Oleh
Alit Adi Sanjaya
PATOGENESIS
A. BAKTERI
Tidak semua bakteri yang menyebabkan infeksi diperantarakan oleh lingkungan. Bakteri
memang berasal dari lingkungan dan mungkin telah membentuk koloni, yang dalam waktu yang
lama tidak merugikan tubuh, sebelum kemudian menyebabkan sakit pada individu yang
bersangkutan. Begitu setelah lahir, pada permukaan kulit, usus, dan vagina terjadi kolonisasi bakteri
yang berguna bagi bayi tersebut. Bakteri ini dikenal sebagai bakteri komensal. Apabila resistensi
tubuh berkurang, bakteri komensal dapat masuk ke dalam jaringan dan akan menyebabkan
penyakit. Bakteri lain penyebab penyakit dalam kondisi normal tidak ditemukan dalam tubuh
manusia.
Tidak semua bakteri mampu menyebabkan penyakit. Kelompok yang mempunyai kemampuan
menyebabkan sakit disebut bakteri patogen dan kemampuan menyebabkan sakit tersebut terkait
dengan virulensinya.
Bakteri menyebabkan sakit melalui produksi enzim dan racunnya yang merusak jaringan
penderita. Bakteri juga dapat merusak jaringan secara tidak langsung dengan cara menyebabkan
reaksi pertahanan yang berlebihan yang berkemampuan merusak jaringan. Sebagai contoh,
rusaknya sebagian besar jaringan pada tuberkulosis paru yang terutama disebabkan reaksi tubuh
terhadap bakteri penyebab, daripada terhadap enzim atau racun yang diproduksi bakteri.
Lesi bakteri biasanya terbatas di dalam jaringan tertentu. Bila bakteri ditemukan di dalam darah,
penderita tersebut menderita bakteriemia. Bila bakteri dalam pembuluh darah tersebut berkembang
biak dan menyebabkan sakit, penderita tersebut menderita septikemia. Keadaan ini sangat
berbahaya dan mempunyai kemungkinan besar berakhir dengan kematian.
Bakteri terdiri atas bermacam-macam jenis, yang dibagi-bagi sesuai dengan
karakteristik/sifatnya yang menyebabkan terjadinya bermacam-macam penyakit. Klasifikasi yang
tepat dari bakteri yang menyebabkan infeksi, merupakan bagian yang penting, sehingga antibiotik
yang paling tepat segera digunakan, tanpa penundaan, dan karenanya epidemiologi infeksi dapat
dimonitor. Klasifikasi bakteri sebagian besar didasarkan bentuk bakteri, misalnya basili ( kecil, garis )
dan kokus ( bulat lonjong ) serta sifat pengecatan misalnya Gram negatif dan Gram positif. Jadi akan
dapat ditemukan basil dan koken gram negatif serta basil dan koken gram positif. Disamping itu ada
kategori lain yaitu, spirokhaeta dan mikrobakterium. Beberapa jenis bakteri mampu hidup dalam
kondisi host dengan membentuk spora.
Walaupun bakteri ditemukan cukup banyak, tetapi pencegahan dan pengobatan infeksi-infeksi
karena bakteri tersebut telah sangat berhasil dalam dunia kedokteran modern. Keberhasilan
pencegahan termasuk diantaranya peningkatan secara umum kebersihan ( air minum, pembuangan
limbah, dsbnya ), juga penemuan dan pengembangan vaksin-vaksin yang spesifik dan antibiotik yang
banyak jenis dan kemampuannya. Kejadian yang mengikuti kegunaan yang besar pada mikrobiologi
medis, imunisasi dan khemoterapi antimikrobial, ialah meningkatnya insiden infeksi rumah sakit
yang merugika ( nosocomial ). Organisme penyebab infeksi ini sering resisten terhadap antibiotika
spektrum luas dan sulit untuk dibersihkan.
Pengaruh yang merugikan ( patogenesitas ) dari bakteri, diperantarai oleh :
Pili dan adesin
Toksin
Agresin
Akibat yang tidak diinginkan dari sistem imun
TOKSIN BAKTERI
Dikenal dua jenis toksin ( racun ), yaitu :
Eksotoksin
Endotoksin
Endotoksin. Toksin ini bertanggung jawab terhadap efek bakteri, baik lokal maupun yang jauh.
Toksin dapat dinetralisir dengan antibodi yang spesifik.
Eksotoksin. Merupakan enzim yang dikeluarkan oleh bakteri yang mempunyai efek lokal maupun
yang jauh. Efek toksin cenderung lebih spesifik dibandingkan endotoksin. Contoh pengaruh
eksotoksin bakteri, ialah :
Kolitis pseudomembran karena Clostridium difficile
Neuropati dan kardiomiopati karena Corynebacterium diphtheriae
Tetanus karena tetanospasmin yang diproduksi Clostridium Tetani
Sindroma kulit melepuh karena Staphylococcus aureus
Diare karena pengaktifan cAMP oleh Vibrio cholerae
Gen yang secara langsung menyebabkan sintesis eksotoksin biasanya merupakan bagian intrinsik
dari genome bakteri. Dalam beberapa keadaan, bakteri memerlukan gen dalam bentuk plasmid,
merupakan bagian lengkung DNA yang dapat membawa informasi genetik dari satu bakteri ke
bakteri lainnya. Ini juga merupakan mekanisme dimana bakteri dapat menjadi resisten terhadap
antibiotika. Gen yang mempunyai kode untuk eksotoksin dapat juga dipindahkan oleh phages. Ini
adalah virus yang mempengaruhi bakteri. Toksin yang diproduksi oleh Coryhebacterium diphteriae
diberi kode pada gen, dibawa ke bakteri oleh phage. Turunan dari ini serta organisme lain yang
melakukan sintesis eksotoksin dikenal sebagai toksigenik.
Kadang-kadang penyakit merupakan hasil dari penghancuran eksotoksin sebelum terbentuk.
Mekanisme ini ditemukan pada kasus dengan keracunan makanan. Bentuk yang khas, tetapi sangat
jarang, yaitu botulism karena kontaminasi makanan dengan neurotoksin dari Clostridium botulinium.
Toksin yang bekerja pada usus seperti ini disebut sebagai enterotoksin.
Endotoksin. Merupakan lipopolisakarid dari dinding sel bakteri gram negatif ( misalnya Eschericia
coli ). Toksin dilepaskan pada waktu bakteri mati. Paling poten yaitu lipid A, aktivator yang kuat dari :
Complement cascade-menyebabkan kerusakan pada infeksi
Coagulation cascade-menyebabkan kaogulasi intravaskular yang luas
Interleukin-1 ( IL-1 ) dilepaskan oleh leukosit dan menyebabkan demam
Bila efek ini sangat hebat, melingkupi seluruh proses infeksi, penderita tersebut mengalami syok
endotoksik. Penderita menjadi demam dan hipotensi, dan mungkin disertai dengan kegagalan
jantung dan ginjal. Koagulasi intravaskular yang luas akan diperlihatkan dengan kerusakan dan
perdarahan yang lama pada tempat suntikan intravena, yang juga diikuti manifestasi internal yang
lebih hebat. Perdarahan adrenal bilateral, terutama akibat infeksi meningokoken yang hebat (
sindrom Waterhouse-Friderichsen ) merupakan akibat yang sangat mengkhawatirkan pada keadaan
syok endotosik.
AGRESIN
Agresin merupakan enzim bakterial yang mengakibatkan efek lokal, berupa perubahan kondis
jaringan sehingga mempermudah tumbuh dan menyebarnya organisme. Pada keadaan ini agresin
menghambat atau berlawanan dengan resistensi tubuh penderita. Sebagai contoh :
Koagulase dari Staphylococcus aureus : menyebabkan penggumpalan fibrinogen untuk membuat
pertahanan/batas antara tempat infeksi dengan reaksi radang
Streptokinase dari Stretococcus pyogenes, menghancurkan fibrin sehingga memungkinkan
penyebaran organisme dalam jaringan
Kolagenase dan hialuronidase, menghancurkan substansi jaringan ikat, sehingga memberi fasilitas
untuk infiltrasi organisme ke dalam jaringan
Beberapa enzim bakteria mempunyai kegunaan yang besar pada pengobatan, termasuk
restriction enzymes ( endonuklease ) yang berguna untuk mengahancurkan DNA pada tempat yang
spesifik, menjadi fragmen yang lebih kecil, terutama untuk pemisahan elektroforetik. Sedangkan
streptokinase digunakan untuk melunakkan dan menghancurkan trombus pada pembuluh darah
penderita trombosis.
AKIBAT YANG TIDAK DIINGINKAN DARI RESPONS IMUN
Bakteri secara tidak langsung dapat merusak jaringan melalui respons imun yang merugikan
penderita. Untungnya mekanisme ini jarang ditemukan, dan sebagian besar respons imun terhadap
bakteri sangat membantu penderita.
Respons imun dapat merusak jaringan penderita, melalui tiga cara yaitu :
Ikatan kompleks imun, terjadinya ikatan antigen dari bakteri dengan antibodi penderita, yang
membentuk ikatan kompleks imun dalam darah. Kompleks imun ini biasanya dapat dibuang oleh sel
fagositik yang berada pada anyaman vaskuler sinusoid hati dan limpa sehingga tidak merugikan
penderita. Walaupun begitu, pada keadaan tertentu kompleks imun dapat tersangkut pada dinding
pembuluh darah, yang bila letaknya pada glomerulus ginjal akan menyebabkan glomerulonefritis.
Bila pada kapiler daerah kulit akan menyebabkan kutaneus vaskulitis.
Reaksi silang imun ( immune cross-reaction ). Pada beberapa penderita mempunyai antigen pada
jaringan tubuhnya yang serupa dengan antigen pada beberapa bakteri. Akibatnya antibodi dari
respons pertahanan tubuh akan mengadakan reaksi silang dengan antigen yang dikandung jaringan
normal.
Imunitas sel perantara ( cell mediated immunity ). Besarnya kerusakan jaringan yang ditemukan
pada tuberkulosis tidak mencerminkan kepada organisme penyebab, tetapi kepada respons imun
penderita terhadap organisme. Tanpa adanya imunitas pada penderita, Mycrobacterium tuberculosis
menyebabkan terbentuknya banyak granulasi kecil dan kemudian menyebar luas, yang berakibat
fatal. Dengan kehadiran respons imun penderita, apabila organisme meningkatkan serangannya,
akan merangsang reaksi penghancuran jaringan dengan hebat ; di dalamnya, organisme penyebab
jarang ditemukan.
B. VIRUS
Virus adalah partikel yang sangat kecil penyebab infeksi yang terdiri dari inti asam nukleid dan
penutup protein. Secara garis besar virus dibagi menjadi virus RNA dan DNA, sesuai dengan jenis inti
asam nukleid.
Virus dapat tetap di luar sel, tetapi selalu memerlukan proses biokimia sel untuk membelah diri.
Dibandingkan dengan bakteri, virus lebih memperhatikan kekhususannya terhadap jaringan.
Kemampuan mempengaruhi jenis sel tergantung pada ikatan virus dengan substansi yang ada pada
permukaan sel. Sebagai contoh, virus penyebab hilangnya daya imunologik pada manusia ( HIV :
Human Immunodeficiency Virus ) yang dikenal juga sebagai virus AIDS, secara selektif akan
mempengaruhi subpopulasi T-limfosit yang memperlihatkan CD4 ( CD = Cluster Differentiation
Antigen ) suatu subtansi pada permukaan sel.
Sebagian virus setelah memasuki tubuh manusia, ikut beredar dalam peredaran darah untuk
kemudian sampai pada organ lain. Kejadian ini disebut sebagai viraemia. Sebagai contoh, virus polio
yang masuk ke dalam tubuh melalui traktus gastrointestinal, yang akhirnya sampai ke motor neuron
spinalis dengan cara viraemia kemudian menyebabkan kerusakan sel saraf dan terjadi paralisis.
Kelainan patologi karena virus dapat berupa :
Kerusakan jaringan secara cepat, dan langsung disertai respons radang
Infeksi virus yang lambat akan menyebabkan kerusakan jaringan yang kronis
Tranformasi sel ke bentuk tumor
Karenanya manifestasi klinik dari infeksi virus mudah berubah. Infeksi virus yang lambat,
diketahui atau dikenal sebagai kelainan neurodegeneratif.
SPESIFITAS JARINGAN
Tidak seperti bakteri, virus tidak mampu memperbanyak diri di luar sel. Karenanya, faktor kunci
untuk menentukan seseorang akan terinfeksi ialah kemampuan virus untuk masuk ke dalam sel. Ada
dua mekanisme yang mungkin :
Masuk melalui interaksi dengan reseptor seluler yang spesifik
Fusi secara langsung dengan membran sel
Banyak virus yang mempunyai spesifitas jaringan yang tinggi, menyebabkan infeksi pada organ-
organ atau jenis sel tertentu saja. Ini dikenal sebagai tropism, dan bermacam-macam hasil dari fakta
bahwa virus pertama kali harus mengikat reseptor spesifik yang ada pada beberapa jenis sel.
Beberapa reseptor terdistribusi secara luas dan memungkinkan virus menginfeksi jenis-jenis sel yang
luas macamnya.
Ragi dan jamur terdiri dari berbagai campuran mikroorganisme penyebab penyakit. Penyakit
yang disebabkan ragi dan jamur disebut sebagai mikosis.
Infeksi jamur lebih sedikit dibandingkan infeksi karena bakteri atau virus. Walaupun begitu,
diasumsikan merupakan hal yang penting pada penderita dengan kegagalan imunitas. Pada keadaan
tersebut, jamur ( yang biasanya tidak menyebabkan sakit ) akan mengambil keuntungan karena
mempunyai kemungkinan menyerang penderita yang mempunyai pertahanan tubuhnya kurang.
Keadaan seperti ini dikenal sebagai infeksi oportunistik, yang bekerja sama dengan bakteri dan virus
lainnya.
Reaksi jaringan yang biasa ditemukan terhadap ragi dan jamur ialah proses radang, yang kadang-
kadang mempunyai tanda spesifik dengan hadirnya granuloma dan juga eosinofil.
MIKOTOKSIN
Mikotoksin merupakan toksin yang diproduksi oleh jamur. Mikotoksin yang mempunyai
relevansi medis penting ialah aflatoksin yang diproduksi oleh Aspergilus flavus. Makanan yang
disimpan pada kondisi hangat yang basah dapat terinfeksi oleh jamur ini, sehingga mengkontaminasi
makanan dengan aflatoksin. Binatang yang makan dengan dosis yang sangat banyak akan menderita
kerusakan hati yang akut. Pada manusia masalah yang besar adalah meningkatnya resiko karsinoma
hepatoselulare akibat makan dalam jumlah yang relatif kecil.
D. PARASIT
Perbedaan parasit denganagen penyebab infeksi yang lain iakah parasit mempunyai organisme
yang hidup yang mempunyai nukleus uniseluler atau multiseluler yang mempertahankan hidupnya
dari host. Merupakan hal yang biasa, apabila parasit berada di dalam tubuh tanpa menimbulkan
suatu penyakit.
Parasit merupakan agen penyakit yang mempunyai bermacam-macam jenis yang sangat
berbeda. Disebabkan siklus hidupnya perlu kondisi lingkungan tertentu, yang pada beberapa hal,
diperlukan host lain maka infeksi parasit secara umum lebih sering ditemukan di daerah tropik.
Parasit dibagi lagi menjadi beberapa jenis :
Protozoa. Organisme uniseluler
Helminth. Cacing ( cacing gelang, cacing pita )
Parasit, terutama helminth, mempunyai siklus hidup yang kompleks dan menakjubkan dan untuk
siklus hidupnya memerlukan lebih dari satu host. Selanjutnya di dalam satu host, mungkin juga
mengenai lebih dari satu organ. Manusia dapat sebagai host pilihan utama ( definitive hosts ) atau
sebagai host perantara ( inadvertment intermediate hosts ).
Reaksi jaringan terhadap parasit sangat bermacam-macam. Bila reaksi radang terjadi, secara
khas akan terlihat hadirnya eosinofil dan terjadinya granuloma. Dua jenis parasit yang berkaitan
dengan terjadinya tumor ialah Skistosoma hematobium dengan kanker vesika urinaria dan Klonorkis
sinensis dengan kanker vesika felea.
Imunitas ataukekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh
terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan membunuh patogen serta sel
tumor. Sistem ini mendeteksi berbagai macam pengaruh biologis luar yang luas, organisme
akan melindungi tubuh dari infeksi, bakteri, virus sampai cacing parasit, serta
menghancurkan zat-zat asing lain dan memusnahkan mereka dari sel organisme yang sehat
dan jaringan agar tetap dapat berfungsi seperti biasa. Deteksi sistem ini sulit karena adaptasi
patogen dan memiliki cara baru agar dapat menginfeksi organisme.
Untuk selamat dari tantangan ini, beberapa mekanisme telah berevolusi yang menetralisir
patogen. Bahkan organisme uniselular seperti bakteri dimusnahkan oleh sistem enzim yang
melindungi terhadap infeksi virus. Mekanisme imun lainnya yang berevolusi pada eukariota
kuno dan tetap pada keturunan modern, seperti tanaman, ikan, reptil dan serangga.
Mekanisme tersebut termasuk peptida antimikrobial yang disebut defensin, fagositosis, dan
sistem komplemen. Mekanisme yang lebih berpengalaman berkembang secara relatif baru-
baru ini, dengan adanya evolusi vertebrata. Imunitas vertebrata seperti manusia berisi banyak
jenis protein, sel, organ tubuh dan jaringan yang berinteraksi pada jaringan yang rumit dan
dinamin. Sebagai bagian dari respon imun yang lebih kompleks ini, sistem vertebrata
mengadaptasi untuk mengakui patogen khusus secara lebih efektif. Proses adaptasi membuat
memori imunologis dan membuat perlindungan yang lebih efektif selama pertemuan di masa
depan dengan patogen tersebut. Proses imunitas yang diterima adalah basis dari vaksinasi.
Respons pejamu yang terjadi juga tergantung dari jumlah mikroba yang masuk.
Mekanisme pertahanan tubuh dalam mengatasi agen yang berbahaya meliputi
1. Pertahanan fisik dan kimiawi, seperti kulit, sekresi asam lemak dan asam laktat
melalui kelenjar keringat, sekresi lendir, pergerakan silia, sekresi air mata, air liur,
urin, asam lambung serta lisosom dalam air mata
2. Simbiosis dengan bakteri flora normal yang memproduksi zat yang dapat
mencegah invasi mikroorganisme
3. Innate immunity (mekanisme non-spesifik), seperti sel polimorfonuklear (PMN)
dan makrofag, aktivasi komplemen, sel mast, protein fase akut, interferon, sel
NK(natural killer) dan mediator eosinofil
4. Imunitas spesifik, yang terdiri dari imunitas humoral dan seluler. Secara umum
pengontrolan infeksi intraselular seperti infeksi virus, protozoa, jamur dan beberapa
bakteri intraselular fakultatif terutama membutuhkan imunitas yang diperani oleh sel
yang dinamakan imunitas selular, sedangkan bakteri ekstraselular dan toksin
membutuhkan imunitas yang diperani oleh antibodi yang dinamakan imunitas
humoral. Secara keseluruhan pertahanan imunologik dan nonimunologik
(nonspesifik) bertanggung jawab bersama dalam pengontrolan terjadinya penyakit
infeksi.
Invasi Patogen
Keberhasilan patogen bergantung pada kemampuannya untuk menghindar dari respon imun.
Patogen telah mengembangkan beberapa metode yang menyebabkan mereka dapat
menginfeksi sementara patogen menghindari kehancuran akibat sistem imun.Bakteri sering
menembus perisai fisik dengan mengeluarkan enzim yang mendalami isi perisai, contohnya
dengan menggunakan sistemtipe II sekresi. Sebagai kemungkinan, patogen dapat
menggunakan sistemtipe III sekresi. Mereka dapat memasukan tuba palsu pada sel, yang
menyediakan saluran langsung untuk protein agar dapat bergerak dari patogen ke pemilik
tubuh; protein yang dikirim melalui tuba sering digunakan untuk mematikan pertahanan.
Strategi menghindari digunakan oleh beberapa patogen untuk mengelakan sistem imun
bawaan adalah replikasi intraselular (juga disebut patogenesis intraselular). Disini, patogen
mengeluarkan mayoritas lingkaran hidupnya kedalam sel yang dilindungi dari kontak
langsung dengan sel imun, antibodi dan komplemen. Beberapa contoh patogen intraselular
termasuk virus, racun makanan, bakteriSalmonella dan parasit eukariot yang menyebabkan
malaria (Plasmodium falciparum) dan leismaniasis (Leishmania spp.). Bakteri lain,
sepertiMycobacterium tuberculosis, hidup didalam kapsul protektif yang mencegah lisis oleh
komplemen. Banyak patogen mengeluarkan senyawa yang mengurangi respon imun atau
mengarahkan respon imun ke arah yang salah. Beberapa bakteri membentuk biofilm untuk
melindungi diri mereka dari sel dan protein sistem imun. Biofilm ada pada banyak infeksi
yang berhasil, sepertiPseudomonas aeruginosa kronik danBurkholderia cenocepacia
karakteristik infeksi sistik fibrosis. Bakteri lain menghasilkan protein permukaan yang melilit
pada antibodi, mengubah mereka menjadi tidak efektif; contoh termasukStreptococcus
(protein G),Staphylococcus aureus (protein A), danPeptostreptococcus magnus (protein L).
Respons tubuh terhadap serangan mikroba dapat terjadi dalam beberapa jenjang
tahapan. Tahapan awal bersifat nonspesifik atau innate, yaitu berupa respons
inflamasi. Tahapan kedua bersifat spesifik dan didapat, yang diinduksi oleh komponen
antigenik mikroba. Tahapan terakhir adalah respons peningkatan dan koordinasi
sinergistik antara sel spesifik dan nonspesifik yang diatur oleh berbagai produk
komponen respons inflamasi, seperti mediator kimia.
Sistem kekebalan atau sistem imun adalah sistem pertahanan manusia sebagai perlindungan
terhadap infeksi dari makromolekul asing atau serangan organisme, termasuk virus, bakteri,
protozoa dan parasit. Sistem kekebalan juga berperan dalam perlawanan terhadap protein
tubuh dan molekul lain seperti yang terjadi pada autoimunitas, dan melawan sel yang
teraberasi menjadi tumor.
Kemampuan sistem kekebalan untuk membedakan komponen sel tubuh dari komponen
patogen asing akan menopang amanat yang diembannya guna merespon infeksi patogen –
baik yang berkembang biak di dalam sel tubuh (intraselular) seperti misalnya virus, maupun
yang berkembang biak di luar sel tubuh (ekstraselular) – sebelum berkembang menjadi
penyakit.
