Anda di halaman 1dari 47

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK LAPORAN KASUS

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER Agustus 2023


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

ASCARIASIS

OLEH :
Annisa Nabila
111 2022 2180

PEMBIMBING :
dr. Akhmad Kadir, Sp.A

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2023
HALAMAN PENGESAHAN

Dengan ini, yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Annisa Nabila

NIM : 111 2022 2180

Judul : Ascariasis

Telah menyelesaikan tugas Laporan Kasus yang berjudul “Ascariasis” dan

telah disetujui serta dibacakan di hadapan Dokter Pembimbing Klinik dalam

rangka Kepaniteraan Klinik pada Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas

Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.

Makassar, Agustus 2023

Dokter Pendidik Klinik Mahasiswa

dr. Akhmad Kadir, Sp.A Annisa Nabila


111 2022 2180

i
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah

SWT atas Rahmat dan Karunia-Nya serta salam dan shalawat kepada

Rasulullah Muhammad SAW beserta sahabat dan keluarganya, sehingga

penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus ini dengan judul “Ascariasis”

sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan Kepaniteraan Klinik di

Bagian Ilmu Kesehatan Anak.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih dan penghargaan yang

setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu dalam

penyelesaian dan penulisan Laporan Kasus ini. Banyak terima kasih juga

penulis sampaikan kepada dr. Akhmad Kadir, Sp. A sebagai pembimbing

dalam penulisan Laporan Kasus ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Laporan Kasus ini terdapat

banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,

penulis mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan Laporan

Kasus ini. Saya berharap sekiranya Laporan Kasus ini dapat bermanfaat

untuk kita semua. Aamiin.

Makassar, Agustus 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... i

KATA PENGANTAR .................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................1

BAB II LAPORAN KASUS ........................................................................3

2.1 IDENTITAS PASIEN ........................................................................3

2.2 ANAMNESIS ....................................................................................4

2.3 STATUS NEONATAL ......................................................................5

2.4 STATUS TUMBUH KEMBANG .......................................................6

2.5 STATUS GIZI ...................................................................................6

2.6 STATUS IMUNISASI .......................................................................7

2.7 PEMERIKSAAN FISIK .....................................................................8

2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG......................................................16

2.9 RESUME ........................................................................................17

2.10 DIAGNOSIS .................................................................................18

2.11 TATALAKSANA ..........................................................................18

BAB III TINJAUAN PUSTAKA ................................................................20

3.1 Definisi ..........................................................................................20

3.2 Epidemiologi.................................................................................20

3.3 Etiologi ..........................................................................................22

iii
3.4 Siklus Hidup .................................................................................23

3.5 Patofisologi Penyakit ...................................................................27

3.6 Manifestasi Klinik .........................................................................29

3.7 Diagnosis ......................................................................................30

3.8 Tatalaksana...................................................................................32

3.9 Komplikasi ....................................................................................34

3.10 Prognosis....................................................................................34

3.11 Hubungan kejadian ascariasis dengan terjadinya Stunting ....34

3.12 Hubungan kejadian ascariasis dengan terjadinya anemia ......36

BAB IV KESIMPULAN ............................................................................37

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................40

iv
BAB I

PENDAHULUAN

Ascaris lumbricoides adalah nematoda usus yang ditransmisikan

melalui tanah yang umum terjadi pada komunitas sosial ekonomi rendah di

mana akses terbatas ke air bersih, kebersihan pribadi yang buruk, dan

fasilitas sanitasi tersebar luas.(1)

Diperkirakan lebih dari 1 miliar orang terinfeksi infeksi parasit usus di

seluruh dunia dan 10,5 juta kasus baru dilaporkan setiap tahunnya. Orang-

orang dari segala usia rentan terhadap infeksi, dengan morbiditas tertinggi

ditemukan pada anak-anak karena rendahnya tingkat kekebalan yang

didapat dan paparan yang tinggi terhadap tanah yang terkontaminasi. Di Sri

Lanka, banyak penelitian melaporkan bahwa Ascaris lumbricoides

merupakan infeksi cacing usus yang paling sering terjadi pada anak sekolah

di sektor perkebunan.(1)

Infeksi Ascaris akut menyebabkan sekitar 60.000 kematian per tahun,

terutama pada anak-anak akibat obstruksi usus. Infeksi terjadi pada laki-

laki dan perempuan, tetapi anak-anak lebih rentan terhadap infeksi

daripada orang dewasa, terutama antara usia 3 dan 8 tahun. Ini terutama

didistribusikan di daerah dengan iklim hangat dan lembab. Ascariasis lazim

di setidaknya 150 negara di seluruh dunia. Distribusi ascariasis

menunjukkan bahwa 8,3% kasus berada di Amerika Selatan, Amerika

Tengah, dan Karibia, dan 16,7% kasus berada di Afrika dan Timur Tengah,

1
dan 75% kasus berada di Asia Tengah dan Tenggara serta kawasan

Oseanik.(2)

Indonesia sangat rentan terhadap infeksi Soil-Transmitted Helminth

(STH) karena kondisi lingkungan dan sosial ekonomi yang ideal di banyak

daerah. Hampir 200 juta orang di 31 provinsi diperkirakan berisiko terinfeksi

STH. Survei parasitologi yang dilakukan pada tahun 1980-an dan 90-an

memperkirakan prevalensi A. lumbricoides, T. trichiura dan cacing tambang

masing-masing berkisar antara 14–90%, 1–91% dan 21–89%. Di

Semarang, Jawa Tengah, lokasi penelitian ini, prevalensi STH berkisar

antara 20-50% tetapi perkiraan ini didasarkan pada data yang berusia lebih

dari satu dekade. (3)

Cacing Ascaris menyumbat usus kecil pada anak kecil dan terkadang

masuk dan menyumbat saluran pankreas dan empedu. sehingga

menyebabkan malabsorpsi vitamin A dan pengurangan pencernaan

laktosa. Hal ini menyebabkan keterlambatan pertumbuhan, kekurangan

gizi, gangguan fungsi kognitif dan prestasi pendidikan yang rendah pada

anak-anak. Terjadinya infeksi parasit dan kekurangan gizi berdampak

negatif pada pertumbuhan dan perkembangan orang yang terinfeksi.(1)

