Anda di halaman 1dari 24

HALAMAN JUDUL

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK PKMRS


FAKULTAS KEDOKTERAN JULI 2023
UNIVERSITAS HASANUDDIN

PROMOSI KESEHATAN MASYARAKAT-RUMAH SAKIT (PKMRS)


INFEKSI CACING TAMBANG

Disusun Oleh:
Pandi Prata Suanda
C014222101

Residen Pembimbing
dr. Rizna Ariani Said
dr. St. Huzaifah

Dosen Pembimbing
dr. Setia Budi Salekede, Sp.A (K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2023
HALAMAN PENGESAHAN
DAFTAR ISI

Contents
HALAMAN JUDUL.....................................................................................................1

HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................................3

DAFTAR ISI.................................................................................................................4

DAFTAR GAMBAR.....................................................................................................6

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................9

2.1 Definisi............................................................................................................9

2.2 Etiologi............................................................................................................9

2.3 Epidemiologi.................................................................................................10

2.4 Siklus Hidup Cacing Tambang.......................................................................8

2.5 Manifestasi Klinis...........................................................................................9

2.5.1 Migrasi Larva..........................................................................................9

2.5.2 Cacing Dewasa........................................................................................9

2.6 Diagnosis.......................................................................................................10

2.6.1 Anamnesis.............................................................................................10

2.6.2 Pemeriksaan Fisis..................................................................................11

2.6.3 Pemeriksaan Penunjang.........................................................................11

2.7 Tatalaksana...................................................................................................13

2.8 Pencegahan...................................................................................................15

BAB III KESIMPULAN.............................................................................................17


DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................19
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Siklus Hidup Cacing Tambang...........................................................................
Gambar 2. Telur Cacing Tambang....................................Error: Reference source not found
Gambar 3. Larva Rhabditiform..........................................Error: Reference source not found
Gambar 4. Larva Filariform.............................................Error: Reference source not found
Gambar 5. Cacing Tambang Dewasa Ancylostoma duodenale.................Error: Reference
source not found
Gambar 6. Cacing Tambang Dewasa Necator americanus.................................................
BAB I PENDAHULUAN

Infeksi
infeksi cacing tambang merupakan salah satu masalah

kesehatan masyarakat di Indonesia yang masih tinggi prevalensinya

terutama pada golongan penduduk yang kurang mampu dengan sanitasi

yang buruk1.

Infeksi cacing ini biasanya ditemukan di daerah tropis dan subtropis

serta iklim lembab yang tingka sanitasinya buruk. Penyakit ini ditularkan

melalui telur yang terdapat pada tinja manusia kemudian mencemari tanah

melalui kebersihan lingkungan yang buruk. Lebih dari 1,5 miliar orang atau

sekitar 24% penduduk dunia terinfeksi cacing terutama 270 juta anak usia

pra-sekolah dan lebih dari 600 juta anak usia sekolah dasar2.

Angka prevalensi cacingan nasional tergolong sedang dengan

angka 28,12%. Survei prevalensi tahun 2011 menunjukkan angka 29,47%

dan 24,53% berturut-turut di Kabupaten Lombok Barat dan Mataram,

sedangkan survei cacingan yang dilakukan Kementerian Kesehatan tahun

2018 di Kabupaten Lombok Tengah menunjukkan 54 sampel positif dari

330 sampel feses (16,36%) dengan intensitas askariasis, trikuriasis, infeksi

cacing tambang, dan enterobiasis termasuk dalam kategori ringan3.

Infeksi cacing ini dapat mempengaruhi kesehatan, gizi, kecerdasan,


dan produktivitas mereka yang terkena infeksi, selain itu dapat

menyebabkan kerugian ekonomi yang besar bagi penderita. Pada orang yang

terinfeksi cacing akan mengalami hilangnya karbohidrat, protein, serta

kehilangan darah yang berdampak pada kualitas sumber daya manusia1.


BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Penyakit infeksi cacing tambang merupakan infeksi yang disebabkan

oleh cacing Ancylostoma duodenale dan Necator americanus dan yang menjadi

hospes cacing ini adalah manusia4.

