Anda di halaman 1dari 46

HALAMAN SAMPUL

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK REFARAT


PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER DESEMBER 2023
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

DIARE AKUT

Oleh
Ummu Salamah
111 2022 2145

PEMBIMBING
dr. Ahmad Gassim, Sp. A

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2023

1
HALAMAN PENGESAHAN
Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Ummu Salamah

Stambuk : 111 2022 2145

Judul : Diare Akut

Telah menyelesaikan Referat dan telah disetujui serta telah

dibacakan di hadapan supervisor pembimbing Kesehatan Anak

Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.

Makassar, Desember 2023

Dokter Pendidik Klinik, Penulis,

dr, Ahmad Gassim, Sp,A Ummu Salamah

I
KATA PENGANTAR

Assalamu‘alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh


Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas
segala nikmat kesempatan, kesehatan, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan Refarat dengan judul “Diare Akut” sebagai salah satu syarat dalam
menyelesaikan kepaniteraan klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Muslim Indonesia. Shalawat serta salam senantiasa
tercurahkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa
Sallam, keluarga, sahabat, serta pengikutnya yang senantiasa istiqamah di jalan
islam.
Keberhasilan penyusunan refarat ini adalah berkat bimbingan,
arahan, serta dukungan dari berbagai pihak yang telah diterima penulis
sehingga segala tantangan dan rintangan yang dihadapi selama
penyusunan refarat ini dapat diselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini tidak lepas
dari bimbingan berbagai pihak. Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian referat ini.
Semoga amal budi dari semua pihak mendapatkan pahala dan rahmat yang
melimpah dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Aamiin ya rabbal alamin
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh

Makassar, Desember 2023

Hormat Saya

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL..................................................................................1

HALAMAN PENGESAHAN.........................................................................I

KATA PENGANTAR..................................................................................II

DAFTAR ISI...............................................................................................III

BAB I PENDAHULUAN............................................................................1

1.1 LATAR BELAKANG.......................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................3

2.1 DEFINISI........................................................................................3

2.2 ETIOLOGI......................................................................................4

2.3 EPIDEMIOLOGI.............................................................................5

2.4 KLASIFIKASI.................................................................................5

2.5 CARA PENULARAN DAN FAKTOR RISIKO.................................6

2.6 PATOGENESIS.............................................................................9

2.7 GEJALA KLINIS...........................................................................11

2.8 DIAGNOSIS.................................................................................15

2.9 TATALAKSANA...........................................................................21

2.10 KOMPLIKASI...............................................................................35

2.11 PENCEGAHAN............................................................................37

BAB III KESIMPULAN............................................................................38

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................39
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan global

