Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH BIOMEDIK II

NEMATODA USUS (NON SOIL TRANSMITTED HELMINTH) DAN


NEMATODA JARINGAN

Dosen pengampu:

Dra. Sitti Badrah, M.Kes

Disusun oleh:

Ady Maulana (2211016135)

Ardi Ravli Saputra (2211016057)

Evana Dhiyalanni (2211016048)

Sefia Diva Febriani (2211016045)

Wanda Dila Vionita (2211016093)

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS MULAWARMAN

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat-Nya dan
karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tepat pada waktunya.
Adapun judul dari makalah ini adalah “Nematoda Usus (Non Soil Transmitted
Helminth) dan Nematoda Jaringan”.

Pada kesempatan kali ini, kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu
Dra. Sitti Badrah, M.Kes selaku dosen pengampu mata kuliah Biomedik II atas
bimbingan dalam mata kuliah ini sehingga sangat membantu menyusun materi
dalam makalah ini. Selain itu, kami juga ingin mengucapkan terima kasih kepada
pihak-pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah masih banyak


kekurangan karena keterbatasan kami. Maka dari itu kami sangat mengharapkan
kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Samarinda, 12 Februari 2023

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I ...................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 1

1.3 Tujuan ....................................................................................................... 2

BAB II ..................................................................................................................... 3

PEMBAHASAN ..................................................................................................... 3

2.1 Nematoda Usus (Non Soil Transmitted Helminth) .................................. 4

2.2 Nematoda Jaringan ................................................................................... 7

BAB III ................................................................................................................. 18

PENUTUP ............................................................................................................. 18

3.1 Kesimpulan ............................................................................................. 18

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 19

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Nematoda merupakan spesies terbesar di antara cacing parasit dimana


terdapat sekitar 10.000 jenis nematoda yang hidup di segala jenis habitat mulai
dari tanah, air tawar, air asin, tanaman dan hewan. Nematoda memiliki sistem
pencernaan lengkap, yang terdiri dari stoma (rongga mulut), faring (atau
kerongkongan), usus dan rektum yang terbuka secara eksternal pada anus
(Coleman & Wall, 2015). Nematoda ada yang bersifat patogen menyerang baik
tanaman, hewan maupun manusia dan tersebar luas di seluruh dunia.
Infeksi nematoda pada tanaman dapat menyebabkan gangguan pada
pertumbuhan dan berefek pada penurunan kuantitas dan kualitas hasil panen.
Pada hewan, nematoda merupakan masalah utama yang menyebabkan
gangguan kesehatan pada ternak yang dapat menurunkan produksi ternak.
Infeksi nematoda pada manusia dianggap sebagai penyakit yang diabaikan
karena tidak menyebabkan kematian, akan tetapi jika ditelaah lebih lanjut maka
infeksi nematoda pada manusia khsususnya anak-anak dapat menyebabkan lost
generation pada sumber daya manusia karena kurangnya konsentrasi dan
kemampuan belajar pada anak-anak yang berimbas pada penurunan kualitas
anak bangsa.
Namun adapun sebagian besar nematoda yang memakan bahan organik
yang telah mati atau busuk (Soepardi, 1983) disebabkan nematoda memiliki
peranan penting dalam dekomposisi, siklus hara dan mengatur kesuburan tanah
melalui aliran energi serta perubahan dan pemanfaatan hara (Lavelle, 2001).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan nematoda usus (non soil transmitted helminth)
dan nematoda jaringan?

1
2. Bagaimana habitat, distribusi, morfologi, dan siklus hidup dari Enterobius
vermicularis, Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, Brugia timori, Loa –
loa?
3. Bagaimana patogenesis dan pencegahan penyakit akibat Enterobius
vermicularis, Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, Brugia timori, Loa –
loa?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian dari nematoda usus (non soil transmitted


helminth) dan nematoda jaringan.
2. Untuk mengetahui tentang habitat, distribusi, morfologi, dan siklus hidup
dari Enterobius vermicularis, Wuchereria bancrofti, Brugia malayi,
Brugia timori, Loa – loa.
3. Untuk mengetahui apa saja patogenesis dan pencegahan penyakit akibat
Enterobius vermicularis, Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, Brugia
timori, Loa – loa.

