis
Tidak ada vaksin yang bisa digunakan untuk mencegah blastomikosis. Untuk
menghndari paparan dengan jamur, orang-orang dengan sistem imun yang
lemah sebaiknya
5. Paracoccidioidomycosis
Seperti penyakit jamur sistemik lainnya penderita dengan infeksi berat lainnya
penderita sebaikya dirawat inap di rumah sakit untuk mendapatkan
pengobatan suportif, termasuk pengobatan anemia dan defisiensi nutrisi.
Obat anti jamur yang dapat diberikan, yaitu: triazole yang merupakan obat
pilihan. Obat anti jamur lainnya yang bisa diberikan antara lain adalah
imidazole, sulfonamide dan amphotericin B.
Jika terjadi gangguan pada organ yang membahayakan hidup penderita,
tindakan bedah dapat dilakukan.
6. Sporotrikosis
7. Kromoblastomikosis
bulan atau bertahun tahun menjadi nodul yang berbentuk papiloma atau
verikosa. Pengobatan kromoblastomikosis sukar dilakukan. Pembedahan
berupa eksisi jaringan sehat di tepi lesi perlu dilakukan untuk mencegah
pemaparan lokal. Pengobatan dengan itraconazole 400 mg/hari dan
terbinafine 500 mg/hari selama 6-12 bulan berhasil baik mengobati
kromoblastomikosis. Pengobatan lama yang pernah diberikan secara luas
adalah flucytosine dengan atau tanpa thiabendazole.
8. Cryptococcosis
Kriptokokosis adalah penyakit jamur yang kronis, subakut atau akut, pada
paru, sistemik atau meningitis, yang disebabkan oleh Cryptococcus
neoformans yang terjadi karena menghirup basidiospora dan atau sel ragi
kering jamur tersebut. Infeksi paru primer tidak menimbulkan gejala dan
biasanya subklinis. Jika terjadi penyebaran, jamur biasanya menyukai system
saraf pusat, dan dapat juga menyerang kulit, tulang dan organ visceral
lainnya. C.albidus, dan C.laurentii kadang-kadang juga dapat menyebabkan
penyakit pada manusia.
9. Kandidiasis
Infeksi primer dan sekunder kandidiasis yang disebabkan oleh jamur Candida
dapat berlangsung akut, subakut atau kronis. Kandidiasis dapat terjadi di
mulut, tenggorok, kulit, kulit kepala,
644
vagina, jari, kuku, bronki, paru, dan saluran gastrointestinal. Kandidiasis juga
bisa terjadi sistemik, menyebabkan septikemi, endokarditis dan meningitis.
Pada individu sehat, infeksi Candida umumnya terjadi jika ada kerusakan
epitel yang menjadi garis pertahanan tubuh dan dapat terjadi pada semua
umur, terutama pada bayi dan orang lanjut usia. Biasanya infeksi tetap terjadi
superfisial yang mudah diobati. Kandidiasis sistemik biasanya terjadi pada
penderita defisiensi imun ”cell-mediated”, penderita kanker yang
mendapatkan terapi agresif, penderita dengan imunosupresi atau
mendapatkan terapi transplantasi.
Spesies Candida yang paling sering menyebabkan penyakit pada manusia
adalah Candida albicans, yang merupakan organisme komensal pada saluran
gastrointestinal manusia.
Kandidiasis akut pada mulut jarang terjadi pada orang dewasa yang sehat,
dan dapat terjadi pada 5% bayi yang baru lahir dan 10% pada orang lanjut
usia. Kandidiasis sering berhubungan dengan gangguan sistem imun pada
diabetes melitus, leukemia, limfoma, keganasan, neutropeni dan infeksi HIV.
Kandidiasis paling sering terjadi di aksila, lipat paha, lekukan antar payudara,
lipatan intergluteal, sela-sela jari dan umbilikus. Daerah-daerah tersebut
merupakan daerah predisposisi karena lembab, hangat, daerah kulit yang
sering mengalami gesekan dan lecet. Lesi merupakan ruam kulit eritematus
yang lembab dengan lesi satelit di sekitar kulit yang sehat.
Kandidiasis popok (diaper candidiasis) sering terjadi pada bayi dengan
kondisi tidak higienis pada kulit yang sering lembab, lecet dan menyebabkan
iritasi karena penggantian yang tidak teratur dengan popok yang tidak bersih.
645
Paronychia kuku jari dapat terjadi pada keadaan yang selalu basah, terutama
karena larutan gula atau terpapar dengan tepung, yang merendam lipatan
kuku dan kutikula. Lesi menunjukkan adanya pembengkakan eritematus
yang nyeri pada daerah kuku yang terinfeksi. Pada infeksi kronis, kutikula
akan lepas dari lempeng kuku dan dapat terjadi kerusakan jaringan kuku yang
terjadi pada kandidiasis kronik mukokutan atau jika terdapat faktor yang
mengganggu fungsi hormonal atau status imun hospes, misalnya diabetes
melitus, hipoparatiroidisme, penyakit Addison, disfungsi tiroid, malnutrisi,
malabsorpsi dan keganasan, serta penggunaan steroid, antibiotika dan
antimitotik. .
