Anda di halaman 1dari 17

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK PKMRS

FAKULTAS KEDOKTERAN September 2020


UNIVERSITAS HASANUDDIN

PROMOSI KESEHATAN MASYARAKAT-RUMAH SAKIT (PKMRS)


PENYAKIT CACING TAMBANG

Disusun Oleh:
NURUL FITRIYANI ZAHRAH
C014192090

Residen Pembimbing
dr. Misjunaling Palayukan
dr. Astri Amelia Gosal

Dosen Pembimbing
dr. Setia Budi Salekede, Sp.A (K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :

Nama : Nurul Fitriyani Zahrah

NIM : C014192090

Periode : 31 Agustus – 4 Oktober 2020

Judul : Penyakit Cacing Tambang

Telah menyelesaikan tugas PKRMS dalam rangka kepaniteraan klinik pada Departemen Ilmu

Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, September 2020

Residen Pembimbing I Residen Pembimbing II

dr. Misjunaling Palayukan dr. Astri Amelia Gosal

Mengetahui,

Supervisor Pembimbing

dr. Setia Budi Salekede, Sp.A (K)

ii
DAFTAR ISI

Table of Contents
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................................................. ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................................................... iii
BAB 1 ..................................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................................................. 1
BAB 2 ..................................................................................................................................................... 2
PEMBAHASAN ..................................................................................................................................... 2
2.1 Definisi.................................................................................................................................... 2
2.2 Epidemiologi ........................................................................................................................... 2
2.3 Etiologi.................................................................................................................................... 3
2.4 Siklus Hidup Cacing Tambang ..................................................................................................... 4
2.5 Manifestasi Klinis ................................................................................................................... 5
2.5.1 Migrasi Larva .................................................................................................................. 5

2.5.2 Cacing Dewasa ................................................................................................................ 5

2.6 Diagnosis................................................................................................................................. 5
2.6.1 Anamnesis ....................................................................................................................... 5

2.6.2 Pemeriksaan Fisik ........................................................................................................... 6

2.6.3 Pemeriksaan Penunjang .................................................................................................. 6

2.7 Tatalaksana ............................................................................................................................. 8


2.8 Pencegahan ................................................................................................................................... 9
BAB 3 ................................................................................................................................................... 11
KESIMPULAN ..................................................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 13

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

Infeksi kecacingan merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia

yang masih tinggi prevalensinya terutama pada golongan penduduk yang kurang mampu,

dengan sanitasi yang buruk.1

Kecacingan ini umumnya ditemukan di daerah tropis dan subtropis dan beriklim

basah dimana hygiene dan sanitasinya buruk. Penyakit ini ditularkan melalui telur yang ada di

dalam kotoran manusia dan mencemari tanah yang sanitasinya buruk. Lebih dari 1,5 miliar

orang atau sekitar 24% dari populasi manusia di dunia terinfeksi kecacingan, khususnya usia

anak pra sekolah sebesar 270 juta anak dan usia anak sekolah dasar sebesar lebih dari 600

juta anak.2

Angka prevalensi cacingan nasional tergolong sedang dengan angka 28,12%. Survei

prevalensi tahun 2011 menunjukkan angka 29,47% dan 24,53% berturut-turut di Kabupaten

Lombok Barat dan Mataram. Sedangkan survei cacingan yang dilakukan Kementerian

Kesehatan tahun 2018 di Kabupaten Lombok Tengah menunjukkan 54 sampel positif dari

330 sampel feses (16,36 %) dengan intensitas askariasis, trikuriasis, infeksi cacing tambang

dan enterobiasis termasuk dalam kategori ringan.3

Cacingan ini dapat mengakibatkan menurunnya kondisi kesehatan, gizi, kecerdasan

dan produktifitas Penderitanya sehingga secara ekonomi banyak menyebabkan kerugian.

Cacingan menyebabkan kehilangan karbohidrat dan protein serta kehilangan darah, sehingga

menurunkan kualitas sumber daya manusia.1

1
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Kecacingan merupakan penyakit yang diakibatkan oleh infeksi cacing atau helminth.4

Penyakit cacing tambang merupakan infeksi yang disebabkan oleh cacing Ancylostoma

duodenale dan Necator americanus dan yang menjadi hospes cacing ini adalah manusia.

