Anda di halaman 1dari 65

1

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN FILARIASIS DAN


MALARIA

“Sebagai salah satu syarat untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah KMB (Keperawatan
Medikal Bedah”
Dosen Pengampuh : Ns. Maulida Sari,.S.Kep,.M.Kep

DISUSUN OLEH KELOMPOK 2 :


1. HABIB AFADIL (13404221007)
2. IMELDA RESFIADONA (13404221043)
3. JUMIRA MARINI ((13404221011)
4. RISMA YATI (13404221011)
5. SALWA AFIDAH (13404221071)
6. HENI ANISYA (13404221041)
7. NUR INTAN WULANDIRI (13404221017)

AKADEMI KEPERAWATAN KESDAM ISKANDAR MUDA


LHOKSEUMAWE
PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN
T.A 2022/202

1
2

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan karunia-
Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Ucapan terima kasih kami
sampaikan kepada dosen yang telah memberikan penugasan ini, sehingga kami dapat
memahami lebih mendalam mengenai mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah terkait
“Asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosa filariasis”.
Makalah ini diajukan guna memenuhi salah satu tugas Keeprawatan medikal Bedah 3. Kami
menyadari banyak sekali keterbatasan dalam penyusunan makalah ini, sehingga kritik dan
saran yang membangun sangat diharapkan guna perbaikan dimasa mendatang.
Oleh karena itu kami mengharapkan pembenahan pikiran, saran, dan kritikan yang
konstruktif demi kesempurnaan penyusunan makalah selanjutnya. Semoga dengan makalah
yang sederhana ini dapat memenuhi harapan kita semua dan memberikan manfaat sehingga
dapat menambah ilmu pengetahuan.
Lhoukseumawe,11 Oktober 2022

Penyusun

2
3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................3
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN FILARIASIS...............................................................................5
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN MALARIA..........................................................................44

3
4

4
5

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN FILARIASIS

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan professional yang merupakan bagian integral
dari pelayanan kesehatan yang didasarkan ilmu dan kiat keperawatan yang berbentuk
pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif serta ditujukan kepada individu
keluarga masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencangkup seluruh siklus kehidupan
manusia. Pelayanan keperawatan dilakukan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan,
pencegahan penyakit, penyembuhan serta pemeliharaan kesehatan dengan penekanan serta
pemeliharaan kesehatan khususnya pada klien (Perry, Potter. 2005)

Filariasis atau yang dikenal dengan penyakit kaki gajah mulai ramai diberitakan sejak akhir
tahun 2009, akibat terjadinya kematian pada beberapa orang. Sebenarnya penyakit ini sudah
mulai dikenal sejak 1500 tahun oleh masyarakat, dan mulai diselidik lebih mendalam ditahun
1800 untuk mengetahui penyebaran, gejala serta upaya mengatasinya.
Baru ditahun 1970, obat yang lebih tepat untuk mengobati filarial ditemukan. Rubrik ini
berusaha menjelaskan mengapa hal tersebut dapat terjadi dan mengapa penanggulangan
Penyakit Kaki Gajah harus segera dilaksanakan. Penyakit filaria yang disebabkan oleh cacing
khusus cukup banyak ditemui di negeri ini dan cacing yang paling ganas ialah Wuchereria
bancrofti, Brugia, malayi, Brugia timori, Penelitian di Indonesia menemukan bahwa cacing
jenis Brugia dan Wuchereria merupakan jenis terbanyak yang ditemukan di Indonesia,
sementara cacing jenis Brugia timori hanya didapatkan di Nusa Tenggara Timur, khususnya
di pulau Timor.
Di dunia, penyakit ini diperkirakan mengenai sekitar 115 juta manusia, terutama di Asia
Pasifik, Afrika, Amerika Selatan dan kepulauan Karibia. Penularan cacing Filaria terjadi
melalui nyamuk dengan periodisitas subperiodik (kapan saja terdapat di darah tepi)
ditemukan di Indonesia sebagian besar lainnya memiliki periodisitas nokturnal dengan
nyamuk Culex, nyamuk Aedes dan pada jenis nyamuk Anopheles. Nyamuk Culex juga
biasanya ditemukan di daerah-daerah urban, sedangkan Nyamuk Aedes dan Anopheles dapat
ditemukan di daerah-daerah rural. (riyanto,harun.2010)

