5. Patofisiologi
1) Disentri basiler
Strain kuman shigella menyebabkan disentri, yaitu suatu keadaan yang
ditandai dengan diare, dengan konsistensi tinja biasanya lunak, diserta ieksudat
inflamasi yang mengandung leukosit polymorfonuclear (PMN) dan darah. Kuman
shigella secara genetik bertahan terhadap pH yang rendah, makadapat melewati
barrier asam lambung. Ditularkan secara oral melalui air, makanan, dan lalat yang
tercemar oleh ekskretapasien. setelah melewati lambung dan usus halus, kuman ini
menginvasi sel epitel mukosa kolon dan berkembang biakdidalamnya. kolon
merupakan tempat utama yang diserang shigella namun ileumterminalis dapat juga
terserang. Kelainan yang terberat biasanya di daerahsigmoid, sedang pada
iliumhanya hiperemik saja. Pada keadaan akut dan fatal ditemukan mukosa usus
hiperemik, lebam dan tebal, nekrosis superfisial, tapi biasanya tanpa ulkus. Pada
keadaan subakut terbentuk ulkus pada daerah folikel limfoid, dan pada selaput
lendir lipatan transversum didapatkan ulkus yang dangkal dan kecil, tepi
ulkusmenebal dan infiltrat tetapi tidak berbentuk ulkus bergaung S. dysantriae, S.
flexeneri dan S. lsonei menghasilkan eksotoksinantara lain ShET2, ShET2, dan
toksin shiga, yang mempunyai sifat enterotoksik, sitotoksik, dan neurotoksik.
Enterotoksin tersebut merupakan salah satu faktor virulen sehingga kuman lebih
mampu menginvasi sel eptitel mukosa kolon dan menyebabkan kelainanpada
selaput lendir yang mempunyai warna hijau yang khas. Pada infeksi yang menahun
akan terbentuk selaput yang tebalnya. Sampai 1,5cm sehingga dinding usus
menjadi kaku, tidak rata danlumen usus mengecil. Dapat terjadi perlekatan dengan
peritoneum.
6. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan :
1. Pemeriksaan tinja
· Makroskopis : suatu disentri amoeba dapat ditegakkan bila ditemukan bentuk
trofozoit dalam tinja
· Benzidin test
Mikroskopis : leukosit fecal (petanda adanya kolitis), darah fecal.
a) Biakan tinja : Media : agar MacConkey, xylose-lysine deoxycholate (XLD),
agar SS.
b) Pemeriksaan darah rutin : leukositosis (5.000 – 15.000 sel/mm3), kadang-
kadang dapat ditemukan leukopenia.
c) Endoscopy: memberikan visualisasi area yang terlibat.
7. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis menurut Biddulp and Stace (1999) adalah pengobatan
dengan cara pengeluaran diet dan pemberian cairan.
a. Diare tanpa dehidrasi memerlukan cairan tambahan berupa apapun misalnya
air gula, sari buah segar, air teh segar, kuah sup, air tajin, ASI. Jangan
memberikan air kembang gula, sari buah air dalam botol karena cairan yang
terlalu banyak mengandung gula akan memperburuk diare.
b. Diare dengan dehidrasi sedang memerlukan cairan khusus yang mengandung
campuran gula dan garam yang disebut larutan dehidrasi oral (LRO). LRO
ini dibuat dengan mencampurkan sebungkus garam rehidrasi kedalam 1 liter
air bersih.
c. Diare dengan dehidrasi berat memerlukan cairan intravena disamping LRO
Disentri basiler Prinsip dalam melakukan tindakan pengobatan adalah
istirahat, mencegah atau memperbaiki dehidrasi dan pada kasus yang berat
diberikan antibiotika. Cairan dan elektrolit Dehidrasi ringan sampai sedang dapat
dikoreksi dengan cairan rehidrasi oral. Jika frekuensi buang air besar terlalu
sering, dehidrasi akan terjadi dan berat badan penderita turun. Dalam keadaan ini
perlu diberikan cairan melalui infus untuk menggantikan cairan yang hilang.
Akan tetapi jika penderita tidak muntah, cairan dapat diberikan melalui minuman
atau pemberian air kaldu atau oralit. Bila penderita berangsur sembuh, susu tanpa
gula mulai dapat diberikan. Diet Diberikan makanan lunak sampai frekuensi
berak kurang dari 5kali/hari, kemudian diberikan makanan ringan biasa bila ada
kemajuan.