2
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN

No. RM : 317286

Nama : Muh. Ismail

Alamat : Jl. Panampu Lt.2

Tanggal Lahir : 08 Februari 2022

Umur : 1 Tahun 6 Bulan

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Tanggal Masuk : 3 Juli 2023

Anak Ke 2 dari 2 anak, Keguguran 0 kali

No Jenis Kelamin Umur Sehat/Sakit Karena

Apa

1. Laki-laki 4 Tahun Sehat -

2. Laki-laki 1 Tahun 6 Bulan Sakit Ascariasis

Nama Ayah : Tn. M

Umur : 24 Tahun

3
Pekerjaan : Buruh Harian

Pendidikan Terakhir : Sekolah Dasar

Status Kesehatan : Sehat

Nama Ibu : Ny. I

Umur : 23 Tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Pendidikan Terakhir : Sekolah Menengah Atas

Status Kesehatan : Sehat

2.2 ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara Alloanamnesis kepada ibu pasien

A. Keluhan Utama

Bab Encer

B. Riwayat Penyakit Sekarang

Seorang anak laki-laki berusia 1 tahun 6 bulan dibawa oleh orang

tuanya ke UGD RSUD Kota Makassar dengan keluhan Bab encer

sejak 1 hari yang lalu, frekuensi 3x hari ini, disertai cacing yang keluar

pada saat pasien bab. Pasien juga mengeluhkan muntah (+) satu kali

disertai cacing, demam tidak ada, batuk tidak ada, flu tidak ada, mual

tidak ada, muntah tidak ada, Bak kesan lancer, nafsu makan anak

menurun, serta anak malas minum.

4
C. Riwayat Penyakit Sebelumnya

Tidak Ada

D. Riwayat Penyakit Dalam Keluarga

Tidak Ada

E. Riwayat Alergi

Tidak Ada

2.3 STATUS NEONATAL

Tempat Lahir : Rs / Puskesmas / Rumah

Ditolong Oleh : Dokter / Bidan / Dukun

Lahir : Spontan / SC / Vakum

Segera Menangis : Ya / Tidak

BCB / BKB / BLB

SMK / KMK / BMK

5
BBL : 3500 Gram

PBL : Lupa

Riwayat IMD : Dilakukan

Vitamin K : Dilakukan

2.4 STATUS TUMBUH KEMBANG

Mengamati Tangan : 5 Bulan

Meraih benda : 6 Bulan

Tengkurap Sendiri : 6 Bulan

Satu Suku Kata : 10 Bulan

Menunjukkan Satu Gambar : Lupa

Gigi Pertama : 6 Bulan

Perkembangan : Sesuai Usia

2.5 STATUS GIZI

Makanan :

1. Susu formula mulai diberikan pada usia 3 bulan, dikarenakan ASI ibu

keluar sedikit

2. Bubur sun mulai diberikan pada usia 5 bulan, dikarenakan anak

selalu rewel walau sudah minum susu formula

6
ASI : Pernah / Tidak pernah

Sampai usia 3 bulan

Ekslusif / Tidak Ekslusif

2.6 STATUS IMUNISASI

Imunisasi Belum 0 1 2 3 4 Booster 18 Bulan- Bias

Pernah 2 Tahun

Hepatitis ✓

Polio ✓

BCG ✓

DPT ✓

HIB ✓

Campak ✓

MMR ✓

PCV ✓

Rotavirus ✓

Influenza ✓

Tifoid ✓

7
Hepatitis A ✓

Varicella ✓

HPV ✓

2.7 PEMERIKSAAN FISIK

A. SATATUS GIZI

BB : 6,7 Kg

PB/TB : 69 Cm

LLA : 11 Cm

LK : 43, 5 Cm

LD : 38,5 Cm

LP : 37,5 Cm

8
BB/TB : Terletak diantara -2SD s/d -3SD ( Gizi Kurang )

TB/U : Terletak dibawah -3SD (Perawakan Sangat Pendek/

Severe Stunting)

9
BB/U : Terletak dibawah -3SD (BB Sangat Kurang)

Koreksi Status Gizi :

BB : 6,7 Kg

PB/TB : 69 Cm

Usia BB < Usia TB < Usia Koronologis = 3 bulan < 6-7 Bulan < 18

Bulan

Berdasarkan hasil perhitungan Koreksi Status Gizi pada pasien

dinyatakan Stanting

10
11
B. KEADAAN UMUM

SAKIT SEDANG / GCS 15

(APATIS) / STANTING

C. TANDA VITAL

Tekanan Darah : - mmHg

Frekuensi Nadi : 103x/Menit

Frekuensi Napas : 33x/Menit

Suhu : 36,6oC

SpO2 : 100%

KEPALA :

• Rambut : Hitam, Sukar dicabut

• Bentuk : Mesochepal

• Ukuran : Normochepal

• Ubun-Ubun : Tertutup

MUKA : Dismorfik tidak ada

MATA :

• Konjungtiva anemis :(-/-)

• Sklera Ikterik :(-/-)

• Mata Cekung :(-/-)

• Edema Palpebra :(-/-)

TELINGA : Ottore (-)

12
HIDUNG : Rhinore (-)

BIBIR :

• Pucat : Tidak Ada

• Sianosis : Tidak Ada

• Lain-lain : Tidak Ada

MULUT :

• Gigi :-

• Caries : Tidak Ada

• Sel Mulut : Stomatitis Tidak Ada

• Tenggorokan : Faring Tidak Hiperemis

• Tonsil : T1 – T1 Tidak Hiperemis

LEHER :

• Kel. Limfe : Tidak Ada Pembesaran

• Tasbeh : Tidak Teraba

THORAKS :

• Bentuk : Normochest, Simetris Bilateral

• Payudara : Tidak Ada Kelainan

JANTUNG :

• PP : Ictus Cordis Tidak Tampak

13
• PR : Thrill Tidak Teraba

• PK :

▪ Batas Kanan Atas : ICS II Parosternal Dextra

▪ Batas Kiri Atas : ICS II Parosternal Sinistra

▪ Batas Kanan Bawah : ICS IV Parosternal Dextra

▪ Batas Kiri Bawah : ICV V Midclavicula

Sinistra

• PD : BJ I/II Murni Reguler

PARU :