5
6

Filariasis merupakan penyakit menular (penyakit kaki gajah) yang disebabkan oleh cacing
filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk.penyakit ini bersifat menahun, Dan bila
tidak dapat pengobatan daapt menimbulakan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan,
dan alat kelamin, baik perempuan maupun laki-laki. Akibatnya penderita tidak dapat bekerja
secara optimal bahkan hidupnya tergantung kepada orang lain sehinggamenjadi beban
keluarga. Berdasarkan laporan dari hasil survey pada tahun 2000 yang lalu tercatat sebanyak
1553 desa di 647 puskesmas tersebar di 231 kabupaten sebagai lokasi endemis, dengan
jumlah kasus kronis 6233 orang. Hasil survay laboratorium, melalui pemeriksaan darah jari,
rata-rata mikrofilaria rate (Mf Rate) 3,1%berarti sekitar 6 juta orang sudah terinfeksi cacing
filaria dan sekitar 100 juta orang memepunyai resiko tinggi untuk ketularan karena nyamuk
penularannya tersebar luas.
Untuk memberantas penyakit ini sampai tuntas. (chairufatah,alex.2009)
WHO sudah menetapkan kesepakatan global (The Global Goal of Elimination of lympatic
filariasis as a public Health Problem by the year 2020). Program eliminasi dilaksanakan
melalui pengobatan misal dengan DEC dan albendazol setahun sekali selama 5 tahun di
lokasi yang endemis dan perawatan kasus klinis baik yang akut maupun kronis untuk
mencegah kecacatan dan mengurangi penderitanya. Indonesia akan melaksanakan eliminasi
penyakit gajah secara berthap dimulai pada tahun 2002 di 5 kabupaten percontohan.
Perluasan wilayah akan dilaksanakan 5 tahun.
Dari uraian diatas dapat kita simpulkan penyakit filariasis adalah penyakit endemis yang apa
tidak ditangani secara cepat akan memperluas penyebaran dan penularannya kepada manusia.
Oleh karena itu kita perlu mengetahui apa itu filariasis, serta hal-hal yang terkait dengannya.
Berdasarkan paparan dari fakta inilah maka kami selaku penulis tertarik untuk membahas
kasus mengenai penyakit filariasis ini dan sebagai pemenuhan tugas pada blok sistem imun
dan hematologi. (riyanto, harun.2005)

B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah yang diangkat pada makalah ini adalah bagaimana pelaksanaan
asuhan keperawatan pada pasien dengan filariasis.

C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami konsep dan melaksanakan Asuhan Keperawatan pada Pasien
dengan Penyakit Filariasis.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan penyakit filariasis.
b. Mahasiswa mampu menganalisa data sesuai dengan pengkajian pada pasien dengan
penyakit filariasis.
c. Mahasiswa mampu membuat diagnosa keperawatan pada pasien dengan penyakit filariasis.
d. Mahasiswa mampu membuat rencana Asuhan Keperawatan pada pasien dengan penyakit
filariasis.
e. Mahasiswa mampu melakukan Implementasi Asuhan Keperawatan pada pasien dengan
penyakit filariasis.
f. Mahasiswa mampu mengevaluasi intervensi keperawatan yang telah dilakukan pada pasien
dengan penyakit filariasis.

6
7

D. MANFAAT
1. Bagi Mahasiswa
Sebagai referensi awal dalam melaksanakan asuhan keperawatan dengan kasus filariasis.
2. Bagi Akademik
a. Sebagai referensi tambahan dalam proses pembelajaran khususnya blok imun dan
hematologi.
b. Sebagai motivasi awal untuk melakukan penelitian khususnya dalam sistem imun dan
hematologi