Pada penderita pria dengan balanitis yang tidak menderita diabetes melitus,
pasangannya harus diteliti adanya vulvovaginitis. Gejala klinis dapat berupa
eritema, pruritus dan vesikopustula pada glan penis atau preputium. Infeksi
lebih sering dijumpai pada orang yang tidak berkhitan terutama yang
higieninya buruk.
Pada anak yang lebih besar atau orang dewasa dapat diberikan Amphotericin
B obat isap oral dan miconazole gel ( dengan interval 6 jam).
Nystatin tetes atau obat isap dapat juga diberikan tetapi rasanya pahit dan tak
disukai penderita. Untuk kandidiasis vaginal sering digunakan azole supositori
dan krim dengan hasil baik, tetapi banyak penderita lebih menyukai
pengobatan dosis tunggal fluconazole 150 mg yang memberikan angka
kesembuhan sampai 95%. Untuk perempuan dengan kandidiasis vaginal
yang sering kambuh, dapat diberikan terapi pencegahan agar tidak timbul
gejala klinis.
11. Phaeohyphomycosis
Feohiphomikosis adalah infeksi jamur pada manusia dan hewan rendah yang
disebabkan oleh jamur berpigmen coklat (dematiceaous) yang jaringannya
adalah miselium. Bentuk klinik penyakitnya berbeda dengan misetoma mikotik
yang penyebabnya adalah jamur pigmen coklat yang jaringannya berbentuk
butiran (grain) atau kromoblastomikosis yang penyebabnya jamur yang
jaringannya berupa badan sklerotik.( sclerotic body ) Bentuk klinik mikosis ini
dapat berupa infeksi superfisial lokal pada stratum corneum (misalnya pada
tinea nigra) dan kista subkutan (kista feomikotik) atau sampai terjadi invasi ke
otak. Diagnosis Feohiphomikosis ditentukan sesudah dilakukan eksisi atau
biopsi dan menunjukkan hifa berpigmen secara histologis.
DAFTAR PUSTAKA
Ampel Neil and John N. Galgiani , 2000. Practice Guidelines for the Treatment
of Coccidioidomycosis Clin Infect Dis. (2000) 30 (4): 658-661.
CDC. 2013. Centers for Disease Control and Prevention August 29, 2013
Cutaneous Anthrax http://www.cdc.gov/anthrax/types/cutaneous.html.
CDC. 2003. Tularemia. Centers for Disease Control and Prevention Facts
About Tularemia.(http://www.bt.cdc.gov/-/tularemia/pdf/tularemiafacts)
CDC. 1998. Neonatal tetanus, MMWR Weekly, Nov 6, 1998, 47(43); 928-930
http://www.cdc.gov/wwmr/preview/mmwr.html
Erin Dizon, 2008, Things to Remember about Hepatitis Delta Virus, Humans
and Viruses,Stanford University updated: 13 March 2008
web.stanford.edu/group/virus/delta/2008
Demirci Cem S, 2013. Pediatric Diphtheria Russell W Steele, M Updated: Mar 25,
2013http://emedicine.medscape.com/article/963334-treatment
Duerdeen B.I., TMS Reid, JM Jewsbury and DC.Turk .1987, A new short
Textbook of Microbial and Parasitic Infection.1987. ELBS Edition Butler &
Tanner Ltd, Forme and London.
