Anda di halaman 1dari 16

Laporan Pendahuluan Disentri

I. KONSEP DASAR PENYAKIT

A. DEFINISI
Disentri merupakan tipe diare yang berbahaya dan sering
kali menyebabkan kematian dibandingkan dengan tipe diare akut
yang lain.Penyakit ini dapat disebabkan oleh bakteri (disentri
basiler) dan amoeba (disentri amoeba).
Disentri merupakan suatu infeksi yang menimbulkan luka
yang menyebabkan tukak terbatas di colon yang ditandai dengan
gejala khas yang disebut sebagai sindroma disentri, yakni :
1. Sakit di perut yang sering disertai dengan tenesmu
2. Berak-berak, dan
3. Tinja mengandung darah dan lendir
Adanya darah dan lekosit dalam tinja merupakan suatu bukti
bahwa kuman penyebab disentri tersebut menembus dinding
kolon dan bersarang dibawahnya. Penyakit ini seringkali
terjadi karena kebersihan tidak terjaga, baik karena
kebersihan diri atau individu maupun kebersihan masyarakat
dan lingkungan. (NANDA NIC NOC,2013)
B. ETIOLOGI
Etiologi dari disentri ada 2, yaitu :
1) Disentri basiler, disebabkan oleh Shigella,s p.
Shigella adalah basil non motil, gram negatif, famili
enterobacteriaceae. Ada 4 spesies Shigella,
yaitu S.dysentriae, S.flexneri, S.bondii dan S.sonnei.
Terdapat 43 serotipe O dariShigella. S.sonnei adalah
satu-satunya yang mempunyai serotipe tunggal. Karena
kekebalan tubuh yang didapat bersifat serotipe spesifik,
maka seseorang dapat terinfeksi beberapa kali oleh tipe yang
berbeda. Genus ini memiliki kemampuan menginvasi sel
epitel intestinal dan menyebabkan infeksi dalam jumlah 102-
103 organisme. Penyakit ini kadang-kadang bersifat ringan
dan kadang-kadang berat. Suatu keadaan lingkungan yang
jelek akan menyebabkan mudahnya penularan penyakit.
Secara klinis mempunyai tanda-tanda berupa diare, adanya
lendir dan darah dalam tinja, perut terasa sakit dan
tenesmus. Shigella sp merupakan penyebab terbanyak dari
diare invasif (disentri) dibandingkan dengan penyebab
lainnya. Hal ini tergambar dari penelitian yang dilakukan
oleh Taylor dkk. di Thailand pada tahun 1984.

2) Disentri amoeba, disebabkan Entamoeba hystolitica.


E.histolytica merupakan protozoa usus, sering hidup
sebagai mikroorganisme komensal apatogen) di usus besar
manusia. Apabila kondisi mengijinkan dapat berubah
menjadi patogen dengan cara membentuk koloni di dinding
usus dan menembus dinding usus sehingga menimbulkan
ulserasi. Siklus hidup amoeba ada 2 bentuk, yaitu bentuk
trofozoit yang dapat bergerak dan bentuk kista.
Bentuk trofozoit ada 2 macam, yaitu trofozoit komensal (berukuran
< 10 mm) dan trofozoit patogen (berukuran > 10 mm). Trofozoit
komensal dapat dijumpai di lumen usus tanpa menyebabkan gejala
penyakit. Bila pasien mengalami diare, maka trofozoit akan keluar
bersama tinja. Sementara trofozoit patogen yang dapat dijumpai di
lumen dan dinding usus (intraintestinal) maupun luar usus
(ekstraintestinal) dapat mengakibatkan gejala disentri. Diameternya
lebih besar dari trofozoit komensal dapat sampai 50 mm) dan
mengandung beberapa eritrosit di dalamnya. Hal ini dikarenakan
trofozoit patogen sering menelan eritrosit (haematophagous
trophozoite). Bentuk trofozoit ini bertanggung jawab terhadap
terjadinya gejala penyakit namun cepat mati apabila berada di luar
tubuh manusia. mempunyai tanda-tanda berupa diare, adanya lendir
dan darah dalam tinja, perut terasa sakit dan tenesmus.

C. EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat, insidensi penyakit ini rendah. Setiap
tahunnya kurang dari 500.000 kasus yang dilaporkan ke Centers
for Disease Control (CDC). Di Bagian Penyakit Dalam RSUP
Palembang selama 3 tahun (1990-1992) tercatat dicatatan medis,
dari 748 kasus yang dirawat karena diare ada 16 kasus yang
disebabkan oleh disentri basiler. Sedangkan hasil penelitian yang
dilakukan di beberapa rumah sakit di Indonesia dari Juni 1998
sampai dengan Nopember 1999, dari 3848 orang penderita diare
berat, ditemukan 5% shigella. Prevalensi amebiasis sangat
bervariasi, diperkirakan 10 persen populasi terinfeksi. Prevalensi
tertinggi di daerah tropis (50-80%). Manusia merupakan host dan
reservoir utama. Penularannya lewat kontaminasi tinja ke makanan
dan minuman, dengan perantara lalat, kecoak, kontak interpersonal,
atau lewat hubungan seksual anal-oral. Sanitasi lingkungan yang
jelek, penduduk yang padat dan kurangnya sanitasi individual
mempermudah penularannya.

D. PATOFISIOLOGI
1) Disentri basiler Semua strain kuman Shigella menyebabkan
disentri, yaitu suatu keadaan yang ditandai dengan diare,
dengan konsistensi tinja biasanya lunak, diserta ieksudat
inflamasi yang mengandung leukosit polymorfonuclear (PMN)
dan darah. Kuman Shigella secara genetik bertahan terhadap
pH yang rendah, maka dapat melewati barrier asam lambung.
Ditularkan secara oral melalui air,makanan, dan lalat yang
tercemar oleh ekskreta pasien. Setelah melewati lambung dan
usus halus, kuman ini menginvasi sel epitel mukosa kolon dan
berkembang biak didalamnya. Kolon merupakan tempat utama
yang diserang Shigella namun ileum terminalis dapat juga
terserang. Kelainan yang terberat biasanya di daerah sigmoid,
sedang pada ilium hanya hiperemik saja. Pada keadaan akut
dan fatalditemukan mukosa usus hiperemik, lebam dan tebal,
nekrosis superfisial, tapi biasanya tanpa ulkus. Pada keadaan
subakut terbentuk ulkus pada daerah folikel limfoid, dan pada
selaput lendir lipatan transversum didapatkan ulkus yang
dangkal dan kecil, tepi ulkus menebal dan infiltrat tetapi tidak
berbentuk ulkus bergaung S.dysentriae, S.flexeneri, dan S.sonei
menghasilkan eksotoksin antara lain ShET1, ShET2, dan toksin
Shiga, yang mempunyai sifat enterotoksik, sitotoksik,dan
neurotoksik. Enterotoksin tersebut merupakan salah satu faktor
virulen sehingga kuman lebih mampu menginvasi sel eptitel
mukosa kolon dan menyebabkan kelainan pada selaput lendir
yang mempunyai warna hijau yang khas. Pada infeksi yang
menahun akan terbentuk selaput yang tebalnya sampai 1,5cm
sehingga dinding usus menjadi kaku, tidak rata dan lumen usus
mengecil. Dapat terjadi perlekatan dengan peritoneum.
2) Disentri Amuba Trofozoit yang mula-mula hidup sebagai
komensal di lumen usus besar dapat berubah menjadi patogen
sehingga dapat menembus mukosa usus danmenimbulkan
ulkus. Akan tetapi faktor yang menyebabkan perubahan ini
sampaisaat ini belum diketahui secara pasti. Diduga baik faktor
kerentanan tubuh pasien,sifat keganasan (virulensi) amoeba,
maupun lingkungannya mempunyai peran.Amoeba yang ganas
dapat memproduksi enzim fosfoglukomutase dan lisozim yang
dapat mengakibatkan kerusakan dan nekrosis jaringan dinding
usus.Bentuk ulkus amoeba sangat khas yaitu di lapisan mukosa
berbentuk kecil, tetapidi lapisan submukosa dan muskularis
melebar (menggaung). Akibatnya terjadiulkus di permukaan
mukosa usus menonjol dan hanya terjadi reaksi radang
yangminimal. Mukosa usus antara ulkus-ulkus tampak normal.
Ulkus dapat terjadi disemua bagian usus besar, tetapi
berdasarkan frekuensi dan urut-urutan tempatnya adalah sekum,
kolon asenden, rektum, sigmoid, apendiks dan ileum terminalis.

