Anda di halaman 1dari 15

ESSAI KULIAH

BLOK INTEGUMEN
“Infeksi Parasit dan Serangga”

Nama : Alivia Ayu Pramesti Hariyadi


NIM : 020.06.0003
Blok : Integumen
Dosen : dr. Yudha Permana, Sp. DV

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
2022/2023
Amoebiasis Cutis

I. LATAR BELAKANG

Kulit merupakan barier fisik yang dapat mempertahankan tubuh dari agen
patogen. Apabila terdapat kerusakan kulit, maka kulit akan mempertahankan
tubuh dengan proses imunologik yang cepat terhadap agen patogen tersebut
dan mengeluarkan mikroorganisme tersebut dari epidermis dan dermis. Infeksi
parasit dan serangga dapat dilakukan melalui gigitan atau sengatan. Setiap
orang yang disengat atau digigit oleh serangga mungkin akan mengalami luka
pembengkakan yang menyakitkan di tempat terjadinya sengatan atau gigitan.
Sengatan serangga biasanya menyebabkan rasa sakit yang hebat dan
membakar. Kemudian akan muncul kemerahan dan area kecil pembengkakan.
Ini biasanya hanya sementara dan akan hilang dalam beberapa jam. Bagi
beberapa orang, hal tersebut tidak berbahaya. Namun, bagi beberapa orang
yang sensitif, akan mengalami reaksi alergi terhadap racunnya. Reaksi alergi
terhadap sengatan atau gigitan serangga dapat bersifat sistemik. Reaksi
sistemik yang berat dan berpotensi mengancam jiwa ini dikenal sebagai
anafilaktik. Gigitan atau sengatan serangga seperti lebah, tomcat, tungau, dan
lain- lain dapat menimbulkan suatu alergiataupun penyakit yang lebih parah
jika tidak ditangani dan diobati dengan benar. Oleh sebab itu materi ini sangat
penting untuk dipahami karena nantinya manifestasi klinis yang didapatkan
saat memeriksa pasien menentukan penatalaksanaan yang tepat untuk
diberikan.

II. PEMBAHASAN

II.1 Epidemiologi

AMOEBIASIS CUTIS 2
Amoebiasis terjadi di seluruh dunia tetapi sebagian besar terlihat di negara
berkembang karena sanitasi yang menurun dan peningkatan kontaminasi tinja
dari persediaan air. Secara global, sekitar 50 juta orang tertular infeksi, dengan
lebih dari 100.000 kematian akibat amebiasis dilaporkan setiap tahun. Sumber
utama infeksi adalah konsumsi air atau makanan yang terkontaminasi oleh
feses yang mengandung kista E. histolytica . Oleh karena itu, wisatawan ke
negara berkembang dapat terkena amebiasis ketika mengunjungi daerah
endemik. Mereka yang dilembagakan atau immunocompromised juga
berisiko. Organisme E. histolyticaadalah layak untuk waktu yang lama dalam
bentuk kistik di lingkungan. Hal ini juga dapat diperoleh setelah inokulasi
langsung rektum, dari seks anal atau oral, atau dari peralatan yang digunakan
untuk irigasi kolon. Terlepas dari beban kesehatan masyarakat global, tidak
ada vaksin atau obat profilaksis untuk mencegah amebiasis. (Cadiz, 2010)
Meskipun amoebiasis kulit adalah penyakit langka, sebagian besar kasus
yang didokumentasikan dari kondisi ini yang telah dilaporkan dalam literatur
internasional dalam beberapa dekade terakhir adalah amebiasis yang
ditularkan secara seksual. 17 – 21 Dalam 12 bulan terakhir, dua kasus
amebiasis perianal menular seksual. (Cadiz, 2010)
Penyakit ini banyak terdapat di tempat-tempat dengan kebersihan yang
kurang baik. 10% dari populasi dunia terinfeksi protozoa ini.Namun sumber
lain menyatakan setidaknya 90% dari infeksi ini adalah karena spesies
Entamoeba kedua yaitu E. dispar. Mamalia seperti anjing dan kucing bisa
menjadi transit infeksi, tetapi tidak ada bukti mengenai kontribusi nyata untuk
terjadinya penularan dari kedua hewan ini. (Saidin S, 2019)