• PP : Simetris Kiri dan Kanan, Ikut Gerak Nafas

• PR : Vokal Fremitus Sama Kanan dan Kiri

• PK : Pekak Pada Kedua Lapang Paru

• PD : BP Vesikuler, Rh (-/-), Wh (-/-)

ABDOMEN :

• PP : Datar, Ikut Grak Nafas

• PD : Peristaltik (+) Kesan Meningkat

• PR : Tidak ada Organomegali

▪ Lien : Tidak Teraba

▪ Hepar : Tidak Teraba

▪ Massa : Tidak Teraba

• PK : Timpani Pada Seluruh Region Abdomen

14
KELENJAR LIMFE : Tidak Ada Pembesara

ALAT KELAMIN : Tidak Ada Kelainan

STATUS PUBERTAS : -

EKSTREMITAS : Akral Hangat, CRT < 2 Detik

KOL. VERTEBRALIS : Scoliosis Tidak Ada

KULIT : Turgor Kulit Baik

STATUS NEUROLOGIS :

• Refleks Fisiologis

▪ KPR : +/+

▪ APR : +/+

▪ BPR : +/+

▪ TPR : +/+

▪ Kekuatan : 5 | 5

5|5

▪ Tonus :N|N

N|N

• Refleks Patologis : (-)

15
2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG

a) Darah Rutin (03 Juli 2023)


Hasil Unit Niali Rujukan

Jumblah Lekosit 11.0 10ʌ3/uL 5.0-13.0

Jumlah Eritrosit 4.02 10 ʌ6/ uL 4.00-5.30

Hemoglobin L 8.0 g/dL 12.0-16.0

Hematokrit L 25.3 % 35.0-45.0

MCV L 62.9 fL 75.0-91.0

MCH L 19.9 pg 25.0-33.0

MCHC 31.6 g/L 31.0-37.0

Jumlah Trombosit 304 10 ʌ3/uL 150-400

b) Urinalisis (07 Juli 2023)


Hasil Unit Niali Rujukan

Warna Kuning Kuning

Glukosa Urin - mg/dL Negatif

Protein Urin 1+ mg/dL Negatif

Bilirubin - mg/dL Negatif

Urobilinogen Normal mg/dL Normal (<1.0)

pH 6.0 4.5 – 8.0

Berat Jenis 1.010 1.000-1.30

Eritrosit 2+ mg/dL Negative

16
Keton - mg/dL Negatif

Nitrit - Negatif

Leukosit - Leu/uL Negative

c) Foto Thorax (07 Juli 2023)


Hasil Foto Thorax : Bronchopneumonia Bilateral

2.9 RESUME

Seorang anak laki-laki berusia 1 tahun 6 bulan dibawa oleh

orang tuanya ke UGD RSUD Kota Makassar dengan keluhan Bab encer

sejak 1 hari yang lalu, frekuensi 3x hari ini, disertai cacing yang keluar

pada saat pasien bab. Pasien juga mengeluhkan muntah (+) satu kali

disertai cacing, demam tidak ada, batuk tidak ada, flu tidak ada, mual

tidak ada, muntah tidak ada, Bak kesan lancer, nafsu makan anak

menurun, serta anak malas minum.

Pada Pemeriksaan Status gizi didapatkan hasilnya adalah

Stanting sebagaimana dijabarkan seperti berikut:

• BB/TB : Terletak diantara -2SD s/d -3SD ( Gizi Kurang )

• TB/U : Terletak dibawah -3SD (Perawakan Sangat Pendek/

Severe Stunting)

• BB/U : Terletak dibawah -3SD (BB Sangat Kurang)

Pada pemeriksaan fisik didapatkan bahwasanya pada

pemeriksaan abdomen adanya peristaltik (+) kesan meningkat.

17
Pada Pemeriksaan Penunjang didapatkan pada pemeriksaan

darahrutin pasien yaitu sebagai berikut :

Hemoglobin L 8.0 g/dL 12.0-16.0

Hematokrit L 25.3 % 35.0-45.0

MCV L 62.9 fL 75.0-91.0

MCH L 19.9 pg 25.0-33.0

2.10 DIAGNOSIS

• Ascariasis

• Stanting

• Anemia defisiensi zat besi

2.11 TATALAKSANA

a) Farmakologi

- IVFD Asering 18 tpm

- Zink syr 1x20mg

- Domperidone 1x1/2 tab

- Paracetamol Drop 4x0,8ml

- Eritromicin syr 3x1/2 cth

- Ambroxol 2x1/3 cth

- Becefort 1x1/3 cth

- Asam Folat 1mg 1x1

18
b) Nonfarmakologi

Penanganan stanting dilakukan kerja sama bersama teman

sejawat dari bagian gizi yang dimana dilakukan pengukuran

kebutuhan gizi untuk pasien yang dimana didapatkan kebutuhan

pasien yaitu: :

- Energi : 1071 kkal

- Protein : 40,2 gr

- Lemak 24 gram

- Karbohidrat : 174 gr

Dimana pasien diberikan makanan bergizi seimbang, bentuk

makanan yaitu lunak dan susu formula.

19
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Ascaris lumbricoides juga dikenal sebagai cacing gelang adalah

cacing yang ditularkan melalui tanah atau soil transmitting helmints (STH)

yang menginfeksi manusia dan hewan. itu umum di seluruh dunia dan

mempengaruhi terutama daerah tropis dan subtropis, seperti Afrika sub-

sahara dan Asia Tenggara. kelompok yang paling terkena dampak adalah

anak usia prasekolah dan sekolah yang tinggal di daerah berpenghasilan

rendah.(4)

3.2 Epidemiologi

Ascaris Lumbricoides ini umum di seluruh dunia dan mempengaruhi

terutama daerah tropis dan subtropis, seperti Afrika sub-Sahara dan Asia

Tenggara. Kelompok yang paling terpengaruh adalah anak usia prasekolah

dan sekolah yang tinggal di daerah berpenghasilan rendah. Sebuah studi

pemodelan menunjukkan bahwa prevalensi Ascaris lumbricoides menurun

di beberapa wilayah di dunia setelah tahun 1990, mungkin sebagai hasil

dari perbaikan kondisi hidup dan program pengobatan cacing. Namun,

askariasis tetap menjadi salah satu penyakit paling umum yang menyerang

sekitar 738 juta hingga 872 juta orang di seluruh dunia.(4)