Hunt R. 2011. Virus hepatitis a,b,c,delta agent (picorna virus) the Virology
section of Microbiology and Immunology On-line University of South Carolina
http://pathmicro.med.sc.edu/virol/hepatitis-virus.htm
Liza G.,2012. Doubt and Denialism: Vaccine Myths Persist in the Face of
Science QUEST Northern California
http://science.kqed.org/quest/stations/northern-california
Microbiology glossary
http://www.rpi.edu/dept/chemeng/BiotechEnviron/GrowPresent/glossary.htm
Thaker VV and Steele R.W.2011, Cholera Updated: Jul 19, 2011 Medscape
Reference
URL:https://www.princeton.edu/~achaney/tmve/-/docs/Enterobacteriacea.html
URL: http://www.doctorfungus.org/Thefungi/microsporum_spp.php
Microsporum GroupTaxonomic classification
URL:.http://en.wikipedia.org/wiki/Actinobacteria Actinobacteria
URL:
http://www.foodsafety.gov/poisoning/-/bacteriaviruses/vibrio_infections/
Vibrio Infections October 4, 2013
657
URL:http://www.mycology.adelaide.edu.au/Mycoses/Opportunistic/Zygomycos
is/ Zygomycosis
URL:http://www.mycology.adelaide.edu.au/Mycoses/Opportunistic/
Hyalohyphomycosis/ Hyalohyphomycosis
URL: http://labmed.ucsf.edu/education/residency/fung_morph/fungal_site/
dimorphpage.html Penicilliosis marneffei Description:
URL: https://www.augustaendoscopy.com/digestive-health/helicobacter-pylori/
Gastroenterology Consultants of Augusta GA 2011 Helicobacter pylori
URL: http://textbookofbacteriology.net/themicrobialworld/tuberculosis.htm
Mycobacterium tuberculosis
URL: http://microbewiki.kenyon.edu/index.php/Borrelia_burgdorferi_NEU2011
URL: http://microbewiki.kenyon.edu/index.php/Francisella_tularensis
Francisella_tularensislast modified on 29 April 2011,
URL.http://www.dreamstime.com/PHOTOS-IMAGES/ royalty-free-stock-
images-structure-adenovirus-vector-diagram-morphology. Adenovirus
Morphology,2014
West Nile Virus Glossary of Terms.2014. West Nile Virus article. 2014.
http://www.emedicinehealth.com/west_nile_virus/glossary_em.htm
INDEKS
aflatoxin, 74
+ssRNA, 448, 453, 503 AFP, 193
abses, 206, 209, 213, 214, 215, Agamaglobulinemia, 148, 149,
216, 233, 308, 311, 312, 337, 150, 197
339, 373, 399, 401, 402, 583, Agar Martin-Lewis, 246
584, 595, 598, 607, 612, 618, Agar Modified Thayer-Martin, 246
621, 645, 646, 653 agar nutrien potato dextrose, 532
abses., 206, 312, 595 Agar Phenylalanine, 304
Absidia corymbifera, 612 agen delta, 505
absorptif heterotrofik, 523 aggressin, 56
Acid phosphatase., 270
acid-fast, 264, 398 aglutinin, 156
acquired immunodeficiency, 195 AIDS., 265, 506, 651
Acremonium, 622 ”air cucian beras”., 317
actidione, 636 Air ludah, 99
Actinomycetes, 4, 62, 86, 396, 397, aklorhidria, 321
398 Aktifasi komplemen, 128, 173
ACTINOMYCETES, 396 Aktifasi poliklonal sel B, 134
adaptasi, 87 Aktinomikosis, 398
adaptif, 5, 103, 104, 105, 136, 175, Aktivasi komplemen, 124
176, 180 Alexander Fleming, 3
adaptive immune system, 103 algae, 321
ADCC, 121 Alotip, 152, 153
ADENOVIRIDAE, 427 alpha toxin, 209
Adenovirus, 194, 414, 428, 429, alpha-fetoprotein, 193
475, 477, 478, 486, 489 alpha-hemolytic alpha toxin, 297
Adenovirus enterik, 489 Alphavirus, 438
adhesin, 308 ALT, 448
adjuvan, 133, 185 Amerika Selatan, 371
Adjuvan, 185 Amerika Tengah, 371
Adsorption, 421 Amphotericin B, 621, 645
Aerob, 52 anaerob fakultatif, 40, 220, 231,
aerotaxis, 47 233, 291, 302, 312, 315
Afinitas, 154, 155 Anaerob obligat, 52
663
Chemo-organotroph, 52 Convalescent, 93
chemoprophylaxis., 260 COPD, 590
chemotaxis, 43, 47 Core IgG., 503
chickenpox, 471 Core IgM, 503
CHLAMYDIAE, 38, 63 coronavirus, 435, 480
chlamydospora, 74 Coronavirus, 415, 435, 474, 475
chocolate agar plate, 250, 255, 256 Corynebacterium diphtheriae, 84,
chocolate blood agar., 235 277
Cholera gravis, 317 coryza, 456, 474
Cholera sicca, 317 Countercurrent electrophoresis,
choline-binding reseptor, 238 160
chopped meat media, 297 cowpox virus, 184
chromosome, 43 COXIELLA, 38, 63
chronic granulomatous disease, cross reactivity), 155
