DEFINISI ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI CACING TAMBANG (Christine Y, Nadya S)
DEFINISI CACING TAMBANG
Necator americanus dan Ancylostoma duodenale adalah dua spesies cacing tambang yang dewasa di manusia. Habitatnya ada di rongga usus halus. Cacing betina menghasilkan 9.000-10.000 butir telur sehari. Cacing betina mempunyai panjang sekitar 1 cm, cacing jantan kira-kira 0,8 cm, cacing dewasa berbentuk seperti huruf S atau C dan di dalam mulutnya ada sepasang gigi. Daur hidup cacing tambang telur cacing akan keluar bersama tinja, setelah 1-1,5 hari dalam tanah, telur tersebut menetas menjadi larva rabditiform. Dalam waktu sekitar 3 hari larva tumbuh menjadi larva filariform yang dapat menembus kulit dan dapat bertahan hidup 7-8 minggu di tanah. Telur cacing tambang yang besarnya kira-kira 60x40 mikron, berbentuk bujur dan mempunyai dinding tipis. Di dalamnya terdapat beberapa sel, larva rabditiform panjangnya kurang lebih 250 mikron, sedangkan larva filriform panjangnya kurang lebih 600 mikron. Setelah menembus kulit, larva ikut aliran darah ke jantung terus ke paruparu. Di paru larvanya menembus pembuluh darah masuk ke bronchus lalu ke trachea dan laring. Dari laring, larva ikut tertelan dan masuk ke dalam usus halus dan menjadi cacing dewasa. Infeksi terjadi bila larva filariform menembus kulit atau ikut tertelan bersama makanan (Menteri Kesehatan , 2006). Penyakit yang disebabkan oleh cacing tambang banyak menyerang daerah tropis subtropis. Endemitas tergantung dari kondisi larva dan lingkungan seperti daerah agraris dengan derajat kelembaban dan suhu yang sesuai bagi perkembangan telur cacing larva. . ETIOLOGI Terdapat 3 species cacing tambang yang menyebabkan penyakit, yaitu necator americanus, ancylostoma duodenale dan ancylostoma ceylonicum. Dua species yang pertama banyak ditemukan di Asia dan Afrika. N. Americanus yang paling banyak ditemukan di indonesia dari pda species yang lainnya. Infeksi Cacing Tambang disebabkan oleh cacing gelang usus, baik Ancylostoma duodenale maupun Necator americanus. Infeksi paling sering ditemukan di daerah yang hangat dan lembab, dengan tingkat kebersihan yang buruk EPIDEMIOLOGI
Insiden ankilostomiasis di Indonesia sering ditemukan pada
penduduk yang bertempat tinggal di perkebunan atau pertambangan. Cacing ini menghisap darah hanya sedikit namun luka-luka gigitan yang berdarah akan berlangsung lama, setelah gigitan dilepaskan dapat menyebabkan anemia yang lebih berat. Kebiasaan buang air besar di tanah dan pemakaian tinja sebagai pupuk kebun sangat penting dalam penyebaran infeksi penyakit ini (Gandahusada, 2000). Tanah yang baik untuk pertumbuhan larva adalah tanah gembur (pasir, humus) dengan suhu optimum 32C-38C. Untuk menghindari infeksi dapat dicegah dengan memakai sandal atau sepatu bila keluar rumah.