BLOK INTEGUMEN
“Infeksi Parasit dan Serangga”
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
2022/2023
Amoebiasis Cutis
I. LATAR BELAKANG
Kulit merupakan barier fisik yang dapat mempertahankan tubuh dari agen
patogen. Apabila terdapat kerusakan kulit, maka kulit akan mempertahankan
tubuh dengan proses imunologik yang cepat terhadap agen patogen tersebut
dan mengeluarkan mikroorganisme tersebut dari epidermis dan dermis. Infeksi
parasit dan serangga dapat dilakukan melalui gigitan atau sengatan. Setiap
orang yang disengat atau digigit oleh serangga mungkin akan mengalami luka
pembengkakan yang menyakitkan di tempat terjadinya sengatan atau gigitan.
Sengatan serangga biasanya menyebabkan rasa sakit yang hebat dan
membakar. Kemudian akan muncul kemerahan dan area kecil pembengkakan.
Ini biasanya hanya sementara dan akan hilang dalam beberapa jam. Bagi
beberapa orang, hal tersebut tidak berbahaya. Namun, bagi beberapa orang
yang sensitif, akan mengalami reaksi alergi terhadap racunnya. Reaksi alergi
terhadap sengatan atau gigitan serangga dapat bersifat sistemik. Reaksi
sistemik yang berat dan berpotensi mengancam jiwa ini dikenal sebagai
anafilaktik. Gigitan atau sengatan serangga seperti lebah, tomcat, tungau, dan
lain- lain dapat menimbulkan suatu alergiataupun penyakit yang lebih parah
jika tidak ditangani dan diobati dengan benar. Oleh sebab itu materi ini sangat
penting untuk dipahami karena nantinya manifestasi klinis yang didapatkan
saat memeriksa pasien menentukan penatalaksanaan yang tepat untuk
diberikan.
II. PEMBAHASAN
II.1 Epidemiologi
AMOEBIASIS CUTIS 2
Amoebiasis terjadi di seluruh dunia tetapi sebagian besar terlihat di negara
berkembang karena sanitasi yang menurun dan peningkatan kontaminasi tinja
dari persediaan air. Secara global, sekitar 50 juta orang tertular infeksi, dengan
lebih dari 100.000 kematian akibat amebiasis dilaporkan setiap tahun. Sumber
utama infeksi adalah konsumsi air atau makanan yang terkontaminasi oleh
feses yang mengandung kista E. histolytica . Oleh karena itu, wisatawan ke
negara berkembang dapat terkena amebiasis ketika mengunjungi daerah
endemik. Mereka yang dilembagakan atau immunocompromised juga
berisiko. Organisme E. histolyticaadalah layak untuk waktu yang lama dalam
bentuk kistik di lingkungan. Hal ini juga dapat diperoleh setelah inokulasi
langsung rektum, dari seks anal atau oral, atau dari peralatan yang digunakan
untuk irigasi kolon. Terlepas dari beban kesehatan masyarakat global, tidak
ada vaksin atau obat profilaksis untuk mencegah amebiasis. (Cadiz, 2010)
Meskipun amoebiasis kulit adalah penyakit langka, sebagian besar kasus
yang didokumentasikan dari kondisi ini yang telah dilaporkan dalam literatur
internasional dalam beberapa dekade terakhir adalah amebiasis yang
ditularkan secara seksual. 17 – 21 Dalam 12 bulan terakhir, dua kasus
amebiasis perianal menular seksual. (Cadiz, 2010)
Penyakit ini banyak terdapat di tempat-tempat dengan kebersihan yang
kurang baik. 10% dari populasi dunia terinfeksi protozoa ini.Namun sumber
lain menyatakan setidaknya 90% dari infeksi ini adalah karena spesies
Entamoeba kedua yaitu E. dispar. Mamalia seperti anjing dan kucing bisa
menjadi transit infeksi, tetapi tidak ada bukti mengenai kontribusi nyata untuk
terjadinya penularan dari kedua hewan ini. (Saidin S, 2019)
II.2 Etiologi
AMOEBIASIS CUTIS 3
ini menyebar melalui rute oral-fekal. Kista yang terinfeksi sering ditemukan
pada makanan dan air yang terkontaminasi. Kasus penyebaran seksual yang
langka juga telah dilaporkan. (Shirley DT, 2018)
II.3 Definisi
II.4 Patofisiologi
AMOEBIASIS CUTIS 4
minuta ini bersifat komensal sehingga orang normal itu tidak terinfeksi. Orang
normal inilah yang bertindak sebagai carrier. Bentuk minuta ini akan
mengalami pembelahan biner dan dilapisihialin membentuk dinding. Dalam
tahap ini, bentuk minuta telah berkembang menjadi bentuk kista. Kista matang
yang dikeluarkan melalui tinja jika tertelan akan memulai infeksi Entamoeba
histolytica pada orang yang menelannya: (Kumanan T, 2018)
Kista matang tertelan
Kista masuk secara fecal-oral(rute gastrointestinal)
Kista tahan terhadap asam lambung
Dinding kista dicerna pada usus halus
Bentuk minuta menuju ke rongga usus besar
Bentuk histolitika yang patogen
Menginvasi mukosa usus besar
Mengeluarkan sistein proteinase(histolisin)
Nekrosis dengan lisis sel jaringan (lisis)
Menembus lapisan submukosa(kerusakan bertambah)
Menimbulkan luka ulkus ameba
Flask-shaped ulcer
Tinja disentri(tinja yang bercampur lendir dan darah)
AMOEBIASIS CUTIS 5
c) kondisi dari lumenusus/dinding usus, seperti infek atau tidaknya dinding
usus,
d) kondisi makanan, apabila makanan banyak mengandung karbohidrat,
maka amoeba tersebut menjadi patogen,
e) keadaan normal flora usus.
