Anda di halaman 1dari 10

I.

PENDAHULUAN
Penyakit infeksi cacing merupakan salah satu penyakit yang
banyak terjadi di masyarakat, namun kurang mendapat perhatian. Salah
satu jenis penyakit cacing adalah infeksi cacing tambang. Cacing tambang
adalah

golongan

cacing

yang

termasuk

dalam

Soil-Transmitted

Helminths adalah cacing golongan nematoda yang dalam siklus hidupnya


untuk mencapai stadium infektif memerlukan tanah dengan kondisi
tertentu (Safar, R., 2010). Infeksi cacing jenis ini

masih merupakan

masalah kesehatan di Indonesia, karena menyebabkan anemia defisiensi


besi dan hipoproteinemia. Spesies cacing tambang yang banyak ditemukan
di Indonesia ialah Necator americanus (Sumanto, 2010).
a. Klasifikasi
Kingdom
: Animalia
Phylum
: Nemathelminthes
Kelas
: Nematoda
Sub kelas
: Secernentea
Ordo
: Strongylida
Super family
: Ancylostomatoidea
Family
: Ancylostomatidae
Genus
: Necator
Species
: Necator americanus
(Shiles, 1902)
b. Epidemiologi
Cacing tambang pertama kali ditemukan di Mesir 1500 SM
yang digambarkan sebagai penyakit jiwa ditandai dengan anemia. Ibnu
Sina seorang tabib Persia abad 11 menemukan cacing pada beberapa
pasien dan terkait dengan penyakit mereka (Gandahusada,. dkk, 1998).
Daerah penyebaran dari Necator americanus terletak antar 30o
Lintang Selatan dan 40o Lintang Utara. Melalui karier, cacing ini dapat
menyebar lebih ke utara lagi ke daerah-daerah lokal yang mempunyai
iklim hampir sama. Sebanyak 50 % wanita di Chiapas, Mexico
terinfeksi Necator americanus. Di Ekuador, kejadian infeksi cacing
usus ini ditemukan sebanyak 48 % pada anak dengan infeksi cacing
tambang sebesar 24,1 %. Jumlah kejadian tidak mengalami penurunan

setelah dilakukan pengobatan dengan rentang waktu 9 bulan


(Sebastian, M., 2000)
Infeksi cacing tambang di Indonesia sering ditemukan pada
penduduk yang bertempat tinggal di perkebunan atau pertambangan.
Cacing ini menghisap darah hanya sedikit namun luka-luka gigitan
yang berdarah akan berlangsung lama, setelah gigitan dilepaskan dapat
menyebabkan anemia yang lebih berat. Kebiasaan buang air besar di
tanah dan pemakaian tinja sebagai pupuk kebun sangat penting dalam
penyebaran infeksi penyakit ini (Gandahusada,. dkk, 2003). Maryanti
(2006), yang melakukan studi di di Desa Tegal Badeng Timur, Bali
menemukan bahwa penggunaan alas kaki berhubungan dengan
II.

kejadian infeksi cacing tambang.


ISI
a. Morfologi
Cacing dewasa dari spesies Necator americanus berbentuk
silindris dengan kepala membengkok tajam ke belakang. Bentuk
kumparan (fusiform) dan berwarna putih keabu - abuan. Cacing betina
menghasilkan telur dari 9.000-10.000 setiap harinya, ukuranya
mencapai ( 9- 13x 0,35 - 0,6 mm) lebih besar daripada cacing jantan (5
- 11 x 0,3 - 0,45 mm). Spesies cacing tambang dapat dibedakan
terutama karena rongga mulutnya dan susunan rusuknya. Cacing ini
mempunyai kutikilum yang relatif tebal. Pada ujung posterior terdapat
bursa kopulatrik yang dipakai untuk memegang cacing betina selama
kopulasi. Bentuk badan Necator americanus biasanya menyerupai
huruf S dan di dalam mulutnya ada sepasang gigi (Soedarto, 1995).
Telur telur dari cacing ini berbentuk ovoid dengan kulit yang
jernih dengan dinding tipis yang tembus sinar dan mengandung embrio
dengan empat blastomer. Telur cacing ambang mempunyai ukuran 74
76 x 36 40 m. Ketika dikeluarkan di dalam usus, telur Necator
americanus mengandung satu sel, namun ketika dikeluarkan bersama
feses, telur mengandung 4 8 sel. Dalam waktu beberapa jam setelah