Pengobatan spesifik Menurut pedoman WHO 2018, bila telah
terdiagnosis shigelosis pasien diobati dengan antibiotika. Jika setelah 2 hari
pengobatan menunjukkan perbaikan, terapi diteruskan selama 5 hari. Bila tidak
ada perbaikan, antibiotika diganti dengan jenis yang lain. Resistensi terhadap
sulfonamid, streptomisin, kloramfenikol dan tetrasiklin hampir universal terjadi.
Kuman Shigella biasanya resisten terhadap ampisilin, namun apabila ternyata
dalam uji resistensi kuman Terhadap ampisilin masih peka, maka masih dapat
digunakan dengan dosis 4x500 mg/hari selama 5 hari. Begitu pula dengan
trimetoprim-sulfametoksazol, dosis yang diberikan 2 x 960 mg/hari selama 3-5
hari. Amoksisilin tidak dianjurkan dalam pengobatan disentri basiler karena tidak
efektif. Pemakaian jangka pendek dengan dosis tunggal fluorokuinolon seperti
siprofloksasin atau makrolide azithromisin ternyata berhasil baik untuk
pengobatan disentri basiler. Dosis siprofloksasin yang dipakai adalah 2 x 500
mg/hari selama 3 hari sedangkan azithromisin diberikan 1gram dosis tunggal dan
sefiksim 400 mg/hari selama 5 hari. Pemberian Ciprofloksasin merupakan
kontraindikasi terhadap anak-anak dan wanita hamil. Di negara-negara
berkembang di mana terdapat kuman S. dysentriae tipe 1 yang multiresisten
terhadap obat-obat, diberikan asam nalidiksik dengan dosis 3 x 1 gram/hari
selama 5 hari. Tidak ada antibiotika yang dianjurkan dalam pengobatan stadium
carrier disentri basiler.
Komponen terapi disentri
a. Koreksi dan maintenance cairan dan elektrolit
Seperti pada kasus diare akut secara umum, hal pertama yang harus diperhatikan
dalam penatalaksanaan disentri setelah keadaan stabil adalah penilaian dan
koreksi terhadap status hidrasi dan keseimbangan elektrolit.
b. Diet
Anak dengan disentri harus diteruskan pemberian makanannya. Berikan diet
lunak tinggi kalori dan protein untuk mencegah malnutrisi. Dosis tunggal tinggi
vitamin A (200.000 IU) dapat diberikan untuk menurunkan tingkat keparahan
disentri, terutama pada anak yang diduga mengalami defisiensi. Untuk
mempersingkat perjalanan penyakit, dapat diberikan sinbiotik dan preparat seng
oral. Dalam pemberian obat-obatan, harus diperhatikan bahwa obat-obat yang
memperlambat motilitas usus sebaiknya tidak diberikan karena adanya risiko
untuk memperpanjang masa sakit.
c. Antibiotika
Anak dengan disentri harus dicurigai menderita shigellosis dan mendapatkan
terapi yang sesuai. Pengobatan dengan antibiotika yang tepat akan mengurangi
masa sakit dan menurunkan risiko komplikasi dan kematian.
· Pilihan utama untuk Shigelosis (menurut anjuran WHO) : Kotrimoksazol
(trimetoprim 10mg/kbBB/hari dan sulfametoksazol 50mg/kgBB/hari) dibagi
dalam 2 dosis, selama 5 hari.
· Alternatif yang dapat diberikan : o Ampisilin 100mg/kgBB/hari dibagi dalam
4 dosis o Cefixime 8mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis o Ceftriaxone
50mg/kgBB/hari, dosis tunggal IV atau IM o Asam nalidiksat
55mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis.
· Perbaikan seharusnya tampak dalam 2 hari, misalnya panas turun, sakit dan
darah dalam tinja berkurang, frekuensi BAB berkurang, dll. Bila dalam 2 hari
tidak terjadi perbaikan, antibiotik harus dihentikan dan diganti dengan
alternatif lain.
· Terapi antiamebik diberikan dengan indikasi : o Ditemukan trofozoit
Entamoeba hystolistica dalam pemeriksaan mikroskopis tinja. o Tinja
berdarah menetap setelah terapi dengan 2 antibiotika berturut-turut (masing-
masing diberikan untuk 2 hari), yang biasanya efektif untuk disentri basiler.
