Anda di halaman 1dari 22

PENGARUH PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG HAND HYGIENE

DAN PERILAKUNYA TERHADAP MUNCULNYA PENYAKIT DIARE DI DESA


TUMBANG MIWAN

Dosen Pengampu : Dr. Bandi, SE., M.Si., Ak.

Disusun oleh :

Destinady Kadiser Miden (S021702040)

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS PASCASARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2017
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan

Hand hygiene merupakan tindakan sederhana dengan mencuci tangan yang


terbukti dapat mencegah penyakit. Akan tetapi, tindakan sederhana ini seringkali
tidak dihiraukan oleh masyakat. Padahal ketidakpatuhan dalam mencuci tangan
berdampak besar pada kesehatan manusia. Hal ini dapat menyebabkan munculnya
beberapa penyakit seperti diare, infeksi saluran penapasan, pneumonia, infeksi
cacing, infeksi mata, dan infeksi kulit. Umumnya penyakit tersebut terjadi pada
anak-anak dan seringkali dianggap remeh oleh masyarakat. Menurut Kemenkes
(2014), diare merupakan penyakit kedua penyebab kematian, sedangkan infeksi
saluran pernapasan adalah penyebab utama kematian pada anak balita. Penyakit
tersebut disebabkan kuman/ bakteri yang menempel pada tangan yang kotor dan
terkontaminasi kuman. Tindakan hand hygiene mampu mengurangi kuman/ bakteri
yang menempel di tangan sehingga dapat mengurangi prevalensi munculnya
penyakit tersebut.

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui hubungan


ketidakpatuhan dengan kejadian penyakit-penyakit fisik seperti diare dan infeksi
cacing/ kecacingan. Penelitian yang dilakukan Mutoharoh (2013) menemukan
adanya hubungan antara tindak hand hygiene dengan infeksi cacing. Siswa yang
tidak patuh dalam tindak hand hygiene atau mencuci tangan lebih mengalami
kejadian infeksi cacing atau cacingan daripada siswa yang melakukan cuci tangan.
Penelitian lain menyebutkan, ketidakpatuhan dalam mencuci tangan berhubungan
dengan kejadian diare yang dialami anak usia 0-5 tahun. Keluarga yang memiliki
kebiasaan tidak mencuci tangan dapat meningkatkan risiko balita terkena diare
sebesar 7 kali lebih besar dibanding keluarga yang memiliki kebiasaan mencuci
tangan (Ismail, 2009).

Mencuci tangan memakai sabun sangat penting sebagai salah satu


mencegah terjadinya diare, kebiasaan mencuci tangan diterapkan setelah buang air
besar, setelah menceboki bayi dan balita, sebelum makan serta sebelum
menyiapkan makanan. Masyarakat akan mampu meningkatkan pengetahuan hidup
sehat dimanapun mereka berada jika mereka sadar, termotivasi dan di dukungan
dengan adanya informasi serta sarana dan prasarana kesehatan. Masyarakat hanya
mengetahui penyakit menular pada penyakit tertentu saja sedangkan untuk penyakit
dalam atau penyakit infeksilainya masih kurang sehingga kesadaran untuk
masyarakat dalam menjaga hidup sehat, dan menjaga dirinya dari bahaya penyakit
menular terbatas pada apa yang mereka ketahui saja. Mencuci tangan merupakan
metode tertua, sederhana dan paling konsisten untuk pencegahan dan pengontrolan
penularan infeksi (Perry & Potter 2005).

Tangan merupakan bagian tubuh yang lembab yang paling sering berkontak
dengan kuman yang menyebabkan penyakit dan menyebarnya. Cara terbaik untuk
mencegahnya adalah dengan membiasakan mencuci tangan dengan memakai sabun
(Kamarudin, 2009 dalam Mirzal ). Berdasarkan kajian WHO cuci tangan
menggunakan sabun dapat mengurangi angka kejadian diare sebesar 47%
(Darmiatun, 2008 dalam Sari).

Dengan memberikan penyuluhan tentang cuci tangan diharapkan penyakit


menular tersebut bisa berkurang risiko penularannya melalui tangan dengan cara
mencuci tangan dengan bersih.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti, angka kejadian


diare di Desa Tumbang Miwan cukup tinggi. Pada tahun 2015 tercatat sebanyak
100 orang yang mengalami diare dan pada tahun 2016 tercatat sebanyak 137 orang
yang mengalami diare. Dari latar belakang peningkatan kasus diare di Desa
Tumbang Miwan ini, peneliti tertarik untuk mengkaji lebih lanjut tentang pengaruh
pengetahuan masyarakat tentang hand hygiene dan penerapannya terhadap
munculnya penyakit diare di Desa Tumbang Miwan.

