Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH AGEN PENYAKIT

( Patogenesis, Pola Penularan, Pencegahan dan


Pengendalian Infeksi Helmin)

Disusun Oleh : Kelompok 3


1. Auliyah Nurul Rahmi
2. Roberth Tangdilian
3. Yobhi Frimansyah
4. Rika Ardi
5. Juli Wamona
6. Edwin Puabonga
7. Jiad Amary
8. Clara Tanding Ra’pak
9. Putri Nur Islami
10. Mustasyifa Basatu
11. Citra Asgita
12. Devi Mardesa
13. Adelfina Rumae
14. Putri Indah Cahyani
15. Steyve Aldea Matandung
16. Aling Allo Bua’
17. Nur Inaya
18. Denanda Sulistia
19. Virgiawan Listanto

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN TAMALATEA
2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh Segala puji bagi Allah


SWT. yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat
menyelesaikan Makalah Agen Penyakit ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW. yang kita nanti-nantikan syafa’atnya di
akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT. atas limpahan nikmat
sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penyusun
mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah mata kuliah kewirausahaan
mengenai kreativitas & inovasi kewirausahaan
Penyusun tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya.
Untuk itu, penyusun mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah
ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi.
Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penyusun mohon
maaf yang sebesar-besarnya.
Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya
kepada dosen yang telah membimbing dalam menulis makalah ini.

Bone, 04 Juni 2022

Kelompok 3

2
DAFTAR ISI

SAMPUL ........................................................................................................................ 1

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... 2

DAFTAR ISI................................................................................................................... 3

BAB I PENDULUAN ..................................................................................................... 4

A. Latar Belakang ..................................................................................................... 4

B. Rumusan Masalah ................................................................................................ 5

C. Tujuan Masalah .................................................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................. 6

A. Patogenesis Infeksi Helmin ................................................................................... 6

B. Pola Penularan Infeksi Helmin .............................................................................. 9

C. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Helmin .................................................... 11

BAB III PENUTUP....................................................................................................... 14

A. Kesimpulan ........................................................................................................ 14

B. Saran .................................................................................................................. 14

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................... 15

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut WHO (2011) kecacingan merupakan infestasi satu atau lebih
cacing parasit usus yang terdiri dari golongan nematoda usus. Nematoda usus
penyebab kecacingan umumnya berasal dari golongan Soil Transmitted
Helmints (STH), yaitu cacing yang membutuhkan tanah dengan kondisi
tertentu untuk mencapai stadium infektifnya, Cacing gelang (Ascaris
lumbricoides), cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator
americanus), cacing benang (Strongyloides stercoralis) dan cacing cambuk
(Trichuris trichiura) merupakan spesies Nematoda STH yang bertanggung
jawab terhadap kejadian kecacingan. Nematoda non STH lain yang juga sering
menginfeksi adalah cacing kremi (Oxyuris vermicularis).
Kecacingan merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit
berupa cacing. Infeksi pada manusia terjadi apabila manusia tertelan telur
cacing yang infektif pada infeksi cacing Ascaris lumbricoides dan Trichuris
trichiura, atau larva menembus kulit pada infeksi cacing tambang.
Prevalensi kecacingan di dunia masih tinggi, terutama pada daerah
beriklim tropis dan sub tropis, termasuk Indonesia. Berdasarkan data
Kementerian Kesehatan, prevalensi kecacingan untuk semua umur berkisar
antara 40 % - 60 % dan sebanyak 195 juta jiwa penduduk indonesia tinggal di
daerah endemis kecacingan. Harhay et al menyatakan bahwa 80 % infeksi
kecacingan ditemukan di daerah yang memiliki sanitasi dan higienitas yang
buruk, air yang terkontaminasi, lingkungan padat penduduk, serta cuaca yang
panas dan lembab.
World Health Organization (WHO) mencatat lebih dari 1,5 milyar
penduduk atau 24% dari populasi dunia terinfeksi STH. Tidak hanya pada
anak-anak, STH juga dapat menginfeksi orang dewasa yang berisiko tinggi
misalnya orang yang tinggal di daerah kumuh dan sanitasi buruk, orang dengan
imunodefisiensi, dan orang yang banyak beraktivitas dengan tanah seperti
petani. Kepadatan penduduk, kondisi geografis, dan iklim juga berpengaruh
terhadap penularan STH.6,7 Penderita yang terinfeksi STH bisa tidak

4
menunjukkan gejala yang mencolok, hal tersebut menyebabkan infeksi STH
disepelekan padahal infeksi STH yang tidak ditangani dapat menyebabkan
penurunan kondisi kesehatan, gizi, kecerdasan, dan produktivitas kerja.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana patogenesis infeksi helmin ?