Meskipun demikian, sistem kekebalan mempunyai sisi yang kurang menguntungkan. Pada
proses peradangan, penderita dapat merasa tidak nyaman oleh karena efek samping yang
dapat ditimbulkan sifat toksik senyawa organik yang dikeluarkan sepanjang proses
perlawanan berlangsung
Barikade awal pertahanan terhadap organisme asing adalah jaringan terluar dari tubuh yaitu
kulit, yang memiliki banyak sel termasuk makrofag dan neutrofil yang siap melumat
organisme lain pada saat terjadi penetrasi pada permukaan kulit, dengan tidak dilengkapi oleh
antibodi.Barikade yang kedua adalah kekebalan tiruan.
Walaupun sistem pada kedua barikade mempunyai fungsi yang sama, terdapat
beberapa perbedaan yang mencolok, antara lain :
sistem kekebalan tiruan tidak dapat terpicu secepat sistem kekebalan turunan
sistem kekebalan tiruan hanya merespon imunogen tertentu, sedangkan sistem yang lain
merespon nyaris seluruh antigen.
sistem kekebalan tiruan menunjukkan kemampuan untuk “mengingat” imunogen penyebab
infeksi dan reaksi yang lebih cepat saat terpapar lagi dengan infeksi yang sama. Sistem
kekebalan turunan tidak menunjukkan bakat immunological memory.
Respon inflamasi dan fagositosis dari tuan rumah untuk menyerang bakteri yang segera dan
nonspesifik. Sebuah respon, imun spesifik akan segera ditemui oleh bakteri
invasif. Kekuatan imun adaptif dari antibodi-mediated imunitas (AMI) dan imunitas
diperantarai sel (CMI) yang dibawa ke dalam presentasi antigen bakteri ke sistem imunologi.
Meskipun AMI adalah respon imunologi utama efektif terhadap bakteri ekstraseluler, respon
defensif dan protektif terhadap bakteri intraselular utama adalah CMI. Pada permukaan
epitel, pertahanan kekebalan utama tertentu dari tuan rumah adalah perlindungan yang
diberikan oleh antibodi IgA sekretori. Setelah permukaan epitel telah ditembus, namun
pertahanan kekebalan dari AMI dan CMI yang ditemukan. Jika ada cara bagi organisme
untuk berhasil melewati atau mengatasi pertahanan imunologi, maka beberapa bakteri
patogen mungkin telah “ditemukan” itu. Bakteri berkembang sangat cepat dalam kaitannya
dengan tuan rumah mereka, sehingga sebagian besar anti-tuan strategi layak kemungkinan
telah dicoba dan dimanfaatkan. Akibatnya, bakteri patogen telah mengembangkan berbagai
cara untuk memotong atau mengatasi pertahanan imunologi dari host, yang berkontribusi
pada virulensi dari mikroba dan patologi penyakit.
Toleransi adalah properti dari host dimana ada pengurangan imunologis spesifik dalam
respon imun terhadap antigen tertentu (Ag). Toleransi ke Ag bakteri tidak melibatkan
kegagalan umum dalam respon imun tetapi kekurangan tertentu dalam kaitannya dengan
antigen tertentu (s) dari bakteri tertentu. Jika ada respon kekebalan yang tertekan terhadap
antigen yang relevan dari parasit, proses infeksi difasilitasi. Toleransi dapat melibatkan baik
AMI atau CMI atau kedua lengan dari respon imunologi.
Toleransi terhadap suatu Ag dapat timbul dalam berbagai cara, tetapi tiga yang mungkin
relevan dengan infeksi bakteri.
1. Paparan Antigen Janin terpapar Ag.Jika janin terinfeksi pada tahap tertentu dari
perkembangan imunologi, mikroba Ag dapat dilihat sebagai “diri”, dengan demikian
menyebabkan toleransi (kegagalan untuk menjalani respon imunologi) ke Ag yang dapat
bertahan bahkan setelah kelahiran.
1. High persistent doses of circulating Ag . Toleransi terhadap bakteri atau salah satu
produknya mungkin timbul ketika sejumlah besar antigen bakteri yang beredar dalam darah.
The immunological system becomes overwhelmed. Sistem kekebalan menjadi kewalahan.
2. Molecular mimicry . Jika Ag bakteri sangat mirip dengan “antigen” host normal,
respon kebal terhadap Ag ini mungkin lemah memberikan tingkat toleransi.
Kemiripan antara Ag bakteri dan host Ag disebut sebagai mimikri molekuler. Dalam
hal ini determinan antigenik dari bakteri sangat erat terkait kimiawi untuk host
komponen jaringan yang sel-sel imunologi tidak dapat membedakan antara dua dan
respon imunologi tidak dapat ditingkatkan. Beberapa kapsul bakteri tersusun dari
polisakarida (hyaluronic acid, asam sialic) sehingga mirip dengan host polisakarida
jaringan yang mereka tidak imunogenik.
Antigenic Disguises
Beberapa patogen dapat menyembunyikan antigen unik dari antibodi opsonizing atau
pelengkap. Bakteri mungkin dapat untuk melapisi diri dengan protein host seperti fibrin,
fibronektin, atau bahkan molekul immunolobulin. Dengan cara ini mereka dapat
menyembunyikan komponen antigen permukaan mereka sendiri dari sistem imunologi.
Protein A diproduksi oleh S. aureus , dan Protein G analog yang dihasilkan oleh
Streptococcus pyogenes, mengikat bagian Fc dari imunoglobulin, sehingga lapisan bakteri
dengan antibodi dan membatalkan kapasitas opsonizing mereka dengan disorientasi. Lapisan
fibronektin Treponema pallidum memberikan menyamar imunologi untuk spirochete
tersebut. E. coli K1, yang menyebabkan meningitis pada bayi baru lahir, memiliki kapsul
terdiri terutama asam sialic memberikan menyamar antigen, seperti halnya kapsul asam
hialuronat Streptococcus pyogenes.
Imunosupresi
Beberapa patogen (terutama virus dan protozoa, jarang bakteri) penyebab imunosupresi
dalam inang terinfeksi mereka. Ini berarti bahwa tuan rumah menunjukkan respon imun
terhadap antigen depresi pada umumnya, termasuk mereka dari patogen menginfeksi.
Tanggapan kekebalan ditekan kadang-kadang diamati selama infeksi bakteri kronis seperti
kusta dan TBC. Hal ini penting mengingat sepertiga dari populasi dunia terinfeksi
Mycobacterium tuberculosis.
Dalam bentuk ekstrim dari kusta, yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae, ada respon
yang buruk terhadap antigen lepra, serta antigen yang tidak terkait. Setelah pasien telah
berhasil diobati, muncul kembali reaktivitas imunologi, menunjukkan bahwa imunosupresi
umum sebenarnya karena penyakit.
Dalam kasus-kasus ringan penyakit kusta sering merupakan penekanan kekebalan terkait
yang spesifik untuk M. leprae antigens. leprae antigen. Hal ini terpisah dari toleransi, karena
antigen unik (protein) Hal ini dapat dijelaskan oleh (1) kurangnya sinyal costimulatory
(gangguan sekresi sitokin), (2) aktivasi sel T penekan, (3) gangguan di T H1 / T H2 kegiatan
sel.
Saat ini, sedikit yang diketahui tentang mekanisme yang patogen bakteri menghambat respon
imun umum. Tampaknya kemungkinan bahwa itu adalah karena gangguan pada fungsi sel B,
sel T atau makrofag. Sejak bakteri intraseluler banyak menginfeksi makrofag, mungkin
diharapkan bahwa mereka berkompromi peran sel-sel dalam respon imunologi.
Imunosupresi Umum diinduksi dalam host mungkin nilai langsung ke patogen, tetapi tidak
ada arti khusus (untuk penyerbu) jika hanya mempromosikan infeksi oleh mikroorganisme
yang tidak terkait. Mungkin ini adalah mengapa hal itu tidak tampaknya menjadi strategi
yang umum digunakan bakteri.
Kegigihan Patogen di Situs Tubuh tidak dapat diakses untuk Respon Kekebalan Tubuh
Spesifik Beberapa patogen dapat menghindari membuka diri untuk kekuatan kekebalan
tubuh. Patogen intraseluler dapat menghindari respon host imunologi selama mereka tinggal
di dalam sel yang terinfeksi dan mereka tidak mengizinkan Ag mikroba terbentuk pada
permukaan sel. Ini terlihat dalam makrofag terinfeksi Brucella, Listeria atau M. leprae .
Makrofag mendukung pertumbuhan bakteri dan pada saat yang sama memberikan mereka
perlindungan dari respon imun.. Beberapa patogen intraseluler (Yersinia, Shigella, Listeria,
E. coli) dapat mengambil residensi di dalam sel-sel yang tidak fagosit atau APC dan antigen
mereka tidak ditampilkan di permukaan sel yang terinfeksi. Mereka hampir tak terlihat oleh
sel-sel sistem kekebalan tubuh.
Beberapa patogen bertahan pada permukaan luminal saluran pencernaan, rongga mulut dan
saluran kemih, atau lumen kelenjar ludah, kelenjar susu atau tubulus ginjal. Jika tidak ada
penghancuran sel inang, patogen dapat menghindari menginduksi respon inflamasi, dan tidak
ada cara di mana limfosit peka atau antibodi yang beredar dapat mencapai lokasi untuk
menghilangkan infeksi. Sekretori IgA dapat bereaksi dengan antigen permukaan sel bakteri,
tetapi urutan pelengkap akan tidak diaktifkan dan sel-sel tidak akan dihancurkan. Dapat
dibayangkan, antibodi IgA dapat melumpuhkan bakteri dengan aglutinasi sel atau blok
kepatuhan bakteri pada permukaan jaringan atau sel, tetapi tidak mungkin bahwa IgA akan
membunuh bakteri secara langsung atau menghambat pertumbuhan mereka.
Beberapa contoh bakteri patogen yang tumbuh di situs jaringan umumnya tidak dapat diakses
pada kekuatan AMI dan CMI diberikan di bawah ini.
Streptococcus mutans dapat memulai karies gigi pada setiap saat setelah letusan gigi, terlepas
dari status kekebalan dari tuan rumah. Entah host tidak mengalami respon imun IgA sekretori
efektif atau berperan kecil dalam mencegah kolonisasi dan pengembangan plak berikutnya.
Vibrio cholerae berkembang biak di saluran pencernaan dimana bakteri menguraikan racun
yang menyebabkan hilangnya cairan dan diare di host yang merupakan karakteristik dari
penyakit kolera. Antibodi IgA terhadap antigen seluler dari Vibrio kolera tidak sepenuhnya
efektif dalam mencegah infeksi oleh bakteri ini seperti yang ditunjukkan oleh
ketidakefektifan relatif dari vaksin kolera dibuat dari vibrio fenol-tewas.
Keadaan pembawa hasil demam tifoid dari infeksi persisten oleh basil tifus, Salmonella typhi.
Organisme ini tidak dihilangkan selama infeksi awal dan tetap dalam host untuk bulan, tahun
atau waktu hidup. Dalam carrier, S typhi mampu menjajah saluran empedu (kantung empedu)
dari dari kekuatan kekebalan tubuh, dan ditumpahkan ke dalam urin dan feses.
Beberapa bakteri menyebabkan infeksi persisten pada lumen kelenjar Brucella abortus terus
menerus menginfeksi kelenjar susu sapi dan ditumpahkan di dalam susu.. Leptospira
mengalikan terus-menerus di dalam lumen tubulus ginjal tikus dan ditumpahkan dalam urin
dan tetap menular.
Bakteri penyebab infeksi pada folikel rambut, seperti jerawat, jarang menemukan jaringan
imunologi.
Banyak jenis antibodi (Ab) terbentuk terhadap Ag tertentu, dan beberapa komponen bakteri
dapat menampilkan determinan antigenik yang berbeda. Antibodi cenderung berkisar dalam
kapasitas mereka untuk bereaksi dengan Ag (kemampuan Ab spesifik untuk mengikat suatu
Ag disebut aviditas).Jika Abs terbentuk terhadap Ag bakteri dari aviditas yang rendah, atau
jika mereka diarahkan terhadap determinan antigenik yang tidak penting, mereka mungkin
hanya aksi antibakteri lemah. Seperti “tidak efektif” (non-penetral) Abs bahkan mungkin
membantu patogen dengan menggabungkan dengan permukaan Ag dan menghalangi
lampiran dari setiap Abs fungsional yang mungkin hadir.
Dalam kasus Neisseria gonorrhoeae adanya antibodi terhadap protein membran luar disebut
rmp mengganggu reaksi bakterisidal serum dan dalam beberapa cara kompromi pertahanan
permukaan dari saluran urogenital wanita. Meningkatkan kerentanan terhadap infeksi ulang
sangat berhubungan dengan keberadaan sirkulasi antibodi rmp.
Beberapa bakteri dapat membebaskan komponen antigen permukaan dalam bentuk yang larut
ke dalam cairan jaringan. Antigen ini larut dapat menggabungkan dengan dan “menetralisir”
antibodi sebelum mereka mencapai sel-sel bakteri. Misalnya, sejumlah kecil endotoksin
(LPS) dapat dilepaskan ke cairan sekitarnya oleh bakteri Gram-negatif.
Protein A, diproduksi oleh S. aureus mungkin tetap terikat pada permukaan sel stafilokokus
atau dapat dirilis dalam bentuk larut. Protein A akan mengikat ke wilayah Fc dari IgG. Di
permukaan sel, protein A mengikat IgG dalam orientasi yang salah untuk mengerahkan
aktivitas antibakteri, dan protein terlarut A agglutinates dan sebagian inactivates IgG.
Variasi antigenik
Salah satu cara bakteri dapat mengelabui kekuatan dari respon imunologi adalah secara
berkala mengubah antigen, yaitu untuk menjalani variasi antigenik. Antigen dapat bervariasi
atau berubah dalam host selama infeksi, atau organisme dapat ada di alam sebagai jenis
antigen beberapa (serotipe atau serovarian). Variasi antigenik adalah mekanisme penting
yang digunakan oleh mikroorganisme patogen untuk keluar dari aktivitas penetralan antibodi.
Beberapa jenis variasi antigenik selama hasil infeksi dari spesifik lokasi inversi atau konversi
gen atau penyusunan ulang gen dalam DNA dari mikroorganisme. Demikianlah halnya
dengan beberapa patogen yang mengubah antigen selama infeksi dengan beralih dari satu
jenis fimbrial yang lain, atau dengan beralih kiat fimbrial. Hal ini membuat respon AMI asli
usang dengan menggunakan fimbriae baru yang tidak mengikat antibodi sebelumnya.
Neisseria gonorrhoeae dapat mengubah antigen fimbrial selama infeksi. Selama tahap awal
infeksi, kepatuhan terhadap sel-sel epitel leher rahim atau uretra dimediasi oleh pili
(fimbriae). Lampiran Sama efisien untuk fagosit akan tidak diinginkan. Pergantian cepat dan
mematikan gen mengendalikan pili karena itu diperlukan pada berbagai tahap infeksi, dan N.
gonorrhoeae mampu menjalani jenis “switching pili” atau variasi fasa. Perubahan genetik
dikendalikan dalam protein membran luar juga terjadi dalam proses infeksi. Ungkapan halus
dikendalikan dari gen untuk pili dan protein permukaan mengubah pola kepatuhan terhadap
sel inang yang berbeda, dan meningkatkan ketahanan terhadap fagositosis dan lisis kekebalan
tubuh.
Kekambuhan demam disebabkan oleh spirochete, Borrelia recurrentis, adalah hasil dari
variasi antigenik oleh organisme. Penyakit ini ditandai oleh episode demam yang kambuh
(datang dan pergi) untuk jangka waktu beberapa minggu atau bulan. Setelah infeksi, bakteri
di jaringan dan menyebabkan penyakit demam sampai timbulnya respon imunologi seminggu
atau lebih kemudian. kemudian menghilang dari darah karena fagositosis antibodi dimediasi,
lisis, aglutinasi, dll, dan demam jatuh. Kemudian seorang mutan antigenik yang berbeda
muncul pada individu yang terinfeksi, mengalikan, dan dalam 4-10 hari muncul kembali
dalam darah dan ada serangan demam. Sistem imunologi dirangsang dan merespon dengan
menaklukkan antigenik varian baru, tapi siklus terus seperti bahwa mungkin ada sampai 10
episode demam sebelum pemulihan akhir. Dengan setiap serangan antigenik varian baru dari
spirochete muncul dan satu set baru antibodi terbentuk dalam host. Dengan demikian,
perubahan dalam antigen selama infeksi memberikan kontribusi signifikan terhadap
perjalanan penyakit.
Banyak bakteri patogen ada di alam sebagai jenis antigen atau beberapa serotipe, yang berarti
bahwa mereka adalah varian strain dari spesies patogen yang sama. Misalnya, ada beberapa
serotipe Salmonella enterica berdasarkan perbedaan sel (O) antigen dinding dan / atau (H)
flagellar antigen. Ada 80 jenis antigen yang berbeda Streptococcus pyogenes berdasarkan
pada protein M-permukaan sel. . Ada lebih dari seratus strain Streptococcus pneumoniae
tergantung pada antigen kapsuler mereka polisakarida. Berdasarkan perbedaan kecil dalam
kimia permukaan struktur ada beberapa serotipe bakteri Vibrio cholerae, Staphylococcus
aureus, Escherichia coli, Neisseria gonorrhoeae dan berbagai bakteri patogen lainnya. Variasi
antigenik adalah umum di antara patogen virus juga.
Jika respon imunologi adalah pertahanan penting melawan patogen, kemudian mampu
melepaskan antigen lama dan yang baru hadir untuk sistem kekebalan tubuh mungkin
mengizinkan infeksi atau melanjutkan invasi oleh patogen terjadi. Selanjutnya, inang
terinfeksi tampaknya akan menjadi lingkungan yang ideal untuk selektif munculnya varian
antigenik baru bakteri, memberikan faktor penentu lainnya organisme virulensi tetap utuh.
Mungkin ini menjelaskan mengapa banyak bakteri patogen yang sukses ada di berbagai
macam jenis antigen.
Semua sel yang terlibat dalam sistem kekebalan berasal dari sumsum tulang. Sel punca
progenitor mieloid berkembang menjadi eritrosit, keping darah, neutrofil, monosit. Sementara
sel punca yang lain progenitor limfoid merupakan prekursor dari sel T, sel NK, sel B.
1. Tahapan Awal
Respons inflamasi tubuh merupakan salah satu sel tubuh yang timbul sebagai akibat invasi
mikroba pada jaringan. Respons ini terdiri dari aktivitas sel-sel inflamasi, antara lain sel
leukosit (polimorfonuklear, limfosit, monosit), sel makrofag, sel mast, sel natural killer, serta
suatu sistem mediator kimia yang kompleks baik yang dihasilkan oleh sel (sitokin) maupun
yang terdapat dalam plasma. Sel fagosit, mononuklear maupun polimorfonuklear (lihat bab
tentang fagosit) berfungsi pada proses awal untuk membunuh mikroba, dan mediator kimia
dapat meningkatkan fungsi ini. Mediator kimia ini akan berinteraksi satu dengan lainnya,
juga dengan sel radang seperti komponen sistem imun serta fagosit, baik mononuklear
maupun polimorfonuklear untuk memfagosit dan melisis mikroba. Mediator tersebut antara
lain adalah histamin, kinin/bradikinin, komplemen, prostaglandin, leukotrien dan limfokin.
Respons inflamasi ini bertujuan untuk mengeliminasi dan menghambat penyebaran
mikroba.
Histamin yang dilepaskan sel mast akibat stimulasi anafilatoksin akan menyebabkan
vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas vaskular untuk memfasilitasi peningkatan aliran
darah dan keluarnya sel radang intravaskular ke jaringan tempat mikroba berada.
Kinin/bradikinin adalah peptida yang diproduksi sebagai hasil kerja enzim protease kalikrein
pada kininogen. Mediator ini juga menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas
pembuluh darah. Faktor Hageman yang diaktifkan oleh karena adanya kerusakan pembuluh
darah serta endotoksin bakteri gram negatif, juga sel dalam menginduksi mediator kimia
lainnya.
Produk aktivasi komplemen yang pada mulanya melalui jalur alternatif dapat meningkatkan
aliran darah, permeabilitas pembuluh darah, keinotaksis dan fagositosis, serta hasil akhir
aktivasi komplemen adalah lisis mikroba. Prostaglandin, leukotrien dan fosfolipid lainnya
yaitu mediator yang merupakan hasil metabolit asam arakidonat dapat menstimulasi
motilitas leukosit yang dibutuhkan untuk memfagosit mikroba dan merangsang agregasi
trombosit untuk memperbaiki kerusakan pembuluh darah yang ada. Prostaglandin juga
dapat bekerja sebagai pirogen melalui pusat termoregulator di hipotalamus. Dikatakan
bahwa panas juga merupakan mekanisme sel tubuh, tetapi sukar dibuktikan. Mikroba
tertentu memang tidak dapat hidup pada suhu panas tetapi suhu tubuh yang tinggi akan
memberikan dampak yang buruk pada pejamu.
Protein fase akut seperti C-reactive protein (CRP), protein yang mengikat lipopolisakarida,
protein amiloid A, transferin dan α1-antitripsin akan dilepaskan oleh hati sebagai respons
terhadap inflamasi. Peranannya dapat sebagai stimulator atau inhibisi. Protein α1-antitripsin
misalnya akan menghambat protease yang merangsang produksi kinin. Transferin yang
mempunyai daya ikat terhadap besi, akan menghambat proliferasi dan pertumbuhan
mikroba. Protein yang mengikat lipopolisakarida akan menginaktifkan endotoksin bakteri
Gram negatif.
Limfokin, yaitu sitokin yang dihasilkan limfosit, merupakan mediator yang kuat dalam
respons inflamasi. Limfokin ini dan sebagian diantaranya juga disekresi oleh makrofag akan
meningkatkan permeabilitas vaskular dan koagulasi, merangsang produksi prostaglandin dan
faktor kemotaksis, merangsang diferensiasi sel induk hematopoietik dan meningkatkan
pertumbuhan serta diferensiasi sel hematopoietik, serta mengaktivasi neutrofil dan sel
endotel. Sel radang yang ada akan memfagosit mikroba, sedangkan monosit dan makrofag
juga akan memfagosit debris pejamu dan patogen yang tinggal sebagai hasil penyerangan
enzim neutrofil dan enzim lainnya. Fungsi makrofag akan ditingkatkan oleh faktor aktivasi
makrofag seperti komponen C3b, interferon γ dan faktor aktivasi makrofag yang disekresi
limfosit.
2. Tahapan kedua
Jika mikroba berhasil melampaui mekanisme sel nonspesifik, terjadi tahapan kedua berupa
pertahanan spesifik yang dirangsang oleh antigen mikroba itu sendiri, atau oleh antigen yang
dipresentasikan makrofag. Tahapan ini terdiri atas imunitas humoral dan imunitas selular.
