Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Disentri merupakan tipe diare yang berbahaya dan seringkali
menyebabkan kematian dibandingkan dengan tipe diare akut yang lain. Penyakit
ini dapat disebabkan oleh bakteri (disentri basiler) dan amoeba (disentri amoeba).1
Diare merupakan penyakit yang sering ditemui pada daerah tropis
(Indonesia, India dan kawasan Asia tenggara). Di Indonesia, penyakit ini sudah
menjadi endemik dikarenakan hampir tiap tahun selalu ada sekian jumlah pasien
yang menderita diare. Selain itu di Indonesia memiliki iklim yang sangat
mendukung dari pertumbuhan amoeba tersebut.1
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) ada 2 miliar kasus
diare pada orang dewasa di seluruh dunia setiap tahun. Di Amerika Serikat,
insidens kasus diare mencapai 200 juta hingga 300 juta kasus per tahun. Sekitar
900.000 kasus diare perlu perawatan di rumah sakit. Di seluruh dunia, sekitar 2,5
juta kasus kematian karena diare per tahun.2
Angka kejadian disentri amoeba di Indonesia sampai saat ini masih belum
ada, akan tetapi untuk disentri basiler dilaporkan 5% dari 3848 orang penderita
diare berat menderita disentri basiler.2
Dari anamnesis biasanya didapatkan pasien mengeluh nyeri perut terutama
sebelah kiri dan buang air besar encer secara terus menerus bercampur darah dan
lendir, muntah-muntah, sakit kepala dan bentuk yang beratnya (fulminating cases)
biasanya disebabkan oleh S. dysentriae dengan gejalanya timbul mendadak dan
berat, dan dapat meninggal bila tidak cepat ditolong.3
Oleh karena itu jika tidak ditangani dengan serius diare dapat
menyebabkan kematian. Diagnosa lebih awal dan penatalaksanaan lebih awal
akan akan mencegah kemungkinan bertambah parahnya penyakit, dan mengurangi
angka mortalitas pada kejadian diare.1

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Disentri berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys (gangguan) dan enteron
(usus), yang berarti radang usus yang menimbulkan gejala meluas dengan gejala
buang air besar dengan tinja berdarah, diare encer dengan volume sedikit, buang
air besar dengan tinja bercampur lender (mucus) dan nyeri saat buang air besar
(tenesmus).3
Disentri merupakan suatu infeksi yang menimbulkan luka yang
menyebabkan tukak terbatas di colon yang ditandai dengan gejala khas yang
disebut sebagai sindroma disentri, yakni: 1) sakit di perut yang sering disertai
dengan tenesmus, 2) berak-berak, dan 3) tinja mengandung darah dan lendir.2

2.2 Epidemiologi
Di Amerika Serikat, insidensi penyakit ini rendah. Setiap tahunnya kurang
dari 500.000 kasus yang dilaporkan ke Centers for Disease Control (CDC). Di
Bagian Penyakit Dalam RSUP Palembang selama 3 tahun (1990-1992) tercatat di
catatan medis, dari 748 kasus yang dirawat karena diare ada 16 kasus yang
disebabkan oleh disentri basiler. Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan di
beberapa rumah sakit di Indonesia dari Juni 1998 sampai dengan Nopember 1999,
dari 3848 orang penderita diare berat, ditemukan 5% shigella.4
Prevalensi amebiasis sangat bervariasi, diperkirakan 10 persen populasi
terinfeksi. Prevalensi tertinggi di daerah tropis (50-80%). Manusia merupakan
host dan reservoir utama. Penularannya lewat kontaminasi tinja ke makanan dan
minuman, dengan perantara lalat, kecoak, kontak interpersonal, atau lewat
hubungan seksual anal-oral. Sanitasi lingkungan yang jelek, penduduk yang padat
dan kurangnya sanitasi individual mempermudah penularannya.5

2
2.3 Etiologi
Etiologi dari disentri ada 2, yaitu : 2
1. Disentri basiler, disebabkan oleh Shigella,sp.
Shigella adalah basil non motil, gram negatif, famili
enterobacteriaceae. Ada 4 spesies Shigella, yaitu S.dysentriae, S.flexneri,
S.bondii dan S.sonnei.
Terdapat 43 serotipe O dari shigella. S.sonnei adalah satu-satunya
yang mempunyai serotipe tunggal. Karena kekebalan tubuh yang didapat
bersifat serotipe spesifik, maka seseorang dapat terinfeksi beberapa kali
oleh tipe yang berbeda. Genus ini memiliki kemampuan menginvasi sel
epitel intestinal dan menyebabkan infeksi dalam jumlah 102-103
organisme.
Penyakit ini kadang-kadang bersifat ringan dan kadang-kadang
berat. Suatu keadaan lingkungan yang jelek akan menyebabkan mudahnya
penularan penyakit. Secara klinis mempunyai tanda-tanda berupa diare,
adanya lendir dan darah dalam tinja, perut terasa sakit dan tenesmus.