2
BAB II
PEMBAHASAN

Helmintologi adalah ilmu berisi kajian tentang parasit yang hidup pada manusia
yang berupa cacing. Berdasarkan taksonomi helmin di bagi menjadi
Nematehelminthes (Cacing giling) berbadan bulat panjang mempunyai rongga
badan dan berjenis kelamin terpisah terdiri atas Nematoda Usus dan Nematoda
Jaringan, sedangkan Plathyhelminthes (cacing pipih) tidak mempunyai rongga
badan, dan biasanya mempunyai alat kelamin ganda atau hermafrodit, terdiri atas
Trematoda (cacing daun) dan Cestoda (Cacing pita).

Menurut Dropkin (1991), nematoda (nama tersebut berasal dari kata Yunani,
yang artinya benang) berbentuk memanjang, seperti tabung, kadang- kadang seperti
kumparan, yang dapat bergerak seperti ular. Mereka hidup di dalam air, baik air
laut maupun air tawar, di dalam film air, di dalam tanah, di dalam jaringan jasad
hidup berair. Nematoda merupakan hewan tripoplastik dan pseudoselomata
(berongga tubuh semu). Menurut Sugiharto, 1989 dalam Firman, ukuran nematoda
beraneka ragam dari ukuran mikroskopik seperti nematoda pada tanaman hingga
ukuran yang dapat dilihat dengan mata telanjang seperti nematoda pada hewan dan
manusia. Nematoda bersifat parasit dan patogen baik pada tumbuhan, hewan dan
manusia. Nematoda memiliki sistem pencernaan lengkap, yang terdiri dari stoma
(rongga mulut), faring, usus, dan rektum yang terbuka secara eksternal pada anus
(Coleman & Wall, 2015).

Nematoda merupakan salah satu jenis cacing parasit yang paling sering
ditemukan pada tubuh manusia. Nematoda terbagi menjadi dua, yaitu nematoda
usus dan nematoda jaringan. Nematoda usus adalah nematoda yang hidup dalam
tubuh manusia. Nematoda usus mempunyai jumlah spesies terbanyak diantara
cacing-cacing yang hidup sebagai parasit. Cacing tersebut berbeda-beda dalam
habitat, daur hidup dan hubungan hospes-parasit (host parasite relationship).
Cacing parasit golongan Nematoda (cacing usus) di bagi menjadi 2 golongan yaitu
Soil Transmitted Helminths (STH) dan golongan Non Soil Transmitted Helminths
(STH). Golongan STH adalah sekelompok yang membutuhkan media tanah dalam

3
penyebarannya. Cacing yang tergolong STH antara lain Ascaris lumbricoides
(cacing gelang), Trichuris trichiura (cacing cambuk), Ancylostoma duodenale dan
Necator americanus (cacing tambang). Golongan Non STH adalah sekelompok
cacing yang tidak memerlukan media tanah dalam penyebarannya. Cacing yang
tergolong Non STH adalah Enterobius vermicularis (cacing kremi). Nematoda
jaringan adalah nematoda yang hidup di beberapa jaringan tubuh, seperti jaringan
limfa, jaringan subkutan, dan jaringan serosa. Klasifikasi dari Nematehelminthes
golongan nematoda jaringan adalah Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, Brugia
timori, dan Loa-loa.

2.1 Nematoda Usus (Non Soil Transmitted Helminth)

Nematoda usus (Non Soil Transmitted Helminth) adalah nematoda usus


yang merupakan nematoda yang di dalam siklus hidupnya tidak membutuhkan
tanah. Cacing yang tergolong Non STH adalah Enterobius vermicularis (cacing
kremi). Enterobius vermicularis adalah cacing yang dapat masuk ke tubuh
melalui makanan, pakaian, bantal, sprai serta inhalasi debu yang mengandung
telur yang kemudian akan bersarang di usus dan akan dihancurkan oleh enzim
usus, telur yang lolos akan berkembang menjadi larva dewasa. Nama umum
yang dipakai untuk cacing ini ada banyak, seperti Enterobius vermicularis,
Pinworm, Buttworm, Seatworm, Threadworm, dan dalam bahasa Indonesia
disebut cacing kremi.
Manusia dianggap sebagai satu-satunya inang Enterobius vermicularis.
Larva cacing kremi berkembang di usus halus dan cacing kremi dewasa yang
dapat bertelur akan bergerak menuju anus untuk menetaskan telurnya. Cacing
kremi tersebar di seluruh dunia dan pada umumnya di negara beriklim sedang.
Penyakit akibat dari cacing ini dapat menulari siapapun, namun yang seringkali
terinfeksi adalah anak kecil. Hal ini bisa disebabkan karena mereka belum bisa
menjaga pola hidup bersih dan sehat dan tubuhnya yang masih rentan terhadap
penyakit.
2.1.1. Morfologi