Imunitas humoral yang diperankan oleh antibodi yang dihasilkan oleh sel plasma sebagai
hasil aktivasi antigen mikroba terhadap limfosit B, akan menetralkan toksin yang dilepaskan
mikroba sehingga tidak menjadi toksis lagi. Antibodi juga akan menetralkan mikroba
sehingga tidak infeksius lagi. Antibodi juga bersifat sebagai opsonin, sehingga memudahkan
proses fagositosis mikroba (lihat bab tentang imunitas humoral). Antibodi juga berperan
dalam proses ADCC (Antibody Dependent Cell Cytotoxicity) baik oleh sel Tc maupun sel NK
sehingga terjadi lisis sel yang telah dihuni mikroba. Antibodi juga dapat mengaktifkan
komplemen untuk melisis mikroba. Imunitas selular yang diperankan oleh limfosit T melalui
limfokin yang dilepas sel T akan meningkatkan produksi antibodi oleh sel plasma, fungsi sel
fagosit untuk memfagosit mikroba; dan sel NK untuk melisis sel yang dihuni virus (lihat Bab
3). Limfokin juga meningkatkan proliferasi dan diferensiasi sel prekursor Tc serta fungsi sel
Tc untuk melisis sel yang dihuni mikroba. Inteleukin (IL)- 2, IL-12 dan IFN-γ meningkatkan
imunitas selular. Imunitas selular adalah mekanisme utama tubuh untuk terminasi infeksi
mikroba intraselular seperti infeksi virus, parasit dan bakteri intraselular.
3. Tahapan Akhir
Tahapan terakhir ini terdiri atas peningkatan respons imun baik melalui aktivasi komplemen
jalur klasik maupun peningkatan kemotaksis, opsonisasi dan fagositosis. Sel makrofag dan
limfosit T terus memproduksi faktor yang selanjutnya akan meningkatkan lagi respons
inflamasi melalui ekspresi molekul adesi pada endotel serta merangsang kemotaksis,
pemrosesan antigen, pemusnahan intraselular, fagositosis dan lisis, sehingga infeksi dapat
teratasi.
Respons imun yang terkoordinasi yang melibatkan sel T, antibodi, sel makrofag, sel PMN,
komplemen dan pertahanan nonspesifik lainnya akan terjadi pada kebanyakan penyakit
infeksi.
Mikroba terdapat dimana-mana di sekitar kita ada yang menghuni tanah, air, dan udara. Studi
tentang mikroba yang ada di lingkungan alamiahnya disebut ekologi mikroba. Ekologi
merupakan bagian biologi yang berkenaan dengan studi mengenai hubungan organism atau
kelompok organisme dengan lingkungannya.
Ekologi mikroba sangat berperan membantu memperbaiki kualitas lingkungan. Bagian dari
mikrobiologi yang mempelajari tentang peranan mikroorganisme di dalam lingkungan adalah
mikrobiologi lingkungan. Lingkungan yang dimaksud terutama terdiri dari air, udara, dan
tanah. Mikrobiologi air adalah mikrobiologi yang mempelajari kehidupan dan peranan
mikroorganisme di dalam lingkungan air. Peranan mikroba dalam air dapat dipakai dalam
bidang kesehatan, bidang pertanian, bidang peternakan, bidang industri, bidang pengairan,
bidang pengolahan air. Mikrobiologi tanah adalah bagian disiplin mikrobiologi yang
mempelajari kehidupan, aktivitas, dan peranan mikroorganisme di dalam tanah. Cabang dari
mikrobiologi yang lain adalah mikrobiologi udara, cabang ilmu ini memmpelajari tentang
kehidupan dan peranan mikroba di udara.
Udara bukan merupakan habitat asli dari mikroba, tetapi udara sekeliling kita sampai
beberapa kilometer di atas permukaan bumi mengandung bermacam-macam jenis
mikroorganisme dalam jumlah yang beragam. Peran udara dapat juga sebagai sarana infeksi
nosokomial (infeksi rumah sakit). Bidang-bidang terapan dari mikrobiologi udara adalah
pada bidang kesehatan, bidang industry, ruang angkasa, dan lain-lain. Dilihat dari hal diatas,
jelaslah bahwa mikrobiologi lingkungan merupakan salah satu bidang mikrobiologi terapan.
Sebagai ilmu terapan, maka secara langsung jasad-jasad yang terdapat di dalamnya berperan
dalam lingkungan hidup, yang terutama terdiri dari tanah, air, dan udara. Bahkan perananan
mikroba dalam lingkungan hidup pada saat sekarang adalah sebagai jasad yang secara
langsung atau secara tidak langsung mempengaruhi lingkungan; dan juga baik jasad yang
secara langsung maupun secara tidak langsung dipengaruhi oleh lingkungan.
Selain gas, partikel debu dan uap air, udara juga mengandung mikroorganisme. Di udara
terdapat sel vegetatif dan spora bakteri, jamur dan ganggang, virus dan kista protozoa.
Selama udara terkena sinar matahari, udara tersebut akan bersuhu tinggi dan berkurang
kelembabannya. Selain mikroba yang mempunyai mekanisme untuk dapat toleran pada
kondisi ini, kebanyakan mikroba akan mati. Udara terutama merupakan media penyebaran
bagi mikroorganisme. Mereka terdapat dalam jumlah yang relatif kecil bila dibandingkan
dengan di air atau di tanah. Mikroba udara dapat dipelajari dalam dua bagian, yaitu mikroba
di luar ruangan dan di dalam ruangan.
Kelompok mikroba yang paling banyak berkeliaran di udara bebas adalah bakteri, jamur
(termasuk di dalamnya ragi) dan juga mikroalge. Kehadiran jasad hidup tersebut di udara, ada
yang dalam bentuk vegetatif (tubuh jasad) ataupun dalam bentuk generatif (umumnya spora).
Belum ada mikroba yang habitat aslinya di udara. Pada sub pokok bahasan sebelumnya
mikrooganisme di udara dibagi menjadi 2, yaitu mikroorganisme udara di luar ruangan dan
mikroorganisme udara di dalam ruangan. Mikroba paling banyak ditemukan di dalam
ruangan.
Mikroba yang ditemukan di udara di atas pemukiman penduduk di bawah ketinggian 500
kaki yaitu spora Bacillus dan Clostridium, yeast, fragmen dari miselium, spora fungi, serbuk
sari, kista protozoa, alga, Micrococcus, dan Corynebacterium, dan lain-lain.
Dalam debu dan udara di sekolah dan bangsal rumah sakit atau kamar orang menderita
penyakit menular, telah ditemukan mikroba seperti bakteri tuberkulum, streptokokus,
pneumokokus, dan staphylokokus. Bakteri ini tersebar di udara melalui batuk, bersin,
berbicara, dan tertawa. Pada proses tersebut ikut keluar cairan saliva dan mukus yang
mengandung mikroba. Virus dari saluran pernapasan dan beberapa saluran usus juga
ditularkan melalui debu dan udara. Patogen dalam debu terutama berasal dari objek yang
terkontaminasi cairan yang mengandung patogen. Tetesan cairan (aerosol) biasanya dibentuk
oleh bersin, batuk dan berbicara. Setiap tetesan terdiri dari air liur dan lendir yang dapat
berisi ribuan mikroba. Diperkirakan bahwa jumlah bakteri dalam satu kali bersin berkisar
antara 10.000 sampai 100.000. Banyak patogen tanaman juga diangkut dari satu tempat ke
tempat lain melalui udara dan penyebaran penyakit jamur pada tanaman dapat diprediksi
dengan mengukur konsentrasi spora jamur di udara.
2. Meningitis
Meningitis adalah peradangan yang terjadi pada meninges, yaitu membrane atau selaput yang
melapisi otak dan syaraf tunjang. Meningitis yang disebabkan oleh virus dapat ditularkan
melalui batuk, bersin, ciuman, sharing makan 1 sendok, pemakaian sikat gigi bersama dan
merokok bergantian dalam satu batangnya. Maka bagi anda yang mengetahui rekan atau
disekeliling ada yang mengalami meningitis jenis ini haruslah berhati-hati. Mancuci tangan
yang bersih sebelum makan dan setelah ketoilet umum, memegang hewan peliharaan.
3. Flu Burung
Avian Influenza atau flu burung adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus
influenza H5N1. Virus yang membawa penyakit ini terdapat pada unggas dan dapat
menyerang manusia. Penularan virus flu burung berlangsung melalui saluran pernapasan.
Unggas yang terinfeksi virus ini akan mengeluarkan virus dalam jumlah besar di kotorannya.
Manusia dapat terjangkit virus ini bila kotoran unggas bervirus ini menjadi kering, terbang
bersama debu, lalu terhirup oleh saluran napas manusia.
4. Pneumonia
Pneumonia atau yang dikenal dengan nama penyakit radang paru-paru ditandai dengan gejala
yang mirip dengan penderita selesma atau radang tenggorokan biasa, antara lain batuk, panas,
napas cepat, napas berbunyi hingga sesak napas, dan badan terasa lemas. Penyakit ini
umumnya terjadi akibat bakteri Streptococus pneumoniae dan Hemopilus influenzae yang
berterbangan di udara terhirup masuk ke dalam tubuh. Bakteri tersebut sering ditemukan pada
saluran pernapasan, baik pada anak-anak maupun orang dewasa.
1) Imunisasi
Dengan pemberian vaksin rubella pada anak-anak laki-laki dan perempuan sejak dini
Digunakan pada ruangan yang sesak dengan daya tembus jelek, merusak mata sehingga sinar
harus diarahkan ke langit-langit
Digunakan di laboratorium industri ruang angkasa dengan batasan mahal untuk pemanasan
atau pengaturan udara
Digunakan di tempat apa saja dengan batasan penyaring harus sering diganti.
d) Metode pembakaran
Digunakan pada ventilasi udara dari cerobong yang didalamnya terdapat organisme yang
menginfeksi sedang dipindahkan (Volk and Wheeler, 1989).
Saat ini telah banyak dijual penyejuk udara/ AC dengan kemampuan anti mikroba.
Bakteri flora pada permukaan perairan lebih banyak daripada perairan subterania.
Komposisinya tergantung dari suplai nutrien-nutrien dalam air. Jumlah bakteri tanha yang
terikut air biasanya masih cukup tinggi misalnya, Azotobacter choroococum, dan bakteri
pengurai nitrit, Nitrosomonas europeae dan Nitrobacter winogradskyi.
Suingai-sungai membawa lebih banyak atau lebih sedikit limbah yang membawa bakteri
tergantung limpahan limbah yang terbuang. Contoh yang menarik adalah bakteri intestinal
Escherichia coli, yang dinamakan strain Koliform dan Salmonella patogenik sebagai
penyebab demam tifoid. Danau mata air masih mengandung banyak bakteri dari sumber mata
air; penambahan bakteri tergantung dari faktor fisika dan faktor kimia. Determinasi jumlah
total bakteri dengan cara hitungan langsung di sungai memberikan gambaran jumlah yang
tidak tentu tergantung dari hidrografi. Misalnya, 352.000-9.800.000 per ml air, di sungai Rio
Negro Brazilia berjumlah 200.000-300.000 per ml air, dan di sungai Dalvin Slovakia
berjumalah 1.194.400 per ml air.
Mikroflora danau dipengaruhi oleh mikroflora sungai. Bakteri batang non spora mempunyai
jumlah terkecil pada zona iklim temperate dan boreal; dan memiliki proporsi relatif terbesar
pada danau eutrofik. Bakteri berspora memiliki jumlah lebih dari 10%. Pada danau
mesotrofik, jumlah bakteri berspora lebih besar; dan kemungkinan terdiri 20-25% dari semua
bekteri saprofitik. Bakteri pada danau-danau bergaram, mayoritas baklteri yang hidup di
danau bergaram dengan kadar garam tinggi yang dinamakan bentuk halofilik. Kebanyakan
organisme halofifilik ekstrem dapat berkembang secara optimal dengan kadar garam 20-30%.
Misalnya: Halobakterium dan Halococcus. Bakteri laut, hampir semua bakteri laut adalah
halofilik, yakni dengan memerlukan NaCl untuk perkembangannya yang optimal.
Kebanyakan bakteri laut adalah motil, spora tidak pernah terbentuk pada bakteri laut.
Contohnya: Bacillus dan Clostridium. Bagian besar dari laut adalah laut dalam. Pada daerah
ini bakteri barofilik dan bakteri barotoleran berperan penting. Akan tetapi, kadang-kadang
pada daerah permukaan bakteri barofilik juga ditemukan dengan kebiasaan hidup dengan
tekanan di atas 100 atm.
Jumlah total yang pernah di observasi dari Teluk Kiel bejumlah antara 682 juta sampai 2.300
juta per cm3 dengan kedalaman 12-14 meter yang kemudian diobservasi dengan mikroskop
fluoresensi. Sebanyak 49-64% didapatkan dari permukaan dan 36-51% yang hidup bebas
dalam interstitial air.
Banayak faktor yang mempengaruhi penyebaran mikroba di dalam air. Diantaranya; a) faktor
abiotik, seperti cahaya, temperatur, tekanan, turbiditas, konsentrasi ion hidrogen dan
potensial redoks, salinitas, bahan-bahan anorganik dan organik, gas-gas terlarlarut; b) faktor
biotik seperti kompetisi nutrien, bakteri dan fungi sebagai makanan organisme lainnya,
vitamin, enzim dan antibiotika
Contoh penyakit serta cara penyebarannya melalui air
1. waterborne infection
Yaitu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri patogen.penyakit infeki ini
ditransmisikan melalui eksreta manusia dan binatang dan feses. Kontaminasi fekala pada
sumber air menyebabkan beberapa mikroba tersebut hadior bersama air. Bila air yang telah
terkontaminasi digunakan untuk minum, menyiapkan masakan maka kemungkinan akan
menyebabakan infeksi.
Diare yang merupakan penyakit dimana penularanya bersifat fekal-oral. Penyakit ini dapat
ditularkan melalui beberapa jalur, jalur melalui air dan jalur melalui alat-alat dapur yang
dicuci dengan air.
Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan higien perorangan yang buruk. Angka kesakitan ini
dapat ditekan dengen penyediaan air yang cukup bagi kebersihan seseorang
4. Water-based disease
Cara penyebaran penyakit ini terjadi bila sebagian siklus hidup penyebaba penyakit
memerlukan hospes perantara seperti siput air.
Golongan-golongan utama yang menyusun populasi mikroba taanah terdiri atas prokariotik
(bakteri dan actinomycetes, fungi, algae, mikrofauna (protozoa dan archezoa), mezofauna
(nemathoda) makrofauna (semut, cacing tanah, dan lainnya), dan mikrobiota (mycoplasma,
virus, viroid dan prion). Jumlah mikroba tanah sangat tinggi, yakni berkisar 320.000-200.000
setiap gram tanah pasir, 360.000-600.000 bakteri setiap gram tanah lempeng, dan 2.000.000-
200.000.000 bakteri setiap gram tanah subur. Actinomycetes terdiri dari 10-50% total
populasi mikroba di dalam tanah. Organisme ini ditemukan di dalam tanah, kompos, dan
sedimen. Kelimpahan populai Actinomycetes di dalam tanah adalah terbesar kedua setelah
bakteri, yakni rentang dari 500.000-100.000.000 propagul/gr tanah. Propagul adalah bagian
dari suatu mikroorganisme yang dapat tumbuh dan berkembang biak. Sementara populasi
alga sekitar 3-300 kg/hektar.
Jumlah total protozoa antara 100.000 – 300.000 per gram tanah pada lapisan di atas 15cm
dari permukaan. Populasi ini dapat berubah setiap hari. Jumlah paling sedikit adalah cilliata
hanya di bawah 1.000 per gram tanah. Jumlah flagellata merupakan protozoa yang dominan
dalam tanah, termasuk tanah asam. Biomassa protozoa dapat mencapai 5-20 gram per meter
persegi. Sementara lebih dari 10.000 total spesies nematoda hanya lebih kurang 1000 spesies
yang dapat ditemukan di dalam tanah dan 90% nematoda di temukan pada lapisan tanah atas
sekitar 15 cm. Populasi nematoda lebih banyak terdapat di dalam akar tanaman daripada di
dalam tanah. biomassa arthropoda dalam tanah kurang dari 10%, sedangkan collembola di
dapatkan lebih dari 10.000 individu per meter persegi tanah.
seperti halnya pada penyebaran mikroorganisme pada air dan udara, penyebaran mikroba di
tanah juga dipengaruhi oleh faktor pH dan suhu tanah. Tanah yang bersifat asam dengan pH
kurang dari 5,8 % lebih sedikit 50% terhidar dari serangan penyakit akibat Streptomycetes
patogen, hal ini karena Streptomycetes scabies dipengaruhi pertumbuhannya pada pH
dibawah 6,3. Sedangkan pengaruh suhu juga dapat mempengaruhi pertumbuhan
mokroorganisme seperti pada pertumbuhan Actinomycetes yang tumbuh sangat lambat pada
suhu 5% dan dapat diisolasi lebih banyak dari tanah yang lebih panas. Pertumbhan optimum
pada suhu antara 28 – 37 0C, tetapi beberapa Actinomycetes tumbuh 55 – 65 0C di dalam
kompos.
Salah satu penyakit yang penularannya melalui tanah adalah kaki pecah-pecah, hal ini
disebabkan karena kaki terkena infeksi jamur. Infeksi jamur umumnya diawali dengan bercak
merah gatal dan bersisik di kulit. Kemudian kulit dapat menebal dan retak. Penyebabnya bisa
dikarenakan penderita tidak mengguanakan alas kaki, sehingga terjadi kontak langsung
dengan tanah.
KAJIAN RELIGIUS
Allah menciptakan jasad-jasad renik di dunia ini sesuai dengan fungsinya masing-masing.
Sebagaiman dengan firman Allah dalam surat al-furqon ayat 2 yang berbunyi
“yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan
tidak ada sekutu bagiNya dalam kekuasaan(Nya), dan dia telah menciptakan segala sesuatu,
dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya”.
Allah memberikan cobaan kepada umatnya yang berupa penyakit dan Allah pula yang
menyembuhkan. Sebagaimana yang difirmankan oleh Allah dalam alqur’an surat Asy
Syu’araa': ayat 78-80 yang artinya:
“ (yaitu Tuhan) Yang telah menciptakan aku, maka Dialah yang menunjuki aku dan
Tuhanku, Yang Dia memberi makan dan minum kepadaku, dan apabila aku sakit, Dialah
Yang menyembuhkan aku”.
DAFTAR PUSTAKA
Budiyanto MAK. 2010. Hand out-10 Mikrobiologi lingkungan, Pertanian, dan Peternakan.
Malang: Universitas Muhammadiyah Malang Press.
DAFTAR PUSTAKA
Boden, E. 2005. Black’s Veterinary Dictionary. London: A & C Black
Hirsch, D., & Zee, C. 1999. Veterinary Microbiology. Oxford: Blackwell Science
Kayser, F., Bienz, K. A., Eckert, J., & Zinkernagel, R. 2005. Medical Microbiology.
New York: Thieme
Rhoades, R., & Tanner, G. 2003. Medical Physiology 2nd. Philadelphia: Lippincott
William & Wilkins
Post
Be the first to comment
Transcript
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 MEKANISME PERTAHANAN TUBUH TERHADAP BAKTERI
Widodo Judarwanto. Children Allergy Online Clinic, Jakarta Indonesia
Tubuh manusia tidak mungkin terhindar dari lingkungan yang mengandung mikroba
patogen di sekelilingnya. Mikroba tersebut dapat menimbulkan penyakit infeksi pada manusia.
Mikroba patogen yang ada bersifat poligenik dan kompleks. Oleh karena itu respons imun tubuh
manusia terhadap berbagai macam mikroba patogen juga berbeda. Umumnya gambaran biologik
spesifik mikroba menentukan mekanisme imun mana yang berperan untuk proteksi. Begitu juga
respon imun terhadap bakteri khususnya bakteri ekstraselular atau bakteri intraselular
mempunyai karakteristik tertentu pula
Tubuh manusia akan selalu terancam oleh paparan bakteri, virus, parasit, radiasi matahari,
dan polusi. Stres emosional atau fisiologis dari kejadian ini adalah tantangan lain untuk
mempertahankan tubuh yang sehat. Biasanya kita dilindungi oleh sistem pertahanan tubuh, sistem
kekebalan tubuh, terutama makrofag, dan cukup lengkap kebutuhan gizi untuk menjaga kesehatan.
Kelebihan tantangan negatif, bagaimanapun, dapat menekan sistem pertahanan tubuh, sistem
kekebalan tubuh, dan mengakibatkan berbagai penyakit fatal.
Penerapan kedokteran klinis saat ini adalah untuk mengobati penyakit saja. Infeksi bakteri
dilawan dengan antibiotik, infeksi virus dengan antivirus dan infeksi parasit dengan antiparasit
terbatas obat-obatan yang tersedia. Sistem pertahanan tubuh, sistem kekebalan tubuh, depresi
disebabkan oleh stres emosional diobati dengan antidepresan atau obat penenang. Kekebalan
depresi disebabkan oleh kekurangan gizi jarang diobati sama sekali, bahkan jika diakui, dan
kemudian oleh saran untuk mengkonsumsi makanan yang lebih sehat.
Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh
terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan membunuh patogen serta sel tumor.
Sistem ini mendeteksi berbagai macam pengaruh biologis luar yang luas, organisme akan melindungi
tubuh dari infeksi, bakteri, virus sampai cacing parasit, serta menghancurkan zat-zat asing lain dan
memusnahkan mereka dari sel organisme yang sehat dan jaringan agar tetap dapat berfungsi seperti
biasa. Deteksi sistem ini sulit karena adaptasi patogen dan memiliki cara baru agar dapat
menginfeksi organisme.
Untuk selamat dari tantangan ini, beberapa mekanisme telah berevolusi yang menetralisir
patogen. Bahkan organisme uniselular seperti bakteri dimusnahkan oleh sistem enzim yang
melindungi terhadap infeksi virus. Mekanisme imun lainnya yang berevolusi pada eukariota kuno
dan tetap pada keturunan modern, seperti tanaman, ikan, reptil dan serangga. Mekanisme tersebut
termasuk peptida antimikrobial yang disebut defensin, fagositosis, dan sistem komplemen.
Mekanisme yang lebih berpengalaman berkembang secara relatif baru-baru ini, dengan adanya
evolusi vertebrata. Imunitas vertebrata seperti manusia berisi banyak jenis protein, sel, organ tubuh
dan jaringan yang berinteraksi pada jaringan yang rumit dan dinamin. Sebagai bagian dari respon
imun yang lebih kompleks ini, sistem vertebrata mengadaptasi untuk mengakui patogen khusus
secara lebih efektif. Proses adaptasi membuat memori imunologis dan membuat perlindungan yang
lebih efektif selama pertemuan di masa depan dengan patogen tersebut. Proses imunitas yang
diterima adalah basis dari vaksinasi.
