Anda di halaman 1dari 15

PENYAKIT KECACINGAN

Disusun Oleh:
MUHAMMAD KHATAMI
201714401110051
SEMESTER III

YAYASAN BANJAR INSAN PRESTASI


AKADEMI KEPERAWATAN INTAN MARTAPURA
TAHUN AJARAN 2018/2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum  Wr. Wb

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Pada kesempatan kali ini saya membahas
“KONSEP CACING ASCARIASIS DAN ASUHAN KEPERAWATAN”. Dalam menulis
makalah ini,saya mengalami beberapa kesulitan. Namun dengan usaha dan kesungguhan saya
dalam mengerjakan penyususnan makalah ini akhirnya saya dapat menyajikan makalah ini.

Saya berharap makalah yang saya susun ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya yang
membaca, sehingga apa bila kita bila menjumpai klien dengan resiko dekubitus kita bisa
mencegah dan menangganinya sejak awal.

Saya menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna maka,
saya sangat mengharapkan kritik ataupun saran yang dapat membangun demi kesempurnaan
makalah yang saya susun.

Akhir kata saya mengucapkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Hormat Saya
DAFTAR ISI

Halaman Judul..........................................................................................................................
Daftar Isi .................................................................................................................................. 1
BAB I Pendahuluan
A.    Latar Belakang......................................................................................................................... 3
B.     Rumusan Masalah.................................................................................................................... 3
C.     Tujuan...................................................................................................................................... 3
BAB II Tinjaun Teori
A.    Pengertian Cacing ascariasis.................................................................................................... 5
B.     Etiologi .................................................................................................................................... 5
C.     Patofisiologi............................................................................................................................. 7
D.    Pathway.................................................................................................................................... 8
E.     Cara pencegahan...................................................................................................................... 9
F.      Tanda dan gejala...................................................................................................................... 9
G.    Pemeriksaan fisik dan diagnostik............................................................................................. 11
H.    Terapi medis ............................................................................................................................ 14
I.       Penatalaksanaan
J.       Diagnosa keperawatan............................................................................................................. 15
K.    Evaluasi.................................................................................................................................... 16
BAB III PENUTUP
Kesimpulan............................................................................................................................... 17
Daftar Pustaka.......................................................................................................................... 18
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang


Penyakit kecacingan erat hubungannya dengan kebiasaan hidup sehari-hari. Penyakit
kecacingan biasanya tidak menyebabkan penyakit yang berat dan angka kematian tidak terlalu
tinggi namun dalam keadaan kronis pada anak dapat menyebabkan kekurangan gizi yang
berakibat menurunnya daya tahan tubuh dan pada akhirnya akan menimbulkan gangguan pada
tumbuh kembang anak. Khusus pada anak usia sekolah, keadaan ini akan mengakibatkan
kemampuan mereka dalam mengikuti pelajaran akan menjadi berkurang (Safar, 2010).
World Health Organization (WHO)tahun 2012 memperkirakan lebih dari 1,5 miliar orang
atau 24% dari populasi dunia terinfeksi dengan cacing yang ditularkan melalui tanah. Lebih dari
270 juta anak usia prasekolah dan lebih dari 600 juta anak usia sekolah tinggal di daerah di mana
parasit ini ditularkan secara intensif dan membutuhkan pengobatan serta tindakan pencegahan.
Di Indonesia penyakit infeksi yang disebabkan oleh cacing masih tinggi prevalensinya
yaitu 60% - 80%. Hal ini terjadi dikarenakan Indonesia berada dalam posisi geografis yang
temperatur dan kelembaban yang sesuai untuk tempat hidup dan berkembang biaknya cacing.
Pengaruh lingkungan global dan semakin meningkatnya komunitas manusia serta kesadaran
untuk menciptakan perilaku higiene dan sanitasi yang semakin menurun merupakan faktor yang
mempunyai andil yang besar terhadap penularan parasit ini. Penyakit infeksi kecacingan juga
merupakan masalah kesehatan masyarakat terbanyak setelah malnutrisi (Kep-Menkes, 2006).

