Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN DIARE


(DISENTRI)

Andriani Fransiska Sinaga


1490122148

PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN XXIX


INSTITUT KESEHATAN IMMANUEL
BANDUNG
2022
1. Pendahuluan
Disentri adalah peradangan usus besar yang ditandai dengan sakit perut dan
buang air besar. Buang air besar ini berulang-ulang yang menyebabkan penderita
kehilangan banyak cairan dan darah. Disentri berasal dari bahasa Yunani,
yaitu dys (gangguan) dan enteron (usus), yang berarti radang usus yang menimbulkan
gejala meluas dengan gejala buang air besar dengan tinja berdarah, diare encer dengan
volume sedikit, buang air besar dengan tinja bercampur lendir (mucus) dan nyeri saat
buang air besar (tenesmus).

Disentri merupakan tipe diare yang berbahaya dan seringkali menyebabkan


kematian dibandingkan dengan tipe diare akut yang lain. Penyakit ini dapat
disebabkan oleh bakteri (disentri basiler) dan amoeba (disentri amoeba).
Di dunia sekurangnya 200 juta kasus dan 650.000 kematian terjadi akibat
disentri basiler pada anak-anak di bawah umur 5 tahun. Kebanyakan kuman penyebab
disentri basiler ditemukan di negara berkembang dengan kesehatan lingkungan yang
masih kurang. Disentri amoeba tersebar hampir ke seluruh dunia terutama di negara
yang sedang berkembang yang berada di daerah tropis. Hal ini dikarenakan faktor
kepadatan penduduk, higiene individu, sanitasi lingkungan dan kondisi sosial
ekonomi serta kultural yang menunjang.
Akibat penting dari disentri adalah penurunan berat badan, anoreksia dan
kerusakan usus karena bakteri invasif. Beberapa komplikasi lain juga dapat terjadi.
Penyebab utama disentri akut adalah Shigella, penyebab lain adalah Campylobacter
jejuni, E coli enteroinvasive, Salmonella dan Entamuba histolytica. Aeromonas juga
diketahui sebagai bakteri penyebab diare disentri. Dalam satu studi pasien diare
dengan Aeromonas positif, gejala klinis yang muncul 30% diare berdarah, 37%
muntah-muntah, dan 31% demam.
Spesies Entamoeba menyerang 10% populasi didunia. Prevalensi yang tinggi
mencapai 50 persen di Asia, Afrika dan Amerika selatan. Sedangkan pada shigella di
Ameriksa Serikat menyerang 15.000 kasus. Dan di Negara-negara berkembang
Shigella flexeneri dan S. dysentriae menyebabkan 600.000 kematian per tahun.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis merasa perlu melakukan asuhan
keperawatan pada anak dengan Disentri dengan menggunakan pendekatan proses
keperawatan.
2. Pengertian
Disentri merupakan penyakit endemis di Indonesia dan juga merupakan
penyakit potensial Kejadian Luar Biasa (KLB) yang sering disertai dengan
kematian. Tidak hanya di Indonesia saja bahkan di dunia masih banyak dijumpai
kasus disentri. Menurut WHO memperkirakan bahwa lebih dari 1,3 juta miliar
serangan dan 3,2 juta kematian per tahun pada balita dan anak-anak usia 0-5 tahun
dan 7 dari 10 nya disebabkan oleh diare invasif. Setiap anak mengalami episode
serangan diare rata-rata 3 sampai 4 kali setiap tahun. 80% kematian terjadi pada
anak berusia kurang dari dua tahun atau dibawah umur (balita). Penyakit diare
tidak hanya terdapat di negara berkembang saja, akan tetapi dijumpai pula di
negara industri dan bahkan di negara yang sudah maju sekalipun, hanya saja
kejadian disentri karena infeksi nya pun jauh lebih kecil (Sulistyawati, 2016).
Disentri merupakan suatu infeksi yang menimbulkan luka dan
menyebabkan tukak yang terbatas di colon yang ditandai dengan gejala paling