Pada infeksi cacing tambang, cacing ini akan hidup dalam rongga usus halus dan

melekat dengan giginya sehingga pada dinding usus halus dan menghisap darah. Infeksi

cacing tambang menyebabkan kehilangan darah secara perlahan-lahan sehingga penderita

mengalami kehilangan darah (anemia) akibatnya dapat menrunkan produktivitas. 5

2.2 Epidemiologi

Lebih dari 1,5 miliar orang atau sekitar 24% dari populasi manusia di dunia terinfeksi

kecacingan, khususnya usia anak pra sekolah sebesar 270 juta anak dan usia anak sekolah

dasar sebesar lebih dari 600 juta anak.2

Prevalensi Infeksi cacing di Indonesia masih tergolong tinggi terutama pada penduduk

miskin dan hidup di lingkungan padat penghuni dengan sanitasi yang buruk, tidak

mempunyai jamban dan fasilitas air bersih yang mencukupi. Hasil survei Departemen

Kesehatan Republik Indonesia di beberapa provinsi di Indonesia menunjukkan prevalensi

kecacingan untuk semua umur di Indonesia berkisar antara 40-60%. Sedangkan prevalensi

kecacingan pada anak diseluruh Indonesia pada usia 1-6 tahun atau usia 7-12 tahun berada

pada tingkat yang tinggi, yakni 30-90%.6 Pada penelitian di Jawa Tengah pada sekolah dasar

di Grobongan tahun 2019, Insidensi kecacingannya itu sebesar 13,7%. Kebersihan, pekerjaan

orang tua siswa serta kebersihan kuku siswa SD merupakan faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi angka infeksi cacing tambang pada siswa tersebut.4

2
2.3 Etiologi

Penyakit cacing tambang usus pada manusia disebabkan oleh Ancylostoma duodenale,

A. ceylanicum, dan Necator americanus. Secara klasik, A. duodenale dan N. americanus

dianggap sebagai dua spesies cacing tambang usus utama di seluruh dunia, tetapi studi yang

lebih baru menunjukkan bahwa parasit A. ceylanicum, juga merupakan parasit penting yang

muncul dan menginfeksi manusia di beberapa wilayah. Kadang-kadang larva A. caninum,

dapat berkembang sebagian di usus manusia dan menyebabkan enteritis eosinofilik, tetapi

spesies ini tampaknya tidak mencapai kematangan reproduksi pada manusia.

Kelompok cacing tambang lain yang menginfeksi hewan dapat menembus kulit

manusia yang menyebabkan migrans larva kulit (A. braziliense, A. caninum, Uncinaria

stenocephala). Selain A. caninum yang disebutkan di atas, parasit ini tidak berkembang lebih

jauh setelah larvanya menembus kulit manusia.7

3
2.4 Siklus Hidup Cacing Tambang

Gambar 2.1 Siklus Hidup Intestinal Hookworm.7

Telur dikeluarkan dari feses (1), dan dalam kondisi yang menguntungkan (kelembaban,

kehangatan, naungan), larva menetas dalam 1 sampai 2 hari dan hidup bebas di tanah yang

terkontaminasi. Larva rhabditiform yang dilepaskan ini tumbuh di dalam tinja dan / atau

tanah (2), dan setelah 5 sampai 10 hari mereka menjadi larva filariform (tahap ketiga) yang

infektif (3), Larva infektif ini dapat bertahan hidup selama 3 sampai 4 minggu dalam kondisi

lingkungan yang menguntungkan. Saat bersentuhan dengan tubuh manusia, biasanya tanpa

alas kaki, larva menembus kulit dan dibawa melalui pembuluh darah ke jantung dan

kemudian ke paru-paru. Mereka menembus ke dalam alveoli paru, naik ke pohon bronkial ke

faring, dan ditelan (4), Larva mencapai jejunum usus kecil, tempat mereka tinggal dan

4
menjadi dewasa. Cacing dewasa hidup di lumen usus kecil, biasanya di jejunum distal, di

mana mereka menempel pada dinding usus yang mengakibatkan hilangnya darah oleh inang

(5) Kebanyakan cacing dewasa musnah dalam 1 sampai 2 tahun, tetapi umur panjang bisa

mencapai beberapa tahun.7

2.5 Manifestasi Klinis

2.5.1 Migrasi Larva

Infeksi cacing tambang seringkali asimtomatik. Namun, ruam papulovesikuler

pruritus (ground itch).dapat berkembang di tempat penetrasi larva, biasanya di kaki.

Sewaktu menembus kulit. Migrasi sejumlah besar larva melalui paru-paru terkadang

menyebabkan sindrom Löffler, dengan batuk, mengi, eosinofilia, dan terkadang

hemoptisis.