AMOEBIASIS CUTIS 6
1) amebiasis hati : terjadi karena abses hati terutama pada posteosuperior
lobuskanan, dengan gejala klinis : nyeri daerah hipokondrium kanan,
demam disertaiikterus, hepatomegali (diare dan disentri negative), jika
tidak diobati/tidaksempurna maka abses berkembang berbagai arah yang
akan menyebabkan absesorgan sekitar. komplikasi pecahnya abses hati
kanan mengakibatkan kelainan kulit,paru, rongga pleura kanan, diafragma
dan rongga peritoneum.
2) amebiasis kulit terjadi karena abses hati kanan pecah
sehinggamengakibatkan granuloma kutis.
3) amebiasis paru terjadi karena abses hati kanan pecah, kemudianmasuk ke
daerah organ paru, sputum berwarna coklat merah tua dandapat ditemukan
tropozoit pada bahan sputum.
4) amebiasis pleura kanan terjadi karena abses hati kanan pecah,
danmenyerang empiema torax.
5) Diafragma terkena jika abses hati kanan pecah, kemudian terjadi
absessubfrenik
6) Rongga peritoneum dapat terkena jika abses hati kanan pecah
danmenyerang bagian rongga peritonium dan menyebabkan
peritonitisumum.
7) Cerebral amoebiasis , terjadi karena komplikasi dari abses hati atau
dariparu (kasus jarang).
8) Abses limpa, terjadi karena komplikasi amubiasishati atau langsung
penularan dari tropozoit kolon.
Jika komplikasi terjadi karena pecahnya abseshati kiri, maka akan terjadi
kelainan padadaerah lambung, rongga perikardium, kulit dan rongga pleura
kiri, hal ini dapatmengakibatkan gejala klinis sebagai berikut : (Saidin S,
2019)
1) pada lambung dapat terjadi hematemesis.
2) pada rongga perikardium; dapat perikarditispurulen yang dapat
menyebabkan kematian.
AMOEBIASIS CUTIS 7
3) amoebiasis organ lain : Pulmonaryamoebiasis
II.5 Pemeriksaan Fisik
AMOEBIASIS CUTIS 8
Gambar A. Terdapat lesi makroskopik pada pasien gambaran daerah
dorsal penis menunjukkan lesi ulseratif besar dengan batas tidak teratur.
Bagian dari ulkus ditutupi dengan debit fibrinoid. Pandangan anterior dari
daerah genital menunjukkan lesi ulseratif pada pubis, lesi ulseratif pada penis
dengan lesi nekrotik di perbatasan dan tidak adanya preputium sama sekali.
Gambar B. Microphotography dari spesimen biopsi diperoleh setelah 10 hari
pengobatan metronidazole. Slide jaringan diwarnai dengan periodik acid-
Schiff (PAS). Infiltrasi sel inflamasi mononuklear dan adanya trofozoit
bernoda merah dari Entamoeba histolytica / Entamoeba dispar diamati.
Gambar C. Terdapat lesi makroskopis pada pasien 2. Panah menunjukkan
eksposisi testis, dan baris atas menunjukkan lokasi lesi nekrotik pada kulit.
Gambar D. Slide dari jejak lesi ulseratif yang menunjukkan adanya trofozoit.