khas yang disebut sebagai sindroma disentri, yakni sakit di perut yang sering
disertai dengan tenesmus, berak, dan tinja mengandung darah dan lendir yang
berasal dari bakteri Shigella dysentriae. Adanya darah dan lekosit dalam tinja
merupakan suatu bukti bahwa kuman penyebab disentri tersebut menembus
dinding kolon dan bersarang di bawahnya sehingga terjadilah diare yang disertai
dengan perdarahan (Wardoyo, 2011).
3. Anatomi Fisiologi
Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antarausus buntu dan rektum.
Fungsi usus besar:
1. Menyerap air dari makanan
2. Tempat tinggal bakteri koli
3. Tempat feses
Bagian-bagian usus besar atau kolon:
1. Kolon asendens. Panjangnya 13 cm, terletak dibawah abdomen sebelah kanan
membujur ke atas dari ileum ke bawah hati. Dibawah hati melengkung ke kiri,
lengkungan ini disebut fleksurahepatika
2. Kolon transversum. Panjangnya ± 38 cm, membujur dari kolon asendens sampai ke
kolon desendens berada di bawah abdomen, sebelah kanan terdapat fleksura
hepatika dan sebelah kiri terdapat fleksura lienalis.
3. Kolon desendens. Panjangnya ± 25 cm, terletak di bawah abdomen bagian kiri
membujur dari atas ke bawah dari fleksura lienalis sampai ke depan ileum kiri,
bersambung dengan kolonsigmoid.
4. Kolon sigmoid. Merupakan lanjutan dari kolon desendens terletakmiring, dalam
rongga pelvis sebelah kiri bentuknya menyerupai huruf S, ujung bawahnya
berhubungan dengan rektum.
5. Appendiks (usus buntu), bagian dari usus besar yang muncul seperti corong dari
akhir seikum mempunyai pintu keluar yangsempit tapi masih memungkinkan dapat
dilewati oleh beberapa isi usus. Appendiks tergantung menyilang pada linea
terminalismasuk ke dalam rongga pelvis minor terletak horizontal dibelakang
seikum. Sebagai suatu organ pertahanan terhadap infeksi kadang appendiks
bereaksi secara hebat dan hiperaktif yang bisa menimbulkan perforasi dindingnya
ke dalam rongga abdomen.
4. Etiologi
Disentri merupakan suatu infeksi yang menimbulkan luka yang menyebabkan
tukak terbatas di usus besar. Adanya darah dan lekosit dalam tinja merupakan suatu
bukti bahwa kuman penyebab disentri tersebut menembus dinding usus besar dan
bersarang di bawahnya. Penyakit ini seringkali terjadi karena kebersihan tidak terjaga,
baik karena kebersihan diri atau individu maupun kebersihan masyarakat dan
lingkungan.
Etiologi dari disentri ada 2, yaitu: 
1. Disentri basiler, disebabkan oleh Shigella, s p. 
Shigella adalah basil non motil, gram negatif, famili enterobacteriaceae. Ada 4
spesies Shigella, yaitu S. dysentriae, S. flexneri, S. bondii dan S. sonnei. Terdapat
43 serotipe O dariShigella. S. sonnei  adalah satu-satunya yang mempunyai
serotipe tunggal. Karena kekebalan tubuh yang didapat bersifat serotipe spesifik,
maka seseorang dapat terinfeksi beberapa kali oleh tipe yang berbeda. Genus ini
memiliki kemampuan menginvasi sel epitel intestinal dan menyebabkan infeksi
dalam jumlah 102-103 organisme. Penyakit ini kadang-kadang bersifat ringan dan
kadang-kadang berat. Suatu keadaan lingkungan yang jelek akan menyebabkan
mudahnya penularan penyakit. Secara klinis mempunyai tanda-tanda berupa
diare, adanya lendir dan darah dalam tinja, perut terasa sakit dan
tenesmus. Shigella sp merupakan penyebab terbanyak dari diare invasif (disentri)
dibandingkan dengan penyebab lainnya. Hal ini tergambar dari penelitian yang
dilakukan oleh Taylor dkk. di Thailand pada tahun 1984.