E. GEJALA KLINIS
Disentri basiler
1) Diare mendadak yang disertai darah dan lendir dalam tinja.
Pada disentri shigellosis, pada permulaan sakit, bisa terdapat
diare encer tanpa darah dalam 6-24 jam pertama, dan setelah
12-72 jam sesudah permulaan sakit, didapatkan darah dan
lendir dalam tinja.
2) Panas tinggi (39,50 – 400 C), appear toxic.
3) Muntah-muntah.
4) Anoreksia.
5) Sakit kram di perut dan sakit di anus saat BAB.
6) Kadang-kadang disertai dengan gejala menyerupai ensefalitis
dan sepsis (kejang, sakit kepala, letargi, kaku kuduk,
halusinasi).
Disentri amoeba
1) Diare disertai darah dan lendir dalam tinja.
2) Frekuensi BAB umumnya lebih sedikit daripada disentri
basiler (≤10x/hari)
3) Sakit perut hebat (kolik)
4) Gejala konstitusional biasanya tidak ada (panas hanya
ditemukan pada 1/3 kasus).

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
I. Pemeriksaan tinja
 Makroskopis : suatu disentri amoeba dapat ditegakkan bila
ditemukan bentuk trofozoit dalam tinja
 Benzidin test
 Mikroskopis : leukosit fecal (petanda adanya kolitis), darah
fecal .
II. Biakan tinja
 Media : agar MacConkey, xylose-lysine deoxycholate
(XLD), agar SS.
3. Pemeriksaan darah rutin : leukositosis (5.000 – 15.000
sel/mm3), kadang-kadang dapat ditemukan leucopenia.
4. Endoscopy : memberikan visualisasi area yang terlibat.

G. PENATALAKSANAAN
1) Perhatikan keadaan umum anak, bila anak appear toxic, status
gizi kurang, lakukan pemeriksaan darah (bila memungkinkan
disertai dengan biakan darah) untuk mendeteksi adanya
bakteremia. Bila dicurigai adanya sepsis, berikan terapi sesuai
penatalaksanaan sepsis pada anak. Waspadai adanya syok
sepsis.
2) Komponen terapi disentri, antara lain :
a. Koreksi dan maintenance cairan dan elektrolit, Seperti pada
kasus diare akut secara umum, hal pertama yang harus
diperhatikan dalam penatalaksanaan disentri setelah
keadaan stabil adalah penilaian dan koreksi terhadap status
hidrasi dan keseimbangan elektrolit.
b. Diet, Anak dengan disentri harus diteruskan pemberian
makanannya. Berikan diet lunak tinggi kalori dan protein
untuk mencegah malnutrisi. Dosis tunggal tinggi vitamin A
(200.000 IU) dapat diberikan untuk menurunkan tingkat
keparahan disentri, terutama pada anak yang diduga
mengalami defisiensi. Untuk mempersingkat perjalanan
penyakit, dapat diberikan sinbiotik dan preparat seng oral.
Dalam pemberian obat-obatan, harus diperhatikan bahwa
obat-obat yang memperlambat motilitas usus sebaiknya
tidak diberikan karena adanya resiko untuk memperpanjang
masa sakit.
c. Antibiotika
 Anak dengan disentri harus dicurigai menderita
shigellosis dan mendapatkan terapi yang sesuai.
Pengobatan dengan antibiotika yang tepat akan
mengurangi masa sakit dan menurunkan resiko
komplikasi dan kematian.
 Pilihan utama untuk Shigelosis (menurut anjuran
WHO) : Kotrimokasazol (trimetoprim 10mg/kbBB/hari
dan sulfametoksazol 50mg/kgBB/hari) dibagi dalam 2
dosis, selama 5 hari.
 Dari hasil penelitian, tidak didapatkan perbedaan
manfaat pemberian kotrimoksazol dibandingkan
placebo10.
 Alternatif yang dapat diberikan :
 o Ampisilin 100mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis
 o Cefixime 8mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis
 o Ceftriaxone 50mg/kgBB/hari, dosis tunggal IV atau
IM
 o Asam nalidiksat 55mg/kgBB/hari dibagi dalam 4
dosis.
 Bila dalam 2 hari tidak terjadi perbaikan (panas turun,
sakit dan darah dalam tinja berkurang, frekuensi BAB
berkurang, dll.) antibiotik harus dihentikan dan diganti
dengan alternatif lain.
 Terapi yang dipilih sebagai antiamubik intestinal pada
anak adalah Metronidazol 30-50mg/kgBB/hari dibagi
dalam 3 dosis selama 10 hari. Bila disentri memang
disebabkan oleh E. hystolistica, keadaan akan membaik
dalam 2-3 hari terapi.