II.2 Etiologi

Protozoa Entamoeba histolytica menyebabkan amebiasis. Ada tiga spesies


amuba usus. Entamoeba histolytica menyebabkan sebagian besar penyakit
simtomatik. Entamoeba dispar tidak patogen, dan Entamoeba moshkovskii
dilaporkan semakin meningkat, tetapi patogenisitasnya tidak jelas. Organisme

AMOEBIASIS CUTIS 3
ini menyebar melalui rute oral-fekal. Kista yang terinfeksi sering ditemukan
pada makanan dan air yang terkontaminasi. Kasus penyebaran seksual yang
langka juga telah dilaporkan. (Shirley DT, 2018)

II.3 Definisi

Amoebiasis merupakan suatu infeksi Entamuba histolytica pada manusia,


dapat terjadi secara akut dan kronik. Manusia merupakan pejamu dari
beberapa spesies amuba, yaitu Entamuba histolytica, E. coli, E. ginggivalis,
Dientamuba frigilis, Endolimax nana, Iodamuba butclii. Diantara beberapa
spesies amuba, hanya satu spesies yaitu E. histolytica yang merupakan parasit
patogen pada manusia. E. histolytica tersebar di seluruh dunia, endemik
terutama terjadi di daerah dengan sosio-ekonomi rendah dan sanitasi
lingkungan yang kurang baik. E. histolytica bersama Giardia lamblia,
Criptosporidium, Balantidium coli, Blastocystis hominis dan Isospora sp
merupakan protozoa yang sering menyebabkan infeksi usus pada anak. Infeksi
yang disebabkan oleh protozoa usus biasanya didapatkan per-oral melalui
kontaminasi feses pada air atau makanan. Pada manusia E. histolytica
mengadakan invasi ke dalam mukosa usus dan dapat menyebar ke dalam
traktus intestinalis, misalnya ke duodenum, gaster, esofagus atau
ekstraintestinal, yaitu hati (terutama), paru, perikardium, peritonium, kulit, dan
otak. (Saidin S, 2019)
Amebiasis kutis adalah infeksi kulit yang disebakan oleh Entamoeba
histolytica. Penyakit ini banyak terdapat di tempat-tempat dengan kebersihan
yang kurang baik.Amoebiasis kutis dapat di tularkan melalui beberapa cara.
(Richard D, 2007)

II.4 Patofisiologi

Siklus Hidup Entamoeba histolytica


Pembentukan bentuk infektif untuk inisiasi patogenesis dimulai dari
adanya bentuk minuta Entamoeba histolytica pada orang normal. Bentuk

AMOEBIASIS CUTIS 4
minuta ini bersifat komensal sehingga orang normal itu tidak terinfeksi. Orang
normal inilah yang bertindak sebagai carrier. Bentuk minuta ini akan
mengalami pembelahan biner dan dilapisihialin membentuk dinding. Dalam
tahap ini, bentuk minuta telah berkembang menjadi bentuk kista. Kista matang
yang dikeluarkan melalui tinja jika tertelan akan memulai infeksi Entamoeba
histolytica pada orang yang menelannya: (Kumanan T, 2018)
 Kista matang tertelan
 Kista masuk secara fecal-oral(rute gastrointestinal)
 Kista tahan terhadap asam lambung
 Dinding kista dicerna pada usus halus
 Bentuk minuta menuju ke rongga usus besar
 Bentuk histolitika yang patogen
 Menginvasi mukosa usus besar
 Mengeluarkan sistein proteinase(histolisin)
 Nekrosis dengan lisis sel jaringan (lisis)
 Menembus lapisan submukosa(kerusakan bertambah)
 Menimbulkan luka ulkus ameba
 Flask-shaped ulcer
 Tinja disentri(tinja yang bercampur lendir dan darah)