2. Bagaimana pola penularan penyakit yang disebabkan oleh helmin ?

3. Bagaimana tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi helmin ?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui patogenesis infeksi helmin

2. Untuk mengetahui pola penularan penyakit yang disebabkan helmin

3. Untuk mengetahui tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi helmin

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Patogenesis Infeksi Helmin

1. Ascaris Lumbricoides

Telur yang berisi larva ini infektif. Kemudian Telur tertelan, menetas
dalam lumen usus, dan larva keluar, dibagian atas usus halus.Selanjutaya
Migrasi larva keparu-paru ( Lung Migration ). Larva yan baru menetes
menembus dinding usus halus, sampai ke vena porta, kejantung kanan, keparu
dan berhenti serta tumbuh dan mengalami moulting 2 kali dalam alveoni
paru. Migrasi ini berlangsung selama 10-15 hari. Setelah itu Dari alveoli
bermigrasi menuju bronkhus, pharynx, larynx dan akhimya ikut tertelan
masuk kedalam lambung dan Di usus halus moulting satu kali lagi, cacing
tumbuh menjadi dewasa dan setelah jantan dan betina kawin, beina sudah
dapat menghasilkan telur kurang lebih 2 bulan sejak inveksi pertama. Periode
ini disebut dengan periode prepatent.

2. Ancylostoma Duodenale

Inokulasi dan Penetrasi melalui kulit kejaringan, Bila sebelum periode


infektif (filariform larva ) teijadi kontak dengan kulit manusia, maka
filariform larva akan menebus kulit dan masuk ke jaringan secara aktif.
Biasanya yang sering adalah kulit inter digiti melalui follicle rambut, atau
6
epidermis yang mengulupas, penetrasi ke lapisan di bawahnya, sampai
kelapisan corium dan lapisan subcutan sampai ke venulae biasanya mati dan
diphagositisis.

Larva yang berhasil mencapai peredaran darah melalui


venulae/pembunuh lymphe, dengan mengikuti peredaran darah vena sampai
kejantung kanan, paru- paru mengalami lung migration dan kembali tertelan
masuk kedalam usus dan kemudian mengadakan moulting lagi yang ke 3.

Tiba dihabitat, setelah sampai di usus halus larva melepaskan kulitnya


lalu melekatkan diri pada mucosa / vili usus, tumbuh dan mengadakan
deverensiasi sexuil sampai menjadi dewasa dan terbentuk mulut yang
sempuma, waktu yang dibutuhkan meulai kulit sampai cacing dewasa betina
menghasilkan telur kurangdari 5 mingu atau lebih, Infeksi juga bisa teijdi
melalui mulut dimana filariform larva tertelan dan langsung sampai keusus
dan tumbuh menjadi dewasa tanpa melalui lung migration

3. Trichuris Trichiura
Perkembangan telur Trichuris trichiura membutuhkan 10 hingga 14 hari
di tanah lembab untuk bermaturasi dan melakukan embrionisasi. Setelah 14
hingga 21 hari, telur matang dan memasuki tahap infektif. Dalam tanah, telur
berkembang menjadi tahap 2 - sel, kemudian masuk ke tahap pembelahan
lanjut, dan kemudian embryonate telur menjadi infektif dalam 15 hingga 30
hari.

7
Trichuris trichiura ditransmisikan melalui siklus feses-oral, dengan telur
berembrio dicerna melalui makanan atau tangan, dan menetas menjadi larva
yang bergerombol di usus kecil. Cacing Trichuris trichiura tidak bermigrasi
melalui paru-paru tetapi larva menempel pada vili usus dan berkembang
menjadi cacing dewasa, yang berada di caecum dan usus besar ascending.
Cacing betina bertelur ribuan telur setiap hari selama beberapa tahun.

