Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

FILARIASIS
“Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kelompok Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah”
Dosen Pengampu : Ns, Kasmad, M.Kep.

Disusun Oleh :
Kelompok 2
IIC
1.Chofiana (22066)
2.Puput Putri Napisah (22084)
3.Riri Fariatul Aini (22086)
4.Siti Aprilina (22089)
5.Maliyanah Sofia Turrohmah (22094)
6.Ika Kartika (22096)

AKADEMI KEPERAWATAN YPIB MAJALENGKA


Jl. Kasokandel Timur No. 63 Desa. Kasokandel Kec. Kasokandel Kab. Majalengka
45456
Tahun 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT. Karena berkat rahmat dan karunia-
Nya penulis masih diberikan kesehatan dan kemampuan dalam menyelesaikan penulisan
makalah ini dengan sebaik-baiknya. Makalah ini membahas tentang “ FILARIASIS ”. Adapun
tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah. Kami berharap makalah ini dapat berguna bagi para pembaca dan
juga dapat menambah wawasan dan pengetahuan .

Terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut berpartisipasi untuk penyelesaian
makalah ini meskipun sangat jauh dari kesempurnaan. Kami akui bahwa makalah ini masih
sangat banyak kekurangan didalamnya karna pengetahuan dan pengalaman kami yang masih
sangat minim. Oleh karna itu, kami harapkan kepada pembaca agar terus memberikan saran yang
bersifat membangun.

Majalengka, 23 September 2023

Penyusun
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR.......................................................................................................................................2
DAFTAR ISI...................................................................................................................................................3
BAB I............................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN...........................................................................................................................................4
1.1 LATAR BELAKANG........................................................................................................................4
1.2 RUMUSAN MASALAH...................................................................................................................5
1.3 TUJUAN........................................................................................................................................5
BAB II...........................................................................................................................................................6
TINJAUAN TEORI..........................................................................................................................................6
2.1 DEFINISI FILARIASIS..................................................................................................................6
2.2 ANATOMI FILARIASIS...............................................................................................................7
2.3 ETIOLOGI FILARIASIS................................................................................................................8
2.4 FAKTOR PENCETUS FILARIASIS.................................................................................................9
2.5 TANDA DAN GEJALA FILARIASIS.............................................................................................10
2.6 PATOFISIOLOGI FILARIASIS....................................................................................................11
2.7 PENATALAKSANAAN FILARIASIS.............................................................................................11
2.8 KOMPLIKASI FILARIASIS.........................................................................................................13
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN FILARIASIS............................................................................................13
BAB III........................................................................................................................................................18
PENUTUP...................................................................................................................................................18
3.1 Kesimpulan................................................................................................................................18
3.2 Saran..........................................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................................19
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Filariasis merupakan penyakit sistemik yang disebabkan oleh infeksi parasit nematoda
yaitu sejenis cacing darah jaringan dari Genus Filaria yang tersebar hampir di seluruh
wilayah Indonesia yang hidup dalam saluran dan kelenjar getah bening manusia dan
ditularkan oleh nyamuk. Penyakit ini jarang menimbulkan kematian, karena timbul gangguan
fisik setelah terjadi infeksi selama bertahun-tahun maka penyakit ini dapat menurunkan
produktivitas penderitanya. Cacing filaria dewasa tinggal disistem limfa (limfatik) yaitu
jaringan pembuluh yang berfungsi untuk menyangga dan menjaga keseimbangan cairan
antara darah dan jaringan otot yang merupakan komponen esensial dari sistem kekebalan
tubuh. Cacing dewasa menghasilkan mikrofilaria yang secara periodik berada pada sistem
darah perifer.
Penyakit ini jarang terjadi pada anak karena manifestasi klinisnya timbul bertahun-tahun
kemudian setelah infeksi. Gejala pembengkakan pada kaki, payudara dan kantong buah zakar
muncul karena sumbatan mikrofilaria pada pembuluh limfe yang biasanya terjadi pada usia
di atas 30 tahun setelah terpapar parasit selama bertahun-tahun. Manifestasi paling fatal yang
timbul bagi penderita adalah kecacatan permanen yang sanat mengganggu produktivitas.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan filariasis?


