Anda di halaman 1dari 7

A.

Pengertian Ascariasis
Ascariasis adalah infeksi kecacingan yang disebabkan oleh cacing Ascaris lumbricoides.
Ascariasis sendiri termasuk penyakit cacing yang paling besar prevalensinya diantara penyakit
cacing lainnya yang menginfeksi tubuh manusia. Manusia merupakan satu-satunya hospes untuk
A.lumbricoides (Yamaguchi, 1981; Sutanto dkk, 2008). Cacing A.lumbricoides merupakan
golongan nematoda. Nematoda berasal dari kata nematos yang berarti benang dan oidos yang
berarti bentuk, sehingga cacing ini sering disebut cacing gilik ataupun cacing gelang. Nematoda
itu sendiri dibagi menjadi 2 jenis yakni nematoda usus dan nematoda jaringan. Manusia
merupakan hospes untuk beberapa nematoda usus yang dapat menimbulkan masalah kesehatan
masyarakat di Indonesia (Sutanto dkk, 2008). Diantara nematoda usus yang ada terdapat
beberapa spesies yang membutuhkan tanah untuk pematangannya dari bentuk non infektif
menjadi bentuk infektif yang disebut Soil Transmitted Helminths (STH) (Natadisastra, 2012).
Cacing yang termasuk golongan STH adalah A.lumbricoides, Trichuris trichiura, Ancylostoma
duodenale, Necator americanus, Strongyloides stercoralis, dan beberapa spesies Trichostrongylus
(Sutanto dkk, 2008).
Taksonomi A. lumbricoides (Jefrey, 1983)
Phylum : Nemathelminthes
Sub phylum : Ascaridoidea
Ordo : Ascaridida
Family : Ascaridae
Genus : Ascaris
Spesies : Ascaris lumbricoides

B. Patofisiologi
Ascariasis lumbricoides adalah nematoda terbesar yang umumnya menginfeksi manusia.
Cacing dewasa berwarna putih atau kuning sepanjang 15-35 cm dan hidup selama 10-24 bulan di
jejunum dan bagian tengah ileum.
Gambar 2. Daur kehidupan Cacing Ascaris lumbricoides
1. Cacing betina menghasilkan 240.000 telur setiap hari yang akan terbawa bersama tinja.
2. Telur fertil jika jatuh pada kondisi tanah yang sesuai, dalam waktu 5-10 hari telur tersebut
dapat menginfeksi manusia.
3. Telur dapat bertahan hidup di dalam tanah selama 17 bulan. Infeksi umumnya terjadi melalui
kontaminasi tanah pada tangan atau makanan.
4. Kemudian masuk pada usus dan akan menetas pada usus kecil (deudenum).
5. Pada tahap kedua larva akan melewati dinding usus dan akan berpindah melalui sistem portal
menuju hepar (4d) dan kemudian paru.
6. Infeksi yang berat dapat di ikuti pneumonia dan eosinifilia. Larva kemudian dibatukkan dan
tertelan kembali menuju jejunum.
7. Diperlukan waktu 65 hari untuk menjadi cacing dewasa.

C. Epidemiologi Ascariasis

A. lumbricoides merupakan jenis cacing terbanyak yang menyebabkan infeksi pada


manusia. Angka kejadian infeksi A.lumbricoides ini cukup tinggi di negara berkembang
seperti Indonesia dibandingkan dengan negara maju (Rampengan, 2005). Tingginya angka
kejadian Ascariasis ini terutama disebabkan oleh karena banyaknya telur disertai dengan daya
tahan larva cacing pada keadaan tanah kondusif. Parasit ini lebih banyak ditemukan pada
tanah liat dengan kelembaban tinggi dan suhu 25°- 30°C sehingga sangat baik untuk
menunjang perkembangan telur cacing A.lumbricoides tersebut (Sutanto dkk, 2008). Telur A.
lumbricoides mudah mati pada suhu diatas 40° C sedangkan dalam suhu dingin tidak
mempengaruhinya (Rampengan, 2005). Telur cacing tersebut tahan terhadap desinfektan dan
rendaman yang bersifat sementara pada berbagai bahan kimiawi keras (Brown dkk, 1994).
Infeksi A. lumbricoides dapat terjadi pada semua usia, namun cacing ini terutama menyerang
anak usia 5-9 tahun dengan frekuensi kejadian sama antara laki-laki dan perempuan
(Natadisastra, 2012). Bayi yang menderita Ascariasis kemungkinan terinfeksi telur Ascariasis
dari tangan ibunya yang telah tercemar oleh larva infektif . Prevalensi A. lumbricoides
ditemukan tinggi di beberapa pulau 8 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas di Indonesia
yaitu di pulau Sumatera (78%), Kalimantan (79%), Sulawesi (88%), Nusa Tenggara Barat
(92%), dan Jawa Barat (90%) (Sutanto, 2008).

