Anda di halaman 1dari 23

DISENTRI/ SHIGELLOSIS

Pengertian
• Disentri berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys (gangguan) dan enteron (usus), yang
berarti radang usus yang menimbulkan gejala meluas dengan gejala buang air besar
dengan tinja berdarah, diare encer dengan volume sedikit, buang air besar dengan
tinja bercampur lendir (mucus) dan nyeri saat buang air besar (tenesmus).

• Disentri merupakan suatu infeksi yang menimbulkan luka yang menyebabkan tukak
terbatas di colon yang ditandai dengan gejala khas yang disebut sebagai sindroma
disentri, yakni:
1. sakit di perut yang sering disertai dengan tenesmus
2. berak-berak
3. tinja mengandung darah dan lendir.
Epidemiologi
• Di Indonesia  Shigella sp. merupakan penyebab tersering ke-2 dari diare yang dirawat di
rumah sakit, yakni sebesar 27,3%.
 82,8% : S. Flexneri
 15,0% : S. Sonnei
 2,2% : S. Dysenteriae

• Laporan epidemiologi menunjukkan bahwa 600.000 dari 140 juta pasien shigellosis
meninggal setiap tahun di seluruh dunia.
• Prevalensi tertinggi berada pada negara tropis (50-80%). Hal ini disebabkan oleh beberapa
faktor berupa iklim, letak geografis, dan demografi dari negara tersebut.
• Data di Indonesia  29% kematian diare terjadi pada umur 1 - 4 tahun disebabkan oleh
disentri basiler.
• Indonesia  disentri amoeba masih belum ada, disentri basiler : 5% dari 3848 orang
penderita diare berat menderita disentri basiler.
• Tingginya insiden dan mortalitas dihubungkan dengan status sosial ekonomi yang rendah,
kepadatan penduduk dan kebersihan yang kurang
Etiologi
1. Disentri basiler, disebabkan oleh Shigella,sp.

2. Amoeba (Disentri amoeba), disebabkan Entamoeba hystolitica.

• Penyebab utama disentri di Indonesia  Shigella, Salmonela, Campylobacter jejuni,


Escherichia coli, dan Entamoeba histolytica.
• Disentri berat umumnya disebabkan oleh Shigella dysentery, kadang-kadang dapat
juga disebabkan oleh Shigella flexneri, Salmonella dan Enteroinvasive E.coli ( EIEC).
• Di daerah tropis yang sering ditemukan ialah S.dysenteriae dan S.flexneri, sedangkan
S.sonnei lebih sering dijumpai di daerah sub tropis atau daerah industri.
Etiologi
 Shigella merupakan bakteri batang gram negatif yang tipis, bentuk coccobacilli
terjadi pada perbenihan muda.
 Koloni Shigella cembung, bundar, transparan dengan diameter sampai kira-kira
2 µm dalam 24 jam.
 Infeksi Shigella hampir selalu terbatas pada system gastrointestinal, penyebaran
dalam aliran darah sangat jarang.
 Terdapat 4 spesies Shigella, meliputi
 Shigella dysenteriae (Grup A)
 Shigella flexneri (Grup B)
 Shigella boydii (Grup C)
 Shigella sonnei (Grup D)
Shigella dysenteriae

Klasifikasi
Kingdom : Bakteri
Phylum : Proteobacteria
Kelas : Gamma Proteobacteria
Ordo : Enterobacteriales
Famili : Enterobacteriaceae
Genus : Shigella
Spesies : Shigella dysenteria
Shigella dysenteriae
Shigella adalah basil non motil, gram negatif, famili enterobacteriaceae.
Ada 4 spesies Shigella, yaitu S.dysentriae, S.flexneri, S.bondii dan S.sonnei.
Terdapat 43 serotipe O dari shigella. S.sonnei adalah satu-satunya yang mempunyai
serotipe tunggal.
Karena kekebalan tubuh yang didapat bersifat serotipe spesifik, maka seseorang
dapat terinfeksi beberapa kali oleh tipe yang berbeda.
Genus ini memiliki kemampuan menginvasi sel epitel intestinal dan menyebabkan
infeksi dalam jumlah 102-103 organisme.
Penyakit ini kadang-kadang bersifat ringan dan kadang-kadang berat. Suatu keadaan
lingkungan yang jelek akan menyebabkan mudahnya penularan penyakit. Secara
klinis mempunyai tanda-tanda berupa diare, adanya lendir dan darah dalam tinja,
perut terasa sakit dan tenesmus.
Shigella flexneri  Bakteri ini merupakan bakteri gram negatif
berbentuk batang/basil dan bersifat anaerob
Klasifikasi fakultatif.
Kerajaan : Bacteria
Divisio : Proteobacteria
Kelas : Gammaproteobacteria
Bangsa : Enterobacteriales
Suku : Enterobacteriaceae
Marga : Shigella
Jenis : Shigella flexneri
Entamoeba hystolitica
Klasifikasi
Domain :Eukaryota
Kingdom :Amoebozoa
Filum :Archamoebae
• E.histolytica  protozoa usus, sering hidup
Subfilum :Conosa sebagai mikroorganisme komensal (apatogen) di
usus besar manusia.
Kelas :Tubulinea
• Berubah menjadi patogen  membentuk koloni
Ordo :Amoebida di dinding usus dan menembus dinding usus 
ulserasi.
Famili :Entamoebidae
• Siklus hidup amoeba ada 2 bentuk : bentuk
Genus :Entamoeba Trofozoit yang dapat bergerak dan bentuk Kista.
Spesies :E. histolytica
Entamoeba hystolitica