Respons pejamu yang terjadi juga tergantung dari jumlah mikroba yang masuk. Mekanisme
pertahanan tubuh dalam mengatasi agen yang berbahaya meliputi
1. Pertahanan fisik dan kimiawi, seperti kulit, sekresi asam lemak dan asam laktat melalui
kelenjar keringat, sekresi lendir, pergerakan silia, sekresi air mata, air liur, urin, asam
lambung serta lisosom dalam air mata
2. Simbiosis dengan bakteri flora normal yang memproduksi zat yang dapat mencegah invasi
mikroorganisme
3. Innate immunity (mekanisme non-spesifik), seperti sel polimorfonuklear (PMN) dan
makrofag, aktivasi komplemen, sel mast, protein fase akut, interferon, sel NK (natural killer)
dan mediator eosinofil
4. Imunitas spesifik, yang terdiri dari imunitas humoral dan seluler. Secara umum
pengontrolan infeksi intraselular seperti infeksi virus, protozoa, jamur dan beberapa bakteri
intraselular fakultatif terutama membutuhkan imunitas yang diperani oleh sel yang
dinamakan imunitas selular, sedangkan bakteri ekstraselular dan toksin membutuhkan
imunitas yang diperani oleh antibodi yang dinamakan imunitas humoral. Secara keseluruhan
pertahanan imunologik dan nonimunologik (nonspesifik) bertanggung jawab bersama dalam
pengontrolan terjadinya penyakit infeksi.
Invasi Patogen
Keberhasilan patogen bergantung pada kemampuannya untuk menghindar dari respon
imun. Patogen telah mengembangkan beberapa metode yang menyebabkan mereka dapat
menginfeksi sementara patogen menghindari kehancuran akibat sistem imun.Bakteri sering
menembus perisai fisik dengan mengeluarkan enzim yang mendalami isi perisai, contohnya dengan
menggunakan sistem tipe II sekresi. Sebagai kemungkinan, patogen dapat menggunakan sistem tipe
III sekresi. Mereka dapat memasukan tuba palsu pada sel, yang menyediakan saluran langsung untuk
protein agar dapat bergerak dari patogen ke pemilik tubuh; protein yang dikirim melalui tuba sering
digunakan untuk mematikan pertahanan.
Strategi menghindari digunakan oleh beberapa patogen untuk mengelakan sistem imun
bawaan adalah replikasi intraselular (juga disebut patogenesis intraselular). Disini, patogen
mengeluarkan mayoritas lingkaran hidupnya kedalam sel yang dilindungi dari kontak langsung
dengan sel imun, antibodi dan komplemen. Beberapa contoh patogen intraselular termasuk virus,
racun makanan, bakteri Salmonella dan parasit eukariot yang menyebabkan malaria (Plasmodium
falciparum) dan leismaniasis (Leishmania spp.). Bakteri lain, seperti Mycobacterium tuberculosis,
hidup didalam kapsul protektif yang mencegah lisis oleh komplemen. Banyak patogen mengeluarkan
senyawa yang mengurangi respon imun atau mengarahkan respon imun ke arah yang salah.
Beberapa bakteri membentuk biofilm untuk melindungi diri mereka dari sel dan protein sistem
imun. Biofilm ada pada banyak infeksi yang berhasil, seperti Pseudomonas aeruginosa kronik dan
Burkholderia cenocepacia karakteristik infeksi sistik fibrosis. Bakteri lain menghasilkan protein
permukaan yang melilit pada antibodi, mengubah mereka menjadi tidak efektif; contoh termasuk
Streptococcus (protein G), Staphylococcus aureus (protein A), dan Peptostreptococcus magnus
(protein L).
Bakteri, dari kata Latin bacterium (jamak, bacteria), adalah kelompok terbanyak dari
organisme hidup. Mereka sangatlah kecil (mikroskopik) dan kebanyakan uniselular (bersel tunggal),
dengan struktur sel yang relatif sederhana tanpa nukleus/inti sel, cytoskeleton, dan organel lain
seperti mitokondria dan kloroplas. Struktur sel mereka dijelaskan lebih lanjut dalam artikel
mengenai prokariota, karena bakteri merupakan prokariota, untuk membedakan mereka dengan
organisme yang memiliki sel lebih kompleks, disebut eukariota. Istilah “bakteri” telah diterapkan
untuk semua prokariota atau untuk kelompok besar mereka, tergantung pada gagasan mengenai
hubungan mereka.
Bakteri adalah yang paling berkelimpahan dari semua organisme. Mereka tersebar (berada
di mana-mana) di tanah, air, dan sebagai simbiosis dari organisme lain. Banyak patogen merupakan
bakteri. Kebanyakan dari mereka kecil, biasanya hanya berukuran 0,5-5 μm, meski ada jenis dapat
menjangkau 0,3 mm dalam diameter (Thiomargarita). Mereka umumnya memiliki dinding sel,
seperti sel tumbuhan dan jamur, tetapi dengan komposisi sangat berbeda (peptidoglikan). Banyak
yang bergerak menggunakan flagela, yang berbeda dalam strukturnya dari flagela kelompok lain.
\
SPECIFIC ATTACHMENTS OF BACTERIA TO HOST CELL OR TISSUE SURFACES
Adhesin Receptor Attachment site Disease
Streptococcus Amino terminus of Pharyngeal
Protein F Sore throat
pyogenes fibronectin epithelium
Streptococcus Salivary
Glycosyl transferase Pellicle of tooth Dental caries
mutans glycoprotein
Buccal
Streptococcus
Lipoteichoic acid Unknown epithelium of None
salivarius
tongue
N-
Streptococcus acetylhexosamine- Mucosal
Cell-bound protein pneumonia
pneumoniae galactose epithelium
disaccharide
Staphylococcus Amino terminus of Mucosal
Cell-bound protein Various
aureus fibronectin epithelium
Type IV pili (N- Glucosamine-
Neisseria Urethral/cervical
methylphenyl- galactose Gonorrhea
gonorrhoeae epithelium
alanine pili) carbohydrate
Enterotoxigenic Species-specific Intestinal
Type-I fimbriae Diarrhea
E. coli carbohydrate(s) epithelium
Uropathogenic Complex Urethral
Type I fimbriae Urethritis
E. coli carbohydrate epithelium
Uropathogenic Globobiose linked Upper urinary
P-pili (pap) Pyelonephritis
E. coli to ceramide lipid tract
Fimbriae Galactose on
Bordetella Respiratory Whooping
(“filamentous sulfated
pertussis epithelium cough
hemagglutinin”) glycolipids
N- Fucose and
Intestinal
Vibrio cholerae methylphenylalanine mannose Cholera
epithelium
pili carbohydrate
Treponema Peptide in outer Surface protein Mucosal
Syphilis
pallidum membrane (fibronectin) epithelium
Respiratory
Mycoplasma Membrane protein Sialic acid Pneumonia
epithelium
Conjunctival or
Chlamydia Unknown Sialic acid urethral
epithelium
INFEKSI BAKTERI EKSTRASELULER
Strategi pertahanan bakteri
Bakteri ekstraseluler adalah bakteri yang dapat bereplikasi di luar sel, di dalam sirkulasi, di
jaringan ikat ekstraseluler, dan di berbagai jaringan. Berbagai jenis bakteri yang termasuk golongan
bakteri ekstraseluler telah disebutkan pada bab sebelumnya. Bakteri ekstraseluler biasanya mudah
dihancurkan oleh sel fagosit. Pada keadaan tertentu bakteri ekstraseluler tidak dapat dihancurkan
oleh sel fagosit karena adanya sintesis kapsul antifagosit, yaitu kapsul luar (outer capsule) yang
mengakibatkan adesi yang tidak baik antara sel fagosit dengan bakteri, seperti pada infeksi bakteri
berkapsul Streptococcus pneumoniae atau Haemophylus influenzae. Selain itu, kapsul tersebut
melindungi molekul karbohidrat pada permukaan bakteri yang seharusnya dapat dikenali oleh
reseptor fagosit. Dengan adanya kapsul ini, akses fagosit dan deposisi C3b pada dinding sel bakteri
dapat dihambat. Beberapa organisme lain mengeluarkan eksotoksin yang meracuni leukosit. Strategi
lainnya adalah dengan pengikatan bakteri ke permukaan sel non fagosit sehingga memperoleh
perlindungan dari fungsi fagosit .
Sel normal dalam tubuh mempunyai protein regulator yang melindungi dari kerusakan oleh
komplemen, seperti CR1, MCP dan DAF, yang menyebabkan pemecahan C3 konvertase. Beberapa
bakteri tidak mempunyai regulator tersebut, sehingga akan mengaktifkan jalur alternatif komplemen
melalui stabilisasi C3b3b konvertase pada permukaan sel bakteri. Dengan adanya kapsul bakteri
akan menyebabkan aktivasi dan stabilisasi komplemen yang buruk.
Beberapa bakteri juga dapat mempercepat pemecahan komplemen melalui aksi produk
mikrobial yang mengikat atau menghambat kerja regulator aktivasi komplemen. Bahkan beberapa
spesies dapat menghindari lisis dengan cara mengalihkan lokasi aktivasi komplemen melalui sekresi
protein umpan (decoy protein) atau posisi permukaan bakteri yang jauh dari membran sel. Beberapa
organisme Gram positif mempunyai lapisan peptidoglikan tebal yang menghambat insersi komplek
serangan membran C5b-9 pada membran sel bakteri .
Bakteri enterik Gram negatif pada usus mempengaruhi aktivitas makrofag termasuk
menginduksi apoptosis, meningkatkan produksi IL-1, mencegah fusi fagosom-lisosom dan
mempengaruhi sitoskleton aktin. Strategi berupa variasi antigenik juga dimiliki oleh beberapa
bakteri, seperti variasi lipoprotein permukaan, variasi enzim yang terlibat dalam sintesis struktur
permukaan dan variasi antigenik pili.Keadaan sistem imun yang dapat menyebabkan bakteri
ekstraseluler sulit dihancurkan adalah gangguan pada mekanisme fagositik karena defisiensi sel
fagositik (neutropenia) atau kualitas respons imun yang kurang (penyakit granulomatosa kronik).
Bakteri intraseluler terbagi atas dua jenis, yaitu bakteri intraseluler fakultatif dan obligat.
Bakteri intraseluler fakultatif adalah bakteri yang mudah difagositosis tetapi tidak dapat dihancurkan
oleh sistem fagositosis. Bakteri intraseluler obligat adalah bakteri yang hanya dapat hidup dan
berkembang biak di dalam sel hospes. Hal ini dapat terjadi karena bakteri tidak dapat dijangkau oleh
antibodi dalam sirkulasi, sehingga mekanisme respons imun terhadap bakteri intraseluler juga
berbeda dibandingkan dengan bakteri ekstraseluler. Beberapa jenis bakteri seperti basil tuberkel dan
leprosi, dan organisme Listeria dan Brucella menghindari perlawanan sistem imun dengan cara hidup
intraseluler dalam makrofag, biasanya fagosit mononuklear, karena sel tersebut mempunyai
mobilitas tinggi dalam tubuh. Masuknya bakteri dimulai dengan ambilan fagosit setelah bakteri
mengalami opsonisasi. Namun setelah di dalam makrofag, bakteri tersebut melakukan perubahan
mekanisme pertahanan.
Bakteri intraseluler memiliki kemampuan mempertahankan diri melalui tiga mekanisme,
yaitu 1) hambatan fusi lisosom pada vakuola yang berisi bakteri, 2) lipid mikobakterial seperti
lipoarabinomanan menghalangi pembentukan ROI (reactive oxygen intermediate) seperti anion
superoksida, radikal hidroksil dan hidrogen peroksida dan terjadinya respiratory burst, 3)
menghindari perangkap fagosom dengan menggunakan lisin sehingga tetap hidup bebas dalam
sitoplasma makrofag dan terbebas dari proses pemusnahan selanjutnya
Mekanisme pertahanan tubuh
Pertahanan oleh diperantarai sel T (Celluar Mediated Immunity, CMI) sangat penting dalam
mengatasi organisme intraseluler. Sel T CD4 akan berikatan dengan partikel antigen yang
dipresentasikan melalui MHC II pada permukaan makrofag yang terinfeksi bakteri intraseluler. Sel T
helper (Th1) ini akan mengeluarkan sitokin IFN γ yang akan mengaktivasi makrofag dan membunuh
organisme intraseluler, terutama melalui pembentukan oksigen reaktif intermediat (ROI) dan nitrit
oxide (NO). Selanjutnya makrofag tersebut akan mengeluarkan lebih banyak substansi yang
berperan dalam reaksi inflamasi kronik. Selain itu juga terjadi lisis sel yang diperantarai oleh sel T
CD8.
Beberapa bakteri ada yang resisten sehingga menimbulkan stimulasi antigen yang kronik.
Keadaan ini menimbulkan pengumpulan lokal makrofag yang terkativasi yang membentuk
granuloma sekeliling mikroorganisme untuk mencegah penyebaran. Hal ini dapat berlanjut pada
nekrosis jaringan dan fibrosis yang luas yang menyebabkan gangguan fungsi. Oleh karena itu,
kerusakan jaringan terutama disebabkan oleh respons imun terhadap infeksi bakteri intraseluler.
sistem kekebalan tiruan tidak dapat terpicu secepat sistem kekebalan turunan
sistem kekebalan tiruan hanya merespon imunogen tertentu, sedangkan sistem yang lain
merespon nyaris seluruh antigen.
sistem kekebalan tiruan menunjukkan kemampuan untuk “mengingat” imunogen penyebab
infeksi dan reaksi yang lebih cepat saat terpapar lagi dengan infeksi yang sama. Sistem
kekebalan turunan tidak menunjukkan bakat immunological memory.
Respon inflamasi dan fagositosis dari tuan rumah untuk menyerang bakteri yang segera dan
nonspesifik. Sebuah respon, imun spesifik akan segera ditemui oleh bakteri invasif. Kekuatan imun
adaptif dari antibodi-mediated imunitas (AMI) dan imunitas diperantarai sel (CMI) yang dibawa ke
dalam presentasi antigen bakteri ke sistem imunologi.
Meskipun AMI adalah respon imunologi utama efektif terhadap bakteri ekstraseluler, respon
defensif dan protektif terhadap bakteri intraselular utama adalah CMI. Pada permukaan epitel,
pertahanan kekebalan utama tertentu dari tuan rumah adalah perlindungan yang diberikan oleh
antibodi IgA sekretori. Setelah permukaan epitel telah ditembus, namun pertahanan kekebalan dari
AMI dan CMI yang ditemukan. Jika ada cara bagi organisme untuk berhasil melewati atau mengatasi
pertahanan imunologi, maka beberapa bakteri patogen mungkin telah “ditemukan” itu. Bakteri
berkembang sangat cepat dalam kaitannya dengan tuan rumah mereka, sehingga sebagian besar
anti-tuan strategi layak kemungkinan telah dicoba dan dimanfaatkan. Akibatnya, bakteri patogen
telah mengembangkan berbagai cara untuk memotong atau mengatasi pertahanan imunologi dari
host, yang berkontribusi pada virulensi dari mikroba dan patologi penyakit.
STRATEGI PERTAHANAN PATHOGEN MELAWAN PERTAHANAN INMUNITAS SPESIFIK
Imunologi Toleransi Terhadap Antigen bakteri
Toleransi adalah properti dari host dimana ada pengurangan imunologis spesifik dalam
respon imun terhadap antigen tertentu (Ag). Toleransi ke Ag bakteri tidak melibatkan kegagalan
umum dalam respon imun tetapi kekurangan tertentu dalam kaitannya dengan antigen tertentu (s)
dari bakteri tertentu. Jika ada respon kekebalan yang tertekan terhadap antigen yang relevan dari
parasit, proses infeksi difasilitasi. Toleransi dapat melibatkan baik AMI atau CMI atau kedua lengan
dari respon imunologi.
Toleransi terhadap suatu Ag dapat timbul dalam berbagai cara, tetapi tiga yang mungkin
relevan dengan infeksi bakteri.
1. Paparan Antigen Janin terpapar Ag.Jika janin terinfeksi pada tahap tertentu dari perkembangan
imunologi, mikroba Ag dapat dilihat sebagai “diri”, dengan demikian menyebabkan toleransi
(kegagalan untuk menjalani respon imunologi) ke Ag yang dapat bertahan bahkan setelah kelahiran.
2. High persistent doses of circulating Ag . Toleransi terhadap bakteri atau salah satu produknya
mungkin timbul ketika sejumlah besar antigen bakteri yang beredar dalam darah. The immunological
system becomes overwhelmed. Sistem kekebalan menjadi kewalahan.
3. Molecular mimicry . Jika Ag bakteri sangat mirip dengan “antigen” host normal, respon kebal
terhadap Ag ini mungkin lemah memberikan tingkat toleransi. Kemiripan antara Ag bakteri dan host
Ag disebut sebagai mimikri molekuler. Dalam hal ini determinan antigenik dari bakteri sangat erat
terkait kimiawi untuk host komponen jaringan yang sel-sel imunologi tidak dapat membedakan
antara dua dan respon imunologi tidak dapat ditingkatkan. Beberapa kapsul bakteri tersusun dari
polisakarida (hyaluronic acid, asam sialic) sehingga mirip dengan host polisakarida jaringan yang
mereka tidak imunogenik.
Antigenic Disguises
Beberapa patogen dapat menyembunyikan antigen unik dari antibodi opsonizing atau
pelengkap. Bakteri mungkin dapat untuk melapisi diri dengan protein host seperti fibrin, fibronektin,
atau bahkan molekul immunolobulin. Dengan cara ini mereka dapat menyembunyikan komponen
antigen permukaan mereka sendiri dari sistem imunologi.
S. aureus menghasilkan sel-terikat koagulase dan faktor penggumpalan yang menyebabkan
fibrin untuk membeku dan untuk deposit pada permukaan sel. Ada kemungkinan bahwa ini
menyamarkan bakteri imunologi sehingga mereka tidak mudah diidentifikasi sebagai antigen dan
target untuk respon imunologi.
Protein A diproduksi oleh S. aureus , dan Protein G analog yang dihasilkan oleh
Streptococcus pyogenes, mengikat bagian Fc dari imunoglobulin, sehingga lapisan bakteri dengan
antibodi dan membatalkan kapasitas opsonizing mereka dengan disorientasi. Lapisan fibronektin
Treponema pallidum memberikan menyamar imunologi untuk spirochete tersebut. E. coli K1, yang
menyebabkan meningitis pada bayi baru lahir, memiliki kapsul terdiri terutama asam sialic
memberikan menyamar antigen, seperti halnya kapsul asam hialuronat Streptococcus pyogenes.
Imunosupresi
Beberapa patogen (terutama virus dan protozoa, jarang bakteri) penyebab imunosupresi
dalam inang terinfeksi mereka. Ini berarti bahwa tuan rumah menunjukkan respon imun terhadap
antigen depresi pada umumnya, termasuk mereka dari patogen menginfeksi.
Tanggapan kekebalan ditekan kadang-kadang diamati selama infeksi bakteri kronis seperti
kusta dan TBC. Hal ini penting mengingat sepertiga dari populasi dunia terinfeksi Mycobacterium
tuberculosis.
Dalam bentuk ekstrim dari kusta, yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae, ada respon
yang buruk terhadap antigen lepra, serta antigen yang tidak terkait. Setelah pasien telah berhasil
diobati, muncul kembali reaktivitas imunologi, menunjukkan bahwa imunosupresi umum
sebenarnya karena penyakit.
Dalam kasus-kasus ringan penyakit kusta sering merupakan penekanan kekebalan terkait yang
spesifik untuk M. leprae antigens. leprae antigen. Hal ini terpisah dari toleransi, karena antigen unik
(protein) Hal ini dapat dijelaskan oleh (1) kurangnya sinyal costimulatory (gangguan sekresi sitokin),
(2) aktivasi sel T penekan, (3) gangguan di T H1 / T H2 kegiatan sel.
Saat ini, sedikit yang diketahui tentang mekanisme yang patogen bakteri menghambat
respon imun umum. Tampaknya kemungkinan bahwa itu adalah karena gangguan pada fungsi sel B,
sel T atau makrofag. Sejak bakteri intraseluler banyak menginfeksi makrofag, mungkin diharapkan
bahwa mereka berkompromi peran sel-sel dalam respon imunologi.
Imunosupresi Umum diinduksi dalam host mungkin nilai langsung ke patogen, tetapi tidak
ada arti khusus (untuk penyerbu) jika hanya mempromosikan infeksi oleh mikroorganisme yang
tidak terkait. Mungkin ini adalah mengapa hal itu tidak tampaknya menjadi strategi yang umum
digunakan bakteri.
Kegigihan Patogen di Situs Tubuh tidak dapat diakses untuk Respon Kekebalan Tubuh
Spesifik Beberapa patogen dapat menghindari membuka diri untuk kekuatan kekebalan tubuh.
Patogen intraseluler dapat menghindari respon host imunologi selama mereka tinggal di dalam sel
yang terinfeksi dan mereka tidak mengizinkan Ag mikroba terbentuk pada permukaan sel. Ini
terlihat dalam makrofag terinfeksi Brucella, Listeria atau M. leprae . Makrofag mendukung
pertumbuhan bakteri dan pada saat yang sama memberikan mereka perlindungan dari respon
imun.. Beberapa patogen intraseluler (Yersinia, Shigella, Listeria, E. coli) dapat mengambil residensi
di dalam sel-sel yang tidak fagosit atau APC dan antigen mereka tidak ditampilkan di permukaan sel
yang terinfeksi. Mereka hampir tak terlihat oleh sel-sel sistem kekebalan tubuh.
Beberapa patogen bertahan pada permukaan luminal saluran pencernaan, rongga mulut dan
saluran kemih, atau lumen kelenjar ludah, kelenjar susu atau tubulus ginjal. Jika tidak ada
penghancuran sel inang, patogen dapat menghindari menginduksi respon inflamasi, dan tidak ada
cara di mana limfosit peka atau antibodi yang beredar dapat mencapai lokasi untuk menghilangkan
infeksi. Sekretori IgA dapat bereaksi dengan antigen permukaan sel bakteri, tetapi urutan pelengkap
akan tidak diaktifkan dan sel-sel tidak akan dihancurkan. Dapat dibayangkan, antibodi IgA dapat
melumpuhkan bakteri dengan aglutinasi sel atau blok kepatuhan bakteri pada permukaan jaringan
atau sel, tetapi tidak mungkin bahwa IgA akan membunuh bakteri secara langsung atau
menghambat pertumbuhan mereka.
Beberapa contoh bakteri patogen yang tumbuh di situs jaringan umumnya tidak dapat
diakses pada kekuatan AMI dan CMI diberikan di bawah ini.
Streptococcus mutans dapat memulai karies gigi pada setiap saat setelah letusan gigi,
terlepas dari status kekebalan dari tuan rumah. Entah host tidak mengalami respon imun IgA
sekretori efektif atau berperan kecil dalam mencegah kolonisasi dan pengembangan plak berikutnya.