2. Disentri amoeba, disebabkan Entamoeba hystolitica. 


E. histolytica merupakan protozoa usus, sering hidup sebagai mikroorganisme
komensal apatogen) di usus besar manusia. Apabila kondisi mengijinkan dapat
berubah menjadi patogen dengan cara membentuk koloni di dinding usus dan
menembus dinding usus sehingga menimbulkan ulserasi. Siklus hidup amoeba
ada 2 bentuk, yaitu bentuk trofozoit yang dapat bergerak dan bentuk kista. Bentuk
trofozoit ada 2 macam, yaitu trofozoit komensal (berukuran < 10 mm) dan
trofozoit patogen (berukuran > 10 mm). Trofozoit komensal dapat dijumpai di
lumen usus tanpa menyebabkan gejala penyakit. Bila pasien mengalami diare,
maka trofozoit akan keluar bersama tinja. Sementara trofozoit patogen yang dapat
dijumpai di lumen dan dinding usus (intraintestinal) maupun luar usus
(ekstraintestinal) dapat mengakibatkan gejala disentri. Diameternya lebih besar
dari trofozoit komensal dapat sampai 50 mm) dan mengandung beberapa eritrosit
di dalamnya. Hal ini dikarenakan trofozoit patogen sering menelan eritrosit
(haematophagous trophozoite). Bentuk trofozoit ini bertanggung jawab terhadap
terjadinya gejala penyakit namun cepat mati apabila berada di luar tubuh
manusia. mempunyai tanda-tanda berupa diare, adanya lendir dan darah dalam
tinja, perut terasa sakit dan tenesmus.

5. Patofisiologi
1) Disentri basiler
Strain kuman shigella menyebabkan disentri, yaitu suatu keadaan yang
ditandai dengan diare, dengan konsistensi tinja biasanya lunak, diserta ieksudat
inflamasi yang mengandung leukosit polymorfonuclear (PMN) dan darah. Kuman
shigella secara genetik bertahan terhadap pH yang rendah, makadapat melewati
barrier asam lambung. Ditularkan secara oral melalui air, makanan, dan lalat yang
tercemar oleh ekskretapasien. setelah melewati lambung dan usus halus, kuman ini
menginvasi sel epitel mukosa kolon dan berkembang biakdidalamnya. kolon
merupakan tempat utama yang diserang shigella namun ileumterminalis dapat juga
terserang. Kelainan yang terberat biasanya di daerahsigmoid, sedang pada
iliumhanya hiperemik saja. Pada keadaan akut dan fatal ditemukan mukosa usus
hiperemik, lebam dan tebal, nekrosis superfisial, tapi biasanya tanpa ulkus. Pada
keadaan subakut terbentuk ulkus pada daerah folikel limfoid, dan pada selaput
lendir lipatan transversum didapatkan ulkus yang dangkal dan kecil, tepi
ulkusmenebal dan infiltrat tetapi tidak berbentuk ulkus bergaung S. dysantriae, S.
flexeneri dan S. lsonei menghasilkan eksotoksinantara lain ShET2, ShET2, dan
toksin shiga, yang mempunyai sifat enterotoksik, sitotoksik, dan neurotoksik.
Enterotoksin tersebut merupakan salah satu faktor virulen sehingga kuman lebih
mampu menginvasi sel eptitel mukosa kolon dan menyebabkan kelainanpada
selaput lendir yang mempunyai warna hijau yang khas. Pada infeksi yang menahun
akan terbentuk selaput yang tebalnya. Sampai 1,5cm sehingga dinding usus
menjadi kaku, tidak rata danlumen usus mengecil. Dapat terjadi perlekatan dengan
peritoneum.

2) Disentri Amuba Trfozoit


Mula-mula hidup sebagai komensaldi lumen usus besar dapat berubah menjadi
patogen sehinggadapat menembus mukosa usus dan menimbulkan ulkus.
Akantetapi faktor yang menyebabkan perubahan ini sampaisaat inibelum diketahui
secara pasti. Diduga baik faktor kerentanan tubuh pasien, sifat keganasan
(virulensi) amoeba, maupun lingkungannya mempunyai peran. Amoeba yang
ganas dapat memproduksi enzim fosfoglukomutase danlisozim yang
dapatmengakibatkan kerusakan dan nekrosis jaringan dindingusus. Bentuk ulkus
amoeba sangat khas yaitu di lapisan mukosa berbentuk kecil, tetapi dilapisan
submukosa dan muskularismelebar (menggaung). Akibatnya terjadi ulkus di
permukaan mukosa usus menonjol dan hanya terjadi reaksi radang yang minimal.
Mukosa usus antara ulkus-ulkus tampak normal. Ulkus dapat terjadi disemua
bagian usus besar, tetapi berdasarkan frekuensi dan urut-urutan tempatnya adalah
sekum, kolon asenden, rektum, sigmoid, apendiks dan ileum terminalis.

Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ada 3 macam yaitu:


1. Gangguan Osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan dalam rongga yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus. Isi rongga usus yang
berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul
diare.
2. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekresi air dan elektrolit kedalam rongga usus dan selanjutnya
timbul diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
3. Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk
menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus
menurun akan mengakibatkan bakteri kambuh berlebihan, selanjutnya timbul
diare pula.
Dari ketiga mekanisme diatas menyebabkan:
a. Kehilangan air dan elektrolit (terjadi dehidrasi) yang mengakibatkan
gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik hipokalemia)
b. Gangguan gizi akibat kelaparan (masukan kurang, pengeluaran bertambah)
c. Hipoglikemia
d. Gangguan sirkulasi darah

6. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan :
1. Pemeriksaan tinja
·  Makroskopis : suatu disentri amoeba dapat ditegakkan bila ditemukan bentuk
trofozoit dalam tinja
·  Benzidin test
Mikroskopis : leukosit fecal (petanda adanya kolitis), darah fecal.
a)    Biakan tinja : Media : agar MacConkey, xylose-lysine deoxycholate (XLD),
agar SS.
b)   Pemeriksaan darah rutin : leukositosis (5.000 – 15.000 sel/mm3), kadang-
kadang dapat ditemukan leukopenia.
c)    Endoscopy: memberikan visualisasi area yang terlibat.

7. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis menurut Biddulp and Stace (1999) adalah pengobatan
dengan cara pengeluaran diet dan pemberian cairan.
a. Diare tanpa dehidrasi memerlukan cairan tambahan berupa apapun misalnya
air gula, sari buah segar, air teh segar, kuah sup, air tajin, ASI. Jangan
memberikan air kembang gula, sari buah air dalam botol karena cairan yang
terlalu banyak mengandung gula akan memperburuk diare.
b. Diare dengan dehidrasi sedang memerlukan cairan khusus yang mengandung
campuran gula dan garam yang disebut larutan dehidrasi oral (LRO). LRO
ini dibuat dengan mencampurkan sebungkus garam rehidrasi kedalam 1 liter
air bersih.
c. Diare dengan dehidrasi berat memerlukan cairan intravena disamping LRO
Disentri basiler Prinsip dalam melakukan tindakan pengobatan adalah
istirahat, mencegah atau memperbaiki dehidrasi dan pada kasus yang berat
diberikan antibiotika. Cairan dan elektrolit Dehidrasi ringan sampai sedang dapat
dikoreksi dengan cairan rehidrasi oral. Jika frekuensi buang air besar terlalu
sering, dehidrasi akan terjadi dan berat badan penderita turun. Dalam keadaan ini
perlu diberikan cairan melalui infus untuk menggantikan cairan yang hilang.
Akan tetapi jika penderita tidak muntah, cairan dapat diberikan melalui minuman
atau pemberian air kaldu atau oralit. Bila penderita berangsur sembuh, susu tanpa
gula mulai dapat diberikan. Diet Diberikan makanan lunak sampai frekuensi
berak kurang dari 5kali/hari, kemudian diberikan makanan ringan biasa bila ada
kemajuan.
Pengobatan spesifik Menurut pedoman WHO 2018, bila telah
terdiagnosis shigelosis pasien diobati dengan antibiotika. Jika setelah 2 hari
pengobatan menunjukkan perbaikan, terapi diteruskan selama 5 hari. Bila tidak
ada perbaikan, antibiotika diganti dengan jenis yang lain. Resistensi terhadap
sulfonamid, streptomisin, kloramfenikol dan tetrasiklin hampir universal terjadi.
Kuman Shigella biasanya resisten terhadap ampisilin, namun apabila ternyata
dalam uji resistensi kuman Terhadap ampisilin masih peka, maka masih dapat
digunakan dengan dosis 4x500 mg/hari selama 5 hari. Begitu pula dengan
trimetoprim-sulfametoksazol, dosis yang diberikan 2 x 960 mg/hari selama 3-5
hari. Amoksisilin tidak dianjurkan dalam pengobatan disentri basiler karena tidak
efektif. Pemakaian jangka pendek dengan dosis tunggal fluorokuinolon seperti
siprofloksasin atau makrolide azithromisin ternyata berhasil baik untuk
pengobatan disentri basiler. Dosis siprofloksasin yang dipakai adalah 2 x 500
mg/hari selama 3 hari sedangkan azithromisin diberikan 1gram dosis tunggal dan
sefiksim 400 mg/hari selama 5 hari. Pemberian Ciprofloksasin merupakan
kontraindikasi terhadap anak-anak dan wanita hamil. Di negara-negara
berkembang di mana terdapat kuman S. dysentriae tipe 1 yang multiresisten
terhadap obat-obat, diberikan asam nalidiksik dengan dosis 3 x 1 gram/hari
selama 5 hari. Tidak ada antibiotika yang dianjurkan dalam pengobatan stadium
carrier disentri basiler.
Komponen terapi disentri
a. Koreksi dan maintenance cairan dan elektrolit
Seperti pada kasus diare akut secara umum, hal pertama yang harus diperhatikan
dalam penatalaksanaan disentri setelah keadaan stabil adalah penilaian dan
koreksi terhadap status hidrasi dan keseimbangan elektrolit.
b. Diet
Anak dengan disentri harus diteruskan pemberian makanannya. Berikan diet
lunak tinggi kalori dan protein untuk mencegah malnutrisi. Dosis tunggal tinggi
vitamin A (200.000 IU) dapat diberikan untuk menurunkan tingkat keparahan
disentri, terutama pada anak yang diduga mengalami defisiensi. Untuk
mempersingkat perjalanan penyakit, dapat diberikan sinbiotik dan preparat seng
oral. Dalam pemberian obat-obatan, harus diperhatikan bahwa obat-obat yang
memperlambat motilitas usus sebaiknya tidak diberikan karena adanya risiko
untuk memperpanjang masa sakit.
c. Antibiotika
Anak dengan disentri harus dicurigai menderita shigellosis dan mendapatkan
terapi yang sesuai. Pengobatan dengan antibiotika yang tepat akan mengurangi
masa sakit dan menurunkan risiko komplikasi dan kematian.
·        Pilihan utama untuk Shigelosis (menurut anjuran WHO) : Kotrimoksazol
(trimetoprim 10mg/kbBB/hari dan sulfametoksazol 50mg/kgBB/hari) dibagi
dalam 2 dosis, selama 5 hari.
·        Alternatif yang dapat diberikan : o Ampisilin 100mg/kgBB/hari dibagi dalam
4 dosis o Cefixime 8mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis o Ceftriaxone
50mg/kgBB/hari, dosis tunggal IV atau IM o Asam nalidiksat
55mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis.
·        Perbaikan seharusnya tampak dalam 2 hari, misalnya panas turun, sakit dan
darah dalam tinja berkurang, frekuensi BAB berkurang, dll. Bila dalam 2 hari
tidak terjadi perbaikan, antibiotik harus dihentikan dan diganti dengan
alternatif lain.
·       Terapi antiamebik diberikan dengan indikasi : o Ditemukan trofozoit
Entamoeba hystolistica dalam pemeriksaan mikroskopis tinja. o Tinja
berdarah menetap setelah terapi dengan 2 antibiotika berturut-turut (masing-
masing diberikan untuk 2 hari), yang biasanya efektif untuk disentri basiler.
·       Terapi yang dipilih sebagai antiamebik intestinal pada anak adalah
Metronidazol 30-50mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 10 hari. Bila
disentri memang disebabkan oleh E. hystolistica, keadaan akan membaik
dalam 2-3 hari terapi.
d. Sanitasi
Beritahukan kepada orang tua anak untuk selalu mencuci tangan dengan bersih
sehabis membersihkan tinja untuk mencegah autoinfeksi.

8. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
a) Identitas: nama, umur, pendidikan, agama, suku bangsa, alamat.
b) Keluhan utama: Keluhan utama biasanya diare, muntah, kembung, lemas dan
demam
c) Riwayat kesehatan sekarang: Pengkajian RPS yang mendukung keluhan utama
dilakukan dengan mengajukan serangkaian pertanyaan pada klien secara
PQRST yang meliputi:
1) Provoking incident: nyeri setelah beraktivitas dan tidak berkurang dengan
istirahat dan setelah diberikan nitrogliserin.
2) Quality of pain: seperti apa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien.
Sifat nyeri dapat seperti tertekan, di peras, atau diremas.
3) Region: radiation, relief: lokasi nyeri di daerah substernal atau nyeri di atas
perikardium. Penyebaran nyeri dapat meluas hingga area dada. Dapat
terjadi nyeri dan ketidakmampuan menggerakkan bahu dan tangan.
4) Severity (Scale) of pain: klien ditanya dengan menggunakan rentang 0-4
atau 0-10 (visual analogue scale-VAS) dan klien akan menilai seberapa
berat nyeri yang dirasakan. Biasanya pada saat angina terjadi, skala nyeri
berkisar antara 3-4 (skala 0-4) atau 7-9 (skala 0-10).
5) Time: sifat mula timbunya (onset). Biasanya gejala nyeri timbul mendadak.
Lama timbulnya (durasi) nyeri dada umumnya dikeluhkan lebih dari 15
menit. Nyeri oleh Infark Miokardium dapat timbul pada waktu istirahat,
nyeri biasanya dirasakan lebih berat dan berlangsung lebih lama. Gejala-
gejala yang menyertai infark miokardium meliputi dispnea, berkeringat,
ansietas, dan pingsan.
d) Riwayat kesehatan masa lalu: pasien memiliki alergi makanan, intoleransi,
memiliki riwayat operasi
e) Riwayat kesehatan keluarga: tidak ada riwayat keluarga yang memiliki penyakit
keturunan dan penyakit menular
b. Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum
Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien IMA biasanya baik atau
Composmentis (cm) dan keadaan umumnya lemas.

b. Analisa data
No Tgl / Data Etiologi Masalah Keperawatan
Jam
1 DS: Pasien mengatakan Bakteri masuk ke tubuh Gangguan keseimbangan
minum air putih habis + cairan dan elektrolit
4 gelas (+ 1000) / hari Peradangan pada usus (Carpenito, 2018)
Pasien mengatakan diare
4-5 x 1 hari, konsistensi Luka pada usus
cair, warna kekuningan.
Perdarahan
DO: Turgor jelek, kulit
Kering Mukosa bibir
kering Feses konsistensi Output berlebihan
cair, warna kekuningan
Ureum 2,5 mg/dl Creatinin
4,1 mg/dl Kalium 5,1 DIARE
mmol / L

2 DS: Pasien mengatakan Intake tidak adekuat Kerusakan integritas


mual, muntah kulit behubungan dengan
Pasien mengatakan 26 sering BAB (Suriadi,
hanya habis 2 – 3 Turgor kulit rusak 2019)
sendok dari porsi RS
DO: Wajah tampak pucat
Konjungtiva anemis
3 Gangguan eliminasi
BAB: Diare (Doenges,
2016)

c. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit (Carpenito, 2018)
2) Kerusakan integritas kulit behubungan dengan sering BAB (Suriadi, 2019)
3) Gangguan eliminasi BAB: Diare (Doenges, 2016)
4) Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi. (Doenges, 2016)