2.5.2 Cacing Dewasa

Selama fase akut, cacing dewasa di usus dapat menyebabkan nyeri

epigastrium kolik, anoreksia, perut kembung, diare, dan penurunan berat badan.

Infeksi kronis dan berat dapat menyebabkan anemia defisiensi besi, menyebabkan

pucat, dispnea, kelemahan, takikardia, kelelahan, dan edema perifer. Eosinofilia

derajat rendah sering ditemukan. Pada anak-anak, kehilangan darah kronis dapat

menyebabkan anemia berat, gagal jantung, dan anasarca, dan pada wanita hamil,

menyebabkan retardasi pertumbuhan pada janin.8

2.6 Diagnosis

2.6.1 Anamnesis

Pada saat anamnesis ditanyakan gejala yang dirasakan seperti merah dan

timbul di kulit yang sangat gatal. Ini biasanya ditemukan di kaki atau bagian bawah

tungkai. Selain itu sangat perlu ditanyakan faktor risiko terjadinya infeksi cacing

5
tambang, seperti riwayat berkunjung ke daerah yang pernah terpapar tanah dan/atau

pasir di tempat-tempat dimana anjing dan kucing kemungkinan besar terkena cacing

tambang dan juga baru saja bepergian ke daerah tropis dan menghabiskan waktu di

pantai.9

2.6.2 Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik ditandai dengan lesi kulit yang gatal, eritematosa,

bersisik, dan ruam papulovesikuler pruritus (gatal di permukaan tanah) dapat

berkembang di tempat migrasi larva, biasanya di kaki. 8 Migrasi ini menyebabkan rasa

gatal yang parah dan timbul garis merah sebagai bagian dari reaksi larva di kulit.

Larva akan mati di kulit setelah beberapa minggu tanpa berkembang lebih jauh, dan

rasa gatal serta garis merah akan hilang. Menggaruk pada garis dapat menyebabkan

infeksi bakteri.9

pada infeksi cacing dewasa bagian atas usus halus yang kronis dapat

ditemukan tanda-tanda anemia. Selain itu ketika anak-anak terus menerus terinfeksi

banyak cacing, hilangnya zat besi dan protein dapat menghambat pertumbuhan dan

perkembangan mental.7,8

2.6.3 Pemeriksaan Penunjang

Infeksi cacing tambang didiagnosis dengan mengidentifikasi telur cacing

tambang dalam sampel tinja. Kotoran harus diperiksa dalam beberapa jam setelah

buang air besar.10

6
Gambar 2.4. Telur Cacing Gambar 2.5. Larva
Tambang.11 Rhabditiform.11

Gambar 2.6. Larva Gambar 2.7. Cacing


Filariform.11 Tambang Dewasa
Ancylostoma duodenale.11

Gambar 2.8. Cacing


Tambang Dewasa Necator
americanus.11

7
2.7 Tatalaksana

Sebagian besar kasus penyakit cacing tambang klasik dapat ditangani secara rawat

jalan dengan terapi anthelmintik dan zat besi, dilengkapi dengan diet yang sesuai. Obat

antelmintik yang efektif melawan cacing tambang termasuk benzimidazol (misalnya,

albendazol, mebendazol) dan pyrantel pamoate.

Perawatan yang mungkin dilakukan berikut: Albendazole dalam dosis tunggal 400 mg

atau setiap hari selama 3 hari, Mebendazole 100 mg dua kali sehari selama 3 hari (lebih

efektif dari dosis tunggal 500 mg), Thiabendazole dioleskan secara topikal untuk menyerang

larva yang bermigrasi pada larva migrans kulit, Pyrantel pamoate dalam beberapa dosis 11

mg / kg, biasanya selama 3 hari.

The Centers for Disease Control and Prevention (CDC) terus merekomendasikan 400

mg albendazole dosis tunggal di situs webnya (26 Juli 2018), tetapi mencatat bahwa

albendazole masih belum disetujui FDA untuk pengobatan infeksi cacing tambang. Sanford

Guide to Antimicrobial Therapy merekomendasikan albendazole 400 mg setiap hari selama 3

hari atau mebendazole 100 mg dua kali sehari selama 3 hari.11

Mebendazol dan Albendazol merupakan anti helmintik spektrum luas. Cara kerja

mebendazol terhadap cacing yaitu mebendazol menyebabkan kerusakan struktur subseluler

dan menghambat sekresi asetilkolinesterase cacing. Selain itu, mebendazol juga menghambat

ambilan glukosa secara ireversible sehingga terjadi pengosongan (deplesi) glikogen pada

cacing. Cacing akan mati perlahan-lahan dan hasil terapi memuaskan baru nampak sesudah 3

hari pemberian obat. Efek samping dari mebendazol sendiri tidak menyebabkan efek toksik

sistemik mungkin karena absorbsinya yang buruk sehingga aman untuk diberikan kepada

pasien malnutrisi dan anemia. Sedangkan cara kerja dari albendazol yaitu menghambat

polimerisasi mikrotubulus dan memblok mengambilan glukosa oleh larva maupun cacing

