Anda di halaman 1dari 31

SOIL TRANSMITTED HELMINTH

MIKROBIOLOGI DAN PARASITOLOGI DALAM KEPERAWATAN

Oleh :
Kelompok 3
Kelas B

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2020
SOIL TRANSMITTED HELMINTH
MIKROBIOLOGI DAN PARASITOLOGI DALAM KEPERAWATAN

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Mikrobiologi dan Parasitologi dalam
Keperawatan dengan dosen pengampu Ns. Kushariyadi, S.Kep., M.Kep.

Oleh :
Diana Newvitasari 172310101188 Dellia Ayu Fitria 202310101038
Adista Putri Maya R. 202310101030 Indri Widiasari 202310101121
Ita Dwi Maulida 202310101032 Ali Hasan 202310101132
Beti Werdiningsih 202310101034 Aeni Fitriyah 202310101136
Reza Lailiyathul Putri 202310101037

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2020

I
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan kelancaran serta kemudahan pada kami sehingga dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul " Soil Transmitted Helminth ".
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Mikrobiologi dan Parasitologi dalam Keperawatan dengan dosen pengampu Ns.
Rismawan Adi Yunanto, S.Kep., M.Kep. Tak lupa kami juga mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses pembuatan akalah
ini dengan bimbingan, arahan, koreksi, serta saran yang telah diberikan.
Semoga makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kami penulis
khususnya dan pembaca pada umumnya. Kami menyadari bahwa makalah kami
tidak terlepas dari kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang sifatnya
membangun tentunya sangat kami harapkan.

Jember, 04 September 2020

Penulis

II
RINGKASAN

Soil transmitted helminth merupakan sekelompok nematoda usus yang


dalam siklus hidupnya melalui siklus perkembangan di tanah. Habitat dari STH
bermacam-macam mulai dari kosmopolit hingga daerah subtropik dan tropik.
Reumatik yang ditularkan melalui tanah atau cacing yang dibawa ke tanah adalah
cacing yang perlu membentuk tahap kehidupan di dalam tanah selama siklus
hidupnya untuk berkembang menjadi bentuk infeksi pada manusia. Tanah yang
tercemar telur cacing semakin marak, terutama di sekitar rumah warga yang
terbiasa membuang kotoran di mana saja, yang akan membantu penyebaran ke
masyarakat. Tanah merupakan inang perantara atau inang sementara. Telur atau
larva cacing berkembang terlebih dahulu sebelum dapat menyebar dari satu orang
ke orang lain. Non-Soil Transmitted Helminths adalah nematoda usus yang tidak
memerlukan tanah selama siklus hidupnya. Ada 3 spesies: Enterobius (cacing)
penyebab penyakit usus, dan spirulina (Trichnella spiralis) dapat menyebabkan
trichinosis dan parasit yang baru ditemukan. , Yaitu Cap Caterpillar Philippines.
Contoh dari Soil Transmitted Helminth atau cacing yang ditularkan
melalui tanah antara lain Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura,
Hookworm(Cacing Tambang), dan Strongyloides stercoralis. Dan contoh dari
Non-Soil Transmitted Helminths antara lain Enterobius vermicularis (cacing
kremi), Trichnella spiralis, dan Cappilaria phillipinensis.

Peran perawat yang berhubungan dengan Nematoda usus pada pengobatan


Ascaris lumbricoides, Thrichuris trichiura dan Hookworm adalah sebagai pemberi
asuhan keperawatan, sebagai komunikator, sebagai peneliti, dan sebagai pendidik.

III
DAFTAR ISI

COVER…………………………………………………………………………………………………………………………….I
KATA PENGANTAR………………………………………………………………………………………………………....II

RINGKASAN……………………………………………………………………………………………………………………III

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………………………………………IV

BAB 1 ............................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1
1.1 LATAR BELAKANG ..................................................................................... 1
1.2 TUJUAN ............................................................................................................... 2
1.2.1 Tujuan Umum................................................................................................. 2
1.2.2 Tujuan Khusus ................................................................................................ 2
1.3 RUMUSAN MASALAH ....................................................................................... 2
1.4 MANFAAT ........................................................................................................... 3
BAB 2 ............................................................................................................................ 4
TINJAUAN TEORI ........................................................................................................ 4
2.1 MORFOLOGI NEMATODA USUS ..................................................................... 4
2.1.1 Morfologi Ascaris Lumbricoides (Cacing Gelang) ......................................... 4
2.1.2 Morfologi Trichuris Trichiura (Cacing Cambuk) ............................................ 5
2.1.3 Morfologi Hookworm (Cacing Tambang) ....................................................... 5
2.2 HABITAT NEMATODA USUS ........................................................................... 6
2.3 SIKLUS HIDUP NEMATODA USUS .................................................................. 6
2.3.1 Ascaris lumbricoides (Cacing Gelang) ........................................................... 7
2.3.2 Trichuris trichiura (Cacing Cambuk) ............................................................... 9
2.3.3 Hookworm (Cacing Tambang) ...................................................................... 12
2.4 PATOGENESIS DAN PENCEGAHAN PENYAKIT AKIBAT ASCARIS
LUMBRICOIDES (CACING GELANG) .................................................................. 14
2.4.1 Patogenesis penyakit akibat Ascaris Lumbricoides ........................................ 14
2.4.2 Pencegahan AkibatAscaris lumbricoides(Cacing Gelang) .............................. 15

IV
2.4.3 Pengobatan akibat Ascaris lumbricoides(Cacing Gelang) .............................. 16
2.5 PATOGENESIS DAN PENCEGAHAN PENYAKIT AKIBAT TRICURIS
TRICHURA (CACING CAMBUK) .......................................................................... 17
2.5.1 Patogenesis Akibat Trichuri Trichura ............................................................ 17
2.5.2 Pencegahan AkibatTricuris trichura(Cacing Cambuk) ................................... 18
2.5.3 Pengobatan akibat Tricuris trichura(Cacing Cambuk) .................................... 18
2.6 PATOGENESIS DAN PENCEGAHAN PENYAKIT AKIBAT HOOKWORM
(CACING TAMBANG) ............................................................................................ 19
2.6.1 Tahap Perkembangan Penyakit ..................................................................... 19
2.6.2 Pencegahan AkibatHookworm (Cacing Tambang) ........................................ 19
2.6.3 Pengobatan akibat Hookworm (Cacing Tambang) ......................................... 20
BAB 3 .......................................................................................................................... 21
PEMBAHASAN ........................................................................................................... 21
3.1 PERAN PERAWAT ............................................................................................ 21
BAB 4 .......................................................................................................................... 23
PENUTUP .................................................................................................................... 23
4.1 KESIMPULAN ................................................................................................... 23
4.2 SARAN ............................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 24
LAMPIRAN ................................................................................................................. 25

V
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Soil Transmitted Helminths (STH) merupakan cacing golongan nematoda
usus yang menginfeksi manusia yang menelan telurnya melalui rute fekal oral.
Cacing ini terdiri dari beberapa jenis yaitu Ascaris lumbricoides, Trichuris
trichiura, Necator americanus dan Ancylostoma duodenale serta Strongyloides
stercoralis. Penyakit kecacingan dapat menyebabkan seseorang mengalami
anemia defisiensi besi, kekurangan mikronutrien khususnya vitamin A,
pertumbuhan terhambat, malnutrisi dan diare kronik serta penurunan produktifitas
pekerjaan sebanyak 40%.

Saat ini penyakit kecacingan telah menginfeksi lebih dari 24% penduduk
dunia dan tersebar di Negara tropis dan subtropis termasuk di Asia Tenggara
(Alsakina, 2018). Asia tenggara merupakan salah satu wilayah yang memiliki
prevalensi tinggi infeksi cacing di dunia. Di Indonesia, infeksi cacing masih
merupakan masalah besar dalam kesehatan masyarakat karena pravalensinya
masih tinggi yaitu kurang lebih 45-65%, bahkan di wilayah tertentu yang
memiliki sanitasi lingkungan buruk, panas dan kelembapan tinggi prevalensi
infeksi cacing biasa mencapai 80%. Salah satu hospes nematode usus yaitu
manusia (Idris, 2017).

Manusia merupakan hospes Nematoda usus yang penularannya terjadi


melalui tanah atau Soil Transsmitted Helmints, sebagai tempat hidup dan
berkembangnya telur dan larva cacing sebelum menular ke tubuh manusia.
Kecacingan yang menjadi masalah kesehatan terutama adalah kelompok “Soil
transmitted helminth” atau cacing yang ditularkan melalui tanah, diantaranya
Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, dan cacing tambang. Infeksi STH dapat

1
menyebabkan kekurangan gizi, anemia dan juga dapat mempengaruhi
pertumbuhan fisik dan mental pada masa kanak-kanak (Idris, 2017).

Soil Transmitted Helmint merupakan nematoda usus yang siklus hidupnya


membutuhkan tanah untuk proses pematangan sehingga terjadi perubahan dari
stadium non-infektif menjadi stadium infektif. Yang termasuk jenis nematoda ini
adalah Ascaris lumbricoides menimbulkan asciaris, Trichuris trichiura
menimbulkan trichuriasis, cacing tambang (ada dua spesies, yaitu Necator
americanus menimbulkan Necatoriasis dan Ancylostoma doudenale menimbulkan
Ancylostomiasis) serta Strongyloides stercoralis menimbulkan Strongyloidosis
atau Strongyloidiasis.

1.2 TUJUAN

1.2.1 Tujuan Umum


Mendeskripsikan daur kehidupan nematoda usus (soil transmitted
helmint).

1.2.2 Tujuan Khusus


1. Mengetahui morfologi nematoda usus
2. Mengetahui habitat nematoda usus
3. Mengetahui siklus hidup nematoda usus
4. Mengetahui patogenesis dan pencegahan penyakit akibat Ascaris
Lumbricoides
5. Mengetahui patogenesis dan pencegahan penyakit akibat
Trichuris Trichiura
6. Mengetahui patogenesis dan pencegahan penyakit akibat cacing
tambangSSS

1.3 RUMUSAN MASALAH


Dari uraian diatas maka permasalahan penelitian dapat dirumuskan
sebagai berikut: Bagaimana daur kehidupan nematoda usus (soil transmitted
helmint)?

2
1.4 MANFAAT
1. Mahasiswa dapat mengetahui morfologi nematoda usus
2. Mahasiswa dapat mengetahui habitat nematoda usus
3. Mahasiswa dapat megetahui siklus hidup nematoda usus
4. Mahasiswa dapat mengetahui patogenesis dan pencegahan penyakit akibat
Ascaris Lumbricoides
5. Mahasiswa dapat mengetahui patogenesis dan pencegahan penyakit akibat
Trichuris Trichura
6. Mahasiswa dapat mengetahui patogenesis dan pencegahan penyakit akibat
cacing tambang

3
BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 MORFOLOGI NEMATODA USUS


Nematoda merupakan salah satu jenis cacing parasit yang paling sering
ditemukan pada tubuh manusia. Nematoda yang hidup dalam usus manusia
disebut dengan nematoda usus atau disebut juga sebagai cacing gilig.
Nematoda usus dibagi menjadi dua golongan. Soil Transmitted Helminthes
(STH) dan non Soil Transmitted Helminthes (non STH).

Menurut Safar nematoda usus dibagi kedalam dua kelompok yaitu :

1. Soil Transmitted Helminth atau cacing yang ditularkan melalui tanah


adalah cacing yang dalam siklus hidupnya memerlukan stadium hidup di
tanah untuk berkembang menjadi bentuk infeksi bagi manusia. Tanah yang
terkontaminasi oleh telur cacing adalah tanah yang penduduknya
mempunyai kebiasaan membuang tinja di sembarang tempat, sehungga
dapat memudahkan terjadinya perkembangan serta penularan yang cepat.
Jenis-jenis STH antara lain Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura,
Hookworm(Cacing Tambang), dan Strongyloides stercoralis.
2. Non-Soil Transmitted Helminths, yang merupakan nematoda usus yang di
dalam siklus hidupnya tidak membutuhkan tanah, kelompok nematode ini
di bagi menjadi 3 yaitu : Enterobius vermicularis (cacing kremi),
Trichnella spiralis, dan Cappilaria phillipinensis.

2.1.1 Morfologi Ascaris Lumbricoides (Cacing Gelang)


Cacing dewasa hidup di dalam rongga usus halus manusia. Panjang
yang betina 20-40 cm dan cacing jantan 15-31 cm. Cacing dewasa berwarna
agak kemerahan atau putih kekuningan, bentuknya silindris memanjang,
ujung anterior tumpul memipih dan ujung posteriornya agak meruncing.
Bagian kepala dilengkapi dengan 3 buah bibir yaitu 1 di bagian mediodorsal
dan 2 lagi berpasangan di bagian latero ventral.Untuk membedakan cacing

4
betina dan jantan dapat dilihat pada ekornya (ujung posterior), dimana jantan
ujung ekornya melengkung kearah ventral (Irianto, 2009).

2.1.2 Morfologi Trichuris Trichiura (Cacing Cambuk)


Cacing dewasa trichuris trichiura mempunyai bentuk tubuh mirip seperti
cambuk, sehingga dalam keseharian cacing ini lebih dikenal sebagai cacing
cambuk. Bagian arterior yang merupakan 3/5 bagian dari tubuh cacing
cambuk berbentuk langsing mirip seperti benang, sedangkan 2/5 bagian tubuh
yang lain merupakan bagian posterior, tampak lebih gemuk. Sehingga apabila
dikaitkan dengan bentuk cambuk, maka bagian posterior merupakan bagian
pegangan dari cambuk, dan bagian anterior merupakan bagian
cambuknya.Cacing jantan trichuris trichiura lebih kecil dan lebih pendek
dibanding cacing trichuris trichiura betina, panjang cacing jantan sekitar 3-4
cm, sedangkan panjang cacing betina 4-5 cm (Prasetyo, 2013).

2.1.3 Morfologi Hookworm (Cacing Tambang)


Cacing tambang dewasa berbentuk silindris berwarna putih keabuan.
Ukuran panjang cacing betina antara 9-13 mm, sedang cacing jantan
berukuran panjang antara 5-11 mm. di ujung posterior tubuh cacing jantan
terdapat bursa kopulatriks (suatu alat bantu kopulasi). Ancylostoma
duodenaledan Necator americanusdewasa dibedakan morfologinya
berdasarkan bentuk tubuh, rongga mulut dan bentuk bursa kopulatriknya.
Dengan pemeriksaan mikroskopis pada tinja, bentuk telur berbagai cacing
tambang sukar dibedakan.Tubuh cacing Ancylostoma duodenale dewasa
mirip huruf C. rongga mulutnya memiliki dua pasang gigi dan satu pasang
tonjolan.Cacing berina mempunyai spina kaudal.Necator americanusukuran
tubuh cacing dewasa lebih kecil dan lebih langsing dibanding badan
Ancylostoma duodenale. Tubuh bagian anterior cacing melengkung
berlawanan dengan lengkungan bagian tubuh lainnya sehingga bentuk tubuh
yang mirip huruf S. dibagian mulut terdapat 2 pasang alat pemotong
(Soedarto, 2010 : 198).

5
Morfologi telur pada cacing tambang memiliki bentuk lonjong, tidak
berwarna dan berukuran sekitar 65 x 40 mikron. Telur cacing ini sangat tipis
yang dapat tembus cahaya atau sinar dan mengandung embrio yang
mempunyai empat blastomer. Larva cacing tambang mempunyai 2 stadium
larva, yaitu larva rabditiform yang tidak infektif, memiliki bentuk tubuh agak
gemuk dengan panjang sekitar 250 mikron dan larva filariform yang infektif,
memiliki berbentuk langsing panjang tubuhnya sekitar 600 mikron.

2.2 HABITAT NEMATODA USUS


Spesies nematoda usus banyak ditemukan pada daerah tropis termasuk
Indonesia dan tersebar di seluruh dunia. Nematode usus banyak ditemukan di
Indonesia karena Indonesia memiliki iklim tropis yang lembab, hygiene dan
sanitasi yang kurang baik sehingga mempermudah spesies ini untuk
berkembang biak dengan cepat.

Spesies nematode usus yang ditemukan pada manusia adalah Ascaris


lumbricoides,Trichuris trichiura,Oxyuris vermicularis,Stronglyloides
stercoralis. Umumnya manusia merupakan hospes definitive atau tempat
hidup parasit. Tiap spesies nematode usus memiliki morfologi yang berbeda
beda. Cacing betina ukurannya lebih besar daripada cacing jantan
Tiap larva spesies nematode usus berada di dalam sirkulasi darah
(siklus paru), kecuali Trichuris trichiura. Gejala klinis dipengaruhi oleh
tingkat infeksi (jumlah cacing), jenis parasit,stadium parasit (larva/dewasa),
lokalisasi parasit dan lamanya kasus infeksi. Diagnosis penyakit diteakkan
dengan menemukan telur dalam feses, bilasan duodenum, larva dalam
jaringan melalui teknik jaringan tekan atau diwarnai, uji intradermal,uji
serologis.

2.3 SIKLUS HIDUP NEMATODA USUS


Siklus hidup nematoda usus dimulai pada dari mahkluk hidup
(manusia, hewan) yang berperan sebagai tuan rumah defintif. Jika terjadi

6
infeksi pada manusia atau binatang parasit tidak berkembang menjadi cacing
melainkan menjadi larva yang akan mengembara ke organ visceral atau kulit.

Pada umumnya cacing betina akan bertelur tetapi ada pula yang
ovovivipar. Terdapat dua cara siklus hidup larva sebelum menjadi cacing
dewasa, yaitu cara pertama larva bermigrasi ke paru-paru melalui aliran darah
sebelum berkembang pada usus. Contohnya pada cacing tambang, Ascaris
lumbriocodes, dan Strongyloides stercolaris. Cara kedua yaitu proses larva
menjadi dewasa tidak perlu bermigrasi pada paru-paru, contohnya pada
cacing Trichuris trichiura.

2.3.1 Ascaris lumbricoides (Cacing Gelang)


a. Klasifikasi

Kingdom : Animalia

Filum : Nemathelmintes

Kelas : Nematoda

Ordo : Rhabdidata

Familia : Ascaroidea

Genus : Ascaris

Spesies : Ascaris lumbricoides (Irianto, 2013).

b. Siklus Hidup

Siklus hidup cacing Ascaris lumbricoides dapat dilihat pada


gambar berikut ini :

7
Gambar 2.2. Siklus Hidup Ascaris lumbricoides

Dikutip dari : Centers for Disease Control and Prevention (CDC),


2009. Ascariasis: Biology, Atlanta: Centers for Disease Control and
Prevention.

Diunduh dari:
http://www.cdc.gov/parasites/ascariasis/biology.html

Pada penderita penyakit yang disebabkan oleh acing dewasa dan larva
biasanya muncul gejala atau gangguan. Gangguan yang terjadi biasanya
batuk, demam dan eosinophilia hal ini terjadi jika orang tersebut rentan
terjadi pendarahan kecil pada dinding alveolus. Gangguan yang disebabkan
oleh cacing dewasa biasanya lebih ringan, seperti timbul gejala mual, nafsu
makan berkurang, dan diare(konstipasi). Sedangkan gejala klinis pada infeksi
berat, terutama pada anak dapat terjadi malabsorbsi sehingga memperberat
keadaan malnutrisi. Efek yang serius terjadi bila cacing-cacing ini
menggumpal dalam usus sehingga terjadi obstruksi usus (ileus). Pada keadaan
tertentu, cacing dewasa mengembara ke saluran empedu, apendiks, atau
bronkus dan menimbulkan keadaan gawat darurat sehingga kadang-kadang
perlu tindakan operatif (Sutanto, 2008).

8
2.3.2 Trichuris trichiura (Cacing Cambuk)

Gambar dewasa Cacing Trichuris Tichiura

Cacing dewasa trichuris trichiura mempunyai bentuk tubuh mirip


seperti cambuk, sehingga dalam keseharian cacing ini lebih dikenal sebagai
cacing cambuk. Bagian arterior yang merupakan 3/5 bagian dari tubuh cacing
cambuk berbentuk langsing mirip seperti benang, sedangkan 2/5 bagian tubuh
yang lain merupakan bagian posterior, tampak lebih gemuk. Sehingga apabila
dikaitkan dengan bentuk cambuk, maka bagian posterior merupakan bagian
pegangan dari cambuk, dan bagian anterior merupakan bagian cambuknya.
Cacing jantan trichuris trichiura lebih kecil dan lebih pendek dibanding
cacing trichuris trichiura betina, panjang cacing jantan sekitar 3-4 cm,
sedangkan panjang cacing betina 4-5 cm (Prasetyo, 2013).

Gambar telur cacing Trichuris trichiura

9
Telur Cacing Cambuk (Trichuris trichiura) mempunyai ciri-ciri: ukuran
50 x 25 mikron, warna kecoklatan, bentuk seperti tong atau guci, terdapat
operkulum dikedua kutub, mengandung ovum yang fertil (Irianto, 2009 : 30)
Trichuris trichiura tersebar luas diseluruh dunia, tetapi didaerah yang
berprevalensi tinggi adalah daerah tropis dan subtropics. Di daerah yang
beriklim sedang mereka yang paling sering diinfeksi adalah yang tinggal di
lembaga-lembaga seperti panti asuhan, lembaga permasyarakatan, dan rumah
sakit jiwa (Sandjaja, 2007).
Infeksi ringan trichuriasis dengan beberapa ekor cacing umumnya tidak
menimbulkan keluhan bagi penderita. Pada infeksi yang berat, penderita akan
mengalami gejala dan keluhan berupa anemia berat dengan hemoglobin yang
dapat kurang dari tiga persen, diare yang berdarah, nyeri perut, mual dan
muntah dan berat badan menurun. Kadang-kadang dapat terjadi prolapse
rectum yang dengan melalui pemeriksaan proktoskopi dapat dilihat adanya
cacinng-cacing dewasa pada kolon atau rektum penderita (Soedarto, 2010 :
194).
Pemeriksaan mikroskop atas tinja untuk menemukan telur cacing yang
khas bentuknya. Rektoskopi dapat menunjukan adanya cacing dewasa yang
melekat pada mukosa usus. Pemeriksaan darah menunjukan gambaran
eosinofilia (Soedarto, 2010). Pengobatan dapat dilakukan dengan cara
pemberian mebendazol dengan dosis 2 x 100 mg selama 3 hari atau dosis
tunggal 500 mg, albendazol dosis tunggal 400 mg, dan oksantel pirantel
pamoat dosis tunggal 10-15 mg/kg BB. Penderita yang mengalami anemia
diobati dengan preparat besi disertai dengan perbaikan gizi penderita
(Soedarto, 2010 : 195).

a. Klasifikasi

10
Kingdom : Animalia

Filum : Nemathelminthes

Kelas : Nematoda

Subkelas : Aphasmidia Ordo : Enoplida

Familia : Trichuridae

Genus :Trichuris

Spesies : Trichuris trichiura (Irianto, 2013).

b. Siklus Hidup

Siklus hidup cacing Trichuris trichiura dapat dilihat pada gambar


berikut ini :

Gambar 2.3. Siklus Hidup Trichuris trichiura

Dikutip dari : Gambaran umum siklus hidup cacing


Trichuris trichiura dapat dilihat pada gambar berikut ini : Centers for
Disease Control and Prevention (CDC), 2009. Trichuriasis: Biology,
Atlanta: Centers for Disease Control and Prevention.

11
Diunduh dari:
http://www.cdc.gov/parasites/whipworm/biology.html

Trikhuriasis tidak menimbulkan gejala klinis tetapi dapat menyebabkan


iritasi dan peradangan mukosa usus. Sedangkan pada tempat perlekatannya
dapat terjadi pendarahan yang dapat menyebabkan anemia. Pada anak-
anakyang terinfeksi trikhuriasis berat dapat menyebabkan diare, disentri,
anemia, 14 berat badan menurun, dan gangguan pertumbuhan.

2.3.3 Hookworm (Cacing Tambang)


a. Klasifikasi

Kingdom : Animalia

Filum : Nematoda

Kelas : Secernentea

Ordo : Strongylida

Famili : Ancylostomatidae

Genus : Necator / Ancylostoma

Spesies : - Ancylostoma duodenale

- Necator americanus
- Ancylostoma brazilliense
- Ancylostoma ceylanicum
- Ancylostomacaninum

b. Siklus Hidup

12
Siklus hidup cacing Hookworm atau cacing tambang dapat dilihat pada
gambar berikut ini :

Gambar 2.3. Siklus Hidup Hookworm

Dikutip dari : Gambaran umum siklus hidup cacing Hookworm


dapat dilihat pada gambar berikut ini : Centers for Disease Control and
Prevention (CDC), 2009. Hookworm: Biology, Atlanta: Centers for
Disease Control and Prevention.

Diunduh dari:

https://medlab.id/cacing-tambang-hook-worm/

Penyebaran cacing tambang banyak ditemukan pada daerah yang


memiliki prevalensi tinggi contohnya daerah tropis yang lembab dengan
hygiene sanitasi rendah seperti Asia Tenggara. Tidak hanya pada daerah
tropis cacing ini juga ditemukan pada daerah subtropis yang memiliki iklim
sedang dengan kelembapan yang hamper sama dengan daerah tropis.

Pada stadium larva filariform Ancylostoma duodenale secara oral dapat


menyebabkan penyakit wakana dengan gejala mual, muntah, iritasi faring,
dan batuk. Stadium larva dewasa Necator americanus dapat menyebabkan
kehilangan darah sebanyak 0,005 – 0,1 cc sehari, sedangkan Ancylostoma
duodenale 0,08 – 0,34 cc. Pada infeksi berat terjadi anemia hipokrom

13
mikrositer dan eosinofilia. Cacing tambang biasanya tidak menyebabkan
kematian, tetapi daya tahan berkurang dan prestasi kerja turun (Staf Pengajar
FKUI, 2008).

Diagnosis ditegakan dengan menemukan telur dalam tinja segar,


dalam tinja yang lama mungkin ditemukan larva. Untuk membedakan spesies
Necator americanus dan Ancylostoma duodenale dapat dilakukan biakan tinja
misalnya Harada-Mori (Gandahusada, 2004)

2.4 PATOGENESIS DAN PENCEGAHAN PENYAKIT AKIBAT ASCARIS


LUMBRICOIDES (CACING GELANG)

2.4.1 Patogenesis penyakit akibat Ascaris Lumbricoides


Patogenesis askariasis dimulai dari masuknya telur Ascaris
lumbricoides ke saluran cerna manusia. Telur yang telah terfertilisasi
akan menjadi bentuk infektif setelah 18 hari atau beberapa minggu jika
didukung oleh lingkungan yang mendukung seperti kelembapan yang
tinggi, suhu yang hangat, dan tanah ditempat teduh. Telur infektif jika
secara tidak sengaja tertelan oleh manusia akan masuk ke saluran
pencernaan, telur menetas di duodenum akibat stimulasi dari asam gaster
dan menghasilkan larva rhabditiform yang kemudian bermigrasi ke
sekum (usus besar).

Larva rhabditiform akan mempenetrasi epitelium usus untuk


mencapai pembuluh darah vena, vena portal dan kemudian liver. Larva
bermigrasi lewat pembuluh darah vena atau sistem limfatik untuk
mencapai jantung dan paru-paru. Terkadang larva juga bermigrasi ke
ginjal atau otak. Di paru-paru larva menembus dinding kapiler menuju
rongga alveolus, masuk ke bronkiolus, bronkus, trakea, kemudian laring dan
memicu batuk. Dengan terjadinya batuk larva akan tertelan kembali ke
saluran pencernaan. Setibanya di saluran pencernaan bagian atas larva
sudah menjadi cacing dewasa (2-3 bulan). Cacing dewasa kemudian diam

14
di jejenum berkopulasi dan bertelur dengan masa hidup 6-24 bulan. Dan
kemudian siklus terulang kembali.

Ascaris lumbricoides akan menimbulkan masalah kesehatan pada


manusia melalui beberapa cara, yaitu dengan menimbulkan kerusakan
jaringan secara langsung, adanya respon imun host terhadap tempat infeksi,
obstruksi orifisium atau lumen traktus gastrointestinal, dan sekuele nutrisi
yang disebabkan oleh adanya infeksi.

Larva rhabditiform akan mempenetrasi epitelium usus untuk mencapai


pembuluh darah vena, vena portal dan kemudian liver. Larva bermigrasi
lewat pembuluh darah vena atau sistem limfatik untuk mencapai jantung dan
paru-paru. Terkadang larva juga bermigrasi ke ginjal atau otak. Di paru-paru
larva menembus dinding kapiler menuju rongga alveolus, masuk ke
bronkiolus, bronkus, trakea, kemudian laring dan memicu batuk. Dengan
terjadinya batuk larva akan tertelan kembali ke saluran pencernaan. Setibanya
di saluran pencernaan bagian atas larva sudah menjadi cacing dewasa (2-3
bulan). Cacing dewasa kemudian diam di jejenum berkopulasi dan bertelur
dengan masa hidup 6-24 bulan. Dan kemudian siklus terulang kembali.

Ascaris lumbricoides akan menimbulkan masalah kesehatan


pada manusia melalui beberapa cara, yaitu dengan menimbulkan
kerusakan jaringan secara langsung, adanya respon imun host terhadap
tempat infeksi, obstruksi orifisium atau lumen traktus gastrointestinal, dan
sekuele nutrisi yang disebabkan oleh adanya infeksi.

2.4.2 Pencegahan AkibatAscaris lumbricoides(Cacing Gelang)


Sebagai pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pengobatan
pada penderita Ascaris lumbricoides, BAB tidak di sembarang tempat,
mencuci tangan sebelum makan, memasak makanan, sayuran dan air minum
dengan baik (Natadisastra dan Agoes, 2009)

15
Berdasarkan kepada siklus hidup dan sifat telur cacing ini, maka upaya
pencegahannya dapat dilakukan dengan sanitasi yang baik dan tepat guna,
hygiene keluarga dan hygiene pribadi seperti :

a. Tidak menggunakan tinja sebagai pupuk tanaman.


b. Sebelum melakukan persiapan makanan dan hendak makan,
tangan dicuci terlebih dahulu dengan menggunkan sabun dan
air mengalir.
c. Bagi yang mengkonsumsi sayuran segar (mentah) sebagai
lalapan, hendaklah dicuci bersih dengan air mengalir.
d. Mengadakan terapi massal setiap 6 bulan sekali didaerah
endemik ataupun daerah yang rawan terhadap penyakit
askariasis.
e. Memberi penyuluhan tentang sanitasi lingkungan.
f. Melakukan usaha aktif dan preventif untuk dapat
mematahkan siklus hidup cacing misalnya memakai
jamban/WC.
g. Makan makanan yang dimasak saja.
h. Menghindari sayuran mentah (hijau) dan selada di daerah
yang menggunakan tinja sebagai pupuk. Karena telur cacing
Ascaris dapat hidup dalam tanah selama bertahun- tahun,
pencegahan dan pemberantasan di daerah endemik adalah
sulit.

2.4.3 Pengobatan akibat Ascaris lumbricoides(Cacing Gelang)


Pengobatan Ascaris lumbricoides dapat dilakukan dengan cara:
1. Pyrantel pamoate, diberikan sebagai dosis tunggal 10 mg per-kg
berat badan dengan maksimum pemberian 1 gram.
2. Albendazole, untuk orang dewasa dan ana-anak diatas 2 tahun
yang diberikan dengan dosis tunggal 400 mg.

16
3. Mebendazole, diberikan dengan dosis 100 mg dua kali perhari
selama 3 hari berturut-turut.
4. Cyclobendazole, adalah derivat benzimidazole baru yang dapat
membunuh Ascaris lumbricoides.

2.5 PATOGENESIS DAN PENCEGAHAN PENYAKIT AKIBAT


TRICURIS TRICHURA (CACING CAMBUK)

2.5.1 Patogenesis Akibat Trichuri Trichura


Penyebaran penyakit cacing cambuk terjadi karena adanya kontaminasi
tanah dengan tinja. Telur tumbuh di tanah liat, tempat lembab dan teduh
dengan suhu optimum kira-kira 300 C. Telur tersebut menjadi infektif masuk
melalui mulut bersama makanan atau minuman dan dapat pula melalui tangan
yang kotor (tercemar tanah dengan telur cacing) frekuensi di Indonesia masih
sangat tinggi, sehingga dari itu dapat terinfeksi penyakit Trichuris trichiura.
Di beberapa daerah pedesaan di Indonesia frekuensinya berkisar antara
30-90%. Di daerah yang sangat endemik infeksi dapat dicegah dengan
pengobatan penderita Trikuriasis, pembuatan jamban yang baik dan
pendidikan tentang sanitasi dan kebersihan perorangan, terutama anak.
Mencuci tangan sebelum makan, mencuci dengan baik sayuran yang dimakan
mentah adalah penting apalagi di negera-negera yang memakai tinja sebagai
pupuk (Taniawati, Margono, Susanto, Abidin, 2008 : 9-18).
Pada infeksi berat, terutama pada anak, cacing tersebar di seluruh kolon
dan rectum. Kadang-kadang terlihat di mukosa rectum yang mengalami
prolapses akibat mengejannya penderita pada waktu defekasi. Cacing ini
memasukkan kepalanya ke dalam mukosa usus, hingga terjadi trauma yang
menimbulkan iritasi dan peradangan mukosa usus. Di tempat perlekatannya
dapat terjadi perdarahan. Disamping itu cacing ini juga menghisap darah
hospesnya, sehingga dapat menyebabkan anemia.
Penderita terutama anak-anak dengan infeksi Trichuris yang berat dan
menahun, menunjukkan gejala diare yang sering diselingi sindrom disentri,
anemia, berat badan turun dan kadang-kadang disertai prolapsus rektum.

17
Infeksi berat Trichuris trichiura sering disertai dengan infeksi cacing lainnya
atau protozoa. Infeksi ringan biasanya tidak memberikan gejala klinis yang 11
jelas atau sama sekali tanpa gejala (Taniawati et al, 2008). Infeksi kombinasi
dengan tipe cacing yang lain seperti Ascaris lumbricoides , Necator
americanus, dan Ancylostoma duodenale dapat menyebabkan growth
stunting, retardasi mental, dan defek kognitif pada edukasi (Bethony et al,
2006). Bila terdapat di appendix akan menimbulkan gejala appendicitis
(Soebaktiningsih, 2014).

2.5.2 Pencegahan AkibatTricuris trichura(Cacing Cambuk)


Sebagai pencegah penyakit Tricuris trichura dapat dilakukan dengan cara
membersihkan sayuran mentah (lalapan) atau buah dengan air mengalir,
mencuci tangan dengan sabun sebelum makan (Staf Pengajar FKUI,2011).
Menurut (Irianto, 2009 : 67) pencegahan utama adalah kebersihan, sedangkan
infeksi di daerah yang sangat endemik dapat dengan cara :
1) Membuang tinja pada tempatnya sehinggaa tidak membuat
pencemaran oleh telur cacing.
2) Mencuci tangan sebelum makan.
3) Pendidikan terhadap masyarakat terutama anak-anak tentang
sanitasi dan hygiene.
4) Mencuci bersih sayur-sayuran atau memasaknya sebelum
dimakan.

2.5.3 Pengobatan akibat Tricuris trichura(Cacing Cambuk)


Pengobatan yang dapat dilakukan bagi penderita penyakit Tricuris
trichura yaitu:

1. Albendazol 400 mg dengan dosis tunggal


2. Mebendazole 100 mg dilakukan dua kali sehari selama tiga hari

18
2.6 PATOGENESIS DAN PENCEGAHAN PENYAKIT AKIBAT
HOOKWORM (CACING TAMBANG)
Dilaporkan bahwa lebih dari 500 juta manusia diseluruh dunia terinfeksi
cacing tambang, namun yang paling tinggi terdapat didaerah yang memiliki
pravelansinya yinggi yaitu daerah tropis yang lembab dengan hygiene sanitasi
yang rendah seperti di Asia Tenggara. Ancylostoma duodenale juga banyak
ditemukan di daerah Afrika Utara, daerah lembah Sungai Nil, India bagian
utara serta ada juga di Amerika Selatan.

2.6.1 Tahap Perkembangan Penyakit


Gejala-gejala Ancylostoma dan Necatoriasis antara lain

1. Stadium larva
2. Kelainan pada kulit atau Ground itch dan juga kelainan paru-paru
3. Stadium dewasa, namun pada stadium ini tergantung pada
spesies dan jumlah cacing serta keadaan gizi pada penderita

Kedua jenis cacing tambang ini menghisap darah hospes, meka akan
terjadi infeksi berat dan menahun. Dengan begitu dapat menimbulkan anemia
mikrositer hipokrom. Infeksi ringan tanpa gejala, akan tetapi bila telah
menahun akan menurunkan gaya/presisi kerja yang akhirnya terjadi anemia
yang menahun dan akan berakibat Decompensatio cordis.

2.6.2 Pencegahan AkibatHookworm (Cacing Tambang)


Didaerah endemis cacing tambang ini sering mengalami reinfeksi.
Dimana infeksi baru maupun reinfeksi dapat dicegah dengan memberikan
obat cacing kepada penderita san sebaiknya juga dilakukan pengobatan masal
pada seluruh penduduk didaerah endimis tersebut. Pendidikan kesehatan
diberikan kepada penduduk didaerah endemis untuk membuat jamban
pembuangan tinja (WC) yang baik untuk mencegah pencemaran tanah, dan
jika berjalan di tanah selalu menggunakan alas kaki untuk mencegah
terjadinya infeksi pada kulit oleh larva filariform cacing tambang (Soedarto,
2010 : 204)

19
2.6.3 Pengobatan akibat Hookworm (Cacing Tambang)
Pengobatan cacing tambang sendiri dapat dilakukan dengan
mebendazole, albendazole, pirantel pamoat. Untuk mencegah terjadinya
penyakit akibat cacing tambang dapat melakukan tidak BAB disembarang
tempat, menggunakan alas kaki saat beraktivitas (Staf Pengajar FKUI, 2011).

20
BAB 3

PEMBAHASAN

3.1 PERAN PERAWAT


Terdapat beberapa peran perawat menurut beberapa tokoh. Berikut
beberapa peran perawat yang berhubungan dengan Nematoda usus pada
pengobatan Ascaris lumbricoides, Thrichuris trichiura dan Hookworm :
A. Sebagai pemberi asuhan keperawatan
Pengobatan Thrichuris sukar dilakukan karena letak cacing di dalam
mukosa usus diluar jangkauan daya anthelmintika. Dianjurkan pemakaian
preparat enzim yang merusak zat putih telur, dengan demikian substansi
badan parasit akan hancur, selanjutnya pemberian zat warna Dithiazanin
dalam kapsul yang larut dalam usus halus. Hal ini dilakukan supaya cacing
dapat berubah posisi kepalanya dalam waktu daya kerja obat. Doenges (1966)
menganjurkan pemakaian Poperazin (1,8 gram dalam 500 ml larutan garam
fisiologis).
B. Sebagai Komunikator
Komunikasi terapaeutik merupakan komunikasi yang dilakukan oleh
perawat dan tenaga kesehatan yang direncanakan dengan teknik tertentu dan
berfokus pada kesembuhan pasien serta memperbaiki emosi pasien
(Machfoedz,2009). komunikasi terapeutik merupakan strategi perawat untuk
memberikan bantuan kepada pasien dalam memenuhi kebutuhan kesehatan
(Suprajitno, 2004). komunikasi dalam proses penyembuhan bagi klien
penderita penyakit Ascaris lumbricoides, Thrichuris trichiura dan Hookworm
dilakukan dengan pendekatan kepada klien dan keluarga agar tersampaikan
informasi mengenai dampak, manfaat, pencegahan, dan pengobatan.