2. Disentri Amoeba, disebabkan oleh Entamoeba hystolitica.


E.histolytica merupakan protozoa usus, sering hidup sebagai
mikroorganisme komensal (apatogen) di usus besar manusia. Apabila
kondisi mengijinkan dapat berubah menjadi patogen dengan cara
membentuk koloni di dinding usus dan menembus dinding usus sehingga
menimbulkan ulserasi. Siklus hidup amoeba ada 2 bentuk, yaitu bentuk
trofozoit yang dapat bergerak dan bentuk kista.
Bentuk trofozoit ada 2 macam, yaitu trofozoit komensal (berukuran
< 10 mm) dan trofozoit patogen (berukuran > 10 mm). Trofozoit komensal
dapat dijumpai di lumen usus tanpa menyebabkan gejala penyakit. Bila
pasien mengalami diare, maka trofozoit akan keluar bersama tinja.
Sementara trofozoit patogen yang dapat dijumpai di lumen dan dinding
usus (intraintestinal) maupun luar usus (ekstraintestinal) dapat
mengakibatkan gejala disentri. Diameternya lebih besar dari trofozoit

3
komensal (dapat sampai 50 mm) dan mengandung beberapa eritrosit di
dalamnya. Hal ini dikarenakan trofozoit patogen sering menelan eritrosit
(haematophagous trophozoite). Bentuk trofozoit ini bertanggung jawab
terhadap terjadinya gejala penyakit namun cepat mati apabila berada di
luar tubuh manusia.
Bentuk kista juga ada 2 macam, yaitu kista muda dan kista dewasa.
Bentuk kista hanya dijumpai di lumen usus. Bentuk kista bertanggung
jawab terhadap terjadinya penularan penyakit dan dapat hidup lama di luar
tubuh manusia serta tahan terhadap asam lambung dan kadar klor standard
di dalam sistem air minum. Diduga kekeringan akibat penyerapan air di
sepanjang usus besar menyebabkan trofozoit berubah menjadi kista. (6)

2.4 Patofisiologi
1. Disentri basiler
Semua strain kuman Shigella menyebabkan disentri, yaitu suatu
keadaan yang ditandai dengan diare, dengan konsistensi tinja biasanya
lunak, disertai eksudat inflamasi yang mengandung leukosit
polymorfonuclear (PMN) dan darah.
Kuman Shigella secara genetik bertahan terhadap pH yang rendah,
maka dapat melewati barrier asam lambung. Ditularkan secara oral melalui
air, makanan, dan lalat yang tercemar oleh ekskreta pasien. Setelah
melewati lambung dan usus halus, kuman ini menginvasi sel epitel
mukosa kolon dan berkembang biak didalamnya.6
Kolon merupakan tempat utama yang diserang Shigella namun ileum
terminalis dapat juga terserang. Kelainan yang terberat biasanya di daerah
sigmoid, sedang pada ilium hanya hiperemik saja. Pada keadaan akut dan
fatal ditemukan mukosa usus hiperemik, lebam dan tebal, nekrosis
superfisial, tapi biasanya tanpa ulkus. Pada keadaan subakut terbentuk
ulkus pada daerah folikel limfoid, dan pada selaput lendir lipatan
transversum didapatkan ulkus yang dangkal dan kecil, tepi ulkus menebal
dan infiltrat tetapi tidak berbentuk ulkus bergaung.

4
S.dysentriae, S.flexeneri, dan S.sonei menghasilkan eksotoksin antara
lain ShET1, ShET2, dan toksin Shiga, yang mempunyai sifat enterotoksik,
sitotoksik, dan neurotoksik. Enterotoksin tersebut merupakan salah satu
faktor virulen sehingga kuman lebih mampu menginvasi sel eptitel
mukosa kolon dan menyebabkan kelainan pada selaput lendir yang
mempunyai warna hijau yang khas. Pada infeksi yang menahun akan
terbentuk selaput yang tebalnya sampai 1,5 cm sehingga dinding usus
menjadi kaku, tidak rata dan lumen usus mengecil. Dapat terjadi
perlekatan dengan peritoneum.6

Gambar 2.1 Patofisiologi desentri basiler

2. Disentri Amoeba
Trofozoit yang mula-mula hidup sebagai komensal di lumen usus besar
dapat berubah menjadi patogen sehingga dapat menembus mukosa usus
dan menimbulkan ulkus. Akan tetapi faktor yang menyebabkan perubahan
ini sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Diduga baik faktor
kerentanan tubuh pasien, sifat keganasan (virulensi) amoeba, maupun
lingkungannya mempunyai peran.7