2. Bagaimana anatomi dari flariasis?
3. Bagaimana etiologi dari filariasis?
4. Apa saja tanda dan gejala filariasis itu?
5. Bagaimana patofsiologi filariasis itu?
6. Bagaimana penatalaksaanaan kepewaratan filariasis itu?
7. Apa saja komplikasi filariasis itu?
8. Bagaimana konsep asuhan keperawatan dalam pengkajian filariasis itu?
9. Apa saja diagnosis atau masalah dalam filariasis itu?
10. Bagaimana intervensi keperawatan filariasis itu?
11. Bagaimana implementasi keperawatan flariasis itu?
12. Bagaimana evaluasi dalam keperawatan filariasis itu?
1.3 TUJUAN

1. Untuk mengetaui definisi dari filariasis.


2. Untuk mengetahui anatomi penyakit filariasis.
3. Untuk mengetahui etologi penyakit flariasis.
4. Untuk mengetahui tanda dan gejala penyakit flariasis.
5. Untuk mengetahui patofisiolog penyakit filariasis.
6. Untuk mengetahui pelaksanaan filariasis.
7. Untuk mengetahui komplikasi dari penyakit flariasis
8. Untuk mengetahui pengkajian dalam keperawatan filariasis.
9. Untuk mengetahui diagnosa dalam keperawatan filariasis
10. Untuk mengetahui intervensi dalam keperawatan filariasis
11. Untuk mengetahui implmentasi dalam keperawatan filariasis.
12. Untuk mengetahui capaaian atau evaluasi dalam keperawatan filariasis
BAB II

TINJAUAN TEORI

KONSEP FILARIASIS
2.1 DEFINISI FILARIASIS
Filariasis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh cacing Filaria sp. yang
menyerang saluran dan kelenjar getah bening. Gejala klinis terdiri dari gejala akut
(limfadenitis, limfangitis, adenolimfangitis, demam, sakit kepala, serta abses) dan
gejala kronik (limfedema, lymph scrotum, kiluri, dan hidrokel). Penyakit ini
diperkirakan dapat menyerang 1.1 milyar penduduk, terutama di daerah tropis seperti
Indonesia, dan beberapa daerah subtropis. Di Indonesia, filariasis paling sering
disebabkan oleh tiga spesies, yaitu Wuchereria Bancrofti, Brugia Malayi, dan Brugia
Timori. Jumlah kasus yang dilaporkan meningkat dari 6.571 kasus pada tahun 2002
menjadi 14.932 kasus pada tahun 2014.
Penularan filariasis terjadi apabila ada lima unsur utama sebagai sumber penular
yaitu reservoir (manusia dan hewan), parasit (cacing), vektor (nyamuk), host
(manusia yang rentan), dan lingkungan (fisik, biologik, ekonomi dan social budaya).
Faktor risiko yang memicu filariasis antara lain adalah manusia (umur, jenis kelamin,
imunitas, ras), nyamuk (perilaku, frekuensi menggigit, siklus gonotrofik), lingkungan
(fisik, biologi, ekonomi dan sosial budaya), dan agen (cacing filaria). Pencegahan
filariasis secara umum dapat dilakukan dengan cara edukasi (penyuluhan),
identifikasi vektor (waktu dan tempat menggigit), pengendalian vektor (perubahan
konstruksi lingkungan), serta pengobatan yang dapat dilakukan secara masal maupun
individu.
Filariasis merupakan kelompok penyakit yang disebabkan oleh cacing nematoda
famili Filariidae. Nematoda ini tinggal di jaringan subkutan dan pembuluh limfatik
pada manusia. Filaria ditransmisikan melalui nyamuk dan antropoda lain. Siklus
hidup antar filaria berbeda-beda bergantung dari spesiesnya. Siklus hidup ini terdiri
dari fase larva yang berada di dalam tubuh serangga dan fase dewasa yang berada di
dalam tubuh manusia. Mikrofilaria yang terhisap oleh serangga akan kembali
menjadi fase larva yang infektif.

Filariasis dibedakan menjadi 4 jenis dengan spesies penyebab dan manifestasi


klinis yang berbeda pula, yaitu:
1. Limfatik filariasis yang disebabkan oleh Wuchereria bancrofti, Brugia
malayi,dan Brugia timori;
2. Onchocerciasis yang disebabkan oleh Onchocerca volvulus;
3. Loiasis yang disebabkan oleh Loa loa;
Mansonellosis yang disebabkan oleh Mansonella streptocerca, Mansonella
perstans, dan Mansonella ozzardi

2.2 ANATOMI FILARIASIS

Organ tubuh yang di serang di penyakit filariasis adalah pembuluh limfa, berikut
anatomi dan fisiologis dari pembuluh limfa. Selain pembuluh darah tubuh juga
mempunyai pembuluh limfa atau pembuluh getah bening. Limfa adalah cairan yang
mengenangi tubuh. Limfa memiliki system peredaran sendiri yang di mulai dari
jaringan sampai ke vena Peredaran limfa tidak selalu melalui pembuluh sehingga
disebut peredaran terbuka. Cairan Limfa tidak mengandung eritrosit dan trombosit,
namun banyak mengandung seldarah putih, yaitu limfosit. Limfa berperan dalam
pengangkutan sisametabolism, lemak dari usus, dan berperan dalam melawan kuman.
Ada beberapa tipe kelenjar limfa yaitu:
 Kelenjar limfa lipat siku, lipat paha, ketiak, lutut, dan Leher
 Kelenjar selaput lendir usus di sebut juga pembuluh Kil
 Kelenjar folikel bawah lidah
 Kelenjar pada tonsil (amandel) & adenoid