Amebiasis ditularkan oleh pengandung kista, pengandung kista biasanya


orang sehat. Iamemegang peranan penting dalam penyebaran penyakit sebab
tinjanya merupakan sumberinfeksi. (Kumanan T, 2018)
Patogenesis yang disebabkan oleh Entamoeba histolitica dapat terjadi
dalam 2 fase, yaitu :
Fase Primer : pada fase ini penderita mengalami Amebiasis Intestinal,
dan organ yang diserangnya adalah bagian caecum yang terutama, serta
bagian-bagian yang lain, hal ini sangat tergantung pada : (Kumanan T, 2018)
a) resistensi hostnya sendiri,
b) virulensi dari strain amoeba,

AMOEBIASIS CUTIS 5
c) kondisi dari lumenusus/dinding usus, seperti infek atau tidaknya dinding
usus,
d) kondisi makanan, apabila makanan banyak mengandung karbohidrat,
maka amoeba tersebut menjadi patogen,
e) keadaan normal flora usus.

Adanya assosiasi amoeba dengan bakteri-bakteri tertentu, akan


menentukan sifat amoeba menjadi aktif, yaitu mengadakan lesi pada usus dan
pada umumnya sampai mencapai mukosa. Gambaran lesi pada
usus(mukosa),Tampak adanya nekrosis tanpa reaksi keradangan, kecuali bila
ada sekunder infeksi. Pada keadaan lanjut prosesini dapat sampai ke
submukosa dan dari sini amoeba akan ke sirkulasi darah, selanjutnya akan
timbul lesi-lesiekstra intestinal.Bentuk lesi berupa settle neck ulcus . Sekunder
infeksi biasanya oleh kuman-kuman : Clostridium perfringens,Shigella dan
umumnya prognosa menjadi jelek, sebab terjadinya gangren usus, serta sering
menyebabkankematian penderita.Pada ulkus yang dalam (sampai mencapai
subjek-mukosa), sering terjadi perdarahan-perdarahan ini dapat dilihatPada
feses penderita, kadang-kadang dapat dilihat adanya sel-sel mukosa.
Disamping itu ulkus yang dalam ini juga dapat menyebabkan terjadinya
perforasi, hingga prognosa akan menjadi jelek. (Saidin S, 2019)
Fase Sekunder : terjadi pada amebiasis ekstra intestinal . Proses ekstra
intestinal ini dapat terjadi akibat penyebaran parasit secara hematogen, dan
organ yang seringterkena adalah: hepar (hati) yang dapat menimbulkan
amoebik hepatis danselanjutnya akan menimbulkan abses hepatikum. Abses
hepatikum ini dapat singleatau multiple dan 85 % pada lobus di ekstra.
Selanjutnya dapat terjadi pulaamoeba ekspansi karena pecahnya abses hati
atau secara hematogen, yaitu pada :pleura, paru-paru, kulit, dan adanya
ulcerasi pada sigmoid dan rektum akan dapatmenyebabkan komplikasi atau
akan berekspansi ke vagina bagi penderita wanita.Proses amoebiasis ekstra
intestinal dapat terjadi dengan cara sebagai berikut : (Saidin S, 2019)

AMOEBIASIS CUTIS 6
1) amebiasis hati : terjadi karena abses hati terutama pada posteosuperior
lobuskanan, dengan gejala klinis : nyeri daerah hipokondrium kanan,
demam disertaiikterus, hepatomegali (diare dan disentri negative), jika
tidak diobati/tidaksempurna maka abses berkembang berbagai arah yang
akan menyebabkan absesorgan sekitar. komplikasi pecahnya abses hati
kanan mengakibatkan kelainan kulit,paru, rongga pleura kanan, diafragma
dan rongga peritoneum.
2) amebiasis kulit terjadi karena abses hati kanan pecah
sehinggamengakibatkan granuloma kutis.
3) amebiasis paru terjadi karena abses hati kanan pecah, kemudianmasuk ke
daerah organ paru, sputum berwarna coklat merah tua dandapat ditemukan
tropozoit pada bahan sputum.
4) amebiasis pleura kanan terjadi karena abses hati kanan pecah,
danmenyerang empiema torax.
5) Diafragma terkena jika abses hati kanan pecah, kemudian terjadi
absessubfrenik
6) Rongga peritoneum dapat terkena jika abses hati kanan pecah
danmenyerang bagian rongga peritonium dan menyebabkan
peritonitisumum.
7) Cerebral amoebiasis , terjadi karena komplikasi dari abses hati atau
dariparu (kasus jarang).
8) Abses limpa, terjadi karena komplikasi amubiasishati atau langsung
penularan dari tropozoit kolon.