D. Morfologi

Secara umum dapat dilihat bahwa cacing A. lumbricoides berwarna merah berbentuk silinder.
Cacing jantan lebih kecil ukurannya daripada cacing betina. Pada stadium dewasa, cacing ini akan hidup
dan berkembang didalam rongga usus kecil (Sutanto dkk, 2008).

Gambar 2.1 Cacing A. lumbricoides betina dan jantan Dikutip : Atlas Berwarna Parasitologi Klinik
(Yamaghuci, 1981) Cacing jantan berukuran 15-25 cm x 3 mm disertai ujung posteriornya yang
melengkung ke arah ventral dan diikuti adanya penonjolan spikula yang berukuran sekitar 2 mm. Selain
itu, di bagian ujung posterior cacing juga terdapat banyak papil-papil kecil (Soedarto, 2009). Cacing
betina berukuran 25-35 cm x 4 mm dengan ujung posteriornya yang lurus. Cacing ini memiliki 3 buah
bibir, masing-masing satu dibagian dorsal dan dua lagi dibagian ventrolateral (Satoskar, 2009). Cacing
dewasa hidup dalam jangka waktu ±10 – 24 bulan . Cacing dewasa dilindungi oleh pembungkus keras
yang kaya akan kolagen dan lipid serta menghasilkan enzim protease inhibitor yang berfungsi untuk
melindungi cacing 9 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas agar tidak tercerna di sistem pencernaan
manusia (Satoskar, 2009). Cacing ini juga memiliki sel-sel otot somatik yang besar dan memanjang
sehingga mampu mempertahankan posisinya di dalam usus kecil. Jika otot somatik tersebut lumpuh
oleh obat cacing, maka cacing akan mudah keluar melalui anus karena gerakan peristaltic di usus
(Zaman, 2008). Cacing betina mampu bertahan hidup selama 1- 2 tahun dan memproduksi 26 juta telur
selama hidupnya dengan 100.000 – 200.000 butir telur per hari yang terdiri dari telur yang telah dibuahi
(fertilized), yang tidak dibuahi (unfertilized), maupun telur dekortikasi (Brown dkk, 1994). Telur
dekortikasi adalah telur A.lumbricoides yang telah dibuahi tapi kehilangan lapisan albuminoid
(Natadisastra, 2012). Gambar 2.2 Telur cacing A. lumbricoidesfertilized dan unfertilized Dikutip : Buku
Medical Parasitology (Satoskar, 2009) Telur yang telah dibuahi berbentuk bulat atau oval dengan
permukaaan tidak teratur, memiliki lapisan yang tebal, dan berwarna kuning kecoklatan dengan ukuran
60 - 45µm. Pada telur ini, terdapat lapisan tebal albumin dan lapisan dalamnya yang terdapat selubung
vitelin tipis namun cukup kuat. Kedua lapisan tersebut berfungsi sebagai pelindung terhadap situasi
lingkungan yang 10 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas tidak sesuai sehingga telur dapat bertahan
hidup di tanah sampai dengan berbulanbulan bahkan bertahun-tahun (Widoyono, 2011). Telur yang
telah dibuahi ini berisikan embrio regular yang tidak bersegmen. Dalam lingkungan yang sesuai yakni di
tanah liat, dengan kelembaban tinggi, dan suhu yang sesuai, dapat terjadi pematangan telur atau larva
dari bentuk yang tidak infektif menjadi infektif (Natadisastra, 2012). Kedua kutub pada telur ini juga
terdapat rongga yang tampak sebagai daerah yang terang berbentuk bulan sabit (Soedarto, 2009). Telur
yang tidak dibuahi adalah telur yang dihasilkan oleh cacing betina yang tidak subur ataupun terlalu cepat
dikeluarkan oleh cacing betina yang subur, telur tersebut berbentuk memanjang, terkadang segitiga
dengan lapisan yang tipis dan berwarna coklat, lalu berukuran 90–40 πm (Natadisasta, 2012). Telur yang
berwarna kecoklatan ini akibat pengaruh dari pigmen empedu di saluran cerna dan tidak terdapatnya
rongga udara (Zaman, 2008).