Vibrio cholerae berkembang biak di saluran pencernaan dimana bakteri menguraikan racun
yang menyebabkan hilangnya cairan dan diare di host yang merupakan karakteristik dari penyakit
kolera. Antibodi IgA terhadap antigen seluler dari Vibrio kolera tidak sepenuhnya efektif dalam
mencegah infeksi oleh bakteri ini seperti yang ditunjukkan oleh ketidakefektifan relatif dari vaksin
kolera dibuat dari vibrio fenol-tewas.
Keadaan pembawa hasil demam tifoid dari infeksi persisten oleh basil tifus, Salmonella typhi.
Organisme ini tidak dihilangkan selama infeksi awal dan tetap dalam host untuk bulan, tahun atau
waktu hidup. Dalam carrier, S typhi mampu menjajah saluran empedu (kantung empedu) dari dari
kekuatan kekebalan tubuh, dan ditumpahkan ke dalam urin dan feses.
Beberapa bakteri menyebabkan infeksi persisten pada lumen kelenjar Brucella abortus terus
menerus menginfeksi kelenjar susu sapi dan ditumpahkan di dalam susu.. Leptospira mengalikan
terus-menerus di dalam lumen tubulus ginjal tikus dan ditumpahkan dalam urin dan tetap menular.
Bakteri penyebab infeksi pada folikel rambut, seperti jerawat, jarang menemukan jaringan
imunologi.
Induksi Antibodi yang tidak efektif
Banyak jenis antibodi (Ab) terbentuk terhadap Ag tertentu, dan beberapa komponen bakteri
dapat menampilkan determinan antigenik yang berbeda. Antibodi cenderung berkisar dalam
kapasitas mereka untuk bereaksi dengan Ag (kemampuan Ab spesifik untuk mengikat suatu Ag
disebut aviditas).Jika Abs terbentuk terhadap Ag bakteri dari aviditas yang rendah, atau jika mereka
diarahkan terhadap determinan antigenik yang tidak penting, mereka mungkin hanya aksi
antibakteri lemah. Seperti “tidak efektif” (non-penetral) Abs bahkan mungkin membantu patogen
dengan menggabungkan dengan permukaan Ag dan menghalangi lampiran dari setiap Abs
fungsional yang mungkin hadir.
Dalam kasus Neisseria gonorrhoeae adanya antibodi terhadap protein membran luar disebut
rmp mengganggu reaksi bakterisidal serum dan dalam beberapa cara kompromi pertahanan
permukaan dari saluran urogenital wanita. Meningkatkan kerentanan terhadap infeksi ulang sangat
berhubungan dengan keberadaan sirkulasi antibodi rmp.
Antibodi yang diserap oleh Antigen bakteri Larut
Beberapa bakteri dapat membebaskan komponen antigen permukaan dalam bentuk yang
larut ke dalam cairan jaringan. Antigen ini larut dapat menggabungkan dengan dan “menetralisir”
antibodi sebelum mereka mencapai sel-sel bakteri. Misalnya, sejumlah kecil endotoksin (LPS) dapat
dilepaskan ke cairan sekitarnya oleh bakteri Gram-negatif.
Otolisis bakteri Gram-negatif atau Gram-positif dapat melepaskan komponen antigen
permukaan dalam bentuk yang larut Streptococcus pneumoniae dan Neisseria meningitidis diketahui
melepaskan polisakarida kapsuler selama pertumbuhan dalam jaringan.. Mereka ditemukan dalam
serum pasien dengan pneumonia pneumokokus dan dalam cairan serebrospinal pasien dengan
meningitis. Secara teoritis, antigen permukaan dirilis bisa “mengepel” antibodi sebelum mencapai
permukaan bakteri yang seharusnya lebih diutamakan untuk patogen. Komponen-komponen sel
bakteri larut dinding adalah antigen yang kuat dan melengkapi aktivator sehingga mereka
berkontribusi dengan cara utama untuk patologi diamati pada meningitis dan pneumonia.
Protein A, diproduksi oleh S. aureus mungkin tetap terikat pada permukaan sel stafilokokus
atau dapat dirilis dalam bentuk larut. Protein A akan mengikat ke wilayah Fc dari IgG. Di permukaan
sel, protein A mengikat IgG dalam orientasi yang salah untuk mengerahkan aktivitas antibakteri, dan
protein terlarut A agglutinates dan sebagian inactivates IgG.
Interferensi Local dengan Aktifitas Antibody
Mungkin ada beberapa cara yang patogen mengganggu aksi antibakteri molekul antibodi.
Beberapa patogen menghasilkan enzim yang merusak antibodi.
N. Neisseria gonorrhoeae, N. meningitidis, Haemophilus influenzae, Streptococcus
pneumoniae dan Streptococcus mutans, yang dapat tumbuh pada permukaan tubuh, memproduksi
protease IgA sekretori IgA yang tidak aktif dengan membelah molekul di daerah engsel, memisahkan
wilayah Fc imunoglobulin tersebut.
Larutan bentuk Protein A S. diproduksi aureus agglutinate immunoglobulin molecules and
partially inactivate IgG. Staphylococcus molekul imunoglobulin mengaglutinasi dan sebagian
menonaktifkan IgG.
Variasi antigenik
Salah satu cara bakteri dapat mengelabui kekuatan dari respon imunologi adalah secara
berkala mengubah antigen, yaitu untuk menjalani variasi antigenik. Antigen dapat bervariasi atau
berubah dalam host selama infeksi, atau organisme dapat ada di alam sebagai jenis antigen
beberapa (serotipe atau serovarian). Variasi antigenik adalah mekanisme penting yang digunakan
oleh mikroorganisme patogen untuk keluar dari aktivitas penetralan antibodi.
Beberapa jenis variasi antigenik selama hasil infeksi dari spesifik lokasi inversi atau konversi
gen atau penyusunan ulang gen dalam DNA dari mikroorganisme. Demikianlah halnya dengan
beberapa patogen yang mengubah antigen selama infeksi dengan beralih dari satu jenis fimbrial
yang lain, atau dengan beralih kiat fimbrial. Hal ini membuat respon AMI asli usang dengan
menggunakan fimbriae baru yang tidak mengikat antibodi sebelumnya.
Neisseria gonorrhoeae dapat mengubah antigen fimbrial selama infeksi. Selama tahap awal
infeksi, kepatuhan terhadap sel-sel epitel leher rahim atau uretra dimediasi oleh pili (fimbriae).
Lampiran Sama efisien untuk fagosit akan tidak diinginkan. Pergantian cepat dan mematikan gen
mengendalikan pili karena itu diperlukan pada berbagai tahap infeksi, dan N. gonorrhoeae mampu
menjalani jenis “switching pili” atau variasi fasa. Perubahan genetik dikendalikan dalam protein
membran luar juga terjadi dalam proses infeksi. Ungkapan halus dikendalikan dari gen untuk pili dan
protein permukaan mengubah pola kepatuhan terhadap sel inang yang berbeda, dan meningkatkan
ketahanan terhadap fagositosis dan lisis kekebalan tubuh.
Kekambuhan demam disebabkan oleh spirochete, Borrelia recurrentis, adalah hasil dari
variasi antigenik oleh organisme. Penyakit ini ditandai oleh episode demam yang kambuh (datang
dan pergi) untuk jangka waktu beberapa minggu atau bulan. Setelah infeksi, bakteri di jaringan dan
menyebabkan penyakit demam sampai timbulnya respon imunologi seminggu atau lebih kemudian.
kemudian menghilang dari darah karena fagositosis antibodi dimediasi, lisis, aglutinasi, dll, dan
demam jatuh. Kemudian seorang mutan antigenik yang berbeda muncul pada individu yang
terinfeksi, mengalikan, dan dalam 4-10 hari muncul kembali dalam darah dan ada serangan demam.
Sistem imunologi dirangsang dan merespon dengan menaklukkan antigenik varian baru, tapi siklus
terus seperti bahwa mungkin ada sampai 10 episode demam sebelum pemulihan akhir. Dengan
setiap serangan antigenik varian baru dari spirochete muncul dan satu set baru antibodi terbentuk
dalam host. Dengan demikian, perubahan dalam antigen selama infeksi memberikan kontribusi
signifikan terhadap perjalanan penyakit.
Banyak bakteri patogen ada di alam sebagai jenis antigen atau beberapa serotipe, yang berarti
bahwa mereka adalah varian strain dari spesies patogen yang sama. Misalnya, ada beberapa
serotipe Salmonella enterica berdasarkan perbedaan sel (O) antigen dinding dan / atau (H) flagellar
antigen. Ada 80 jenis antigen yang berbeda Streptococcus pyogenes berdasarkan pada protein M-
permukaan sel. . Ada lebih dari seratus strain Streptococcus pneumoniae tergantung pada antigen
kapsuler mereka polisakarida. Berdasarkan perbedaan kecil dalam kimia permukaan struktur ada
beberapa serotipe bakteri Vibrio cholerae, Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Neisseria
gonorrhoeae dan berbagai bakteri patogen lainnya. Variasi antigenik adalah umum di antara
patogen virus juga.
Jika respon imunologi adalah pertahanan penting melawan patogen, kemudian mampu
melepaskan antigen lama dan yang baru hadir untuk sistem kekebalan tubuh mungkin mengizinkan
infeksi atau melanjutkan invasi oleh patogen terjadi. Selanjutnya, inang terinfeksi tampaknya akan
menjadi lingkungan yang ideal untuk selektif munculnya varian antigenik baru bakteri, memberikan
faktor penentu lainnya organisme virulensi tetap utuh. Mungkin ini menjelaskan mengapa banyak
bakteri patogen yang sukses ada di berbagai macam jenis antigen.
Semua sel yang terlibat dalam sistem kekebalan berasal dari sumsum tulang. Sel punca
progenitor mieloid berkembang menjadi eritrosit, keping darah, neutrofil, monosit. Sementara sel
punca yang lain progenitor limfoid merupakan prekursor dari sel T, sel NK, sel B.
1. Tahapan Awal
Respons inflamasi tubuh merupakan salah satu sel tubuh yang timbul sebagai akibat invasi
mikroba pada jaringan. Respons ini terdiri dari aktivitas sel-sel inflamasi, antara lain sel
leukosit (polimorfonuklear, limfosit, monosit), sel makrofag, sel mast, sel natural killer, serta
suatu sistem mediator kimia yang kompleks baik yang dihasilkan oleh sel (sitokin) maupun
yang terdapat dalam plasma. Sel fagosit, mononuklear maupun polimorfonuklear (lihat bab
tentang fagosit) berfungsi pada proses awal untuk membunuh mikroba, dan mediator kimia
dapat meningkatkan fungsi ini. Mediator kimia ini akan berinteraksi satu dengan lainnya,
juga dengan sel radang seperti komponen sistem imun serta fagosit, baik mononuklear
maupun polimorfonuklear untuk memfagosit dan melisis mikroba. Mediator tersebut antara
lain adalah histamin, kinin/bradikinin, komplemen, prostaglandin, leukotrien dan limfokin.
Respons inflamasi ini bertujuan untuk mengeliminasi dan menghambat penyebaran
mikroba.
Histamin yang dilepaskan sel mast akibat stimulasi anafilatoksin akan menyebabkan
vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas vaskular untuk memfasilitasi peningkatan aliran
darah dan keluarnya sel radang intravaskular ke jaringan tempat mikroba berada.
Kinin/bradikinin adalah peptida yang diproduksi sebagai hasil kerja enzim protease kalikrein
pada kininogen. Mediator ini juga menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas
pembuluh darah. Faktor Hageman yang diaktifkan oleh karena adanya kerusakan pembuluh
darah serta endotoksin bakteri gram negatif, juga sel dalam menginduksi mediator kimia
lainnya.
Produk aktivasi komplemen yang pada mulanya melalui jalur alternatif dapat meningkatkan
aliran darah, permeabilitas pembuluh darah, keinotaksis dan fagositosis, serta hasil akhir
aktivasi komplemen adalah lisis mikroba. Prostaglandin, leukotrien dan fosfolipid lainnya
yaitu mediator yang merupakan hasil metabolit asam arakidonat dapat menstimulasi
motilitas leukosit yang dibutuhkan untuk memfagosit mikroba dan merangsang agregasi
trombosit untuk memperbaiki kerusakan pembuluh darah yang ada. Prostaglandin juga
dapat bekerja sebagai pirogen melalui pusat termoregulator di hipotalamus. Dikatakan
bahwa panas juga merupakan mekanisme sel tubuh, tetapi sukar dibuktikan. Mikroba
tertentu memang tidak dapat hidup pada suhu panas tetapi suhu tubuh yang tinggi akan
memberikan dampak yang buruk pada pejamu.
Protein fase akut seperti C-reactive protein (CRP), protein yang mengikat lipopolisakarida,
protein amiloid A, transferin dan α1-antitripsin akan dilepaskan oleh hati sebagai respons
terhadap inflamasi. Peranannya dapat sebagai stimulator atau inhibisi. Protein α1-antitripsin
misalnya akan menghambat protease yang merangsang produksi kinin. Transferin yang
mempunyai daya ikat terhadap besi, akan menghambat proliferasi dan pertumbuhan
mikroba. Protein yang mengikat lipopolisakarida akan menginaktifkan endotoksin bakteri
Gram negatif.
Limfokin, yaitu sitokin yang dihasilkan limfosit, merupakan mediator yang kuat dalam
respons inflamasi. Limfokin ini dan sebagian diantaranya juga disekresi oleh makrofag akan
meningkatkan permeabilitas vaskular dan koagulasi, merangsang produksi prostaglandin dan
faktor kemotaksis, merangsang diferensiasi sel induk hematopoietik dan meningkatkan
pertumbuhan serta diferensiasi sel hematopoietik, serta mengaktivasi neutrofil dan sel
endotel. Sel radang yang ada akan memfagosit mikroba, sedangkan monosit dan makrofag
juga akan memfagosit debris pejamu dan patogen yang tinggal sebagai hasil penyerangan
enzim neutrofil dan enzim lainnya. Fungsi makrofag akan ditingkatkan oleh faktor aktivasi
makrofag seperti komponen C3b, interferon γ dan faktor aktivasi makrofag yang disekresi
limfosit.
2. Tahapan kedua
Jika mikroba berhasil melampaui mekanisme sel nonspesifik, terjadi tahapan kedua berupa
pertahanan spesifik yang dirangsang oleh antigen mikroba itu sendiri, atau oleh antigen yang
dipresentasikan makrofag. Tahapan ini terdiri atas imunitas humoral dan imunitas selular.
Imunitas humoral yang diperankan oleh antibodi yang dihasilkan oleh sel plasma sebagai
hasil aktivasi antigen mikroba terhadap limfosit B, akan menetralkan toksin yang dilepaskan
mikroba sehingga tidak menjadi toksis lagi. Antibodi juga akan menetralkan mikroba
sehingga tidak infeksius lagi. Antibodi juga bersifat sebagai opsonin, sehingga memudahkan
proses fagositosis mikroba (lihat bab tentang imunitas humoral). Antibodi juga berperan
dalam proses ADCC (Antibody Dependent Cell Cytotoxicity) baik oleh sel Tc maupun sel NK
sehingga terjadi lisis sel yang telah dihuni mikroba. Antibodi juga dapat mengaktifkan
komplemen untuk melisis mikroba. Imunitas selular yang diperankan oleh limfosit T melalui
limfokin yang dilepas sel T akan meningkatkan produksi antibodi oleh sel plasma, fungsi sel
fagosit untuk memfagosit mikroba; dan sel NK untuk melisis sel yang dihuni virus (lihat Bab
3). Limfokin juga meningkatkan proliferasi dan diferensiasi sel prekursor Tc serta fungsi sel
Tc untuk melisis sel yang dihuni mikroba. Inteleukin (IL)- 2, IL-12 dan IFN-γ meningkatkan
imunitas selular. Imunitas selular adalah mekanisme utama tubuh untuk terminasi infeksi
mikroba intraselular seperti infeksi virus, parasit dan bakteri intraselular.
3. Tahapan Akhir
Tahapan terakhir ini terdiri atas peningkatan respons imun baik melalui aktivasi komplemen
jalur klasik maupun peningkatan kemotaksis, opsonisasi dan fagositosis. Sel makrofag dan
limfosit T terus memproduksi faktor yang selanjutnya akan meningkatkan lagi respons
inflamasi melalui ekspresi molekul adesi pada endotel serta merangsang kemotaksis,
pemrosesan antigen, pemusnahan intraselular, fagositosis dan lisis, sehingga infeksi dapat
teratasi.
Respons imun yang terkoordinasi yang melibatkan sel T, antibodi, sel makrofag, sel PMN,
komplemen dan pertahanan nonspesifik lainnya akan terjadi pada kebanyakan penyakit
infeksi.
2.3 IMUNOLOGI DASAR : RESPON IMUN DAN SISTEM KEKEBALAN MAHLUK HIDUP
Sistem kekebalan atau immune system adalah sistem pertahanan manusia sebagai
perlindungan terhadap infeksi dari makromolekul asing atau serangan organisme, termasuk virus,
bakteri, protozoa dan parasit. Sistem kekebalan juga berperan dalam perlawanan terhadap
protein tubuh dan molekul lain seperti yang terjadi pada autoimunitas, dan melawan sel yang
teraberasi menjadi tumor.
Kemampuan sistem kekebalan untuk membedakan komponen sel tubuh dari komponen
patogen asing akan menopang amanat yang diembannya guna merespon infeksi patogen – baik yang
berkembang biak di dalam sel tubuh (intraselular) seperti misalnya virus, maupun yang berkembang
biak di luar sel tubuh (ekstraselular) – sebelum berkembang menjadi penyakit.
Meskipun demikian, sistem kekebalan mempunyai sisi yang kurang menguntungkan. Pada
proses peradangan, penderita dapat merasa tidak nyaman oleh karena efek samping yang dapat
ditimbulkan sifat toksik senyawa organik yang dikeluarkan sepanjang proses perlawanan
berlangsung.
Barikade awal pertahanan terhadap organisme asing adalah jaringan terluar dari tubuh yaitu
kulit, yang memiliki banyak sel termasuk makrofaga dan neutrofil yang siap melumat organisme lain
pada saat terjadi penetrasi pada permukaan kulit, dengan tidak dilengkapi oleh antibodi. Barikade
yang kedua adalah kekebalan tiruan.
Walaupun sistem pada kedua barikade mempunyai fungsi yang sama, terdapat beberapa
perbedaan yang mencolok, antara lain :
sistem kekebalan tiruan tidak dapat terpicu secepat sistem kekebalan turunan
sistem kekebalan tiruan hanya merespon imunogen tertentu, sedangkan sistem yang lain
merespon nyaris seluruh antigen.
sistem kekebalan tiruan menunjukkan kemampuan untuk “mengingat” imunogen penyebab
infeksi dan reaksi yang lebih cepat saat terpapar lagi dengan infeksi yang sama. Sistem
kekebalan turunan tidak menunjukkan bakat immunological memory.[2]
Semua sel yang terlibat dalam sistem kekebalan berasal dari sumsum tulang. Sel punca
progenitor mieloid berkembang menjadi eritrosit, keping darah, neutrofil, monosit. Sementara sel
punca yang lain progenitor limfoid merupakan prekursor dari sel T, sel NK, sel B.
Sistem kekebalan dipengaruhi oleh modulasi beberapa hormon neuroendokrin.
Modulasi respon kekebalan oleh hormon neuroendokrin
Hormon Pencerap Efek modulasi
sintesis antibodi
ACTH Sel B dan Sel T, pada tikus produksi IFN-gamma
perkembangan limfosit-B
sintesis antibodi
Endorfin limpa mitogenesis
aktivitas sel NK
meningkatkan laju sintesis antibodi
TSH Neutrofil, Monosit, sel B
bersifat komitogenis dengan ConA
sel T CD8
GH PBL, timus, limpa
mitogenesis
proliferasi
LH dan FSH
produksi sitokina
bersifat komitogenis dengan ConA
PRL sel B dan sel T
menginduksi pencerap IL-2
Produksi IL-1
CRF PBL meningkatkan aktivitas sel NK
bersifat imunosupresif
TRH Lintasan sel T meningkatkan sintesis antibody
GHRH PBL dan limpa menstimulasi proliferasi
menghambat aktivitas sel NK
menghambat respon kemotaktis
SOM PBL
menghambat proliferasi
menurunkan produksi IFN-gamma
Sistem kekebalan pada makhluk hidup
Perlindungan di prokariota Bakteri memiliki mekanisme pertahanan yang unik, yang disebut
sistem modifikasi restriksi untuk melindungi mereka dari patogen seperti bateriofag. Pada
sistem ini, bakteri memproduksi enzim yang disebut endonuklease restriksi, yang menyerang
dan menghancurkan wilayah spesifik dari DNA viral bakteriofag. Endonuklease restriksi dan
sistem modifikasi restriksi hanya ada di prokariota.
Perlindungan di invertebrata Invertebrata tidak memiliki limfosit atau antibodi berbasis
sistem imun humoral. Namun invertebrata memiliki mekanisme yang menjadi pendahulu
dari sistem imun vertebrata. Reseptor pengenal pola (pattern recognition receptor) adalah
protein yang digunakan di hampir semua organisme untuk mengidentifikasi molekul yang
berasosiasi dengan patogen mikrobial. Sistem komplemen adalah lembah arus biokimia dari
sistem imun yang membantu membersihkan patogen dari organisme, dan terdapat di
hampir seluruh bentuk kehidupan. Beberapa invertebrata, termasuk berbagai jenis
serangga, kepiting, dan cacing memiliki bentuk respon komplemen yang telah dimodifikasi
yang dikenal dengan nama sistem prophenoloksidase. Peptida antimikrobial adalah
komponen yang telah berkembang dan masih bertahan pada respon imun turunan yang
ditemukan di seluruh bentuk kehidupan dan mewakili bentuk utama dari sistem imunitas
invertebrata. Beberapa spesies serangga memproduksi peptida antimikrobial yang dikenal
dengan nama defensin dan cecropin.
Perlindungan di tanaman Anggota dari seluruh kelas patogen yang menginfeksi manusia
juga menginfeksi tanaman. Meski spesies patogenik bervariasi pada spesies terinfeksi,
bakteri, jamur, virus, nematoda, dan serangga bisa menyebabkan penyakit tanaman. Seperti
binatang, tanaman diserang serangga dan patogen lain yang memiliki respon metabolik
kompleks yang memicu bentuk perlindungan melawan komponen kimia yang melawan
infeksi atau membuat tanaman kurang menarik bagi serangga dan herbivora lainnya. Seperti
invertebrata, tanaman tidak menghasilkan antibodi, respon sel T, ataupun membuat sel yang
bergerak yang mendeteksi keberadaan patogen. Pada saat terinfeksi, bagian-bagian
tanaman dibentuk agar dapat dibuang dan digantikan, ini adalah cara yang hanya sedikit
hewan mampu melakukannya. Membentuk dinding atau memisahkan bagian tanaman
membantu menghentikan penyebaran infeksi. Kebanyakan respon imun tanaman
melibatkan sinyal kimia sistemik yang dikirim melalui tanaman. Tanaman menggunakan
reseptor pengenal pola untuk mengidentifikasi patogen dan memulai respon basal yang
memproduksi sinyal kimia yang membantu menjaga dari infeksi. Ketika bagian tanaman
mulai terinfeksi oleh patogen mikrobial atau patogen viral, tanaman memproduksi respon
hipersensitif terlokalisasi, yang lalu membuat sel di sekitar area terinfeksi membunuh dirinya
sendiri untuk mencegah penyebaran penyakit ke bagian tanaman lainnya. Respon
hipersensitif memiliki kesamaan dengan pirotopsis pada hewan.