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM IMUN DAN HEMATOLOGI


1. Anatomi Sistem Imun dan Hematologi

a. Timus
Kelenjar timus terletak di belakang tulang dada. Pada masa anak-anak bentuknya sangat
besar dan akan mengkerut menjadi seperempatnya dari bentuk aslinya pada masa puber.
Kelenjar ini mengatur daya tahan tubuh terhadap penyakit. Pada orang dewasa sel T dibentuk
dalam sumsum tulang akan tetapi proliferasi dan diferensiasi terjadi dalam kelenjar timus. 90-
95% dari seluruh sel timus akan mati dan hanya 5-10% menjadi matang dan meninggalkan
timus masuk kedalam sirkulasi darah. Hormon timosin dapat ditemukan dalam peredaran
darah dan dapt berperan terhadap diferensiasi sel T di perifer.(radji,maksum.2010)
Menurut pengamatan biologis, timus tampak seperti organ biasa tanpa suatu fungsi khusus.
Namun demikian, jika dikaji secara rinci, pekerjaannya sangatlah menakjubkan. Di dalam
timuslah limfosit mendapat semacam pelatihan.
Pelatihan berupa transfer informasi, yang dapat dilaksanakan terhadap makhluk hidup yang
memiliki tingkat kecerdasan tertentu. Jadi ada suatu poin penting yang perlu disebutkan di
sini. Yang memberikan pelatihan adalah segumpal daging, yaitu timus, dan yang
menerimanya adalah suatu sel yang amat kecil. Menurut analisis terakhir, keduanya adalah
makhluk hidup yang tidak memiliki kesadaran akan hal ini. .(yahya,harun.2011)
Di akhir, limfosit dilengkapi dengan kumpulan informasi yang sangat penting. Mereka
mempelajari cara mengenali karakteristik khusus sel tubuh. Dapat dikatakan bahwa limfosit
diajarkan mengenai identitas sel-sel di dalam tubuh. Terakhir, sel-sel limfosit meninggalkan
timus dengan bermuatan informasi. Dengan demikian, ketika limfosit bekerja dalam tubuh,
mereka tidak menyerang sel-sel yang identitasnya pernah diajarkan, melainkan hanya
menyerang dan membinasakan sel-sel lainnya yang bersifat asing. .(yahya,harun.2011)
Selama bertahun-tahun timus dianggap sebagai organ vestigial atau organ yang belum
berkembang sempurna dan oleh para ilmuwan evolusionis dimanfaatkan sebagai bukti
evolusi. Namun demikian, pada tahun-tahun belakangan ini, telah terungkap bahwa organ ini
merupakan sumber dari sistem pertahanan kita. Setelah hal ini dipahami, para evolusionis itu
beralih mengemukakan teori yang sangat berlawanan mengenai organ yang sama. Mereka
mengklaim bahwa timus tidak eksis sebelumnya, dan berasal dari evolusi yang bertahap.

7
8

Mereka masih tetap mengatakan bahwa timus terbentuk melalui periode evolusi yang lebih
panjang dibanding banyak organ lainnya. Akan tetapi, tanpa timus, atau tanpa timus yang
telah tumbuh dan berkembang sempurna, sel-sel T tidak akan pernah belajar mengenali
musuh, dan sistem pertahanan tidak akan berfungsi. Seseorang tanpa sistem pertahanan tidak
akan hidup.(yahya,harun.2011)

b. Sumsum tulang
Didalam sumsum tulang semua sel darah berasal dari satu jenis sel yang disebut sel induk.
Jika sel induk membelah yang pertama kali dibentuk adalah sel darah merah yang belun
matang dan sel darah putih atau sel yang membentuk trombosit.. kemudian jika sel imatur
membelah akan menjadi matang dan pada akhirnya menjadi sel darh merah, sel darah putih
atau trombosit.(radji,maksum.2010)
Kecepatan pembentukan sel darah dikendalikan sesuai dengan kebutuhan tubuh. Jjika
kandungan oksigen dalam jaringan tubuh atau jumlah sel darah merah berkurang ginjal akan
menghasilkan dan melepaskan eritropoetin. Sumsum tulang memebentuk dan melepaskan
lebih banyak sel darah putih sebagai respon terhadap infeksi dan lebih banyak sel darah
merah, secara normal sumsum tulang akan memberikan respon dengan membentuk lebih
banyak retikulosit.(radji,maksum.2010)