1.2 Perumusan Masalah

Diare merupakan penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan


masyarakat di negara berkembang termasuk Indonesia. Berdasarkan pola penyebab
kematian semua umur, diare merupakan penyebab kematian peringkat ke-13
dengan proporsi 3,5%. Sedangkan berdasarkan penyakit menular, diare merupakan
penyebab kematian peringkat ke-3 setelah Tuberculosis dan Pneumonia. Dari hasil
studi pendahuluan yang dilakukan peneliti, didapatkan bahwa terjadi peningkatan
kasus diare di Desa Tumbang Miwan yang pada tahun 2015 tercatat sebanyak 100
orang menderita diare dan meningkat pada tahun 2016 menjadi 137 orang.

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka peneliti menyusun pertanyaan


penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana gambaran informasi tentang perilaku hand hygiene atau


cuci tangan pada masyarakat Desa Tumbang Miwan?
2. Bagaimana gambaran pengetahuan tentang hand hygiene pada
masyarakat Desa Tumbang Miwan?
3. Bagaimana gambaran kejadian diare di masyarakat Desa Tumbang
Miwan?
4. Apakah ada hubungan perilaku hand hygiene terhadap kejadian diare
pada masyarakat Desa Tumbang Miwan?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan perilaku cuci tangan terhadap kejadian diare
pada masyarakat Desa Tumbang Miwan.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi gambaran informasi tentang perilaku hand hygiene
atau cuci tangan pada masyarakat Desa Tumbang Miwan
b. Mengidentifikasi gambaran pengetahuan tentang hand hygiene pada
masyarakat Desa Tumbang Miwan
c. Mengidentifikasi gambaran kejadian diare di masyarakat Desa
Tumbang Miwan
d. Mengidentifikasi hubungan perilaku hand hygiene terhadap kejadian
diare pada masyarakat Desa Tumbang Miwan
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi Profesi Keperawatan
Sebagai informasi tambahan untuk pengembangan program pembelajaran
keperawatan komunitas.
2. Bagi Masyarakat Desa Tumbang Miwan
Informasi yang diperoleh dapat menjadi masukan bagi aparat desa tentang
kejadian diare pada masyarakat serta sebagai acuan untuk evaluasi dan
perencanaan program yang berkaitan dengan perilaku mencuci tangan.
3. Bagi Pelayanan Kesehatan Puskesmas
Informasi yang diperoleh dapat memberi masukan bagi pelayanan
kesehatan untuk memberikan gambaran di masyarakat terkait dengan
kejadian diare. Dapat memberikan penyuluhan di masyarakat tentang
PHBS.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini bisa dijadikan sebagai informasi atau bahan rujukan
untuk penelitian selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

2.1 Pengertian Diare


Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan
konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih
sering (biasanya tiga kali atau lebih) dalam satu hari (Depkes RI, 2011). Sedangkan
menurut Wong (2008), diare merupakan gejala yang terjadi karena kelainan yang
melibatkan fungsi pencernaan, penyerapan dan sekresi. Diare disebabkan oleh
transportasi air dan elektrolit yang abnormal dalam usus. Diare merupakan suatu
keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti biasanya, ditandai
dengan peningkatan volume, keenceran, serta frekuensi lebih dari tiga kali sehari
(Hidayat, 2006).

2.2 Etiologi Diare

Menurut Setyowati dan Hurhaeni dalam Hidayat (2006), faktor penyebab


diare dibedakan atas:

a. Faktor infeksi
1. Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan
penyebab utama diare pada anak. Infeksi enteral ini meliputi :
 Infeksi bakteri : Vibrio, E.Coli, Salmonella, Shigella
 Infeksi virus : Enterovirus, Adenovirus, Rotavirus
 Infeksi parasit : Cacing, Protozoa, Jamur
2. Infeksi parental yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar pencernaan,
seperti Otitis Media Akut (OMA), Tonsilofaringitis, Bronkopneumonia,
Ensefalitis dsb. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak
berumur dibawah 2 tahun.
b. Faktor malabsorbsi
1. Malabsorbsi karbohidrat : Disakarida dan Monosakarida. Pada bayi dan
anak yang terpenting dan tersering ialah intoleransi laktosa
2. Malabsorbsi lemak
3. Malabsorbsi protein
c. Faktor makanan: makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan
d. Faktor psikologis: rasa takut dan cemas walaupun jarang dapat
menimbulkan diare terutama pada anak yang lebih besar.