Pada infeksi cacing tambang, cacing ini akan hidup dalam rongga usus

halus dan melekat dengan giginya sehingga pada dinding usus halus dan

menghisap darah. Infeksi cacing tambang menyebabkan kehilangan darah

secara perlahan-lahan sehingga penderita mengalami kehilangan darah (anemia)

akibatnya dapat menurunkan produktivitas5.

2.2 Etiologi

Penyakit infeksi cacing tambang pada manusia disebabkan oleh

Ancylostoma duodenale, Ancylostoma ceylanicum, dan Necator americanus.

Secara klasik, Ancylostoma duodenale dan Necator americanus dianggap sebagai

dua spesies cacing tambang utama di seluruh dunia, tetapi studi yang lebih baru

menunjukkan bahwa parasit Ancylostoma ceylanicum, juga merupakan parasit

penting yang muncul dan menginfeksi manusia di beberapa wilayah. Kadang-

kadang larva Ancylostoma caninum, dapat berkembang sebagian di usus


manusia dan menyebabkan enteritis eosinofilik, tetapi spesies ini tampaknya tidak

mencapai kematangan reproduksi pada manusia.

Kelompok cacing tambang lain yang menginfeksi hewan dapat

menembus kulit manusia yang menyebabkan migrans larva kulit (A. braziliense,

A. caninum, Uncinaria stenocephala). Selain A. caninum yang disebutkan di atas,

parasit ini tidak berkembang lebih jauh setelah larvanya menembus kulit

manusia6.

2.3 Epidemiologi

Lebih dari 1,5 miliar orang atau sekitar 24% dari populasi manusia di

dunia terinfeksi infeksi cacing tambang, khususnya usia anak pra-sekolah

sebesar 270 juta anak dan usia anak sekolah dasar sebesar lebih dari 600 juta

anak2.

Prevalensi infeksi cacing di Indonesia masih relatif tinggi, terutama di

kalangan masyarakat miskin dan tinggal di daerah padat penduduk dengan

sanitasi yang buruk serta fasilitas toilet dan air minum yang kurang memadai.

Hasil survei yang dilakukan Kementerian Kesehatan RI di beberapa provinsi

di Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi infeksi infeksi cacing tambang

pada semua kelompok umur di Indonesia berkisar antara 40 hingga 60%.

Sementara itu, prevalensi infeksi infeksi cacing tambang pada anak usia 1-6

tahun atau 7-12 tahun di seluruh Indonesia berada pada tingkat yang tinggi,
yaitu 30-90 %. Kebersihan lingkungan, pekerjaan orang tua, dan kebersihan

kuku siswa sekolah dasar merupakan faktor yang dapat mempengaruhi

prevalensi infeksi cacing tambang pada siswa tersebut2.


2.4 Siklus Hidup Cacing Tambang

Gambar 1 Siklus Hidup Cacing Tambang

Telur dikeluarkan dalam tinja (1), dalam keadaan yang memenuhi kondisi

menguntungkan (kelembaban, kehangatan, naungan ), kemudian larva menetas

dalam 1-2 hari dan hidup bebas di tanah yang terkontaminasi. Larva

rhabditiform yang dilepaskan ini berkembang di feses dan/atau tanah (2),

kemudian setelah 5-10 hari menjadi bentuk larva filariform (bentuk ketiga).

Larva penyebab infeksi ini dapat bertahan selama 3-4 minggu di bawah kondisi

8
lingkungan yang menguntungkan. Setelah kontak dengan tubuh manusia,

biasanya yang dalam keadaan tanpa alas kaki, larva akan menembus kulit lalu

diangkut melalui pembuluh darah ke jantung hingga ke paru-paru. Mereka

kemudian memasuki alveoli paru, naik pohon bronkial ke faring, dan ditelan (4).

Larva mencapai jejunum usus kecil, tempat mereka hidup dan dewasa. Cacing

dewasa hidup di lumen usus kecil, biasanya di jejunum distal, tempat mereka

menempel pada dinding usus menyebabkan hilangnya darah ke inang (5).

Kebanyakan cacing dewasa mati dalam 1-2 tahun, tetapi harapan hidup terbatas

mungkin beberapa tahun6.