c. Limpa
Unsur menakjubkan lainnya dari sistem pertahanan kita adalah limpa. Limpa terdiri dari dua
bagian: pulp merah dan pulp putih. Limfosit yang baru dibuat di pulp putih mula-mula
dipindahkan ke pulp merah, lalu mengikuti aliran darah. Kajian saksama mengenai tugas
yang dilaksanakan organ berwarna merah tua di bagian atas abdomen ini menying-kapkan
gambaran luar biasa. Fungsinya yang sangat sulit dan rumitlah yang membuatnya sangat
menakjubkan.
Limpa mengandung sejumlah besar makrofag (sel pembersih). Makrofag menelan dan
mencernakan sel darah merah dan sel darah lainnya yang rusak dan tua, serta bahan-bahan
lain yang dibawa darah ke limpa. Ada satu sistem daur ulang kimiawi yang sangat penting di
sini. Sel makrofag di dalam limpa mengubah protein hemoglobin, yang ditemu-kan dalam
komposisi sel darah merah yang ditelannya, menjadi bilirubin, yaitu pigmen empedu.
Kemudian bilirubin ini dikeluarkan ke sirkulasi vena dan dikirim ke hati. Dalam bentuk ini ia
dapat saja dikeluarkan dari tubuh bersama-sama empedu. Akan tetapi, molekul besi dalam
bilirubin yang akan dibuang ini merupakan bahan langka yang sangat berharga untuk tubuh.
Oleh karena itu zat besi ini diserap kembali di bagian tertentu usus halus. Dari sana, zat besi
ini mula-mula menuju ke hati lalu ke sumsum tulang. Di sini, tujuannya adalah untuk
membuang bilirubin yang merupakan bahan berbahaya, sekaligus untuk memperoleh kembali
zat besi.(yahya,harun.2011)
Keterampilan limpa tidak hanya itu. Limpa menyimpan sejumlah tertentu sel darah (sel darah
merah dan trombosit). Kata "menyimpan" mungkin menimbulkan kesan seakan ada ruang
terpisah dalam limpa yang dapat dijadikan tempat penyimpanan. Padahal limpa adalah organ
kecil yang tak memiliki tempat untuk sebuah gudang. Dalam kasus ini limpa mengembang
supaya ada tempat tersedia untuk sel darah merah dan trombosit. Limpa yang mengembang
disebabkan oleh suatu penyakit juga memungkinkan memiliki ruang penyimpanan yang lebih
besar.

8
9

Saat terjadi infeksi yang disebabkan oleh mikroba atau ada penyakit lainnya, maka tubuh
menyiapkan serangan bela diri dari musuh, men-dorong sel-sel prajurit untuk menggandakan
diri. Pada saat-saat seperti ini limpa menambah produksi limfosit dan makrofag. Jadi, limpa
juga berpartisipasi dalam "operasi darurat" yang dilancarkan saat penyakit akan
membahayakan tubuh. (yahya,harun.2011)

d. Nodus getah bening : limfa


Dalam tubuh manusia ada semacam angkatan kepolisian dan organisasi intel kepolisian yang
tersebar di seluruh tubuh. Pada sistem ini terdapat juga kantor-kantor polisi dengan polisi
penjaga, yang juga dapat menyiapkan polisi baru jika diperlukan. Sistem ini adalah sistem
limfatik dan kantor-kantor polisi adalah nodus limfa. Polisi dalam sistem ini adalah limfosit.
Sistem limfatik ini merupakan suatu keajaiban yang bekerja untuk kemanfaatan bagi umat
manusia. Sistem ini terdiri atas pembuluh limfa-tik yang terdifusi di seluruh tubuh, nodus
limfa yang terdapat di beberapa tempat tertentu pada pembuluh limfatik, limfosit yang
diproduksi oleh nodus limfa dan berpatroli di sepanjang pembuluh limfatik, serta cairan getah
bening tempat limfosit berenang di dalamnya, yang bersirkulasi dalam pembuluh limfatik.
(yahya,harun.2011)
Cara kerja sistem ini adalah sebagai berikut: Cairan getah bening dalam pembuluh limfatik
menyebar di seluruh tubuh dan berkontak dengan jaringan yang berada di sekitar pembuluh
limfatik kapiler. Cairan getah bening yang kembali ke pembuluh limfatik sesaat setelah
melaku-kan kontak ini membawa serta informasi mengenai jaringan tadi. Infor-masi ini
diteruskan ke nodus limfatik terdekat pada pembuluh limfatik. Jika pada jaringan mulai
merebak permusuhan, pengetahuan ini akan diteruskan ke nodus limfa melalui cairan getah
bening. (yahya,harun.2011)
Sistem limfatik tersusun atas serangkaian pembuluh yang menyebar keseluruh tubuh.
Pembuluh tersebut bermula dari kapiler limfa yang mengalirkan plasma tak terabsorbsi dari
rongga jaringan . kemudian bergabung menjadi pembuluh limfa, yang pada gilirannya
melintasi nodus limfa dan akhirnya mengosongkan diri ke duktus torasikus besar dan
bergabung dengan vena jugularis disisi kiri leher. Limf adalah cairan yang terdapat dalam
pembuluh limfaaliran limfa tergantung pada kontraksi intrinsik pembuluh limfa, kontraksi
otot, gerakan respirasi dan gravitasi. (smeltzer,bare,2000)
Kelenjar limfe berbentuk bulat lonjong dengan ukuran kira-kira 10-15 mm. Kelenjar limfe
yang disebut juga getah bening merupakan cairan dengan susunan lisis hampir sama dengan
plasma darah dan cairan jaringan. Perbedaannya adalah dalam cairan limfe banyak
mengandung sel limfosit, tidak mengandung CO2, mengandung sedikit O2. cairan limfe ini
berasal dari cairan jaringan yang masuk melalui proses filtrasi ke dalam saluran kapiler limfe
dan seterusnya akan masuk kedalam sistem peredaran darah melalui vena. Fungsi kelenjar
limfe adalah menaring cairan limfe dari bahan-bahan asing, pembentukan limfosit,
membentuk antibodi dan menghancurkan mikro-organisme. (radji,maksum.2010)