dengan angka kesakitan dan kematian yang tinggi terutama di negara

berkembang. Semua kelompok umur dan berbagai golongan sosial

ekonomi dapat terserang diare.1 Nilai normal kadar air dalam tinja adalah

sekitar 10 mL/kg/hari pada bayi dan anak kecil atau 200 g/hari pada

remaja dan dewasa.2 Diare akut adalah terjadinya peningkatan buang air

besar dengan konsistensi lebih lunak dan lebih cair paling sedikit tiga kali

dalam 24 jam selama <14 hari.3

Diare berdasarkan penyebabnya dibagi 2 yaitu diare infeksi dan

diare non-infeksi. Penyebab diare infeksi adalah bakteri, virus atau

parasite dengan penyebab diare yang paling sering pada anak adalah

Rotavirus. Diare non-infeksi disebabkan oleh intoksikasi makanan, alergi,

malabsorpsi, imunodefisiensi, terapi obat, dan lain-lain.4

Di Indonesia penyakit diare menjadi beban ekonomi yang tinggi

disektor kesehatan oleh karena rata – rata sekitar 30 % dari jumlah tempat

tidur yang ada di rumah sakit ditempati oleh bayi dan anak dengan

penyakit diare selain itu juga di pelayanan kesehatan primer, diare masih

menempati urutan kedua dalam urutan 10 penyakit terbanyak dipopulasi.5

Diare juga erat hubungannya dengan kejadian kurang gizi. Setiap

episode diare dapat menyebabkan kekurangan gizi oleh karena adanya


anoreksia dan berkurangnya kemampuan menyerap sari makanan,

sehingga apabila episodenya berkepanjangan akan berdampak terhadap

pertumbuhan dan kesehatan anak.5

Faktor risiko terjadinya penyakit diare antara lain rendahnya pola

hidup sehat masyarakat khususnya dalam penyediaan sarana sanitasi

yang baik untuk menunjang kesehatan lingkungan (penggunaan sarana

air bersih, jamban keluarga, pembuangan sampah, pem- buangan air

limbah). Penyakit ini terjadi karena 980 juta anak tidak memiliki toilet di

rumahnya.1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak >3

kali perhari disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair

dengan/tanpa lendir dan darah yang berlangsung kurang dari satu

minggu. 5

Nilai normal kadar air dalam tinja adalah sekitar 10

mL/kg/hari pada bayi dan anak kecil atau 200 g/hari pada remaja

dan dewasa. Diare pada anak didefinisikan sebagai perubahan

kebiasaan buang air besar yang normal yakni peningkatan

volume (>10mL/kgbb/hari) pada bayi dan anak dan/atau

penurunan konsistensi feses (>3 kali dalam sehari).6

Pada bayi yang minum ASI sering frekuensi buang air

besarnya > 3 – 4 kali per hari, keadaan ini tidak dapat disebut

diare, tetapi masih bersifat fisiologis/normal. Selama berat badan

bayi meningkat normal, hal tersebut tidak tergolong diare, tetapi

merupakan intoleransi laktosa sementara akibat belum

sempurnanya perkembangan saluran cerna.5

Untuk bayi yang minum ASI secara eksklusif definisi diare

yang praktis adalah meningkatnya frekuensi buang air besar atau

konsistensinya menjadi cair yang menurut ibunya abnormal atau


tidak seperti biasanya. Kadang – kadang pada seorang anak

buang air besar kurang dari 3 kali perhari, tetapi konsistensinya

cair, keadaan ini sudah dapat disebut diare.5

2.2 Etiologi

Kasus diare paling sering disebabkan oleh infeksi virus,

utamanya adalah Rotavirus (40–60%). Bakteri dan parasit juga

dapat menyebabkan diare seperti bakteri E coli, aeromonas

hydrophilia, parasit giardia lambdia, fasiolopsis buski, trichuris

trichiura, dll.7

 Golongan Bakteri : 5

1. Aeromonas 8. Salmonella

2. Bacillus cereus 9. Shigella

3. Campylobacter jejuni 10. Staphylococcus aureus

4. Clostridium perfringens 11. Vibrio cholerae

5. Clostridium defficile 12. Vibrio parahaemolyticus

6. Escherichia coli 13. Yersinia enterocolitica

7. Plesiomonas shigeloides

 Golongan Virus : 5

1. Astrovirus 5. Rotavirus

2. Calcivirus (Norovirus, Sapovirus) 6. Norwalk virus

3. Enteric adenovirus 7. Herpes simplex virus

4. Coronavirus 8. Cytomegalovirus

 Golongan Parasit : 5
1. Balantidium coli 5. Giardia lamblia

2. Blastocystis homonis 6. Isospora belli

3. Cryptosporidium parvum 7. Strongyloides stercoralis

4. Entamoeba histolytica 8. Trichuris trichiura

2.3 Epidemiologi

Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di

negara berkembang termasuk di Indonesia dan merupakan salah

satu penyebab kematian dan kesakitan tertinggi pada anak,

terutama usia di bawah 5 tahun. Di dunia, sebanyak 6 juta anak

meninggal tiap tahunnya karena diare dan sebagian besar

kejadian tersebut terjadi di negara berkembang. Sebagai

gambaran 17% kematian anak di dunia disebabkan oleh diare

sedangkan di Indonesia, hasil Riskesdas 2007 diperoleh bahwa

diare masih merupakan penyebab kematian bayi yang terbanyak

yaitu 42% dibanding pneumonia 24%, untuk golongan 1-4 tahun

penyebab kematian karena diare 25,2% dibanding pneumonia

15,5%.5

2.4 Klasifikasi

Diare yang disebabkan oleh bakteri diklasifikasikan

menjadi dua golongan yaitu bakteri non infasif dan bakteri infasif.

Bakteri non infasif diantaranya Vibrio cholera dan E coli (EPEC,

ETEC, EIEC). Bakteri infasif diantaranya adalah Salmonella sp, E.


colii hemorrhagic (EHEC) dan Campylobacter sp. Bakterii tipe non

infasif dan bakteri infasif dapat menimbuklan tanda tanda infeksi

melalui salah satu mekanisme yang berhubungan dengan proses

transpor ion dalam sel-sel usus cAMP, cGMP, dan Ca dependen.7

Diare akut dapat diklasifikasikan berdasarkan durasi dan

penyebabnya. Secara umum, klasifikasi diare akut dapat dibagi

menjadi:

1. Berdasarkan Durasi :

a) Diare Akut : Berlangsung kurang dari 14 hari.

b) Diare Persisten : Berlangsung 14-30 hari.

c) Diare Kronis : Berlangsung lebih dari 30 hari.

2. Berdasarkan Penyebab :

a) Diare Infeksi : Disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, atau

parasit.

b) Diare Non-Infeksi : Disebabkan oleh faktor non-infeksi,

seperti sindrom usus iritabel, efek samping obat, atau

intoleransi makanan.7

2.5 Cara Penularan dan Faktor Risiko

Cara penularan diare pada umumnya melalui fekal oral yaitu

melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen,

atau kontak langsung tangan dengan penderita atau barang-barang


yang telah tercemar tinja penderita atau tidak langsung melalui lalat.

(4F= field, flies, fingers, fluid).8

Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen

antara lain : tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4 – 6 bulan

pertama kehidupan bayi, tidak memadainya penyediaan air bersih,

pencemaran air oleh tinja, kurangnya sarana kebersihan (MCK),

kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk, penyiapan dan

penyimpanan makanan yang tidak higienis dan cara penyapihan yang

tidak baik. Selain hal-hal tersebut, beberapa faktor pada penderita

dapat meningkatkan kecenderungan untuk dijangkiti diare antara lain :

gizi buruk, imunodefisiensi, berkurangnya keasaman lambung,

menurunnya motilitas usus, menderita campak dalam 4 minggu

terakhir dan faktor genetik.9

1) Faktor umur

Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama

kehidupan. Insidensi tertinggi terjadi pada kelompok umur 6 –

11 bulan pada saat diberikan makanan pendamping ASI. Pola

ini menggambarkan kombinasi efek penurunan kadar antibodi

ibu, kurangnya.5

kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang mungkin

terkontaminasi bakteri tinja dan kontak langsung dengan tinja

manusia atau binatang pada saat bayi mulai merangkak.

Kebanyakan enteropatogen merangsang paling tidak sebagian


kekebalan melawan infeksi atau penyakit yang berulang, yang

membantu menjelaskan menurunnya insiden penyakit pada

anak yang lebih besar dan pada orang dewasa.5

2) Infeksi asimtomatik

Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan

proporsi asimtomatik ini meningkat setelah umur 2 tahun

dikarenakan pembentukan imunitas aktif. Pada infeksi

asimtomatik yang mungkin berlangsung beberapa hari atau

minggu, tinja penderita mengandung virus, bakteri atau kista

protozoa yang infeksius. Orang dengan infeksi asimtomatik

berperan penting dalam penyebaran banyak enteropatogen

terutama bila mereka tidak menyadari adanya infeksi, tidak

menjaga kebersihan dan berpindah-pindah dari satu tempat ke

tempat yang lain.5

3) Faktor musim

Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak

geografis. Didaerah sub tropik, diare karena bakteri lebih sering

terjadi pada musim panas, sedangkan diare karena virus

terutama rotavirus puncaknya terjadi pada musim dingin.

Didaerah tropik (termasuk Indonesia), diare yang disebabkan

oleh rotavirus dapat terjadi sepanjang tahun dengan


peningkatan sepanjang musim kemarau, sedangkan diare

karena bakteri cenderung meningkat pada musim hujan.5

4) Epidemi dan pandemi

Vibrio cholera 0.1 dan Shigella dysentriae 1 dapat

menyebabkan epidemi dan pandemi yang mengakibatkan

tingginya angka kesakitan dan kematian pada semua golongan

usia. Sejak tahun 1961, kolera yang disebabkan oleh V. Cholera

0.1 biotipe Eltor telah menyebar ke negara-negara di Afrika,

Amerika Latin, Asia, Timur Tengah dan di beberapa daerah di

Amerika Utara dan Eropa. Dalam kurun waktu yang sama

Shigella dysentriae tipe 1 menjadi penyebab wabah yang besar

di Amerika Tengah dan terakhir di Afrika Tengah dan Asia

Selatan. Pada akhir tahun 1992, di kenal strain baru Vibrio

cholera 0139 yang menyebabkan epidemi di Asia dan lebih dari

11 negara mengalami wabah.5

2.6 Patogenesis

Patogenesis terjadinya diare yang disebabkan virus yaitu

virus yang menyebabkan diare pada manusia secara selektif

menginfeksi dan menghancurkan sel-sel ujung-ujung villus pada

usus halus. Biopsi usus halus menunjukkan berbagai tingkat

penumpulan villus dan infiltrasi sel bundar pada lamina propria.