8
dewasa, sehingga persediaan glikogen dari cacing akan menurun dan pembentukan ATP

berkurang, akibatnya cacing akan mati. Albendazol ini aman digunakan untuk pengguanaan 3

hari, efek samping berupa nyeri ulu hati, diare, sakit kepala, mual, lemah, pusing, insomnia,

frekuensinya sebanyak 6%. Tetapi pada penelitian dilaporkan bahwa insiden efek samping ini

tidak berbeda dengan efek plasebo dan albendazol dikontraindikasikan untuk anak umur

kurang dari 2 tahun, wanita hamil, dan sirosis hati.

Selain golongan dari benzimidazol, pirantel pamoat juga termasuk antelmintik yang

dapat digunakan untuk memberantas cacing tambang, cara kerjanya dengan menimbulkan

depolarisasi pada otot cacing dan meningkatkan frekuensi impuls, sehingga cacing mati

dalam keadaan spastis. Efek samping dari pirantel pamoat jarang, ringan dan bersifat

sementara, misalnya keluhan saluran crna, demam dan sakit kepala. Penggunaan obat ini

untuk anak-anak usia dibawah 2 tahun dan wanita hamil tidak dianjurkan, karena studi untuk

ini belum ada.12

Penggantian besi dan suplementasi nutrisi (protein dan vitamin, termasuk folat) harus

menjadi bagian dari strategi manajemen dan mungkin memiliki kemanjuran yang lebih besar

daripada terapi antihelmintik dalam mengurangi morbiditas pada populasi tertentu (misalnya,

wanita hamil dan pasien yang tidak terinfeksi HIV). Anemia berat menyerang anak-anak dan

wanita hamil secara tidak proporsional karena rendahnya simpanan zat besi mereka yang

sudah ada sebelumnya.11

2.8 Pencegahan

Jika kita tinggal, bepergian, atau bermain di daerah yang tanahnya mungkin terdapat

cacing tambang, lakukan tindakan pencegahan berikut : Kenakan sepatu di luar, hindari

kontak kulit dengan tanah yang mungkin terkontaminasi, hindari makan makanan yang bisa

terkontaminasi, hindari kontak kulit dengan kotoran anjing (terutama di taman, di mana kita

tidak dapat mengetahui apakah hewan peliharaan orang lain terkena cacing tambang). 13

9
Selain itu mengingat akan pentingnya penyakit ini, akan lebih baik jika pencegahan

ini dilakukan secara bersama-sama misalnya dengan pemberdayaan masyarakat, berupa

keterlibatan masyarakat dalam kegiatan promosi dengan ikut serta memberikan penyuluhan

kesehatan perorangan dan lingkungan sehingga orang tua yang memiliki anak juga bisa

mengajarkan kepada anaknya untuk terhindar dari resiko infeksi cacing.3

Sebenarnya infeksi cacing perut akan berkurang bahkan dapat dihilangkan sama sekali

apabila diupayakan perilaku hidup bersih dan sehat seperti cuci tangan pakai sabun di lima

waktu penting (setelah BAB, setelah membersihkan anak yang BAB, sebelum menyiapkan

makanan, sebelum makan, setelah memegang/menyentuh hewan), serta mengelola makanan

dengan benar, lingkungan bersih, makanan bergizi.1

Dari penjelasan diatas sangat jelas bahwa kerja sama dari semua sektor akan

membantu meningkatkan derajat kesehatan secara umum termasuk menanggulangi infeksi

cacing.1

10
BAB 3

KESIMPULAN

Infeksi kecacingan merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia

yang masih tinggi prevalensinya terutama pada golongan penduduk yang kurang mampu

dengan sanitasi yang buruk. Lebih dari 1,5 miliar orang atau sekitar 24% dari populasi

manusia di dunia terinfeksi kecacingan, khususnya usia anak pra sekolah sebesar 270 juta

anak dan usia anak sekolah dasar sebesar lebih dari 600 juta anak. Salah satu penyakit

kecacingan adalah penyakit cacing tambang, yang pada manusia disebabkan oleh Necator

americanus dan Ancylostoma duodenale. Selain karena prevalensinya yang masih tinggi,

cacingan ini juga penting karena dapat mengakibatkan menurunnya kondisi kesehatan, gizi,

kecerdasan dan produktifitas sehingga menurunkan kualitas sumber daya manusia.