Data dari World Health Organization (WHO, 2018) lebih dari 1,5

miliar orang, atau 24% dari populasi dunia, terinfeksi dengan infeksi cacing

20
yang ditularkan melalui tanah diseluruh dunia, Lebih dari 267 juta anak usia

prasekolah dan lebih dari 568 juta anak usia sekolah tinggal didaerah

dimana parasit ini xviii ditularkan secara intensif dan membutuhkan

pengobatan serta tindakan pencegahan. Penelitian terkait STH telah di

lakukan di negara dunia seperti negara Malaysia, Prevalensi infeksi

trikuriasis, ascariasis dan Hookworm masingmasing adalah 84,6%, 47,6%

dan 3,9% (5)

Di Indonesia, penyakit cacing adalah penyakit rakyat umum,

infeksinya pun dapat terjadi secara simultan oleh beberapa jenis cacing

sekaligus. Diperkirakan lebih dari 60% anak-anak di Indonesia menderita

suatu infeksi cacing, rendahnya mutu sanitasi menjadi penyebabnya. Di

Indonesia angka prevalensi kecacingan meningkat pada tahun 2012 yang

menunjukkan angka di atas 20% dengan prevalensi tertinggi mencapai

76.67%.(6)

Sulawesi Selatan adalah salah satu provinsi di Indonesia yang cukup

menjadi perhatian selain karena potensi yang dimiliki dalam bidang

ekonomi, perdagangan dan pariwisata. Berdasarkan data dari Dinas

Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan bahwa penderita kecacingan di

Sulawesi Selatan masih ter- bilang banyak yaitu pada tahun 2011 (11.884

kasus), 2012 (9.476 kasus), 2013 (12.949 kasus), 2014 (13.375 kasus).

Iklim tropis di pulau ini mendukung siklus perkembangbiakan cacing khu-

susnya Ascaris lumbriciodes, selain itu juga didukung oleh kondisi hygiene

21
perorangan penduduk disana yang buruk dan sebagian besar kepala

keluarganya berprofesi sebagai nelayan.(6)

3.3 Etiologi

Etiologi Ascaris lumbricoides pada usus halus manusia,manusia

merupakan tempat defenitif dan tidak membutuhkan tempat perantara.

cacing dewasa mempunyai ukuran paling besar diantara nematoda yang

lainnya, bentuknya silindris, ujung interior lancip, bagian enterior dilengkapi

oleh tiga bibir yang tumbuh sempurna yang betina panjangnya 20-35 cm

sedangkan yang jantan 15-31 cm. Pada cacing jantan ujung posteriournya

lancip dan melengkung kearah vetral dilengkapi papil kecil dan dua buah

speculum berukuran 2mm, pada cacing betina bagian posterior membulat

dan lurus 1/3 anterior dari tubuh terdapat cincin kopulasi, tubuh berwarna

putih sampai berwarna kecoklatan dan diselubungi oleh lapisan kutikula

yang bergaris halus.(7)

Ukuran telur tergantung kesuburan makanan dalam usus

horpes,telur keluar bersama tinja dalam keadaan belum membela untuk

menjadi infektif diperlukan pematangan ditanah yang lembab dan teduh

selama 20-24 hari dengan suhu optimum 30oC, telur infektif berembrio

bersama makanan yang akan tertelan sampai dilambung telur menetas dan

keluar larva,menamakan larva rhabditiform berukuran 200-300 mm x 14

mm,cairan lambung akan mengatifkan larva 6 bergerak. menuju usus

halus,kemunian menembus mukosa usus halus untuk masuk kedalam

kapiler darah.(7)

22
Manusia tertelan telur yang berbentuk infektif,menetas menjadi larva

diusus halus,larva menembus dinding usus halus menjadi pembuluh darah

atau saluran limfa, kemudian larva terbawa aliran darah kehati,jantung

kanan, akhirnya keparu-paru masuk sampai ke paru-paru membutuhkan

waktu 1-7 hari setelah infeksi di dalam paru-paru larva tumbuh berganti

sebanyak 2 kali menuju dinding kapiler menuju alveoli larva naik kecabang-

cabang brokus aturan ke asophagus dan turun ke usus untuk menjadi

matang kemudian menjadi cacing dewasa. Waktu yang diperlukan larva

untuk berimigrasi dimulai larva menembus mukosa usus ke paru-paru dan

berakhir dilumen usus yaitu 10-15 hari. Sedangkan waktu yang diperlukan

mulai berada didalam usus yang kedua kalinya sampai menjadi cacing

dewasa 10-12 bulan sejak infektif pertama (7)

3.4 Siklus Hidup

Ascaris lumbricoides memiliki tiga bibir (prominent lips) yang masing-

masing memiliki dentigerous ridge (peninggian bergigi), tetapi tidak memiliki

interlabia atau alae. Ascaris lumbricoides jantan memiliki panjang 15-31 cm

dan lebar 2-4 mm, dengan ujung posterior yang melingkar ke arah ventral,

dan ujung ekor yang tumpul. Ascaris lumbricoides betina memiliki panjang

20-49 cm dan lebar 3-6 mm, dengan vulva pada sepertiga panjang badan

dari ujung anterior. Ascaris betina memiliki ovarium yang luas dan dapat

mengandung 27 juta telur pada satu waktu, dengan 200.000 telur

dikeluarkan setiap harinya.(8)

23
Gambar 1. Ascaris Lumbricoides

Telur yang sudah dibuahi berbentuk oval sampai bulat, dengan

panjang 45-75 μm dan lebar 35-50 μm. Dinding uterina cacing

menghasilkan lapisan luar yang tebal dan bergumpal pada telur, sehingga

saat telur dikeluarkan melalui feses, lapisan ini terwarnai oleh cairan

empedu sehingga menjadi berwarna cokelat keemasan. Embrio biasanya

belum membelah ketika masih berada di feses.(8)

24
(a) (b)

Gambar 2. Telur Ascaris Lumbricoides

(a) Telur yang dibuahi (Fertilised eggs)

(b) Telur yang tidak dibuahi (unfertilized eggs)

