BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infeksi cacing atau kecacingan merupakan permasalahan kesehatan
masyarakat yang utama di negara miskin atau negara berkembang, dan menempati
urutan tertinggi pada angka kesakitan yang ditimbulkan pada anak usia sekolah.
Terjadinya infeksi tidak hanya bergantung pada kondisi lingkungan ekologi suatu
wilayah saja, tetapi juga bergantung pada kondisi sosial ekonomi masyarakat
setempat (Bethony et al., 2004). Kebiasaan defekasi ditanah dan pemakaian tinja
sebagai pupuk kebun (diberbagai daerah tertentu) penting dalam penyebaran
infeksi. Tanah yang baik untuk pertumbuhan larva adalah tanah gembur (pasir,
humus) dengan suhu optimum (Fathimah, 2011)
Pada kasus ringan kecacingan tidak menimbulkan gejala yang nyata, namun
untuk kasus infeksi berat bisa berakibat fatal. Penyakit kecacingan dapat
menyebabkan penurunan kesehatan, gizi dan produktivitas pada penderita.
Penyakit ini jarang menyebabkan kematian, namun infeksi yang kronis bisa
menimbulkan penurunan gizi, pertumbuhan terhambat, anemia, defisiensi vitamin
A dan penurunan daya tahan tubuh (Damayanti, 2009). Morbiditas akibat penyakit
kecacingan berhubungan dengan jumlah cacing yang menginfeksi tubuh. Infeksi
yang ringan belum menimbulkan gejala, sedangkan infeksi yang lebih berat dapat
menyebabkan beberapa gejala berupa diare, sakit perut, lesu, kelemahan,
gangguan kognitif dan perkembangan fisik (WHO, 2016).
Berdasarkan data diatas, penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang
kecacingan dalam hal pencegahan dan penanggulangan Hookworm disease yang
terjadi di masyarakat.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Umum
D. Tujuan Khusus
1. Mengetahui bahaya penyakit Hookworm disease pada masyarakat dan
siswa SDN di Desa Rejoso Kecamatan Karang Kabupaten Damai.
2. Mengetahui jalur penularan penyakit Hookworm disease pada masyarakat
dan siswa SDN di Desa Rejoso Kecamatan Karang Kabupaten Damai.
3
E. Manfaat
BAB II
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Skenario
Desa Rejoso adalah salah satu desa di Kecamatan Karang Kabupaten Damai.
DI desa tersebut terdapat Sekolah Dasar (SDN) dengan 173 siswa. Data tahun
kemarin menunjukkan bahwa kejadian infeksi cacing tambang pada siswa SDN
Rejoso 20,5%. Perilaku buang air besar di sekitar rumah 44,2%, perilaku anak-
anak yang biasa bermain dengan tanah sebesar 54,2%.
1. Tujuan Pembelajaran
a. Mahasiswa memahami identifikasi penyakit hookworm disease.
b. Mahasiswa memahami mata rantai penularan penyakit:
1) Penyebab (agent)
2) Reservoir/sumber infeksi (reservoir/source of infection)
3) Pintu keluar (place of exit)
4) Cara menular (mode of transmission)
5) Pintu masuk (port on entry)
6) Kerentanan (susceptibility)
c. Cara pengendalian
1) Upaya preventif
5
B. Tinjauan Pustaka
1. Definisi
Infeksi cacing tambang pada manusia terutama disebabkan oleh
Ancylostoma duodenale (A. duodenale) dan Necatoramericanus
(N.americanus).) Kedua spesies ini termasuk dalam famili Strongyloidae dari
filum Nematoda.) Selain kedua spesies tesebut, dilaporkan juga infeksi zoonosis
oleh A. braziliense dan A. caninum yang ditemukan pada berbagai jenis
karnivora dengan manifestasi klinik yang relatif lebih ringan, yaitu creeping
eruption akibat cutaneus larva migrans. Terdapat juga infeksi A. ceylanicum
yang diduga menyebabkan enteritis eosinofilik pada manusia.)Diperkirakan
terdapat 1 miliar orang di seluruh dunia yang menderita infeksi cacing tambang
dengan populasi penderita terbanyak di daerah tropis dan subtropis, terutama di
Asia dan subsahara Afrika. Infeksi N. americanus lebih luas penyebarannya
dibandingkan A. duodenale, dan spesies ini juga merupakan penyebab utama
infeksi cacing tambang di Indonesia.(Pohan.1996)
2. Taksonomi
Cacing tambang merupakan salah satu cacing usus yang termasuk
dalam kelompok cacing yang siklus hidupnya melalui tanah (soil
transmitted helminth) bersama dengan Ascaris lumbricoides, Trichuris
trichiura dan Strongyloides stercoralis. Cacing ini termasuk dalam kelas
nematoda dari filum nemathelminthes. Famili Strongyloidaedari kelas