Imunitas seluler
Widodo Judarwanto. Children Allergy Online Clinic, Jakarta Indonesia
Kekebalan selular adalah respon imun yang tidak mengikutsertakan antibodi, tetapi
mengikutsertakan aktivasi makrofaga, sel NK, sel T sitotoksik yang mengikat antigen tertentu, dan
dikeluarkannya berbagai sitokina sebagai respon terhadap antigen. Sistem imun terbagi menjadi
dua cabang: imunitas humoral, yang merupakan fungsi protektif imunisasi dapat ditemukan pada
humor dan imunitas selular, yang fungsi protektifnya berkaitan dengan sel. Imunitas selular
didefinisikan sebagai suatu respons imun terhadap antigen yang diperankan oleh limfosit T
dengan atau tanpa bantuan komponen sistem imun lainnya.
Imunitas seluler merupakan bagian dari respons imun didapat yang berfungsi untuk
mengatasi infeksi mikroba intraseluler. Imunitas seluler diperantarai oleh limfosit T. Terdapat 2 jenis
mekanisme infeksi yang menyebabkan mikroba dapat masuk dan berlindung di dalam sel. Pertama,
mikroba diingesti oleh fagosit pada awal respons imun alamiah, namun sebagian dari mikroba
tersebut dapat menghindari aktivitas fagosit. Bakteri dan protozoa intraseluler yang patogen dapat
bereplikasi di dalam vesikel fagosit. Sebagian mikroba tersebut dapat memasuki sitoplasma sel dan
bermultiplikasi menggunakan nutrien dari sel tersebut. Mikroba tersebut terhindar dari mekanisme
mikrobisidal. Kedua, virus dapat berikatan dengan reseptor pada berbagai macam sel, kemudian
bereplikasi di dalam sitoplasma sel. Sel tersebut tidak mempunyai mekanisme intrinsik untuk
menghancurkan virus. Beberapa virus menyebabkan infeksi laten, DNA virus diintegrasikan ke dalam
genom pejamu, kemudian protein virus diproduksi di sel tersebut.
Masuknya antigen ke dalam tubuh akan mengakibatkan suatu seri kejadian yang sangat
kompleks yang dinamakan respons imun. Secara garis besar, respons imun terdiri atas
respons imun selular dan humoral.
Sebenarnya kedua macam respons imun ini tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain,
oleh karena respons yang terjadi pada umumnya merupakan gabungan dari kedua macam
respons tersebut. Hanya saja pada keadaan tertentu imunitas selular lebih berperan
daripada respons humoral, sedang pada keadaan lainnya imunitas humoral yang lebih
berperan.
Eliminasi mikroba yang berada di vesikel fagosit atau sitoplasma sel merupakan fungsi utama
limfosit T pada imunitas didapat. Sel T helper CD4+ juga membantu sel B memproduksi
antibodi. Dalam menjalankan fungsinya, sel T harus berinteraksi dengan sel lain seperti
fagosit, sel pejamu yang terinfeksi, atau sel B. Sel T mempunyai spesifisitas terhadap peptida
tertentu yang ditunjukkan dengan major histocompatibility complex (MHC). Hal ini membuat
sel T hanya dapat merespons antigen yang terikat dengan sel lain.
SEL LIMFOSIT T
Pada mulanya kita hanya mengenal satu macam limfosit. Tetapi dengan perkembangan di
bidang teknologi kedokteran, terutama sejak ditemukannya antibodi monoklonal, maka kita
mengetahui bahwa ada 2 macam limfosit, yaitu limfosit T dan limfosit B. Keduanya berasal
dari sel asal (stem cell) yang bersifat multipotensial, artinya dapat berkembang menjadi
berbagai macam sel induk seperti sel induk eritrosit, sel induk granulosit, sel induk limfoid,
dan lain-lain. Sel induk limfoid kemudian berkembang menjadi sel pro-limfosit T dan sel pro-
limfosit B. Sel pro-limfosit T dalam perkembangannya dipengaruhi timus yang disebut juga
organ limfoid primer, oleh karena itu dinamakan limfosit T. Sedangkan sel pro-limfosit B
dalam perkembangannya dipengaruhi oleh organ yang pada burung dinamakan bursa
fabricius atau gut-associated lymphoid tissue, karena itu dinamakan limfosit B.
Perkembangan sel limfosit T intratimik membutuhkan asupan sel asal limfoid terus-menerus
yang pada fetus berasal dari yolk sac, hati, serta sumsum tulang; dan sesudah lahir dari
sumsum tulang. Sel yang berasal dari hati fetus dan sumsum tulang yang bersifat
multipotensial itu dalam lingkungan mikro timus akan berkembang menjadi sel limfosit T
yang matur, toleran diri (self tolerant) dan terbatas MHC diri (major histocompatibllity
complex restricted). Di dalam timus, dalam proses menjadi limfosit matur terlihat adanya
penataan kembali gen yang produk molekulnya merupakan reseptor antigen pada
permukaan limfosit T (TCR) dan juga ekspresi molekul-molekul pada permukaan limfosit T
yang dinamakan petanda permukaan (surface marker) limfosit T. Dinamakan petanda
permukaan limfosit T karena molekul tersebut dapat membedakan limfosit T dengan limfosit
lainnya. Di dalam timus, sebagian besar sel limfosit T imatur akan mati dengan proses yang
dinamakan apoptosis. Apoptosis adalah kematian sel yang diprogram (fisiologis) demi
kebaikan populasi sel lainnya. Sedangkan nekrosis atau disebut juga kematian sel accidental
adalah kematian sel karena kerusakan berat (patologis), misalnya akibat infeksi
mikroorganisme, trauma fisis, zat kimia, hipertermia, iskemia, dan lain-lain.
TCR merupakan kompleks glikoprotein yang terdiri atas rantai α, β atau γ, δ. Sebagian besar
TCR matur merupakan dimer α, β sedangkan dimer γ, δ merupakan TCR limfosit T awal
(early). Hanya 0,5-10% sel T matur perifer mempunyai TCR, yaitu limfosit T yang tidak
memperlihatkan petanda permukaan CD4 dan CD8 yang dinamakan sel limfosit T negatif
ganda (double negative = DN). Sel DN matur ini dapat mengenal aloantigen kelas I, mungkin
juga aloantigen kelas II, dengan mekanisme yang belum jelas. Masih belum jelas pula apakah
sel DN matur juga dapat mengenal antigen asing. Gen yang mengkode TCR terletak pada
kromosom 14 (α,γ) dan kromosom 7 (β,δ). Gen ini merupakan anggota dari superfamili gen
imunoglobulin, karena itu molekul TCR mempunyai struktur dasar yang sama dengan
struktur dasar imunoglobulin. Segmen gen ini ada yang akan membentuk daerah variabel M
dari TCR, daerah diversitas (D), daerah joining (J), dan daerah konstan (C). Karena segmen
gen ini terletak terpisah, maka perlu diadakan penataan kembali gen VDJC atau VJC agar
dapat ditranskripsi dan menghasilkan produk berupa TCR. Penataan kembali segmen DNA ini
akan memungkinkan keragaman (diversity) spesifisitas TCR yang luas. Setiap limfosit T hanya
mengekspresikan satu produk kombinasi VDJC atau VJC, yang membedakan klon yang satu
dari klon lainnya.
Limfosit T yang mempunyai TCR antigen diri (self antigen) akan mengalami apoptosis karena
ia telah terpajan secara dini pada antigen diri dan mati insitu dengan mekanisme yang belum
jelas. Karena itu, limfosit matur yang keluar dari timus adalah limfosit yang hanya bereaksi
dengan antigen non self dan dinamakan toleran diri. Di dalam timus, limfosit T juga
mengalami pengenalan antigen diri hanya bila berasosiasi dengan molekul MHC diri, melalui
proses yang juga belum diketahui dengan jelas yang dinamakan terbatas MHC diri. Molekul
TCR III diekspresikan pada membran sel T bersama molekul CD3, yaitu salah satu molekul
petanda permukaan sel T.
Molekul TCR terdapat pada membran sel T berasosiasi dengan molekul CD3, merupakan
kompleks glikoprotein transmembran. Sebagian besar dari molekul ini berada ekstraselular
dan merupakan bagian pengenal antigen. Sedangkan bagian transmembran merupakan
tempat berlabuhnya TCR pada membran sel yang berinteraksi dengan bagian transmembran
molekul CD3.
Molekul CD3 mempunyai segmen intrasitoplasmik yang agak panjang sesuai dengan
perannya untuk sinyal intraselular. Demikian pula molekul TCR mempunyai segmen
intrasitoplasmik yang akan mentransduksi sinyal ke dalam sel. Bagian distal ekstraselular TCR
merupakan bagian variabel yang dapat mengenal antigen, yang membedakan satu klon sel T
dari klon lainnya.
AKTIVASI SEL T
Sel limfosit T biasanya tidak bereaksi dengan antigen utuh. Sel T baru bereaksi terhadap
antigen yang sudah diproses menjadi peptida kecil yang kemudian berikatan dengan molekul
MHC di dalam fagosom sitoplasma dan kemudian diekspresikan ke permukaan sel. Sel
limfosit T hanya dapat mengenal antigen dalam konteks molekul MHC diri. Molekul CD4 dan
CD8 merupakan molekul yang menentukan terjadinya interaksi antara CD3/TCR dengan
kompleks MHC/antigen. Sel T CD4 akan mengenal antigen dalam konteks molekul MHC kelas
II, sedang sel T CD8 akan mengenal antigen dalam konteks molekul MHC kelas I.
Untuk dapat mengaktifkan sel T dengan efektif, perlu adanya adhesi antara sel T dengan sel
APC atau sel sasaran (target). Adhesi ini, selain melalui kompleks CD4/CD8-TCR-CD3 dengan
MHC kelas II/kelas I-ag, dapat juga ditingkatkan melalui ikatan reseptor-ligan lainnya.
Reseptor-ligan tersebut antara lain, CD28-B7, LFA-I-ICAM1/2 (molekul asosiasi fungsi limfosit
1 = lymphocyte function associated 1, molekul adhesi interselular l = inter cellular adhesion
molecule 1), CD2-LFA3, CD5-CD72
Terjadinya ikatan antara antigen dan TCR dinamakan tahapan primer. Aktivasi sel T juga
memerlukan adanya stimulasi sitokin, seperti interleukin 1 (IL-1) yang dikeluarkan oleh sel
APC yang dinamakan ko-stimulator. Sinyal adanya ikatan TCR dengan antigen akan
ditransduksi melalui bagian TCR dan CD3 yang ada di dalam sitoplasma (lihat Gambar 10-3).
Sinyal ini akan mengaktifkan enzim dan mengakibatkan naiknya Ca++ bebas intraselular,
naiknya konsentrasi c-GMP dan terbentuknya protein yang dibutuhkan untuk transformasi
menjadi blast. Terjadilah perubahan morfologis dan biokimia. Tahapan ini dinamakan
tahapan sekunder. Kemudian terjadilah diferensiasi menjadi sel efektor/sel regulator dan sel
memori. Sebagai akibat transduksi sinyal, juga terjadi ekspresi gen limfokin dan terbentuklah
berbagai macam limfokin. Melalui pembentukan limfokin, sel regulator akan meregulasi dan
mengaktifkan sel yang berperan dalam eliminasi antigen, sedangkan sel efektor akan melisis
antigen/sel sasaran atau menimbulkan peradangan pada tempat antigen berada, agar
antigen tereliminasi. Tahapan ini dinamakan tahapan tersier. Tahapan ini dapat dipakai
untuk menilai fungsi sel T.
Hipersensitivitas kulit tipe lambat (reaksi tipe IV) Dalam klinik reaksi tipe IV dapat kita lihat
berupa reaksi pada kulit bila seseorang yang pernah kontak dengan antigen tertentu (seperti
bakteri mikobakterium, virus, fungus, obat atau antigen lainnya) kemudian dipaparkan
kembali dengan antigen tersebut pada kulitnya. Terlihat reaksi berupa eritema, indurasi
pada kulit atau peradangan pada tempat antigen berada setelah satu sampai beberapa hari
kemudian. Secara histologis kelainan kulit ini terdiri atas infiltrasi sel mononuklear yaitu
makrofag, monosit dan limfosit di sekitar pembuluh darah dan saraf. Reaksi tipe IV ini
umumnya dapat terlihat pada respons imun infeksi mikroorganisme intraselular, juga pada
reaksi penolakan jaringan yang memperlihatkan peradangan pada tempat transplantasi, dan
pada reaksi penolakan tumor.
Imunitas selular pada infeksi bakteri Imunitas selular pada infeksi bakteri misalnya terlihat
berupa pembentukan kavitas dan granuloma pada infeksi dengan Mycobacterium
tuberculosis, demikian pula lesi granulomatosa pada kulit penderita lepra. Limfokin yang
dilepaskan sel Td mengakibatkan terjadinya granuloma dan sel yang mengandung antigen
akan mengalami lisis oleh sel Tc dan sel killer lainnya.
Reseptor antigen sel limfosit T (TCR) Molekul TCR terdapat pada membran sel T berasosiasi
dengan molekul CD3, merupakan kompleks glikoprotein transmembran. Sebagian besar dari
molekul ini berada ekstraselular dan merupakan bagian pengenal antigen. Sedangkan bagian
transmembran merupakan tempat berlabuhnya TCR pada membran sel yang berinteraksi
dengan bagian transmembran molekul CD3.
Imunitas selular pada infeksi virus Imunitas selular pada infeksi virus sangat berperan pada
penyembuhan yaitu untuk melisis sel yang sudah terinfeksi. Ruam kulit pada penyakit
campak, lesi kulit pada penyakit cacar dan herpes simpleks juga merupakan reaksi tipe IV
dan lisis oleh sel Tc.
Imunitas selular pada infeksi jamur Peradangan pada infeksi jamur seperti kandidiasis,
dermatomikosis, koksidiomikosis dan histoplasmosis merupakan reaksi imunitas selular. Sel
TC berusaha untuk melisis sel yang telah terinfeksi jamur dan limfokin merekrut sel-sel
radang ke tempat jamur berada.
Imunitas selular pada penyakit parasit dan protozoa Peradangan yang terlihat pada
penyakit parasit dan protozoa juga merupakan imunitas selular. Demikian pula
pembentukan granuloma dengan dinding yang menghambat parasit dari sel host sehingga
penyebaran tidak terjadi.
Imunitas selular pada penyakit autoimun Meskipun dalam ontogeni sel T autoreaktif
dihancurkan dalam timus, dalam keadaan normal diperkirakan bahwa sel T autoreaktif ini
masih tetap ada, tetapi dalam jumlah kecil dan dapat dikendalikan oleh mekanisme
homeostatik. Jika mekanisme homeostatik ini terganggu dapat terjadi penyakit autoimun.
Kunci sistem pengendalian homeostatik ini adalah pengontrolan sel T penginduksi/Th. Sel T
penginduksi/Th dapat menjadi tidak responsif terhadap sel T supresor, sehingga merangsang
sel T autoreaktif yang masih bertahan hidup atau sel Tc kurang sempurna bekerja dalam
penghapusan klon antara lain karena gagalnya autoantigen dipresentasikan ke sel T. Jika ada
gangguan sel T supresor atau gagal menghilangkan sel T autoreaktif atau gagal
mempresentasikan autoantigen pada masa perkembangan, maka dapat terjadi penyakit
autoimun.
Imunitas selular pada reaksi graft versus host Pada reaksi graft versus host, kerusakan yang
terlihat disebabkan oleh sel imunokompeten donor terhadap jaringan resipien. Reaksi
tersebut berupa kelainan pada kulit seperti makulopapular, eritroderma, bula dan
deskuamasi, serta kelainan pada hati dan traktus gastrointestinal. Kelainan yang timbul juga
disebabkan oleh imunitas selular.
Imunitas selular pada penolakan jaringan Pada transplantasi jaringan dapat terlihat bahwa
jaringan yang tadinya mulai tumbuh, setelah beberapa hari berhenti tumbuh. Ini disebabkan
oleh reaksi imunitas selular yang timbul karena adanya antigen asing jaringan transplantasi.
Organ transplantasi menjadi hilang fungsinya. Secara histologis terlihat adanya infiltrasi
intensif sel limfoid, sel polimorfonuklear dan edema interstisial. Dapat dilihat terjadinya
iskemia dan nekrosis. Peradangan ini disebabkan karena sel T resipien mengenal antigen
kelas I dan II donor yang berbeda dengan antigen diri. Pengenalan ini sama seperti
pengenalan antigen asing di antara celah domain molekul MHC. Terjadi lisis alograft oleh sel
TC resipien. Demikian pula limfokin yang dilepaskan sel T akan merusak alograft dengan
merekrut sel radang.
Imunitas selular pada penolakan tumor Imunitas selular pada penolakan tumor sama
dengan imunitas selular pada penolakan jaringan transplantasi. Tentu saja imunitas selular
ini bukanlah satu-satunya cara untuk menghambat pertumbuhan sel tumor, imunitas
humoral juga dapat berperan. Adanya ekspresi antigen tumor akan mengaktifkan sel Tc host
demikian pula interferon yang dilepaskan sel T juga akan mengaktifkan sel NK (natural killer)
untuk melisis sel tumor. Limfokin akan merekrut sel radang ke tempat tumor berada dan
menghambat proliferasi tumor serta melisis sel-sel tumor.
SEL LlMFOSIT B
Progenitor sel limfosit B adalah sel stem hematopoietik pluripoten. Dinamakan pluripoten
karena sel ini juga merupakan progenitor sel hematopoietik lainnya, seperti sel
polimorfonuklear, sel monosit dan sel makrofag.
Pada masa embrio sel ini ditemukan pada yolk sac, yang kemudian bermigrasi ke hati, limpa
dan sumsum tulang. Setelah bayi lahir, sel asal (stem cell) hanya ditemukan pada sumsum
tulang. Dinamakan limfosit B karena tempat perkembangan utamanya pada burung adalah
bursa fabricius, sedangkan pada manusia tempat perkembangan utamanya adalah sumsum
tulang.
Sel pertama yang dapat dikenal sebagai prekursor (pendahulu) sel limfosit B adalah sel yang
sitoplasmanya mengandung rantai berat µ, terdiri atas bagian variabel V dan bagian konstan
C tanpa rantai ringan L, dan tanpa imunoglobulin pada permukaannya. Sel ini dinamakan sel
pro-limfosit B. Selain rantai µ, sel pro-limfosit B juga memperlihatkan molekul lain pada
permukaannya, antara lain antigen HLA-DR, reseptor komplemen C3b dan reseptor virus
Epstein-Barr (EBV). Pada manusia sel pro-limfosit B sudah dapat ditemukan di hati fetus
pada masa gestasi minggu ke-7 dan ke-8.
Sel pro-limfosit B ini berkembang menjadi sel limfosit B imatur. Pada tahap ini sel limfosit B
imatur telah dapat membentuk rantai ringan L imunoglobulin sehingga mempunyai petanda
imunoglobulin pada permukaan membran sel yang berfungsi sebagai reseptor antigen. Bila
sel limfosit B sudah memperlihatkan petanda rantai berat H dan rantai ringan L yang
lengkap, maka sel ini tidak akan dapat memproduksi rantai berat H dan rantai ringan L lain
yang mengandung bagian variabel (bagian yang berikatan dengan antigen) yang berbeda.
Jadi setiap sel limfosit B hanya memproduksi satu macam bagian variabel dari
imunoglobulin. lni berarti imunoglobulin yang dibentuk hanya ditujukan terhadap satu
determinan antigenik saja. Sel B imatur mempunyai sifat yang unik. Jika sel ini terpajan
dengan ligannya (pasangan kontra imunoglobulin yang ada pada permukaan membran sel),
sel ini tidak akan terstimulasi, bahkan mengalami proses yang dinamakan apoptosis sehingga
sel menjadi mati (programmed cell death). Jika ligannya itu adalah antigen diri (self antigen),
maka sel yang bereaksi terhadap antigen diri akan mengalami apoptosis sehingga tubuh
menjadi toleran terhadap antigen diri. Hal ini terjadi pada masa perkembangan di sumsum
tulang. Oleh karena itu, sel limfosit B yang keluar dari sumsum tulang merupakan sel limfosit
B yang hanya bereaksi terhadap antigen asing. Kemudian sel limfosit B imatur yang telah
memperlihatkan imunoglobulin lengkap pada permukaannya akan keluar dari sumsum
tulang dan masuk ke dalam sirkulasi perifer serta bermigrasi ke jaringan limfoid untuk terus
berkembang menjadi sel matur. Sel B ini memperlihatkan petanda imunoglobulin IgM dan
IgD dengan bagian variabel yang sama pada permukaan membran sel dan dinamakan sel B
matur.
Perkembangan dari sel asal (stem cell) sampai menjadi sel B matur tidak memerlukan
stimulasi antigen, tetapi terjadi di bawah pengaruh lingkungan mikro dan genetik. Tahap
perkembangan ini dinamakan tahapan generasi keragaman klon (clone diversity), yaitu klon
yang mempunyai imunoglobulin permukaan dengan daya ikat terhadap determinan antigen
tertentu.
Tahap selanjutnya memerlukan stimulasi antigen, yang dinamakan tahapan respons imun.
Setelah distimulasi oleh antigen, maka sel B matur akan menjadi aktif dan dinamakan sel B
aktif. Sel B aktif kemudian akan berubah menjadi sel blast dan berproliferasi serta
berdiferensiasi menjadi sel plasma yang akan memproduksi imunoglobulin.
Beberapa progeni sel B aktif tersebut akan mulai mensekresi imunoglobulin kelas lain seperti
IgG, IgA, dan IgE dengan bagian variabel yang sama yang dinamakan alih isotip atau alih
kelas rantai berat (isotype switching).