Cacing betina yang belum mengalami inseminasi biasanya

mengeluarkan telur yang belum dibuahi. Telur yang belum dibuahi ini

memiliki bentuk yang lebih panjang dan ramping daripada telur yang telah

dibuahi, yaitu sepanjang 88- 94 μm dan lebarnya 44 μm. Lapisan vitelina,

kitin, dan lipid pada telur baru 7 terbentuk setelah penetrasi sperma

terhadap oosit, karena itu pada telur yang belum dibuahi, hanya dapat

terlihat lapisan proteinase.(8)

Embrio membutuhkan waktu 9 sampai 13 hari untuk menjadi telur

matang. Embrio resisten terhadap suhu rendah, kekeringan, dan zat kimia

25
yang kuat. Namun, embrio bisa mati dalam waktu singkat bila terpapar sinar

matahari dan suhu tinggi.(8)

Gamar 3. Siklus Hidup Ascaris Lumbricoides

Infeksi terjadi ketika telur infektif (telur berisi larva) yang belum

menetas tertelan bersama air dan makanan yang tercemar. Telur akan

menetas di duodenum, menembus mukosa dan submukosa, kemudian

memasuki limfe. Setelah melewati jantung kanan, cacing ini memasuki

sirkulasi paru dan menembus kapiler menuju daerah-daerah yang

mengandung udara. Pada paru, cacing tumbuh hingga mencapai panjang

1,4-1,8 mm dalam 10 hari. Selanjutnya 8 cacing akan naik ke faring dan

26
tertelan. Cacing yang tahan terhadap asam lambung akan masuk ke usus

halus dan matang di sana. Dalam 60-65 hari setelah tertelan, cacing akan

menjadi dewasa dan mulai bertelur. Cacing dewasa memiliki panjang 20-

40 cm dan hidup dalam usus halus manusia hingga bertahuntahun.(8)

3.5 Patofisologi Penyakit

Patofisiologi askariasis dimulai dari masuknya telur Ascaris

lumbricoides ke saluran cerna manusia. Telur yang telah terfertilisasi akan

menjadi bentuk infektif selesainya 18 hari atau beberapa minggu Bila

didukung oleh lingkungan yang mendukung seperti kelembapan yang

tinggi, suhu yang hangat, serta tanah ditempat teduh. di tanah, telur bisa

bertahan hayati hingga 10 tahun.(9)

Bila telur infektif tidak sengaja tertelan oleh manusia, akan masuk ke

saluran pencernaan, kemudian telur menetas menjadi larva di duodenum.

lalu, larva akan dilepaskan ke peredaran darah melalui mukosa usus. dalam

1 minggu, larva dapat mencapai paru-paru melalui vena porta. di paru-paru,

larva menyebabkan kerusakan alveolar dan mengembang di alveolus.

Larva yang sangat banyak dapat mengakibatkan pneumonia serta

eosinofilia.(9)

Manusia merupakan satu-satunya hospes definitif Ascaris

lumbricoides, jika tertelan telur yang infektif, maka didalam usus halus

bagian atas telur akan pecah dan melepaskan larva infektif dan menembus

dinding usus masuk kedalam vena porta hati yang kemudian bersama

27
dengan aliran darah menuju jantung kanan dan selanjutnya melalui arteri

pulmonalis ke paru-paru dengan masa migrasi berlangsung selama sekitar

15 hari.(9)

Dalam paru-paru larva tumbuh dan berganti kulit sebanyak 2

kali,kemudian keluar dari kapiler, masuk ke alveolus dan seterusnya larva

masuk sampai ke bronkus, trakhea, laring dan kemudian ke faring,

berpindah ke osepagus dan tertelan melalui saliva atau merayap melalui

epiglottis masuk kedalam traktus digestivus. Terakhir larva sampai kedalam

usus halus bagian atas, larva berganti kulit lagi menjadi cacing dewasa.

Umur cacing dewasa kira-kira satu tahun, dan kemudian keluar secara

spontan. Siklus hidup cacing ascaris mempunyai masa yang cukup

panjang, dua bulan sejak infeksi pertama terjadi, seekor cacing betina mulai

mampu mengeluarkan 200.000 - 250.000 butir telur setiap harinya, waktu

yang diperlukan adalah 3-4 minggu untuk tumbuh menjadi bentuk infektif.(9)

Menurut penelitian stadium ini artinya stadium larva, dimana telur

tersebut keluar bersama tinja manusia serta diluar akan mengalami

perubahan dari stadium larva I hingga stadium III yang bersifat infektif.

Telur-telur ini tahan terhadap berbagai desinfektan serta bisa permanen

hidupbertahun-tahun di daerah yang lembab. Didaerah hiperendemik,

anak-anak terkena infeksi secara terus-menerus sehingga jika beberapa

cacing keluar, yang lain menjadi dewasa dan menggantikannya. Jumlah

telur ascaris yang relatif besar serta bisa hidup selama beberapa tahun

maka larvanya dapat beredar dimana- mana, menyebar melalui tanah, air,

28
ataupun melalui hewan. Maka Bila makanan atau minuman yang

mengandung telur ascaris infektif masuk kedalam tubuh maka siklus hayati

cacing akan berlanjut sebagai akibatnya larva itu berubah menjadi cacing.

Jadi larva cacing ascaris hanya bisa menginfeksi tubuh melalui kuliner yang

tidak dimasak ataupun melalui kontak langsung dengan kulit.(9)

3.6 Manifestasi Klinik

Setelah telur askariasis yang berukuran mikroskopis masuk melalui

mulut, telur dapat menetas di usus halus dan larva dapat bermigrasi melalui

aliran darah atau aliran limfe menuju paru-paru. Pada tahap tersebut, dapat

timbul beberapa tanda dan gejala .(9)

Gejala umum yang muncul ketika seseorang terinfeksi berbeda-beda

tergantung dimana ia mengalami infeksi tersebut. misalnya jika paru-paru

yang terkena maka penderita akan mengalami gejala asma atau pneumonia

seperti: (9)

• Batuk,

• Sesak napas,

• Mengi, dan

• Demam

Cacing-cacing tersebut akan hidup di usus sampai akhirnya mati dan

akan menimbulkan beberapa gejala berikut: (9)

• Rasa sakit atau tidak nyaman pada perut

29
• Mual dan muntah

• Diare atau feses berdarah

• Sakit perut hebat

• Tubuh merasa lemas

• Kehilangan nafsu makan

• Penurunan berat badan atau malnutrisi

• Terdapat cacing pada muntahan atau feses.