II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

1) Data Subjektif
 Pasien mengeluh nyeri perut
 Pasien mengeluh Mual dan muntah
 Pasien merasa Cemas
 Pasien mengeluh lemas
 BAB > 3x / hari
2) Data Objektif
 Turgor kulit buruk
 Mukosa bibir kering
 Terdapat lendir dan/atau darah pada feses
 Hipertermi

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan Rasa Nyaman (Nyeri) b.d. terangsannya reseptor nyeri
terhadap diare .

2. Risiko Kekurangan Volume Cairan b.d. Kehilangan sekunder


terhadap diare .
3. Defisiensi Pengetahuan b.d Kurang terpajan/mengingat dan salah
interpretasi informasi.

C. RENCANA KEPERAWATAN

No. Diagnosa Tujuan Intervensi


1. Gangguan Rasa Setelah Manajemen nyeri :
Nyaman (Nyeri) dilakukan
1. Lakukan pegkajian
b.d. askep selama
nyeri secara
terangsannya … x 24 jam
komprehensif termasuk
reseptor nyeri tingkat
lokasi, karakteristik,
terhadap diare. kenyamanan
durasi, frekuensi,
pasien
kualitas dan faktor
meningkat,
presipitasi.
dan
2. Observasi reaksi
dibuktikan
nonverbal dari
dengan level
ketidaknyamanan.
nyeri: pasien
3. Gunakan teknik
dapat
komunikasi terapeutik
melaporkan
untuk mengetahui
nyeri pada
pengalaman nyeri
petugas,
pasien sebelumnya.
frekuensi
4. Kontrol faktor
nyeri,
lingkungan yang
ekspresi
mempengaruhi nyeri
wajah, dan seperti suhu ruangan,
menyatakan pencahayaan,
kenyamanan kebisingan.
fisik dan 5. Kurangi faktor
psikologis, presipitasi nyeri.
TD 120/80 6. Pilih dan lakukan
mmHg, N: penanganan
60-100 nyeri(farmakologis/nonf
x/mnt, RR: armakologis).
16-20x/mnt 7. Ajarkan teknik non
Control
farmakologis (relaksasi,
nyeri
distraksi dll) untuk
dibuktikan
mengetasi nyeri..
dengan
8. Berikan analgetik untuk
pasien
mengurangi nyeri.
melaporkan
9. Evaluasi tindakan
gejala nyeri
pengurang nyeri/kontrol
dan control
nyeri.
nyeri.
10. Kolaborasi dengan
dokter bila ada
komplain tentang
pemberian analgetik
tidak berhasil.
11. Monitor penerimaan
pasien tentang
manajemen nyeri.
Administrasi
analgetik :.
1. Cek program pemberian
analogetik; jenis, dosis,
dan frekuensi.
2. Cek riwayat alergi.
3. Tentukan analgetik
pilihan, rute pemberian
dan dosis optimal.
4. Monitor TTV sebelum
dan sesudah pemberian
analgetik.
5. Berikan analgetik tepat
waktu terutama saat
nyeri muncul.
6. Evaluasi efektifitas
analgetik, tanda dan
gejala efek samping.
2. Risiko Setelah NOC
Kekurangan dilakukan
1. Pertahankan catatan
Volume Cairan askep selama
intake dan output
b.d. Kehilangan … x 24 jam
yang akurat.
sekunder diharapkan 2. Monitor status
terhadap diare pasien hidrasi (kelembaban
memenuhi membrane mukosa,
Kriteria nadi adekuat,
hasil : tekanan darah
NIC
ortostatik), jika
1. Mempertahan diperlukan
3. Monitor vitalsign
kan urine
4. Monitor masukan
output sesuai