4
Cacing betina berukuran panjang 8 – 13 mm, lebar 0,3 – 0,5
mm dan mempunyai ekor yang meruncing. Bentuk jantan lebih kecil
dan berukuran panjang 2 – 5 mm, lebar 0,1 – 0,2 mm dan
mempunyai ujung kaudal yang melengkung.

Telur cacing berbentuk lonjong dan lebih datar pada satu sisi. Telur
tersebut berukuran 50 – 60 micron x 20 – 32 micron. Dinding telur
bening dan sedikit lebih tebal dari cacing tambang. Telur ini juga
resisten terhadap desinfektan dan udara dingin.

2.1.2. Siklus Hidup


Infeksi cacing kremi dimulai saat seseorang tidak sengaja
menghirup atau menelan telur cacing tersebut. Biasanya, telur ini
bisa menyebar apabila ada orang yang sebelumnya sudah terinfeksi,
tidak cuci tangan setelah buang air dan langsung menyentuh benda-
benda di sekitarnya.

5
Cacing kremi yang ada di dalam tubuh akan bergerak menuju
anus untuk bertelur. Dari anus, telur cacing akan masuk kembali ke
mulut apabila orang tersebut tidak mencuci tangan setelah
menyentuh area anus dan langsung makan. Setelah masuk ke mulut,
telur akan bergerak menuju ke usus halus dan menetas di sana
menjadi larva. Larva cacing kremi ini akan terus berkembang di usus
halus dan saat sudah dewasa akan bergerak menuju ke bagian cecum
di usus besar dan menetap di sana. Cacing kremi betina yang sudah
dewasa dan bisa bertelur akan bergerak ke area anus saat malam hari
dan menetaskan telurnya. Lalu dalam waktu 4 - 6 jam setelah
dikeluarkan dari tubuh cacing kremi dewasa, telur cacing sudah
dapat menginfeksi dan siklus hidupnya pun akan kembali berulang
apabila orang tersebut tidak kunjung menjaga kebersihan dirinya.
2.1.3. Patogenesis dan Pencegahan Penyakit
Cacing kremi dapat menimbulkan penyakit enterobiasis
pada manusia yang ditandai dengan rasa gatal di daerah anus. Gejala
ini disebabkan karena iritasi di sekitar anus perineum dan vagina
oleh cacing betina gravid yang bermigrasi ke daerah anus dan vagina
sehingga menyebabkan pruritus lokal. Cacing bermigrasi ke daerah
anus dan menyebabkan pruritus ani, penderita akan menggaruk
daerah sekitar anus sehingga timbul luka garuk di sekitar anus.
Keadaan ini sering terjadi pada waktu malam hari hingga penderita
terganggu tidurnya dan menjadi lemah. Cacing betina dapat
bergerak dan kemudian bersarang di vagina dan tuba fallopi
sehingga dapat menyebabkan radang di saluran telur. Infeksi cacing
kremi dapat mengakibatkan nafsu makan menurun dan insomnia.

6
Pencegahan penyakit akibat cacing kremi yang dapat dilakukan
adalah dengan cara jaga kebersihan kuku dengan selalu
memotongnya, menjaga kebersihan diri dan lingkungan, hindari
menggunakan handuk atau pakaian milik orang lain.

2.2 Nematoda Jaringan

Nematoda jaringan adalah nematoda yang hidup di beberapa jaringan tubuh,


seperti jaringan limfa, jaringan subkutan, dan jaringan serosa. Cacing yang
termasuk golongan nematoda jaringan adalah Wuchereria bancrofti, Brugia
malayi, Brugia timori, dan Loa-loa. Dari beberapa nematoda jaringan ini hanya
beberapa jenis nematode yang penyebarannya di asia seperti Wuchereria
bancrofti, Brugia malayi, Brugia timori, nematoda jaringan ini menyerang
manusia dengan perantara vector seperti nyamuk dan serangga. Untuk
nematoda jaringan Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, Brugia timori vector
utamanya adalah nyamuk anopheles dan aedes serta culex yang biasanya
menyebabkan penyumbatan kelenjar limfe di dalam tubuh, sedangkan untuk
nematode jaringan Loa-loa melalui lalat yaitu Chrysops dan lalat Simulium.

2.2.1. Wuchereria bancrofti


Wuchereria bancrofti atau cacing filaria adalah salah satu
nematoda jaringan yang merupakan salah satu parasit manusia yang
menyebabkan penyakit filariasis limfatik (kaki gajah). Penyebaran
cacing ini kosmopolit terutama di daerah tropis dan sub tropis.
Parasit ini tersebar di daerah tropis dan subtropis, ke Utara sampai
ke Spanyol, ke Selatan sampai ke Australia, Afrika, Asia, Jepang,
Taiwan, philiphina, Indonesia dan Kepulauan Pasifik Selatan.
Insidensi tinggi terjadi di daerah sekitar pantai dan kota besar,
karena hal ini berhubungan dengan kebiasaan intermediate host atau
hospes perantara (nyamuk). Wuchereria bancrofti mempunyai nama
lain Filaria bancrofti, Filaria sanguinis hominis, Filaria sanguinis,
Filaria nocturna, dan Filaria pasifica.

7
A. Morfologi
Pada mikrofilaria Wuchereria bancrofti memiliki panjang
230 – 300 μm dan lebar 7,5 – 10 μm, memiliki sheath
(bersarung), pada tubuhnya mempunyai inti yang halus,
sama besar dan tersusun teratur tanpa inti tambahan (nukleus
terminalis) pada ujung posterior, ujung anterior tumpul
membulat, dan ujung posterior meruncing.

Pada filaria Wuchereria bancrofti berwarna putih


kekuningan, berbentuk seperti benang, ujung anterior dan
posterior yang tumpul, mempunyai kutikula yang halus.
Pada cacing betina memiliki ukurang panjang ± 80 mm dan
lebar ± 0,24 mm dan ujung posterior cacing betina tumpul.
Sedangkan cacing jantan memiliki panjang ± 40 mm dan
lebar ± 0,1 mm dan ujung posteriornya runcing, melengkung
ke arah ventral, dan mempunyai dua buah spicula.

8
B. Siklus Hidup
Siklus hidup parasit ini memerlukan waktu yang sangat
panjang masa pertumbuhan parasit di dalam nyamuk kurang
lebih 2 minggu. Cacing filaria membutuhkan inang
pembawa (vektor) berupa beberapa jenis nyamuk dari
anggota genus Culex, Anopheles, Aedes, Mansonia, dan
Coquillettidia.

Mikrofilaria masuk ke dalam tubuh manusia dengan melalui


gigitan nyamuk (dari genus Mansonia, Culex, Aedes, dan
Anopheles). Mikrofilaria masuk ke dalam saluran limfa dan
menjadi dewasa → cacing jantan dan betina melakukan
kopulasi → cacing gravid mengeluarkan larva
mikrofilaria → mikrofilaria hidup di pembuluh darah dan
pembuluh limfa → mikrofilaria masuk ke dalam tubuh
nyamuk saat nyamuk menghisap darah manusia →
mikrofilaria berkembang menjadi larva stadium 1 → larva
stadium 2 → larva stadium 3 dan siap ditularkan.
C. Patogenesis dan Pencegahan Penyakit

9
Infeksi dapat disebabkan oleh bentuk dewasa baik yang
hidup maupun mati. Bentuk dewasa atau larva yang sedang
tumbuh akan menyebabkan kelainan berupa reaksi inflamasi
sistem limfatik. Bentuk mikrofilaria yang hidup di dalam
darah belum diketahui apakah dapat menghasilkan produk
yang bersifat patogen atau tidak.
Penyakit kaki gajah ini disebabkan oleh Wuchereria
bancrofti dan cara mencegah penyakit akibat dari
Wuchereria bancrofti adalah dengan melakukan
pemberantasan nyamuk, menjaga kebersihan lingkungan,
mengobati penderita yang terinfeksi, dan menggunakan
kelambu saat tidur.

2.2.2. Brugia malayi

Brugia malayi adalah salah satu nematoda jaringan yang merupakan


salah satu dari tiga parasit manusia yang menyebabkan penyakit
filariasis limfatik (kaki gajah). Cacing ini pertama kali ditemukan di
Sulawesi oleh Brug sehingga disebut Brugia. Brugia malayi disebut
juga dengan Filaria malayi dan Wuchereria malayi. Brugia malayi

10
hanya terdapat di Asia dari India sampai jepang. Brugia malayi
hospesnya adalah manusia, kera, kucing, dan anjing yang
menyebabkan filariasis malayi, Habibat Brugia malayi ada di
saluran dan kelenjar limfe.
A. Morfologi
Pada mikrofilaria Brugia malayi memiliki ukuran panjang
170 – 260 μm dan lebar ± 6 μm, ujung anterior membulat /
tumpul dengan 2 buah alat pengebor, memiliki sheath
(bersarung), ujung posterior runcing, inti tubur kasar,
tersusun tidak teratur sampai ujung posterior dengan 2 buah
nukleus terminalis.
Pada cacing dewasa atau filaria Brugia malayi memiliki
ukuran lebih kecil daripada Wuchereria bancrofti, berbentuk
seperti benang halus, dan berwarna putih kekuningan.
Ukuran cacing betina ± 160 μm dan lebar ± 55 μm dan
ukuran cacing jantan adalah ± 90 μm dan lebar ± 25 μm.
Cacing jantan mempunyai sepasang papila yang besar di
sebelah anterior kloaka dan sepasang lagi di belakangnya
dengan ukuran yang lebih kecil, spicula satu pasang dengan
ukuran yang tidak sama panjang.

B. Siklus Hidup
Siklus hidup parasit ini sama dengan siklus hidup
Wuchereria bancrofti. Mikrofilaria masuk ke dalam tubuh
manusia dengan melalui gigitan nyamuk (dari genus

11
Mansonia, Culex, Aedes, dan Anopheles). Mikrofilaria
masuk ke dalam saluran limfa dan menjadi dewasa → cacing
jantan dan betina melakukan kopulasi → cacing gravid
mengeluarkan larva mikrofilaria → mikrofilaria hidup di
pembuluh darah dan pembuluh limfa → mikrofilaria masuk
ke dalam tubuh nyamuk saat nyamuk menghisap darah
manusia → mikrofilaria berkembang menjadi larva stadium
1 → larva stadium 2 → larva stadium 3 dan siap ditularkan.

C. Patogenesis dan Pencegahan Penyakit


Infeksi dapat disebabkan oleh cacing bentuk dewasa baik
yang hidup maupun mati. Infeksi cacing ini jarang
melibatkan daerah genital. Terjadi eosinofilia yang tinggi,
sehingga mengakibatkan terbentuknya nodule yang
menimbulkan varises akan mengakibatkan reaksi
granulomatosus, reaksi peradangan, selanjutnya akan
mengakibatkan limfangitis dan limfadenitis. Terjadinya
nodule secara terus-menerus mengakibatkan infeksi kronis
yang menimbulkan fibrimatous dan lebih parah lagi karena
timbulnya cicatrix pada pembuluh limfa sehingga timbul
obstruksi yang meyebabkan terjadinya stasis aliran limfe dan
aliran darah. Pada keadaan kronis jika penderita tetap tinggal
di daerah endemis dapat terjadi reinfeksi berulang-ulang

12
yang akan berakibat lebih parah sehingga terjadi
Elephantiasis (penyakit kaki gajah), yang letaknya yang khas
yaitu di extremitas inferior atau genitalia externa.
Pencegahan penyakit akibat dari Brugia malayi adalah
dengan cara menaburkan bubuk larvasida pada tempat
penampungan air yang sulit dibersihkan, menggunakan obat
nyamuk atau anti nyamuk, menggunakan kelambu saat tidur,
memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk, menanam
tanaman pengusir nyamuk, mengatur cahaya dan ventilasi
dalam rumah, dan menghindari kebiasaan menggantung
pakaian di dalam rumah yang bisa menjadi tempat istirahat
nyamuk.
2.2.3. Brugia timori
Brugia timori merupakan cacing yang penyebarannya terbatas di
Kepulauan Nusa Tenggara Timur. Memiliki nama lain, yaitu
Filariasis timori. Habitat cacing dewasa berada di pembuluh limfa
dan menyebabkan filariasis limfatik atau kaki gajah. Penyebaran
cacing ini kosmopolit terutama di daerah tropis dan sub tropis.
Cacing ini hanya terdapat di Indonesia Bagian Timur, yaitu NTT
serta Timor-Timor, biasanya penderitanya adalah petani dan
nelayan. Brugia timori hospesnya manusia menyebabkan filariasis
timori kedua penyakit tersebut juga di sebut filariasis brugia.
A. Morfologi
Pada Brugia timori memiliki ciri-ciri, yaitu berwarna putih
kekuningan, berbentuk seperti benang, berukuran lebih besar
daripada Wuchereria bancrofti, memiliki mikrofilia yang
bersarung (sheath), dan mikrofilia berukuran 128 - 310 nm.
Pada cacing betina memiliki ukuran 21 - 39 x 0,1 mm dan
ukuran cacing jantan 13 - 23 x 0,08 mm.

13
B. Siklus Hidup
Siklus hidup parasit Brugia malayi dan Brugia timori ini
cukup panjang, masa pertumbuhannya di dalam tubuh
nyamuk kurang lebih 3 bulan. Brugia timori ditularkan oleh
Anopheles didalam tubuh nyamuk betina, mikrofilaria yang
terisap waktu menghisap darah akan melakukan penetrasi
pada dinding lambung dan berkembang dalam otot thorax
hingga menjadi larva filariform infektif, kemudian
berpindah ke probosis. Saat nyamuk menghisap darah, larva
filariform infektif akan ikut terbawa dan masuk melalui
lubang bekas tusukan nyamuk di kulit. Larva infektif
tersebut akan bergerak mengikuti saluran limfa dimana
kemudian akan mengalami perubahan bentuk sebanyak dua
kali sebelum menjadi cacing dewasa.
C. Patogenesis dan Pencegahan Penyakit
Brugia merupakan parasit yang hanya dapat menginfeksi
manusia, penyakit yang disebabkan oleh Brugia Timori
disebut filatiasis timori. Filariasis malayi dan filariasis timori
disebut filariasis brugia.
Infeksi ditandai dengan serangan demam serta peradangan
saluran dan kelenjar limfe. Tidak akan menyerang alat
kelamin kecuali juga terkena filariasis brancofti. Jika
penderita tetap tinggal di daerah endemis dapat terjadi
reinfeksi berulang yang akan berakibat parah sehingga
terjadi Elephantiasis atau kaki gajah.
Pencegahan penyakit akibat dari Brugia timori adalah
mengatur cahaya dan ventilasi dalam rumah, menjaga
kebersihan, hindari kebiasaan menggantung pakaian yang
bisa menjadi tempat hinggap nyamuk, memelihara ikan
pemangsa jentik nyamuk, dan menggunakan kelambu saat
tidur.

14
2.2.4. Loa-loa
Loa-loa adalah salah satu nematoda jaringan yang bisa
menyebabkan penyakit loiasis / calabar swelling / fugitive swelling
/ eye worm disease. Loiasis adalah penyakit kronis yang ditandai
dengan proses inflamasi dan pembengkakan subkutan yang cepat
terbentuk dan bersifat sementara yang disebut dengan calabar
swelling. Cacing dewasa dapat berpindah tempat melalui jaringan
subkutan dengan kecepatan 1 cm/menit dan bisa terdapat di semua
bagian tubuh, misalnya di axilla, punggung, kulit kepala dan mata.
Nama lain Loa-loa adalah Filaria oculi, Filaria oculi humani,
Filaria lacrimalis, Filaria sub conjunctifslis, dan Dracunculus loa.
Penyebaran cacing ini berada di Afrika barat dan Afrika Tengah.
Parasit ini tersebar di daerah khatulistiwa di hutan yang berhujan dan
sekitarnya. Penyebarannya diperantarai oleh lalat. Biasanya
penderita infeksi ini adalah orang berkulit hitam karena lalat chrysop
lebih banyak menggigit orang berkulit hitam daripada orang berkulit
putih.
A. Morfologi

Pada mikrofilaria memiliki panjang 250 – 300 μm dan lebar


6 – 8,5 μm mempunyai sheath / bersarung inti tubuh teratur
sampai ujung posterior. Pada cacing dewasa berbentuk
seperti benang, kutikula berbenjol-benjol seperti tetesan
embun (dew drops). Ukuran cacing betina adalah dengan
panjang 5 – 7 mm dan lebar ± 0,5 mm dan ukuran cacing

15
jantan adalah panjang 3 – 4 mm dan lebar ± 0,5 mm, ujung
posterior cacing jantan melengkung ke ventral dan
mempunyai 8 pasang papila perianal, spicula tidak sama
panjang.
B. Siklus Hidup
Hospes definitif parasit ini adalah manusia, sedangkan
hospes perantara Loa-loa adalah lalat Chrysops silacea dan
Chrysops dimidiata. Pertumbuhan mikrofilaria di dalam
tubuh lalat terjadi di otot dan bagian yang berlemak yang
berlangsung selama 10 – 12 hari. Mikrofilaria kemudian
menjadi larva infektif yang keluar dari labium ke permukaan
kulit dekat luka gigitan dan menembus ke dalam jaringan
subkutan dan otot, serta tumbuh menjadi dewasa di sini
dalam waktu ± 1 tahun. Periodisitas Loa loa adalah diurna
yaitu aktif pada waktu siang hari. Bila lalat ini menggigit
manusia maka orang ini akan terinfeksi dan mikrofilaria
akan tumbuh menjadi cacing jantan dan betina dalam waktu
3 sampai 4 tahun.

C. Patogenesis dan Pencegahan Penyakit


Larva Loa-loa yang masuk ke dalam tubuh akan tumbuh
menjadi filaria dewasa yang hidup di antara lapisan fascia.

16
Filaria dewasa juga dapat terlihat saat sedang melewati
permukaan mata. Rata-rata filaria dewasa dapat bertahan
hidup selama 9 tahun, namun dapat juga bertahan sampai
15–21 tahun. Loa-loa betina akan memproduksi 10,000–
22,000 mikrofilaria setiap harinya. Mikrofilaria akan masuk
ke pembuluh limfatik dan berkumpul di pembuluh darah
paru dan nantinya akan masuk ke pembuluh darah perifer.
Mikofilaria ini memiliki periodisitas. Saat siang hari,
mikrofilaria dapat ditemukan di pembuluh darah perifer,
sedangkan pada malam hari, mikrofilaria berada di
pembuluh darah paru. Mikrofilaria dapat bertahan hidup
selama 3–12 bulan.
Infeksi cacing akan menimbulkan gangguan konjungtiva
mata dan pangkal hidung dengan gejala, yaitu iritasi mata ,
pembengkakan pelupuk mata, gatal-gatal, dan terasa seperti
ada yang bergerak pada mata.

Pencegahan penyakit akibat dari Loa-loa adalah dengan cara


menghindari daerah di mana lalat penyebar loiasis
ditemukan, seperti berlumpur, daerah teduh di sepanjang
sungai atau sekitar api kayu. Menggunakan obat anti
serangga yang mengandung DEET (N, N-Diethyl-meta-
toluamide). Memakai baju lengan panjang dan celana
panjang selama siang hari. Jika sedang berada di daerah
dengan loiasis untuk jangka waktu yang panjang, konsumsi
obat diethylcarbamazine (DEC) 300mg seminggu sekali,
bisa untuk mengurangi risiko infeksi.

17
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Helmintologi adalah ilmu berisi kajian tentang parasit yang hidup pada
manusia yang berupa cacing. Menurut Dropkin, nematoda berbentuk
memanjang, seperti tabung, kadang-kadang seperti kumparan, yang dapat
bergerak seperti ular. Menurut Sugiharto, 1989 dalam Firman, ukuran nematoda
beraneka ragam dari ukuran mikroskopik seperti nematoda pada tanaman
hingga ukuran yang dapat dilihat dengan mata telanjang seperti nematoda pada
hewan dan manusia. Nematoda merupakan salah satu jenis cacing parasit yang
paling sering ditemukan pada tubuh manusia. Nematoda memiliki sistem
pencernaan lengkap, yang terdiri dari stoma, faring, usus, dan rektum yang
terbuka secara eksternal pada anus.
Nematoda usus adalah nematoda yang hidup dalam tubuh manusia. Cacing
parasit golongan Nematoda (cacing usus) dibagi menjadi dua golongan, yaitu
Soil Transmitted Helminths (STH) dan golongan Non Soil Transmitted
Helminths (STH). Cacing yang tergolong Non STH adalah Enterobius
vermicularis (cacing kremi). Nematoda jaringan adalah nematoda yang hidup
di beberapa jaringan tubuh, seperti jaringan limfa, jaringan subkutan, dan
jaringan serosa. Cacing yang termasuk golongan nematoda jaringan adalah
Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, Brugia timori, dan Loa-loa.
Adapun penyakit akibat dari cacing-cacing tersebut, yaitu penyakit kaki
gajah atau filariasis yang disebabkan oleh tiga spesies cacing filaria, infeksi
cacing mata atau Loiasis, iritasi dan peradangan di sekitar area pencernaan.
Pencegahan penyakit akibat dari cacing-cacing tersebut yang dapat dilakukan
adalah dengan cara menjaga kebersihan diri dan lingkungan, menghindari
daerah di mana lalat penyebar loiasis ditemukan, menghindari kebiasaan
menggantung pakaian yang bisa menjadi tempat hinggap nyamuk,
menggunakan kelambu saat tidur, dan menanam tanaman yang dapat mengusir
nyamuk.

18
DAFTAR PUSTAKA

Sagita, L., Siswanto, B., & Kurniatun, H. (2014). Studi keragaman dan kerapatan
nematoda pada berbagai sistem penggunaan lahan di Sub DAS
Konto. Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan, 1(1), 51-60.

Yogaswara, D. A. (2020, September). Peran nematoda hidup bebas di dalam


tanah. In Prosiding Seminar Nasional Biologi (Vol. 6, No. 1, pp. 232-238).

Anwar, K. (2019). Identifikasi Nematoda Usus Strongyloides Stercoralis Pada


Sayuran Bayam Dan Kembang Kol Yang Dijual Di Pasar Legi Kabupaten
Jombang (Doctoral dissertation, STIKes Insan Cendekia Medika
Jombang).

Yunarko, R., & Patanduk, Y. (2021). Perilaku Mikrofilaria Brugia timori dan
Wuchereria bancrofti pada Kasus Filariasis dengan Infeksi Campuran di
Kabupaten Sumba Barat Daya. Jurnal Vektor Penyakit, 15(1), 1-10.

Indrayati, L. (2017). Inventarisasi nematoda parasit pada tanaman, hewan dan


manusia. EnviroScienteae, 13(3), 195-207.

YANTI, N. W. S. K. (2018). Identifikasi Telur Cacing Soil Transmitted Helminth


Pada Potongan Kuku Tangan Pengrajin Gerabah Di Sentral Kerajinan
Gerabah Kelurahan Kapal Kecamatan Mengwi Kabupaten
Badung (Doctoral dissertation, POLITEKNIK KESEHATAN
DENPASAR).

JANNAH, R. N. (2017). FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN


KEJADIAN INFEKSI E. vermicularis (Cacing Kremi) PADA ANAK
SEKOLAH.(Studi Pada Siswa Sekolah MI Mutaallimin Meteseh Kec.
Tembalang Kota Semarang) (Doctoral dissertation, Universitas
Muhammadiyah Semarang).

Febriyadi, A. (2016). Jenis-jenis Cacing Nematoda Usus Yang Menginfeksi Siswa


Madrasah Ibtidaiyah Darul Ikhsaniah (Mi) Muara Musu Kecamatan

19
Rambah Hilir Kabupaten Rokan Hulu (Doctoral dissertation, Universitas
Pasir Pengaraian).

20

Anda mungkin juga menyukai