3.7 Diagnosis

1) Askariasis dini

a) Pemeriksaan feses

Pemeriksaan feses tidak berguna pada tahap awal,

karena ovum baru dihasilkan oleh cacing betina dewasa setelah

24 hari. Oleh karena itu, diagnosis pada tahap awal bergantung

pada kecurigaan klinis, eosinofilia perifer, dan gejala yang

berhubungan dengan migrasi larva. Diagnosis biasanya dicapai

melalui serologi pada subjek dengan gangguan kekebalan(10)

b) Tes laboratorium

Eosinofilia biasanya muncul pada tahap awal, meningkat

beberapa hari setelah timbulnya gejala dan tetap tinggi selama

beberapa minggu. Analisis dahak mungkin menunjukkan

eosinofilia dan kristal Charcot-Leyden. Jumlah eosinofil biasanya

5 sampai 12 persen tetapi bisa mencapai 30 sampai 50 persen.

Kadar imunoglobulin serum biasanya meningkat selama awal

30
infeksi, termasuk kadar imunoglobulin G (IgG) total dan IgE

total.(10)

2) Askariasis Kronis

a) Pemeriksaan feses

Pengayaan tinja dan penggunaan fiksatif SAF (Formalin

asam asetat natrium asam setat) merupakan metode diagnosis

yang sangat sensitif dan digunakan secara luas di negara-

negara industri. Sebelum menerima hasil negatif, setidaknya tiga

sampel tinja harus diuji. Di daerah yang sangat endemis, di mana

jumlah telur mungkin lebih relevan, Organisasi Kesehatan Dunia

merekomendasikan pemeriksaan apusan tebal Kato Katz

(pemeriksaan tinja) sebagai alat diagnostik pilihan. Dalam

keadaan tertentu, tidak ada telur dalam tinja yang dapat dideteksi

dengan metode mana pun; ketika infeksi disebabkan oleh cacing

jantan saja. Oleh karena itu diagnosis bergantung pada serologi

atau dalam beberapa kasus, pada pencitraan. Sebaliknya,

cacing betina yang tidak dibuahi pun menghasilkan sel telur yang

dapat dideteksi dalam tinja(10)

b) Diagnosa molekuler

PCR feses real-time kuantitatif telah terbukti lebih

sensitif daripada pemeriksaan feses. Karena kesamaan genetik

yang ekstrem, maka sangat sulit, hampir mustahil, untuk

membedakan A. suum dari A. lumbricoides. Dengan kemajuan

31
terkini dalam biologi molekuler, khususnya penggunaan lokus

mikrosatelit polimorfik, dua spesies Ascaris dapat dibedakan dan

bahkan diperlihatkan chimera.(10)

3.8 Tatalaksana
Bila mungkin, semua yang positif sebaiknya diobati, tanpa melihat

beban cacing karena jumlah cacing yang kecilpun dapat menyebabkan

migrasi ektopik dengan akibat yang membahayakan Untuk pengobatan

tentunya semua obat dapat digunakan untuk mengobati Ascariasis, baik

untuk pengobatan perseorangan maupun pengobatan massal. Pada waktu

yang lalu obat yang sering dipakai seperti : piperazin, minyak chenopodium,

hetrazan dan tiabendazol. Oleh karena obat tersebut merimbulkan efek

samping dan sulitnya pemberian obat tersebut, maka obat cacing sekarang

ini berspektrum Iuas, lebih aman dan memberikan efek samping yang lebih

kecil dan rnudah pemakaiannya.(11)

Adapun obat yaag sekarang ini dipakai dalam pengobatan adalah: (11)

• Mobendazole

Obat ini adalah obat cacing berspektrum luas dengan

toleransi hospes yang baik. Diberikan satu tablet (100 mg)

dua kali sehari selama tiga hari, talpa melihat umur, dengao

menggunakan obat ini sudah dilaporkan beberapa kasus

terjadi migrasi ektopik.

• Pirantel Pamoat

32
Dosis tunggal sebesar 10 mg/kg berat badan adalah

efektif untuk menyernbuhkan kasus lebih dari 90 %. Gqala

sampingan, bila ada adalah rirgan dan obat ini biasa[ya dapat

diterima (“well tolerated"). Obat ini mempunyai keunggulan

karena efektif terhadap cacing kremi dan cacing tambang.

Obat berspektmm luas ini berguna di daerah edemik dimana

infeksi multipel berbagai cachg Nematoda merupakan hal

yang biasa.

• Levamisol Hidroklorida

Obat ini agaknya merupakan obat anti-askaris yang

paling efektif yang msnyebabkan kelumpuhan cacing dengan

oepat. Obat ini diberikan dalam dosis tunggal yaitu 150 mg

untuk orang dewasa dan 50 mg untuk orang dengao berat

badan <10 kg. Efek sampingan lebih banyak dari pada

pirantel pamoat dan mebendazol.

• Garam Piperazin

Obat ini dipakai secam luas, karena murah dan efektif,

juga untuk Enterobius verrnicularis, tetapi tidak terhadap

oacing tambang. Piperazin sitrat diberikan dalarn dosis

tunggal sebesar 30 ml (5 ml adalah ekuivalen dengan 750 mg

piperazin). Reaksi sampingan lebih sering daripada pirantel

pamoat dan mebendazole.

33
3.9 Komplikasi
Komplikasi yang terjadi umumnya berupa reaksi alergi akibat migrasi

larva (Ierratic migration) dan pneumonitis dan pneumonia. Komplikasi

lainnya yang terjadi akibat sumbatan adalah sumbatan jalan napas,

apendisitis, sumbatan ampulaveter, ileus, saluran empedu hingga hati.(11)

3.10 Prognosis
Prognosis baik bila tidak terjadi obstruksi akibat migrasi cacing

dewasa. Infestasi cacing dapat sembuh sendiri dalam waktu 1,5 tahun

tanpa pengobatan.(11)

3.11 Hubungan kejadian ascariasis dengan terjadinya Stanting

Infeksi cacing menjadi masalah terbesar yang sering dialami oleh

anak-anak. Infeksi kecacingan yang tidak segera ditangani dapat menjadi

masalah serius yang mengancam kondisi dan kesehatan anak-anak. Anak

yang terinfeksi cacing dapat mengalami keterlambatan dalam tubuh dan

berkembang hingga menyebabkan malnutrisi. Hal ini dapat terjadi karena

cacing dapat menyerap nutrisi yang terdapat di dalam tubuh inangnya.