makanan / cairan
dengan usia dan hitung intake
dan BB kalori harian
2. Tekanan 5. Monitor status
darah, nadi nutrisi
6. Kolaborasikan
suhu tubuh
pemberian cairan IV
dalam batas
7. Dorong keluarga
normal.
untuk membantu
3. Tidak ada
pasien makan
tanda-tanda
dehidrasi,
elastisitas
tugor kulit
baik,
membrane
mukosa
lembab, tidak
ada rasa haus
yang
berlebihan.
3. Defisiensi Setelah NOC
Pengetahuan b.d dilakukan
1. Berikan penilaian
Kurang askep selama
tentang tingkat
terpajan/mengin … x 24 jam
pengetahuan pasien
gat dan salah diharapkan
tentang proses
interpretasi pasien
penyakit yang
informasi memenuhi
spesifik
Kriteria 2. Jelaskan
hasil : patofisiologi dari
NIC
penyakit dan
1. Pasien dan bagaimana hal ini
keluarga berhubungan dengan
menyatakan anatomi fisiologi,
pemahaman dengan cara yang
tentang tepat.
3. Gambarkan tanda
penyakit,
dan gejala yang basa
kondisi,
muncul pada
prognosis dan
penyakit, dengan
program
cara yang tepat
pengobatan.
4. Gambarkan proses
2. Pasien dan
penyakit , dengan
keluarga
cara yang cepat
mampu
5. Identifikasikan
melaksanaka
kemungkinan
n prosedur
penyebab, dengan
yang
cara yang tepat.
dijelaskan
secara benar
3. Pasien dan
keluarga
mampu
menjelaskan
kembali apa
yang
dijelaskan
perawat/tim
kesehatan
lainnya.

D. IMPLEMENTASI
Implementasi/pelaksanaan pada klien dengan Disentri dilaksanakan
sesuai dengan perencanaan perawatan yang meliputi tindakan-
tindakan yang telah direncanakan oleh perawat maupun hasil
kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya serta memperhatikan kondisi
dan keadaan klien.

E. EVALUASI

Evaluasi dilakukan setelah diberikan tindakan perawatan dengan


melihat respon klien, mengacu pada kriteria evaluasi, tahap ini
merupakan proses yang menentukan sejauah mana tujuan telah
tercapai.

Mengetahui Gianyar, 14 Desember


2013
Pembimbing Praktik R. Nakula Mahasiswa

Pande Putu Sariningsih,S.Kep. Ni Luh Nyoman Sari


Widiani
NIP.196501271986032009 NIM :
P07120012081

Mengetahui
Pembimbing Akademik
I Made Mertha, S.Kp, M.Kep
NIP. 19691015 19903 1 015

Daftar Pustaka
Mooehead,Sue dkk.2004 . Nursing Outcomes Classification (NOC).Jakarta:
Mosby Elevier
Anonim, 2008. Disentri. Diakses dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Disentri_Amuba. Sya’roni
A. Hoesadha Y. 2006.

Robbins dan Cotrans. 2002. Dasar Patologis Penyakit. Buku EGC Kedokteran :
Jakarta

Doengoes, Marilyann E Dkk.1993 Rencana Asuhan Keperawatan .Pedoman


Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Perawatan.Jakarta:EGC

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi III . Fakultaskedokteran UI : Jakarta.


Davis K., 2007

NANDA, 2013. Diagnosa Nanda (Nic & Noc), Disertai Dengan Discharge
Planning.

Anda mungkin juga menyukai