B.     Rumusan Masalah


1.      Apa definisi dari infeksi ascariasi ?
2.      Apa faktor dan penyebab yang mempengaruhi infeksi ascariasis?
3.      Bagaimana patofisiologi terjadinya infeksi ascariasis ?
4.      Bagaimana tanda dan gejala infeksi ascariasis?
5.      Bagaimana pathway infeksi ascariasis?
6.      Bagaimana cara mencegah infeksi ascariasis ?
7.      Bagaimana penatalaksanaan keperawatan infeksi ascariasis?
8.      Bagaimana diagnosa, interveni infeksi ascariasis?
9.      Bagaimana evaluasi hasil nya?
C.    Tujuan
1.      Mengetahuidefinisi dari infeksi ascariasis
2.      Mengetahui faktor yang mempengaruhi infeksi ascariasis
3.      Mengetahui patofisiologi terjadinya infeksi ascariasis
4.      Mengetahui tanda gejala infeksi ascariasis
5.      Mengetahui pathway infeksi ascariasis
6.      Mengetahui cara mencegah infeksi ascariasis
7.      Mengetahui penatalaksanaan keperawatan infeksi ascariasis
8.      Mengetahui diagnosa, intervensi yang diberikan pada klien
9.      Mengatahui evaluasi dari hasil asuhan keperawatan
BAB II
TINJAUAN TEORI

A.    PENGERTIAN
Ascaris lumbricoides merupakan cacing bulat besar yang biasanya
bersarang dalam usus halus. Adanya cacing didalam usus penderita akan mengadakan gangguan
keseimbangan fisiologi yang normal dalam usus, mengadakan iritasi setempat sehingga
mengganggu gerakan peristaltik dan penyerapan makanan.
Cacing ini merupakan parasit yang kosmopolit yaitu tersebar diseluruh
dunia, lebih banyak di temukan di daerah beriklim panas dan lembab. Di beberapa daerah tropik
derajat infeksi dapat mencapai 100% dari penduduk. Pada umumnya lebih banyak ditemukan
pada anak-anak berusia 5 – 10 tahun sebagai host (penjamu) yang juga menunjukkan beban
cacing yang lebih tinggi (Haryanti, E, 1993).
Cacing dapat mempertahankan posisinya didalam usus halus karena
aktivitas otot-otot ini. Jika otot-otot somatik di lumpuhkan dengan obat-obat antelmintik, cacing
akan dikeluarkan dengan pergerakan peristaltik normal. Tantular, K (1980) yang dikutip oleh
Moersintowarti. (1992) mengemukakan bahwa 20 ekor cacing Ascaris lumbricoides dewasa
didalam usus manusia mampu mengkonsumsi hidrat arang sebanyak 2,8 gram dan 0,7 gram
protein setiap hari.Dari hal tersebut dapat diperkirakan besarnya kerugian yang disebabkan oleh
infestasi cacing dalam jumlah yang cukup banyak sehingga menimbulkan keadaan kurang gizi
(malnutrisi).

B.     ETIOLOGI
a.       Umur
Umur balita terendah 1 tahun, tertinggi 4 tahun dengan rata-rata 2,76. Frekuensi terbanyak pada
umur 3 tahun yaitu senbanyak 49,1%.
b.      Jenis Kelamin
Distribusi anak menurut jenis kelamin hampir berimbang walaupun lebih banyak anak laki- laki
dari pada perempuan.
c.       Kebiasaan Mencuci Tangan
Mencuci tangan adalah aktifitas yang dilakukan sebelum makan, setelah bermain dan setelah
BAB, berdasarkan hasil penelitian dari 54 anak hanya 3,7% yang terbiasa melakukan kebiasaan
mencucitangan.
d.      Kebiasaan Memakai Alas Kaki
Kebiasaaan memakai alas kaki adalah kebiasaan anak memakai sandal atau sepatu setiap
bermain didalam dan diluar rumah. berdasarkan hasil penelitian dari 54 anak hanya 1,9% yang
terbiasa memakai alas kaki.
e.       Kebersihan Kuku Kebersihan kuku aktifitas yangdilakukan dengan memangkas dan memotong
kuku satu minggu sekali dan membersihkan sela-sela kuku setiap mencuci tangan. Berdasarkan
hasil penelitian dari 54 anak sebanyak 88,9% memiliki kuku kotor.