Penyebab yang sering ditemukan di lapangan ataupun secara klinis adalah


diare yang disebabkan infeksi dan keracunan (Depkes RI, 2011).

2.3.Cara Penularan dan Faktor Risiko

Menurut Subagyo B dan Nurtjahjo BS (2010), cara penularan diare melalui


cara faecal-oral yaitu melalui makanan atau minuman yang tercemar kuman atau
kontak langsung tangan penderita atau tidak langsung melalui lalat (melalui 5F =
faeces, flies, food, fluid, finger). Berdasarkan penelitian Budi (2006), faktor-faktor
yang mempengaruhi kejadian diare pada anak adalah sebagai berikut:

a. Sumber Air
Didapatkan ada hubungan yang signifikan antara sumber air dengan
kejadian diare. Penyakit seperti diare, disentri, dan paratipus dapat
dipengaruhi oleh sumber air. Penggunaaan air minum dari sumber air
yang tercemar, dapat menyebarkan banyak penyakit salah satunya diare.
Dan jika pipa air minum dan persediaan air kita disambung kurang
benar, berarti kita membuka diri sendiri terhadap banyak penyakit
seperti diare, disentri, paratipus dan lain sebagainya. Masyarakat dapat
mengurangi resiko terhadap serangan diare yaitu dengan menggunakan
air bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai dari
sumbernya sampai penyimpanan di rumah.
b. Jamban
Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya
penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan
resiko terhadap penyakit diare. Jamban yang baik sebaiknya berjauhan
dengan sumber air minum, paling sedikit 10 meter.
c. Kebiasaan Jajan
Kebiasaan jajan anak usia sekolah dasar sangat berpengaruh pada
penyakit diare. Demikian pula dengan anak jalanan yang sebagian besar
berusia usia sekolah dasar. Mereka lebih sering jajan berupa es atau kue-
kue. Tidak banyak anak yang memperoleh kesempatan mempunyai
uang saku yang banyak, karena itulah mereka cenderung memilih jenis
jajanan yang murah, biasanya makin rendah harga suatu barang atau
jajanan makin rendah pula kualitasnya. Hal ini berakibat digunakannya
bahan-bahan makanan yang kurang baik dan biasanya sudah tercemar
oleh kuman. Itulah sebabnya anak-anak yang telah mulai suka jajan
sering terkena penyakit diare.
d. Kebiasaan Cuci Tangan Sebelum Makan
Perilaku cuci tangan yang buruk berhubungan erat dengan peningkatan
kejadian diare dan penyakit yang lain. Perilaku cuci tangan yang baik
dapat menghindarkan diri dari diare. Apabila kita selalu mencuci tangan,
kondisi tangan kita selalu bersih, sehingga dalam melakukan aktivitas
terutama makan tangan yang kita gunakan selalu bersih sehingga tidak
ada kuman yang masuk ke dalam tubuh.

2.4 Jenis dan Klasifikasi Diare

Menurut Depkes RI (2011), jenis diare ada dua, yaitu diare akut, diare
persisten atau diare kronik. Diare akut adalah diare yang berlangsung
kurang dari 14 hari, sementara diare persisten atau diare kronis adalah diare
yang berlangsung lebih dari 14 hari. Menurut Hidayat (2005), klasifikasi
diare dapat dikelompokkan menjadi lima yaitu:

a. Diare Dehidrasi Berat : Diare dehidrasi berat jika terdapat tanda sebagai
berikut letargis atau mengantuk atau tidak sadar, mata cekung, serta turgor
kulit jelek.
b. Diare Dehidrasi Sedang atau Ringan : Diare ini mempunyai tanda seperti
gelisah atau rewel, mata cekung, serta turgor kulit jelek.
c. Diare Tanpa Dehidrasi : Diare tanpa dehidrasi jika hanya ada salah satu
tanda pada dehidrasi berat atau ringan.
d. Diare Persisten : Diare persisten apabila terjadi diare sudah lebih dari 14
hari.
e. Disentri : Apabila diare disertai darah pada tinja dan tidak ada tanda
gangguan saluran pencernaan.