Sedangkan Fungsi dari Pembuluh (limfa) getah bening adalah:


 Mengabsorsi lemak di usus dan kemudian mengankutnya ke pembuluh darah
 Mengambil kelebihan cairan jaringan dan mengembalikannya ke systempembuluh
darah
 Membantu tubuh mempertahankan dari serangan berbagai penyakit

Cara kerja dari pembuluh getah bening (Limfa) di mulai dari jaringan pada pembuluh
darah balik di bawah selangka. Limfa didistribusikan di dalam tubuh dengan
mengandalkan kontarksi otot-otot rangka. Tubuh manusia memiliki beberapa nodus
limfa. Nodus tersebut terdiri dari sinus-sinus, yaitu ruangan tempat penyaringan
bahan-bahan yang sudah di absorsi atau di hilangkan dari jaringan oleh sel darah
putih (makrofag). Cairan limfa berasal dari plasma darah dalam kapiler darah yang
keluar menuju jaringan tubuh. Kemudian cairan limfa ini masuk ke dalam dua
macam pembuluh getah bening, yaitu ductus limfatikus dekstra dan duktus
thoraksikus sinistra. Ductus limfatikus dekstra ialah pembuluh yang mengalirkan
cairan limfa dari kepala, leher, dada, paru-paru, jantung, dan tangan sebelah kanan
masuk ke pembuluh balik bawah tulang selangka kanan. Sedangkan ductus
thoaksikussinistra adalah pembuluh yang mengalirkan cairan limfa dari kepala, leher,
dada,paru-paru, jantung, dan tangan sebelah kiri masuk ke pembuluh balik di bawah
tulang selangka kiri. Pembuluh limfa dada merupakan tempat bermuaranya
pembuluh lemak atau pembuluh Kil. Lemak inilah yang menimbulkan cairan limfa
berwarna kuning keputihan. Disepanjang pembuluh limfa terdapat kelenjar-kelenjar
limfa tau nodus yang berfungsi menyaring kuman.

2.3 ETIOLOGI FILARIASIS

Etiologi filariasis adalah nematoda famili Filariidae dengan nyamuk atau lalat
sebagai vektornya. Terdapat 8 spesies nematoda filaria yang menyebabkan filariasis
pada manusia. Masing-masing spesies menyebabkan manifestasi filariasis yang
berbeda-beda, yaitu filariasis limfatik, onchocerciasis, loiasis, dan mansonelliasis.
1. Filariasis limfatik disebabkan oleh nematodaWuchereria bancrofti, Brugia malayi,
dan Brugia timori, dengan nyamuk Aedes, Anopheles, Culex, Mansonia, dan
Ochlerotatus sebagai vektornya.
2. Onchocerciasis disebabkan oleh nematoda Onchocerca volvulus,dengan vektor
lalat hitam.
3. Loiasis disebabkan oleh nematoda Loa loa, dengan vektor lalat Chrysops
silaceadan Chrysops dimidiata
4. Mansonelliasis disebabkan oleh nematoda Mansonella streptocerca, Mansonella
perstans, dan Mansonella ozzardi, dengan vektor lalat Culicoides dan Simulium

Siklus Hidup Filaria

Siklus hidup cacing filaria terdiri dari 5 tahap perkembangan yang terjadi di
dalam tubuh host maupun vektor. Cacing dewasa betina akan memproduksi ribuan
larva tahap I (mikrofilaria) yang kemudian akan ditelan oleh vektor serangga.
Beberapa mikrofilaria beredar di sirkulasi perifer pada waktu sirkadian harian
tertentu. Sama halnya dengan vektor anthropod (nyamuk atau lalat) yang juga
memiliki ritme sirkadian untuk makan atau menggigit.
Dalam tubuh vektor, mikrofilaria berkembang hingga menjadi larva tahap III
yang kemudian akan masuk ke dalam tubuh host (manusia) saat periode makan
vektor. Dalam tubuh manusia, larva tahap III akan berkembang hingga menjadi
cacing dewasa yang kemudian akan menetap dan menimbulkan manifestasi di
jaringan subkutan, pembuluh limfatik, atau kavum peritoneal, pleura, dan perikardial
tergantung spesies nematoda filaria yang menginfeksi. Beberapa nematoda filaria
mengandung bakteri endosimbiotik Wolbachia yang membantu reproduksi dan
ketahanan hidup nematoda.