f.       Kebiasaan Bermain ditanah


Bermain ditanah adalah aktifitas fisik yang mengakibatkan tangan, kuku, kaki dan kulit kontak
langsungdengan tanah,berdasarkan hasil penelitian dari 54 anak sebanyak 98,1% terbiasa
bermain ditanah.
g.      Kepemilikkan Jamban
Kepemilikkan jamban tempat untuk BAB bagi keluarga yangmerupakan milik keluarga yang
memenuhi syarat kesehatan, berdasarkan hasil penelitian dari 54 keluarga sebanyak 94,4%
memiliki jamban.
h.      Lantai Rumah
Lantai rumah mencakup bahan yang digunakan sebagai lantai rumah yang terbuat dari bahan
yang kedap air. Berdasarkan hasil penelitian dari 54 anak sebanyak 87% yang lantai rumahnya
kedap air.
i.        Ketersediaan Air Bersih Mencakup kecukupan air yangmemenuhi syarat air bersih yaitu tidak
berbau,berasa, dan tidak berwarnauntuk kebutuhan hidup sehari-hari Berdasarkan hasil
penelitian dari 54 anak 100% mempunyai ketersediaan air bersih.

C.     PATOFISIOLOGI
Manusia merupakan satu-satunya hospes definitif Ascaris lumbricoides,
jika tertelan telur yang infektif, maka didalam usus halus bagian atas telur akan pecah dan
melepaskan larva infektif dan menembus dinding usus masuk kedalam vena porta hati yang
kemudian bersama dengan aliran darah menuju jantung kanan dan selanjutnya melalui arteri
pulmonalis ke paru-paru dengan masa migrasi berlangsung selama sekitar 15 hari.
Dalam paru-paru larva tumbuh dan berganti kulit sebanyak 2 kali,kemudian keluar dari
kapiler, masuk ke alveolus dan seterusnya larva masuk sampai ke bronkus, trakhea, laring dan
kemudian ke faring, berpindah ke osepagus dan tertelan melalui saliva atau merayap melalui
epiglottis masuk kedalam traktus digestivus. Terakhir larva sampai kedalam usus halus bagian
atas, larva berganti kulit lagi menjadi cacing dewasa. Umur cacing dewasa kira-kira satu tahun,
dan kemudian keluar secara spontan.
Siklus hidup cacing ascaris mempunyai masa yang cukup panjang, dua bulan sejak
infeksi pertama terjadi, seekor cacing betina mulai mampu mengeluarkan 200.000 – 250.000
butir telur setiap harinya, waktu yang diperlukan adalah 3 – 4 minggu untuk tumbuh menjadi
bentuk infektif.
MenurutMenurut penelitian stadium ini merupakan stadium larva, dimana telur tersebut
keluar bersama tinja manusia dan diluar akan mengalami perubahan dari stadium larva I sampai
stadium III yang bersifat infektif. Telur-telur ini tahan terhadap berbagai desinfektan dan dapat
tetap hidupbertahun-tahun di tempat yang lembab. Didaerah hiperendemik, anak-anak terkena
infeksi secara terus-menerus sehingga jika beberapa cacing keluar, yanglain menjadi dewasa dan
menggantikannya. Jumlah telur ascaris yang cukup besar dan dapat hidup selama beberapa tahun
maka larvanya dapat tersebar dimana- mana, menyebar melalui tanah, air, ataupun melalui
binatang. Maka bila makanan atau minuman yang mengandung telur ascaris infektif masuk
kedalam tubuh maka siklus hidup cacing akan berlanjut sehingga larva itu berubah menjadi
cacing. Jadi larva cacing ascaris hanya dapat menginfeksi tubuh melalui makanan yang tidak
dimasak ataupun melalui kontak langsung dengan kulit.
D.    PATHWAY