Jika komplikasi terjadi karena pecahnya abseshati kiri, maka akan terjadi
kelainan padadaerah lambung, rongga perikardium, kulit dan rongga pleura
kiri, hal ini dapatmengakibatkan gejala klinis sebagai berikut : (Saidin S,
2019)
1) pada lambung dapat terjadi hematemesis.
2) pada rongga perikardium; dapat perikarditispurulen yang dapat
menyebabkan kematian.

AMOEBIASIS CUTIS 7
3) amoebiasis organ lain : Pulmonaryamoebiasis
II.5 Pemeriksaan Fisik

Suatu protoskop,untuk melihat bagian dalamrektum dan untuk mengambil


contoh jaringanulkus (luka terbuka) yang ditemukan disana dan pemeriksaan
darah untuk melihat kadar antibodi terhadap parasite. (Richard D, 2007)

II.6 Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis pasti amebiasis ditentukan dengan adanya trofozoit atau kista di


dalam feses atau trofozoit di dalam pus hasil aspirasi atau dalam spesimen
jaringan. Semua penderita tersangka amebiasis sebaiknya dilakukan
pemeriksaan feses 3-6 kali untuk menemukan trofozoit atau kista.
Pemeriksaan trofozoit sebaiknya dilakukan maksimum dalam 1 jam sejak
feses diambil, bila tidak memungkinkan maka sebaiknya disimpan dalam
lemari es. Identifikasi trofozoit Entamuba histolytica memerlukan tenaga yang
berpengalaman, karena trofozoit kadangkadang tidak ditemukan dalam feses.
Leukosit dan makrofag yang telah memfagosit eritrosit dapat dikelirukan
dengan trofozoit. (Saidin S, 2019)

AMOEBIASIS CUTIS 8
Gambar A. Terdapat lesi makroskopik pada pasien gambaran daerah
dorsal penis menunjukkan lesi ulseratif besar dengan batas tidak teratur.
Bagian dari ulkus ditutupi dengan debit fibrinoid. Pandangan anterior dari
daerah genital menunjukkan lesi ulseratif pada pubis, lesi ulseratif pada penis
dengan lesi nekrotik di perbatasan dan tidak adanya preputium sama sekali.
Gambar B. Microphotography dari spesimen biopsi diperoleh setelah 10 hari
pengobatan metronidazole. Slide jaringan diwarnai dengan periodik acid-
Schiff (PAS). Infiltrasi sel inflamasi mononuklear dan adanya trofozoit
bernoda merah dari Entamoeba histolytica / Entamoeba dispar diamati.
Gambar C. Terdapat lesi makroskopis pada pasien 2. Panah menunjukkan
eksposisi testis, dan baris atas menunjukkan lokasi lesi nekrotik pada kulit.
Gambar D. Slide dari jejak lesi ulseratif yang menunjukkan adanya trofozoit.
Slide diwarnai menggunakan teknik PAS. (Ximénez C, 2010)
II.7 Tatalaksana

AMOEBIASIS CUTIS 9
Obat amebisid dikelompokkan menjadi 2 kategori,yaitu :
Obat yang bekerja di lumen usus :
 Paromomisin (dosis : 25-35 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 8
jam,selama7 hari)
 Diloksanid furoat – furamid,entamizol (dosis : 3 kali 500 mg
perhariselama 10 hari)
 Iodoquinol (dosis : 3 kali 650 mg perhari selama 20 hari) (Shirley
DT, 2018)

Obat yang bekerja di jaringan :