Perubahan-perubahan patologis yang diamati tidak berkorelasi

dengan keparahan gejala-gejala klinis dan biasanya sembuh

sebelum penyembuhan diare. Mukosa lambung tidak terkena

walaupun biasanya digunakan istilah “gastroenteritis”, walaupun

pengosongan lambung tertunda telah didokumentasi selama

infeksi virus Norwalk.5

Virus akan menginfeksi lapisan epithelium di usus halus

dan menyerang villus di usus halus. Hal ini menyebabkan fungsi

absorbsi usus halus terganggu. Sel-sel epitel usus halus yang

rusak diganti oleh enterosit yang baru, berbentuk kuboid yang

belum matang sehingga fungsinya belum baik. Villus mengalami

atrofi dan tidak dapat mengabsorbsi cairan dan makanan dengan

baik. Selanjutnya, cairan dan makanan yang tidak

terserap/tercerna akan meningkatkan tekanan koloid osmotik

usus dan terjadi hiperperistaltik usus sehingga cairan beserta

makanan yang tidak terserap terdorong keluar usus melalui anus,

menimbulkan diare osmotik dari penyerapan air dan nutrien yang

tidak sempurna.5

Pada usus halus, enterosit villus sebelah atas adalah sel-

sel yang terdiferensiasi, yang mempunyai fungsi pencernaan

seperti hidrolisis disakharida dan fungsi penyerapan seperti

transport air dan elektrolit melalui pengangkut bersama

(kotransporter) glukosa dan asam amino. Enterosit kripta


merupakan sel yang tidak terdiferensiasi, yang tidak mempunyai

enzim hidrofilik tepi bersilia dan merupakan pensekresi (sekretor)

air dan elektrolit. Dengan demikian infeksi virus selektif sel-sel

ujung villus usus menyebabkan (1) ketidakseimbangan rasio

penyerapan cairan usus terhadap sekresi, dan (2) malabsorbsi

karbohidrat kompleks, terutama laktosa.5

Pada hospes normal, infeksi ekstra-intestinal sangat

jarang, walaupun penderita terganggu imun dapat mengalami

keterlibatan hati dan ginjal. Kenaikan kerentanan bayi (dibanding

dengan anak yang lebih tua dan orang dewasa) sampai

morbiditas berat dan mortalitas gastroenteritis virus dapat

berkaitan dengan sejumlah faktor termasuk penurunan fungsi

cadangan usus, tidak ada imunitas spesifik, dan penurunan

mekanisme pertahanan hospes nonspesifik seperti asam

lambung dan mukus. Enteritis virus sangat memperbesar

permeabilitas usus terhadap makromolekul lumen dan telah

dirumuskan menaikkan risiko alergi makanan.5

Diare karena bakteri terjadi melalui salah satu mekanisme

yang berhubungan dengan pengaturan transpor ion dalam sel-sel

usus cAMP,cGMP, dan Ca dependen. Patogenesis terjadinya

diare oleh salmonella, shigella, E coli agak berbeda dengan

patogenesis diare oleh virus, tetapi prinsipnya hampir sama.

Bedanya bakteri ini dapat menembus (invasi) sel mukosa usus


halus sehingga depat menyebakan reaksi sistemik.Toksin shigella

juga dapat masuk ke dalam serabut saraf otak sehingga

menimbulkan kejang. Diare oleh kedua bakteri ini dapat

menyebabkan adanya darah dalam tinja yang disebut disentri.5

2.7 Gejala Klinis

Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal

serta gejala lainnya bila terjadi komplikasi ekstra intestinal

termasuk manifestasi neurologik. Gejala gastrointestinal bisa

berupa diare, kram perut dan muntah. Sedangkan manifestasi

sistemik bervariasi tergantung pada penyebabnya.5

Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang

mengandung sejumlah ion natrium, klorida, dan bikarbonat.

Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah bila ada muntah dan

kehilangan air juga meningkat bila ada panas. Hal ini dapat

menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik dan hipokalemia.

Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya karena

dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler dan

kematian bila tidak diobati. Dehidrasi menurut tonisitas plasma

dapat berupa dehidrasi isotonik, dehidrasi hipertonik

(hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat

dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi

sedang atau dehidrasi berat.5


Infeksi ekstraintestinal yang berkaitan dengan bakteri

enterik patogen antara lain : vulvovaginitis, infeksi saluran kemih,

endokarditis, osteomielitis, meningitis, pneumonia, hepatitis,

peritonitis dan septik trombophlebitis. Gejala neurologik dari

infeksi usus bisa berupa paresthesia (akibat makan ikan, kerang,

monosodium glutamat) hipotoni dan kelemahan otot (C.

botulinum).5

Tabel. Manifestasi immun mediated ekstraintestinal dan enteropatogen


terkait

Manifestasi Enteropatogen terkait Manifestasi Enteropatogen terkait


Reactive arthritis Reactive arthritis
Guillain Barre Syndrome Guillain Barre Syndrome
Glomerulonephritis Glomerulonephritis
IgA nephropathy Erythema IgA nephropathy Erythema
nodusum Hemolytic anemia nodusum Hemolytic anemia
Hemolytic Uremic Syndrome Hemolytic Uremic Syndrome
Salmonella, Shigella, Yersinia, Salmonella, Shigella, Yersinia,
Camphylobacter, Clostridium Camphylobacter, Clostridium
difficile difficile
Camphylobacter
Camphylobacter
Shigella, Camphylobacter,
Shigella, Camphylobacter,
Salmonella Camphylobacter
Salmonella Camphylobacter
Yersinia, Camphylobacter,
Yersinia, Camphylobacter,
Salmonella Camphylobacter,
Salmonella Camphylobacter,
Yersinia
Yersinia
S. dysentrie, E. coli
S. Dysentrie, E. Coli
Reactive arthritis
Reactive Arthritis

Bila terdapat panas dimungkinkan karena proses

peradangan atau akibat dehidrasi. Panas badan umum terjadi


pada penderita dengan inflammatory diare.. Nyeri perut yang

lebih hebat dan tenesmus yang terjadi pada perut bagian bawah

serta rektum menunjukkan terkenanya usus besar.5

Mual dan muntah adalah simptom yang non spesifik akan

tetapi muntah mungkin disebabkan oleh karena organisme yang

menginfeksi saluran cerna bagian atas seperti: enterik virus,

bakteri yang memproduksi enterotoksin, Giardia, dan

Cryptosporidium.5

Muntah juga sering terjadi pada non inflammatory diare.

Biasanya penderita tidak panas atau hanya subfebris, nyeri perut

periumbilikal tidak berat, watery diare, menunjukkan bahwa

saluran cerna bagian atas yang terkena. Oleh karena pasien

immunocompromise memerlukan perhatian khusus, informasi

tentang adanya imunodefisiensi atau penyakit kronis sangat

penting.5
Gejala khas diare akut oleh berbagai penyebab

Gejala klinik Rotavirus Shigella Salmonella ETEC EIEC Kolera


Masa tuntas 17-72 jam 24-48 jam 6-72 jam 6-72 jam 6-72 jam 48-72 jam
Panas + ++ ++ - ++ -
Mual muntah Sering Jarang Sering + - Sering
Nyeri perut Tenesmus Tenesmus Tenesmus - Tenesmus Kramp
kramp kolik kramp
Nyeri kepala - + + - - -
Lamanya sakit 5-7 hari >7 hari 3-7 hari 2-3 hari Variasi 3 hari
Sifat tinja
Volume Sedang Sedikit Sedikit Banyak Sedikit Banyak
Frekuensi 5-10x/hr >10x/hr Sering Sering Sering Terus menerus
Konsistensi Cair Lembek Lembek Cair Lembek Cair
Darah - Sering Kadang - + -
Bau Langu  Busuk + Tidak Amis khas
Warna Kuning hijau Merah-hijau Kehijauan Tak berwarna Merah-hijau Seperti air
cucian beras
Leukosit - + + - - -
Lain lain Anorexia Kejang  Sepsis  meterosimus Infeksi sistemik 
2.8 Diagnosis