5
Amoeba yang ganas dapat memproduksi enzim fosfoglukomutase dan
lisozim yang dapat mengakibatkan kerusakan dan nekrosis jaringan
dinding usus. Bentuk ulkus amoeba sangat khas yaitu di lapisan mukosa
berbentuk kecil, tetapi di lapisan submukosa dan muskularis melebar
(menggaung). Akibatnya terjadi ulkus di permukaan mukosa usus
menonjol dan hanya terjadi reaksi radang yang minimal. Mukosa usus
antara ulkus-ulkus tampak normal. Ulkus dapat terjadi di semua bagian
usus besar, tetapi berdasarkan frekuensi dan urut-urutan tempatnya adalah
sekum, kolon asenden, rektum, sigmoid, apendiks dan ileum terminalis.7

2.5 Manifestasi Klinis


1. Disentri Basiler
Masa tunas berkisar antara 7 jam sampai 7 hari. Lama gejala rerata 7 hari
sampai 4 minggu. Pada fase awal pasien mengeluh nyeri perut bawah, diare
disertai demam yang mencapai 400C. Selanjutnya diare berkurang tetapi tinja
masih mengandung darah dan lendir, tenesmus, dan nafsu makan menurun.6
Bentuk klinis dapat bermacam-macam dari yang ringan, sedang sampai
yang berat. Sakit perut terutama di bagian sebelah kiri, terasa melilit diikuti
pengeluaran tinja sehingga mengakibatkan perut menjadi cekung. Bentuk yang
berat (fulminating cases) biasanya disebabkan oleh S. dysentriae. Gejalanya
timbul mendadak dan berat, berjangkitnya cepat, berak-berak seperti air dengan
lendir dan darah, muntah-muntah, suhu badan subnormal, cepat terjadi dehidrasi,
renjatan septik dan dapat meninggal bila tidak cepat ditolong. Akibatnya timbul
rasa haus, kulit kering dan dingin, turgor kulit berkurang karena dehidrasi. Muka
menjadi berwarna kebiruan, ekstremitas dingin dan viskositas darah meningkat
(hemokonsentrasi). Kadang-kadang gejalanya tidak khas, dapat berupa seperti
gejala kolera atau keracunan makanan.6
Kematian biasanya terjadi karena gangguan sirkulasi perifer, anuria dan
koma uremik. Angka kematian bergantung pada keadaan dan tindakan
pengobatan. Angka ini bertambah pada keadaan malnutrisi dan keadaan darurat

6
misalnya kelaparan. Perkembangan penyakit ini selanjutnya dapat membaik
secara perlahan-lahan tetapi memerlukan waktu penyembuhan yang lama.
Pada kasus yang sedang keluhan dan gejalanya bervariasi, tinja biasanya
lebih berbentuk, mungkin dapat mengandung sedikit darah/lendir. Sedangkan
pada kasus yang ringan, keluhan/gejala tersebut di atas lebih ringan. Berbeda
dengan kasus yang menahun, terdapat serangan seperti kasus akut secara
menahun. Kejadian ini jarang sekali bila mendapat pengobatan yang baik.6

2. Disentri Amoeba7
Carrier (Cyst Passer)
Pasien ini tidak menunjukkan gejala klinis sama sekali. Hal ini disebabkan
karena amoeba yang berada dalam lumen usus besar tidak mengadakan invasi ke
dinding usus.

Disentri amoeba ringan


Timbulnya penyakit (onset penyakit) perlahan-lahan. Penderita biasanya
mengeluh perut kembung, kadang nyeri perut ringan yang bersifat kejang. Dapat
timbul diare ringan, 4-5 kali sehari, dengan tinja berbau busuk. Kadang juga tinja
bercampur darah dan lendir. Terdapat sedikit nyeri tekan di daerah sigmoid, jarang
nyeri di daerah epigastrium. Keadaan tersebut bergantung pada lokasi ulkusnya.
Keadaan umum pasien biasanya baik, tanpa atau sedikit demam ringan
(subfebris). Kadang dijumpai hepatomegali yang tidak atau sedikit nyeri tekan.
Disentri amoeba sedang
Keluhan pasien dan gejala klinis lebih berta dibanding disentri ringan,
tetapi pasien masih mampu melakukan aktivitas sehari-hari. Tinja biasanya
disertai lendir dan darah. Pasien mengeluh perut kram, demam dan lemah badan
disertai hepatomegali yang nyeri ringan.
Disentri amoeba berat

7
Keluhan dan gejala klinis lebih berta lagi. Penderita mengalami diare
disertai darah yang banyak, lebih dari 15 kali sehari. Demam tinggi (40 0C-40,50C)
disertai mual dan anemia.
Disentri amoeba kronik
Gejalanya menyerupai disentri amoeba ringan, serangan-serangan diare
diselingi dengan periode normal atau tanpa gejala. Keadaan ini dapat berjalan
berbulan-bulan hingga bertahun-tahun. Pasien biasanya menunjukkan gejala
neurastenia. Serangan diare yang terjadi biasanya dikarenakan kelelahan, demam
atau makanan yang sulit dicerna.6