e. Pembuluh limfe
Darah yang meninggalkan jantung melalui arteri dan dikembalikan melalui vena dan
sebagian meninggalkan sirkulasi dikembalikan melalui saluran limfe ke dalam ruang-ruang
jarinagn. Susunan pembuluh limfe disebut juag susunan tengah karena merupakan saluran
antara darah dan jaringan dimana terdapat zat-zat koloid.

9
10

Garam elektrolit tidak dapat masuk kedalam kapiler darah akan tetapi masuk melalui kapiler-
kapiler saluran limfe. Struktur limfe serupa dengan vena kecil akan tetapi lebih banyak katup.
Pembuluh kapiler limfe yang terkecil,lebih besar daripada pembuluh kapiler darah dan terdiri
dari selapis endotelium. (radji,maksum.2010)
Pembuluh limfe mempunyai dua batang saluran yang sama yaitu :
1. Duktus torasikus atau duktus limfatikus sinistra. Duktus torasikus ini merupakan kumpulan
pembuluh limfe yang berasal dari kepala kiri, leher kiri, dada sebelah kiri, bagian perut
anggota gerak bagian bawah dan alat-alat dalam rongga perut.
2. Duktus limfatikus dekstra, menerima limfe dari pembuluh limfe yang berasal dari kepala
kanan, leher kanan, dada kanan dan lengan sebelah kanan yang bermuara pada vena kava
subklavia dektra.
Fungsi pembuluh limfe adalah mengembalikan cairan dan protein dari jaringan ke dalam
sirkulasi darah. Menyaring dan menghancurkan mikroorganismedan menghasilkan antibodi.
( radji,maksum.2010)

2. Fisiologi Sistem Imun dan Hematologi


a. Gambaran Umum
Imunitas adalah kekebalan terhadap penyakit, terutama penyakit infeksi. Imun sistem adalah
semua hal yang berperan dalam proses imun seperti sel, protein, antibodi dan
sitokin/kemokin.Fungsi utama sistem imun adalah pertahanan terhadap infeksi mikroba,
walaupun substansi non infeksious juga dapat meningkatkan kerja sistem imun. Respon imun
adalah proses pertahanan tubuh terhadap semua bahan asing, yang terdiri dari sistem imun
non spesifik dan spesifik.
b. Imunitas Non Spesifik
Imunitas non spesifik merupakan respon awal terhadap mikroba untuk mencegah,mengontrol
dan mengeliminasi terjadinya infeksi pada host, merangsang terjadinya imunitas spesifik
untuk mengoptimalkan efektifitas kerja dan Hanya bereaksi terhadap mikroba ,bahan bahan
akibat kerusakan sel (heat shock protein) dan memberikan respon yang sama untuk infeksi
yang berulang.
c. Komponen-komponen yang Berperan dalam Sistem Imun
1) Komponen Sistem Imun Spesifik
Barier Sel Epitel
Sel epitel yang utuh merupakan barier fisik terhadap mikroba dari lingkungan dan
menghasilkan peptida yang berfungsi sebagai antibodi natural. Didalam sel epitel barier juga
terdapat sel limfosit T dan B, tetapi diversitasnya lebih rendah daripada limfosit T dan B pada
sistem imun spesifik. Sel T limfosit intraepitel akan menghasilkan sitokin, mengaktifkan
fagositosis dan selanjutnya melisiskan mikroorganisme. Sedangkan sel B limfosit intraepitel
akan menghasilkan IGM.(urrahman,zhiya.2010)
2) Neutrofil dan Makrofag
Ketika terdapat mikroba dalam tubuh, komponen pertama yang bekerja adalah neutrofil dan
makrofag dengan cara ingesti dan penghancuran terhadap mikroba tersebut. Hal ini di
karenakan makrofag dan neutrofil mempunyai reseptor di permukaannya yang bisa
mengenali bahan intraselular (DNA), endotoxin dan lipopolisakarida pada mikroba yang
selanjutnya mengaktifkan aktifitas antimikroba dan sekresi sitokin.
3) NK Sel
NK sel mampu mengenali virus dan komponel internal mikroba. NK sel di aktifasi oleh