2.5 Manifestasi Klinis

2.5.1 Migrasi Larva

Infeksi cacing tambang biasanya tanpa disertai gejala. Namun, ruam

gatal (papula vesikular gatal) dapat berkembang di tempat masuknya larva,

biasanya menembus kulit pada kaki. Migrasi sejumlah besar larva melalui paru-

paru terkadang menyebabkan sindrom Löffler dengan batuk, mengi, eosinofilia,

dan terkadang hemoptisis.

2.5.2 Cacing Dewasa

Pada fase akut, cacing dewasa di usus dapat menyebabkan kram

epigastrium, kehilangan nafsu makan, perut kembung, diare, dan penurunan

9
berat badan. Infeksi kronis dan parah dapat menyebabkan anemia defisiensi

besi, menyebabkan pucat, sesak napas, kelemahan, takikardia, kelelahan, dan

edema perifer. Eosinofilia tingkat rendah sering terjadi. Pada anak-anak,

kehilangan darah kronis dapat menyebabkan anemia berat, gagal jantung, dan

penyakit jantung iskemik7.

2.6 Diagnosis

2.6.1 Anamnesis

Pada pasien yang menderita infeksi cacing tambang, mereka biasanya

datang dengan gejala yang sangat bergantung pada fase infeksi dari cacing. Pada

fase awal infeksi pasien dapat mengeluhkan gejala seperti kemerahan yang

timbul di salah satu bagian kulit dengan rasa sangat gatal. Ini biasanya

ditemukan di kulit pada kaki atau bagian bawah tungkai. Pada fase infeksi

akut gastrointestinal pasien dapat mengeluhkan nyeri perut, diare, mual,

dan muntah. Pada fase kronik pasien dapat datang dengan gejala-gejala

anemia berat 8 . Selain menggali keluhan utama dari penderita, sangat perlu

ditanyakan faktor risiko terjadinya infeksi cacing tambang, seperti riwayat

berkunjung ke daerah yang pernah terpapar tanah dan/atau pasir di tempat-

tempat dimana anjing dan kucing kemungkinan besar terkena cacing tambang

atau riwayat baru saja bepergian ke daerah tropis dan menghabiskan waktu di

pantai9.

10
2.6.2 Pemeriksaan Fisis

Pada pemeriksaan fisik ditandai dengan lesi kulit yang gatal,

eritematosa, bersisik, dan ruam papulovesikuler pruritus (gatal di permukaan

tanah) dapat berkembang di tempat migrasi terutama pada kaki. Migrasi ini

menyebabkan rasa sangat gatal dan timbul lesi berbentuk seperti garis merah

sebagai bagian dari reaksi larva di kulit. Larva akan mati di kulit setelah

beberapa minggu tanpa berkembang lebih jauh, sementara rasa gatal serta garis

merah akan hilang. Jika penderita menggaruk pada area tersebut dapat

menyebabkan infeksi bakteri6.

Pada infeksi cacing dewasa bagian atas usus halus yang kronis dapat

ditemukan tanda-tanda anemia. Selain itu ketika anak-anak terus menerus

terinfeksi banyak cacing, kehilangan zat besi dan protein juga terus terjadi

sehingga dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan mental6,7.

2.6.3 Pemeriksaan Penunjang

Infeksi cacing tambang didiagnosis dengan mengidentifikasi telur cacing

tambang dalam sampel tinja. Pemeriksaan tinja atau feses dilakukan dengan

menggunakan sampel yang segar sehingga tidak mempengaruhi hasil

pemeriksaan. Salah satu syarat pada pemeriksaan yang perlu diperhatikan

adalah waktu ideal untuk melakukan pemeriksaan yang bergantung pada

konsistensi dari sampel yang akan diperiksakan. Sebagai contoh pada sampel

11
feses dengan konsistensi yang encer harus segera diperiksakan 30 menit setelah

sampel diambil dari penderita, sementara itu pada sampel dengan konsistensi

yang lunak harus diperiksakan maksimal 1 jam setelah diambil dari penderita,

dan pada sampel feses yang konsistensinya padat dapat dilakukan pemeriksaan

dalam 24 jam setelah diambil dari penderita. Batas waktu tersebut menjadi batas

waktu ketika sampel sudah tidak layak untuk diperiksa karena kerusakan

mikroorganisme dapat terjadi bila batas waktu tersebut sudah lewat atau tidak

memenuhi waktu untuk dilakukannya pemeriksaan feses10.

Gambar 2 Telur
Gambar 3 Rhabditiform

Gambar 4 Cacing Dewasa Ancylostoma


duodenale

Gambar 5 Filariform

12
Gambar 6 Cacing Dewasa
Necator americanus

2.7 Tatalaksana

Sebagian besar kasus penyakit cacing tambang klasik dapat ditangani

secara rawat jalan dengan terapi anthelmintik dan zat besi serta dilengkapi

dengan pengaturan diet yang sesuai. Obat antelmintik yang efektif melawan

cacing tambang termasuk benzimidazol (misalnya albendazol dan mebendazol)

dan pyrantel pamoate.

Terapi yang dapat diberikan yaitu golongan benzimidazole seperti

mebendazole dengan dosis 100mg 2x1 selama 3 hari atau albendazole dosis

tunggal 400mg, sementara itu pilihan terapi alternatif yaitu dengan pemberian

obat golongan tetrahydropyrimidine analog yaitu pyrantel pamoate dengan

dosis 11 mg/kgbb, biasanya selama 3 hari dengan dosis tidak lebih dari 1g/hari.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa dengan pemberian albendazole dosis

tunggal memiliki nilai efikasi sebesar 72%, sementara mebendazole yang

diberikan dalam dosis tunggal memiliki efikasi 15% sehingga pemberian dosis

13
tunggal mebendazole tidak disarankan pada infeksi cacing tambang. Pada

pemberian terapi pyrantel pamoat, angka kesembuhan sebesar 31%, dua kali

lipat lebih baik dibanding pemberian mebendazole dosis tunggal8.

Pyrantel pamoat bekerja dengan membuat spasme otot pada cacing

sehingga pada akhirnya cacing yang melekat pada dinding intestinal penderita

akan paralisis dan melepaskan diri dari sisi dinding intestinal. Efek ini

dihasilkan dengan mekanisme antara lain memicu pelepasan dari asetilkolin,

menghambat kerja cholinesterase, dan stimulasi neuron ganglionic sehingga

akan menyebabkan depolarisasi yang persisten pada sistem inhibisi

neuromuscular cacing tambang. Setelah cacing tambang tersebut lepas dari

dinding intestinal maka akan mengalami proses eliminasi bersamaan dengan

keluarnya feses penderita1. Efek samping yang mungkin timbul sifatnya jarang,

ringan, dan dapat hilang dalam beberapa waktu. Efek yang dapat dirasakan

antara lain mual, muntah, diare, kram abdomen, sakit kepala, serta insomnia12.

Mebendazol dan Albendazol merupakan anti helmintik spektrum luas.

Cara kerja mebendazol terhadap cacing yaitu mebendazol menyebabkan

kerusakan struktur subseluler dan menghambat sekresi asetilkolinesterase

cacing. Selain itu, mebendazol juga menghambat ambilan glukosa secara

irreversible sehingga terjadi pengosongan (deplesi) glikogen pada cacing.

Cacing akan mati perlahan-lahan dan hasil terapi memuaskan baru nampak

sesudah 3 hari pemberian obat. Efek samping dari mebendazol sendiri tidak

14
menyebabkan efek toksik sistemik mungkin karena absorbsinya yang buruk

sehingga aman untuk diberikan kepada pasien malnutrisi dan anemia.

Sedangkan cara kerja dari albendazol yaitu menghambat polimerisasi

mikrotubulus dengan melekat pada melekat pada sisi tubulin yang sensitive

terhadap kolkisin, selain itu albendazole akan memblok mengambilan

glukosa oleh larva maupun cacing dewasa, sehingga persediaan glikogen dari

cacing akan menurun dan pembentukan ATP berkurang, akibatnya cacing akan

mati. Albendazol ini aman digunakan untuk penggunaan 3 hari, walaupun ada

beberapa efek samping yang mungkin muncul berupa nyeri ulu hati, diare, sakit

kepala, mual, lemah, pusing, dan insomnia dengan frekuensi munculnya gejala

tersebut yaitu sebanyak 6%. Tetapi pada penelitian dilaporkan bahwa insiden

efek samping ini tidak berbeda dengan efek plasebo. Pada pemberian terapi

albendazol perlu diperhatikan bahwa terapi ini memiliki kontraindikasi

pemberian pada pasien anak umur kurang dari 2 tahun atau pasien yang

mengalami sirosis hati.

2.8 Pencegahan

Infeksi cacing tambang merupakan penyakit infeksi yang sering disebut

sebagai soil transmitted helminth infections (STH) yang diartikan sebagai

penyakit infeksi dengan metode penyebaran melalui paparan pada tanah yang

mengandung bentuk infektif dari cacing terkait yaitu larva filariform Necator

americanus atau Ancylostoma duodenale. Dengan uraian pengetahuan mengenai

15
metode penyebaran cacing tersebut maka pencegahan utama untuk menghindari

terjadinya infeksi cacing tambang antara lain penggunaan alas kaki, kebiasaan

mencuci tangan, serta menjaga kebersihan lingkungan8.

Penggunaan alas kaki yang tepat guna terutama ketika menginjak tanah.

Hal ini berkaitan dengan port d'entrée cacing tambang yang dapat menginfeksi

melalui kulit terutama pada kaki sehingga penggunaan alas kaki yang tepat akan

dapat mencegah kejadian infeksi cacing tambang. Selain penggunaan alas kaki

yang tepat, kebiasaan menjaga kebersihan lingkungan maupun mencuci tangan

juga akan membantu mencegah kontaminasi dengan larva dari cacing tambang

yang dapat melakukan penetrasi tidak hanya kulit pada kaki namun pada tangan,

lengan, maupun bagian tubuh lain13.

Selain tindakan pencegahan yang dilakukan secara individu, sangat

penting untuk melakukan tindakan pencegahan dengan basis komunitas seperti

pemberdayaan masyarakat berupa promosi kesehatan dengan penyuluhan

kesehatan lingkungan atau pengenalan terhadap penyakit infeksi cacing tambang

untuk mengajarkan kepada masyarakat bagaimana mengenali gejala serta

mengajarkan kepada anak usia prasekolah maupun anak usia sekolah. Selain

promosi kesehatan dalam bentuk penyuluhan, sistem pembuangan limbah tinja

perlu diperhatikan agar tidak mencemari lingkungan terutama pada lingkungan

yang dekat dengan tempat tinggal penduduk sehingga menurunkan resiko

16
kontaminasi seperti air atau tanaman yang berada di sekitar tempat tinggal

penduduk tersebut13.

BAB III KESIMPULAN

Infeksi cacing tambang merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat

di Indonesia, dimana angka infeksi infeksi cacing tambang masih tinggi terutama

di kalangan masyarakat kurang mampu dengan sanitasi yang buruk. Lebih dari

1,5 miliar orang atau sekitar 24% penduduk dunia terinfeksi cacing, terutama 270

juta anak prasekolah dan lebih dari 600 juta anak usia sekolah dasar. Salah satu

cacing adalah penyakit cacing tambang pada manusia yang disebabkan oleh

Necator americanus dan Ancylostoma duodenale. Selain angka kesakitan yang

tinggi, penyakit cacingan juga penting karena dapat menyebabkan penurunan

Kesehatan, gizi, kecerdasan, dan produktivitas sehingga menurunkan kualitas

sumber daya manusia.

Manifestasi klinis bervariasi sesuai dengan stadium infeksi, pada stadium

larva disebut larva bermigrasi melalui kulit menyebabkan rasa gatal yang hebat

dan muncul garis merah sebagai bagian dari respon larva atas kulit dan pada

stadium cacing dewasa, gejala tergantung pada tingkat keparahan dari infeksi.

Untuk diagnosis saat pemeriksaan feses, diagnosis dapat ditegakkan jika

ditemukan telur cacing tambang atau cacing dewasa. Penanganan sebagian besar

infeksi cacing tambang klasik dapat ditangani secara rawat jalan dengan obat

17
cacing, terapi zat besi, dan ditambah dengan diet yang tepat. Obat cacing yang

efektif melawan cacing tambang termasuk benzimidazole (misalnya albendazole

atau mebendazole) dan pyrantel pamoate.