Faktor Risiko

Individu yang tinggal di daerah endemi beriklim tropis atau subtropis dalam
jangka waktu yang lama memiliki risiko tinggi mengalami filariasis. Pendatang atau
turis yang mengunjungi daerah endemi dalam waktu singkat memiliki risiko yang
sangat rendah. Hal ini terjadi karena diperlukan ratusan hingga ribuan paparan vektor
(berkali-kali) untuk bisa menimbulkan manifestasi.
Individu yang tinggal di daerah yang dekat sungai atau bekerja di daerah
agrikultur di pedesaan berisiko terpapar lalat Simulium yang merupakan vektor
onchocerciasis. Individu yang tinggal di hutan hujan terutama di daerah endemi,
berisiko terpapar lalat Chrysops yang merupakan vektor loiasis.

2.4 FAKTOR PENCETUS FILARIASIS

Filariasis disebabkan oleh cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan nyamuk
dari genus Anopheles, Culex, atau Aedes. Nyamuk ini biasanya terinfeksi saat
menggigit orang yang sudah terinfeksi cacing filaria. Infeksi filariasis dapat terjadi
pada orang yang tinggal atau bepergian ke daerah yang endemik filariasis, yaitu
daerah yang memiliki nyamuk pembawa cacing filaria. Faktor risiko lain yang dapat
meningkatkan kemungkinan seseorang terinfeksi filariasis antara lain:
1. Tidak menggunakan perlindungan dari gigitan nyamuk seperti kelambu
atau insektisida
2. Tinggal atau bekerja di daerah yang memiliki kepadatan populasi nyamuk
yang tinggi
3. Kurangnya sanitasi dan kebersihan lingkungan yang dapat menyebabkan
berkembangbiaknya nyamuk
4. Imunitas yang lemah atau sistem kekebalan tubuh yang terganggu
5. Kondisi lingkungan yang memfasilitasi penyebaran penyakit seperti banjir,
genangan air, atau situasi bencana alam
6. Tidak menjalankan upaya pencegahan seperti pengobatan massal atau
terapi preventif dengan obat-obatan antifilaria.

2.5 TANDA DAN GEJALA FILARIASIS

Tanda dan gejala penyakit filariasis bervariasi tergantung pada jenis cacing filaria
yang menyebabkan infeksi, jumlah cacing yang terinfeksi, dan seberapa lama
seseorang telah terinfeksi. Beberapa orang mungkin tidak mengalami gejala sama
sekali.

Namun, pada beberapa kasus, orang yang terinfeksi dengan cacing filaria dapat
mengalami gejala berikut:

1. Pembengkakan pada kaki, kaki bagian bawah, lengan, skrotum, atau area genital
lainnya. Pembengkakan ini disebut sebagai elefantiasis.
2. Nyeri pada bagian yang membengkak.
3. Kulit yang mengeras dan lebih tebal pada area yang terkena pembengkakan.
4. Demam, sakit kepala, dan rasa sakit pada otot dan sendi.
5. Ruam pada kulit.
6. Pembesaran kelenjar getah bening.
7. Keluhan pada saluran pernapasan, seperti batuk atau sesak napas.
8. Pembengkakan pada skrotum yang disebut dengan hydrocele.
9. Gangguan pada sistem limfatik dan pembuluh darah, yang dapat menyebabkan
perubahan warna kulit dan kuku.
10. Keluhan pada sistem pencernaan, seperti diare, mual, muntah, atau sakit perut.

Gejala-gejala ini dapat muncul dalam beberapa bulan atau bertahun-tahun setelah
seseorang terinfeksi dengan cacing filaria.

