Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH KERAGAMAAN MIKROORGANISME

DI Susun Ole:
Nama : Marthadiana Putri Gollu
Nim : 238110020

PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN


INSTITUT ILMU KESEHATAN STRADA INDONESIA
KOTA KEDIRI TAHUN 2024

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mikroorganisme merupakan penyebab berbagai macam penyakit yang
telah melanda peradaban manusia selama berabad-abad (Pelczar dan Chan,
2007). Mikroorganisme berkembang biak dalam tubuh manusia sehingga
menyebabkan penyakit (Achmadi, 2006). Habitat mikroorganisme yang lain
adalah di aliran air, danau, sungai, laut dan di dalam setiap gram tanah subur
terdapat berjuta-juta mikroorganisme (Pelczar dan Chan, 2007). Berdasarkan
ukuran dan sifatnya, mikroorganisme dikategorikan ke dalam empat kelompok
yakni virus, bakteri, jamur dan parasit (Achmadi, 2006).
Bakteri dan jamur yang berkembang dalam tubuh manusia dapat
menyebabkan beberapa infeksi. Infeksi ini harus segera diatasi agar tidak
berkembang menjadi penyakit yang lebih serius, salah satunya yaitu dengan
memberikan suatu zat antibiotic untuk menghambat pertumbuhan
mikroorganisme patogen dalam tubuh manusia. Antibiotik adalah senyawa
kimia yang dihasilkan oleh mikroorganisme atau dihasilkan secara sintetik yang
dapat membunuh atau menghambat perkembangan bakteri dan organisme lain
(Agus, 1994). Antibiotik merupakan obat yang sangat penting dan dipakai untuk
memberantas berbagai penyakit infeksi, misalnya radang paru-paru, typus, luka-
luka berat dan sebagainya (Widjajanti, 1999), namun, tidak semua jenis mikroba
dapat dibunuh oleh suatu antibiotik. Sebagai contoh penicillin berkhasiat untuk
membunuh Staphylococcus aureus tetapi tidak 2 berkhasiat terhadap Salmonella
typhi.
Bahkan dapat terjadi Staphylococcus aureus yang biasanya sensitif
terhadap penicillin berubah menjadi resisten terhadap penicillin. Hal ini
disebabkan mikroba tersebut mengadakan mutasi yang dapat terjadi karena
pengobatan yang dilakukan tidak dengan semestinya (Entjang, 2003). Jamur
atau fungi merupakan organisme heterofik yang bila mereka hidup dari benda
organik mati yang terlarut, mereka disebut saprofit dan dapat juga menyerbu
inang yang hidup lalu tumbuh dengan subur disitu sebagai parasit. Sebagai
parasit, mereka menimbulkan penyakit pada tumbuhan dan hewan, termasuk
manusia. Kematian karena infeksi oleh jamur sangat tinggi. Hal ini boleh jadi
disebabkan oleh diagnosis yang terlambat atau karena tidak tersedianya
antibiotik-antibiotik nontoksik yang secara medis tepat guna (Pelczar dan Chan,
2007). Banyak penyakit yang disebabkan oleh jamur, salah satunya dari spesies
Candida albicans.
Candida merupakan jamur bersel tunggal dan tak berfilamen. Candida
telah muncul sebagai salah satu infeksi nosokomial yang paling penting di
seluruh dunia dengan angka morbiditas, mortalitas dan pembiayaan kesehatan
yang bermakna. Lebih dari 150 spesies Candida telah diidentifikasi dan 70%
infeksi pada manusia disebabkan oleh Candida albicans (Simatupang, 2009).
Infeksi yang disebabkan oleh Candida disebut Candidiasis dan sering terjadi
pada orofaring dan vagina. Jika tidak segera dilakukan penanganan yang tepat,
infeksi ini akan dengan cepat menyebar dan bisa berakibat fatal bagi penderita.
Oleh karena itu sangat diperlukan upaya penanganan yang tepat, salah 3 satunya
dengan pemilihan antibiotik yang potensial menghambat pertumbuhan Candida
albicans.
Sebagai sumber antibiotik yang potensial antara lain adalah
Actinomycetes. Actinomycetes adalah bakteri gram positif, filamentus,
membentuk spora dan mempunyai kandungan G+C tinggi (57-75%).