2.6 Penegakkan Diagnosis


Anamnesis
1. Disentri basiler6
Perlu dicurigai adanya Shigellosis pada pasien yang datang dengan
keluhan nyeri abdomen bawah, dan diare. Pemeriksaan mikroskopik tinja
menunjukkan adanya eritrosit dan leukosit PMN. Untuk memastikan
diagnosis dilakukan kultur dari bahan tinja segar atau hapus rektal. Pada
fase akut infeksi Shigella, tes serologi tidak bermanfaat.
Pada disentri subakut gejala klinisnya serupa dengan kolitis
ulserosa. Perbedaan utama adalah kultur Shigella yang positif dan
perbaikan klinis yang bermakna setelah pengobatan dengan antibiotik
yang adekuat.6

2. Disentri amoeba7
Pemeriksaan tinja sangat penting di mana tinja penderita amebiasis
tidak banyak mengandung leukosit tetapi banyak mengandung bakteri.
Diagnosis pasti baru dapat ditegakkan bila ditemukan amoeba (trofozoit).
Akan tetapi ditemukannya amoeba bukan berarti meyingkirkan
kemungkinan penyakit lain karena amebiasis dapat terjadi bersamaan
dengan penyakit lain. Oleh karena itu, apabila penderita amebiasis yang
telah menjalani pengobatan spesifik masih tetap mengeluh nyeri perut,

8
perlu dilakukan pemeriksaan lain, misalnya endoskopi, foto kolon dengan
barium enema atau biakan tinja.
Abses hati ameba sukar dibedakan dengan abses piogenik dan
neoplasma. Pemeriksaan ultrasonografi dapat membedakannya dengan
neoplasma, sedang ditemukannya echinococcus dapat membedakannya
dengan abses piogenik. Salah satu caranya yaitu dengan dilakukannya
pungsi abses.7

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan abdomen didapatkan :
•Inspeksi : normal.
•Auskultasi : hiperperistaltik (disebabkan karena adanya radang / obstruksi
pada usus.)
•Palpasi : turgor menurun (karena dehidrasi)
•Perkusi : hipertimpani (indikasi adanya udara bebas yang terdapat di dalam
rongga usus.)
•Nyeri tekan lepas titik Mc Burney : negatif (tidak ada indikasi appendisitis)

Pemeriksaan Penunjang8
1. Disentri basiler
a. Pemeriksaan tinja. Pemeriksaan tinja secara langsung terhadap
kuman penyebab serta biakan hapusan (rectal swab). Untuk
menemukan carrier diperlukan pemeriksaan biakan tinja yang
seksama dan teliti karena basil shigela mudah mati . Untuk itu
diperlukan tinja yang baru.
b. Polymerase Chain Reaction (PCR). Pemeriksaan ini spesifik dan
sensitif, tetapi belum dipakai secara luas.
c. Enzim immunoassay. Hal ini dapat mendeteksi toksin di tinja pada
sebagian besar penderita yang terinfeksi S.dysentriae tipe 1 atau
toksin yang dihasilkan E.coli.

9
d. Sigmoidoskopi. Sebelum pemeriksaan sitologi ini, dilakukan
pengerokan daerah sigmoid. Pemeriksaan ini biasanya dilakukan
pada stadium lanjut.
e. Aglutinasi. Hal ini terjadi karena aglutinin terbentuk pada hari
kedua, maksimum pada hari keenam. Pada S.dysentriae aglutinasi
dinyatakan positif pada pengenceran 1/50 dan pada S.flexneri
aglutinasi antibodi sangat kompleks, dan oleh karena adanya
banyak strain maka jarang dipakai.
f. Gambaran endoskopi memperlihatkan mukosa hemoragik yang
terlepas dan ulserasi. Kadang-kadang tertutup dengan eksudat.
Sebagian besar lesi berada di bagian distal kolon dan secara
progresif berkurang di segmen proksimal usus besar.

2. Disentri amoeba
a. Pemeriksaan tinja
Pemeriksaan tinja ini merupakan pemeriksaan laboratorium
yang sangat penting. Biasanya tinja berbau busuk, bercampur darah
dan lendir. Untuk pemeriksaan mikroskopik diperlukan tinja yang
segar. Kadang diperlukan pemeriksaan berulang-ulang, minimal 3
kali seminggu dan sebaiknya dilakukan sebelum pasien mendapat
pengobatan.
Pada pemeriksaan tinja yang berbentuk (pasien tidak diare),
perlu dicari bentuk kista karena bentuk trofozoit tidak akan dapat
ditemukan. Dengan sediaan langsung tampak kista berbentuk bulat
dan berkilau seperti mutiara. Di dalamnya terdapat badan-badan
kromatoid yang berbentuk batang dengan ujung tumpul, sedangkan
inti tidak tampak. Untuk dapat melihat intinya, dapat digunakan
larutan lugol. Akan tetapi dengan larutan lugol ini badan-badan
kromatoid tidak tampak. Bila jumlah kista sedikit, dapat dilakukan
pemeriksaan menggunakan metode konsentrasi dengan larutan
seng sulfat dan eterformalin. Dengan larutan seng sulfat kista akan