nematoda terdiri atas dua genus, yaitu genus Ancylostoma dan genus
Necator. Dari genus Ancylostoma dapat ditemukan Ancylostoma
duodenale, Ancylostoma caninum, Ancylostoma brazilliensis dan
Ancylostoma ceylanicum. Sedangkan dari genus Necator dapat
ditemukan Necator americanus. Taksonomi cacing tambang secara
lengkap diuraikan sebagai berikut. (Blacklock.1977)
Sub Kingdom : Metazoa
Phylum : Nemathelminthes
Kelas : Nematoda
Sub Kelas : Phasmidia
Ordo : Rhabtidia
Super Famili : Strongyloidea
Famili : Strongyloidae
Genus : Ancylostoma, Necator
Spesies :
Ancylostoma duodenale,
Ancylostoma caninum,
Ancylostoma brazilliensis,
Ancylostoma ceylanicum,
Necator americanus
3. Morfologi
Cacing dewasa berbentuk silindris dengan kepala membengkok tajam ke
belakang. Cacing jantan lebih kecil dari cacing dewasa. Spesies cacing tambang
dapat dibedakan terutama karena rongga mulutnya dan susunan rusuknya pada
bursa. Namun telur – telurnya tidak dapat dibedakan. Telur – telurnya berbentuk
7
ovoid dengan kulit yang jernih dan berukuran 74 –76 μ x 36 – 40 μ. Bila baru
dikeluarkan di dalam usus telurnya mengandung satu sel tapi bila dikeluarkan
bersama tinja sudah mengandung 4 – 8 sel, dan dalam beberapa jam tumbuh
menjadi stadium morula dan kemudian menjadi larva rabditiform (stadium
pertama). (Gandahusada.2003)
(a) (b)
Telur kedua cacing ini sulit dibedakan satu sama lainnya. Telur
berbentuk lonjong atau ellips dengan ukuran sekitar 65x40 mikron. Telur yang
tidak berwarna ini memiliki dinding tipis yang tembus sinar dan mengandung
embrio dengan empat blastomer. Telur cacing tambang mempunyai ukuran 56 -
60 x 36 - 40 mikron berbentuk bulat lonjong, berdinding tipis. Didalamnya
5
terdapat 1- 4 sel telur dalam sediaan tinja segar. Terdapat dua stadium
larva,yaitu larva rhabditiform yang tidak infektif dan larva filariform yang
infektif. Larva rhabditiform bentuknya agak gemuk dengan panjang sekitar 250
8
4. Epidemiologi
Nama “cacing tambang” pada kedua parasit ini diberikan karena
pada zaman dahulu cacing ini banyak ditemukan pada pekerja
pertambangan di Eropa. Penyakit yang disebabkan oleh kedua parasit ini
disebut nekatoriasis dan ankilostomiasis. Cacing ini tersebar diseluruh
daerah khatulistiwa terutama pada daerah dengan kondisi lingkungan yang
sesuai seperti di daerah pertambangan dan perkebunan.
Diperkirakan di seluruh dunia penyakit ini menyerang 700-900 juta
orang, dengan 1 juta liter darah hilang (1 orang = 1 mL darah terhisap
cacing tambang). (Widoyono.2008)
Di Indonesia prevalensi kecacingan akibat spesies ini masih cukup
tinggi, terutama di daerah pedesaan, khususnya perkebunan sekitar 40%.
Penyakit ini menyerang semua umur dengan proporsi terbesar pada anak.
(Widoyono.2008)
a. Lahan pertanian
Area pertanian merupakan lahan tanah yang relatif gembur
karena seringnya mengalami pengolahan oleh para petani untuk
penanaman tanaman pangan. Kondisi tanah yang gembur ini sangat
memungkinkan menjadi tempat perkembangbiakan cacing tambang
mengingat cacing tambang berkembang biak pada tanah pasir yang
gembur, tercampur humus dan terlindungi dari sinar matahari
langsung. Lahan pertanian di desa tidak selalu berupa tanah
persawahan, tetapi juga berupa kebun bahkan sering ditemukan
kebun di sekeliling rumah yang biasanya ditanami palawija. Kebun
di sekeliling rumah ini biasanya juga ditanami pepohonan produktif
lainnya seperti pohon buah-buahan atau kelapa bahkan pohon jati.
Rindangnya tanaman buah ini akan membuat suasana tanah kebun
di sekeliling rumah menjadi teduh dan sebagian tanah kebun tidak
terkena sinar matahari secara langsung. Kondisi ini sangat disukai
oleh cacing tambang untuk perkembangbiakannya. Suhu optimum
untuk pertumbuhan larva Necator americanus adalah 28°-30° C,
sedangkan suhu optimum untuk pertumbuhan larva Ancylostoma
duodenale adalah 23-25°C. (Sebastián.2000)
b. Sanitasi rumah
teman sebaya tetangga merupakan hal yang sangat wajar terjadi. Dalam
kaitannya dengan kebiasaan anak bermain di kebun, perlu diwaspadai
kemungkinan anak terpapar oleh cacing tambang yang memang
membutuhkan media tanah untuk perkembangbiakannya.
