PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ankilostomiasis (infeksi cacing tambang pada manusia) adalah infeksi
cacing yang ditularkan melalui tanah yang disebabkan oleh nematoda parasit
Necator americanus dan Ancylostoma duodenale. Ini adalah penyebab utama
anemia dan malnutrisi protein, melanda sebuah 740 juta orang di negara-negara
berkembang dari daerah tropis. Jumlah terbesar kasus terjadi di daerah pedesaan
miskin di sub-Sahara Afrika, Amerika Latin, Asia Tenggara dan Cina. N.
americanus adalah cacing tambang paling umum di seluruh dunia, sementara A.
duodenale lebih dibatasi secara geografis (WHO, 2012).
Di Indonesia masih banyak penyakit yang merupakan masalah kesehatan,
salah satu diantaranya ialah cacing perut yang ditularkan melalui tanah. Cacingan
ini dapat mengakibatkan menurunnya kondisi kesehatan, gizi, kecerdasan dan
produktifitas penderitanya sehingga secara ekonomi banyak menyebabkan
kerugian, karena menyebabkan kehilangan karbohidrat dan protein serta
kehilangan darah, sehingga menurunkan kualitas sumber daya manusia.
Prevalensi Cacingan di Indonesia pada umumnya masih sangat tinggi, terutama
pada golongan penduduk yang kurang mampu mempunyai risiko tinggi terjangkit
penyakit ini (Menkes, 2006).
Di dunia saat ini, lebih dari 2 milyar penduduk terinfeksi cacing.
Prevalensi yang tinggi ditemukan terutama di negara-negara non industri (negara
yang sedang berkembang).Merid mengatakan bahwa menurut World Health
Organization (WHO) diperkirakan 800 juta1 milyar penduduk terinfeksi Ascaris,
700900 juta terinfeksi cacing tambang, 500 juta terinfeksi trichuris. Di Indonesia
penyakit cacing merupakan masalah kesehatan masyarakat terbanyak setelah
malnutrisi. Prevalensi dan intensitas tertinggi didapatkan dikalangan anak usia
sekolah dasar. Di Sumatera Utara yang meliputi daerah tingkat dua Binjai, Tebing
Tinggi, Simalungun, Pematang Siantar, Tanjung Balai, Sibolga dan Medan
menurut hasil penelitian pada tahun 1995 menunjukkan tingkat prevalensi
berkisar 5790% (Ginting, 2003).
Infeksi cacing tambang juga berhubungan dengan kemiskinan. Menurut
Peter Hotez (2008), semakin parah tingkat kemiskinan masyarakat akan semakin
1
berpeluang untuk mengalami infeksi cacing tambang. Hal ini dikaitkan dengan
kemampuan dalam menjaga higiene perorangan dan sanitasi lingkungan tempat
tinggal (Hotez, 2008 cit Sumanto, 2010).
1.2 Tujuan
a. Tujuan Umum
Untuk memenuhi tugas ilmu kesehatan anak.
b. Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu melakukan anamnesis dan pemeriksaan pada
Ankilostomiasis
Mahasiswa mampu melakukan penanganan dan penatalaksanaan
yang tepat pada pasien Ankilostomiasis
1.3 Manfaat
a. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa dapat menggunakan ini sebagai bahan acuan dalam memahami
dan mempelajari mengenai Ankilostomiasis
b. Bagi Masyarakat
Bagi masyarakat terutama yang mengalami Ankilostomiasis akan
menambah pengetahuan mengenai penyakit ini beserta pengobatannya.
Dengan demikian penderita dapat mengetahui bagaimana tindakan
selanjutnya apabila mengalami gejala-gejala yang mengarah pada penyakit
tersebut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defenisi
Ankilostomiasis (infeksi cacing tambang pada manusia) adalah infeksi
cacing yang ditularkan melalui tanah yang disebabkan oleh nematoda parasit
Necator americanus dan Ancylostoma duodenale.2
2.2 Epidemiologi
Cacing
tambang
adalah
penyakit
yang
penting
pada
manusia.
untuk
dapat
terjadinya
perkebunan karet.2
2.3 Etiologi
Penyakit cacing tambang pada manusia (ancylostomiasis) disebabkan oleh
Necator americanus dan Ancylostoma duodenale. Di Indonesia infeksi oleh
N.americanus lebih sering dijumpai dibandingkan infeksi oleh A.duodenale.