E.     CARA PENCEGAHAN


1)       Berikan penyuluhan kepada masyarakat untuk menggunakan fasilitas jamban yang
memenuhi syarat kesehatan.
2)       Sediakan fasilitas yang cukup memadai untuk pembuangan kotoran yang layak dan cegah
kontaminasi tanah pada daerah yang berdekatan langsung dengan rumah, terutama di tempat
anak bermain.
3)       Di daerah pedesaan, buatlah jamban umum yang konstruksinya sedemikian rupa sehingga
dapat mencegah penyebaran telur Ascaris melalui aliran air, angin, dan lain-lain. Kompos yang
dibuat dari kotoran manusia untuk digunakan sebagai pupuk kemungkinan tidak membunuh
semua telur.
4)       Dorong kebiasaan berperilaku higienis pada anak-anak, misalnya ajarkan mereka untuk
mencuci tangan sebelum makan dan menjamah makanan.
5)       Di daerah endemis, jaga agar makanan selalu ditutup supaya tidak terkena debu dan
kotoran. Makanan yang telah jatuh ke lantai jangan dimakan kecuali telah dicuci atau
dipanaskan.
Meningkatkan pengetahuan masyarakat melalui penyuluhan kesehatan untuk  mencegah
terjadinya pencemaran/kontaminasi tinja terhadap tanah, air, makanan dan pakan ternak dengan
cara mencegah penggunaan air limbah untuk irigasi; anjurkan untuk memasak daging sapi atau
daging babi secara sempurna.
Lakukan diagnosa dini dan pengobatan terhadap penderita. Lakukan kewaspadaan enterik pada
institusi dimana penghuninya diketahui ada menderita infeksi T. solium untuk mencegah
terjadinya cysticercosis. Telur Taenia solium sudah infektif segera setelah keluar melalui tinja
penderita dan dapat menyebabkan penyakit yang berat pada manusia. Perlu dilakukan tindakan
tepat untuk mencegah reinfeksi dan untuk mencegah penularan kepada kontak.
Daging sapi atau daging babi yang dibekukan pada suhu di bawah minus 5oC (23oF) selama lebih
dari 4 hari dapat membunuh cysticerci. Radiasi dengan kekuatan 1 kGy sangat efektif.
Pengawasan terhadap bangkai sapi atau bangkai babi hanya dapat mendeteksi sebagian dari
bangkai yang terinfeksi; untuk dapat mencegah penularan harus dilakukan tindakan secara tegas
untuk Membuang bangkai tersebut dengan cara yang aman, melakukan iradiasi atau memproses
daging tersebut untuk dijadikan produk yang masak.
Jauhkan ternak babi kontak dengan jamban dan kotoran manusia.

F.      TANDA DAN GEJALA


Lesu, tidak bergairah, konsentrasi belajar kurang, pucat, rentan terhadap penyakit,,
prestasi kerja menurun, dan anemia merupakan manifestasi klinis yang sering terjadi. Di
samping itu juga terdapat eosinofilia (Menteri Kesehatan, 2006)