10
terapung di permukaan sedangkan dengan larutan eterformalin
kista akan mengendap.
Dalam tinja pasien juga dapat ditemukan trofozoit. Untuk
itu diperlukan tinja yang masih segar dan sebaiknya diambil bahan
dari bagian tinja yang mengandung darah dan lendir. Pada sediaan
langsung dapat dilihat trofozoit yang masih bergerak aktif seperti
keong dengan menggunakan pseudopodinya yang seperti kaca. Jika
tinja berdarah, akan tampak amoeba dengan eritrosit di dalamnya.
Bentik inti akan nampak jelas bila dibuat sediaan dengan larutan
eosin.

b. Pemeriksaan sigmoidoskopi dan kolonoskopi


Pemeriksaan ini berguna untuk membantu diagnosis
penderita dengan gejala disentri, terutama apabila pada
pemeriksaan tinja tidak ditemukan amoeba. Akan tetapi
pemeriksaan ini tidak berguna untuk carrier. Pada pemeriksaan ini
akan didapatkan ulkus yang khas dengan tepi menonjol, tertutup
eksudat kekuningan, mukosa usus antara ulkus-ulkus tampak
normal.2

c. Foto rontgen kolon


Pemeriksaan rontgen kolon tidak banyak membantu karena
seringkali ulkus tidak tampak. Kadang pada kasus amoebiasis
kronis, foto rontgen kolon dengan barium enema tampak ulkus
disertai spasme otot. Pada ameboma nampak filling defect yang
mirip karsinoma.

d. Pemeriksaan uji serologi


Uji serologi banyak digunakan sebagai uji bantu diagnosis
abses hati amebik dan epidemiologis. Uji serologis positif bila
amoeba menembus jaringan (invasif). Oleh karena itu uji ini akan

11
positif pada pasien abses hati dan disentri amoeba dan negatif pada
carrier. Hasil uji serologis positif belum tentu menderita amebiasis
aktif, tetapi bila negatif pasti bukan amebiasis.

2.7 Diagnosis Banding


Diagnosis banding untuk diare darah adalah :
1. Disentri amoeba
Timbulnya penyakit biasanya perlahan-lahan, diare awal tidak
ada/jarang. Toksemia ringan dapat terjadi, tenesmus jarang dan sakit
berbatas. Tinja biasanya besar, terus menerus, asam, berdarah, bila
berbentuk biasanya tercampur lendir. Lokasi tersering daerah sekum dan
kolon asendens, jarang mengenai ileum. Ulkus yang ditimbulkan dengan
gaung yang khas seperti botol.8
2. Disentri basiler
Penyakit ini biasanya timbul secara akut, sering disertai adanya
toksemia, tenesmus akan tetapi sakit biasanya sifatnya umum. Tinja
biasanya kecil-kecil, banyak, tak berbau, alkalis, berlendir, nanah dan
berdarah, bila tinja berbentuk dilapisi lendir. Daerah yang terserang
biasanya sigmoid dan dapat juga menyerang ileum. Biasanya daerah yang
terserang akan mengalami hiperemia superfisial ulseratif dan selaput lendir
akan menebal.8
3. Eschericiae coli8
a. Escherichia coli Enteroinvasive (EIEC)
Patogenesisnya seperti Shigelosis yaitu melekat dan menginvasi
epitel usus sehingga menyebabkan kematian sel dan respon radang cepat
(secara klinis dikenal sebagai kolitis). Serogroup ini menyebabkan lesi
seperti disentri basiller, ulserasi atau perdarahan dan infiltrasi leukosit
polimorfonuklear dengan khas edem mukosa dan submukosa. Manifestasi
klinis berupa demam, toksisitas sistemik, nyeri kejang abdomen, tenesmus,
dan diare cair atau darah.
b. Escherichia coli Enterohemoragik (EHEC)

12
Manifestasi klinis dari EHEC dapat menyebabkan penyakit diare
sendiri atau dengan nyeri abdomen. Diare pada mulanya cair tapi beberapa
hari menjadi berdarah (kolitis hemoragik). Meskipun gambarannya sama
dengan Shigelosis yang membedakan adalah terjadinya demam yang
merupakan manifestasi yang tidak lazim. Beberapa infeksi disertai dengan
sindrom hemolitik uremik.