Seekor cacing yang tumbuh di dalam usus anak dapat mengambil

karbohidrat anak sebanyak 0,14 gram/hari dan mengambil protein anak

sebanyak 0,035 gram/hari. Selain itu, cacing yang berada di dalam tubuh

mampu merusak jaringan dan organ tubuh sehingga menyebabkan

obstruksi usus, anemia, sakit perut, diare, dan berbagai masalah kesehatan

lainnya. Berbagai masalah kesehatan ini memiliki dampak yang cukup

besar dalam memperlambat perkembangan kognitif anak sehingga dapat

34
mengakibatkan performa anak dalam menerima suatu materi atau

pembelajaran di sekolah menjadi buruk dan terhambat. Beberapa penelitian

juga menunjukkan bahwa kecacingan menjadi salah satu faktor risiko

kejadian stunting pada anak. Infeksi cacing yang tidak segera dideteksi dan

diatasi lambat laun akan menyebabkan berbagai masalah kesehatan pada

anak, seperti stunting hingga kematian.(12)

Pada penelitian Shumbej et, al (2015) menunjukkan bahwa 23,3%

anak pra sekolah terinfeksi dengan satu atau lebih spesies STH. Ascaris

lumbricoides adalah STH yang paling umum (14,9%) diikuti oleh Trichuris

trichiura (6,4%), model regresi logistic multivariat diperkirakan berada pada

kelompok 36-47 bulan (AOR: 2.5, 95% Cl: 1.2-5.3, P=0.016), kuku jari

tangan yang tidak dipotong (AOR:3.2,95% CL:1.8-5.5, P< 0,001), dan tidak

mencuci tangan sebelum makan (AOR:3.0, 95% CL:1.7-5.4,P<0.001)

merupakan predictor independen infeksi STH pada anak-anak. Penelitian

yang dilakukan Asfaw et, al (2020) didapatkan sebanyak 2462 anak

prasekolah yg berpartisipasi. Secara keseluruhan, prevalensi STH adalah

23,5% (95% Cl) = 21,8%-25,2%, Ascaris lumbricoides (18,6%, Trichuris

trichiura (9,2%), dan cacing tambang (3,1%). Dari total, 7,4% anak pra

sekolah terinfeksi dua spesies STH. Penelitian lainnya untuk melihat

gambaran telur cacing balita stunting menggunakan pewarnaan antosianin

dari ekstrak ubi ungu metode flotasi di Kabupaten Bulukumba didapatkan

proporsi kecacingan pada balita stunting sebesar 26,3%. (12)

35
3.12 Hubungan kejadian ascariasis dengan terjadinya anemia
Prevalensi anemia pada infeksi STH berdasarkan analisis global

sebesar 47,4% dan menyatakan bahwa anak usia prasekolah yang paling

berpengaruh dimana jumlah penderitanya sebanyak 4 – 5 milyar penduduk

dunia atau 66 – 80% dari populasi penduduk dunia.(13)

Infeksi cacing mengakibatkan nutrisi berkurang dan menurunkan

daya tahan tubuh (imunitas), karena infeksi cacing dapat merusak mukosa

usus sehingga terjadi gangguan penyerapan nutrisi. Akibat lain yang dapat

ditimbulkan oleh infeksi cacing adalah anemia.(13)

Kecacingan mempengaruhi pemasukan (intake), pencernaan

(digestif), penyerapan (absorbsi), dan metabolisme makanan. Hal ini

dikarenakan nematode usus biasanya matang dalam usus halus, dimana

sebagian besar cacing dewasa melekat dengan kait oral atau lempeng

pemotong, kemudian pada akhirnya cacing tersebut akan menyebabkan

manusia kehilangan darah, iritasi dan alergi(14)

36
BAB IV

KESIMPULAN

Ascaris lumbricoides juga dikenal sebagai cacing gelang adalah

cacing yang ditularkan melalui tanah atau soil transmitting helmints (STH)

yang menginfeksi manusia dan hewan.

Data dari World Health Organization (WHO, 2018) lebih dari 1,5

miliar orang, atau 24% dari populasi dunia, terinfeksi dengan infeksi cacing

yang ditularkan melalui tanah diseluruh dunia, Lebih dari 267 juta anak usia

prasekolah dan lebih dari 568 juta anak usia sekolah tinggal didaerah

dimana parasit ini xviii ditularkan secara intensif dan membutuhkan

pengobatan serta tindakan pencegahan.

Di Indonesia, penyakit cacing adalah penyakit rakyat umum,

infeksinya pun dapat terjadi secara simultan oleh beberapa jenis cacing

sekaligus. Diperkirakan lebih dari 60% anak-anak di Indonesia menderita

suatu infeksi cacing, rendahnya mutu sanitasi menjadi penyebabnya. Di

Indonesia angka prevalensi kecacingan meningkat pada tahun 2012 yang

menunjukkan angka di atas 20% dengan prevalensi tertinggi mencapai

76.67%.

Etiologi Ascaris lumbricoides pada usus halus manusia,manusia

merupakan tempat defenitif dan tidak membutuhkan tempat perantara.

cacing dewasa mempunyai ukuran paling besar diantara nematoda yang

lainnya, bentuknya silindris, ujung interior lancip, bagian enterior dilengkapi

37
oleh tiga bibir yang tumbuh sempurna yang betina panjangnya 20-35 cm

sedangkan yang jantan 15-31 cm. Pada cacing jantan ujung posteriournya

lancip dan melengkung kearah vetral dilengkapi papil kecil dan dua buah

speculum berukuran 2mm,pada cacing betina bagian posterior membulat

dan lurus 1/3 anterior dari tubuh terdapat cincin kopulasi, tubuh berwarna

putih sampai berwarna kecoklatan dan diselubungi oleh lapisan kutikula

yang bergaris halus.