2.5 Komplikasi Diare

Menurut IDAI (2010), komplikasi dari diare dapat menyebabkan:

a. Gangguang elektrolit
1. Hipernatremia  edema otak
2. Hiponatremia sering terjadi pada anak dengan shigellosis dan pada anak
malnutrisi berat edema
3. Hiperkalemia
4. Hipokalemia  kelemahan otot, paralitik ileus, gangguan fungsi ginjal
dan aritmia jantung
b. Kegagalan upaya rehidrasi oral, misalnya pengeluaran tinja cair yang sering
dengan volume yang banyak, muntah yang menetap, tidak dapat minum,
kembung dan ileus paralitik serta malabsorbsi glukosa
c. Kejang, biasanya pada anak yang mengalami dehidrasi

2.6 Cuci Tangan


A. Konsep Cuci Tangan

Cuci tangan merupakan tindakan pencegahan dan penanggulangan


penyakit yang menjadi program perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di
Sekolah (Kemenkes RI, 2011). PHBS merupakan perilaku yang dipraktikkan
oleh peserta didik, guru dan masyarakat lingkungan sekolah atas dasar
kesadaran sebagai hasil pembelajaran. Sehingga secara mandiri mampu
mencegah penyakit, meningkatkan kesehatannya, serta berperan aktif dalam
mewujudkan lingkungan sehat.

B. Pengertian Cuci Tangan

Cuci tangan adalah salah satu bentuk kebersihan diri yang penting.
Selain itu mencuci tangan juga dapat diartikan menggosok dengan sabun secara
bersama seluruh kulit permukaan tangan dengan kuat dan ringkas yang
kemudian dibilas di bawah air yang mengalir (Potter, 2005) Menurut Garner
dan Fayero (1986) dalam Potter dan Perry (2005), mencuci tangan paling sedikit
10-15 detik akan memusnahkan mikroorganisme transient paling banyak dari
kulit, jika tangan tampak kotor, dibutuhkan waktu yang lebih lama.

Menurut Depkes (2009), cuci tangan pakai sabun adalah salah satu
tindakan sanitasi dengan membersihkan tangan dan jari jemari menggunakan
air dan sabun oleh manusia untuk menjadi bersih dan memutuskan mata rantai
kuman. Mencuci tangan dengan sabun dikenal juga sebagai salah satu upaya
pencegahan penyakit. Mencuci tangan dengan air saja tidak cukup. Penggunaan
sabun selain membantu singkatnya waktu cuci tangan, dengan menggosok
jemari dengan sabun menghilangkan kuman yang tidak tampak minyak/ lemak/
kotoran di permukaan kulit, serta meninggalkan bau wangi. Perpaduan
kebersihan, bau wangi dan perasaan segar merupakan hal positif yang diperoleh
setelah menggunakan sabun.

Cuci tangan pakai sabun (CPTS) merupakan kebiasaan yang bermanfaat


untuk membersihkan tangan dari kotoran dan membunuh kuman penyebab
penyakit yang merugikan kesehatan. Mencuci tangan yang baik membutuhkan
beberapa peralatan berikut : sabun antiseptic, air bersih, dan handuk atau lap
tangan bersih. Untuk hasil maksimal disarankan untuk mencuci tangan selama
20-30 detik (PHBS-UNPAD, 2010). Menurut WHO (2005) dalam Depkes RI
(2006), terdapat 2 teknik mencuci tangan, yaitu mencuci tangan dengan sabun
dan mencuci tangan dengan larutan berbahan dasar alcohol.
C. Waktu yang Tepat Untuk Cuci Tangan

Menurut Depkes (2011), waktu yang tepat untuk cuci tangan pakai
sabun adalah:

a. Sebelum dan setelah makan


b. Sebelum memegang makanan
c. Sebelum melakukan kegiatan jari-jari ke dalam mulut atau mata
d. Setelah bermain/berolahraga
e. Setelah BAK dan BAB
f. Setelah buang ingus
g. Setelah buang sampah
h. Setelah menyentuh hewan/unggas termasuk hewan peliharaan
i. Sebelum mengobati luka