1. Anamnesis

Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut:

lama diare, frekuensi, volume, konsistensi tinja, warna, bau,

ada / tidak lendir dan darah. Bila disertai muntah: volume dan

frekuensinya. Kencing: biasa, berkurang, jarang atau tidak

kencing dalam 6 – 8 jam terakhir. Makanan dan minuman yang

diberikan selama diare. Adakah panas atau penyakit lain yang

menyertai seperti: batuk, pilek, otitis media, campak.5

Tindakan yang telah dilakukan ibu selama anak diare:

memberi oralit, membawa berobat ke Puskesmas atau ke

Rumah Sakit dan obat-obatan yang diberikan serta riwayat

imunisasinya.5

2. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu

tubuh, frekuensi denyut jantung dan pernapasan serta tekanan

darah. Selanjutnya perlu dicari tanda-tanda utama dehidrasi:

kesadaran, rasa haus dan turgor kulit abdomen dan tanda-

tanda tambahan lainnya : ubun- ubun besar cekung atau tidak,

mata : cowong atau tidak, ada atau tidak adanya air mata,

bibir, mukosa mulut dan lidah kering atau basah.5

Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis

metabolik. Bising usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat
hipokalemi. Pemeriksaan ekstremitas perlu karena perfusi dan

capillary refill dapat menentukan derajat dehidrasi yang terjadi.

Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan

dengan cara: obyektif yaitu dengan membandingkan berat

badan sebelum dan selama diare. Subyektif dengan

menggunakan kriteria WHO, Skor Maurice King, kriteria

MMWR dan lain-lain dapat dilihat pada tabel berikut.

Penentuan derajat dehidrasi menurut MMWR 2003


3. Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada

umumnya tidak diperlukan, hanya pada keadaan tertentu

mungkin diperlukan misalnya penyebab dasarnya tidak

diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut atau

pada penderita dengan dehidrasi berat. Contoh : pemeriksaan

darah lengkap, kultur urine dan tinja pada sepsis atau infeksi

saluran kemih.5

Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang diperlukan

pada diare akut :

 Darah : darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah,

glukosa darah, kultur dan tes kepekaan terhadap

antibiotika.
 Urine : urine lengkap, kultur dan test kepekaan terhadap

antibiotika.

 Tinja :

a) Pemeriksaan makroskopik:

Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan

pada semua penderita dengan diare meskipun

pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan. Tinja yang

watery dan tanpa mukus atau darah biasanya

disebabkan oleh enterotoksin virus, protozoa atau

disebabkan oleh infeksi diluar saluran gastrointestinal.5

Tinja yang mengandung darah atau mukus bisa

disebabkan infeksi bakteri yang menghasilkan

sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang menyebabkan

peradangan mukosa atau parasit usus seperti : E.

histolytica, B. coli dan T. trichiura. Apabila terdapat

darah biasanya bercampur dalam tinja kecuali pada

infeksi dengan E. Histolytica darah sering terdapat

pada permukaan tinja dan pada infeksi EHEC terdapat

garis-garis darah pada tinja. Tinja yang berbau busuk

didapatkan pada infeksi dengan Salmonella, Giardia,

Cryptosporidium dan Strongyloides.5


b) Pemeriksaan mikroskopik:

Pemeriksaan mikroskopik untuk mencari adanya

lekosit dapat memberikan informasi tentang penyebab

diare, letak anatomis serta adanya proses peradangan

mukosa. Lekosit dalam tinja diproduksi sebagai respon

terhadap bakteri yang menyerang mukosa kolon.5

Lekosit yang positif pada pemeriksaan tinja

menunjukkan adanya kuman invasif atau kuman yang

memproduksi sitotoksin seperti Shigella, Salmonella,

C. jejuni, EIEC, C. difficile, Y. enterocolitica, V.

parahaemolyticus dan kemungkinan Aeromonas atau

P. shigelloides. Lekosit yang ditemukan pada

umumnya adalah lekosit PMN, kecuali pada S. typhii

lekosit mononuklear. Tidak semua penderita kolitis

terdapat lekosit pada tinjanya, pasien yang terinfeksi

dengan E. histolytica pada umumnya lekosit pada tinja

minimal. Parasit yang menyebabkan diare pada

umumnya tidak memproduksi lekosit dalam jumlah

banyak.5

Normalnya tidak diperlukan pemeriksaan untuk

mencari telur atau parasit kecuali terdapat riwayat baru

saja bepergian kedaerah resiko tinggi, kultur tinja

negatif untuk enteropatogen, diare lebih dari 1 minggu


atau pada pasien immunocompromised. Pasien yang

dicurigai menderita diare yang disebabkan giardiasis,

cryptosporidiosis, isosporiasis dan strongyloidiasis

dimana pemeriksaan tinja negatif, aspirasi atau biopsi

duodenum atau yeyunum bagian atas mungkin

diperlukan. Karena organisme ini hidup di saluran

cerna bagian atas, prosedur ini lebih tepat daripada

pemeriksaan spesimen tinja.5

Biopsi duodenum adalah metoda yang spesifik dan

sensitif untuk diagnosis giardiasis, strongylodiasis dan

protozoa yang membentuk spora. E. hystolitica dapat

didiagnosis dengan pemeriksaan mikroskopik tinja

segar. Trophozoit biasanya ditemukan pada tinja cair

sedangkan kista ditemukan pada tinja yang berbentuk.

Tehnik konsentrasi dapat membantu untuk

menemukan kista amuba. Pemeriksaan serial mungkin

diperlukan oleh karena ekskresi kista sering terjadi

intermiten. Sejumlah tes serologis amubiasis untuk

mendeteksi tipe dan konsentrasi antibodi juga tersedia.

Serologis test untuk amuba hampir selalu positif pada

disentri amuba akut dan amubiasis hati.5

Kultur tinja harus segera dilakukan bila dicurigai

terdapat Hemolytic Uremic Syndrome, diare dengan


tinja berdarah, bila terdapat lekosit pada tinja, KLB

diare dan pada penderita immunocompromised.5

Oleh karena bakteri tertentu seperti : Y.

enterocolitica, V. cholerae, V. Parahaemolyticus,

Aeromonas, C. difficile, E. coli 0157: H7 dan

Camphylobacter membutuhkan prosedur laboratorium

khusus untuk identifikasinya, perlu diberi catatan pada

label apabila ada salah satu dicurigai sebagai

penyebab diare yang terjadi. Deteksi toksin C. difficile

sangat berguna untuk diagnosis antimikrobial kolitis.