G.    PEMERIKSAAN FISIK DAN DIAGNOSTIK


Gejala cacingan sering dikacaukan dengan penyakit-penyakit lain. Pada permulaan
mungkin ada batuk-batuk dan eosinofilia. Anak yang menderita cacingan biasanya lesu, tidak
bergairah dan kurang konsentrasi belajar.
Pada anak-anak yang menderita Ascariasis lumbricoides perutnya tampak buncit, perut
sering sakit, diare, dan nafsu makan kurang. Biasanya anak masih dapat beraktivitas walau sudah
mengalami penuruanan kemampuan belajar dan produktivitas. Pemeriksaan tinja sangat
diperlukan untuk ketepatan diagnosis yaitu dengan menemukan telur-telur cacing di dalam tinja
tersebut. Jumlah telur juga dapat dipakai sebagai pedoman untuk menentukan beratnya infeksi
(Menteri Kesehatan, 2006)
a.       Pemeriksaan laboratorium
1.  Pemeriksaan mikroskopis pada hapusan tinja dan dihitung dengan metode apus tebal kato.
Infeksi biseksual menyebabkan ekskresi telur fertil matang, sedangkan telur infertil ditemukan
pada individu yang terinfeksi hanya dengan cacing betina.
2.  Ditemukan larva pada lambung atau saluran pernafasan pada penyakit paru.
3.  Pada pemeriksaan darah ditemukan periferal eosinofilia.

b.    Pemeriksaan foto


1.   Foto thorak menunjukkan gambaran opak pada lapang pandang paru seperti pada sindrom
Loeffler.
2.  Penyakit pada saluran empedu
-          Endoscopic retrogade cholangiopancreatography (ERCP) memiliki sensitifitas 90 %
dalam membantu mendiagnosis biliary ascariasis.
-          Ultrasonography memiliki sensitivitas 50 % untuk membantu membuat diagnosis biliary
ascariasis.

H.    TERAPI MEDIS


1.    Pada anak dengan infeksi berat garam piperazin (sitrat, adipat, atau fosfat) diberikan secara
oral dengan dosis per hari 50-75 mg/kg selama 2 hari. Dosis tunggal lebih efektif dari pada
regimen 2, dalam mengurangi beban cacing pada anak yang terinfeksi. Karera piperazin
menyebabkan paralisis neuromuskuler parasit dan pengeluaran cacing relatif cepat , maka obat
ini adalah obat plihan untuk obstruksi usus atau saluran empedu (Berhman, 1999).
2.     Obat ascariasis usus tanpa komplikasi dapat digunakan albendazole (400 mg P.O. sekali
untuk segala usia), mabendazole (10 mg P.O. untuk 3 hari atau 500 mg P.O. sekali untuk segala
usia).

I.       Penatalaksanaaan
a.       Pengkajian
Identitas klien
i. Nama
ii. Usia
iii. Alamat
iv. Jenis kelamin
v. Agama
vi. Status
Dasar data pengkajian menurut Doenges (1999) adalah :
1.  Aktivitas dan istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan, malaise, cepat lelah, insomnia, tidak tidur semalam karena diare.
Merasa gelisah dan ansietas.
2.   Sirkulasi
Tanda : tachikardia ( respon terhadap demam, dehidrasi, proses inflamasi dan nyeri)
3.    Nutrisi / cairan
Gejala : mual, muntah, dan anoreksia.
Tanda : hipoglikemia, pot belly, dehidrasi, BB turun.
4.   Eliminasi
Tanda : diare, penurunan haluaran urin.
5.    Nyeri
Gejala : nyeri epigastrik, nyeri daerah pusat, kolik.
6.    Integritas ego
Gejala : ansietas.
7.      Keamanan
Tanda : kulit kemerahan, kering, panas, suhu meningkat

J.       DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan sekunder terhadap diare. (Carpenito,
2000: 104).

Tujuan  :  Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dengan kriteria tidak


ditemukannya tanda-tanda dehidrasi dan klien mampu memperlihatkan tanda-tanda rehidrasi dan
pemeliharaan hidrasi yang adekuat.
Intervensi :
a. Monitor intake dan out put cairan.
b. Observasi tanda-tanda dehidrasi (hipertermi, turgor kulit turun, membran mukosa kering).
c. Berikan oral rehidrasi solution sedikit demi sedikit membantu hidrasi yang adekuat.
d. Observsasi tanda-tanda dehidrasi.
e. Observasi pemberian cairan intra vena.

