OLEH :
ARFANI PO7233321860
DEVI UTARI PO7233321863
PRISSICILIA PUTRI, H PO7233321876
RIBKA MARINI P, S PO7233321878
VARATU SOLEHA PO7233321882
ZALEHA PO7233321884
BAB I PENDAHULUAN
BAB IV PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Berdasarkan data dari WHO pada tahun 2014, lebih dari 1,5 miliar orang atau
24% dari populasi dunia terinfeksi cacing akibat kontak langsung dengan tanah.
Infeksi tersebar luar di daerah tropis dan subtropis, dengan jumlah terbesar terjadi
Sahara Afrika, Amerika China, dan Asia Timur. Menurut Depkes tahun 2008,
prevalensi kecacingan di Indonesia masih sangat tinggi yaitu 32,6% dan
didominasi oleh Ascaris Lumbricoides, Ancylostoma Duodenale, Trichuris
Trichura, Strongyloides Stercolaris.
Pada dasarnya infeksi cacing yang disebabkan telur cacing pada sayuran
merupakan permasalahan yang masih banyak di negara berkembang, salah
satunya Indonesia. Berdasarkan beberapa informasi yang di dapat keberadaan
telur cacing pada sayuran di Indonesia terdapat di daerah Padang, Palu, Malang,
dan Lampung. Masih jarangnya penelitian di bidang kedokteran atau kesehatan
tentang topik telur cacing pada sayuran dikarenakan penelitian telur cacing lebih
banyak difokuskan pada manusia melalui pengambilan feses dibandingkan sayur
sebagai makanan yang berpotensi sebagai media penularan.
1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui cara pengambilan sampel telur cacing pada sayuran kubis
c. Untuk mengetahui jenis cacing apa yang terdapat pada sayuran kubis
1.4 Manfaat
TINJAUAN PUSTAKA
Conyoh penyebab terjadinya infeksi cacing usus yaitu memakan daging yang
kurang matang, mengkonsumsi sayuran atau bahan masakan yang kurang bersih,
minum air yang terkontaminasi, sanitasi yang buruk, dan kebiasaan hidup yang
buruk misalnya malas mencuci tangan.
Larva cacing yang masuk ke dalam tubuh perlu waktu 1–3 minggu untuk
berkembang. Awalnya, telur cacing yang tertelan oleh manusia akan menetas di
dalam usus menjadi larva. Selanjutnya, larva cacing akan menembus dinding usus
dan menetap di sana hingga dewasa. Setelah dewasa, cacing akan berkembang
biak dan menghasilkan lebih banyak telur. Begitu seterusnya hingga jumlahnya
semakin banyak di usus. Telur cacing ada yang menetas menjadi larva lalu ke
paru-paru, tetapi ada juga yang keluar melalui feses.
Berdasarkan siklus hidupnya nematoda usus dibagi atas dua kelompok yaitu
Soil Transmitted Helminths (STH) adalah nematoda usus yang dalam siklus
hidupnya membutuhkan tanah untuk proses pematangan untuk proses pematangan
sehingga terjadi perubahan dari stadium non-infektif menjadi stadium infektif.
Yang termasuk nematoda ini adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura,
cacing tambang (ada dua spesies, yaitu Necator americanus dan Ancylostoma
doudenale), serta Strongyloides strecoralis. Nematoda usus lain atau disebut juga
nematoda usus Non-Soil Transmitted Helminths adalah nematoda usus yang
dalam siklus hidupnya tidak membutuhkan tanah. Ada tiga spesies yang termasuk
kelompok ini, yaitu Enterobius vermicularis (cacing kremi) dan Trichinella
spiralis,serta parasit yang paling baru ditemukan Capillaria philippinensis
(Rusmartini, 2009).
Infeksi Soil Transmitted Helminth (STH) adalah infeksi yang disebabkan oleh
nematoda usus yang penularannya memerlukan media tanah. Lebih dari 1,5 miliar
orang atau 24% dari populasi dunia, terinfeksi STH. Menurut sebuah studi jumlah
infeksi STH tertinggi terjadi di Asia, terutama Asia Tenggara. Sebagian besar
negara di Asia Tenggara memiliki iklim tropis dan lembab yang ideal untuk
kelangsungan hidup telur/larva STH.
Cacingan atau kecacingan adalah salah satu jenis penyakit infeksi yang
disebabkan oleh hewan parasit yaitu cacing. Berdasarkan hasil survei Departemen
Kesehatan (2015) cacing parasit yang banyak menyerang anak-anak Indonesia
adalah Ascaris lumbricoides, Ancylostoma duodenale, Necator americanus, dan
Trichuris trichiura.
Sayur dapat berisiko tercemar telur cacing karena banyak faktor, antara lain
Proses budidaya atau penanaman sayur menggunakan tanah dan pupuk
yang tercemar
Cara mencuci dan mengolah sayur belum benar sehingga telur cacing
masih menempel pada sayuran
Kubis merupakan salah satu jenis sayuran yang banyak dikonsumsi karena
berbagai manfaat yang terdapat di dalam kubis. Kubis dikenal sebagai sumber
vitamin A, B, dan C, mineral, karbohidrat, dan protein yang berguna bagi
kesehatan. Seperti beberapa jenis sayuran lainnya, kubis memiliki sifat mudah
rusak, produksi musiman, dan tidak tahan disimpan lama. Sifat mudah rusak ini
dapat disebabkan oleh daun yang lunak dan kandungan air cukup tinggi, sehingga
mudah ditembus oleh alat-alat pertanian dan hama atau penyakit tanaman.
Salah satu jenis sayuran yang sering terkontaminasi oleh STH adalah kubis.
Kubis (Brassica oleracea) merupakan jenis sayuran yang umumnya dikonsumsi
secara mentah, karena dilihat dari tekstur dan organoleptik sayuran ini
memungkinkan untuk dijadikan lalapan. Bila dalam proses pengolahan dan
pencucian sayuran tidak baik, telur cacing kemungkinan masih melekat pada
sayuran dan tertelan saat sayuran dikonsumsi. Kubis (Brassica oleracea) dengan
permukaan daun yang berlekuk – lekuk menjadikannya sulit untuk dibersihkan,
sehingga memungkinkan adanya telur cacing yang menetap pada lalapan tersebut.
2.6 Upaya Mencegah Cemaran Telur Cacing Di Sayur
Upaya mencegah cemaran telur cacing di sayur harus segera kita lakukan
karena sayur menu makanan kita sehari-hari. Apalagi iklim di Indonesia strategis
untuk tumbuhnya parasit cacing.
METODE PENELITIAN
3.1 Pelaksanaan
3.2 Hasil
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan pada sayuran kubis di Pasar
Baru II, tidak ditemukan telur cacing. Hanya saja ditemukan kotoran pada sayuran
tersebut.
3.3 Pembahasan
Berdasarkan hasil praktikum tidak ditemukan sedikit pun telur cacing pada
sayuran kubis yg dibeli diPasar Baru II , karna kualitas sayur tersebut higienis.
Tentu nya sehat untuk di konsumsi, hanya saja di temukan kotoran pada sayuran
kubis tersebut. Sebaiknnya sebelum mengonsumsi sayuran tersebut hendaknya di
cuci dengan bersih.
Sedangkan, Sayuran yang dapat berisiko tercemar telur cacing karena banyak
faktor, antara lain :
1. Dijamah manusia dengan tangan kotor yang mengandung telur cacing atau
belum mencuci tangan
2. Jatuh ke tanah yang mengandung telur cacing,
3. Dihinggapi vektor penyakit seperti lalat, kecoa sehingga terjadi
perpindahan telur cacing dari tubuhnya ke sayuran,
Cara mencuci dan mengolah sayur belum benar sehingga telur cacing masih
menempel pada sayuran, dan Sayuran tersebut tidak dimasak dengan matang.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
1. Sebelum dijual pedagang memastikan apakah sayur yang akan dijual layak
untuk dikonsumsi oleh pembeli dan memastikan kualitas dari sayuran
tersebut dalam keadaan bersih.
2. pembeli Membiasakan mencuci tangan dengan sabun sebelum dan
mengolah sayuran.
3. Mencuci sayuran dengan air mengalir bila perlu menggunakan sabun
pencuci untuk buah dan sayur.
4. Sebaiknya sayuran dimasak terlebih dahulu dari pada dihidangkan mentah
atau sebagai lalapan.
DAFTAR PUSTAKA