Proctosigmoidoscopy mungkin membantu dalam

menegakkan diagnosis pada penderita dengan

simptom kolitis berat atau penyebab inflammatory

enteritis syndrome tidak jelas setelah dilakukan

pemeriksaan laboratorium pendahuluan.5

2.9 Tatalaksana

Departemen Kesehatan mulai melakukan sosialisasi Panduan Tata

Laksana Pengobatan Diare pada balita yang baru didukung oleh Ikatan

Dokter Anak Indonesia, dengan merujuk pada panduan WHO. Rehidrasi

bukan satu-satunya strategi dalam penatalaksanaan diare. Memperbaiki

kondisi usus dan menghentikan diare juga menjadi cara untuk mengobati

pasien. Untuk itu, Departemen Kesehatan menetapkan lima pilar


penatalaksanaan diare bagi semua kasus diare yang diderita anak balita

baik yang dirawat di rumah maupun sedang dirawat di rumah sakit, yaitu:

1. Rehidrasi dengan menggunakan oralit baru

2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut

3. ASI dan makanan tetap diteruskan

4. Antibiotik selektif

5. Nasihat kepada orang tua

Rehidrasi dengan oralit baru, dapat mengurangi rasa mual dan

muntah. Berikan segera bila anak diare, untuk mencegah dan mengatasi

dehidrasi. Oralit formula lama dikembangkan dari kejadian luar biasa diare

di Asia Selatan yang terutama disebabkan karena disentri, yang

menyebabkan berkurangnya lebih banyak elektrolit tubuh, terutama

natrium. Sedangkan diare yang lebih banyak terjadi akhir-akhir ini dengan

tingkat sanitasi yang lebih banyak terjadi akhir-akhir ini dengan tingkat

sanitasi yang lebih baik adalah disebabkan oleh karena virus. Diare

karena virus tersebut tidak menyebabkan kekurangan elektrolit seberat

pada disentri. Karena itu, para ahli diare mengembangkan formula baru

oralit dengan tingkat osmolarits yang lebih rendah. Osmolaritas larutan

baru ebih mendekati osmolaritas plasma, sehingga kurang menyebabkan

risiko terjadinya hipernatremia.

Oralit baru ini adalah oralit dengan osmolaritas yang rendah.

Keamanan oralit ini sama dengan oralit yang selama ini digunakan,

namun efektivitasnya lebih baik daripada oralit formula lama. Oralit baru
dengan low osmolaritas ini juga menurunkan kebutuhan suplementasi

intravena dan mampu mengurangi pengeluaran tinja hingga 20% serta

mengurangi kejadian muntah hingga 30%. Selain itu, oralit baru ini juga

telah direkomendasikan oleh WHO dan UNICEF untuk diare akut non-

kolera pada anak.5

Tabel. Komposisi Oralit Baru

Oralit Baru Osmolaritas Rendah Mmol/liter


Natrium 75
Klorida 65
Glucose, anhydrous 75
Kalium 20
Sitrat 10
Total Osmolaritas 245

Ketentuan pemberian oralit formula baru:

1. Beri ibu 2 bungkus oralit formula baru

2. Larutkan 1 bungkus oralit formula baru dalam 1 liter air matang,

untuk persediaan 24 jam.

3. Berikan larutan oralit pada anak setiap kali buang air besar, dengan

ketentuan sebagai

berikut:

Untuk anak berumur < 2 tahun : berikan 50-100 ml tiap kali BAB

Untuk anak 2 tahun atau lebih : berikan 100-200 ml tiap BAB

4. Jika dalam waktu 24 jam persediaan larutan oralit masih tersisa,

maka sisa larutan harus dibuang.5


a. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut.

Zinc mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc juga dapat

mengembalikan nafsu makan anak.

Penggunaan zinc ini memang popular beberapa tahun terakhir karena

memiliki evidence based yang bagus. Beberapa penelitian telah

membuktikannya. Pemberian zinc yang dilakukan di awal masa diare

selama 10 hari ke depan secara signifikan menurunkan morbiditas dan

mortalitas pasien. Lebih lanjut, ditemukan bahwa pemberian zinc pada

pasien anak penderita kolera dapat menurunkan durasi dan jumlah

tinja/cairan yang dikeluarkan.5

Zinc termasuk mironutrien yang mutlak dibutuhkan untuk

memelihara kehidupan yang optimal. Meski dalam jumlah yang sangat

kecil, dari segi fisiologis, zinc berperan untuk pertumbuhan dan

pembelahan sel, anti oksidan, perkembangan seksual, kekebalan

seluler, adaptasi gelap, pengecapan, serta nafsu makan. Zinc juga

berperan dalam sistem kekebalan tubuh dan merupakan mediator

potensial pertahanan tubuh terhadap infeksi.5

Dasar pemikiran penggunaan zinc dalam pengobatan diare akut

didasarkan pada efeknya terhadap fungsi imun atau terhadap struktur

dan fungsi saluran cerna dan terhadap proses perbaikan epitel saluran

cerna selama diare. Pemberian zinc pada diare dapat meningkatkan

aborpsi air dan elektrolit oleh usus halus, meningkatkan kecepatan

regenerasi epitel usus, meningkatkan jumlah brush border apical, dan


meningkatkan respon imun yang mempercepat pembersihan patogen

dari usus. Pengobatan dengan zinc cocok diterapkan di negara-negara

berkembang seperti Indonesia yang memiliki banyak masalah

terjadinya kekurangan zinc di dalam tubuh karena tingkat

kesejahteraan yang rendah dan daya imunitas yang kurang memadai.

Pemberian zinc dapat menurunkan frekuensi dan volume buang air

besar sehingga dapat menurunkan risiko terjadinya dehidrasi pada

anak.5

Dosis zinc untuk anak- anak:

 Anak di bawah umur 6 bulan : 10 mg (1/2 tablet) per hari

 Anak di atas umur 6 bulan : 20 mg (1 tablet) per hari

Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut meskipun anak

telah sembuh dari diare. Untuk bayi, tablet zinc dapat dilarutkan

dengan air matang, ASI, atau oralit. Untuk anak-anak yang lebih besar,

zinc dapat dikunyah atau dilarutkan dalam air matang atau oralit.5

b. ASI dan makanan tetap diteruskan

Sesuai umur anak dengan menu yang sama pada waktu anak

sehat untuk mencegah kehilangan berat badan serta pengganti nutrisi

yang hilang. Pada diare berdarah nafsu makan akan berkurang.

Adanya perbaikan nafsu makan menandakan fase kesembuhan.5

c. Antibiotik jangan diberikan


Kecuali ada indikasi misalnya diare berdarah atau kolera.