dikeluarkan dari tubuh manusia akan tumbuh menjadi stadium morula


dan kemudian menjadi larva rabditiform (stadium pertama). Terdapat
dua stadium larva, yaitu larva rabditiform yang tidak infektif dan larva
filariform yang infektif. Larva rabditiform bentuknya agak gemuk
dengan panjang sekitar 250 mikron, sedangkan larva filariform yang
bentuknya langsing, panjangnya sekitar 600 mikron (Gandahusada, S.,
dkk., 2003)

(a)
(b)
Gambar 1. (a). Telur Necator americanus (b). Cacing dewasa Necator americanus (Soedarto, 1995)

b. Siklus Hidup
Pada siklus hidup Necator americanus, larva stadium I menetas
dari telur dalam waktu 24-48 jam. Keadaan yang paling baik untuk
cacing ini ialah kelembaban tinggi, teduh, suhu panas (>25C) dan
tanah yang lepas berpasir. Larva stadium I secara aktif makan bahan
organik dan bakteri dalam tanah dan mengalami pergantian kulit 2 kali
yang pertama pada hari ketiga dan sekali pada hari kelima. Larva
stadium III atau larva filariform terbungkus dalam sarung dan tidak
makan, tapi bergerak aktif. Larva stadium III N.americanus dapat
dibedakan dari larva A.duodenale. (Zaman dkk, 1982)

Gambar : Siklus hidup cacing tambang (Necator americanus) (Zaman


dkk, 1988)
Manusia sebagai hospes satu-satunya diinfeksi oleh cacing
tambang (Necator americanus) berawal dari larva filariform adalah
bentuk infektif parasit, yang dapat memulai infeksi dengan cara
menembus kulit. Sesudah masuk ke dalam jaringan, masuk ke
peredaran darah dan kemudian masuk ke paru-paru. Di dalam paruparu, larva tumbuh dan menembus alveolus, masuk ke saluran
pernapasan. Larva kemudian bergerak ke trakea dan tertelan bersama
ludah, masuk ke dalam saluran pencernaan dan melekat pada mukosa
usus halus, kemudian tumbuh menjadi cacing dewasa. Cacing bertina
mulai bertelur 5-7 minggu setelah infeksi. Cacing dewasa dapat hidup
1 sampai 14 tahun. (Zaman dkk, 1982)

c. Patofisiologi dan Gejala Umum


Infeksi ringan cacing ini biasanya ditandai dengan sedikit gejala
atau tanpa gejala sama sekali. Pada infeksi yang berat, kelainan patologi

yang terjadi, disebabkan oleh tiga fase sebagai berikut (Tanaka dkk, 1980;
Beaver dkk, 1984):

Fase cutaneus, yaitu cutaneus larva migrans, berupa efek larva yang
menembus kulit. Larva ini menyebabkan dermatitis yang disebut

Ground itch. Timbul rasa nyeri dan gatal pada tempat penetrasi.
Fase pulmonary, berupa efek yang disebabkan oleh migrasi larva dari
pembuluh darah kapiler ke alveolus. Larva ini menyebabkan batuk

kering, asma yang disertai dengan wheezing dan demam.