2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan spasme otot polos sekunder akibat migrasi
parasit di lambung.
Tujuan :  Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri akan hilang atau berkurang dengan
kriteria klien tidak menunjukkan kesakitan.

Intervensi :
a. Kaji tingkat dan karakteristik nyeri.
b. Beri kompres hangat di perut.
c. Ajarkan metoda distraksi selama nyeri akut.
d. Atur posisi yang nyaman yang dapat mengurangi nyeri.
e. Kolaburasi untuk pemberian analgesik.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia dan muntah
(Carpenito, 2000: 260).

Tujuan : Nutrisi terpenuhi dengan kriteria klien menunjukkan nafsu makan meningkat, berat
badan sesuai usia.

Intervensi:
a. Beri diit makanan yang adekuat, nutrisi yang bergizi.
b. Timbang BB setiap hari.
c. Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat.
d. Pertahankan kebersihan mulut yang baik.

4. Hipertermi berhubungan dengan penurunan sirkulasi sekunder terhadap dehidrasi (Carpenito,


2000 ; 21)

Tujuan : Mempertahankan normotermi yang ditunjukkan dengan tidak terdapatnya tanda-tanda


dan gejala hipertermia, seperti tachicardia, kulit kemerahan, suhu dan tekanan darah normal.

Intervensi :
a. Ajarkan klien dan keluarga pentingnya masukan adekuat.
b. Monitor intake dan output cairan
c. Monitor suhu dan tanda vital
d. Lakukan kompres.

5. Perubahan integritas kulit berhubungan dengan inflamasi antara dermal – epidermal sekunder
akibat cacing gelang (Carpenito, 2000 ; 300)

Tujuan :  Setelah dilakukan tindakan keperawatan gangguan integritas kulit teratasi dengan
kriteria tidak terjadi lecet dan kemerahan.

Intervensi :
a. Beri bedak antiseptik.
b. Anjurkan untuk menjaga kebersihan diri / personal hygiene.
c. Anjurkan untuk tidak menggaruk .
d. Anjurkan untuk menggunakan pakaian yang meresap keringat.

L.     EVALUASI
1.      Diare dapat teratasi
2.      Nyeri berkurang
3.      Kebutuhan nutrisi dalam tubuh dapat terpenuhi
4.      Hipertermi dapat teratasi
5.      Intake cairan tubuh dapat terpenuhi
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Penyakit kecacingan erat hubungannya dengan kebiasaan hidup sehari-hari. Penyakit


kecacingan biasanya tidak menyebabkan penyakit yang berat dan angka kematian tidak terlalu
tinggi namun dalam keadaan kronis pada anak dapat menyebabkan kekurangan gizi yang
berakibat menurunnya daya tahan tubuh dan pada akhirnya akan menimbulkan gangguan pada
tumbuh kembang anak. Khusus pada anak usia sekolah, keadaan ini akan mengakibatkan
kemampuan mereka dalam mengikuti pelajaran akan menjadi berkurang (Safar, 2010).
Cara pencegahannya yaitu personal hygiene, dengan sering membersihkan kuku,
memakai alas kaki, cuci tangan sebelum dan sesudah makan dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA

Syamsu, Y. (2002). dan Upaya Penanggulangannya oleh, 1–21.

Utara, U. S. (2003). Soil Transmitted Helminths.


Fakultas, M., Masyarakat, K., Muhammadiyah, U., Fakultas, D., Masyarakat, K., & Muhammadiyah,
U. (n.d.). BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN, 22–35.
Sekolah, P., Negeri, D., Manado, K., Lengkong, B. R., Joseph, W. B. S., Pijoh, V. D., … Sam, U.
(n.d.). Penyakit kecacingan erat hubungannya dengan kebiasaan hidup sehari-hari . Penyakit
kecacingan biasanya tidak menyebabkan penyakit yang berat dan angka kematian tidak terlalu
tinggi namun dalam keadaan kronis pada anak dapat menyebabkan kekurangan gizi yan, 05

Anda mungkin juga menyukai