 Emetin Hidroklorida (dosis maks dewasa: 65 mg/hari, dosis maks
anak: 10 mg/hari pengobatan selama 4-6 hari)
 Metronidazol (dosis dewasa : 3×750 mg/hari selama 7-10 hari)
 Klorokuin (dosis dewasa: 1 gr sehari selama 2 hari,kemudian
500mg/hari selama 2-3 mggu) (Shirley DT, 2018)

Pencegahan :
 Selalu cuci tangan dengan bersih sabun danair mengalir setelah buang
air besar
 Pastikan makanan dan minuman yang bersih

III. KESIMPULAN

Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa amoebiasis merupakan


suatu infeksi Entamuba histolytica pada manusia, dapat terjadi secara akut dan
kronik. Amebiasis kutis adalah infeksi kulit yang disebakan oleh Entamoeba
histolytica. Penyakit ini banyak terdapat di tempat-tempat dengan kebersihan
yang kurang baik.Amoebiasis kutis dapat di tularkan melalui beberapa cara.
Penyakit ini banyak terdapat di tempat-tempat dengan kebersihan yang kurang
baik. 10% dari populasi dunia terinfeksi protozoa ini.
1. Apa perbedaan resevoir dan vector? Beseta contohnya

AMOEBIASIS CUTIS 10
Vektor penyakit merupakan artropoda atau avertebrata (seperti keong)
bertindak sebagai penular penyebab penyakit (agen) dari hospes pejamu
sakit ke rentan pejamu lain. Vektor menyebarkan agen dari manusia atau
hewan terinfeksi ke manusia atau hewan rentan melalui kotoran, gigitan,
dan cairan tubuh, atau secara tidak langsung melalui kontaminasi
makanan. Vektor digolongkan menjadi 2 (dua) yaitu vektor mekanik dan
vektor biologik. Vektor mekanik yaitu hewan avertebrata yang
menularkan penyakit tanpa agen tersebut mengalami perubahan siklus,
perkembangan atau perbanyakan. Sementara itu, vektor biologi dinyatakan
sebagai agen penyakit/patogen mengalami perkembangbiakan atau
perubahan siklus. (Rikhus Vektora, 2018)

Konsep inang Reservoir (reservoir host) menurut adalah hewan


vertebrata sebagai sumber, pembawa agen/organisme patogenik, sehingga
dapat berkembang biak secara alami atau berkesinambungan. Hewan
reservoir kadang menunjukkan gejala klinik atau gejala penyakit bersifat
ringan atau penyebab kematian. Inang reservoir penyakit meliputi manusia
dan hewan vertebrata yang menjadi tempat tumbuh dan berkembang biak
patogen. (Rikhus Vektora, 2018)

Dapat disimpulkan vektor dan reservoir penyakit sendiri, sebenarnya


vector sebagai serangga atau hewan lain yang biasanya membawa
organisme patogenik/kuman penyakit dan merupakan faktor risiko bagi
kesehatan masyarakat, sedangkan reservoir adalah hewan dan tumbuhan
sebagai tempat hidup patogen penyakit. (Rikhus Vektora, 2018)

2. Bagaimana pemeriksaan duh uretra pada pria dengan


trichomoniasis?

AMOEBIASIS CUTIS 11
3. Bagaimana pemeriksaan Scoth Tape Methode?
Seseorang yang terinfeksi cacing kremi seringkali tidak menunjukkan
gejala, namun gejala yang umum adalah gatal di sekitar anus. Diagnosis
cacing kremi dapat dicapai dari tiga teknik sederhana. Pilihan pertama
adalah mencari cacing di sekitar perianal pada saat 2 sampai 3 jam setelah
orang yang terinfeksi tertidur. Metode pilihan kedua adalah yan sangat
disarankan yaitu pemeriksaan Adhesive Tape Test metode ini juga dinamai
"Transparent Tape" atau "Scotch test", merupakan metode yang
disarankan untuk mendeteksi telur Enterobius vermicularis (cacing kremi)
dan terkadang dapat ditemukan betina dewasa. Pemeriksaan dengan
metode Adhesive Tape Test yaitu dengan menyentuh kulit perianal dengan
selotip transparan untuk mengumpulkan kemungkinan telur cacing kremi