D. Gejala Ascariasis
Ascariasis umumnya tidak menimbulkan gejala apa pun. Akan tetapi, sebagian orang yang
terinfeksi cacing gelang mengalami sejumlah gejala, yang terbagi dalam dua tahapan, yaitu:
Gejala tahap awal
Tahap awal adalah fase ketika larva cacing berpindah dari usus ke paru-paru. Fase ini terjadi
4-16 hari setelah telur cacing masuk ke tubuh. Gejala yang muncul pada tahap ini, antara lain:

 Demam tinggi
 Batuk kering
 Sesak napas
 Mengi

Gejala tahap lanjut


Tahap ini terjadi ketika larva cacing berjalan ke tenggorokan dan kembali tertelan ke
usus, serta berkembang biak. Fase ini berlangsung 6-8 minggu pasca telur masuk ke dalam
tubuh. Pada umumnya gejala tahap ini meliputi sakit perut, diare, terdapat darah pada tinja, serta
mual dan muntah.
Gejala di atas akan semakin memburuk bila jumlah cacing di dalam usus semakin
banyak. Selain merasakan sejumlah gejala tersebut, penderita juga akan mengalami sakit perut
hebat, berat badan turun tanpa sebab, dan terasa seperti ada benjolan di tenggorokan. Selain itu,
cacing dapat keluar dari tubuh melalui muntah, saat buang air besar, atau melalui lubang hidung.

D. Penyebab Ascariasis
Ascariasis terjadi bila telur cacing Ascaris lumbricoides masuk ke dalam tubuh. Telur cacing
tersebut dapat ditemukan di tanah yang terkontaminasi oleh tinja manusia. Oleh karena itu,
bahan makanan yang tumbuh di tanah tersebut, dapat menjadi penyebab ascariasis.
Telur yang masuk ke dalam tubuh akan menetas di usus dan menjadi larva. Kemudian, larva
akan masuk ke paru-paru melalui aliran darah atau aliran getah bening. Setelah berkembang di
paru-paru selama satu minggu, larva akan menuju ke tenggorokan. Pada tahap ini, penderita akan
batuk sehingga larva tersebut keluar, atau bisa juga larva kembali tertelan dan kembali ke usus.
Larva yang kembali ke usus akan tumbuh menjadi cacing jantan dan betina, serta
berkembang biak. Cacing betina dapat tumbuh sepanjang 40 cm, dengan diameter 6 mm, dan
dapat menghasilkan 200.000 telur cacing per hari.
Cacing ascariasis dapat hidup di dalam tubuh hingga 1-2 tahun. Bila tidak diobati, siklus di
atas akan terus berlanjut. Sebagian telur akan keluar melalui feses dan mengkontaminasi tanah.
Sedangkan sebagian telur lain akan menetas, berkembang, dan berpindah ke paru-paru. Seluruh
siklus tersebut dapat berlangsung sekitar 2-3 bulan.
E. Cara penularan
Penularan Ascariasis dapat terjadi melalui bebrapa jalan yaitu masuknya telur yanginfektif
kedalammulut bersama makanan atau minuman yang tercemar, tertelan telur melalui tangan yang
kotor dan terhirupnya telur infektif bersama debu udaradimana telur infektif tersebut akan
menetas pada saluran pernapasan bagian atas, untukkemudian menembus pembuluh darah dan
memasuki aliran darah

F. Aspek klinik
Kelaianan-kelainan yang terjadi pada tubuh penderita terjadi akibat pengaruh migrasi larva
dan adanya cacing dewasa. Pada umumnya orang yang kena infeksi tidak menunjukkan gejala,
tetapi dengan jumlah cacing yang cukup besar (hyperinfeksi) terutama pada anak-anak akan
menimbulkan kekurangan gizi, selain itu cacing itu sendiri dapat mengeluarkan cairantubuh yang
menimbulkan reaksi toksik sehingga terjadi gejala seperti demam typhoid yangdisertai dengan
tanda alergi seperti urtikaria, odema diwajah, konjungtivitis dan iritasi pernapasan bagian atas.
Cacing dewasa dapat pula menimbulkan berbagai akibat mekanik seperti obstruksiusus,
perforasi ulkus diusus. Oleh karena adanya migrasi cacing ke organ-organ misalnya kelambung,
oesophagus, mulut, hidung dan bronkus dapat menyumbat pernapasan penderita.Ada kalanya
askariasis menimbulkan manifestasi berat dan gawat dalam beberapa keadaansebagai berikut :1.
Bila sejumlah besar cacing menggumpal menjadi suatu bolus yang menyumbat ronggausus dan
menyebabkan gejala abdomen akut.2. Pada migrasi ektopik dapat menyebabkan masuknya
cacing kedalam apendiks, saluranempedu (duktus choledocus) dan ductus pankreatikus.
Bila cacing masuk ke dalam saluran empedu, terjadi kolik yang berat disusul kolangitis
supuratif dan abses multiple. Peradangan terjadi karena desintegrasi cacing yang terjebak dan
infeksi sekunder. Desintegrasi betina menyebabkan dilepaskannya telur dalam jumlah yang besar
yang dapat dikenali dalam pemeriksaan histologi.Untuk menegakkan diagnosis pasti harus
ditemukan cacing dewasa dalam tinja ataumuntahan penderita dan telur cacing dengan bentuk
yang khas dapat dijumpai dalam tinjaatau didalam cairan empedu penderita melalui pemeriksaan
mikroskopik (Soedarto, 1991)