10
11

adanya antibodi yang melingkupi sel yang terinfeksi virus, bahan intrasel mikroba dan segala
jenis sel yang tidak mempunyai MCH class I. Selanjutnya NK sel akan menghasilkan porifrin
dan granenzim untuk merangsang tterjadinya apoptosis. .(urrahman,zhiya.2010)

B. FILARIASIS

1. Definisi
Filariasis adalah suatu penyakit yang sering pada daerah subtropik dan tropik, disebabkan
oleh parasit nematoda pada pembuluh limfe. (Witagama,dedi.2009)
Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular kronik yang disebabkan sumbatan
cacing filaria di kelenjar / saluran getah bening, menimbulkan gejala klinis akut berupa
demam berulang, radang kelenjar / saluran getah bening, edema dan gejala kronik berupa
elefantiasis.
Filariasis ialah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang
ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk pada kelenjar getah bening, Penyakit ini bersifat
menahun (kronis) dan bila tidak mendapatkan pengobatan dapat menimbulkan cacat menetap
berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin baik perempuan maupun laki-laki.
(Witagama,dedi.2009)

2. Klasifikasi
Limfedema pada filariasis bancrofti biasanya mengenai seluruh tungkai. Limfedema tungkai
ini dapat dibagi menjadi 4 tingkat, yaitu:
a. Tingkat 1. Edema pitting pada tungkai yang dapat kembali normal (reversibel) bila tungkai
diangkat.
b. Tingkat 2. Pitting/ non pitting edema yang tidak dapat kembali normal (irreversibel) bila
tungkai diangkat.
c. Tingkat 3. Edema non pitting, tidak dapat kembali normal (irreversibel) bila tungkai
diangkat, kulit menjadi tebal.
d. Tingkat 4. Edema non pitting dengan jaringan fibrosis dan verukosa pada kulit
(elephantiasis). (T.Pohan,Herdiman,2009)

3. Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh 3 spesies cacing filarial : Wuchereria Bancrofti, Brugia Malayi,
Brugia Timori. cacing ini menyerupai benang dan hidup dalam tubuh manusia terutama
dalam kelenjar getah bening dan darah. infeksi cacing ini menyerang jaringan viscera, parasit
ini termasuk kedalam superfamili Filaroidea, family onchorcercidae.
Cacing ini dapat hidup dalam kelenjar getah bening manusia selama 4 - 6 tahun dan dalam
tubuh manusia cacing dewasa betina menghasilkan jutaan anak cacing (microfilaria) yang
beredar dalam darah terutama malam hari.
Penyebarannya diseluruh Indonesia baik di pedesaan maupun diperkotaan. Nyamuk
merupakan vektor filariasis Di Indonesia ada 23 spesies nyamuk yang diketahui bertindak
sebagai vektor dari genus: mansonia, culex, anopheles, aedes dan armigeres.•
- W. bancrofti perkotaan vektornya culex quinquefasciatus
- W. bancrofti pedesaan: anopheles, aedes dan armigeres
- B. malayi : mansonia spp, an.barbirostris.

11
12

- B. timori : an. barbirostris.