AMOEBIASIS CUTIS 12
di sekitar anus pada pagi hari. Pemeriksaan ini harus dilakukan pada pagi
hari sebelum pasien yang dicurigai terinfeksi bangun dari tempat tidur,
menggunakan kamar mandi, atau mandi. Jika pasien tersebut terinfeksi,
telur pada selotip akan terlihat di bawah mikroskop. Metode ini harus
dilakukan pada 3 pagi berturut-turut sesuai prosedur yang ada.
4. Apa perbedaan gigitan dan sengatan pada serangga?
Menurut KBBI Gigit  menggigit/meng·gi·git/  menjepit
(mencekam dan sebagainya) dengan gigi. Sengat/se·ngat/  alat tajam
dan berbisa pada serangga dan binatang lain, seperti lebah, lipan, dan kala
untuk menyerang atau mempertahankan diri.
Terminologi ‘gigitan serangga’ di masyarakat umum secara medis
dapat berarti gigitan ataupun sengatan serangga dari kelompok artropoda.
Gigitan serangga ini dapat bermanifestasi sebagai lesi kulit berupa bintik-
bintik atau bercak kemerahan yang disertai bengkak akibat trauma
langsung, reaksi peradangan, ataupun reaksi alergi terhadap air liur
serangga. Lesi kulit ini juga dapat berkembang menjadi lokasi infeksi
sekunder bakteri. Selain menimbulkan reaksi lokal pada kulit, gigitan atau
sengatan serangga juga dapat berperan sebagai moda transmisi virus,
bakteri, atau protozoa lainnya. Reaksi sistemik gigitan atau sengatan
serangga bervariasi dari gangguan saraf, gangguan saraf otonom, hingga
kegagalan organ. Pada beberapa individu dapat terjadi reaksi alergi berat
(anafilaksis) akibat sengatan serangga.
5. Apa saja mediator kimia primer dan sekunder?
Mediator inflamasi yang paling berperan adalah vasoaktif amin (histamin
and serotonin), produk lipid (prostaglandin dan leukotrien), sitokin, dan
faktor komplemen. Patofisiologi alergi terjadi akibat pengaruh mediator
pada organ target. Mediator tersebut dibagi dalam dua kelompok, yaitu
mediator yang sudah ada dalam granula sel mast (performed mediator) dan
mediator yang terbentuk kemudian (newly fored mediator). Menurut
asalnya mediator ini dibagi dalam dua kelompok, yaitu mediator dari sel

AMOEBIASIS CUTIS 13
mast atau basofil (mediator primer), dan mediator dari sel lain akibat
stimulasi oleh mediator primer (mediator sekunder).

AMOEBIASIS CUTIS 14
DAFTAR PUSTAKA

Centers fir disease control andprevention.Amebiasis.Atlanta. 2010

P, Richard D.Amebiasis.Marck Manual HomeHealth Handbook. 2007

Escueta-de Cadiz A, Kobayashi S, Takeuchi T, Tachibana H, Nozaki T.


Identification of an avirulent Entamoeba histolytica strain with unique
tRNA-linked short tandem repeat markers. Parasitol Int. 2010

Ximénez C, Cerritos R, Rojas L, Dolabella S, Morán P, Shibayama M, González


E, Valadez A, Hernández E, Valenzuela O, Limón A, Partida O, Silva EF.
Human amebiasis: breaking the paradigm? Int J Environ Res Public Health.
2010

Saidin S, Othman N, Noordin R. Update on laboratory diagnosis of amoebiasis.


Eur J Clin Microbiol Infect Dis. 2019

Kumanan T, Sujanitha V, Balakumar S, Sreeharan N. Amoebic Liver Abscess and


Indigenous Alcoholic Beverages in the Tropics. J Trop Med. 2018

Shirley DT, Farr L, Watanabe K, Moonah S. A Review of the Global Burden,


New Diagnostics, and Current Therapeutics for Amebiasis. Open Forum
Infect Dis. 2018

AMOEBIASIS CUTIS 15

Anda mungkin juga menyukai