Beberapa progeni sel B aktif lainnya ada yang tidak mensekresi imunoglobulin melainkan
tetap sebagai sel B yang memperlihatkan petanda imunoglobulin pada permukaannya dan
dinamakan sel B memori. Μ
Sel B memori ini mengandung imunoglobulin yang afinitasnya lebih tinggi. Maturasi afinitas
ini diperoleh melalui mutasi somatik. Sel B matur yang tidak distimulasi, jadi yang tidak
menemukan ligannya, akan mati dengan waktu paruh 3-4 hari. Sedangkan sel B memori
akan bertahan hidup lebih lama berminggu-minggu sampai berbulan-bulan tanpa stimulasi
antigen. Sel B memori ini akan beresirkulasi secara aktif melalui pembuluh darah, pembuluh
limfe, dan kelenjar limfe. Bila antigen dapat lama disimpan oleh sel dendrit di kelenjar limfe,
maka sel dendrit ini pada suatu waktu akan mengekspresikan antigen tersebut pada
permukaannya. Antigen yang diekspresikan oleh sel dendrit ini akan merangsang sel B
memori menjadi aktif kembali, berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel plasma yang
memproduksi antibodi. Dalam hal ini, kadar antibodi terhadap suatu antigen tertentu dapat
bertahan lama pada kadar protektif, sehingga kekebalan yang timbul dapat bertahan lama.
Aktivasi dan fungsi sel B
Bila sel limfosit B matur distimulasi antigen ligannya, maka sel B akan berdiferensiasi
menjadi aktif dan berproliferasi. Ikatan antara antigen dan imunoglobulin pada permukaan
sel B, akan mengakibatkan terjadinya ikatan silang antara imunoglobulin permukaan sel B.
Ikatan silang ini mengakibatkan aktivasi enzim kinase dan peningkatan ion Ca++ dalam
sitoplasma. Terjadilah fosforilase protein yang meregulasi transkripsi gen antara lain
protoonkogen (proto oncogene) yang produknya meregulasi pertumbuhan dan diferensiasi
sel. Aktivasi mitosis ini dapat terjadi dengan atau tanpa bantuan sel T, tergantung pada sifat
antigen yang merangsangnya. Proliferasi akan mengakibatkan ekspansi klon diferensiasi dan
selanjutnya sekresi antibodi. Fungsi fisiologis antibodi adalah untuk menetralkan dan
mengeliminasi antigen yang menginduksi pembentukannya.
Dikenal 2 macam antigen yang dapat menstimulasi sel B, yaitu antigen yang tidak tergantung
pada sel T (TI = T cell independent) dan antigen yang tergantung pada sel T (TD = T cell
dependent). Antigen TI dapat merangsang sel B untuk berproliferasi dan mensekresi
imunoglobulin tanpa bantuan sel T penolong (Th = T helper). Contohnya adalah antigen
dengan susunan molekul karbohidrat, atau antigen yang mengekspresikan determinan
antigen (epitop) identik yang multipel, sehingga dapat mengadakan ikatan silang antara
imunoglobulin yang ada pada permukaan sel B. Ikatan silang ini mengakibatkan terjadinya
aktivasi sel B, proliferasi, dan diferensiasi. Polisakarida pneumokok, polimer D-asam amino
dan polivinil pirolidin mempunyai epitop identik yang multipel, sehingga dapat mengaktifkan
sel B tanpa bantuan sel T. Demikian pula lipopolisakarida (LPS), yaitu komponen dinding sel
beberapa bakteri Gram negatif dapat pula mengaktifkan sel B. Tetapi LPS pada konsentrasi
tinggi dapat merupakan aktivator sel B yang bersifat poliklonal. Hal ini diperkirakan karena
LPS tidak mengaktifkan sel B melalui reseptor antigen, tetapi melalui reseptor mitogen.
Antigen TD merupakan antigen protein yang membutuhkan bantuan sel Th melalui limfokin
yang dihasilkannya, agar dapat merangsang sel B untuk berproliferasi dan berdiferensiasi.
Terdapat dua macam respons antibodi, yaitu respons antibodi primer dan sekunder.
Respons antibodi primer adalah respons sel B terhadap pajanan antigen ligannya yang
pertama kali, sedangkan respons antibodi sekunder adalah respons sel B pada pajanan
berikutnya, jadi merupakan respons sel B memori. Kedua macam respons antibodi ini
berbeda baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif. Perbedaan tersebut adalah pada
respons antibodi sekunder terbentuknya antibodi lebih cepat dan jumlahnya pun lebih
banyak.
Pada respons antibodi primer, kelas imunoglobulin yang disekresi terutama adalah IgM,
karena sel B istirahat hanya memperlihatkan IgM dan IgD pada permukaannya (IgD jarang
disekresi). Sedangkan pada respons antibodi sekunder, antibodi yang disekresi terutama
adalah isotip lainnya seperti IgG, IgA, dan IgE sebagai hasil alih isotip. Afinitas antibodi yang
dibentuk pada respons antibodi sekunder lebih tinggi dibanding dengan respons antibodi
primer, dan dinamakan maturasi afinitas.
Respons sel B memori adalah khusus oleh stimulasi antigen TD, sedangkan stimulasi oleh
antigen TI pada umumnya tidak memperlihatkan respons sel B memori dan imunoglobulin
yang dibentuk umumnya adalah IgM. Hal ini menandakan bahwa respons antibodi sekunder
memerlukan pengaruh sel Th atau limfokin yang disekresikannya.
STRUKTUR IMUNOGLOBULIN
Imunoglobulin atau antibodi adalah sekelompok glikoprotein yang terdapat dalam serum
atau cairan tubuh pada hampir semua mamalia. Imunoglobulin termasuk dalam famili
glikoprotein yang mempunyai struktur dasar sama, terdiri dari 82-96% polipeptida dan 4-
18% karbohidrat. Komponen polipeptida membawa sifat biologik molekul antibodi tersebut.
Molekul antibodi mempunyai dua fungsi yaitu mengikat antigen secara spesifik dan memulai
reaksi fiksasi komplemen serta pelepasan histamin dari sel mast.
Pada manusia dikenal 5 kelas imunoglobulin. Tiap kelas mempunyai perbedaan sifat fisik,
tetapi pada semua kelas terdapat tempat ikatan antigen spesifik dan aktivitas biologik
berlainan. Struktur dasar imunoglobulin terdiri atas 2 macam rantai polipeptida yang
tersusun dari rangkaian asam amino yang dikenal sebagai rantai H (rantai berat) dengan
berat molekul 55.000 dan rantai L (rantai ringan) dengan berat molekul 22.000. Tiap rantai
dasar imunoglobulin (satu unit) terdiri dari 2 rantai H dan 2 rantai L. Kedua rantai ini diikat
oleh suatu ikatan disulfida sedemikian rupa sehingga membentuk struktur yang simetris.
Yang menarik dari susunan imunoglobulin ini adalah penyusunan daerah simetris rangkaian
asam amino yang dikenal sebagai daerah domain, yaitu bagian dari rantai H atau rantai L,
yang terdiri dari hampir 110 asam amino yang diapit oleh ikatan disulfid interchain,
sedangkan ikatan antara 2 rantai dihubungkan oleh ikatan disulfid interchain. Rantai L
mempunyai 2 tipe yaitu kappa dan lambda, sedangkan rantai H terdiri dari 5 kelas, yaitu
rantai G (γ), rantai A (α), rantai M (μ), rantai E (ε) dan rantai D (δ). Setiap rantai mempunyai
jumlah domain berbeda. Rantai pendek L mempunyai 2 domain; sedang rantai G, A dan D
masing-masing 4 domain, dan rantai M dan E masing-masing 5 domain.
Rantai dasar imunoglobulin dapat dipecah menjadi beberapa fragmen. Enzim papain
memecah rantai dasar menjadi 3 bagian, yaitu 2 fragmen yang terdiri dari bagian H dan
rantai L. Fragmen ini mempunyai susunan asam amino yang bervariasi sesuai dengan
variabilitas antigen. Fab memiliki satu tempat tempat pengikatan antigen (antigen binding
site) yang menentukan spesifisitas imunoglobulin. Fragmen lain disebut Fc yang hanya
mengandung bagian rantai H saja dan mempunyai susunan asam amino yang tetap. Fragmen
Fc tidak dapat mengikat antigen tetapi memiliki sifat antigenik dan menentukan aktivitas
imunoglobulin yang bersangkutan, misalnya kemampuan fiksasi dengan komplemen, terikat
pada permukaan sel makrofag, dan yang menempel pada sel mast dan basofil
mengakibatkan degranulasi sel mast dan basofil, dan kemampuan menembus plasenta.
Enzim pepsin memecah unit dasar imunoglobulin tersebut pada gugusan karboksil terminal
sampai bagian sebelum ikatan disulfida (interchain) dengan akibat kehilangan sebagian
besar susunan asam amino yang menentukan sifat antigenik determinan, namun demikian
masih tetap mempunyai sifat antigenik. Fragmen Fab yang tersisa menjadi satu rangkaian
fragmen yang dikenal sebagai F(ab2) yang mempunyai 2 tempat pengikatan antigen.
KLASIFIKASI IMUNOGLOBULIN
Klasifikasi imunoglobulin berdasarkan kelas rantai H. Tiap kelas mempunyai berat molekul, masa
paruh, dan aktivitas biologik yang berbeda. Pada manusia dikenal 4 sub kelas IgG yang mempunyai
rantai berat γl, γ2, γ3, dan γ4. Perbedaan antar subkelas lebih sedikit dari pada perbedaan antar
kelas.
Imunoglobulin G
IgG mempunyai struktur dasar imunoglobulin yang terdiri dari 2 rantai berat H dan 2 rantai
ringan L. IgG manusia mempunyai koefisien sedimentasi 7 S dengan berat molekul sekitar
150.000. Pada orang normal IgG merupakan 75% dari seluruh jumlah imunoglobulin.
Imunoglobulin G terdiri dari 4 subkelas, masing-masing mempunyai perbedaan yang tidak
banyak, dengan perbandingan jumlahnya sebagai berikut: IgG1 40-70%, IgG2 4-20%, IgG3 4-
8%, dan IgG4 2-6%. Masa paruh IgG adalah 3 minggu, kecuali subkelas IgG3 yang hanya
mempunyai masa paruh l minggu. Kemampuan mengikat komplemen setiap subkelas IgG
juga tidak sama, seperti IgG3 > IgGl > IgG2 > IgG4. Sedangkan IgG4 tidak dapat mengikat
komplemen dari jalur klasik (ikatan C1q) tetapi melalui jalur alternatif. Lokasi ikatan C1q
pada molekul IgG adalah pada domain CH2.
Sel makrofag mempunyai reseptor untuk IgG1 dan IgG3 pada fragmen Fc. Ikatan antibodi
dan makrofag secara pasif akan memungkinkan makrofag memfagosit antigen yang telah
dibungkus antibodi (opsonisasi). Ikatan ini terjadi pada subkelas IgG1 dan IgG3 pada lokasi
domain CH3.
Bagian Fc dari IgG mempunyai bermacam proses biologik dimulai dengan kompleks imun
yang hasil akhirnya pemusnahan antigen asing. Kompleks imun yang terdiri dari ikatan sel
dan antibodi dengan reseptor Fc pada sel killer memulai respons sitolitik (antibody
dependent cell-mediated cytotoxicity = ADCC) yang ditujukan pada antibodi yang diliputi sel.
Kompleks imun yang berinteraksi dengan sel limfosit pada reseptor Fc pada trombosit akan
menyebabkan reaksi dan agregasi trombosit. Reseptor Fc memegang peranan pada
transport IgG melalui sel plasenta dari ibu ke sirkulasi janin.
Imunoglobulin M
Imunoglobulin M merupakan 10% dari seluruh jumlah imunoglobulin, dengan koefisien
sedimen 19 S dan berat molekul 850.000-l.000.000. Molekul ini mempunyai 12% dari
beratnya adalah karbohidrat. Antibodi IgM adalah antibodi yang pertama kali timbul pada
respon imun terhadap antigen dan antibodi yang utama pada golongan darah secara alami.
Gabungan antigen dengan satu molekul IgM cukup untuk memulai reaksi kaskade
komplemen.
IgM terdiri dari pentamer unit monomerik dengan rantai μ dan CH. Molekul monomer
dihubungkan satu dengan lainnya dengan ikatan disulfida pada domain CH4 menyerupai
gelang dan tiap monomer dihubungkan satu dengan lain pada ujung permulaan dan
akhirnya oleh protein J yang berfungsi sebagai kunci.
Imunoglobulin A
IgA terdiri dari 2 jenis, yakni IgA dalam serum dan IgA mukosa. IgA dalam serum terdapat
sebanyak 20% dari total imunoglobulin, yang 80% terdiri dari molekul monomer dengan
berat molekul 160.000, dan sisanya 20% berupa polimer dapat berupa dua, tiga, empat atau
lima monomer yang dihubungkan satu dengan lainnya oleh jembatan disulfida dan rantai
tunggal J . Polimer tersebut mempunyai koefisien sedimentasi 10,13,15 S.
Sekretori IgA
Sekretori imunoglobulin A (sIgA) adalah imunoglobulin yang paling banyak terdapat pada
sekret mukosa saliva, trakeobronkial, kolostrum/ASI, dan urogenital. IgA yang berada dalam
sekret internal seperti cairan sinovial, amnion, pleura, atau serebrospinal adalah tipe IgA
serum.
SIgA terdiri dari 4 komponen yaitu dimer yang terdiri dari 2 molekul monomer, dan sebuah
komponen sekretori serta sebuah rantai J. Komponen sekretori diproduksi oleh sel epitel
dan dihubungkan pada bagian Fc imunoglobulin A oleh rantai J dimer yang memungkinkan
melewati sel epitel mukosa. SIgA merupakan pertahanan pertama pada daerah mukosa
dengan cara menghambat perkembangan antigen lokal, dan telah dibuktikan dapat
menghambat virus menembus mukosa.
Imunoglobulin D
Konsentrasi IgD dalam serum sangat sedikit (0,03 mg/ml), sangat labil terhadap pemanasan
dan sensitif terhadap proteolisis. Berat molekulnya adalah 180.000. Rantai δ mempunyai
berat molekul 60.000 – 70.000 dan l2% terdiri dari karbohidrat. Fungsi utama IgD belum
diketahui tetapi merupakan imunoglobulin permukaan sel limfosit B bersama IgM dan
diduga berperan dalam diferensiasi sel ini.
Terdiri dari ikatan non kovalen, (seperti ikatan hidrogen, van der Waals, elektrostatik,
hidrofobik), sehingga reaksi ini dapat kembali ke semula (reversible). Kekuatan ikatan ini bergantung
kepada jarak antara paratop dan bagian-bagian tertentu pada epitop.
Antara antibodi khusus dengan antigen larut seperti protein. Penelitian yang dilakukan oleh
Heidelberger dan Kendall menunjukkan reaksi ini dapat optimum pada zona kesetaraan (equivalence
zone) di mana antibodi dan antigen terbentuk pada kondisi yang paling sesuai untuk membentuk
satuan ikatan (lattice). Pada zona antibodi berlebih (antibody excess zone) dan zona antigen Berlioz
(antigen excess zone) maka pembentukan satuan ikatan tidak optimum dan masih terdapat antibodi
atau antigen bebas yang tidak terdapat dalam larutan.
Antara antibodi khusus dengan antigen partikulat seperti bakteria, sel dll. Prinsip-prinsip
reaksi pembekuan adalah sama seperti reaksi pelarutan.
Di dalam percobaan di atas antibodi spesifik terhadap antigen dicairkan dalam satu set
telaga piring mikrotiter (baris atas), kemudian antigen pada kepekatan yang sama ditambah kepada
setiap telaga yang mengandung antibodi. Selepas eraman untuk jangka masa yang sesuai telaga-
telaga dicerap untuk melihat sama ada terdapat pembentukan aglutinat (baris kedua). Keputusan
yang diperolehi menunjukkan terdapat aglutinat terbentuk dalam telaga 2 – 5 dan tidak dalam
telaga-telaga lain. Dalam telaga pertama aglutinat tidak terbentuk walaupun terdapat banyak
antibodi kerana nisbah antigen:antibodi tidak optimum untuk pembentukan aglutinat. Kepekatan
antibodi adalah terlalu tinggi berbanding antigen. Ini dipanggil sebagai fenomenon prozon. Dalam
telaga 6 dan 7 kepekatan antibodi adalah terlalu rendah dan tidak cukup untuk untuk menghasilkan
aglutinat. Dalam percubaan di atas titer antibodi terdapat pada telaga 5 kerana ini ialah cairan
tertinggi yang menghasilkan tindak balas positif, iaitu penglutinatan. Rajah sebelah bawah
menunjukkan mekanisme tindak balas penghemaglutinatan tak terus (indirect hemagglutination
reaction). Dalam kaedah ini antigen larut diselaputkan ke permukaan eritrosit dan kehadiran
antibodi terhadap antigen tersebut dikesan.
Tindak balas pemendakan juga boleh dilakukan dalam medium separa pepejal seperti gel
dan prinsip tindak balas adalah sama seperti tindak balas dalam larutan. Kaedah ini boleh dilakukan
dalam tiub atau atas slaid.
Rajah di atas menerangkan prinsip pemendakan dalam tiub. Dalam kaedah pertama (gambar
atas) larutan antigen ditambah kepada tiub yang mengandungi antibodi. Selepas eraman garis
mendakan akan terbentuk pada zon kesetaraan antara larutan antigen dan antibodi. Kaedah kedua
(gambar tengah) menunjukkan tindak balas pemendakan dalam gel. Antibodi dicampurkan dengan
gel dan dibekukan dalam tiub. Kemudian antigen ditambah dan tiub tersebut dieram. Antigen akan
menyerap masuk ke dalam gel dan membentuk satu cerun kepekatan dan garis mendakan
(precipitin line) terbentuk di mana terdapat zon kesetaraan wujud. Lebih dari satu garis mendakan
akan terbentuk jika terdapat lebih dari satu antigen yang dicam oleh antibodi. Gambar ketiga
menunjukkan peralihan garis mendakan (pseudomigration) yang berlaku semasa eraman. Ini berlaku
kerana semasa eraman lebih banyak antigen akan menyerap masuk ke dalam gel dan bahagian di
mana terdapat zon kesetaraan akan bertukar kerana kepekatan antibodi dalam gel adalah malar.
Rajah ini juga menunjukkan di mana zon antigen dan antibodi berlebih wujud dalam gel tersebut.
Kaidah ini berguna untuk menentukan kehadiran atau menentukan kepekatan antigen.
Dalam rajah di bawah kepekatan IgG dalam sampel ditentukan menggunakan kaedah ini. Anti-IgG
dicampurkan dengan gel dan dibekukan di atas slaid. Kemudian telaga-telaga ditebuk di dalam gel
tersebut dan satu set piawai IgG ditambah ke dalam telaga. Selepas eraman garis mendakan
berbentuk bulatan akan terbentuk di keliling setiap telaga dan diameter bulatan ini bergantung
kepada kepekatan antigen (IgG) yang ditambah. Satu lengkok piawai diplot dan jika terdapat satu
telaga yang mengandungi IgG yang tidak diketahui kepekatannya, kepekatan IgG dalam sampel
tersebut boleh ditentukan berdasarkan diameter garis mendakan yang terdapat keliling telaga
tersebut dan lengkok piawai yang ada.
Kaidah Ouchterlony
Kaidah ini berguna untuk menentukan perhubungan antigen (antigenic relationship). Corak
pertama di atas menunjukkan tindak balas seiras (reaction of identity) yang berlaku apabila epitop-
epitop pada antigen 1 dan 2 yang dicam oleh antibodi adalah sama. Dalam tindak balas kedua
epitop-eitop yang terdapat pada antigen 1 dan 3 adalah berbeza dan tidak dikongsikan. Ini
menghasilkan corak tindak balas tak seiras (reaction of non-identity). Jika terdapat epitop-epitop
yang dikongsikan antara dua antigen dan pada masa yang sama terdapat epitop-epitop unik pada
satu antigen, corak separa iras (reaction of partial identity) akan terhasil. Dalam corak ketiga, antigen
1 dan 4 mempunyai epitop-epitop yang sepunya, tetapi antigen 1 mempunyai epitop-epitop unik
yang dicam oleh antibodi dan ini akan menghasilkan pacu (spur). Dalam corak keempat, antibodi
hanya mengcam epitop pada antigen 1 yang tidak mempunyai epitop yang dikongsikan dengan
antigen 5.
Rajah di atas menunjukkan prinsip ELISA untuk mengesan kehadiran antibodi. Telaga piring
mikrotiter diselaputkan dengan antigen (berwarna biru) kemudian sampel ujian ditambah. Jika
terdapat antibodi spesifik (berwarna merah) untuk antigen dalam sampel tersebut ia akan
bergabung dengan antigen. Kehadiran antibodi ini dikesan menggunakan antibodi sekunder (biru)
berlabel enzim (kuning). Selepas penambahan substrat, warna produk ditentukan berdasarkan
serapan dan nilai serapan ini adalah berkadaran dengan kuantiti antibodi yang tergabung kepada
antigen.
Kaidah pemblotan Western digunakan untuk mengesan kehadiran antigen. Dalam kaedah ini
antigen tercampur dipisahkan menggunakan elektroforesis gel. Kemudian antigen-antigen tersebut
dipindahkan kepada membran pepejal menggunakan arus elektrik. Kehadiran antigen spesifik pada
membran dikesan menggunakan antibodi spesifik untuk sesuatu antigen.
Rajah di atas menunjukkan antigen-antigen yang terpisah selepas elektroforesis (warna
kuning) yang kemudian dipindahkan kepada membran. Kehadiran antigen spesifik pada membran
dikesan dengan antibodi spesifik berlabel dan warna boleh dibangunkan menggunakan tindak balas
enzim-substrat. Kehadiran antigen-antigen ini dibandingkan dengan satu gel lain (warna cokelat)
yang diwarnakan untuk mengesan semua antigen dalam sampel.
Basofil.
Eosinofil.
Neutrofil.
Halo .
Limfosit.
Monosit.
% dalam
Tipe Gambar Diagram tubuh Keterangan
manusia
Neutrofil berhubungan dengan pertahanan tubuh
terhadap infeksi bakteri serta proses peradangan
kecil lainnya, serta biasanya juga yang memberikan
Neutrofil 65%
tanggapan pertama terhadap infeksi bakteri;
aktivitas dan matinya neutrofil dalam jumlah yang
banyak menyebabkan adanya nanah.
Eosinofil terutama berhubungan dengan infeksi
Eosinofil 4% parasit, dengan demikian meningkatnya eosinofil
menandakan banyaknya parasit.
Granulosit dan Monosit mempunyai peranan penting dalam perlindungan badan terhadap
mikroorganisme. dengan kemampuannya sebagai fagosit (fago- memakan), mereka memakan
bakteria hidup yang masuk ke sistem peredaran darah. melalui mikroskop adakalanya dapat
dijumpai sebanyak 10-20 mikroorganisme tertelan oleh sebutir granulosit. pada waktu menjalankan
fungsi ini mereka disebut fagosit. dengan kekuatan gerakan amuboidnya ia dapat bergerak bebas
didalam dan dapat keluar pembuluh darah dan berjalan mengitari seluruh bagian tubuh. dengan
cara ini ia dapat:
Mengepung daerah yang terkena infeksi atau cidera, menangkap organisme hidup dan
menghancurkannya,menyingkirkan bahan lain seperti kotoran-kotoran, serpihan-serpihan dan
lainnya, dengan cara yang sama, dan sebagai granulosit memiliki enzim yang dapat memecah
protein, yang memungkinkan merusak jaringan hidup, menghancurkan dan membuangnya. dengan
cara ini jaringan yang sakit atau terluka dapat dibuang dan penyembuhannya dimungkinkan
Sebagai hasil kerja fagositik dari sel darah putih, peradangan dapat dihentikan sama sekali.