4. Strongyloides Stercoralis
Terjadi dalam tubuh manusia, yang dimulai dari masuknya filariform
larva kedalam tubuhmanusia yang siklusnya sesuai dengan siklus hidup hidup
cacing tambang. Filariform larva yang masuk menembus kulit akan mengiuti
aliran darah dan sampai di paru-paru ( lung migration ) dan seterusnya seperti
cacing tambang dan akan menjadi dewasa di dalam usus halus. Baik bentuk
parasitik maupun yang free living setalah kawin dan yang betina
menghasilkan telur, telur tersebut dengan segera menetas menjadi
rhabditiform larva dalam beberapa jam sehingga jarang kita temukan tekumya
dalam faeces penderita. Larva akan dikeluarkan bersama faeces ke dunia luar
untuk mengikuti kehidupan yang free living atau parasitik lag bila keadaan
tersebut tak memungkinkan.

8
B. Pola Penularan Penyakit Infeksi Helmin
1. Ascaris Lumbricoides

Scariasis tidak dapat menyebar langsung dari orang ke orang, melainkan


seseorang harus bersentuhan dengan tanah yang terkontaminasi dengan
kotoran manusia, atau babi yang mengandung telur cacing ascariasis, ataupun
air yang sudah terkontaminasi.

Cara penularan Ascariasis terjadi melalui beberapa jalan yakni telur


infektif A.lumbricoides yang masuk ke dalam mulut bersamaan dengan
makanan dan minuman yang terkontaminasi, melalui tangan yang kotor
tercemar terutama pada anak, atau telur infektif yang terhirup udara
bersamaan dengan debu. Pada keadaan telur infektif yang terhirup oleh
pernapasan, telur tersebut akan menetas di mukosa alat pernapasan bagian
atas dan larva akan segera menembus pembuluh darah dan beredar bersama
aliran darah . Cara penularan Ascariasis juga dapat terjadi melalui sayuran
dan buah karena tinja yang dijadikan pupuk untuk tanaman sayur-mayur
maupun buah-buahan).

9
2. Ancylostoma Duodenale

Infeksi cacing tambang pada manusia disebabkan oleh Necator


americanus dan Ancylostoma duodenale. Penyakit ini menular melalui larva
cacing yang terdapat di tanah yang menembus kulit (biasanya di antara jari
kaki). Cacing ini akan berpindah ke paru kemudian ke tenggorokan dan akan
tertelan masuk ke saluran cerna.

Penularan cacing tambang pada manusia dapat terjadi karena menelan


telur atau larva cacing ke dalam tubuh yang melalui pori-pori kulit. Infeksi
cacing Hookworm tersebut tersebar luas di Indonesia terutama di daerah yang
beriklim tropis

3. Trichuris Trichiura

Cacing cambuk dapat ditularkan melalui tanah karena termasuk dalam


golongan Soil-transmitted Helminth(STH) dan merupakan cacing parasite
paling umum ketiga dari manusia. Infeksi dapat terjadi di daerah di mana
tinjamanusia digunakan sebagai pupuk atau di mana buang air besar masih
sembarang terjadi (terutama di tanah).Cacing menyebar dari
manusiakemanusiamelalui penularan tinja-oral atau melalui makanan yang
terkontaminasi tinja. Distribusi cacing ini dapat terjadi lebih sering di daerah
dengan cuaca tropis dan praktik sanitasi yang buruk, dan di antara anak-anak.

4. Strongyloides Stercoralis

Selain kontak langsung dengan tanah, strongyloidiasis juga bisa menular


antarmanusia, tetapi hal ini cukup jarang. Penularan tersebut bisa terjadi
akibat terpapar cairan tubuh penderita, seperti dahak, tinja, atau muntah,
misalnya dalam kondisi berikut: Menjalani transplantasi organ

Negara tropis dan subtropis biasa menjadi tempat ditemukannya cacing


ini, khususnya di wilayah pedesaan.Cara utama penularan S. stercoralis
adalah melalui kontak kulit dengan tanah yang mengandung larva cacing ini.
Larva bisa menembus kulit, lalu menuju tinggal dalam tubuh inangnya .

10
C. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Helmin

1. Ascaris Lumbricoides

1) Penatalaksanaan

a. Dosis tunggal Pirantel Pamoat 10 mg/kgBB menghasilkan angka


penyembuhan 85 - 100%. Efek samping dapat berupa mual, muntah,
diare, dan sakit kepala, namun jarang terjadi.

b. Albendazol diberikan dalam dosis tunggal (400 mg) dan menghasilkan


angka penyembuhan lebih dari 95%, namun tidak boleh diberikan
kepada ibu hamil. Pada infeksi berat, dosistunggal perlu diberikan
selama 2 - 3 hari.

c. Mebendazol diberikan sebanyak 100 mg, 2 kali sehari selama 3 hari.


Pada infeksi ringan, Mebendazol dapat diberikan dalam dosis tunggal
(200 mg).

d. Piperazin merupakan obat antihelmintik yang bersifat fast-acting. Dosis


Piperazin adalah 75 mg/kgBB (maksimum 3,5 gram) selama 2 hari,
sebelum atau sesudah makan pagi

2) Pencegahan

Berdasarkan kepada siklus hidup dan sifat telur cacing ini, maka
upaya pencegahannya dapat dilakukan dengan sanitasi yang baik dan tepat
guna, hygiene pribadi seperti:

a. Tidak menggunakan feses sebagai pupuk tanaman.

b. Sebelum melakukan persiapan makanan dan hendak makan, tangan


dicuci

c. terlebih dahulu dengan menggunkan sabun dan air mengalir.

d. Bagi yang mengkonsumsi sayuran segar (mentah) sebagai lalapan,


hendaklah dicuci bersih dengan air mengalir

e. Mengadakan terapi massal setiap 6 bulan sekali didaerah endemik


ataupun daerah yang rawan terhadap penyakit askariasis.

f. Memberi penyuluhan tentang sanitasi lingkungan.

11
2. Ancylostoma Duodenale

1) Penatalaksanaan

Obat cacing, seperti albendazole dan mebendazole dengan dosis 400


mg satu kali beri, adalah obat pilihan untuk pengobatan infeksi cacing
tambang. Pirantel pamoat adalah Obat yang hanya efektif untuk mengobati
Ancylostoma duodenale ini, diberikan dalam bentuk dosis 10-11 mg/kg
berat badan (maksimum 1 gram) selama 3 hari. Suplemen zat besi juga
dapat diresepkan jika orang yang terinfeksi mengalami anemia.

2) Pencegahan

Pendidikan kesehatan diberikan pada penduduk untuk membuat


jamban pembuangan feses (WC) yang baik untuk mencegah pencemaran
tanah, dan jika berjalan di tanah selalu menggunakan alas kaki untuk
mencegah terjadinya infeksi pada kulit oleh larva filariform cacing
tambang

3. Trichuris Trichiura

1) Penatalaksanaan

a. Terapi Standard : Albendazole 400 mg 3 kali sehari mempunyai cure


rate sebesar 83% , Mebendazole 500 mg 3 kali sehari dengan cure rate
sebesar 71%

b. Terapi Kombinasi : Tribendimidine + Oxantel Pamoate dengan dosis 25


mg/kg + 400 mg mempunyai cure rate sebesar 83% , Oxantel Pamoate
+ Albendazole dengan dosis 20/25 mg/kg + 400 mg dengan cure rate 83
%

2) Pencegahan

Pengobatan masal dilaksanakan untuk mencegah penularah Trichuris


trichiura dan reinfeksi dari cacing di daerah endemis. Higiene sanitasi
perorangan mulai dari cuci tangan dengan sabun dan lingkungan harus
dilakukan untuk mencegah terjadinya pencemaran lingkungan oleh feses
penderita, misalnya dengan membuat WC atau jamban yang baik di setiap
rumah. Makanan dan minuman harus selalu dimasak dengan baik untuk

12
dapat membunuh telur infektif cacing Trichuris trichiura.

