Kelas : B
NIM : 019.06.0094
TUGAS ESSAY
ASTIGMATISMA
Pendahuluan
Penglihatan buram perlahan merupakan keluhan yang sering dijumpai. Seseorang
dapat melihat dengan jelas jika media refraksi-khususnya media di daerah aksis visual-jernih,
makula berfungsi baik dan daya refraksi mata normal, sehingga bayangan dapat jatuh tepat di
makula. Kondisi apapun yang menyebabkan hilangnya kejernihan media refraksi, gangguan
fungsi makula atau perubahan daya refraksi dari kondisi normal, dapat menyebabkan tajam
penglihatan menurun. Penurunan tajam penglihatan secara perlahan dengan mata tenang
umumnya bersesuaian dengan proses penyebab yang berjalan berangsur atau progresif seperti
kelainan refraksi, perubahan degeneratif dan lain-lain, tanpa disertai mata merah. Kelainan
refraktif akan menyebabkan bayangan tidak jatuh tepat pada makula, sedangkan proses
degeneratif dapat mengakibatkan kerusakan organ pada visual aksis, makula ataupun saraf
optik. Meskipun tidak selalu, umumnya penurunan tajam penglihatan secara perlahan tanpa
merah terjadi pada kondisi yang melibatkan segmen posterior. Salah satu diagnosis untuk
mata tenang visus turun perlahan yaitu astigmatisma yang akan dibahas lebih lanjut dibawah
ini.
Definisi
Astigmatisma adalah keadaan optik mata, di mana sinar-sinar sejajar tidak dibiaskan
pada satu titik fokus tunggal. Hal ini disebabkan karena kelengkungan (kurvatura) dan
kekuatan refraksi permukaan kornea dan lensa berbeda-beda diantara berbagai meridian,
sehingga terdapat lebih dari satu titik fokus.
Epidemiologi
Prevalensi global kelainan refraksi diperkirakan sekitar 800 juta sampai 2,3 milyar.
Sedangkan menurut Maths Abrahamson dan Johan Sjostrand tahun 2003, angka kejadian
astigmatisma bervariasi antara 30%-70%. Di Indonesia, prevalensi kelainan refraksi
menempati urutan pertama pada penyakit mata. Kasus kelainan refraksi dari tahun ke tahun
1 | Page
terus menerus mengalami peningkatan. Ditemukan jumlah penderita kelainan refraksi di
Indonesia hampir 25% populasi penduduk atau sekitar 55 juta jiwa.
Etiologi
Etiologi astigmatisma secara spesifik belum diketahui. Astigmatisma dapat bersifat
herediter dan ada sejak lahir, dan dapat berubah seiring dengan pertambahan usia anak-
berkurang atau bertambah. Selain itu, astigmatisma juga dapat terjadi setelah trauma kornea
atau karena terbentuknya jaringan parut di kornea akibat keratitis. Keratokonus, suatu
penyakit degenerasi kolagen kornea di mana kornea semakin menipis secara progresif dan
berbentuk konus, juga dapat menyebabkan terjadinya astigmatisma tinggi dengan akibat
terjadinya penurunan tajam penglihatan berat serta tidak dapat dikoreksi dengan kaca mata.
Patogenesis
Mata seseorang secara alami berbentuk bulat. Dalam keadaan normal, ketika cahaya
memasuki mata, itu dibiaskan merata, menciptakan pandangan yang jelas objek.
Astigmatisma terjadi akibat kelainan kelengkungan permukaan kornea. Bayi yang baru lahir
biasanya mempunyai kornea yang bulat atau sferis yang di dalam perkembangannya terjadi
keadaan apa yang disebut astigmatisma with the rule (astigmat lazim) yang berarti
kelengkungan kornea pada bidang vertikal bertambah atau lebih kuat atau jari-jaringya lebih
pendek dibandingkan jari-jari kelengkungan kornea di bidang horizontal. Mata seseorang
dengan silindris berbentuk lebih mirip sepak bola atau bagian belakang sendok. Untuk orang
ini, ketika cahaya memasuki mata itu dibiaskan lebih dalam satu arah daripada yang lain,
sehingga hanya bagian dari obyek yang akan fokus pada satu waktu. Objek pada jarak pun
dapat muncul buram dan bergelombang.
2 | Page
Gambaran Klinis
Penglihatan buram atau distorsi. Pasien sering menengok, memiringkan kepala, atau
memicingkan mata untuk dapat melihat jelas. Dapat disertai dengan nyeri kepala, mata
tegang, sulit berkendara di malam hari, kesulitan melihat objek secara detail, serta pandangan
kabur pada semua jarak penglihatan.
Tatalaksana Astigmatisma
Penatalaksanaan pada astigmatisma dapat dilakukan tindakan bedah dan non bedah.
3 | Page
Referensi:
Rita S Sitorus, et all. 2017. Buku Ajar Oftalmologi. Edisi Ke-1. Jakarta: Universitas
Indonesia Publishing
Voughan & Asbury. 2018. Oftalmologi Umum. Edisi Ke-19. Jakarta: EGC
4 | Page