Bila kegiatannya tidak berhasil dengan sempurna, maka dapat terbentuk nanah. Nanah beisi
“jenazah” dari kawan dan lawan – fagosit yang terbunuh dalam kinerjanya disebut sel nanah.
demikian juga terdapat banyak kuman yang mati dalam nanah itu dan ditambah lagi dengan
sejumlah besar jaringan yang sudah mencair. dan sel nanah tersebut akan disingkirkan oleh
granulosit yang sehat yang bekerja sebagai fagosit.
Histiosit, ada dalam sistem limfa bersama jarigan lainnya, tetapi tidak umum di dalam darah:
o Makrofaga
o Sel dendritik
Mastosit
Merupakan
Neutrofil
Neutrofil (neutrophil, polymorphonuclear neutrophilic leukocyte, PMN) adalah bagian sel
darah putih dari kelompok granulosit. Bersama dengan dua sel granulosit lain: eosinofil dan basofil
yang mempunyai granula pada sitoplasma, disebut juga polymorphonuclear karena bentuk inti sel
mereka yang aneh. Granula neutrofil berwarna merah kebiruan dengan 3 inti sel.
Neutrofil berhubungan dengan pertahanan tubuh terhadap infeksi bakteri dan proses
peradangan kecil lainnya, serta menjadi sel yang pertama hadir ketika terjadi infeksi di suatu tempat.
Dengan sifat fagositik yang mirip dengan makrofaga, neutrofil menyerang patogen dengan serangan
respiratori menggunakan berbagai macam substansi beracun yang mengandung bahan pengoksidasi
kuat, termasuk hidrogen peroksida, oksigen radikal bebas, dan hipoklorit.
Rasio sel darah putih dari neutrofil umumnya mencapai 50-60%. Sumsum tulang normal
orang dewasa memproduksi setidaknya 100 miliar neutrofil sehari, dan meningkat menjadi sepuluh
kali lipatnya juga terjadi inflamasi akut.
Setelah lepas dari sumsum tulang, neutrofil akan mengalami 6 tahap morfologis: mielocit,
metamielocit, neutrofil non segmen (band), neutrofil segmen.Neutrofil segmen merupakan sel aktif
dengan kapasitas penuh, yang mengandung granula sitoplasmik (primer atau azurofil, sekunder,
atau spesifik) dan inti sel berongga yang kaya kromatin. Sel neutrofil yang rusak terlihat sebagai
nanah.
Basofil
Basofil adalah granulosit dengan populasi paling minim, yaitu sekitar 0,01 – 0,3% dari
sirkulasi sel darah putih. Basofil mengandung banyak granula sitoplasmik dengan dua lobus. Seperti
granulosit lain, basofil dapat tertarik keluar menuju jaringan tubuh dalam kondisi tertentu. Saat
teraktivasi, basofil mengeluarkan antara lain histamin, heparin, kondroitin, elastase dan
lisofosfolipase, leukotriena dan beberapa macam sitokina. Basofil memainkan peran dalam reaksi
alergi (seperti asma).
TIPE INFEKSI
Kolonisasi
Merupakan suatu proses dimana benih mikroorganisme menjadi flora yang
menetap/flora residen.
1.Infeksi lokal : spesifik dan terbatas pada bagain tubuh dimana
mikroorganisme tinggal.
2. Infeksi sistemik : terjadi bila mikroorganisme menyebar ke bagian tubuh
yang lain dan menimbulkan kerusakan.
3. Bakterimia : terjadi ketika dalam darah ditemukan adanya bakteri
4. Septikemia : multiplikasi bakteri dalam darah sebagai hasil dari infeksi
sistemik
5. Infeksi akut : infeksi yang muncul dalam waktu singkat
6. Infeksi kronik : infeksi yang terjadi secara lambat dalam periode yang lama
(dalam hitungan bulan sampai tahun)
RANTAI INFEKSI
Proses terjadinya infeksi seperti rantai yang saling terkait antar berbagai
faktor yang mempengaruhi, yaitu agen infeksi, reservoir, portal of exit, cara
penularan, portal of entry dan host/ pejamu yang rentan.
AGEN INFEKSI
Microorganisme yang termasuk dalam agen infeksi antara lain bakteri,
virus, jamur dan protozoa. Mikroorganisme di kulit bisa merupakan flora
transient maupun resident. Organisme transient normalnya ada dan jumlahnya
stabil, organisme ini bisa hidup dan berbiak di kulit. Organisme transien
melekat pada kulit saat seseorang kontak dengan obyek atau orang lain dalam
aktivitas normal. Organisme ini siap ditularkan, kecuali dihilangkan dengan
cuci tangan. Organisme residen tidak dengan mudah bisa dihilangkan melalui
cuci tangan dengan sabun dan deterjen biasa kecuali bila gosokan dilakukan
dengan seksama. Mikroorganisme dapat menyebabkan infeksi tergantung pada:
jumlah microorganisme, virulensi (kemampuan menyebabkan penyakit),
kemampuan untuk masuk dan bertahan hidup dalam host serta kerentanan dari
host/penjamu.
PROSES INFEKSI
Infeksi terjadi secara progresif dan beratnya infeksi pada klien tergantung
dari tingkat infeksi, patogenesitas mikroorganisme dan kerentanan penjamu.
Dengan proses perawatan yang tepat, maka akan meminimalisir penyebaran dan
meminimalkan penyakit. Perkembangan infeksi mempengaruhi tingkat asuhan
keperawatan yang diberikan.Berbagai komponen dari sistem imun memberikan
jaringan kompleks mekanisme yang sangat baik, yang jika utuh, berfungsi
mempertahankan tubuh terhadap mikroorganisme asing dan sel-sel ganas. Pada
beberapa keadaan, komponen-komponen baik respon spesifik maupun
nonspesifik bisa gagal dan hal tersebut mengakibatkan kerusakan pertahanan
hospes. Orang-orang yang mendapat infeksi yang disebabkan oleh defisiensi
dalam pertahanan dari segi hospesnya disebut hospes yang melemah.
Sedangkan orang-orang dengan kerusakan mayor yang berhubungan dengan
respon imun spesifik disebut hospes yang terimunosupres.
Efek dan gejala nyata yang berhubungan dengan kelainan pertahanan hospes
bervariasi berdasarkan pada sistem imun yang rusak. Ciri-ciri umum yang
berkaitan dengan hospes yang melemah adalah: infeksi berulang, infeksi kronik,
ruam kulit, diare, kerusakan pertumbuhan dan meningkatnya kerentanan
terhadap kanker tertentu. Secara umum proses infeksi adalah sebagai berikut:
Tahap Prodromal
Interval dari awitan tanda dan gejala nonspesifik (malaise, demam ringan,
keletihan) sampai gejala yang spesifik. Selama masa ini, mikroorganisme
tumbuh dan berkembang biak dan klien lebih mampu menyebarkan penyakit ke
orang lain.
Tahap Sakit
Klien memanifestasikan tanda dan gejala yang spesifik terhadap jenis
infeksi. Contoh: demam dimanifestasikan dengan sakit tenggorokan, mumps
dimanifestasikan dengan sakit telinga, demam tinggi, pembengkakan kelenjar
parotid dan saliva.
Pemulihan
Interval saat munculnya gejala akut infeksi
Flora Normal
Secara normal tubuh memiliki mikroorganisme yang ada pada lapisan
permukaan dan di dalam kulit, saliva, mukosa oral dan saluran gastrointestinal.
Manusia secara normal mengekskresi setiap hari trilyunan mikroba melalui
usus. Flora normal biasanya tidak menyebabkan sakit tetapi justru turut
berperan dalam memelihara kesehatan. Flora ini bersaing dengan
mikroorganisme penyebab penyakit unuk mendapatkan makanan. Flora normal
juga mengekskresi substansi antibakteri dalam dinding usus. Flora normal kulit
menggunakan tindakan protektif dengan meghambat multiplikasi organisme
yang menempel di kulit. Flora normal dalam jumlah banyak mempertahankan
keseimbangan yang sensitif dengan mikroorganisme lain untuk mencegah
infeksi. Setiap faktor yang mengganggu keseimbangan ini mengakibatkan
individu semakin berisiko mendapat penyakit infeksi.
1. Kulit
a. Permukaan, lapisan yang utuh
b. Pergantian lapisan kulit paling luar
c. Sebum
Luka abrasi, luka pungsi, daerah maserasi
Mandi tidak teratur
Mandi berlebihan
2. Mulut
a. Lapisan mukosa yang utuh
b. Saliva
Laserasi, trauma, cabut gigi
Higiene oral yang tidak baik, dehidrasi
3. Saluran pernafasan
a. Lapisan silia di jalan nafas bagian atas diselimuti oleh mukus
b. Makrofag
Merokok, karbondioksida & oksigen konsentrasi tinggi, kurang lembab, air
dingin
Merokok
4. Saluran urinarius
a. Tindakan pembilasan dari aliran urine
b. Lapisan epitel yang utuh
Obstruksi aliran normal karena pemasangan kateter, menahan kencing,
obstruksi karena pertumbuhan tumor.
Memasukkan kateter urine, pergerakan kontinyu dari kateter dalam uretra.
5. Saluran gastrointestinal
a. Keasaman sekresi gaster
b. Peristaltik yang cepat dalam usus kecil
Pemberian antasida
Melambatnya motilitas karena pengaruh fekal atau obstruksi karena massa
6. Vagina
a. Pada puberitas, flora normal menyebabkan sekresi vagina untuk mencapai pH
yang rendah
Antibiotik dan kontrasepsi oral mengganggu flora normal
Inflamasi
Inflamasi merupakan reaksi protektif vaskular dengan menghantarkan cairan,
produk darah dan nutrien ke jaringan interstisial ke daerah cidera. Proses ini
menetralisasi dan mengeliminasi patogen atau jaringan mati (nekrotik) dan
memulai cara-cara perbaikan jaringa tubuh. Tanda inflamasi termasuk bengkak,
kemerahan, panas, nyeri/nyeri tekan, dan hilangnya fungsi bagian tubuh yang
terinflamasi. Bila inflamasi menjadi sistemik akan muncul tanda dan gejala
demam, leukositas, malaise, anoreksia, mual, muntah dan pembesaran kelenjar
limfe.
c. perbaikan jaringan
Sel yang rusak akhirnya digantikan oleh sel baru yang sehat. Sel baru
mengalami maturasi bertahap sampai sel tersebut mencapai karakteristik
struktur dan bentuk yang sama dengan sel sebelumnya
Respon Imun
Saat mikroorganisme masuk dalam tubuh, pertama kali akan diserang oleh
monosit. Sisa mikroorganisme tersebut yang akan memicu respon imun. Materi
asing yang tertinggal (antigen) menyebabkan rentetan respon yang mengubah
susunan biologis tubuh. Setelah antigen masuk dala tubuh, antigen tersebut
bergerak ke darah atau limfe dan memulai imunitas seluler atau humural.
1. Imunitas selular
Ada kelas limfosit, limfosit T (CD4T) dan limfosit B (sel B). Limfosit T
memainkan peran utama dalam imunitas seluler. Ada reseptor antigen pada
membran permukaan limfosit CD4T. Bila antigen bertemu dengan sel yang
reseptor permukaannya sesuai dengan antigen, maka akan terjadi ikatan. Ikatan
ini mengaktifkan limfosit CD4T untuk membagi diri dengan cepat untuk
membentuk sel yang peka. Limfosit yang peka bergerak ke daerah inflamasi,
berikatan dengan antigen dan melepaskan limfokin. Limfokin menarik &
menstimulasi makrofag untuk menyerang antigen
2. Imunitas humoral
Stimulasi sel B akan memicu respon imun humoral, menyebabkan sintesa
imunoglobulin/antibodi yang akan membunuh antigen. Sel B plasma dan sel B
memori akan terbentuk apabila sel B berikatan dengan satu antigen. Sel B
mensintesis antibodi dalam jumlah besar untuk mempertahankan imunitas,
sedangkan sel B memori untuk mempersiapkan tubuh menghadapi invasi
antigen.
3. Antibodi
Merupakan protein bermolekul besar, terbagi menjadi imunoglobulin A, M,
D, E, G. Imunoglobulin M dibentuk pada saat kontak awal dengan antigen,
sedangkan IgG menandakan infeksi yang terakhir. Pembentukan antibodi
merupakan dasar melakukan imunisasi.
4. Komplemen
Merupakan senyawa protein yang ditemukan dalam serum darah.
Komplemen diaktifkan saat antigen dan antibodi terikat. Komplemen
diaktifkan, maka akan terjadi serangkaian proses katalitik.
5. Interferon
Pada saat tertentu diinvasi oleh virus. Interferon akan mengganggu
kemampuan virus dalam bermultiplikasi.
Infeksi Nosokomial
Nosokomial berasal dari kata Yunani nosocomium, yang berarti rumah sakit.
Maka, kata nosokomial artinya "yang berasal dari rumah sakit" kata infeksi
cukup jelas artinya, yaitu terkena hama penyakit.Menurut Patricia C Paren,
pasien dikatakan mengalami infeksi nosokomial jika pada saat masuk belum
mengalami infeksi kemudian setelah dirawat selama 48-72 jam klien menjadi
terinfeksi Infeksi nosokomial bisa bersumber dari petugas kesehatan, pasien
yang lain, alat dan bahan yang digunakan untuk pengobatan maupun dari
lingkungan Rumah Sakit
Unit perawatan intensif (UPI) merupakan area dalam RS yang berisiko tinggi
terkena Inos. Alasan ruang UPI berisiko terjadi infeksi nosokomial:
• Klien di ruang ini mempunyai penyakit kritis
• Peralatan invasif lebih banyak digunakan di ruang ini
• Prosedur invasif lebih banyak dilakukan
• Seringkali prosedur pembedahan dilakukan di ruang ini karena kondisi darurat
• Penggunaan antibiotik spektrum luas
• Tuntutan tindakan yang cepat membuat perawat lupa melakukan tehnik
aseptik
2.Traktus respiratorius:
Peralatan terapi pernafasan yang terkontaminasi
Tdk tepat penggunaan tehnik aseptif saat suction
Pembuangan sekresi mukosa yg kurang tepat
Tehnik mencuci tangan tidak tepat
3.Luka bedah/traumatik:
Persiapan kulit yg tdk tepat sblm pembedahan
Tehnik mencuci tangan tidak tepat
Tdk memperhatikan tehnik aseptif selama perawatan luka
Menggunakan larutan antiseptik yg terkontaminasi
4.Aliran darah:
Kontaminasi cairan intravena saat penggantian
Memasukkan obat tambahan dalam cairan intravena
Perawatan area insersi yg kurang tepat
Jarum kateter yg terkontaminasi
Tehnik mencuci tangan tidak tepat
Asepsis
Asepsis berarti tidak adanya patogen penyebab penyakit. Tehnik aseptik
adalah usaha yang dilakukan untuk mempertahankan klien sedapat mungkin
bebas dari mikroorganisme. Asepsis terdiri dari asepsis medis dan asepsis
bedah. Asepsis medis dimaksudkan untuk mencegah penyebaran
mikroorganisme. Contoh tindakan: mencuci tangan, mengganti linen,
menggunakan cangkir untuk obat. Obyek dinyatakan terkontaminasi jika
mengandung/diduga mengandung patogen. Asepsis bedah, disebut juga tehnik
steril, merupakan prosedur untuk membunuh mikroorganisme. Sterilisasi
membunuh semua mikroorganisme dan spora, tehnik ini digunakan untuk
tindakan invasif. Obyek terkontaminasi jika tersentuh oleh benda tidak steril.
Tehnik Isolasi
Merupakan cara yang dibuat untuk mencegah penyebaran infeksi atau
mikroorganisme yang bersifat infeksius bagi kesehatan individu, klien dan
pengunjung. Dua sistem isolasi yang utama adalah:
Centers for disease control and prevention (CDC) precaution
Body Subtance Isolation (BSI) System CDC meliputi prosedur untuk:
*Category-Specific Isolation precaution
*Disease-Specific Isolation
*Universal precaution
3. Respiratory isolation
Untuk epiglotis, meningitis, pertusis, pneumonia dll Untuk mencegah
penyebaran infeksi oleh tisu dan droplet pernapasan karena batuk, bersin,
inhalasi Perlu ruangan khusus Tidak perlu gaun Harus memakai masker Tidak
perlu menggunakan sarung tangan Perlu cuci tangan setiap kontak
Menggunakan disposal
4. Tuberculosis isolation
Untuk TBC Untuk mencegah penyebaran acid fast bacilli Perlu ruangan
khusus dengan tekanan negatifPerlu menggunakan gaun jika pakaian
terkontaminasiHarus memakai masker
Tidak perlu menggunakan sarung tangan
Perlu cuci tangan setiap kontak
Bersihkan disposal dan disinfektan meskipun jarang menyebabkan perpindahan
penyakit
5. Enteric precaution
Untuk hepatitis A, gastroenteritis, demam tipoid, kolera, diare dengan
penyebab infeksius, encepalitis, meningitis.Untuk mencegah penyebaran infeksi
melalui kontak langsung atau tidak langsung dengan feces Perlu ruangan khusus
jika kebersihan klien burukPerlu gaun jika pakaian terkontaminasi Tidak perlu
masker Perlu sarung tangan jika menyentuh bahan-bahan infeksius
Perlu cuci tangan setiap kontak Menggunakan disposal.
Disease-Specific Isolation
Untuk pencegahan penyakit specific Contoh tuberkulosis paru Kamar khusus
Gunakan masker Tidak perlu sarung tangan
a. Elemen BSI
a. Cuci tangan
b. Memakai sarung tangan bersih
c. Menggunakan gaun, masker, cap, sepatu, kacamata
d. Membuang semua alat invasif yg telah digunakan
e. Tempat linen sebelum dicuci
f. Tempatkan diposibel pada sebuah plastik
g. Cuci dan sterilkan alat yang telah digunakan
h. Tempatkan semua specimen pada plastik sebelum ditranport ke
laboratorium
http://firwanintianur93.blogspot.com/2013/04/masalah-faktor-faktor-yang-
mempengaruhi.html
Gambar I. Mekanisme yang berperan pada pertahanan terhadap berbagai fase infeksi virus
1. Interferon dan IgA merupakan pertahanan pertama pada epitel permukaan. 2. Beberapa virus
berkembang dalam epitel permukaan. Ada virus yang mempunyai lebih dari satu masa viraemi dan
selama ada dalam darah virus tersebut rentan terhadap antibodi. 3. Virus di dalam sel diserang
berbagai komponen sistem imun humoral dan seluler dan atau antibodi melalui ADCC. 4. Pada
umumnya pemusnahan virus di dalam sel menguntungkan tubuh, tetapi reaksi imun yang terjadi
dapat menimbulkan pula kerusakan jaringan tubuh yang disebut imunopatologik.
Gambar IV. Skema infeksi virus dan respons imun menunjukkan berbagai kemungkinan.
Daftar Pustaka: Baratawidjaja, Karnen G. 2006. Imunologi Dasar Edisi Ketujuh. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
D. Genetik
Berkaitan dengan ras.
E. Perilaku
Sehubungan dengan banyaknya variasi sumber penyakit, reservoir dan cara penularan agen
penyakit menular, perilaku individu serta adat kebiasaan dalam masyarakat dapat memudahkan
kontak agen dengan penjamu.
F. Nutrisi
Makin baik status gizi sesorang, maka makin baik system pertahanan tubuh orang tersebut
(secara umum).
G. Imunitas dan Kerentanan Pejamu
Kerentanan pejamu tergantung pada faktor genetika, faktor ketahanan tubuh secara umum,
dan imunitas spesifik yang di dapat.Faktor ketahanan tubuh yang penting adalah yang berhubungan
dengan kulit, selaput lendir, keasaman lambung, silia pada saluran pernafasan, dan refleks batuk.
Faktor yang meningkatkan kerentanan adalah malnutrisi, bila menderita penyakit lain, depresi
system immunologi yang dapat terjadi pada penbobatan penyakit lain (misalnya AIDS). Disamping itu
faktor imunitas sangat berpengaruh dalam timbulnya suatu penyakit.
Adapun karakteristik dari Host adalah :
1. Resistensi
Kemampuan dari pejamu untuk bertahan terhadap suatu infeksi.
2. Imunitas
Kesanggupan Host untuk mengembangkan suatu respon immunologis sehinnga tubuh kebal
terhadap penyakit tertentu.
3. Infektifnes
Potensi pejamu yang terinfeksi untuk menularkan penyakit pada orang lain
FAKTOR LINGKUNGAN
Faktor lingkungan merupakan faktor eksternal (diluar agen dan pejamu) yang mempengaruhi
agen dan peluang untuk terpapar yang menyebabkan atau memungkinkan transmisi penyakit.
Lingkungan dapat diklasifikasikan dalam 4 komponen, yaitu : Lingkungan fisik, biologi, sosial dan
ekonomi.
A. Lingkungan Fisik
Lingkungan fisik meliputi kondisi udara, musim, cuaca, dan kondisi geografi serta geologinya.
Kondisi udara, musim, cuaca, dapat mempengaruhi kerentanan seseorang terhadap penyakit
tertentu seperti : kelembaba udara yang sangat rendah dapat mempengaruhi selaput lendir hidung
dan telinga sehingga lebih rentan terhadap infeksi seperti influenza.
Kondisi geografis sera geologi juga dapatmempengaruhi kesehatan secara langsung maupun
tidak langsung.Faktor ini berkaitan dengan topografi, sifat tanah, distribusi dan jumlah tanah serta
air yang terkandung.
B. Lingkungan Biologi
a. Hewan atau tumbuh-tumbuhan dapat berfungsi sebagai agen, reservoir, maupun vektor dari suatu
penyakit.
b. Mikroorganisme saprofit mempunyai pengaruh positif terhadap kesehatan melalui penyuburan
tanah, dan lain-lain.
c. Tumbuh-tumbuhan dapat merupakan sumber nutrient, tetapi mungkin pula menjadi tempat
bermukim binatang yang merupakan vektor suatu penyakit, atau merupakan sumber allergen.
C. Lingkungan Sosial-Ekonomi
Faktor yang timbul dari lingkungan sosial sangat mempengaruhi status kesehatan fisik dan
mental secara individu maupun kelompok, seperti :
kepadatan penduduk
kehidupan sosial
stratifikasi sosial berdasarkan tingkat pendidikan
nilai-nilai sosial yang berlaku