Cacing dewasa kecil, silinder. Cacing jantan berukuran 5-11 mm x 0,3-0,45 mm
dan cacing betina 9-13 mm x 0,35-0,6 mm, sedangkan A.duodenale sedikit lebih
besar dari N.americanus. N.americanus dapat menghasilkan 10.000-20.000 telur
setiap harinya, sedangkan A.duodenale 10.000-25.000 telur per hari. Ukuran telur
N.americanus adalah 64-76 mm x 36-40 mm dan A.duodenale 56-60 mm x 36-40
mm. Telur cacing tambang terdiri dari satu lapis dinding yang tipis dan adanya
ruangan yang jelas antara dinding dan sel didalamnya. Telur cacing tambang
dikeluarkan bersama tinja dan berkembang di tanah. (Gambar 1)1
3
Telur dari kedua cacing tersebut ditemukan di dalam tinja dan menetas di
dalamtanah setelah mengeram selama 1-2 hari. Dalam beberapa hari, larva
dilepaskan dan hidupdi dalam tanah. Manusia bisa terinfeksi jika berjalan tanpa
alas kaki diatas tanah yangterkontaminasi oleh tinja manusia, karena larva bisa
menembus kulit. Larva sampai ke paru-paru melalui pembuluh getah bening dan
aliran darah. Lalu larva naik ke saluran pernafasandan tertelan. Sekitar 1 minggu
setelah masuk melalui kulit, larva akan sampai di usus. Larva menancapkan
dirinya dengan kait di dalam mulut mereka ke lapisan usus halus bagian atas dan
mengisap darah.3
2.5 Manifestasi Klinis
Migrasi Larva
1. Sewaktu menembus kulit, bakteri piogenik dapat terikut masuk pada saat
larva menembus kulit, menimbulkan rasa gatal pada kulit (ground itch).
Creeping eruption (cutaneous larva migrans), umumnya disebabkan larva
cacing tambang yang berasal dari hewan seperti kucing ataupun anjing,
tetapi kadang-kadang dapat disebabkan dari hewan seperti kucing ataupun
anjing, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan oleh larva Necator
americanus ataupun Ancylostoma duodenale. 1
2. Sewaktu larva melewati paru, dapat terjadi pneumonitis, tetapi tidak
sesering oleh Ascaris lumbricoides. 1
Cacing dewasa
Cacing dewasa umumnya hidup di sepertiga bagian atas usus halus dan
melekat pada mukosa usus. Gejala klinis yang sering terjadi tergantung pada berat
ringannya infeksi, makin berat infeksi manifestasi klinis yang terjadi semakin
mencolok, seperti : 1
1. Gangguan gastro-intestinal yaitu anoreksia, mual, muntah, diare,
penurunan berat badan, nyeri pada daerah sekitar duodenum, jejunum dan
ileum.
2. Pada pemeriksaan laboratorium, umumnya dijumpai anemia hipokrom
mikrositik.
3. Pada anak, dijumpai adanya korelasi positif antara infeksi sedang dan
berat dengan tingkat kecerdasan anak.
Bila
penyakit
berlangsung
kronis,
akan
timbul
gejala
anemia,
penunjang
saat
awal
infeksi
(fase
migrasi
larva)
dibedakan
dengan
Stronyloides
stercoralis
danTrichostrongylus
(melalui
pembiakan larva metode Harada Mori). Telur cacing tambangmudah rusak oleh
perwanaan permanen dan telur lebih mudah di lihat pada sediaan basah. 4
Diagnosis infeksi cacing tambang dapat dilakukan dengan beberapa cara:
1. Pemeriksaan Sediaan langsung
Diambil tinja kira-kira 0,2 g diletakan pada kaca benda. Kemudian
ditambah 1-2 teteslarutan garam fisiologis dan diratakan. Selanjutnya ditutup
dengan kaca penutup danlangsung diperiksa dibawa mikroskop. Untuk
memberikan warna pada tinja agar telur cacing tampak lebih jelas, dapat
digunakan 1 tetes eosin 0,2% sebagai pengganti garamfisilogis. 4
2. Tehnik Pengapungan Dengan NaCl jenuh.
Dimasukan tinja kurang lebih 5 g kedalam tabung reaksi dan ditambah
NaCl jenuh,diaduk sampai homogen, diambil kaca tutup, dan diamkan 10-15
menit di dalam tabungreaksi. Diambil kaca tutup tnpa mengubah kedudukannya
langgsung diletakan pada kaca benda dan diperiksa telur-telurnya. 4
3. Pemeriksaan Tinja Menurut Kato
Tehnik ini dirintis oleh kato untuk pemeriksaan telur cacing,yaitu:
memotong kertasselofan 30-50 mm x 20-30 mm dan direndam dalam larutan
malachite green 3% yangencer selama 24 jam atau lebih. Ambil tinja 50-60 mg
diletakan diatas kaca benda dantutp sepotong selofan yang telah direndam dalam
larutan tersebut. Diratakn dengan ibu jari dan ditekan selofan tadi supaya tinjanya
merata. Kaca benda tersebut didiamkan pada suhu 400C selama 30 menit atau
suhu kamar selama 1 jam. Sediaan tersebut diperiksadengan pembesaran lemah
atau lensa objyektif 10x. 4
4. Tehnik Biakan dengan Arang
Tehnik ini untuk kultur larva adalah menggunakan arang dengan meniru
keadaanalam. Caranya diencerkan 20-40- g tinja dengan air kran smapai menjadi
suspensi yangkental. Disaring dengan 2 lembar kain kasa dan ditampung dalam
cawan petri yang besar(kurang lebih 3x 4 inci) berisi butiran arang kecil. Butiran
arang tersebut di campur dengan air sedikit sehingga keadaan menjadi lembab,
Jangan terlalu banyak. Cawan petridi tutup dan ditempatkan pada tempat yang
aman. Pada hari berikutnya cawan petri harusdi periksa, apakah masih cukup
airjika di perlukan tambahkan air.cawan tersebutdiperikas pada tiap hari, harus
hati-hati sebeb air yang mengandung larva yang terdapat pada permukaan bagian
bawah tutp, merupakan larva infektif. Hari ke 5 atau 6 dalamkultur dapat
dihasilkan larva cacing.Untuk memeriksa larva siapakn kain kasa yangdipotong
sma
dengan
diameternya.
Kain
kasa
di
ambil
dengan
hati-hati,
pasang penjepit.upakan jangan smapai menyentuh arang. Tutup cwan petri dibuka
sedkiti supayakena sumber cahaya 6-8 inci. Setelah 1 jam saringan diambil
dengan penjepit/pinset dandiletakn ke permukaan air. Hasil dpat diambil setelah
30-60 menit dengan sebuah pipetdiberikan pada kaca benda serta ditutup dengan
kaca pentup dan periksa dibawamikroskop. 4
5. Tehnik Menghitung Telur Cara Stool
Metode ini dapat digunakan untuk menaksir jumlah cacing dengan
menghitung jumlah telur. Caranya: sebuah botol di isi dengan NaOH 0,1 N 56
ML(Stool) dandimasukan tinja, diaduk smapai homogen, dipipet 0,15 dan
diletakan dikaca benda laluditutup dengan kaca penutup dan periksa. Telur per
gram akan tergantung padakonsistensi fesesnya, yaitu:
setengah.
Tinja setengah encer,EPG yang diperoleh dikalikan 2.
Tinja encer, EPG yang diperoleh pada pemeriksaan dikalikan 3. 4
6. Tehnik pengendapan Sederhana
Tehnik ini memerlukan waktu yang lama, tetapi mempunyai keuntungan
karena dpatmengendapkan telur tanpa merusak bentuknya. Caranya: diambil 10
mg tinja dandiencerkan dengan air sehingga volumenya menjadi 20 kali. Disaring
melalui 2 lembar kain kasa dan dibiarkan 1 jam. Menuangakan supernatan dan
ditambahkan dengan air dandidiamkan selama 1 jam serta di ulangi sampai
supernatan menjadi jernih. Kemudianditunangkan supernatan yang jernih dengan
pipet panjang untuk mengambil endapan danditempatkan pada kaca benda sefta
ditutup dengan kaca peutup.selanjutnya dibacadibawah mikroskop. 4
7. Tehnik biakan Menurut Harada Morn
Metode ini menggunakan tabung dengan diameter 18 mm dan panjang 170
mm. Kira-kira 0,5 g tinja di oleskan pada 2/3 dari secarik kertas saring yang
2.7 Diagnosis
Diagnosis pasti penyakit ini adalah dengan ditemukannya telur cacing
tambang di dalam tinja pasien. Selain tinja, larva juga bisa ditemukan dalam
sputum. Kadang-kadang terdapat darah dalam tinja.3
2.8 Diagnosis Banding
Diagnosis banding untuk infeksi cacing tambang adalah penyakitpenyakit:4
10
Terapi Penunjang
Pemberian makanan yang bergizi dan preparat besi dapat mencegah
terjadinya anemia. Pada keadaan anemia yang berat (Hb<5 g/dL), preparat besi
diberikan sebelum dimulai pengobatan dengan obat cacing. Besi elementer
diberikan secara oral dengan dosis 2 mg/kgBB tiga kali sehari sampai tanda-tanda
anemia hilang. 1
2.10 Pencegahan
1. Pemeberantasan sumber infeksi pada populasi
2. Perbaikan sanitasi dan kebersihan pribadi/lingkungan
3. Mencegah terjadinya kontak dengan larva1
2.11 Komplikasi
Komplikasi yang tersering dari Ankilostomiasis adalah :
1. Anemia berat5
Anemia berat bisa terjadi karena darah kita di ambil olah cacing
sebagai sumber nutrisi. Dan pada cacing ankilostoma terdapat zat
antikoagulan pada mulutnya sehingga darah akan terus mengalir. 5
2. Dermatitis5
Salah satu komplikasi yang terjadi karena inervasi cacing kedalam
tubuh melalui kulit di kaki, ataupun pada bagian tubuh yang lain yang
menyebabkan rasa gatal dab bisa timbul fistula. 5
3. Defisiensi besi5
Hal ini akan mengakibatkan tanda berupa choilinicia,cheilosis yang
merupakan manifestasi klinis defisiensi besi karena kurangnya asupan
oksigen dan nutrisi.