D. Cara Cuci Tangan yang Benar

Mencuci tangan yang benar harus menggunakan sabun dan di bawah air
yang mengalir. Sedangkan menurut Depkes (2009), langkah-langkah teknik
mencuci tangan yang benar adalah sebagai berikut.

a. Basahi tangan dengan air di bawah kran atau air mengalir.


b. Ambil sabun cair secukupnya untuk seluruh tangan.
c. Gosokkan kedua telapak tangan. Gosokkan sampai ke ujung jari.
d. Telapak tangan kanan menggosok punggung tangan kiri (atau sebaliknya)
dengan jari-jari saling mengunci (berselang-seling) antara tangan kanan dan
kiri. Gosok sela-sela jari tersebut. Lakukan sebaliknya.
e. Letakkan punggung jari satu dengan punggung jari lainnya dan saling
mengunci.
f. Usapkan ibu jari tangan kanan dengan telapak kiri dengan gerakan berputar.
Lakukan hal yang sama dengan ibu jari tangan kiri.
g. Gosok telapak tangan dengan punggung jari tangan satunya dengan gerakan
ke depan, ke belakang dan berputar. Lakukan sebaliknya.
h. Pegang pergelangan tangan kanan dengan tangan kiri dan lakukan gerakan
memutar. Lakukan pula untuk tangan kiri.
i. Bersihkan sabun dari kedua tangan dengan air mengalir.
j. Keringkan tangan dengan menggunakan tissue dan bila menggunakan kran,
tutup kran dengan tissue.

E. Hubungan Cuci Tangan dengan Sumber Informasi

Sumber informasi dapat mempengaruhi tahap cuci tangan seseorang,


disebabkan karena sumber informasi tertentu dapat mempengaruhi sikap dan
perilaku seseorang untuk cuci tangan dengan benar (Cupuwatie, 2010). Salah
satu sumber informasi yang dapat meningkatkan tingkat kepatuahan cuci tangan
adalah orang tua. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Catalina Lopez,
et al kepada anak-anak dengan jumlah sampel 645 menunjukkan bahwa anak-
anak mencuci tangan setelah mendapat informasi dari orang tua sebesar 88,5%,
dari sekolah 66,7%, dari media 56,8%. Selain itu, siswa yang mendapat
informasi dari orang tua cenderung dua kali lebih benar dalam mencuci tangan
dibandingkan dengan tidak mendapat informasi dari orang tua (Nutbeam,
1998).

2.7 Pengetahuan
A. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan
terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh
melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007).

Menurut Bloom dan Skinner pengetahuan adalah kemampuan seseorang


untuk mengungkapkan kembali apa yang diketahuinya dalam bentuk bukti
jawaban baik lisan atau tulisan, bukti atau tulisan tersebut merupakan suatu
reaksi dari suatu stimulasi yang berupa pertanyaan baik lisan atau tulisan
(Notoatmodjo, 2003).

B. Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan yang tercakup dalam


domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu:

a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari
atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan
tingkat pengatahuan yang paling rendah
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi
tersebut secara benar. Orang telah faham terhadap objek atau materi harus
dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan
sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
c. Aplikasi (Aplication)
Aplikasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
d. Analisis
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur
organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis
Menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menyambungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru, dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun suatu
formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
f. Evaluasi
Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian
terhadap suatu materi atau objek.

C. Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan seseorang dapat


dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

a. Pengalaman
Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun pengalaman
orang lain. Pengalaman yang diperoleh dapat memperluas pengetahuan
seseorang.
b. Tingkat pendidikan
Secara umum, orang yang berpendidikan lebih tinggi akan memiliki
pengetahuan yang lebih luas daripada orang yang berpendidikan lebih
rendah.
c. Keyakinan
Biasanya keyakinan diperoleh secara turun-temurun, baik keyakinan yang
positif maupun keyakinan yang negatif, tanpa adanya pembuktian terlebih
dahulu.
d. Fasilitas
Fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat mempengaruhi pengetahuan
seseorang adalah majalah, radio, koran, televisi, buku, dan lain-lain.
e. Penghasilan
Penghasilan tidak berpengaruh secara langsung terhadap pengetahuan
seseorang. Namun, jika seseorang berpenghasilan cukup besar, maka dia
mampu menyediakan fasilitas yang lebih baik.
f. Sosial budaya
Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat mempengaruhi
pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap sesuatu.
D. Kategori Pengetahuan