Ascaris lumbricoides memiliki tiga bibir (prominent lips) yang

masingmasing memiliki dentigerous ridge (peninggian bergigi), tetapi tidak

memiliki interlabia atau alae. Ascaris lumbricoides jantan memiliki panjang

15-31 cm dan lebar 2-4 mm, dengan ujung posterior yang melingkar ke arah

ventral, dan ujung ekor yang tumpul. Ascaris lumbricoides betina memiliki

panjang 20-49 cm dan lebar 3-6 mm, dengan vulva pada sepertiga panjang

badan dari ujung anterior.

Patofisiologi askariasis dimulai dari masuknya telur Ascaris

lumbricoides ke saluran cerna manusia. Telur yang telah terfertilisasi akan

menjadi bentuk infektif selesainya 18 hari atau beberapa minggu Bila

didukung oleh lingkungan yang mendukung seperti kelembapan yang

tinggi, suhu yang hangat, serta tanah ditempat teduh. di tanah, telur bisa

bertahan hayati hingga 10 tahun

Gejala umum yang muncul ketika seseorang terinfeksi berbeda-beda

tergantung dimana ia mengalami infeksi tersebut. misalnya jika paru-paru

38
yang terkena maka penderita akan mengalami gejala asma atau pneumonia

seperti Batuk, Sesak napas, Mengi, dan. Demam

Komplikasi yang terjadi umumnya berupa reaksi alergi akibat migrasi

larva (Ierratic migration) dan pneumonitis dan pneumonia. Komplikasi

lainnya yang terjadi akibat sumbatan adalah sumbatan jalan napas,

apendisitis, sumbatan ampulaveter, ileus, saluran empedu hingga hati

Prognosis baik bila tidak terjadi obstruksi akibat migrasi cacing

dewasa. Infestasi cacing dapat sembuh sendiri dalam waktu 1,5 tahun

tanpa pengobatan.

Anak yang terinfeksi cacing dapat mengalami keterlambatan dalam

tubuh dan berkembang hingga menyebabkan malnutrisi. Hal ini dapat

terjadi karena cacing dapat menyerap nutrisi yang terdapat di dalam tubuh

inangnya. Seekor cacing yang tumbuh di dalam usus anak dapat

mengambil karbohidrat anak sebanyak 0,14 gram/hari dan mengambil

protein anak sebanyak 0,035 gram/hari.

Infeksi cacing mengakibatkan nutrisi berkurang dan menurunkan

daya tahan tubuh (imunitas), karena infeksi cacing dapat merusak mukosa

usus sehingga terjadi gangguan penyerapan nutrisi. Akibat lain yang dapat

ditimbulkan oleh infeksi cacing adalah anemia.

39
DAFTAR PUSTAKA

1. Galgamuwa LS, Iddawela D, Dharmaratne SD. Prevalence and

intensity of Ascaris lumbricoides infections in relation to

undernutrition among children in a tea plantation community, Sri

Lanka: A cross-sectional study. BMC Pediatr. 2018;18(1):1–9.

2. AL-TAMEEMI K, KABAKLI R. Ascaris Lumbricoides: Epidemiology,

Diagnosis, Treatment, and Control. Asian J Pharm Clin Res.

2020;13(4):8–11.

3. Kurscheid J, Laksono B, Park MJ, Clements ACA, Sadler R,

McCarthy JS, et al. Epidemiology of soil-transmitted helminth

infections in semarang, central java, indonesia. PLoS Negl Trop Dis.

2020;14(12):1–17.

4. Lo C, Md T, I C, Ra M de BA. Anthelmintic Drugs For Treating

Ascariasis. Cochrane Library; 2020.

5. Septiani E. Analisis Epidemiologi Kejadian Infeksi Soil Transmitted

Helminths (Sth) Pada Anak Sekolah Dasar Di Kabupaten Seluma

Provinsi Bengkulu. 2019;1–30. Available from:

https://repository.unsri.ac.id/21830/

6. Andi Tri Rezki Amaliah, Azriful. Distribusi Spasial Kasus Kecacingan

(Ascaris lumbricoides) Terhadap Personal Higiene Anak Balita di

Pulau Kodingareng Kecamatan Ujung Tanah Kota Makassar Tahun

2016. HIGIENE, VOLUM E 2, NO. 2, MEI-AGUSTUS 2016

7. Reza V, Snapp P, Dalam E, Di IMA, Socialization A, Cadger OF, et

40
al. Hubungan Infeksi Soil Transmitted Helminthes Dengan Kadar

Hemoglobin Pada Murid SDN 50 Kampung Jambak. Bussiness Law

binus [Internet]. 2020;7(2):33–48. Available from:

https://repository.unsri.ac.id/21830/

8. Ariwati NL. Infeksi ascaris lumbricoides. Fak Kedokt Univ Udayana

[Internet]. 2017;1–15. Available from:

https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/86777417ac

b26ee2bb1eb29a7936f933.pdf

9. Pingkan W, Kaunang J, Tamba SV, Nasywa A, Dewi C. Ascariasis.

2022;(December).

10. Schindler-Piontek M, Chaubal N, Dehmani S, Cui XW, Dong Y,

Sharma M, et al. Ascariasis, a review. Med Ultrason.

2022;24(3):329–38.

11. Liwang. Ferry, W. Patria, Yuswar , Wijaya. Edwin, P.Nadira Sanjaya,

2020. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Edisi -5. Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia.

12. Dinda Andini Putri. Hubungan Infeksi STH dengan Kejadian Stunting

pada Anak Balita di Kabupaten Muaro Jambi. 2022.

13. Butar-butar K. Hubungan Infeksi Soil Transmitted Helminths ( Sth )

Dengan Status Gizi Dan Anemia Pada Balita Hubungan Infeksi Soil

Transmitted Helminths ( Sth ) Dengan Status Gizi Dan Anemia Pada

Balita. J Kedokt Methodist. 2021;14(2):60–8.

14. Pratiwi EE, Sofiana L. Kecacingan sebagai Faktor Risiko Kejadian

41
Anemia pada Anak. J Kesehat Masy Indones. 2019;14(2):1

42

Anda mungkin juga menyukai