2.6 PATOFISIOLOGI FILARIASIS

Filariasis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh cacing parasit yang
disebut filaria. Cacing ini ditularkanalui gigitan nyamuk yang terinfeksi. Setelah
digigit, cacing tersebut akan berkembang biak di dalam tubuh manusia dan
menyebabkan berbagai gejala klinis. Patofisiologi penyakit filariasis melibatkan
beberapa tahap. Pertama, saat nyamuk menggigit manusia yang terinfeksi, larva
cacing akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan tersebut. Kemudian, larva ini akan
berkembang biak menjadi bentuk dewasa di dalam sistem limfatik manusia. Cacing
dewasa ini dapat mengganggu aliran limfatik, menyebabkan pembengkakan pada
kaki, lengan, atau organ lainnya. Mereka juga dapat menyebabkan peradangan dan
kerusakan jaringan di sekitar area yang terinfeksi.
Selain itu, cacing filaria juga mengeluarkan mikrofilaria, yaitu bentuk larva yang
dapat ditemukan dalam darah manusia yang terinfeksi. Nyamuk yang menggigit
manusia ini kemudian dapat menularkan mikrofilaria ke orang lain, sehingga
menyebabkan penyebaran penyakit Penting untuk diingat bahwa tidak semua orang
terinfeksi filariasis akan mengalami gejala. Beberapa orang mungkin terinfeksi tanpa
menunjukkan tanda-tanda penyakit. Namun, bagi mereka yang mengalami gejala,
pengobatan yang tepat dan pencegahan gigitan nyamuk yang efektif sangat penting.
Patofisiologi penyakit filariasis melibatkan beberapa tahap. Pertama, saat nyamuk
menggigit manusia yang terinfeksi, larva cacing akan masuk ke dalam tubuh melalui
gigitan tersebut. Kemudian, larva ini akan berkembang biak menjadi bentuk dewasa
di dalam sistem limfatik manusia. Cacing dewasa ini dapat mengganggu aliran
limfatik, menyebabkan pembengkakan pada kaki, lengan, atau organ lainnya. Mereka
juga dapat menyebabkan peradangan dan kerusakan jaringan di sekitar area yang
terinfeksi.
Selain itu, cacing filaria juga mengeluarkan mikrofilaria, yaitu bentuk larva yang
dapat ditemukan dalam darah manusia yang terinfeksi. Nyamuk yang menggigit
manusia ini kemudian dapat menularkan mikrofilaria ke orang lain, sehingga
menyebabkan penyebaran penyakit. Penting untuk diingat bahwa tidak semua orang
terinfeksi filariasis akan mengalami gejala. Beberapa orang mungkin terinfeksi tanpa
menunjukkan tanda-tanda penyakit. Namun, bagi mereka yang mengalami gejala,
pengobatan yang tepat dan pencegahan gigitan nyamuk yang efektif sangat penting.

2.7 PENATALAKSANAAN FILARIASIS

1. Monoinfeksi
Diethylcarbamazine (DEC) oral merupakan terapi pilihan untuk monoinfeksi filariasis
limfatik. Dosis DEC sebagai monoterapi filariasis limfatik untuk dewasa dan anak
usia >18 tahun yaitu 6 mg/kg/hari selama 12 hari. Alternatif terapi monoinfeksi
filariasis limfatik lain yang dapat digunakan yaitu kombinasi DEC 6 mg/kg/hari
selama 12 hari dengan doxycycline 200 mg sekali sehari selama 6 minggu, atau
doxycycline 200 mg sekali sehari selama 23 hari dilanjutkan kombinasi doxycycline
200 mg sekali sehari dengan albendazole 200 mg 2 kali sehari selama 7 hari. Semua
regimen terapi diberikan peroral.
2. Koinfeksi Onchocerciasis
Pada pasien filariasis limfatik dengan koinfeksi onchocerciasis, terapi yang
direkomendasikan adalah ivermectin 150 µm/kg sebagai dosis tunggal, kemudian
dilanjutkan dengan terapi DEC 1 bulan setelah pemberian ivermectin. Alternatif lain
dapat diberikan doxycycline 200 mg sekali sehari selama 6 minggu dilanjutkan
ivermectin 150 µm/kg sebagai dosis tunggal. DEC tidak boleh diberikan sebagai
terapi tunggal pada pasien filariasis limfatik dengan koinfeksi onchocerciasis karena
dapat meningkatkan risiko eksaserbasi berat reaksi Mazzotti di mata dan kulit.
3. Koinfeksi Loiasis
Pada pasien filariasis limfatik dengan koinfeksi Loiasis yang memiliki kadar
mikrofilaria >2500/ml, terapi yang direkomendasikan adalah albendazole 200 mg 2
kali sehari selama 3 minggu. DEC tidak digunakan pada pasien ini karena dapat
menyebabkan ensefalopati, gagal ginjal, hingga kematian.
4. Penanganan Limfedema
Pada pasien dengan limfedema, tata laksana suportif dapat dilakukan seperti mencuci
ekstremitas yang terinfeksi dengan sabun dan air mengalir secara rutin, istirahat
cukup, elevasi ekstremitas, latihan untuk meningkatkan aliran limfatik pada
ekstremitas yang terinfeksi, menggunakan sepatu yang nyaman, menggunakan
balutan (bandage) kompresif, dan kompresi pneumatik
5. Manfaat terapi DEC pada kasus dimana sudah terjadi limfedema ataupun elefantiasis
diragukan, karena pada limfedema sudah tidak terjadi infeksi aktif oleh cacing filaria
dan hasil laboratorium umumnya negatif. Steroid dapat diberikan untuk melunakkan
dan mengurangi pembengkakan jaringan limfedema. Antibiotik dan antijamur topikal
dapat diberikan untuk mencegah munculnya limfangitis.
6. Bedah eksisi atau hidrokelektomi dapat dilakukan pada kasus hidrokel besar dan
elefantiasis skrotum. Sedangkan pada kasus elefantiasis ekstremitas, rekonstruksi
jarang berhasil, juga membutuhkan prosedur yang lebih kompleks serta skin grafting.