Menurut Arikunto (2006), pengetahuan dibagi dalam 3 kategori,


yaitu:

a. Baik : Bila subjek mampu menjawab dengan benar 76% - 100% dari seluruh
pertanyaan
b. Cukup : Bila subjek mampu menjawab dengan benar 56% - 75% dari
seluruh pertanyaan
c. Kurang : Bila subjek mampu menjawab dengan benar 40% - 55% dari
seluruh pertanyaan

2.8 Perilaku
A. Pengertian Perilaku
Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang
mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara,
menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya.
Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia
adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung,
maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003).
Menurut Skiner (1938) dalam Notoatmodjo (2010), merumuskan bahwa
perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus
(rangsangan dari luar). Perilaku manusia terjadi melalui proses :
Stimulus  organisme  respons, sehingga teori ini disebut teori S-O-R.
B. Pengukuran Perilaku

Pengukuran atau cara mengamati perilaku dapat dilakukan melalui dua


cara, secara langsung, dengan pengamatan (obsevasi), yaitu mengamati
tindakan dari subyek dalam rangka memelihara kesehatannya. Sedangkan
secara tidak langsung menggunakan metode mengingat kembali (recall).
Metode ini dilakukan melalui pertanyaan-pertanyaan terhadap subyek
tentang apa yang telah dilakukan berhubungan dengan obyek tertentu
(Notoatmodjo, 2005)
2.9 Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu
terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti (Setiadi, 2007).
Penelitian ini mengkaji tiga variabel yang terdiri dua variabel bebas (independen)
yang nilainya menentukan variabel lain. Variabel bebas biasanya dimanipulasi,
diamati, dan diukur untuk diketahui hubungannya atau pengaruhnya terhadap
variabel lain. Variabel dependen (terikat) yang nilainya ditentukan oleh variabel
lain. Variabel independen adalah perilaku cuci tangan pada masyarakat, sedangkan
variabel dependen adalah kejadian diare pada masyarakat.

Perilaku cuci tangan Kejadian diare

Perilaku terbentuk oleh : Faktor yang mempengaruhi


kejadian diare:
a. Faktor predisposisi,
seperti: a. Sumber air
pengetahuan, b. Jamban
sikap, keyakinan, c. Kebiasaan jajan
kepercayaan, tradisi d. Kebiasaan cuci
b. Faktor pemungkin, tangan
seperti: sarana dan
prasarana
c. Fakor penguat

Bagan 2.1 Kerangka Konsep


2.10 Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan
penelitian (Nursalam, 2009). Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini
adalah:
1. H0 = tidak ada hubungan perilaku cuci tangan terhadap kejadian diare pada
masyarakat Desa Tumbang Miwan
2. H1 = ada hubungan perilaku cuci tangan terhadap kejadian diare pada
masyarakat Desa Tumbang Miwan
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif,


dengan desain penelitinan deskriptif correlation, yang menggunakan pendekatan
cross sectional. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan
antara variabel bebas (perilaku cuci tangan pada masyarakat) dan variabel terikat
(kejadian diare diare pada masyarakat).

3.2 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang


mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2005). Populasi adalah
keseluruhan subjek penelitian yang diteliti (Arikunto, 2006). Populasi dalam
penelitian ini adalah masyarakat Desa Tumbang Miwan sebanyak 355 jiwa,
sedangkan populasi keseluruhan 687 jiwa. Peneliti hanya mengambil populasi 355
jiwa karena sesuai dengan kriteria inklusi.

3.3 Sampel

Sampel adalah bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari
karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2007). Cara mengambil sampel
dalam penelitian ini adalah “stratified random sampling” yakni pengambilan
sampel digunakan bila anggota populasinya tidak homogen berstrata secara
proporsional (Setiadi, 2007). Dengan kriteria sebagai berikut:

a. Kriteria inklusi (kriteria yang layak diteliti)


Adapun yang termasuk kriteria inklusi adalah sebagai berikut:
1. Berusia 17-60 tahun
2. Latar belakang pendidikan minimal SD/sederajat
3. Pernah atau mempunyai kerabat yang tinggal serumah yang
mengalami penyakit diare dalam kurun waktu tahun 2015-2016
4. Tinggal menetap di Desa Tumbang Miwan
b. Besar Sampel
Rumus yang digunakan dalam pengambilan sampel penilitian ini
menurut pendapat Arikunto (2006) yaitu 25% dari populasi, maka
sampel yang didapatkan adalah 89 jiwa.