Mikrofilaria mempunyai periodisitas tertentu tergantung dari spesies dan tipenya.Di
Indonesia semuanya nokturna kecuali type non periodic Secara umum daur hidup ketiga
spesies sama Tersebar luas di seluruh Indonesia sesuai dengan keadaan lingkungan
habitatnya. ( Got, sawah, rawa, hutan )

ciri-ciri cacing dewasa atau makrofilaria :


- Berbentuk silindris, halus seperti benang, putih dan hidup di dalam sisitem limfe.
- Ukuran 55 – 100 mm x 0,16 mm
- Cacing jantan lebih kecil: 55 mm x 0,09 mm
- Berkembang secara ovovivipar
Mikrofilaria :
- Merupakan larva dari makrofilaria sekali keluar jumlahnya puluhan ribu
- Mempunyai sarung. 200 – 600 X 8 um
Faktor yang mempengaruhi :
- Lingkungan fisik :Iklim, Geografis, Air dan lainnnya,
- Lingkungan biologik: lingkungan Hayati yang mempengaruhi penularan; hutan, reservoir,
vector
- lingkungan social – ekonomi budaya : Pengetahuan, sikap dan perilaku, adat
Istiadat, Kebiasaan dsb,
Ekonomi: Cara Bertani, Mencari Rotan, Getah Dsb
(Witagama,dedi.2009)

a. Daur hidup filariasis


Penularan dapat terjadi apabila ada 5 unsur yaitu sumber penular (manusia dan hewan),
Parasit , Vektor, Manusia yang rentan, Lingkungan (fisik, biologik dan sosial
ekonomibudaya)
Didalam tubuh nyamuk mikrofilaria yang diisap nyamuk akan berkembang dalam otot
nyamuk.Setelah 3 hari menjadi larva L1, 6 hari menjadi larva L2, 8-10 hari untuk brugia atau
10 – 14 hari untuk wuchereria akan menjadi larva L3. Larva L3 sangat aktif dan merupakan
larva infektif.ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk (tetapi tidak seperti
malaria). Manusia merupakan hospes definitive Hampir semua dapat tertular terutama
pendatang dari daerah non-endemik Beberapa hewan dapat bertindak sebagai hospes
reservoir.
Larva infektif ( larva stadium 3 ) ditularkan ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk,
beberapa jam setelah masuk kedalam darah, larva berubah menjadi stadium 4 yang kemudian
bergerak dan menuju pembuluh dan kelenjar limfe. Sekitar 9 bulan / 1 tahun kemudian larva
ini berubah menjadi cacing dewasa jantan dan betina, cacing dewasa ini terutama tinggal di
saluran limfe aferens, terutama di saluran limfe ekstremitas bawah ( inguinal dan obturator ),
ekstremitas atas ( saluran limfe aksila ), dan untuk W.bancrofti ditambah dengan saluran
limfe di daerah genital laki-laki ( epididimidis, testis, korda spermatikus ).
Melalui kopulasi, cacing betina mengeluarkan larva stadium 1 (bentuk embrionik/mikrofilaria
) dalam jumlah banyak, dapat lebih dari 10.000 per hari. Mikrofilaria kemudian
meninggalkan cacing induknya, menembus dinding pembuluh limfe menuju ke pembuluh
darah yang berdekatan atau terbawa oleh saluran limfe masuk ke dalam sirkulasi darah
mungkin melalui duktus thoracicus, mikrofilaremia ini terutama sering ditemukan pada

12
13

malam hari antara tengah malam sampai jam 6 pagi. Pada saat siang hari hanya sedikit atau
bahkan tidak ditemukan mikrofilaremia, pada saat tersebut mikrofilaria berada di jaringan
pembuluh darah paru. Penyebab periodisitas nokturnal ini belum diketahui, namun diduga
sebagai bentuk adaptasi ekologi lokal, saat timbul mikrofilaremia pada malam hari, pada saat
itu pula kebanyakan vektor menggigit manusia. Diduga pula pH darah yang lebih rendah saat
malam hari berperan dalam terjadinya periodisitas nokturnal. Darah yang mengandung
mikrofilaria dihisap nyamuk, dan dalam tubuh nyamuk larva mengalami pertumbuhan
menjadi larva stadium 2 dan kemudian larva stadium 3 dalam waktu 10 – 12 hari. Cacing
dewasa dapat hidup sampai 20 tahun dalam tubuh manusia, rata-rata sekitar 5 tahun.
Penyebab utama filariasis limfatik adalah Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia
timori sedangkan filariasis subkutan disebabkan oleh Onchorcercia spp. Filariasis limfatik
yang disebabkan oleh W.bancrofti disebut juga sebagai Bancroftian filariasis dan yang
disebabkan oleh Brugia malayi disebut sebagai Malayan filariasis. Filariasis limfatik
ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles spp., Culex spp., Aedes spp. dan Mansonia
spp.
Filariasis limfatik merupakan penyebab utama dari kecacatan didaerah endemic sehingga
merupakan masalah kesehatan masyarakat utama
dengan penyebab utama W.bancrofti. Pada beberapa tahun belakangan terjadi peningkatan
kasus limfatik filariasis di daerah perkotaan ( urban lymphatic filariasis) yang disebabkan
oleh peningkatan populasi penderita di per-kotaan akibat urbanisasi dan tersedianya vektor di
daerah tersebut. (Witagama,dedi.2009)