Pemberian antibiotik yang tidak rasional justru akan memperpanjang

lamanya diare karena akan mengganggu keseimbangan flora usus dan

Clostridium difficile yang akan tumbuh dan menyebabkan diare sulit

disembuhkan. Selain itu, pemberian antibiotik yang tidak rasional akan

mempercepat resistensi kuman terhadap antibiotik, serta menambah

biaya pengobatan yang tidak perlu. Pada penelitian multipel ditemukan

bahwa telah terjadi peningkatan resistensi terhadap antibiotik yang

sering dipakai seperti ampisilin, tetrasiklin, kloramfenikol, dan

trimetoprim sulfametoksazole dalam 15 tahun ini. Resistensi terhadap

antibiotik terjadi melalui mekanisme berikut: inaktivasi obat melalui

degradasi enzimatik oleh bakteri, perubahan struktur bakteri yang

menjadi target antibiotik dan perubahan permeabilitas membrane

terhadap antibiotik.5

d. Nasihat pada ibu atau pengasuh

Kembali segera jika demam, tinja berdarah,berulang, makan atau

minum sedikit, sangat haus, diare makin sering, atau belum membaik

dalam 3 hari.5

Infeksi usus pada umumnya self limited, tetapi terapi non spesifik

dapat membantu penyembuhan pada sebagian pasien dan terapi

spesifik, dapat memperpendek lamanya sakit dan memberantas

organisme penyebabnya. Dalam merawat penderita dengan diare dan

dehidrasi terdapat beberapa pertimbangan terapi :


1. Terapi cairan dan elektrolit

2. Terapi diit

3. Terapi non spesifik dengan antidiare

4. Terapi spesifik dengan antimikroba.5

Walaupun demikian, berdasarkan penelitian epidemiologis di

Indonesia dan negara berkembang lainnya, diketahui bahwa

sebagian besar penderita diare biasanya masih dalam keadaan

dehidrasi ringan atau belum dehidrasi. Hanya sebagian kecil

dengan dehidrasi lebih berat dan memerlukan perawatan di sarana

kesehatan. Perkiraan secara kasar menunjukkan dari 1000 kasus

diare yang ada di masyarakat, 900 dalam keadaan dehidrasi

ringan, 90 dalam keadaan dehidrasi sedang dan 10 dalam keadaan

dehidrasi berat, 1 diantaranya disertai komplikasi serta penyakit

penyerta yang penatalaksanaannya cukup rumit. Berdasarkan data

diatas, sesuai dengan panduan WHO, pengobatan diare akut dapat

dilaksanakan secara sederhana yaitu dengan terapi cairan dan

elektrolit per-oral serta melanjutkan pemberian makanan,

sedangkan terapi non spesifik dengan anti diare tidak

direkomendasikan dan terapi antibiotika hanya diberikan bila ada

indikasi. Pemberian cairan dan elektrolit secara parenteral hanya

untuk kasus dehidrasi berat.5

A. Pengobatan diare tanpa dehidrasi TRO (Terapi Rehidrasi Oral)


Penderita diare tanpa dehidrasi harus segera diberi cairan

rumah tangga untuk mencegah dehidrasi, seperti: air tajin, larutan

gula garam, kuah sayur-sayuran dan sebagainya. Pengobatan

dapat dilakukan di rumah oleh keluarga penderita. Jumlah cairan

yang diberikan adalah 10 ml/kgBB atau untuk anak usia < 1 tahun

adalah 50 – 100 ml, 1 – 5 tahun adalah 100 – 200 ml, 5 – 12 tahun

adalah 200 – 300 ml dan dewasa adalah 300 – 400 ml setiap BAB.5

Untuk anak dibawah umur 2 tahun cairan harus diberikan

dengan sendok dengan cara 1 sendok setiap 1 sampai 2 menit.

Pemberian dengan botol tidak boleh dilakukan. Anak yang lebih

besar dapat minum langsung dari cangkir atau gelas dengan

tegukan yang sering. Bila terjadi muntah hentikan dulu selama 10

menit kemudian mulai lagi perlahan-lahan misalnya 1 sendok setiap

2 – 3 menit. Pemberian cairan ini dilanjutkan sampai dengan diare

berhenti. Selain cairan rumah tangga ASI dan makanan yang biasa

dimakan tetap harus diberikan. Makanan diberikan sedikit-sedikit

tetapi sering (lebih kurang 6 kali sehari) serta rendah serat. Buah-

buahan diberikan terutama pisang. Makanan yang merangsang

(pedas, asam, terlalu banyak lemak) jangan diberikan dulu karena

dapat menyebabkan diare bertambah berat. Bila dengan cara

pengobatan ini diare tetap berlangsung atau bertambah hebat dan

keadaan anak bertambah berat serta jatuh dalam keadaan


dehidrasi ringan- sedang, obati dengan cara pengobatan dehidrasi

ringan – sedang.5

B. Pengobatan diare dehidrasi ringan – sedang : TRO (Terapi

Rehidrasi Oral)

Penderita diare dengan dehidrasi ringan–sedang harus

dirawat di sarana kesehatan dan segera diberikan terapi rehidrasi

oral dengan oralit. Jumlah oralit yang diberikan 3 jam pertama 75

cc/kgBB. Bila berat badannya tidak diketahui, meskipun cara ini

kurang tepat, perkiraan kekurangan cairan dapat ditentukan

dengan menggunakan umur penderita, yaitu : untuk umur < 1 tahun

adalah 300 ml, 1 – 5 tahun adalah 600 ml, > 5 tahun adalah 1200

ml dan dewasa adalah 2400 ml. Rentang nilai volume cairan ini

adalah perkiraan, volume yang sesungguhnya diberikan ditentukan

dengan menilai rasa haus penderita dan memantau tanda-tanda

dehidrasi.5

Bila penderita masih haus dan masih ingin minum harus

diberi lagi. Sebaliknya bila dengan volume diatas kelopak mata

menjadi bengkak, pemberian oralit harus dihentikan sementara dan

diberikan minum air putih atau air tawar. Bila oedem kelopak mata

sudah hilang dapat diberikan lagi.5

Apabila oleh karena sesuatu hal pemberian oralit tidak dapat

diberikan secara per-oral, oralit dapat diberikan melalui nasogastrik

dengan volume yang sama dengan kecepatan 20 ml/kgBB/jam.


Setelah 3 jam keadaan penderita dievaluasi, apakah membaik,

tetap atau memburuk. Bila keadaan penderita membaik dan

dehidrasi teratasi pengobatan dapat dilanjutkan dirumah dengan

memberikan oralit dan makanan dengan cara seperti pada

pengobatan diare tanpa dehidrasi. Bila memburuk dan penderita

jatuh dalam keadaan dehidrasi berat, penderita tetap dirawat di

sarana kesehatan dan pengobatan yang terbaik adalah pemberian

cairan parenteral.5

C. Pengobatan diare dehidrasi berat TRP (Terapi Rehidrasi

Parenteral)

Penderita diare dehidrasi berat harus dirawat di puskesmas

atau Rumah Sakit. Pengobatan yang terbaik adalah dengan terapi

rehidrasi parenteral.5

Pasien yang masih dapat minum meskipun hanya sedikit

harus diberi oralit sampai cairan infus terpasang. Disamping itu,

semua anak harus diberi oralit selama pemberian cairan intravena

( 5 ml/kgBB/jam), apabila dapat minum dengan baik, biasanya

dalam 3 – 4 jam (untuk bayi) atau 1 – 2 jam (untuk anak yang lebih

besar). Pemberian tersebut dilakukan untuk memberi tambahan

basa dan kalium yang mungkin tidak dapat disuplai dengan cukup

dengan pemberian cairan intravena. Untuk rehidrasi parenteral

digunakan cairan Ringer Laktat dengan dosis 100 ml/kgBB. Cara

pemberiannya untuk < 1 tahun 1 jam pertama 30 cc/kgBB,


diLanjutkan 5 jam berikutnya 70 cc/kgBB. Diatas 1 tahun 1⁄2 jam

pertama 30 cc/kgBB dilanjutkan 2 1⁄2 jam berikutnya 70 cc/kgBB.5

Lakukan evaluasi tiap jam. Bila hidrasi tidak membaik,

tetesan I.V. dapat dipercepat. Setelah 6 jam pada bayi atau 3 jam

pada anak lebih besar, lakukan evaluasi, pilih pengobatan

selanjutnya yang sesuai yaitu : pengobatan diare dengan dehidrasi

ringan sedang atau pengobatan diare tanpa dehidrasi.5

D. Cairan Rehidrasi Oral (CRO)

Pada tahun 1975 WHO dan Unicef menyetujui untuk

mempromosikan CRO tunggal yang mengandung (dalam mmol/L)