Fase intestinal, berupa efek yang disebabkan oleh perlekatan cacing
dewasa pada mukosa usus halus dan pengisapan darah. Cacing ini
dapat mengiritasi usus halus menyebabkan mual, muntah, nyeri perut,
diare, dan feses yang berdarah dan berlendir. Anemia defisiensi besi
dijumpai pada infeksi cacing tambang kronis akibat kehilangan darah
melalui usus akibat dihisap oleh cacing tersebut di mukosa usus.
Jumlah darah yang hilang per hari per satu ekor cacing adalah 0,03 mL
pada infeksi Necator americanus. Jumlah darah yang hilang setiap
harinya adalah 2 mL/1000 telur/gram tinja pada infeksi Necator
americanus. Pada anak, infeksi cacing ini dapat menganggu
pertumbuhan fisik dan mental
Gejala umumnya menderita cacing tambang diantaranya lesu,
tidak bergairah, konsentrasi belajar kurang, pucat, rentan terhadap
penyakit, prestasi kerja menurun, dan anemia merupakan manifestasi
klinis yang sering terjadi. Di samping itu juga terdapat eosinofilia

(Departemen Kesehatan RI, 2006)


d. Diagnosa
Gejala klinis biasanya tidak

spesifik

sehingga

untuk

menegakkan diagnosis infeksi cacing tambang perlu dilakukan


pemeriksaan laboratorium untuk dapat menemukan telur cacing
didalam tinja ataupun menemukan larva cacing tambang di dalam
biakan atau pada tinja yang sudah agak lama. (Natadisastra, 2009)
Pemeriksaan langsung pulasan tinja untuk telur cacing tambang
memberikan

penilaian

kualitatif

infeksi.

Pulasan

tebal

kato

memberikan teknik sederhana untuk penetuan jumlah infeksi, tetapi

karena telur cacing tambang menghilang dalam preparat setelah 1 jam,


pemeriksaan segera pulasan ini merupakan keharusan. Infeksi telur
cacing tambang ringan mungkin memerlukan penggunaan teknik
konsentrasi untuk mendeteksi telur dalam tinja. Teknik zink-sulfat atau
formlineter dapat digunakan. (Behrman, dkk., 2000 )
e. Pengobatan
Pengobatan secara berkala dengan obat antelmintik golongan
benzimidazol pada anak usia sekolah dasar dapat mengurangi dan
menjaga cacing-cacing tersebut berada pada kondisi yang tidak dapat
menimbulkan penyakit (Bundy dkk, 2006). Obat untuk infeksi cacing
tambang

adalah

Pyrantel

pamoate

(Combantrin,

Pyrantin),

Mebendazole (Vermox, Vermina, Vircid), Albendazole. (Departemen


Kesehatan RI, 2006).
Pirantel pamoat 10 mg/kg berat badan memberikan hasil yang
cukup baik, bilamana digunakan beberapa hari berturut-turut.
(Sutanto,. dkk, 2008)
f. Cara Pencegahan dan Pembrantasan
Cara mencegah terinfeksinya cacing tambang dengan cara
menggunakan alas kaki (sandal atau sepatu) karena jika larva pada
stadium III menyentuh kulit manusia antara 2 jari kaki atau dorsum
pedis, melalui folikel rambut, pori pori kulit ataupun kulit yang
rusak, larva secara aktif dapat menembus kulit dan masuk ke dalam
kapiler darah dan terbawa oleh aliran darah, selain itu pencegahan
dapat pula dilakukan dengan menghindari defikasi di sembarang
tempat (Muslim, 2009; Natadisastra, 2009). Selain itu cara
pencegahanya dangan cara menjaga hygiene dan kebersihan sanitasi
(Margono dkk, 1991)
III.

REVIEW
Necator americanus merupakan jenis cacing tambang yang siklus
hidupnya melalui tanah (Soil Transmitted Helminth), biasanya ditemukan
di daerah perkebunan atau pertambangan. Bentuk badan Necator
americanus adalah silindris berwarna putih keabuan menyerupai huruf S.
Telur