198 croup, 475
Chronic narcotizing aspergillosis, cryptococcoma, 606
618 Cryptococcus, 549
chronic obstructive pulmonary Cryptococcus neoformans, 73, 519,
disease, 590 532, 533, 549, 602, 605, 607,
CL, 139 649
class switching, 197 Cryptococcus neoformans
classic lion face 275 var.neoformans, 602
Clostridium, 8, 21, 55, 83, 84, 85, CTL, 174, 180, 182, 194
95, 97, 294, 295, 298 Cunninghamella bertholletiae, 613
Clostridium .botulinum, 295 Cutaneous mycoses, 559
Clostridium botulinum, 299 Cutaneous warts, 514
Clostridium perfringens, 296 Cysteine Heart Agar, 366, 367
Clostridium tetani, 295, 297 cystine trypticase agar, 252
club shaped),, 546 cytochrome, 57, 302
Coccidioides immitis, 587, 590 Cytochrome B, 117
Coccidioidomycosis, 590 cytochrome c oxidase, 248
Coccus, 61 cytokine, 103
“cocktail glass”, 613 cytolasmic membrane, 44
Coelomycetes, 553 cytopathic effect, 425
coenocytic, 526, 530 cytosol, 174, 177
colony-forming unit, 368 cytotoxic hypersensitivity, 188
Columella, 524 cytotoxic T cell, 106, 177
common pili, 48 cytotoxic T lymphocytes, 174
community-associated MRSA, 211 cytotoxic Tcells, 194
Competitive ELISA, 161, 163 dactinomycin., 431, 433
complementarity determining dapsone, 276, 277
region, 140 dark field microscope, 389
compromised immunity., 107 dark-field microscope, 383
conformational determinant, 135 Dark-field microscopy, 322
conidial ontogeny, 532 dark-field microsope, 381
Conidiobolus coronatus, 613 deaminase, 304
Conidiophore., 524 debridement, 644
Conidium, 524 Defensin, 108
constant region, 142, 143, 147, 151 Definisi Infeksi, 5
Continuous cell lines, 425 Defisiensi Adesi Leukosit, 198
666
125, 131, 132, 136, 137, 168, IgM, 142, 144, 145, 148, 151, 156,
173, 174, 188, 192, 204, 206, 165, 171, 172, 189, 191
241, 260, 267, 305, 307, 308, IgM meningkat, 148
377, 382, 383, 407, 409, 410, IgM menurun, 149
531, 559, 649, 651, 652 Ikatan Disulfida, 138
HPV, 31, 32, 513 ikatan S-S, 144
HSIL, 516 IL-10, 179, 180
HTLV, 194, 406, 506 IL-12., 180
HTLV 1, 507 IL-2., 180, 190
HUM bug, 347 IL-4., 181
Humam Herpes Virus, 462 IL-6, 116
Human Diploid Cell Rabies immune complex diseases, 69
Vaccine, 446 immunoassay., 18
Human Herpes Virus, 462 immunocompromised, 36, 185,
HUMAN PAPILLOMA VIRUS, 513 206, 210, 329, 338, 368, 644
Human papillomavirus, 31, 419 immunoprophylaxis, 260
huruf Cina, 277 IMMUNOREGULATION, 102, 182
HVR, 140 Imobilisasi antibodi., 163
HYALINE HYPHOMYCETES, 551 Impetigo, 25, 209, 213
Hyalohyphomycosis, 621 Impetigo., 25
hyaluronidase, 207 Implikasi klinik imunoglobulin, 147
Hyaluronidase, 56 Imunfluoresensi langsung, 164
hydrocarbon-using microorganism, Imunglobulin (Ig), 137
347 Imunisasi, 183, 184, 186, 242
hydrops fetalis, 430 Imunisasi aktif hepatitis viral, 501
hydrops foetalis, 461 Imunisasi aktif, 184
hypersensitivity, 188 Imunisasi pasif, 183
hypervariable region, 140 Imunisasi primer, 185
hyphomycetes, 531, 578 Imunisasi profilaktik, 186
Hyphomycetes, 527, 529, 530, 551, imunisasi terapeutik, 186
552, 570 Imunitas terhadap tumor, 194
ICAM-1, 114 imunitas tumor, 102
ichen, 530 IMUNODEFISIENSI, 102, 195
Icosahedron, 409 Imunodefisiensi kelainan limfosit B,
Identifikasi Hyphomycetes., 551 197
Identifikasi pneumococcus, 236 Imunodefisiensi kelainan sel T, 196
Identifikasi Zygomycetes., 586 Imunodefisiensi primer, 195, 198
Idiotip, 151, 152 Imunodefisiensi sekunder, 195, 199
IFN-gamma,, 120 Imunodefisinsi keturunan limfoid,
IFN-γ., 180 196
IgA menurun, 149 Imunodifusi Radial (Mancini)., 160
IgA meningkat, 149 Imunoelektroforesis., 160
IgA,, 142 Imunofluoresensi, 164
IgD, 142, 146, 147, 149, 150 Imunofluoresensi tak langsung, 164
IgD meningkat, 149 Imunogen, 131, 132
IgE meningkat, 150 IMUNOGLOBULIN, 101, 137
IgE menurun, 150 imunoglobulin 11S., 146
IgG meningkat, 147 Imunoglobulin A, 146, 149
IgG menurun, 148 Imunoglobulin D, 146, 149
IgG,, 142, 171, 191 Imunoglobulin E, 147, 150
671