Kegiatan pemberantasan nyamuk terdiri atas:

1. Pemberantasan nyamuk dewasaa.


a. Anopheles : residual indoor spraying
b. Aedes : aerial spraying
2. Pemberantasan jentik nyamuka.
a. Anopheles : Abate 1%
b. Culex : minyak tanah
c. Mansonia : melenyapkan tanaman air tempat perindukan, mengeringkan rawa
dan saluranair
3. Mencegah gigitan nyamuka.
a. Menggunakan kawat nyamuk/kelambu b
b. Menggunakan repellent

Penyuluhan tentang penyakit filariasis dan penanggulangannya perlu dilaksanakan


sehingga terbentuk sikap dan perilaku yang baik untuk menunjang penanggulangan
filariasis. Sasaran penyuluhan adalah penderita filariasis beserta keluarga dan seluruh
penduduk daerah endemis, dengan harapan bahwa penderita dengan gejala klinik
filariasis segera memeriksakan diri ke Puskesmas, bersedia diperiksa darah kapiler
jari dan minum obat DEC secara lengkap dan teratur serta menghindarkan diri dari
gigitan nyamuk. Evaluasi hasil pemberantasan dilakukansetelah 5 tahun, dengan
melakukan pemeriksaan vektor dan pemeriksaan darah tepi untuk deteksimikrofilaria.

2.8 KOMPLIKASI FILARIASIS

1. Cacat menetap pada bagian tubuh yang terkena


2. Elephantiasis tungkaic
3. Limfedema : Infeksi Wuchereria mengenai kaki dan lengan, skrotum, penis,vulva
vaginadan payudara
4. Hidrokel (40-50% kasus), adenolimfangitis pada saluran limfe testis berulang:
pecahnya tunika vaginalisHidrokel adalah penumpukan cairan yang berlebihan di
antaralapisan parietalis dan viseralis tunika vaginalis. Dalam keadaan normal,
cairan yang berada di dalam rongga itu memang adadan berada dalam
keseimbangan antara produksi dan reabsorbsi olehsistem limfatik di sekitarnya.
5. Kiluria : kencing seperti susu karena bocornya atau pecahnya saluran limfe oleh
cacing dewasa yang menyebabkan masuknya cairan limfe ke dalam saluran
kemih.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN FILARIASIS

2.1 Pengkajian

a. Riwayat kesehatan
Jenis infeksi sering memberikan petunjuk pertama karena sifat kelainan imun.
Cacing filariasismenginfeksi manusia melalui gigitan nyamuk infektif yang
mengandung larva stadium III. Gejala yang timbul berupa demam berulang-ulang
3-5 hari, demam ini dapat hilang pada saatistirahat dan muncul lagi setelah
bekerja berat.
b. Aktifitas / Istirahat
Gejala : Mudah lelah, intoleransi aktivitas, perubahan pola tidur.
Tanda : Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi aktivitas
(Perubahan TD,frekuensi jantung)
c. Sirkulasi
Tanda : Perubahan TD, menurunnya volume nadi perifer, perpanjangan pengisian
kapiler.
d. Integritas dan Ego
Gejala : Stress berhubungan dengan perubahan fisik, mengkuatirkan penampilan,
putus asa,dan sebagainya.
Tanda : Mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri, marah.
e. Integumen
Tanda : Kering, gatal, lesi, bernanah, bengkak, turgor jelek.
f. Makanan / Cairan
Gejala : Anoreksia, permeabilitas cairan
Tanda : Turgor kulit buruk, edema.
g. Hygiene
Gejala : Tidak dapat menyelesaikan AKS
Tanda : Penampilan tidak rapi, kurang perawatan diri.
h. Neurosensoris
Gejala : Pusing, perubahan status mental, kerusakan status indera peraba,
kelemahan otot.
Tanda : Ansietas, refleks tidak normal.
i. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Nyeri umum / local, rasa terbakar, sakit kepala.
Tanda : Bengkak, penurunan rentang gerak.
j. Keamanan
Gejala : Riwayat jatuh, panas dan perih, luka, penyakit defisiensi imun, demam
berulang, berkeringat malam.
Tanda : Perubahan integritas kulit, pelebaran kelenjar limfe
k. Seksualitas
Gejala : Menurunnya libido
Tanda : Pembengkakan daerah skrotalis
l. Interaksi Sosial
Gejala : Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis, isolasi, kesepian.
Tanda : Perubahan interaksi, harga diri rendah, menarik diri.
m. Pemeriksaan diagnostic
Menggunakan sediaan darah malam, diagnosis praktis juga dapat menggunakan
ELISA dan rapidtest dengan teknik imunokromatografik assay. Jika pasien sudah
terdeteksi kuat telah mengalamifilariasis limfatik, penggunaan USG Doppler
diperlukan untuk mendeteksi pengerakan cacingdewasa di tali sperma pria atau
kelenjer mamae wanita