4. Strongyloides Stercoralis

1) Penatalaksanaan

Pengobatannya adalah dengan menggunakan obat cacing, seperti


ivermectin, yang berfungsi membunuh cacing Strongyloides dewasa.
Selain itu, obat albendazole dan tiabendazole juga dapat digunakan sebagai
alternatif. Pengobatan lain juga dilakukan sesuai dengan gejala yang
timbul. Obat antihistamin dapat digunakan untuk menangani gatal dan
ruam pada kulit. Pada penderita dengan sistem imun yang lemah,
penanganan dan perawatan di rumah sakit perlu dilakukan.

2) Pencegahan

Pencegahan strongyloidiasis yang dapat dilakukan adalah dengan


menjaga kebersihan diri dan lingkungan, di antaranya dengan tidak buang
air kecil atau besar selain di toilet atau jamban mengenakan alas kaki
ketika beraktivitas di luar rumah.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Infeksi cacing atau biasa disebut dengan penyakit cacingan termasuk dalam
infeksi yang di sebabkan oleh parasit. Parasit adalah mahluk kecil yang
menyerang tubuh inangnya dengan cara menempelkan diri (baik di luar atau di
dalam tubuh) dan mengambil nutrisi daritubuh inangnya.
Jenis-jenis cacing yang dapat menginfeksi adalah :

‣ Cacing Gelang: (Ascaris Lumbricoides)

‣ Cacing Cambuk: (Tricuris Trichiura)

‣ Cacing Tambang: (Ancylostomiasis)

‣ Cacing Benang: (Strongyloides stercoralis)

Penularan cacing : cacing masuk ke dalam tubuh manusia lewat makanan


atau minuman yang tercemar telur-telur cacing. Umumnya, cacing perut memilih
tinggal di usus halus yang banyak berisi makanan. Meski ada juga yang tinggal
di usus besar.

Pencegahan infeksi ini relative mudah, yaitu dengan pola hidup bersih dan
sehat, menjaga kesehatan diri dan lingkungan, mengkonsumsi obat cacing setiap
6 bulan sekali, dan konsultasi kesehatan apabila ada gejala yang tidak beres di
dalam tubuh kita dan keluarga kita

B. Saran
Diharapkan agar mahasiswa dapat :

‣ Memahami infeksi cacing

‣ Mengetahui cara pengobatan dan pencegahan akibat infeksi cacing

14
DAFTAR PUSTAKA

• Astuti D, Magga E, Djalla A. Hubungan Penyakit Kecacingan Dengan


Status Gizi Anak Pada Sekolah Dasar Muhammadiyah Jampu Kecamatan
Lanrisang Kabupaten Pinrang. Jurnal Ilmiah Manusia dan Kesehatan. 2017
• Hairani B, Waris L, Juhairiyah. Prevalensi Soil Transmitted Helminth (
STH ) pada anak sekolah dasar di Kecamatan Malinau Kota Kabu. 2014.
• Harhay MO, Horton J, Olliaro PL., 2010. Epidemiology and control of
human gastrointestinal parasites in children. Expert Rev Anti Infect Ther.
8(2):219- 234.
• Soedarto, 2016. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran Edisi Kedua. Sagung
Seto. Jakarta
• Winna M. Prevalensi dan Faktor Risiko Infeksi Soiltransmitted Helminths
pada Siswa SD Negeri 101747 Kelurahan Klumpang Kebun Kecamatan
Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang Tahun 2016. 2016
• WHO, 2011. Helminth Control in school-aged children: a guide for
managers of control programmes, Second edition. WHO. France.
• Sutanto I, Ismid IS, Sjarifuddin PK. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran.
Ed.4. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008.
• Smits HL. Prospects for the control of neglected tropical diseases by mass
drug administration. Medscape 2009 cited 2018 Agustus 26;7(1):37-56.
• Bethony J, Brooker S, Albonico M, et al. Soiltransmitted helminth
infections: ascariasis, trichuriasis, and hookworm. Lancet. 2006;367:1521-
32
• Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Penyakit kecacingan masih
dianggap sepele. 2010 Juli 9 [cited 2018 Agustus 30].
• Guyatt H. Do intestinal nematodes affect productivity in adulthood?
Parasitol Today 2000;16:153-8.
• Yuwono N, Soraya Salle Pasulu, Husada D, Basuki S. Prevalence Of Soil
Transmitted Helminthiasis Among Elementary Children In Sorong District,
West Papua Natalia. 2019

15

Anda mungkin juga menyukai