· Terapi yang dipilih sebagai antiamebik intestinal pada anak adalah
Metronidazol 30-50mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 10 hari. Bila
disentri memang disebabkan oleh E. hystolistica, keadaan akan membaik
dalam 2-3 hari terapi.
d. Sanitasi
Beritahukan kepada orang tua anak untuk selalu mencuci tangan dengan bersih
sehabis membersihkan tinja untuk mencegah autoinfeksi.
8. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
a) Identitas: nama, umur, pendidikan, agama, suku bangsa, alamat.
b) Keluhan utama: Keluhan utama biasanya diare, muntah, kembung, lemas dan
demam
c) Riwayat kesehatan sekarang: Pengkajian RPS yang mendukung keluhan utama
dilakukan dengan mengajukan serangkaian pertanyaan pada klien secara
PQRST yang meliputi:
1) Provoking incident: nyeri setelah beraktivitas dan tidak berkurang dengan
istirahat dan setelah diberikan nitrogliserin.
2) Quality of pain: seperti apa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien.
Sifat nyeri dapat seperti tertekan, di peras, atau diremas.
3) Region: radiation, relief: lokasi nyeri di daerah substernal atau nyeri di atas
perikardium. Penyebaran nyeri dapat meluas hingga area dada. Dapat
terjadi nyeri dan ketidakmampuan menggerakkan bahu dan tangan.
4) Severity (Scale) of pain: klien ditanya dengan menggunakan rentang 0-4
atau 0-10 (visual analogue scale-VAS) dan klien akan menilai seberapa
berat nyeri yang dirasakan. Biasanya pada saat angina terjadi, skala nyeri
berkisar antara 3-4 (skala 0-4) atau 7-9 (skala 0-10).
5) Time: sifat mula timbunya (onset). Biasanya gejala nyeri timbul mendadak.
Lama timbulnya (durasi) nyeri dada umumnya dikeluhkan lebih dari 15
menit. Nyeri oleh Infark Miokardium dapat timbul pada waktu istirahat,
nyeri biasanya dirasakan lebih berat dan berlangsung lebih lama. Gejala-
gejala yang menyertai infark miokardium meliputi dispnea, berkeringat,
ansietas, dan pingsan.
d) Riwayat kesehatan masa lalu: pasien memiliki alergi makanan, intoleransi,
memiliki riwayat operasi
e) Riwayat kesehatan keluarga: tidak ada riwayat keluarga yang memiliki penyakit
keturunan dan penyakit menular
b. Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum
Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien IMA biasanya baik atau
Composmentis (cm) dan keadaan umumnya lemas.
b. Analisa data
No Tgl / Data Etiologi Masalah Keperawatan
Jam
1 DS: Pasien mengatakan Bakteri masuk ke tubuh Gangguan keseimbangan
minum air putih habis + cairan dan elektrolit
4 gelas (+ 1000) / hari Peradangan pada usus (Carpenito, 2018)
Pasien mengatakan diare
4-5 x 1 hari, konsistensi Luka pada usus
cair, warna kekuningan.
Perdarahan
DO: Turgor jelek, kulit
Kering Mukosa bibir
kering Feses konsistensi Output berlebihan
cair, warna kekuningan
Ureum 2,5 mg/dl Creatinin
4,1 mg/dl Kalium 5,1 DIARE
mmol / L
c. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit (Carpenito, 2018)
2) Kerusakan integritas kulit behubungan dengan sering BAB (Suriadi, 2019)
3) Gangguan eliminasi BAB: Diare (Doenges, 2016)
4) Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi. (Doenges, 2016)
f. Evaluasi
Daftra Pustaka
Arif Muttaqin. 2011. Gangguan gastrointestinal: Aplikasi Asuhan keperawatan
Medika bedah. Jakarta: Salemba Medika.
Adde, Fauzan, 2019, Asuhan Keperawatan klien dengan diare, 6 juni 2021
Faisal yatim. 2021. Macam-macam Penyakit Menular dan Pencegahannya.
Jakarta: Pustaka Populer Obor.
Ngastiyah, 2017. Asuhan Keperawatan Pada penyakit Dalam. Edisi 1. EGC,
Jakarta
Sundaru, Heru. 2012. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Balai Penerbit
FKUI. Jakarta
Ahyono, Haryudi Aji, et al. Manipulasi Perjalanan Diare Pada Anak dengan
Bakteri Hidup, dalam Abstrak Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Kesehatan Anak II
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Batam; 2017
Juffrie M, Mulyani NS. 2019. Modul Diare. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Gajah Mada.
Dharma, Andi Pratama. 2015. Buku Saku Diare Edisi 1. Bandung :
Bagian/SMF IKA FK-UP/RSHS