Manifestasi klinis yang didapatkan berbeda berdasarkan stadium yang menginfeksi,

pada stadium larva dikenal sebagai cutaneus larva migrans menyebabkan rasa gatal yang

parah dan timbul garis merah sebagai bagian dari reaksi larva di kulit dan pada stadium

cacing dewasa gejalanya tergantung berat ringannya infeksi. Untuk diangnosis pada

pemeriksaan tinja ditemukan telur cacing tambang ataupun cacing dewasa. Pada kultur tinja,

dijumpai larva cacing tambang. Tatalaksana sebagian besar kasus penyakit cacing tambang

klasik dapat ditangani secara rawat jalan dengan terapi anthelmintik dan zat besi, dilengkapi

dengan diet yang sesuai. Obat antelmintik yang efektif melawan cacing tambang termasuk

benzimidazol (misalnya, albendazol, mebendazol) dan pyrantel pamoate.

Untuk pencegahan kecacingan ini, sangat diperlukan kerja sama dari semua sektor

misalnya keterlibatan masyarakat dalam kegiatan promosi dengan ikut serta memberikan

penyuluhan kesehatan perorangan dan lingkungan sehingga orang tua yang memiliki anak

juga bisa mengajarkan kepada anaknya untuk terhindar dari resiko infeksi cacing dengan cara

11
perilaku hidup bersih dan sehat seperti cuci tangan pakai sabun di lima waktu penting (setelah

BAB, setelah membersihkan anak yang BAB, sebelum menyiapkan makanan, sebelum

makan, setelah memegang/menyentuh hewan), serta mengelola makanan dengan benar,

lingkungan bersih, makanan bergizi.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Kemenkes RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun

2017 tentang penanggulangan cacingan.

2. Fadhila N. Kecacingan pada Anak. J agromeda Unila. 2015. 2 (3) : 347-50

3. Atwazzah et al. Penyuluhan Upaya Penanggulangan dan Pemeriksaan Cacingan

Sebagai Implementasi Program Pesantren Sehat. Jurnal Pengabdian Masyarakat.

2019. 15(2),p 106

4. Halleyanto R, Riansadi A, Dewi DP. Insidensi dan Analisis Faktor Risiko Infeksi

Cacing Tambang pada Siswa Sekolah Dasar di Grobogan Jawa Tengah. Jurnal

Kedokteran Raflesia. 2019. 5(1).18-27

5. Wijaya NH. Beberapa Faktor Risiko Kejadian Infeksi Cacing Tambang pada Petani

Pembibitan Albasia. 2015. p20-2

6. Rosyidah HN, Prasetyo H. Prevalensi Infeksi Cacing Usus pada Anak di Kampung

Pasar Keputaran Utara, Surabaya Tahun 2017. Journal of Vocational Health

Studies.2018. p117-120

7. CDC. Parasites:Hookworm. Central for Disease Control and Prevention: Global

Health, Division of Parasite Disease. Diakses melalui :

https://www.cdc.gov/parasites/hookworm/ , pada tanggal 10 September 2020

8. MSD Manuals. 2019. Hookworm Infection (Ancylostomiasis). Diakses melalui :

https://www.msdmanuals.com/professional/infectious-diseases/nematodes-

roundworms/hookworm-infection, pada tanggal 9 September 2020

9. CDC. Parasites:Hookworm. Central for Disease Control and Prevention: Global

Health, Division of Parasite Disease. Diakses melalui

https://www.cdc.gov/parasites/zoonotichookworm/index.html , pada tanggal 10

September 2020

13
10. Merck Manual. Hookworm Infection (Ancylostomiasis). Diakses melalui

https://www.merckmanuals.com/home/infections/parasitic-infections-nematodes-

roundworms/hookworm-infection#v14458316 , pada tanggal 14 September 2020.

11. Medscape. Hookworm Disease Workup. Diakses melalui :

https://emedicine.medscape.com/article/218805-workup#c9, pada tanggal 10

september 2020

12. Gunawam SG et al. Framakologi dan Terapi. Edisi 6. Jakarta : Badan Penerbit FKUI.

13. Web MD. Hookworms. WebMD Medical Reference : diakses melalui

https://www.webmd.com/a-to-z-guides/hookworm-infection#3-8, pada tanggal 10

September 2020

14

Anda mungkin juga menyukai