Natrium 90, Kalium 20, Chlorida 80, Basa 30 dan Glukosa 111

(2%). Komposisi ini dipilih untuk memungkinkan satu jenis larutan

saja untuk digunakan pada pengobatan diare yang disebabkan oleh

bermacam sebab bahan infeksius yang disertai dengan berbagai

derajat kehilangan elektrolit. Contoh diare Rotavirus berhubungan

dengan kehilangan natrium bersama tinja 30 – 40 mEq/L, ETEC 50

– 60 mEq/L dan V. cholera > 90 – 120 mEq/L. CRO – WHO (Oralit)

telah terbukti selama lebih dari 25 tahun efektif baik untuk terapi

maupun rumatan pada anak dan dewasa dengan semua tipe diare

infeksi.5

Walaupun demikian, dari hasil-hasil riset klinik berikutnya,

pada metaanalisa mendukung penggunaan CRO yang

osmolaritasnya rendah. CRO dengan osmolaritasnya yang lebih


rendah berkaitan dengan muntah lebih sedikit, keluaran tinja yang

lebih sedikit, berkurangnya pemberian intravena dibandingkan

dengan CRO standard, pada bayi dan anak non kolera.5

E. CRO baru

Resep untuk memperbaiki CRO antara lain menambahkan

substrat untuk kotransport natrium (contoh : asam amino glycine,

alanine dan glutamin) atau substitusi glukosa dengan komplek

karbohidrat (CRO berbasis beras atau cereal). Asam amino tidak

menunjukkan lebih efektif dari CRO tradisional dan lebih mahal.

CRO berbasis beras dapat direkomendasikan bila cukup latihan

dan penyediaan dirumah dapat dilakukan, dan mungkin sangat

efektif untuk mengobati dehidrasi karena kolera.5

Terapi medikamentosa

Berbagai macam obat telah digunakan untuk pengobatan diare

seperti: antibiotika, antidiare, adsorben, antiemetik dan obat yang

mempengaruhi mikroflora usus. Secara umum dikatakan bahwa obat-obat

tersebut tidak diperlukan untuk pengobatan diare akut.

 Antibiotika

Antibiotika pada umumnya tidak diperlukan pada semua diare

akut oleh karena sebagian besar diare infeksi adalah rotavirus yang

sifatnya self limited dan tidak dapat dibunuh dengan antibiotika.


Hanya sebagian kecil (10 – 20%) yang disebabkan oleh bakteri

patogen seperti V. cholera, Shigella, Enterotoksigenik E. coli,

Salmonella, Camphylobacter dan sebagainya.

Tabel Antibiotik pada diare (WHO 2006)10

Penyebab Penyebab Antibiotik Penyebab Antibiotik


Antibiotik Pilihan Pilihan Pilihan
kolera Tetracycline Erythromycin
12,5 mg/kgBB 12,5 mg/kgBB
4x sehari selama 3 hari 4x sehari selama 3 hari
Shigella Ciprofloxacin Pivmecillinam
dysentery 15 mg/kgBB 20 mg/kgBB
2x sehari selama 3 hari 4x sehari selama 5 hari
Ceftriaxone
50-100 mg/kgBB
1x sehari IM selama 2-
5 hari
Amoebiasis Metronidazole
10 mg/kgBB
3x sehari selama 5 hari
(10 hari pada kasus
berat)
Giardiasis Metronidazole
5 mg/kg
3x sehari selama 5 hari

 Obat antidiare

Obat-obat ini meskipun sering digunakan tidak mempunyai

keuntungan praktis dan tidak diindikasikan untuk pengobatan diare

akut pada anak. Beberapa dari obat-obat ini berbahaya. Produk

yang termasuk dalam kategori ini adalah :

a. Adsorben
(Contoh: kaolin, attapulgite, smectite, activated charcoal,

cholestyramine). Obat-obat ini dipromosikan untuk pengobatan

diare atas dasar kemampuannya untuk mengikat dan

menginaktifasi toksin bakteri atau bahan lain yang

menyebabkan diare serta dikatakan mempunyai kemampuan

melindungi mukosa usus.5

b. Antimotilitas

(Contoh: loperamide hydrochloride, diphenoxylate dengan

atropine, tinctura opii, paregoric, codein). Obat-obatan ini dapat

mengurangi frekuensi diare pada orang dewasa akan tetapi

tidak mengurangi volume tinja pada anak. Lebih dari itu dapat

menyebabkan ileus paralitik yang berat yang dapat fatal atau

dapat memperpanjang infeksi dengan memperlambat eliminasi

dari organisme penyebab.5

c. Bismuth subsalicylate

Bila diberikan setiap 4 jam dilaporkan dapat mengurangi

keluaran tinja pada anak dengan diare akut sebanyak 30%

akan tetapi, cara ini jarang digunakan.5

d. Kombinasi obat

Banyak produk kombinasi adsorben, antimikroba,

antimotilitas atau bahan lain. Produsen obat mengatakan

bahwa formulasi ini baik untuk digunakan pada berbagai

macam diare. Kombinasi obat semacam ini tidak rasional,


mahal dan lebih banyak efek samping daripada bila obat ini

digunakan sendiri-sendiri. Oleh karena itu tidak ada tempat

untuk menggunakan obat ini pada anak dengan diare.5

2.10 Komplikasi

Beberapa masalah mungkin terjadi selama pengobatan rehidrasi.

Beberapa diataranya membutuhkan pengobatan khusus.

a) Gangguan Elektrolit Hipernatremia

Penderita diare dengan natrium plasma > 150 mmol/L

memerlukan pemantauan berkala yang ketat. Tujuannya adalah

menurunkan kadar natrium secara perlahan-lahan. Penurunan

kadar natrium plasma yang cepat sangat berbahaya oleh karena

dapat menimbulkan edema otak. Rehidrasi oral atau nasogastrik

menggunakan oralit adalah cara terbaik dan paling aman.5

Koreksi dengan rehidrasi intravena dapat dilakukan

menggunakan cairan 0,45% saline – 5% dextrose selama 8 jam.

