CESTOIDEA
“Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Seminar Pleno Blok Biomedik Dasar 4”
KELOMPOK 13 :
Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan
limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan sebuah makalah yang berjudul “Siklus
Hidup Nematoda, Trematoda dan Cestoidea”. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak
terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik materi maupun pikirannya. Penulisan makalah ini bertujuan untuk
memenuhi salah satu tugas Seminar Pleno Blok Biomedik Dasar 4.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembacanya untuk kedepanya dapat
memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar lebih baik lagi.
Penyusun Kelompok 13
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Helmintologi adalah ilmu yang mempelajari parasit yang berupa cacing. Berdasarkan
taksonomi, helmint dibagi menjadi dua macam, yaitu nemathelminthes (cacing gilik)dan
platyhelminthes (cacing pipih). Stadium dewasa cacing-cacing yang termasuk
nemathelminthes (kelas nematoda) berbentuk bulat memanjang dan pada potongan
transversal tampak rongga dan alat-alat. Cacing ini memiliki alat kelamin yang terpisah.
Stadium dewasa cacing platyhelminthes (kelas trematoda dan cestoidea) memiliki badan
pipih, tidak memiliki rongga badan dan biasanya bersifat hermafrodit.
Kebanyakan cacing memerlukan suhu dan kelembaban udara tertentu untuk hidup dan
berkembang biak. Sebagian cacing memerlukan vertebrata atau invertebrata tertentu
sebagai host, misalnya ikan, crustacea serangga, siput, dalam siklus hidupnya. Di daerah
tropis, host-host ini juga banyak berhubungan dengan manusia, karena tidak adanya
pengendalian dari masyarakat setempat.
Kebiasaan penggunaan feses manusia sebagai pupuk tanaman menyebabkan semakin
luasnya pengotoran tanah, persediaan air rumah tangga dan makanan tertentu, misalnya
sayuran, akan meningkatkan jumlah penderita helminthiasis.
Kelainan patologis karena infeksi cacing bisa bervariasi, tergantung pada jenis
cacingnya. Misalnya, Ancylostoma duodenale, mengisap darah setelah melukai usus halus
(intestinum) dengan “giginya”. Taenia saginata, menyerap makanan dari usus halus
sedangkan Toxocara canis, penyebab penyakit cacing pada anjing, di dalam tubuh manusia
hanya terdapat dalam bentuk larvanya, yang bermigrasi bersama aliran darah masuk ke
berbagai organ tubuh, seperti liver, paru-paru, dan otak. Trichinella spiralis “bersarang”
dalam bentuk kista di dalam otot. Dracunculus medinensis menyerang jaringan ikat dan
jaringan subcutis. Wuchereria bancroftiyang hidup di dalam pembuluh lympha,
menimbulkan peradangan yang akut maupun kronis yang bisa diikuti dengan tersumbatnya
saluran lympha. Telur Schistosoma haematobium yang bertumpuk pada dinding kandung
kencing (vesica urinaria) menimbulkan ulcerasi dan perdarahan. Selanjutnya, iritasi
(rangsangan) mekanis atau kimiawi dari telur cacing yang dapat merangsang terjadinya
hyperplasia atau metaplasia yang dapat menimbulkan carcinoma. Berat-ringannya serta
jenis perubahan patologis akibat suatu infeksi parasite dapat diketahui dengan cara
mempelajari mengenai kehidupan organisme parasite tersebut, salah satunya yakni dengan
mempelajari mengenai siklus hidupnya. Oleh karena itu, berdasar pada uraian diatas, kami
ingin membahas mengenai siklus hidup helminthes yang mencakup kelas cestoda,
trematode, serta nematode sehingga dengan begitu dapat dilakukan pengendalian serta
pencegahan terhadap kemungkinan infeksi parasit dari salah satu kelas tersebut.
3
BAB II
ISI
2.1 Nematoda
2.1.1 Nematoda Usus
2.1.1.1 Ascaris lumbricoides
Pada tinja penderita askariasis yang membuang air tidak pada tempatnya dapat
mengandung telur askariasis yang telah dibuahi. Telur ini akan matang dan menjadi bentuk
yang infektif dalam waktu 21 hari dalam lingkungan yang sesuai. Bentuk infektif ini, jika
tertelan oleh manusia menetas di usus halus. Larvanya menembus dinding usus halus
menuju pembuluh darah atau saluran limfe, kemudian dialirkan ke jantung.
Dari jantung kemudian dialirkan menuju ke paru-paru (Widodo, 2013). Larva di paru-
paru menembus dinding pembuluh darah, lalu dinding alveolus, masuk rongga alveolus
kemudian naik ke trakea melalui bronkiolus dan bronkus. dari trakea larva ini menuju
faring, sehingga menimbulkan rangsangan pada faring. Penderita batuk karena rangsangan
ini dan larva akan tertelan ke dalam oesofagus, lalu menuju ke usus halus. Di usus halus
larva berubah menjadi cacing dewasa. Sejak 7 telur matang tertelan sampai cacing dewasa
berteur dibutuhkan waktu kurang lebih 2 bulan (Gandahusada et al., 2000; CDC, 2015).
4
hidup di lumen usus halus, menempel pada dinding usus. Migrasi melalui darah dan paru-
paru berlangsung selama satu minggu, sedangkan siklus dari larva menjadi dewasa
berlangsung 7–8 minggu.
5
2.1.1.4 Enterobius vermicularis
Siklus hidup dimulai dengan keluarnya cacing betina yang gravid bermigrasi kedaerah
perianal /anus pada waktu malam hari kemudian bertelur dengan cara kotraksi uterus dan
melekat pada daerah tersebut (migrasi ini disebut “ Nocturnal migration”). Telur tersebut
bisa menjadi larva infektif terutama pada suhu 23º – 46 º C. (Soejoto dkk, 1996). Telur
cacing kremi dalam waktu 6 jam setelah dikeluarkan akan menjadi telur yang infektif dapat
menetas menjadi larva dan masuk kembali kedalam usus besar (retrofeksi). Telur cacing
yang infektif dapat bertahan lama, dapat mengkontaminasi lewat makanan, pakaian, tangan
karena telur Enterobius vermicularis yang infektif dapat diterbangkan bersama debu
kemana-mana. Telur yang masuk ke mulut, di dalam duodenum akan menetas menjadi
larva kemudian dewasa di usus besar.
Infeksi cacing kremi terjadi bila menelan telur matang atau bila larva dari telur yang
menetas di daerah perianal berimigrasi kembali ke usus besar. Bila telur matang yang
tertelan, telur menetas di duodenum dan larva rabditiform berubah dua kali setelah menjadi
dewasa di yeyunum dan bagian atas ileum. Waktu yang diperlukan untuk daur hidupnya,
mulai dari tertelannya telur matang sampai menjadi cacing dewasa gravid yang berimigrasi
ke daerah perianal berlangsung 2 minggu sampai 2 bulan.
6
2.1.2 Nematoda Darah dan Jaringan
2.1.2.1 Filaria
Spesies filaria yang paling sering menginfeksi manusia adalah Wuchereria
bancrofti, Brugia malayi, Brugia timori (di Indonesia). Wuchereria bancrofti membutuhkan
manusia (hospes definitif ) dan nyamuk (hospes perantara). Nyamuk terinfeksi dengan
menelan mikrofilaria yang terisap bersama-sama dengan darah. Di dalam lambung
nyamuk, mikrofilaria melepaskan sarungnya dan berkembang menjadi larva. stadium 1(L-
1), larva stadium 2 (L–2), dan larva stadium 3 (L– 3) dalam otot toraks dan kepala. .
2.2 Trematoda
2.2.1 Trematoda Hati
2.2.2.1 Fasciola hepatica
Siklus hidup Fasciola hepatica dimulai saat telur yang belum berembrio keluar
bersama feses. Ketika lingkungan mendukung perkembangan embrio, maka embrio akan
berkembang. Larva mirasidium keluar dan menginfeksi siput sebagai hospes intermediet.
Di dalam tubuh siput, larva berkembang menjadi sporokista, lalu menjadi redia, dan
terakhir menjadi serkaria. Serkaria keluar dari tubuh siput dan membentuk metasarkaria
pada tumbuhan air. Tumbuhan air dimakan oleh manusia yang hospes definitif. Dalam
hospes definitive, metasarkaria menetas dalam usus halus dan bermigrasi dalam ruang
peritoneum hingga menembus hati. Larva masuk ke saluran empedu dan menjadi dewasa.
Baik larva maupun cacing dewasa hidup dari jaringan parenkim hati dan lapisan sel epitel
saluran empedu.
7
2.2.2 Trematoda Darah
2.2.2.1 Schistosoma
Siklus hidup Schistosoma sp. dimulai dengan telur yang berasal dari hospes
definitive keluar bersama feses. Telur akan menetas menjadi mirasidium dan menginfeksi
siput. Di dalam siput, mirasidium akan berkembang menjadi sporokista I dan sporokista II
kemudian menghasilkan serkaria yang banyak. Serkaria adalah bentuk infektif cacing
Schistosoma. Manusia terinfeksi dengan cara serkaria menembus kulit padaa saat manusia
masuk ke dalam air yang mengandung sarkaria. Setelah sarkaria menembus kulit,
kemudian masuk ke kapiler darah, mengalir dalam aliran darah menuju jantung kanan,
paru-paru, dan kembali ke jantung kiri. Serkaria masuk masuk ke sistem peredaran darah
besar, menuju vena porta hepatica, dan menjadi dewasa di hati. Setelah dewasa, cacing ini
kembali kembali ke vena porta dan vena usus atau vena kendung kemih. Cacing betina
akan bertelur setelah berkopulasi.
2.3 Cestoidea
2.3.1 Taenia
Cacing dewasa hidup di usus manusia dan menghasilkan proglotid yang
mengandung telur yang sudah dibuahi. Proglotid akan terlepas dari cacing induk, keluar
bersama feses, dan bisa menempel pada rumput, kemudian termakan oleh hewan,
misalnya sapi. Di usus hewan tersebut, telur menetas menjadi onkosfer. Onkosfer
menembus usus, masuk ke peredaran darah hewan tersebut, kemudian di dalam jaringan
otot membentuk kista sistiserkus. Bila manusia memakan daging yang mengandung kista
sistiserkus, maka skoleks akan keluar dari kista sistiserus dengan cara evaginasi dan
melekat pada mukosa usus halus, biasanya jejunum. Cacing muda tersebut menjadi dewasa
dalam kurun waktu 8 – 10 minggu. BIasanya di rongga usus hospes terdapat seekor cacing.
8
BAB III
KESIMPULAN
Jadi siklus hidup helmintologi akan terjadi perubahan bentuk tubuh atau dewasa, yaitu
telur, larva, dewasa. Siklus hidupnya berlangsug di dalam tubuh ataupun di luar tubuh
manusia, dapat di tanah, binatang, tubuh, air dsb. Ada yang memiliki hospes atau tuan
rumah perantara ada yang tidak. Manusia dapat bertindak sebagai tuan rumah definitif,
perantara ataupun paratenik.
9
DAFTAR PUSTAKA
1. Staf Pengajar Parasitologi FKUI. 1997. Parasitologi Kedokteran. Ed. 3. Gaya Baru:
Jakarta
2. Gerald D. Schmidt & Larry S. Roberts Foundations of Parasitology Ed. 8
10