Actinomycetes sering dianggap kelompok peralihan antara bakteri dan jamur
tetapi sekarang dikenal sebagai organisme prokariotik. Sebagian besar anggota
Actinomycetes hidup bebas, bakteri saprofit dan tersebar luas di tanah, air, dan
berasosiasi dengan tanaman tingkat tinggi. Populasi Actinomycetes telah
diidentifikasi sebagai salah satu kelompok utama populasi tanah (Kuster, 1968
dalam Rahayu, 2007). Yokota (1997) menemukan bahwa sekitar 100 genus
Actinomycetes hidup di dalam tanah. Habitat lain Actinomycetes selain di
dalam tanah adalah pada tempattempat ekstrim seperti daerah pasir pantai
(Haryati, 2012) dan bekas letusan Gunung berapi. Rahayu dkk (2010) telah
melakukan penelitian terhadap Actinomycetes yang diisolasi dari material
vulkanik Gunung Merapi erupsi tahun 2010 dan berhasil mendapatkan isolatnya
tetapi belum diketahui potensi antibiotiknya. Actinomycetes mempunyai
kemampuan memproduksi senyawa antimikroba yang bermanfaat.
Sebagai contoh, streptomisin dihasilkan dari Streptomyces griseus untuk
penyembuhan tuberkulosis yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.
Streptomyces sp berperan antagonistik terhadap beberapa fungi diantaranya
Aspergillus flavus, Aspergillus niger, Candida albicans, dan Fusarium
oxysporum (Kavitha et al., 2009). Sampai akhir tahun 4 1974, kurang lebih 95%
antibiotik yang dihasilkan Actinomycetes, berasal dari genus Streptomyces
(Goodfellow et al., 1988). Rahayu, dkk (2007) telah berhasil menguji antibiotik
yang dihasilkan oleh Actinomycetes yang diambil dari rizosfer berbagai
tumbuhan tingkat tinggi dengan umur isolat 21 hari terhadap Escherichia coli,
Staphylococcus aureus, Trichophyton mentagrophytes, dan Candida albicans.
Hasilnya adalah antibiotik yang dihasilkan isolate
Actinomycetes berpotensi kuat terhadap beberapa isolat bakteri dan
jamur yang diuji. Berdasarkan hasil sub kultur pada pra penelitian yang
dilakukan oleh peneliti, beberapa isolat Actinomycetes tumbuh optimal pada
umur 14 dan sebagian yang lain tumbuh optimal pada umur 21 hari. Oleh
karena itu, peneliti menggunakan perlakuan kedua umur tersebut untuk diteliti
potensi antibiotik yang dihasilkan pada masing-masing umur tersebut. Zat
antibiotik mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya penyembuhan
infeksi oleh mikroorganisme, karena begitu pentingnya arti antibiotik untuk
kesehatan, maka perlu dilakukan eksplorasi untuk memperoleh antibiotik baru
yang potensial, khususnya untuk menekan pertumbuhan Candida albicans.
Dalam penelitian ini peneliti akan menguji potensi antibiotik isolat
Actinomycetes dari material vulkanik Gunung Merapi terhadap pertumbuhan
Candida albicans dengan parameter zona hambat yang tidak ditumbuhi Candida
albians.
B. Pembatasan Masalah
1. Subjek : Isolat Actinomycetes dari material vulkanik Gunung Merapi
erupsi tahun 2010
2. Objek : Potensi antibiotik isolat Actinomycetes terhadap Candida
albicans.
3. Parameter: Diameter zona hambat di sekitar agar block kultur
Actinomycetes.
C. Rumusan masalah
Bagaimana potensi antibiotik yang dihasilkan oleh isolat Actinomycetes
umur 14 hari dan 21 hari terhadap pertumbuhan Candida albicans?