TROFOZOIT
KOMENSAL PATOGEN
 Berukuran <10mm  Berukuran >10mm
 dijumpai di lumen  dapat dijumpai di lumen dan dinding usus (intraintestinal)
usus tanpa maupun luar usus (ekstraintestinal) dapat mengakibatkan gejala
menyebabkan gejala disentri.
penyakit  Diameternya lebih besar dari trofozoit komensal (dapat sampai
 Bila pasien mengalami 50 mm) dan mengandung beberapa eritrosit di dalamnya.
diare, maka trofozoit  Hal ini dikarenakan trofozoit patogen sering menelan eritrosit
akan keluar bersama (haematophagous trophozoite).
tinja.  Bentuk trofozoit ini bertanggung jawab terhadap terjadinya
gejala penyakit namun cepat mati apabila berada di luar tubuh
manusia.
Entamoeba hystolitica

KISTA
KISTA MUDA KISTA DEWASA

 Bentuk kista hanya dijumpai di lumen usus.


 Bentuk kista bertanggung jawab terhadap terjadinya penularan penyakit dan
dapat hidup lama di luar tubuh manusia serta tahan terhadap asam lambung dan
kadar klor standard di dalam sistem air minum.
 Diduga kekeringan akibat penyerapan air di sepanjang usus besar menyebabkan
trofozoit berubah menjadi kista.
Patogenesis – Disentri Basiller
Semua strain kuman Shigella menyebabkan disentri, yaitu suatu keadaan yang ditandai
dengan diare, dengan konsistensi tinja biasanya lunak, disertai eksudat inflamasi yang
mengandung leukosit polymorfonuclear ( PMN) dan darah.
• Kuman Shigella (oral : air, makanan, lalat tercemar oleh ekskreta pasien) secara genetik
bertahan terhadap pH yang rendah, maka dapat melewati barrier asam lambung 
melewati usus halus  menginvasi sel epitel mukosa kolon  berkembang biak
• Kolon : tempat utama yang diserang Shigella, ileum terminalis dapat juga terserang.
Kelainan terberat : di daerah sigmoid, ileum : hanya hiperemik saja.
• Pada keadaan akut & fatal : mukosa usus hiperemik, lebam dan tebal, nekrosis superfisial,
tapi biasanya tanpa ulkus.
• Pada keadaan subakut : ulkus pada daerah folikel limfoid, dan pada selaput lendir lipatan
transversum didapatkan ulkus yang dangkal dan kecil, tepi ulkus menebal dan infiltrat
tetapi tidak berbentuk ulkus bergaung.
• S.dysentriae, S.flexeneri, dan S.sonei : Eksotoksin antara lain ShET1, ShET2, dan
toksin Shiga  Sifat enterotoksik, sitotoksik, dan neurotoksik.
• Enterotoksin  faktor virulen  kuman lebih mampu menginvasi sel epitel
mukosa kolon  kelainan pada selaput lendir yang mempunyai warna hijau yang
khas.
• Pada infeksi yang menahun akan terbentuk selaput yang tebalnya sampai 1,5 cm
sehingga dinding usus menjadi kaku, tidak rata dan lumen usus mengecil. Dapat
terjadi perlekatan dengan peritoneum.
Patogenesis – Disentri Amoeba
• Trofozoit mula-mula hidup komensal di lumen usus besar  patogen  menembus
mukosa usus  menimbulkan ulkus.
• Akan tetapi faktor yang menyebabkan perubahan ini sampai saat ini belum diketahui
secara pasti. Diduga baik faktor kerentanan tubuh pasien, sifat keganasan (virulensi)
amoeba, maupun lingkungannya mempunyai peran.
• Amoeba yang ganas dapat memproduksi  Enzim Fosfoglukomutase & lisozim 
kerusakan & nekrosis jaringan dinding usus.
• Bentuk ulkus amoeba sangat khas yaitu di lapisan mukosa berbentuk kecil, tetapi di
lapisan submukosa dan muskularis melebar (menggaung). Akibatnya terjadi ulkus di
permukaan mukosa usus menonjol dan hanya terjadi reaksi radang yang minimal. Mukosa
usus antara ulkus-ulkus tampak normal.
• Ulkus dapat terjadi di semua bagian usus besar, tetapi berdasarkan frekuensi dan urut-
urutan tempatnya adalah sekum, kolon asenden, rektum, sigmoid, apendiks dan ileum
terminalis.
• Bentuk yang berat (fulminating cases) : oleh
Manifestasi Klinis – S. dysentriae.