2.8 Komplikasi
1. Disentri basiler6
Beberapa komplikasi ekstra intestinal disentri basiler terjadi pada
pasien yang berada di negara yang masih berkembang dan seringnya
kejadian ini dihubungkan dengan infeksi S.dysentriae tipe 1 dan S.flexneri
pada pasien dengan status gizi buruk. Komplikasi lain akibat infeksi
S.dysentriae tipe 1 adalah haemolytic uremic syndrome (HUS). SHU
diduga akibat adanya penyerapan enterotoksin yang diproduksi oleh
Shigella. Biasanya HUS ini timbul pada akhir minggu pertama disentri
basiler, yaitu pada saat disentri basiler mulai membaik. Tanda-tanda HUS
dapat berupa oliguria, penurunan hematokrit (sampai 10% dalam 24 jam)
dan secara progresif timbul anuria dan gagal ginjal atau anemia berat
dengan gagal jantung. Dapat pula terjadi reaksi leukemoid (leukosit lebih
dari 50.000/mikro liter), trombositopenia (30.000-100.000/mikro liter),
hiponatremia, hipoglikemia berat bahkan gejala susunan saraf pusat seperti
ensefalopati, perubahan kesadaran dan sikap yang aneh.
Artritis juga dapat terjadi akibat infeksi S.flexneri yang biasanya
muncul pada masa penyembuhan dan mengenai sendi-sendi besar terutama
lutut. Hal ini dapat terjadi pada kasus yang ringan dimana cairan sinovial
sendi mengandung leukosit polimorfonuklear. Penyembuhan dapat
sempurna, akan tetapi keluhan artsitis dapat berlangsung selama berbulan-
bulan. Bersamaan dengan artritis dapat pula terjadi iritis atau iridosiklitis.
Sedangkan stenosis terjadi bila ulkus sirkular pada usus menyembuh,
bahkan dapat pula terjadi obstruksi usus, walaupun hal ini jarang terjadi.

13
Neuritis perifer dapat terjadi setelah serangan S.dysentriae yang toksik
namun hal ini jarang sekali terjadi.
Komplikasi intestinal seperti toksik megakolon, prolaps rectal dan
perforasi juga dapat muncul. Akan tetapi peritonitis karena perforasi jarang
terjadi. Kalaupun terjadi biasanya pada stadium akhir atau setelah
serangan berat. Peritonitis dengan perlekatan yang terbatas mungkin pula
terjadi pada beberapa tempat yang mempunyai angka kematian tinggi.
Komplikasi lain yang dapat timbul adalah bisul dan hemoroid.

2. Disentri amoeba
Beberapa penyulit dapat terjadi pada disentri amoeba, baik berat
maupun ringan. Berdasarkan lokasinya, komplikasi tersebut dapat dibagi
menjadi :7
Komplikasi intestinal
Perdarahan usus. Terjadi apabila amoeba mengadakan invasi ke dinding
usus besar dan merusak pembuluh darah.
Perforasi usus. Hal ini dapat terjadi bila abses menembus lapisan
muskular dinding usus besar. Sering mengakibatkan peritonitis yang
mortalitasnya tinggi. Peritonitis juga dapat disebabkan akibat pecahnya
abses hati amoeba.
Ameboma. Peristiwa ini terjadi akibat infeksi kronis yang mengakibatkan
reaksi terbentuknya massa jaringan granulasi. Biasanya terjadi di daerah
sekum dan rektosigmoid. Sering mengakibatkan ileus obstruktif atau
penyempitan usus.
Intususepsi. Sering terjadi di daerah sekum (caeca-colic) yang
memerlukan tindakan operasi segera.
Penyempitan usus (striktura). Dapat terjadi pada disentri kronik akibat
terbentuknya jaringan ikat atau akibat ameboma.
Komplikasi ekstraintestinal
Amebiasis hati. Abses hati merupakan komplikasi ekstraintestinal yang
paling sering terjadi. Abses dapat timbul dari beberapa minggu, bulan atau