2.2 Diagnosa Keperawatan

1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan peradangan pada kelenjar getah


bening
2. Nyeri berhubungan dengan pembengkakan kelenjar limfe
3. Kurang pengetahuan berhubungan inefektif informas
4. Mobilitas fisik terganggu berhubungan dengan pembengkakan pada anggota
tubuh
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan bakteri, defisit imun, lesi pada
kulit
6. Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan fisik

2.3 Intervensi Keperawatan

1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan peradangan pada kelenjar getah


bening
Rasional
a. Berikan kompres pada daerah frontalis dan axial
Mempengaruhi pusat pengaturan suhu di hipotalamus, mengurangi panas
tubuh yangmengakibatkan darah vasokonstriksi sehingga pengeluaran panas
secara konduksi.
b. Monitor vital sign, terutama suhu tubuh
Untuk mengetahui kemungkinan perubahan tanda-tanda vital.
c. Pantau suhu lingkungan dan modifikasi lingkungan sesuai kebutuhan,
misalnya sediakanselimut yang tipis
Dapat membantu dalam mempertahankan / menstabilkan suhu tubuh pasien.
d. Anjurkan kien untuk banyak minum air putih
Diharapkan keseimbangan cairan tubuh dapat terpenuhi.
e. Anjurkan klien memakai pakaian tipis dan menyerap keringat jika panas
tinggi
Dengan pakaian tipis dan menyerap keringat maka akan mengurangi
penguapan.
f. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi pengobatan (anti
piretik).
Diharapkan dapat menurunkan panas dan mengurangi infeksi.

2. Nyeri berhubungan dengan pembengkakan kelenjar limfe


a. Berikan tindakan kenyamanan (pijatan / atur posisi), ajarkan teknik relaksasi.
Rasional : Meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian dapat
meningkatkankoping.
b. Observasi nyeri (kualitas, intensitas, durasi dan frekuensi nyeri).
Rasional : Menentukan intervensi selanjutnya dalam mengatasi nyeri
c. Anjurkan pasien untuk melaporkan dengan segera apabila ada nyeri
Rasional : Nyeri berat dapat menyebabkan syok dengan merangsang sistem
syaraf simpatis,mengakibatkan kerusakan lanjutan
d. Alihkan perhatian klien dari nyeri yang dialami
Rasinal : Untuk Mengatasi nyeri
e. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi pengobatan (obat
anelgetik
Diberikan untuk menghilangkan nyeri.

3. Kurang pengetahuan berhubungan inefektif informasi


a. Kaji apakah klien memahami dan mengerti tentang penyakitnya
Rasional : Klien memperoleh informasi untuk dapat melakukan pengobatan
secara mandiri
b. Jaga agar klien mendapatkan informasi yang benar, memperbaiki kesalahan
konsepsi/informasiKlien dapat informasi yang benar dari perawat untuk dapat
merasakan manfaat penanganannya lebih baik
c. Nasehati klien agar selalu menjaga hygiene pribadi juga lingkungan
Rasional : Dengan terjaganya hygiene, tidak memperparah komplikasi yang
timbul

4. Mobilitas fisik terganggu berhubungan dengan pembengkakan pada anggota


tubuh
Intervensi
a. Lakukan Retang Pergerakan Sendi (RPS)
Rasional : Meningkatkan kekuatan otot dan mencegah kekakuan sendi
b. Tingkatkan tirah baring / duduk
Rasional : Meningkatkan istirahat dan ketenangan, menyediakan enegi untuk
penyembuhan
c. Berikan lingkungan yang tenang
Rasional : tirah baring lama dapat meningkatkan kemampuan
d. Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi
Rasional : Menetapkan kemampuan / kebutuhan pasien dan memudahkan
pilihan intervensi
e. Observasi ukuran diameter pada tungkai kaki klien
Rasional : untuk mengetahui perubahan ukuran pada tungkai kaki klien