Disentri Basilaris  mendadak dan berat,


 berjangkitnya cepat,

• Masa tunas berkisar antara 7 jam - 7 hari.  berak-berak seperti air dengan lendir dan darah,
Lama gejala rata-rata 7 hari sampai 4 minggu.  muntah-muntah,

• Pada fase awal  suhu badan subnormal,

 nyeri perut bawah  cepat terjadi dehidrasi,

 Diare  dapat meninggal bila tidak cepat ditolong.

 demam yang mencapai 400C.  akibatnya timbul rasa haus,


 kulit kering dan dingin,
• Selanjutnya
 turgor kulit berkurang karena dehidrasi,
 diare berkurang
 muka menjadi berwarna kebiruan,
 tinja masih mengandung darah dan lendir
 ekstremitas dingin dan viskositas darah
 Tenesmus meningkat (hemokonsentrasi).
 nafsu makan menurun
Manifestasi Klinis – Disentri Amoeba
1. Carrier (Cyst Passer) Tidak menunjukkan gejala klinis sama sekali. Hal ini
disebabkan karena amoeba yang berada dalam lumen usus besar tidak
mengadakan invasi ke dinding usus.
2. Disentri amoeba ringan  Timbulnya penyakit (onset penyakit) perlahan-lahan.
 Biasanya mengeluh perut kembung,
 kadang nyeri perut ringan yang bersifat kejang
 dapat timbul diare ringan, 4-5 kali sehari, dengan tinja berbau busuk.
 kadang juga tinja bercampur darah dan lendir
 sedikit nyeri tekan di daerah sigmoid, jarang nyeri di daerah epigastrium. Keadaan tersebut
bergantung pada lokasi ulkusnya.
 Keadaan umum pasien biasanya baik, tanpa atau sedikit demam ringan ( subfebris).
 Kadang dijumpai hepatomegali yang tidak atau sedikit nyeri tekan.
Manifestasi Klinis – Disentri Amoeba
3. Disentri amoeba sedang
 Keluhan pasien dan gejala klinis lebih berat dibanding disentri ringan,
 pasien masih mampu melakukan aktivitas sehari-hari
 tinja biasanya disertai lendir dan darah
 pasien mengeluh perut kram, demam dan lemah badan disertai hepatomegali yang nyeri ringan.

4. Disentri amoeba berat


 Keluhan dan gejala klinis lebih berat lagi.
 Penderita mengalami diare disertai darah yang banyak, lebih dari 15 kali sehari.
 Demam tinggi (400C-40,50C) disertai mual dan anemia.