Hitung kebutuhan cairan menggunakan berat badan tanpa

koreksi. Periksa kadar natrium plasma setelah 8 jam. Bila normal

lanjutkan dengan rumatan, bila sebaliknya lanjutkan 8 jam lagi

dan periksa kembali natrium plasma setelah 8 jam. Selanjutnya

pemberian diet normal dapat mulai diberikan. Lanjutkan

pemberian oralit 10 ml/kgBB/setiap BAB, sampai diare berhenti.5


b) Hiponatremia

Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan

yang hanya mengandung sedikit garam, dapat terjadi hiponatremi

(Na< 130 mol/L). Oralit aman dan efektif untuk terapi dari hampir

semua anak dengan hiponatremi. Bila tidak berhasil, koreksi Na

dilakukan bersamaan dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu :

memakai Ringer Laktat atau Normal Saline. Kadar Na koreksi

(mEq/L) = 125 – kadar Na serum yang diperiksa dikalikan 0,6 dan

dikalikan berat badan. Peningkatan serum Na tidak boleh

melebihi 2 mEq/L/jam.5

c) Hiperkalemia

Disebut hiperkalemia jika K > 5 mEq/L, koreksi dilakukan

dengan pemberian kalsium glukonas 10% 0,5 – 1 ml/kgBB i.v.

pelan-pelan dalam 5 – 10 menit dengan monitor detak jantung.5

d) Hipokalemia

Dikatakan hipokalemia bila K < 3.5 mEq/L, koreksi dilakukan

menurut kadar K : jika kalium 2,5 – 3,5 mEq/L diberikan per-oral

75 mcg/kgBB/hr dibagi 3 dosis. Bila < 2,5 mEq/L maka diberikan

secara intravena drip (tidak boleh bolus) diberikan dalam 4 jam.

Dosisnya: (3,5 – kadar K terukur x BB x 0,4 + 2 mEq/kgBB/24

jam) diberikan dalam 4 jam, kemudian 20 jam berikutnya adalah

(3,5 – kadar K terukur x BB x 0,4 + 1/6 x 2 mEq x BB).5


Hipokalemi dapat menyebabkan kelemahan otot, paralitik

ileus, gangguan fungsi ginjal dan aritmia jantung. Hipokalemi

dapat dicegah dan kekurangan kalium dapat dikoreksi dengan

menggunakan oralit dan memberikan makanan yang kaya kalium

selama diare dan sesudah diare berhenti.5

2.11 Pencegahan

Upaya pencegahan diare dapat dilakukan dengan cara mencegah

penyebaran kuman patogen penyebab diare.

Kuman-kuman patogen penyebab diare umumnya disebarkan secara

fekal. Upaya pencegahan diare yang terbukti efektif meliputi:5

1) Pemberian ASI yang benar.

2) Memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan

pendamping ASI.

3) Penggunaan air bersih yang cukup.

4) Membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun

sehabis buang air besar dan sebelum makan.

5) Penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh

anggota keluarga.

6) Membuang tinja bayi yang benar.5

2. Memperbaiki daya tahan tubuh pejamu (host)

Cara-cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya

tahan tubuh anak dan dapat mengurangi resiko diare antara lain:

1) Memberi ASI paling tidak sampai usia 2 th.


2) Meningkatkan nilai gizi makanan pendamping ASI dan

memberi makan dalam jumlah yang cukup untuk

memperbaiki status gizi anak.

3) Imunisasi campak.5

BAB III

KESIMPULAN

 Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak >3 kali perhari

disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan/tanpa lendir

dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu

 Kasus diare paling sering disebabkan oleh infeksi virus, utamanya

adalah Rotavirus (40–60%).

 Di Indonesia penyakit diare menjadi beban ekonomi yang tinggi

disektor kesehatan oleh karena rata – rata sekitar 30%.

 Diare akut diklasifikasikan menjadi 3 yaitu (1) diare akut tanpa

dehidrasi, (2) diare dehidrasi ringan/sedang, dan (3) diare dehidrasi

berat.

 Faktor risiko terjadinya penyakit diare antara lain rendahnya pola hidup

sehat masyarakat khususnya dalam penyediaan sarana sanitasi yang

baik untuk menunjang kesehatan lingkungan.


 Penatalaksanaan diare akut didasarkan pada 5 lintas diare yakni

rehidrasi dengan penggunaan oralit, pemberian zinc, ASI dan

makanan tetap diteruskan, antibiotic selektif, dan pemberian nasihat

kepada orang tua.

 Komplikasi yang terjadi selama pengobatan rehidrasi seperti gangguan

elektrolit hypernatremia, hyponatremia, hiperkalemia, dan hipokalemia.

 Diare akut dapat dicegah dengan Pemberian ASI yang benar,

memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI,

penggunaan air bersih yang cukup, membudayakan kebiasaan

mencuci tangan dengan sabun sehabis buang air besar dan sebelum

makan, penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh

anggota keluarga dan membuang tinja bayi yang benar.


DAFTAR PUSTAKA

1. Poernomo H, Setiawati M, Hadisaputro S, Budhi K AM. (Faktor

Risiko Kejadian Diare Akut pada Anak Balita (Studi Epidemiologis di

Puskesmas Baamang Unit I Kabupaten Kotawaringin Timur). J

Epidemiol Kesehat Komunitas [Internet].1(2):77–82.Availablefrom:

https://ejournal2.undip.ac.id/index.php/jekk/article/vie. J Epidemiol

Kesehat komunitas. 2016;1(2).

2. Nemeth V, Pflehaar N. Actue Diarrhea. Published online 2023.

3. Shabella G, Ringoringo HP, Noor MS. Manifestasi Klinis Dan Profil

Hematologi Balita Dengan Diare Akut Di Rsd Idaman Banjarbaru

Tahun 2020-2021. Homeostasis. 2023;5(3):509.

doi:10.20527/ht.v5i3.7723

4. Eunike D, Nataprawira SMD. Hubungan pemberian ASI ekslusif

terhadap kejadian diare pada bayi usia 0-12 bulan di RS PKU

Muhammadiyah Karanganyar Jawa Tengah. Tarumanagara Med J.

2021;3(2):282-290. doi:10.24912/tmj.v4i1.13719

5. Snelling CE. BUKU AJAR GASTROLOGI-HEPATOLOGI. Vol 2.;

2011. doi:10.1016/S0022-3476(33)80002-3

6. Manoppo JIC. Profil Diare Akut dengan Dehidrasi Berat di Ruang

Perawatan Intensif Anak. Sari Pediatr. 2016;12(3):157.

doi:10.14238/sp12.3.2010.157-61

7. Rendang Indriyani DP, Putra IGNS. Penanganan terkini diare pada

anak: tinjauan pustaka. Intisari Sains Medis. 2020;11(2):928-932.


doi:10.15562/ism.v11i2.848

8. Eppy. Diare Akut leading article Eppy. 2023;(January).

9. Fikry Iqbal A, Setyawati T, Towidjojo VD, Agni F. Pengaruh Perilaku

Hidup Bersih Dan Sehat Terhadap Kejadian Diare Pada Anak

Sekolah the Effect of Clean and Healthy Living Behavior on the

Event of Diarrhea in School Children. J Med Prof. 2022;4(3):271-

279.

10. Jayanto I, Ningrum VDA, Wahyuni W. Gambaran Serta Kesesuaian

Terapi Diare Pada Pasien Diare Akut Yang Menjalani Rawat Inap Di

Rsud Sleman. J Farm Medica/Pharmacy Med J. 2020;3(1):1.

doi:10.35799/pmj.3.1.2020.28957

Anda mungkin juga menyukai