4. Gagal jantung5
Anemia yang lama dan kronis bisa menyebabkan gagal jantung
5. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan mental5
2.12 Prognosis
Prognosis dari penyakit ankilostomiasis adalah baik, walaupun pasien datang
dengan komplikasi ankilostoma dapat disembuhkan asalkan dengan pengobatan
yang adekuat.6
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Cacing tambang yang menginfeksi manusia adalah Necator americanus
dan Ancylostoma duodenale. Cacing ini berhabitat di usus halus manusia. Necator
Americanus
menyebabkan
Necatoriasis
dan
A.duodenale
menyebabkan
Ankilostomiasis.
Dalam sehari N. americanus dapat bertelur 9.000 butir dan A.duodenale
10.000 butir. Telur yang keluar bersama tinja manusia ditanah akan menetas
setelah 1-1,5 hari, keluarlah larva rabditiform. Dalam waktu kira-kira 3 hari larva
rabditiform akan tumbuh menjadi larva fiariform, dan dapat hidup selama 7-8
minggu didalam tanah. Larva filariform inilah bentuk infektif cacing tambang ini
yang dapat menembus kulit manusia. larva filariform masuk kedalam tubuh
manusia melalui pembuluh darah balik atau pembuluh darah limfa, maka larva
akan sampai ke jantung kanan. Dari jantung kanan menuju ke paru paru,
kemudian alveoli ke broncus, ke trakea dan apabila manusia tersedak maka larva
akan masuk ke oesophagus lalu ke usus halus dan menjadi dewasa (siklus ini
berlangsung kurang lebih dalam waktu dua minggu).
Infeksi ini terjadi didaerah yang hangat dan lembab, dengan tingkat
kebersihan yang buruk. Infeksi cacing ini disebabkan oleh kebiasaan masyarakat
13
desa yang BAB di tanah dan pemakaian feces manusia sebagai pupuk. Selain
lewat kaki, cacing tambang juga bias masuk kedalam tubuh manusia melalui
makanan yang masuk ke mulut.
Gejala yang ditimbulkan, stadium larva menyebabkan kelainan pada kulit
(ground itch). Stadium dewasa tergantung dari spesies dan jumlah cacing serta
keadaan gizi penderita. Pengobatan dapat dilakukan dengan memberikan
tambahan zat besi per-oral atau suntikan zat besi, jika kasus berat dapat diberikan
tranfusi darah, dan jika kondisi penderita stabil dapat diberikan pirantel pamoat
dan mabendazol yang digunakan beberapa hari berturut-turut. Pencegahan yang
paling utama yaitu dengan sanitasi lingkungan dengan menjaga pola hidup bersih.
3.2 Saran
1. Menjaga pola hidup bersih agar terhindar dari penyakit.
2. Segera berobat jika timbul gejala awal, karena penyakit yang sudah kronis
akan sulit untuk disembuhkan.
3. Hindari faktor resiko terinfeksi.
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Poorwo Soedarmo, Sumarmo,dkk. 2010. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis
Edisi Kedua. Jakarta: IDAI
2. Prem, Daniel. 2012. Ankilostomiasis
(Penyakit
Cacing
Tambang),
http://catatandokmud.blogspot.co.id/2012/07/ankilostomiasis-penyakit-cacingtambang.html
3. Firdaus. 2010. Ankilostomiasis,https://www.scribd.com/doc/119426575/
Ankilostomiasis
4. Gracia, Lynne S, Bruckner, David A. 1996. Diagnostik Parasitologi
Kedokteran. Jakarta : EGC
5. Gandahusada srisasi, dkk. Parasitologi Kedokteran: Edisi ketiga. Jakarta.
6. Onggowaluyo, jangkung samidjo., 2002. Parasitologi Medik
15