d. Perencanaan atau intervensi keperawatan

No Diagnosa Tujuan & Kriteria hasil Intervensi Rasional


1. Gangguan Setelah dilakukan a. Lakukan pemeriksaan a. Menunjukkan kehilangan
keseimbangan cairan asuhan keperawatan terhadap klien mengenai cairan berlebihan atau
dan elektrolit
3x24 jam pada pasien mata, turgor kulit, dehidrasi.
berhubungan dengan dengan upaya kebutuh membran mukosa. b. Dapat memberikan
output yang cairan terpenuhi b. Kaji masuk dan informasi tentang
berlebihan dengan keluarnya cairan keseimbangan cairan,
intrake yang kurang Kriteria hasil: c. Monoitor TTV fungsi ginjal dan kontrol
(Carpenito, 2018) Turgor kulit elastis dan d. Pemeriksaan penyakit usus juga
mukosa bibir lembab laboratorium: elektrolit, merupakan pedoman
Hb, Ph, dan albumin. untuk pengganti cairan.
e. Kolaborasi dengan tim c. Dapat membantu
medis dalampemberian mengevaluasi pernyataan
obat anti diare dan verbal dan keefektifan
antibiotik. intervensi.
d. Untuk menentukan
kebutuhan penggantian
dan keefektifan terapi
e. Untuk memperbaiki
ketidak seimbangan
cairan / elektrolit
2 Kerusakan integritas Setelah dilakukan a. Kaji kerusakan kulit a. Untuk mengetahui tanda-
kulit behubungan asuhan keperawatan atau iritasi setiap BAB. tanda iritasi pada kulit
dengan sering BAB 3x24 jam pada pasien b. Anjurkan klien untuk misal: kemerahan pada
(Suriadi, 2019) Supaya Kerusakan selalu cuci tangan luka.
integritas kulit teratasi. sebelum dan sesudah b.Untuk mempertahankan
mengganti pakaian. teknik aseptic atau
Kriteria hasil: c. Anjurkan klien untuk antiseptik
Kulit utuh dan tidak ada tidak menggunakan c. Untuk menghindari pada
lecet pada area anus. pakaian yang lembab. daerah anus terdapat
d. Lakukan observasi kuman, bakteri, karena
keadaan kulit kembali. bakteri suka daerah yang
e. Kolaboorasi dengan tim lembab.
media dalam pemberian d.ada daerah ini meningkat
obat. resikonya untuk kerusakan
dan memerlukan
pengobatan lebih intensif.
e. Untuk membantu
memulihkan kondisi
badan
3 Gangguan eliminasi Setelah dilakukan a. Observasi/ catat a. Diare sering terjadi setelah
BAB: Diare asuhan keperawatan frekuensi defekasi, memulai diet.
(Doenges, 2016) 3x24 jam pada pasien karakteristik dan jumlah. b.Peningkatkan konsistensi
supaya AB dengan b.Anjurkan klien untuk diet feses meskipun cairan
konsistensi lunak / tinggi serat dalam perlu untuk fungsi tubuh
lembek, warna kuning. batasan diet, dengan optimal, kelebihan jumlah
masukan cairan sedang mempengaruhi diare.
Kriteria hasil: sesuai diet yang dibuat c. Diet rendah lemak
Menyatakan c. Anjurkan klien untuj menurunkan resiko feses
pemahaman faktor membatasi masukan cairan dan membatasi efek
penyebab dan rasional lemak sesuai indikasi laksatif penurunan
program pengobatan d.Awasi elektrolit serum absorbsi lemak.
dan meningkatkan e. Berikan obat sesuai d.Peningkatan kehilangan
fungsi usus mendekati indikasi anti diare gaster potensial resiko
normal ketidakseimbangan
elektrolit, dimana dapat
menimbulkan komplikasi
lebih serius / mengancam.
e. Mungkin perlu untuk
mengontrol frekuensi
defekasi sampai tubuh
mengatasi perubahan
akibat bedah.
4 Hipertermi Setelah dilakukan a. Memantau suhu klien a. Membantu mengevaluasi
berhubungan dengan asuhan keperawatan b. Berikan kompres air pernyataan verbal dan
proses infeksi. 3x24 jam pada pasien hangat keefektifan intervensi.
(Doenges, 2016) supaya Hipertermi c. Anjurkan pasien dan b. Untuk mengurangi /
teratasi. keluarga untuk menurunkan rasa panas
memberikan banyak yang disebabkan oleh
Kriteria hasil: minum. infeksi.
Tubuh tidak panas dan d. Anjurkan pasien dan c. Untuk mengurangi
suhu tubuh normal keluarga untuk dehidrasi yang
(S: 36-37 o C) memberikan pakaian disebabkan oleh out put
tipis, longgar dan yang berlebihan.
menyerap keringat. d. Agar pasien merasa
e. Kolaborasi dengan tim nyaman.
medis dalam pemberian e. Untuk membantu
anti piretik memulihkan kondisi
tubuh dan mengurangi
terjadinya infeksi.

f. Evaluasi
Daftra Pustaka
Arif Muttaqin. 2011. Gangguan gastrointestinal: Aplikasi Asuhan keperawatan
Medika bedah. Jakarta: Salemba Medika.
Adde, Fauzan, 2019, Asuhan Keperawatan klien dengan diare, 6 juni 2021
Faisal yatim. 2021. Macam-macam Penyakit Menular dan Pencegahannya.
Jakarta: Pustaka Populer Obor.
Ngastiyah, 2017. Asuhan Keperawatan Pada penyakit Dalam. Edisi 1. EGC,
Jakarta
Sundaru, Heru. 2012. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Balai Penerbit
FKUI. Jakarta
Ahyono, Haryudi Aji, et al. Manipulasi Perjalanan Diare Pada Anak dengan
Bakteri Hidup, dalam Abstrak Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Kesehatan Anak II
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Batam; 2017
Juffrie M, Mulyani NS. 2019. Modul Diare. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Gajah Mada.
Dharma, Andi Pratama. 2015. Buku Saku Diare Edisi 1. Bandung :
Bagian/SMF IKA FK-UP/RSHS

Anda mungkin juga menyukai