3.4 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan yaitu dengan menggunakan kuesioner


dan lembar observasi yang mengacu pada teori yang dibuat oleh peneliti dan telah
diuji. Berikut pembahasan kuesioner dan lembar observasi:

1. Kuesioner A: lembar karakteristik responden yang meliputi inisial nama,


umur, jenis kelamin dan pendidikan terakhir.
2. Kuesioner B: digunakan untuk mengetahui informasi tentang cuci tangan
yang meliputi waktu didapatkan informasi tentang cuci tangan dan sumber
informai tentang cuci tangan.
3. Kuesioner C: digunakan untuk mengukur pengetahuan cuci tangan pada
masyarakat, yang terdiri dari 14 pernyataan dengan jawaban diukur dengan
skor 1 bila jawaban benar dan skor 0 bila jawaban salah.
4. Kuesioner D: digunakan untuk mengukur kejadian diare pada masyarakat,
yang terdiri dari 2 pernyataan.
5. Lembar Observasi: digunakan untuk mengukur perilaku cuci tangan pada
masyarakat. Jenis observasi yang digunakan adalah observasi sistematis,
yang dilakukan oleh pengamat dengan menggunakan pedoman sebagai
instrumen pengamatan (Arikunto, 2002). Observasi menggunakan 10
pertanyaan, dengan jawaban diukur dengan skor 1 bila jawaban dilakukan
dan skor 0 bila jawaban tidak dilakukan.

3.5 Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji Validitas menggunakan content validity dan uji reliabilitas dilakukan


di Desa Tewang Pajangan, yang bertempat dalam satu kecamatan dengan Desa
Tumbang Miwan dan memiliki karakteristik yang sama dengan desa yang akan
dijadikan tempat penelitian.

A. Uji Validitas
Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya pengukuran
dan pengamatan yang dilakukan pada penelitian (Notoatmodjo, 2005). Berikut
hasil uji validitas kuesioner dan lembar observasi:
Kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner tersebut mampu
mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut (Arikunto,
2006). Instrumen dalam penelitian ini dilakukan uji validitas tiap item
pertanyaan menggunakan content validity. Uji validitas pada penelitian ini
menggunakan panel expert yaitu peneliti melakukan konsultasi dengan
pembimbing. Uji expert dilakukan oleh 2 orang ahli content serta ahli instrumen
dan bahasa, dari uji expert dinyatakan bahwa kuesioner dan lembar observasi
tersebut tidak perlu diganti hanya ada beberapa yang perlu diperbaiki.

B. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas adalah uji yang digunakan untuk mengetahui apakah


instrumen yang digunakan reliabel (Arikunto, 2006). Sebuah instrumen
dikatakan reliabel apabila memberikan hasil yang tetap atau relatif sama jika
diuji pada objek yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto S, 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Ed Revisi


VI. Penerbit PT Rineka Cipta, Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 2011. Cuci Tangan Pakai Sabun Dapat


Mencegah Berbagai Penyakit. From http://www.depkes.go.id. Diakses 11 Mei
2017.

Hidayat, A. A. A. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi


Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika.

Kamaruddin S 2009. Hubungan mencuci tangan dengan infeksi nosokomial


RSUD Purwerejo. Medical Journal of Indonesia, 16(3), pp 195-200.

Kemenkes RI. 2014. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2014. Jakarta :


Kemenkes RI.

Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta :


Rineka Cipta

Nursalam. 2009. Manajemen Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Nutbeam, D., 1998. Health Promotion Glossary. In D. Nutbeam, ed. Health


Promotion Glossary. Sidney, Australia: Division of Health Promotion, Education
and Communication HPR) Health Education and Health Promotion (HEP) WHO,
pp. 1–36. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16963461.

Potter, P.A, Perry, A.G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan :


Konsep, Proses, dan Praktik Edisi 4 Volume 2. Alih Bahasa : Renata Komalasari,
dkk. Jakarta: EGC.

Setiadi. 2007. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta :


Graha Ilmu.

Sugiyono, 2005. Statistika untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabeta.


Wong, Donna L 2008. Buku Ajar Keperawatan Pedeatrik Wong Edisi 6.
Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai