OLEH :
KELOMPOK 3
2022 C
Indah Mutia Latukau (B1D122135)
Rosari Rosa D.Galla’ (B1D122105)
Siti Fadillah (B1D122127)
Fatimah Azzahrah (B1D122108)
Peri Tabuni (B1D122121)
Putri Nurul ( B1D122144)
Puji syukur kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-
Nya sehingga makalah dengan judul “Nematoda Usus Trichuris trichiura” ini dapat
tersusun hingga selesai. Kami juga tidak lupa mengucapkan banyak terima kasih atas
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberiksan sumbangan baik
materi maupun pikirannya.
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas dalam salah satu mata
kuliah. Selain itu, pembuatan makalah ini juga bertujuan agar menambah pengetahuan
dan wawasan bagi para pembaca.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman maka kami yakin masih
banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami sangat mengarapkan
kritik dan saran yang membangun dari membaca demi kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
Isi
KATA PENGANTAR ...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................................................... 2
C. Tujuan ............................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................... 4
A. Pengertian Trichuris trichiura ................................................................................................... 4
B. Morfologi Trichuris trichiura .................................................................................................... 4
C. Siklus hidup Trichuris trichiura ................................................................................................ 6
D. Patogenesis Trichuris trichiura ................................................................................................. 8
E. Gejala klinis Trichuris trichiura ................................................................................................ 8
F. Metode pemeriksaan Trichuris trichiura .................................................................................. 8
G. Pencegahan Penyakit akibat Trichuris trichuria..................................................................... 9
H. Epidemiologi Trichuris trichiura............................................................................................ 10
BAB III PENUTUP ................................................................................................................. 11
A. Kesimpulan ............................................................................................................................... 11
B. SARAN .......................................................................................................................................... 11
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Trichuris trichiura atau cacing cambuk adalah parasit dari jenis cacing pipih
yang menyerang saluran pencernaan manusia.Trichuris trichiura merupakan jenis
cacing soil-transmitted helminth (STH) yang dapat berkembang biak dengan baik di
iklim tropis seperti Indonesia. Prevalensi kecacingan di Indonesia masing cukup
tinggi dan angkanya bervariasi di tiap wilayah, berkisar antara 2,5 – 62 %. Parasit
ini hidup di usus besar manusia, memakan darah, dan nutrisi dari inangnya serta
biasanya bermanifestasi dengan eosinofilia dalam hitung darah lengkap(Evita
jodjana & Eshter,2017).
Infeksi soil transmitted helminthes (STH) atau cacing yang ditularkan melalui
tanah masih merupakan endemik di banyak daerah di dunia, terutama negara yang
sedang berkembang dengan sanitasi lingkungan dan kebersihan diri yang sangat
kurang. Jumlah infeksi STH sangat banyak di Asia Tenggara termasuk Indonesia
yang beriklim tropis, sesuai untuk perkembangan parasit. Telur Nematoda usus
senang pada daerah yang lingkungannya kumuh, terdapat sampah-sampah dan salah
satu tempat yang merupakan lokasi tersebut adalah Tempat Pembuangan Akhir
(TPA). Banyak masyarakat yang beraktifitas dalam mengumpulkan sisa sampah
yang dapat di daur ulang. Sampah sebagai hasil sampingan dari berbagai aktivitas
dalam kehidupan manusia maupun sebagai hasil dari proses alamiah, seringkali
menimbulkan permasalahan diperkotaan. Semakin berkembang suatu kota akibat
pertambahan jumlah penduduk serta peningkatan aktivitas hidupnya menyebabkan
masalah yang ditimbulkan oleh sampah semakin besar dan kompleks Kondisi tanah
yang lembab dengan bertumpuknya banyak sampah merupakan habitat yang tepat
untuk nematoda hidup dan berkembang biak. Tekstur tanah yang sangat bervariasi
yang terdiri dari tanah pasir, debudan tanah liat sangat memungkinkan hidup dan
berkembang biak telur-telur cacing Soil Transmitted Helminths (STH) hingga
menjadi cacing yang infektif yang dapat menularkan penyakit kecacingan (Evita
jodjana & Eshter,2017).
1
Salah satu penyakit yang sering di alami oleh masyarakat Indonesia yang
berhubungan dengan perilaku dan sanitasi lingkungan yaitu penyakit
kecacingan.Penyakit kecacingan ini pada dasarnya berkaitan dengan beberapa jenis
spesies cacing yang bersifat parasit yang menjadikan manusia sebagai tempat
hospesnya diantaranya jenis spesies cacing yang penularannya melalui tanah atau
disebut dengan Soil Transmitted Helminths. Infeksi yang ditularkan melalui tanah
Soil Transmitted Helmints (STH) adalah salah satu infeksi yang ditularkan melalui
telur yang ada di kotoran manusia yang mencemari tanah pada lingkungan dengan
sanitasi yang buruk. Salah satu spesies yang banyak menginfeksi manusia adalah
cacing cambuk (Suamiti bedah & Adelina.2018).
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan Trichuris trichiura ?
2. Bagaimana Morfologi dari Trichuris trichiura ?
3. Bagaimana siklus hidup dari Trichuris trichiura ?
4. Bagaimana pathogenesis dari Trichuris trichiura ?
2
5. Bagaimana Gejalah Klinis dari Trichuris trichiura ?
6. Bagaimana Metode Pemeriksaan Trichuris trichiura ?
7. Bagaimana cara pencegahan penyakit dari Trichuris trichiura ?
8. Bagaimana Epidemiologi Trichuris trichiura ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu Trichuris trichiura
2. Untuk mengetahui morfologi dari Trichuris trichiura
3. Untuk mengetahui siklus hidup dari Trichuris trichiura
4. Untuk mengetahui pathogenesis Trichuris trichiura
5. Untuk mengetahui bagaimana gejala klinis Trichuris trichiura
6. Untuk mengetahui metode pemeriksaan Trichuris trichiura
7. Untuk mengetahui Cara pencegahan penyakit dari Trichuris trichiura
8. Untuk mengetahui Epidemiologi Trichuris trichiura
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
Gambar 1. Telur Trichuris trichiura
Sumber : Jurnal Biosains pascasarjana ( Elfred,dkk.2017)
b) Larva
Telur Trichuris trichiura yang sudah matang di dalamnya terdapat larva yang
telah di bentuk setelah 3 minggu dan menetas di dalam usus halus
(Elfred,dkk.2017)
5
Gambar 3. Morfologi cacing betina (gambar kiri) dan
Morfologi cacing jantan (gambar kanan)
Sumber : Jurnal Biosains pascasarjana (Elfred,dkk.2017)
• Cacing dewasa berwarna mearh muda, melekat pada dinding sekum dan
pada dinding apendiks, kolon atau bagian posterior ileum dan menyerupai
cambuk (Elfred,dkk.2017).
6
tertelan oleh manusia akan masuk dalam usus dan menetas didalamnya. Larva keluar
melalui dinding telur dan masuk ke usus halus. Selanjutnya akan menjadi dewasa.
Setelah dewasa, cacing bagian distal usus dan selanjutnya menuju ke daerah colon.
Cacing ini tidak mempunyai siklus paru. Masa pertumbuhan mulai dari telur sampai
cacing dewasa kurang lebih selama 30–90 hari. Cacing dewasa jantan dan betina
mengadakan kopulasi, sehingga cacing betina menjadi gravid. Pada saatnya cacing
betina akan bertelur yang akan bercampur dengan faeces dalam usus besar. Telur
cacing akan keluar bersama faeces pada saat manusia melakukan aktifitas buang air
besar. Selanjutnya telur akan mengalami pematangan dalam waktu 6 minggu.
Pematangan ini akan berjalan dalam lingkungan yang sesuai yaitu pada tanah yang
lembab dan tempat yang teduh, Cacing dewasa akan hidup selama 1 sampsi 5 tahun
dan cacing betina dewasa akan menghasilkan 3.000 sampai 20.000 telur setiap
harinya (Sumanto dan wartomo.2016).
7
D. Patogenesis Trichuris trichiura
Cacing ini didapat melalui penularan fecal-oral. Jika manusia mengonsumsi telur
yang terinfeksi, biasanya saat makan dan minum makanan atau udara yang
terkontaminasi. Setelah telur berembrio tertelan, larva menetas di usus kecil. Dari
sana mereka bermigrasi ke usus besar, di mana ujung anteriornya menempel di
mukosa. Hal ini menyebabkan kerusakan sel dan aktivasi sistem kekebalan tubuh,
perekrutan eosinofil, limfosit, dan sel plasma. Hal ini menyebabkan gejala khas
perdarahan dubur dan sakit perut. Parasit ini biasanya tinggal di ileum terminal dan
sekum. Pada beberapa pasien, seluruh usus besar dan rektum mungkin terisi cacing.
Cacing ini dapat hidup antara 1-4 tahun tanpa pengobatan.Telur dikeluarkan melalui
kotoran dalam keadaan tidak berembrio ( Evita & Eshter,2017)
E. Gejala klinis Trichuris trichiura
Infeksi ringan tidak menyebabkan gejala klinis yang khas. Pada infeksi berat dan
menahun menyebabkan disentri, apendesitis, anemia berat, mual dan muntah.
Disentri yang terjadi dapat menyerupai amebiasis. Infeksi pada umumnya ringan
sampai sedang dengan sedikit/tanpa gejala. Perkembangan larva Trichuris di dalam
usus biasanya tidak memberikan gejala klinik yang bcrarti walaupun dalam sebagian
masa perkembangannya larva memasuki mukosa intestinurn tenue. Proses yang
bcrperan dalam menimbulkan gejala yaitu trauma oleh cacing dan dampak toksik.
Trauma pada dinding usus terjadi karena cacing ini membenarnkan kepalanya pada
dinding usus. Cacing ini biasanya menetap pada sekum. Pada infcksi yang ringan
kcrusakan dinding mucosa usus hanya sedikit dan Pada infeksi yang berat, cacing
dapat pula ditemukan pada ileum, appendix, bahkan seluruh usus besar
(Putra,dkk.2022).
1. Metode Kualitatif
a) Metode apung (flotasi)
Metode flotasi (pengapungan) adalah metode yang menggunakan larutan
NaCl jenuh yang didasarkan atas berat jenis telur sehingga akan mengapung
ke permukaan tabung dan ditutup dengan cover gelas,sehingga telur cacing
naik ke permukaan larutan. Cover gelas tersebut dipindahkan ke objek glass
8
yang bersih dan kering di bawah mikroskop. Dalam metode ini telur cacing
tidak langsung dibuat sediaan tetapi sebelum dibuat sediaan sampel
diperlakukan sedemikian rupa sehingga telur cacing diharapkan
dapat terkumpul (Ridwan,dkk.2021).
b) Metode sedimentasi
Metode ini cocok untuk pemeriksaan tinja yang telah diambil
beberapa hari sebelumnya, misalnya kiriman dari daerah yang jauh dan
tidak memiliki sarana laboratorium Prinsip dari metode ini adalah gaya
sentrifugal dapat memisahkan supernatan dan suspense sehingga telur
cacing dapat terendapkan. Metode sedimentasi kurang efisien dalam
mencari macam telur cacing bila dibandingkan dengan metode flotasi
(Ridwan,dkk.2021).
2. Metode kuantitatif
a) Metode Kato katz
Pemeriksaan dilakukan dengan menghitung jumlah telur cacing yang
terdapat dalam feses yang dikeluarkan seseorang dalam sehari.
Pemeriksaan ini untuk (Soil Transmitted Helmint) STH. Jumlah telur yang
didapat kemudian dicocokkan dengan skala pembagian berat ringannya
penyakit kecacingan yang diderita.Pemeriksaan metode kato katz adalah
suatu pemeriksaan sediaan tinja ditutup dan diratakan dibawah “cellophane
tape” yang telah direndam dalam larutan malactite green. Dari hasil
perhitungansecara kuantitatif telur cacing dapat ditentukan klasifikasi
intensitas innfeksi (ringan, sedang, atau berat). Menurut jenis cacing yang
menginfeksi dalam satuan EPG (Eggs Per Gram), sehngga dapat
menggambarkan keadaan infeksi kecacingan pada daerah
tersebut,Pemeriksaan kuantitatif kecacingan menggunakan metode Kato
katz, lapangan pandang yang dihasilkan berwarna hijau malachite sehingga
pemeriksaan ini lebih efisien untuk pemeriksaan dengan jumlah sampel
yang banyak dan mempermudah dalam perhitungan telur cacing
(Ridwan,dkk.2021).
9
mebendazol yang disarankan adalah 100 mg dua kali sehari selama 3 hari atau
albendazol adalah 200 hingga 400 mg dua kali sehari selama 3 hari. Mebendazol
terbukti lebih efektif dan dianggap sebagai pengobatan dini pertama. Dan Cara
terbaik untuk mencegah trikuriasis adalah dengan meningkatkan kebersihan diri,
mencuci semua buah dan sayuran, serta mendidik pasien dan keluarga tentang
pentingnya mencuci tangan. Inisiatif global telah dimulai yang fokus pada
peningkatan sanitasi, pengentasan kemiskinan, dan pencegahan kemoterapi secara
berkala. Kemoterapi preventif untuk infeksi STH direkomendasikan oleh WHO dan
sering diberikan sebagai pemberian obat massal (MDA) kepada anak-anak sekolah
(Sari pediatri, 2013).
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Trichuris trichiura atau cacing cambuk adalah parasit dari jenis cacing yang
menyerang saluran pencernaan manusia.Trichuris trichiura merupakan jenis cacing
soil-transmitted helminth (STH) yang dapat berkembang biak dengan baik di iklim
tropis seperti Indonesia. Dan dapat menyebabkan penyakit Trichiuriasis.
Penderita yang terinfeksi dapat mengalami diare yang diselingi disentri atau kolitis
kronis, menimbulkan peradangan dan perdarahan.Metode pemeriksaan Trichuris
tricuria dapat di lakukan dengan metode apung, sedimentasi dan kato katz. Infeksi
soil transmitted helminthes (STH) atau cacing yang ditularkan melalui tanah masih
merupakan endemik di banyak daerah di dunia, terutama negara yang sedang
berkembang dengan sanitasi lingkungan dan kebersihan diri yang sangat kurang.
Jumlah infeksi STH sangat banyak di Asia Tenggara termasuk Indonesia yang
beriklim tropis, sesuai untuk perkembangan parasit. Telur Nematoda usus senang
pada daerah yang lingkungannya kumuh, terdapat sampah-sampah dan salah satu
tempat yang merupakan lokasi tersebut adalah Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
B. Saran
11
DAFTAR PUSTAKA
Suamiti bedah & Adelina.2018, Infeksi anak kecacingan pada anak usia 8-14
tahun di Rw 007 tanjung lengkong kelurahan bidaracina. Jurnal ilmiah
Kesehatan, Vol. 10. No.1. Universitas MH Tamhrin
Elfred,dkk. 2017. Gambaran basophil,TNF-a, dan IL-9 pada petani terinfeksi STH
di kabupaten kediri. Jurnal Biosains pascasarjana, Vol,8. No.3.Universitas
Airlangga
Evita jodjana & Eshter,2017. Gambaran infeksi cacing Trichuris trichiura pada
anak di SDN 01 PG. Jurnal kedokteran Meditek. Vol.23, No.61. Universitas
Kristen Krida
Putra,cahyadi.dkk.2022. Non-eosinofilia pada infeksi Trichuris trichiura sebuah
laporan kasus.Jurnal intasari medis sains, Vol,13. No.2. Universitas Udayana
Ridwan,dkk,2021.Identifikasi STH pada anak usia 7-10 tahun Menggunakan
sampel feses dengan menggunakan metode natif di wilayah TPA
Bulukumba.Jurnal biologi makassar. Vol.6, No.1, Stikes panritahusada
Rahma sari.2022. Skripsi Identifikasi telur cacing Trichuris trichiura pada tinja
anak usia 5-8 tahun di jalan utama bakaran batu kecamatan batang kuis
kabupaten seli Serdang. Universitas Medan Area
Sari Pediatri,2013.Pengaruh infeksi cacing usus yang di tularkan melalui tanah
pada pertumbuhan fisik anak. Jurnal Biomedis. Vol.8, No.2. Fakultas
kedokteran, Sumatra utara
Sumanto didik & Wartomo,2016. Parasitologi Kesehatan masyarakat, semarang,
Yoga pratama
12