5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan bakteri, defisit imun, lesi pada
kulit
Intervensi
a. Ubah posisi tempat tidur dan kursi sesering mungkin
Rasional : Mengurangi resiko abrasi kulit dan penurunan tekanan yang dapat
menyebabkankerusakan aliran darah seluler
b. Gunakan pelindungan kaki, bantalan busa atau air pada waktu berada di
tempat tidur dan padawaktu duduk dikursi
Rasional : Tingkatkan sirkulasi darah pada permukaan kulit untuk mengurangi
panas ataukelembaban
c. Periksa permukaan kulit kaki yang bengkak secara rutin
Rasional : Kerusakan kulit dapat terjadi dengan cepat pada daerah yang
bereksiko yang terinfeksidan nekrotik
d. Anjurkan pasien untuk melakukan rentang gerak
Rasional : Meningkatkan sirkulasi dan meningkatkan partisipasi pasien
e. Kolaborasi: Rujuk pada ahli kulit. Meningkatkan sirkulasi dan mencegah
terjadinya decubitus
Rasional :Mungkin membutuhkan perawatan professional untuk masalah yang
dialami

2.4 Implementasi

Tindakan keperawatan dilaksanakan berdasarkan intervensi yang telah


direncanakan sesuai kondisi pasien.

2.5 Evaluasi

Capaian yang diharapkan untuk keperawatan filariasis adalah sebagai berikut:


1. Suhu tubuh pasien dalam batas normal
2. Mengurangi rasa nyeri pada pasien
3. HDR pasien tidak rendah
4. Menunjukan prilaku yang mampu kembali melakukan aktivitas
5. Mempertahankan keutuhan kulit, lesi pada kulit dapat hilang
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Filariasis adalah kelompok penyakit yang mengenai manusia dan binatang yang
disebabkan oleh parasit kelompok nematode yang disebut filaridae., dimana cacing
dewasanya hidup dalamcairan san saluran limfe, jaringan ikat di bawah kulit dan dalam
rongga badan. Cacing dewasa betina mengeluarkan mikrofilaria yang dapat ditemukan dalam
darah, hidrokel, kulit sesuaidengan sefat masing-masing spesiesnya.Penyakit filariasis
banayak ditemukan di berbagai negara tropik dan subtropik, termasukIndonesia. Prevalensi
tidak banyak berbeda menurut jenis kelamin, usia maupun ras.
Penyakit filariasis dapat disebabkan oleh berbagai macam spesies, sehingga gambaran
klinisnya spesifik untuk masing-masing spesies, misalnya bentuk limfatik biasanya
digunakan sebagai tanda bahwa penyakit tersebut disebabkan oleh Wuchereria bancrofti,
Brugia malayi, dan Brugiatimori, dimana parasit dapat menyumbat saluran limfe dengan
manifestasi terbentuknyaelefantiasis, sedangkan Loa loa ditandai dengan calabar swelling.
Onchocerca volvulus menyebabkan kebutaan dan pruritus pada kulit.Diagnosis penyakit ini
dengan ditemukannya mikrofilaria dalam darah, sedangkan bila tidakditemukan mikrofilaria
maka diagnosis dapat berdasarkan riwayat asal penderita, biopsi kelenjar limfe, dan
pemeriksaan serologis.

3.2 Saran

Demikianlah makalah ini yang penulis susun dengan penuh keikhlasan. Diharapkan
dengan adanya makalah opini mahasiswa dapat menambah wawasan mengenai penyakit
Filariasis.Selain itu mahasiswa juga mampu memahami secara teoritis mengenai penyakit ini
serta mampumembuat asuhan keperawtan tentang kasus Filariasis.
Semoga dengan adanya makalah ini dapat menambah referensi akademik untuk
melengkapi bahan pembelajaran dan motivasi mahasiswa untuk mengetahui lebih banyak
lagi tentang penyakit Filariasis
DAFTAR PUSTAKA

https://www.studocu.com/id/document/universitas-sam-ratulangi/keperawatan-onkologi/kep-onkologi-
askep-pada-klien-filariasis/46349124
https://www.alomedika.com/penyakit/penyakit-infeksi/filariasis/penatalaksanaan
Depkes RI. Filariasis di Indonesia. Buletin Jendela Epidemiologi Volume 1. Jakarta: Direktorat Jenderal
PP & PL; 2010.
Kemenkes RI. Menuju Eliminasi Filariasis 2020. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementrian
Kesehatan RI; 2015

Anda mungkin juga menyukai