14
tahun sesudah infeksi amoeba sebelumnya. Infeksi di hati terjadi akibat
embolisasi ameba dan dinding usus besar lewat vena porta, jarang lewat
pembuluh getah bening.
Mula-mula terjadi hepatitis ameba yang merupakan stadium dini abses hati
kemudian timbul nekrosis fokal kecil-kecil (mikro abses), yang akan
bergabung menjadi satu, membentuk abses tunggal yang besar. Sesuai
dengan aliran darah vena porta, maka abses hati ameba terutama banyak
terdapat di lobus kanan. Abses berisi nanah kental yang steril, tidak
berbau, berwarna kecoklatan (chocolate paste) yang terdiri atas jaringan
sel hati yang rusak bercampur darah. Kadang-kadang dapat berwarna
kuning kehijauan karena bercampur dengan cairan empedu.
Abses pleuropulmonal. Abses ini dapat terjadi akibat ekspansi langsung
abses hati. Kurang lebih 10-20% abses hati ameba dapat mengakibatkan
penyulit ini. Abses paru juga dapat terjadi akibat embolisasi ameba
langsung dari dinding usus besar. Dapat pula terjadi hiliran (fistel)
hepatobronkhial sehingga penderita batuk-batuk dengan sputum berwarna
kecoklatan yang rasanya seperti hati.
Abses otak, limpa dan organ lain. Keadaan ini dapat terjadi akibat
embolisasi ameba langsung dari dinding usus besar maupun dari abses hati
walaupun sangat jarang terjadi.
Amebiasis kulit. Terjadi akibat invasi ameba langsung dari dinding usus
besar dengan membentuk hiliran (fistel). Sering terjadi di daerah perianal
atau dinding perut. Dapat pula terjadi di daerah vulvovaginal akibat invasi
ameba yang berasal dari anus.

2.9 Penatalaksanaan
1. Disentri basiler2
Prinsip dalam melakukan tindakan pengobatan adalah istirahat,
mencegah atau memperbaiki dehidrasi dan pada kasus yang berat
diberikan antibiotika.
a. Cairan dan elektrolit

15
Dehidrasi ringan sampai sedang dapat dikoreksi dengan cairan
rehidrasi oral. Jika frekuensi buang air besar terlalu sering, dehidrasi akan
terjadi dan berat badan penderita turun. Dalam keadaan ini perlu diberikan
cairan melalui infus untuk menggantikan cairan yang hilang. Akan tetapi
jika penderita tidak muntah, cairan dapat diberikan melalui minuman atau
pemberian air kaldu atau oralit. Bila penderita berangsur sembuh, susu
tanpa gula mulai dapat diberikan.
b. Diet
Diberikan makanan lunak sampai frekuensi berak kurang dari 5
kali/hari, kemudian diberikan makanan ringan biasa bila ada kemajuan.
Pengobatan spesifik
c. Antibiotik
Menurut pedoman WHO, bila telah terdiagnosis shigelosis pasien
diobati dengan antibiotika. Jika setelah 2 hari pengobatan menunjukkan
perbaikan, terapi diteruskan selama 5 hari. Bila tidak ada perbaikan,
antibiotika diganti dengan jenis yang lain.
Resistensi terhadap sulfonamid, streptomisin, kloramfenikol dan
tetrasiklin hampir universal terjadi. Kuman Shigella biasanya resisten
terhadap ampisilin, namun apabila ternyata dalam uji resistensi kuman
terhadap ampisilin masih peka, maka masih dapat digunakan dengan dosis
4 x 500 mg/hari selama 5 hari. Begitu pula dengan trimetoprim-
sulfametoksazol, dosis yang diberikan 2 x 960 mg/hari selama 3-5 hari.
Amoksisilin tidak dianjurkan dalam pengobatan disentri basiler karena
tidak efektif.
Pemakaian jangka pendek dengan dosis tunggal fluorokuinolon
seperti siprofloksasin atau makrolide azithromisin ternyata berhasil baik
untuk pengobatan disentri basiler. Dosis siprofloksasin yang dipakai
adalah 2 x 500 mg/hari selama 3 hari sedangkan azithromisin diberikan 1
gram dosis tunggal dan sefiksim 400 mg/hari selama 5 hari. Pemberian
siprofloksasin merupakan kontraindikasi terhadap anak-anak dan wanita
hamil.

16
Di negara-negara berkembang di mana terdapat kuman
S.dysentriae tipe 1 yang multiresisten terhadap obat-obat, diberikan asam
nalidiksik dengan dosis 3 x 1 gram/hari selama 5 hari. Tidak ada
antibiotika yang dianjurkan dalam pengobatan stadium carrier disentri
basiler.

2. Disentri amoeba
a. Asimtomatik atau carrier : Iodoquinol (diidohydroxiquin) 650 mg tiga
kali perhari selama 20 hari.
b. Amebiasis intestinal ringan atau sedang : tetrasiklin 500 mg empat kali
selama 5 hari.
c. Amebiasis intestinal berat, menggunakan 3 obat : Metronidazol 750
mg tiga kali sehari selama 5-10 hari, tetrasiklin 500 mg empat kali
selama 5 hari, dan emetin 1 mg/kgBB/hari/IM selama 10 hari.
d. Amebiasis ektraintestinal, menggunakan 3 obat : Metonidazol 750 mg
tiga kali sehari selama 5-10 hari, kloroquin fosfat 1 gram perhari
selama 2 hari dilanjutkan 500 mg/hari selama 4 minggu, dan emetin 1
mg/kgBB/hari/IM selama 10 hari.2