(Gandahusada.2003)
c. Sanitasi sekolah
Sanitasi sekolah khususnya sekolah dasar sangat
dimungkinkan menjadi salah satu penyebab terjadinya infeksi
cacing tambang pada anak. Anak usia sekolah dasar merupakan
anak yang memiliki frekwensi bermain relatif tinggi, baik di
sekolah maupun di rumah. Perilaku bermain ini tentu tidak dapat
dilepaskan dari terjadinya kontak dengan tanah halaman sekolah.
Kenyataan yang kita temui pada hampir sebagian besar Sekolah
Dasar di pedesaan adalah kondisi sanitasi kamar mandi yang
cukup memprihatinkan. Hampir dapat dipastikan peerawatan
kamar mandi ini kurang baik sehingga area tanah di sekitarnya
memiliki sanitasi yang kurang baik. Kondisi sanitasi sekolah yang
kurang baik inilah yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi
cacing tambang pada anak sekolah. (Ginting.2003)
6. Keberadaan cacing di halaman rumah dikaitkan dengan kebiasaan
anak bermain tanpa alas kaki
Tanah merupakan media yang mutlak diperlukan oleh cacing tambang
untuk melangsungkan proses perkembangannya. Telur cacing tambang yang
keluar bersama feses pejamu (host) mengalami pematangan di tanah. Setelah 24
jam telur akan berubah menjadi larva tingkat pertama (L1) yang selanjutnya
berkembang menjadi larva tingkat kedua (L2) atau larva rhabditiform dan
akhirnya menjadi larva tingkat ketiga (L3) yang bersifat infeksius. Larva tingkat
ketiga disebut sebagai larva filariform.19) Larva filariform dalam tanah
selanjutnya akan menembus kulit terutama kulit tangan dan kaki, meskipun
dikatakan dapat juga menembus kulit perioral dan transmamaria.
11
9. Siklus hidup
Telur keluar bersama tinja pada kondisi yang menguntungkan
(lembab, hangat, dan tempat yang teduh). Setelah itu, larva menetas
dalam 1-2 hari. Larva rabditiform tumbuh di tinja dan/atau tanah, dan
menjadi larva filariform (larva stadium tiga) yang infektif setelah 5
sampai 10 hari. Larva infektif ini dapat bertahan selama 3 sampai 4
minggu di kondisi lingkungan yang sesuai. Pada kontak dengan pejamu
hewan (anjing dan kucing), larva menembus kulit dan dibawa melalui
pembuluh darah menuju jantung dan paru-paru. Larva kemudian
menembus alveoli, naik ke bronkiolus menuju ke faring dan tertelan.
Larva mencapai usus kecil, kemudian tinggal dan tumbuh menjadi
dewasa. Cacing dewasa hidup dalam lumen usus kecil dan menempel di
dinding usus. Beberapa larva ditemukan di jaringan dan menjadi sumber
infeksi bagi anak anjing melalui transmammary atau transplasenta.
Manusia juga dapat terinfeksi dengan cara larva filariform menembus
kulit. Pada sebagian besar spesies, larva tidak dapat berkembang lebih
lanjut di tubuh manusia dan bermigrasi tanpa tujuan di epidermis.
Beberapa larva dapat bertahan pada jaringan yang lebih dalam setelah
bermigrasi di kulit. (Soedarto.1995)
10. Cara penularan
a. Faktor perilaku
Adapun faktor perilaku yang mempengaruhi kejadian Hookworm
disease antara lain :
1) Kebiasaan tidak menggunakan alas kaki Adanya bagian tubuh
yang berkontak langsung dengan tanah yang terkontaminasi akan
mengakibatkan larva dapat melakukan penetrasi ke kulit sehingga
menyebabkan Hookworm disease.
13
C. Analisis
INPUT
PROSES
LINGKUNGAN
19
D. Pembahasan
INPUT
PROSES
LINGKUNGAN
2. Tanah kering
Tanah merupakan media yang mutlak diperlukan oleh cacing tambang
untuk melangsungkan proses perkembangannya. Tanah yang kering dan
gembur sangat memungkinkan menjadi tempat perkembangbiakan cacing
tambang mengingat cacing tambang berkembang biak pada tanah pasir
yang gembur, tercampur humus dan terlindungi dari sinar matahari
langsung. Telur cacing tambang yang keluar bersama feces penjamu (host)
mengalami pematangan di tanah. Setelah 24 jam telur akan berubah
menjadi larva tingkat pertama (L1) yang selanjutnya berkembang menjadi
larva tingkat kedua (L2) atau larva rhabditiform dan akhirnya menjadi
larva tingkat ketiga (L3) yang bersifat infeksius. Larva tingkat ketiga
disebut larva filariform. Larva filariform dalam tanah selanjutnya akan
menembus kulit tangan dan kaki.