Necator americanus berbentuk ovoid dengan kulit yang jernih

dengan dinding tipis yang tembus sinar dan mengandung embrio dengan
empat blastomer.
Manusia sebagai hospes satu-satunya diinfeksi oleh larva filariform
Necator americanus yang memulai infeksi dengan cara menembus kulit
kemudian masuk ke dalam jaringan, masuk ke peredaran darah dan masuk
ke paru-paru. Gejala umum yang ditimbulkan akibat infeksi, yaitu lesu,
tidak bergairah, konsentrasi belajar kurang, pucat, rentan terhadap
penyakit, prestasi kerja menurun, dan anemia merupakan manifestasi
klinis yang sering terjadi, di samping itu juga terdapat eosinofilia.
Penegakkan diagnosa dilakukan melalui pemeriksaan laboratorium
dengan menemukan telur atau larva dalam tinja. Penggobatan dapat
dilakuka dengan obat antelmintik golongan benzimidasol, Pyrantel
pamoat,

Mebendazol,

dan

Albendazol.

Pencegahannya

dengan

menggunakan alas kaki dan menjaga hygiene serta kebersihan sanitasi.

DAFTAR PUSTAKA
Arianto, Koes. 2009. Parasitologi: Berbagai Penyakit yang mempengaruhi
Kesehatan Manusia. Bandung: CV. Yrama Widya.
Behrman RE, Robert MK, Ann MA. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Edisi 15.
Jakarta : EGC.
Brooker S, Clements AC, Bundy DA. Global Epidemiology, Ecology and Control
of Soil-transmitted Helminth Infections. Adv Parasitol. 2006; 62:221-61.
Departemen Kesehatan RI. 2006. Surat Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor:424/MENKES/SK/VI. Pedoman Pengendalian cacing. Jakarta:
Depkes RI

Gandahusada, S., Ilahude H.D., Pribadi W. 1998. Parasitologi Kedokteran. Edisi


ke III. Jakarta : Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Gandahusada, S., Ilahude H.D., Pribadi W. 2003. Parasitologi Kedokteran. Edisi
ke III. Jakarta : Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16639/4/Chapter%20II.pdf
(diunduh Rabu 20 Oktober 2013)
Maryanti . 2006. Hubungan Perilaku Pemakaian Apd dan Kebersihan Diri
Dengan Kejadian Infeksi Cacing Tambang. Surabaya: Pusat Antar
Universitas.
Muslim, H.M. 2009. Parasitologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC
Natadisastra, D., Ridad, A. 2009. Parasitologi Kedokteran : Ditinjau dari Organ
Tubuh yang Diserang. Jakarta:EGC
Safar, R. 2010. Parasitologi Kedokteran. Bandung, CV: Yrama Widya
Sebastin M, Santiago Santi, Control of intestinal helminths in schoolchildren in
Low-Napo, Ecuador: impact of a two-year chemotherapy program, Revista
da Sociedade Brasileira de Medicina Tropical, 2000 Jan - Feb : 33(1):6973
Soedarto. 1995. Nematoda Helmintologi Kedokteran. Jakarta: Gaya Baru
Sumanto, Didik. 2010. Faktor Risiko Infeksi Cacing Tambang pada Anak Sekolah.
Semarang: Pusat Antar Universitas
Supali,T.,Margono, S.S., Alisah,S.N., Abidin. 2008. Parasitologi Kedokteran
.Edisi 4.Jakata: Fakulras Kedokteran Universitas Indonesia
Sutanto, I., Ismid, I. S., Sjarifuddin, P.K., Sungkar, S. 2008. Buku Ajar
Parasitologi Kedokteran. Edisi 4. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
Zaman Viqar, dkk. 1982. Buku Penuntun Parasitologi Kedokteran. Bandung:
Binacipta

Zaman Viqar, dkk. 1982. Buku Penuntun Parasitologi Kedokteran. Bandung:


Binacipta

TUGAS PARASITOLOGI
NECATOR AMERICANUS

Ni Putu Eka Fitri

(1208505013)

Mitsue Oka

(1208505014)

Anak Agung Rias Paramita Dewi

(1208505036)

Ni Luh Ayu Putu Shaine Purnamadewi

(1208505039)

Dewa Ayu Ferianta Sari

(1208505040)
KELOMPOK 7

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2013

Anda mungkin juga menyukai