G. Faktor Risiko Ascariasis


Terdapat sejumlah faktor yang dapat meningkatkan risiko penularan parasit ini, di antaranya:

 Iklim yang hangat. Ascariasis tumbuh di wilayah dengan suhu yang hangat sepanjang
tahun.
 Kondisi lingkungan. Ascariasis banyak berkembang di tempat yang kebersihannya tidak
terjaga, terutama di daerah yang memanfaatkan feses manusia sebagai pupuk. Selain itu,
ascariasis juga umum terjadi pada wilayah dengan tingkat kemiskinan yang tinggi, padat
penduduk, minim akses kebersihan, dan wilayah dengan populasi anak di bawah usia 5
tahun yang tinggi.
 Usia. Pasien usia 10 tahun ke bawah lebih rentan terserang ascariasis.

H. Diagnosis Ascariasis
Untuk mendiagnosis ascariasis, dokter akan melakukan pemeriksaan feses atau tinja pasien.
Pemeriksaan ini akan membantu dokter mengetahui ada atau tidaknya telur cacing pada tinja
pasien. Meski demikian, telur cacing baru dapat terlihat pada tinja 40 hari setelah infeksi. Pada
penderita yang hanya terinfeksi cacing jantan, telur cacing tidak akan ditemukan pada feses.
Dokter juga dapat menjalankan tes darah untuk melihat apakah ada kenaikan
kadar eosinophil, salah satu jenis sel darah putih. Akan tetapi, tes darah tidak bisa memastikan
infeksi ascariasis, karena kenaikan kadar eosinophil juga dapat disebabkan oleh kondisi medis
lain.
Selain dua tes di atas, dokter juga dapat menjalankan tes pencitraan seperti:

 Foto Rontgen. Melalui pemeriksaan foto Rontgen, dokter dapat mengetahui apakah ada
cacing di usus. Rontgen juga dapat dilakukan guna melihat kemungkinan adanya larva di
paru-paru.
 USG. USG dapat menunjukkan pada dokter bila ada cacing di pankreas atau hati.
 CT scan atau MRI. Dua metode pemeriksaan ini berguna untuk melihat apakah cacing
menyumbat saluran hati atau pankreas.

I. Pengobatan Ascariasis
Pada sebagian kasus, ascariasis dapat sembuh dengan sendirinya. Meskipun demikian,
disarankan Anda segera ke dokter bila mengalami gejala ascariasis. Dokter akan meresepkan
obat cacing, seperti:

 Mebendazole. Mebendazole diresepkan pada pasien usia 1 tahun ke atas, dengan dosis 2
kali sehari untuk 3 hari. Sejumlah efek samping yang dapat muncul akibat penggunaan
obat ini meliputi diare, ruam kulit, dan sering buang angin.
 Piperazine. Piperazine diresepkan pada bayi usia 3-11 bulan, dengan 1 dosis tunggal.
Efek samping obat ini antara lain sakit perut, diare, mual, muntah, dan kolik.
 Albendazole. Obat ini dianjurkan untuk dikonsumsi 2 kali sehari. Sakit perut, mual,
muntah, pusing, serta ruam kulit adalah beberapa efek samping yang dapat dialami
setelah meminum albendazole.

Pada ascariasis berat, jumlah cacing di usus sampai menyebabkan usus dan saluran empedu
tersumbat. Dalam kondisi tersebut, dokter akan menjalankan operasi, untuk membuang cacing
dari dalam usus, dan memperbaiki kerusakan usus pasien.

J. Pencegahan Ascariasis
Infeksi ascariasis dapat dicegah dengan menjaga kebersihan. Sejumlah cara sederhana untuk
mencegah ascariasis adalah:

 Selalu mencuci tangan dengan air bersih dan sabun tiap sebelum makan, sebelum
memasak dan menyediakan makanan, setelah buang air besar, dan setelah menyentuh
tanah.
 Cuci buah dan sayuran hingga bersih sebelum dikonsumsi.
 Pastikan masakan benar-benar matang sebelum dikonsumsi.
 Usahakan hanya minum air dalam kemasan yang masih disegel ketika bepergian. Jika
tidak tersedia, masaklah air hingga mendidih sebelum meminumnya.

Daftar Pustaka

Soegijanto, Soegeng.2005.Kumpulan Makalah Penyakit Tropis Dan Infeksi Di Indonesia


Jilid 4. Surabaya: Airlangga University Press

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2002. Buku
Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 2.Jakarta :Percetakan Info Medika Jakarta

Anda mungkin juga menyukai