Masalah
No Parameter
A B C D E
1. Prevalence 3 4 4 3 4
2. Severity 3 4 4 3 4
3. Rate % Increase 4 4 4 4 4
22
BAB III
RENCANA PROGRAM
A. Rencana Program
dalam usus dan menjadi cacing dewasa. Cacing yang ada di dalam
tanah tersebut di sebabkan karena kebiasan pembuangan tinja yang di
sembarangan. Hal ini dapat menyebabkan terkontaminasinya
lingkungan seperti tanah, oleh telur cacing dari tinja. Sehingga orang
yang pernah terinfeksi akan terinfeksi lagi atau menginfeksi orang
lain.
Tabel 1: Skoring untuk menentukan prioritas solusi masalah perilaku anak-anak yang
biasa bermain tanah sebagai berikut:
1 4 5 5 2 50
Sosialisasi cuci tangan dan bahaya
penyakit infeksi cacing Tambang di
Desa Rejoso Kecamatan Karang,
Kabupaten Damai.
2 3 5 4 2 30
Sosialisasi penggunaan alas kaki
(sandal dan sepatu ) di Desa Rejoso
Kecamatan Karang, Kabupaten Damai.
3 4 3 3 5 7,2
Membangun tempat bermain khusus
anak-anak dengan paving di Desa
Rejoso
Keterangan :
27
B. Uraian Kegiatan
Tabel 3.2 : Rencana Sosialisasi Cuci Tangan dan Tanda Bahaya Penyakit Infeksi Cacing Tambang Di desa Rejoso Kecamatan
Karang, Kabupaten Damai.
Volume Rincian Lokasi Tenaga
No Kegiatan Sasaran Target Jadwal Kebutuhan pelaksanaan
kegiatan kegiatan pelaksana pelaksana
1 Pendataan Kepala 100 % kepala 1 tim Mendata semua Desa Rejoso Petugas Minggu 1 ATK dan Transportasi
warga dan rumah rumah yang kepala rumah Kecamatan puskesmas 30
anak-anak tangga dan tangga dan telah tangga dan Karang,
siswa-siswi ditunjuk siswa-siswi Kabupaten
siswa-siswi
SDN SDN Rejoso
dengan Damai.
Rejoso Kecamatan
sanitasi
Kecamatan Karang,
Karang, buruk dan
Kabupaten
Kabupaten pengetahuan Damai dengan
Damai yang minim. sanitasi yang
buruk
2 Menyiapkan Petugas 100 % tenaga 1 tim Mencari Di desa Tenaga Minggu 1 Sabun, air 1. Dana
tenaga dan kesehatan dan alat siap telah perlengkapan Rejoso puskesmas bersih, 2. Sarana
perlengkapa ditunjuk yang diperlukan kecamatan dan tenaga proyektor, alat bangunan
n Karang, peraga dan tisu 3. Sarana
dan menyiapkan pembanguna
alat yang akan kabupaten n desa kebersihan
Damai. SDM
dipakai
3 Sosialisasi Kepala 100% tenaga 1 tim 1. Memilih Di Balai desa Petugas Minggu 2 Sabun, air bersih, proyektor, alat peraga dan tisu
cuci tangan rumah dan alat siap yang tenaga yang siap dan SDN kesehatan
tangga dan telah melaksanakan Rejoso puskesmas
siswa-siswi ditunjuk tugas sosialisasi Kecamatan
SDN cuci tangan 6 Karang,
Rejoso langkah oleh Kabupaten
Kecamatan peraga dan Damai.
Karang, diikuti oleh
Kabupaten warga dan
siswa-siswi
Damai.
SDN Rejoso
Kecamatan
Karang,
Kabupaten
Damai.
2.Sosialisasi
waktu tepat cuci
tangan
3. Pemasangan
poster & leaftlet
31
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
B. Saran
1. Perlu adanya perilaku tanggap dari siswa – siswi dan masyarakat Desa
Rejoso Kecamatan Karang Kabupaten Damai untuk memperhatikan
kebersihan diri dengan mencuci tangan dan menggunakan alas kaki pada
saat kontak dengan tanah serta penggunaan fasilitas MCK dengan baik.
2. Perlu upaya untuk menigkatkan kesadaran masyarakat dalam perilaku
buang air besar di fasilitas MCK untuk memutus jalur penularan
Hookworm disease.