2.10 Prognosis
Prognosis ditentukan dari berat ringannya penyakit, diagnosis dan
pengobatan dini yang tepat serta kepekaan ameba terhadap obat yang diberikan.
Pada umumnya prognosis amebiasis adalah baik terutama pada kasus tanpa
komplikasi. Prognosis yang kurang baik adalah abses otak ameba.9
Pada bentuk yang berat, angka kematian tinggi kecuali bila mendapatkan
pengobatan dini. Tetapi pada bentuk yang sedang, biasanya angka kematian
rendah; bentuk dysentriae biasanya berat dan masa penyembuhan lama meskipun
dalam bentuk yang ringan. Bentuk flexneri mempunyai angka kematian yang
rendah.9

17
2.11 Pencegahan
1. Disentri basiler
Tindakan pencegahan diri agar terhindar dari paparan Shigella, antara
lain:4,10
 Selalu cuci tangan dengan sabun dan air sebelum makan, setelah
menggunakan toilet, dan setelah mengganti popok anak.
 Cuci tangan anak dan tangan mereka sendiri setelah mengganti popok, dan
buangpopok di tutup tutup sampah.
 Cuci tangan dengan sabun dan air jika sedang sakit diare ataupun saat
sedang merawat orang yang terkenan diare
 Memastikan ketersediaan air minum yang aman
 Pengolahan makanan yang aman,termasuk pendinginan danmemasak
makanan dengan tepat
 Untuk pasien diare simptomatik, tidak dianjurkan berenang atau mandi
bersama satu tempat dengan orang lain sampai 48 jam setelah gejala
 Hindari kontak tinja yang mungkin timbul dari hubungan seksual
Hingga saat ini belum ada vaksinasi untuk Shigella baik secara peroral maupun
intravena yang tersedia

2. Disentri amoeba7,10
Makanan, minuman dan keadaan lingkungan hidup yang memenuhi syarat
kesehatan merupakan sarana pencegahan penyakit yang sangat penting. Air
minum sebaiknya dimasak dahulu karena kista akan binasa bila air dipanaskan
500C selama 5 menit.
Penting sekali adanya jamban keluarga, isolasi dan pengobatan carrier.
Carrier dilarang bekerja sebagai juru masak atau segala pekerjaan yang
berhubungan dengan makanan. Sampai saat ini belum ada vaksin khusus untuk
pencegahan. Pemberian kemoprofilaksis bagi wisatawan yang akan mengunjungi
daerah endemis tidak dianjurkan.

18
BAB III
KESIMPULAN

1. Disentri merupakan suatu infeksi yang menimbulkan luka yang menyebabkan


tukak terbatas di colon yang ditandai dengan gejala khas yang disebut sebagai
sindrom disentri, yakni : 1. Sakit di perut yang sering disertai dengan tenesmus,
2. Berak-berak, 3. Tinja mengandung darah dan lendir.
2. Etiologi dari disentri ada 2, yaitu disenstri basiler yang disebabkan oleh
Shigella,sp dan disentri amuba yang disebabkan oleh Entamoeba hystolitica.
3. Manifestasi klinis disentri basiler berupa diare berlendir, alkalis, tinja kecil-
kecil dan banyak, darah dan tenesmus serta bila tinja berbentuk dilapisi lendir.
4. Manifestasi klinis disentri amuba berupa tinja biasanya besar, asam, berdarah
dan tenesmus jarang.
5. Diagnosis dari disentri dapat ditegakkan melalui anamnesa, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan lanjutan.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Setiawati S, Alwi I ,Sudoyo AW. Ilmu Penyakit Dalam.Edisi VI.Jakarta. 2014.


Hal 682-691
2. Zulkifli AL,.Tatalaksana Diare Akut. Departemen Ilmu Penyakit
DalamFakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo, Jakarta, Indonesia. 2015.
3. Sya’roni A., Hoesadha Y. 2006. Disentri Basiler. Buku Ajar Penyakit Dalam.
FKUI:Jakarta.
4. Utah Department of Health Bureau of Epidemiology. Shigellosis (Bacillary
Dysentery). 801-538-6191. 2015
5. Widoyono, MPH. Penyakit Tropis, epidemiologi penularan pencegahan dan
pemberantasannya. Edisi2;Erlanga: Jakarta.2011
6. Davis K., 2007. Amebiasis. Diakses dari http://www.emedicine.com/
med/topic116.htm.
7. Kroser A. J., 2007. Shigellosis. Diakses dari http://www.emedicine.com/
med/topic2112.htm.
8. Oesman, Nizam. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi III. Fakultas
kedokteran UI.: Jakarta.
9. Soewandoyo, Eddy. 2002. Amebiasis. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I.
Edisi Ketiga. Buku Penerbit FK UI. Jakarta
10. Richard Baydack, PhD. Director, Communicable Disease Control. Shigellosis
(Bacillary Dysentery)Public Health and Primary Health Care. November 2015

20

Anda mungkin juga menyukai