5. Disentri amoeba kronik


 Gejalanya menyerupai disentri amoeba ringan, serangan-serangan diare diselingin dengan periode normal
atau tanpa gejala.
 Keadaan ini dapat berjalan berbulan-bulan hingga bertahun-tahun.
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan tinja
• Biasanya tinja berbau busuk, bercampur darah dan lendir. Untuk pemeriksaan mikroskopik
diperlukan tinja yang segar. Kadang diperlukan pemeriksaan berulang-ulang, minimal 3 kali
seminggu dan sebaiknya dilakukan sebelum pasien mendapat pengobatan.
• Pada pemeriksaan tinja yang berbentuk (pasien tidak diare), perlu dicari bentuk kista karena
bentuk trofozoit tidak akan dapat ditemukan. Dengan sediaan langsung tampak kista
berbentuk bulat dan berkilau seperti mutiara. Bila jumlah kista sedikit, dapat dilakukan
pemeriksaan menggunakan metode konsentrasi dengan larutan seng sulfat dan eterformalin.
Dengan larutan seng sulfat kista akan terapung di permukaan sedangkan dengan larutan
eterformalin kista akan mengendap.
• Dalam tinja pasien juga dapat ditemukan trofozoit. Untuk itu diperlukan tinja yang masih
segar dan sebaiknya diambil bahan dari bagian tinja yang mengandung darah dan lendir.
Pada sediaan langsung dapat dilihat trofozoit yang masih bergerak aktif seperti keong
dengan menggunakan pseudopodinya yang seperti kaca. Jika tinja berdarah, akan tampak
amoeba dengan eritrosit di dalamnya.
Pemeriksaan sigmoidoskopi dan kolonoskopi
• Pemeriksaan ini berguna untuk membantu diagnosis penderita dengan gejala disentri,
terutama apabila pada pemeriksaan tinja tidak ditemukan amoeba. Pada pemeriksaan
ini akan didapatkan ulkus yang khas dengan tepi menonjol, tertutup eksudat
kekuningan, mukosa usus antara ulkus-ulkus tampak normal.
Foto rontgen kolon
• Pemeriksaan rontgen kolon tidak banyak membantu karena seringkali ulkus tidak
tampak. Kadang pada kasus amoebiasis kronis, foto rontgen kolon dengan barium
edema tampak ulkus disertai spasme otot. Pada ameboma nampak filling defect yang
mirip karsinoma.
Pemeriksaan uji serologi
• Uji serologi banyak digunakan sebagai uji bantu diagnosis abses hati amebik dan
epidemiologis. Uji serologis positif bila amoeba menembus jaringan (invasif). Oleh
karena itu uji ini akan positif pada pasien abses hati dan disentri amoeba dan negatif
pada carrier. Hasil uji serologis positif belum tentu menderita amebiasis aktif, tetapi
bila negatif pasti bukan amebiasis.
Tata Laksana
• Penanganan I pada penderita  rehidrasi penderita secara oral/ intravena.
• Pada shigellosis dehidrasi ringan - sedang  larutan rehidrasi oral. Sedangkan pada dehidrasi
berat  cairan infus diberikan dengan cepat (cairan isotonik 20-30 ml/kg berat badan dalam
waktu satu jam).
• Secara umum infeksi bakeri  antibiotik
 Ampicillin sebagai drug of choice (banyak yang sudah resisten terhadap obat ini)
 Trimethoprim-Sulfamethoxazole (Kotrimoksasol)  pilihan efektif untuk Shigellosis
 Golongan Sefalosporin generasi ketiga  Seftriakson/ Cefiksime (kontraindikasi Kotrimoksasol)
(jika alergi diberikan Golongan Quinolone generasi pertama (Nalidixic acid))
*dua kali sehari selama 3 hari
• Berdasarkan guideline IDSA (2011) pengobatan mikroba pada pasien disentri adalah
antibiotik spektrum luas
 Siprofloksasin dan seftriakson (Penelitian oleh Mava (2012) seftriakson : 89,2% sedangkan siprofloksasin
: 86,2%)
Pencegahan – Disentri Basiler
• Belum ada rekomendasi pemakaian vaksin untuk Shigella. Penularan disentri basiler
dapat dicegah dan dikurangi dengan kondisi lingkungan dan diri yang bersih seperti
membersihkan tangan dengan sabun, suplai air yang tidak terkontaminasi, penggunaan
jamban yang bersih.

Pencegahan – Disentri Amoeba


• Makanan, minuman dan keadaan lingkungan hidup yang memenuhi syarat kesehatan
merupakan sarana pencegahan penyakit yang sangat penting. Air minum sebaiknya
dimasak dahulu karena kista akan binasa bila air dipanaskan 500C selama 5 menit.
• Penting sekali adanya jamban keluarga, isolasi dan pengobatan carrier. Carrier dilarang
bekerja sebagai juru masak atau segala pekerjaan yang berhubungan dengan makanan.
Sampai saat ini belum ada vaksin khusus untuk pencegahan. Pemberian
kemoprofilaksis bagi wisatawan yang akan mengunjungi daerah endemis tidak
dianjurkan.
Prognosis
• Prognosis ditentukan dari berat ringannya penyakit, diagnosis dan pengobatan dini
yang tepat serta kepekaan amoeba terhadap obat yang diberikan.
• Pada umumnya prognosis amebiasis adalah baik terutama pada kasus tanpa
komplikasi. Prognosis yang kurang baik adalah abses otak amoeba.
• Pada bentuk yang berat, angka kematian tinggi kecuali bila mendapatkan pengobatan
dini. Tetapi pada bentuk yang sedang, biasanya angka kematian rendah; bentuk
dysentriae biasanya berat dan masa penyembuhan lama meskipun dalam bentuk
yang ringan. Bentuk flexneri mempunyai angka kematian yang rendah.

Anda mungkin juga menyukai