C. Sebagai Pendidik

21
Perawat sebagai pendidik menjalankan perannya dalam memberikan
pengetahuan, informasi, dan pelatihan ketrampilan kepada pasien, keluarga
pasien maupun anggota masyarakat dalam upaya pencegahan penyakit dan
peningkatan kesehatan (Susanto 2012, dalam Suryadi, 2013).

Perawat bertugas memberikan pendidikan kesehatan kepada klien dalam


hal ini individu, keluarga, serta masyarakat sebagai upaya menciptakan
perilaku individu/masyarakat yang kondusif bagi kesehatan. Untuk dapat
melaksanakan peran sebagai pendidik (edukator), ada beberapa kemampuan
yang harus dimiliki seorang perawat sebagai syarat utama, yaitu berupa
wawasan ilmu pengetahuan yang luas, kemampuan berkomunikasi,
pemahaman psikologi, dan kemampuan menjadi model/contoh dalam
perilaku profesional.

D. Sebagai Peneliti

Peran perawat melakukan identifikasi masalah penelitian, menerapkan


prinsip dan metode penelitian, serta memanfaatkan hasil penelitian untuk
meningkatkan mutu asuhan atau pelayanan dan pendidikan keperawatan.
Dalam hal tentang Nematoda Usus, perawat harus selalu memperbarui
pengetahuannya tentang perkembangan pengobatan dan metode perawatan
penyakit akibat cacing yang merugikan manusia. Perawat dapat meneliti
bagaimana cara agar tidak terinfeksi penyakit akibat cacing yang merugikan
manusia. Mengembangkan metode-metode penyembuhan yang dapat memberi
keuntungan dan mendorong kesembuhan pasien yang menjalani program
pengobatan terkait penyakit yang disebabkan oleh beberapa patogen cacing.

22
BAB 4

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Nematoda usus atau cacing giling merupakan pasrasit bagi manusia yang
hidup pada usus manusia. Nematoda ini biasanya hidup pada tanah tetapi ada juga
yang tidak memerlukan media tanah, dan masuk dalam tubuh melalui sela pada
kulit, dan memiliki bentuk yang berfarasi mulai dari silindris dan lainnya. Cacing
ini biasanya terdapat pembeda antar setiap jenis golongan cacing dan biasanya
memiliki ukuran berfariasi. Untuk jenis nematoda ini sendiri perkembangannya
dengan bertelur.

Spesies ini lebih banyak dijumpai pada lingkungan tropis yang lembab
seperti negara bagian garis khatulistiwa, utamanya indonesia. Dengan ukuran
jantan lebih kecil daripada betina dan larva dari cacing ini pada masa larva hidup
pada sirklus darah. Sedangkan sengan siklus tubuh atau perkembangannya
terdapat dua cara siklus hidup larva sebelum menjadi cacing dewasa, yaitu cara
pertama larva bermigrasi ke paru-paru melalui aliran darah sebelum berkembang
pada usus. Cara kedua yaitu proses larva menjadi dewasa tidak perlu bermigrasi
pada paru-paru, contohnya pada cacing Trichuris trichiura. Dengan jenis yang
beragam dan bermacam tentunya jika sesorang belum terserang caci
alangkabainya dengan memberikan obat cacing pada dirinya.

4.2 SARAN
Sebaiknya setelah mendengar penjelasan mengenai Nematoda Usus,
pembaca dapat memproteksi diri menjaga diri agar tidak sampai terkena cacing.
Dan lebih menerapak gaya hidup sehat pada kehidupan sehari hari, dan kita
sebagai seorang perawat hendaknya lebih memperdalam sosialisasi dan
pembekalan mengenai bahaya nematoda usus.

23
DAFTAR PUSTAKA

Alsakina, N., Adrial., Nita, A.(2018). Identifikasi Telur Cacing Soil Transmitted
Helminths pada Sayuran Selada (Lactuca Sativa) yang Dijual oleh
Pedagang Makanan di Sepanjang Jalan Perintis Kemerdekaan Kota
Padang.Jurnal Kesehatan Andalas, Vol 7 No. 3

Bedah, S., A. Syafitri. 2018 . Infeksi Kecacingan Pada Anak Usia 8-14 Tahun Di
RW007 Tanjung Lengkong Kelurahan Bidaracina, Jatinegara, Jakarta
Timur. Jurnal Ilmiah Kesehatan. 10(1) : 2301-92455.

Choiriyah, S. 2018. Identifikasi Nematoda Usus Golongan Soil Transmitted


Helminth (STH) Pada Feses Anak SDN 1 Plumutan Kecamatan Bancak
Kabupaten Semarang. Karya Tulis Ilmiah. Surakarta.

Idris, S., A.,Angriani, F.(2017). Identifikasi Telur Nematoda Usus (Soil


Transmitted Helmints) Pada Anak Ditempat Pembuangan Akhir (TPA)
Puuwatu.Biowallacea, Vol 4 No. 1 (Hal: 566-571).

Natadisastra, D . dan R . Agoes . 2009. Parasitologi Kedokteran. Jakarta : EGC.

Natadisastra, D.2009.Parasitologi Kedokteran: Ditinjau Dari Organ Tubuh Yang


Diserang.Jakarta: EGC.

Riswanda, Z., B. Kurniawan. 2016. Infeksi Soil-Transmitted Helminth : Ascaris,


Trichiuriasis, Dan Cacing Tambang. Majority. 5(5) : 61-68.

Wardanah, H. 2018. Hubungan Tingkat Pengetahuan Anak SD Tentang Penyakit


Kecacingan Dengan Kejadian Kecacingan Di SDN 020 Samarinda Utara.
Karya Tulis Ilmiah. Kalimantan Timur.

24
LAMPIRAN

Lembar Konsultasi

Tanda tangan
No Tanggal Isi Konsultasi
konsulen

25

Anda mungkin juga menyukai