Slide diwarnai menggunakan teknik PAS. (Ximénez C, 2010)
II.7 Tatalaksana
AMOEBIASIS CUTIS 9
Obat amebisid dikelompokkan menjadi 2 kategori,yaitu :
Obat yang bekerja di lumen usus :
Paromomisin (dosis : 25-35 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 8
jam,selama7 hari)
Diloksanid furoat – furamid,entamizol (dosis : 3 kali 500 mg
perhariselama 10 hari)
Iodoquinol (dosis : 3 kali 650 mg perhari selama 20 hari) (Shirley
DT, 2018)
Pencegahan :
Selalu cuci tangan dengan bersih sabun danair mengalir setelah buang
air besar
Pastikan makanan dan minuman yang bersih
III. KESIMPULAN
AMOEBIASIS CUTIS 10
Vektor penyakit merupakan artropoda atau avertebrata (seperti keong)
bertindak sebagai penular penyebab penyakit (agen) dari hospes pejamu
sakit ke rentan pejamu lain. Vektor menyebarkan agen dari manusia atau
hewan terinfeksi ke manusia atau hewan rentan melalui kotoran, gigitan,
dan cairan tubuh, atau secara tidak langsung melalui kontaminasi
makanan. Vektor digolongkan menjadi 2 (dua) yaitu vektor mekanik dan
vektor biologik. Vektor mekanik yaitu hewan avertebrata yang
menularkan penyakit tanpa agen tersebut mengalami perubahan siklus,
perkembangan atau perbanyakan. Sementara itu, vektor biologi dinyatakan
sebagai agen penyakit/patogen mengalami perkembangbiakan atau
perubahan siklus. (Rikhus Vektora, 2018)
AMOEBIASIS CUTIS 11
3. Bagaimana pemeriksaan Scoth Tape Methode?
Seseorang yang terinfeksi cacing kremi seringkali tidak menunjukkan
gejala, namun gejala yang umum adalah gatal di sekitar anus. Diagnosis
cacing kremi dapat dicapai dari tiga teknik sederhana. Pilihan pertama
adalah mencari cacing di sekitar perianal pada saat 2 sampai 3 jam setelah
orang yang terinfeksi tertidur. Metode pilihan kedua adalah yan sangat
disarankan yaitu pemeriksaan Adhesive Tape Test metode ini juga dinamai
"Transparent Tape" atau "Scotch test", merupakan metode yang
disarankan untuk mendeteksi telur Enterobius vermicularis (cacing kremi)
dan terkadang dapat ditemukan betina dewasa. Pemeriksaan dengan
metode Adhesive Tape Test yaitu dengan menyentuh kulit perianal dengan
selotip transparan untuk mengumpulkan kemungkinan telur cacing kremi
AMOEBIASIS CUTIS 12
di sekitar anus pada pagi hari. Pemeriksaan ini harus dilakukan pada pagi
hari sebelum pasien yang dicurigai terinfeksi bangun dari tempat tidur,
menggunakan kamar mandi, atau mandi. Jika pasien tersebut terinfeksi,
telur pada selotip akan terlihat di bawah mikroskop. Metode ini harus
dilakukan pada 3 pagi berturut-turut sesuai prosedur yang ada.
4. Apa perbedaan gigitan dan sengatan pada serangga?
Menurut KBBI Gigit menggigit/meng·gi·git/ menjepit
(mencekam dan sebagainya) dengan gigi. Sengat/se·ngat/ alat tajam
dan berbisa pada serangga dan binatang lain, seperti lebah, lipan, dan kala
untuk menyerang atau mempertahankan diri.
Terminologi ‘gigitan serangga’ di masyarakat umum secara medis
dapat berarti gigitan ataupun sengatan serangga dari kelompok artropoda.
Gigitan serangga ini dapat bermanifestasi sebagai lesi kulit berupa bintik-
bintik atau bercak kemerahan yang disertai bengkak akibat trauma
langsung, reaksi peradangan, ataupun reaksi alergi terhadap air liur
serangga. Lesi kulit ini juga dapat berkembang menjadi lokasi infeksi
sekunder bakteri. Selain menimbulkan reaksi lokal pada kulit, gigitan atau
sengatan serangga juga dapat berperan sebagai moda transmisi virus,
bakteri, atau protozoa lainnya. Reaksi sistemik gigitan atau sengatan
serangga bervariasi dari gangguan saraf, gangguan saraf otonom, hingga
kegagalan organ. Pada beberapa individu dapat terjadi reaksi alergi berat
(anafilaksis) akibat sengatan serangga.
5. Apa saja mediator kimia primer dan sekunder?
Mediator inflamasi yang paling berperan adalah vasoaktif amin (histamin
and serotonin), produk lipid (prostaglandin dan leukotrien), sitokin, dan
faktor komplemen. Patofisiologi alergi terjadi akibat pengaruh mediator
pada organ target. Mediator tersebut dibagi dalam dua kelompok, yaitu
mediator yang sudah ada dalam granula sel mast (performed mediator) dan
mediator yang terbentuk kemudian (newly fored mediator). Menurut
asalnya mediator ini dibagi dalam dua kelompok, yaitu mediator dari sel
AMOEBIASIS CUTIS 13
mast atau basofil (mediator primer), dan mediator dari sel lain akibat
stimulasi oleh mediator primer (mediator sekunder).
AMOEBIASIS CUTIS 14
DAFTAR PUSTAKA
AMOEBIASIS CUTIS 15