Untuk mencegah penyakit infeksi cacing tambang diperlukan kerjasama

semua pihak, misalnya peran serta masyarakat dalam kegiatan promosi kesehatan

dengan mengikuti penyuluhan kesehatan diri dan lingkungan bagi orang tua agar

memiliki anak yang mampu menjaga kebersihan dengan baik. Kegiatan yang sehat

seperti mencuci tangan pakai sabun pada 5 waktu penting (sesudah dari toilet,

setelah menggunakan toilet untuk anak-anak ke toilet, sebelum menyiapkan

makanan, sebelum makan, setelah memegang atau menyentuh hewan),

pengelolaan makanan, lingkungan bersih, dan makanan bergizi dapat membantu

mencegah terjadinya infeksi cacing tambang.

18
DAFTAR PUSTAKA
1. Edward T. Ryan. Pyrantel Parasiticide Therapy in Humans and Domestic
Animals. Science Direct. [Online] Elsevier, 2018. [Cited: July 02, 2023.]
https://www.sciencedirect.com/topics/pharmacology-toxicology-and-
pharmaceutical-science/pyrantel-pamoate#:~:text=1%20Mechanism%20of
%20action,helminths%20due%20to%20sudden%20contraction..

2. RI, Kemenkes. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 15


Tahun 2017 tentang penanggulangan cacingan. Jakarta, Jakarta, Indonesia : s.n.,
2017.

3. CDC. Parasites : Hookworm. Central for Disease Control and Prevention :


Global Health, Division of Parasite Disease. [Online] CDC. [Cited: Juni 10,
2023.] https://www.cdc.gov/parasites/hookworm/.

4. Manuals, MSD. Hookworm Infection (Ancylostomiasis). [Online] [Cited: Juni


9, 2023.]
https://www.msdmanuals.com/professional/infectious-diseases/nematodes-
roundworms/hookworm-infection.

5. CDC. Parasites : Hookworm. Central for Disease Controol and Prevention :


Global Health, Division of parasite Disease. [Online] [Cited: Juni 19, 2023.]
https://www.cdc.gov/parasites/zoonotichookworm/index.html.

6. Marie, Chelsie. Hookworm Infection (Ancylostomiasis). Merck Manuals.


[Online] October 2022. [Cited: Juni 20, 2023.]
https://www.merckmanuals.com/home/infections/parasitic-infections-nematodes-
roundworms/hookworm-infection#v14458316 .

7. Ratini, Melinda. Hookworm. Web MD. [Online] October 5, 2022. [Cited: Juni
2023, 2023.] https://www.webmd.com/a-to-z-guides/hookworm-infection.

8. Cherry, James D. Feigin and Cherry's Textbook of Pediatric Infectious


Disease. Philadelphia : Elsevier, 2019. 19
9. Long, Sarah S, Prober, Charles G and Fischer, Mark. Principle and Practice of
Pediatric Infectious Disease 5th Edition. Canada : Elsevier, 2018.

10. Katzung, Bertram G. Basic and Clinical Pharmacology 14th Edition. New
York : McGraw-Hill Education, 2018.

11. Ghost, Sougata. Paniker's Textbook of Medical Parasitology 8th Edition.


Haryana : Jaypee Brothers Medical Publishers, 2018.

12. R, Halleyanto, Riansadi, A and Dewi, DP. Insidensi dan Analisis Faktor
Resiko Infeksi Cacing Tambang Pada Siswa Sekolah Dasar di Grobongan Jawa
Tengah. Semarang : Jurnal Kedokteran Raflesia, 2019. Vol. 5. 18-27.

13. al, Atwazzah et. Penyuluhan Upaya Penanggulangan dan Pemeriksaan


Cacingan Sebagai Implementasi Program Pesantren Sehat. Mataram : Jurnal
Pengabdian Masyarakat, 2019. Vol. 15. 106.

14. N, Fadhila. Infeksi cacing tambang Pada Anak. Lampung : J Agromeda Unila,
2015. Vol. 2. 347-50.

15. NH, Wijaya. Beberapa Faktor Risiko Kejadian Infeksi Cacing Tambang Pada
Petani Pembibitan Albasia. Semarang : Jurnal Epidemiologi Kesehatan
Komunitas, 2015. p20-2.

20

Anda mungkin juga menyukai