D. Tujuan penelitian Penelitian
ini dilakukan untuk mengetahui potensi antibiotik yang dihasilkan oleh
isolat Actinomycetes umur 14 hari dan 21 hari terhadap pertumbuhan Candida
albicansE
E. Manfaat penelitian
1. Memperkaya keanekaragaman hayati khususnya mikroorganisme tanah
Actinomycetes yang berpotensi menghasilkan antibiotic
2. Isolat-isolat Actinomycetes tersebut dapat diperoleh senyawa
antimikrobia baru untuk mengurangi tingkat kematian karena penyakit
infeksi yang disebabkan berbagai macam jamur, khususnya Candida
albicans
3. Bagi pelaksana peneliti, penelitian ini dapat digunakan sebagai latihan
penelitian bagi mahasiswa dan bisa memotivasi pengembangan
penelitian pada pusat penelitian di perguruan tinggi
4. Bagi pelaksana peneliti, penelitian ini dapat digunakan sebagai latihan
dalam menyusun karya ilmiah khususnya skripsi.
5. Bagi pembaca, penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai
sumber antibiotik baru yang potensial.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
1. Mikroorganisme Udara Kelompok mikroorganisme yang paling banyak tersebar di udara
bebas adalah bakteri, jamur (termasuk di dalamnya ragi) dan juga mikroalga. Belum ada
mikroorganisme yang habitat aslinya di udara. Mereka terdapat dalam jumlah yang relatif
kecil bila dibandingkan dengan di air atau di tanah. Mikroorganisme udara dapat dipelajari
dalam dua bagian, yaitu mikroorganisme udara di luar ruangan dan mikroorganisme udara
di dalam ruangan. Mikroorganisme paling banyak ditemukan di dalam ruangan (Waluyo,
2009). Menurut Pelczar (2008), beberapa faktor yang menentukan jumlah dan jenis
mikroorganisme yang mendiami udara adalah
a. Sumber mikroorganisme (tanah, laut, bersin dan lain-lain)
b. Ketahanan jenis mikroorganisme tersebut terhadap kondisi fisik seperti suhu,
kelembaban dan cahaya matahari
c. Jumlah dan aktivitasnya
d. Lingkungan luar (kondisi cuaca dan ketinggian tempat)
2. Jenis – jenis mikroorganisme yang mencemari udara
a. Jenis Bakteri
Bakteri yang serig ditemukan pada umumnya dari jenis basil gram positif
baik berspora maupun non spora, basil gram negatif dan kokus gram positif.
Bakteri yang biasanya terdapat dalam mulut dan tenggorokan orang normal seperti
Staphylococcus sp, Streptococcus sp ditemukan di udara melalui batuk, bersin, dan
berbicara. Beberapajenis lain yang terdeteksi mencemari udara antara lain:
Pseudomonas sp, Klebsiella sp, Proteus sp, Bacillus sp, dan golongan jamur
(Waluyo, 2009). 2) Fase pertumbuhan bakteri
b. Fase Pertumbuhan Bakteri
 Fase Lag ( Fase Penyesuaian) Fase lag merupakan fase penyesuaian
bakteri dengan lingkungan yang baru. Lama fase lag pada bakteri sangat
bervariasi, tergantung pada komposisi media, pH, suhu, aerasi, jumlah sel
pada inokulum awal dan sifat fisiologis mikroorganisme pada media
sebelumnya
 Fase logaritma / exsponensial Fase logaritma ditandai dengan terjadinya
periode pertumbuhan yang cepat. Setiap sel dalam populasi membelah
menjadi dua sel. Variasi derajat pertumbuhan bakteri pada fase logaritma
ini sangat dipengaruhi oleh sifat genetik yang diturunkannya
 Fase stasioner Fase stasioner terjadi pada saat laju pertumbuhan bakteri
sama dengan laju kematiannya. Sehingga jumlah keseluruhan bakteri akan
tetap. Keseimbangan jumlah keseluruhan bakteri ini terjadi karena adanya
pengurangan derajat pembelahan sel. Hal ini disebabkan oleh kadar nutrisi
yang berkurang dan terjadi akumulasi produk toksik sehingga menggangu
pembelahan sel. Fase stasioner ini dilanjutkan dengan fase kematian yang
ditandai dengan peningkatan laju kematian yang melampaui laju
pertumbuhan, sehingga secara keseluruhan terjadi penurunan populasi
bakteri
 Fase kematian
Fase kematian merupakan fase dimana laju kematian lebih besar (Riadi,
2016)
c. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Bakteri
 Nutrien Nutrien atau zat makanan yang digunakan untuk pertumbuhan
bakteri harus mengandung sumber karbon, sumber nitrogen, mineral
(sulfur, fosfat) dan faktor-faktor pertumbuhan yang meliputi asam amino,
purin, pirimidin dan vitamin. Persyaratan untuk pertumbuhan bakteri
beraneka ragam sesuai dengan jenis bakterinya. Beberapa bakteri dapat
memperbanyak diri pada berbagai jenis nutrisi, sedangkan yang
lainmempunyai kekhususan dan hanya membutuhkan jenis nutrisi tertentu
untuk pertumbuhanya (Jawetz dkk, 2008)
 Suhu
Suhu optimal untuk pertumbuhan bagi bakteri sangat bervariasi tergantung
pada jenis bakteri itu sendiri. Pada suhu yang tepat (optimal), sel bakteri
dapat memperbanyak diri dan tumbuh sangat cepat. Sedangkan pada suhu
yang lebih rendah atau lebih tinggi, masih dapat memperbanyak diri, tetapi
dalam jumlah yang lebih kecil dan tidak secepat jika dibandingkan suhu
optimalnya. Berdasarkan rentang suhu dimana dapat terjadi pertumbuhan,
bakteri dikelompokkan menjadi tiga yaitu:)
 Kelembaban Kelembaban sangat penting untuk pertumbuhan bakteri
bakteri membutuhkan kelembaban tinggi, pada umumya untuk
pertumbuhan bakteri yang baik dibutuhkan kelembaban diatas 85%. Udara
yang sangat kering dapat membunuh bakteri, tetapi kadar kelembaban
minimum yang diperlukan untuk mendukung pertumbuhan bakteri
bukanlah merupakan nilai pasti. Kandungan air atau kelembaban yang
terjadi dan tersedia, bukan total kelembaban yang ada juga dapat
mempengaruhi pertumbuhan bakteri
 Pencahayaan Cahaya yang berasal dari sinar matahari dapat
mempengaruhi pertumbuhan bakteri. Bakteri lebih menyukai kondisi
gelap, karena terdapatnya sinar matahari secara langsung dapat
menghambat pertumbuhan bakteri
 Oksigen Kebutuhan oksigen pada bakteri tertentu mencerminkan
mekanisme yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan energinya.
Berdasarkan kebutuhan oksigen tersebut, bakteri dapat dipisahkan menjadi
lima kelompok:
- Anaerob obligat yang tumbuh hanya dalam keadaan tekanan
oksigen sangat rendah dan oksigen bersifat toksik
- Anaerob aerotoleran yang tidak mati denga adanya paparan
oksigen
- Anaerob fakultatif, dapat tumbuh dalam keadaan aero dan anaerob
- Aerob obligat membutuhkan oksigen untuk pertumbuhanya
- Mikroaerofilik yang tumbuh baik pada tekanan oksigen rendah,
tekanan tinggi dapat menghambat pertumbuhannya

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kenyataan ini yang menjadikan perlunya koleksi kultur
mikroorganisme. Koleksi kultur masyarakat penyimpanan mikroorganisme
secara baik dan benar agar dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama
dengan resiko terjadinya perubahan sifat dan potensi yang seminimal mungkin.
Menyimpan dan memelihara kultur mikroorganisme dalam jangka panjang serta
dapat melakukan pertukaran koleksi dengan berbagai lembaga atau laboratorium
koleksi baik di dalam maupun di luar negeri. Disamping itu mikroorganisme ini
dapat dapat dijadikan suatu kegiatan untuk dapat menyelamatkan
mikroorganisme local yang sudah barang tentu merupakan upaya pelestarian
keanekaragaman hayati Indonesia
B. Saran
Saran kami sebagai mahasiswa Agroteknologi, dimana harus
mengetahui keanekaragaman mikroorganisme. Baik Pengertian, Manfaat,
Masalah, Ciri-Ciri, Faktor-Faktor, Upaya-Upaya Penyelamatan
Mikroorganisme, maupun Flora Normal yang ada pada tubuh Manusia juga kita
harus ketahui. Guna menunjang kita sebagai seorang mahasiswa Agroteknologi.

Anda mungkin juga menyukai