Perbedaan antara W.bancrofti dan B. malayi dapat dilihat pada tabel di bawah. Perbedaan B.
timori dengan B. malayi adalah warna selubung dari B. timori adalah biru, sedangkan B.
malayi berwarna pink, selain itu terdapat pada cephalic space dimana B. timori 3:1,
sedangkan B. malayi 2:1.

4. Patofisiologi
Parasit memasuki sirkulasi saat nyamuk menghisap darah lalu parasit akan menuju pembuluh
limfa dan nodus limfa. Di pembuluh limfa terjadi perubahan dari larva stadium 3 menjadi
parasit dewasa. Cacing dewasa akan menghasilkan produk – produk yang akan menyebabkan
dilaasi dari pembuluh limfa sehingga terjadi disfungsi katup yang berakibat aliran limfa
retrograde. Akibat dari aliran retrograde tersebut maka akan terbentuk limfedema.
(Witagama,dedi.2009)
Perubahan larva stadium 3 menjadi parasit dewasa menyebabkan antigen parasit
mengaktifkan sel T terutama sel Th2 sehingga melepaskan sitokin seperti IL 1, IL 6, TNF α.
Sitokin - sitokin ini akan menstimulasi sum- sum tulang sehingga terjadi eosinofilia yang
berakibat meningkatnya mediator proinflamatori dan sitokin juga akan merangsang ekspansi
sel B klonal dan meningkatkan produksi IgE. IgE yang terbentuk akan berikatan dengan
parasit sehingga melepaskan mediator inflamasi sehingga timbul demam. Adanya eosinofilia
dan meningkatnya mediator inflamasi maka akan menyebabkan reaksi granulomatosa untuk
membunuh parasit dan terjadi kematian parasit. Parasit yang mati akan mengaktifkan reaksi
inflam dan granulomatosa. Proses penyembuhan akan meninggalkan pembuluh limfe yang
dilatasi, menebalnya dinding pembuluh limfe, fibrosis, dan kerusakan struktur. Hal ini
menyebabkan terjadi ekstravasasi cairan limfa ke interstisial yang akan menyebabkan
perjalanan yang kronis. (harun,riyanto.2010)

13
14

5. Manifestasi Klinis
Manifestasi gejala klinis filariasis disebabkan oleh cacing dewasa pada sistem limfatik
dengan konsekuensi limfangitis dan limfadenitis. Selain itu, juga oleh reaksi hipersensitivitas
dengan gejala klinis yang disebut occult filariasis.
Dalam proses perjalanan penyakit, filariasis bermula dengan limfangitis dan limfadenitis akut
berulang dan berakhir dengan terjadinya obstruksi menahun dari sistem limfatik. Perjalanan
penyakit berbatas kurang jelas dari satu stadium ke stadium berikutnya, tetapi bila diurutkan
dari masa inkubasi dapat dibagi menjadi:
1. Masa prepaten
Merupakan masa antara masuknya larva infektif sampai terjadinya mikrofilaremia yang
memerlukan waktu kira-kira 3¬7 bulan. Hanya sebagian tdari penduduk di daerah endemik
yang menjadi mikrofilaremik, dan dari kelompok mikrofilaremik inipun tidak semua
kemudian menunjukkan gejala klinis. Terlihat bahwa kelompok ini termasuk kelompok yang
asimtomatik baik mikrofilaremik ataupun amikrofilaremik.
2. Masa inkubasi
Merupakan masa antara masuknya larva infektif hingga munculnya gejala klinis yang
biasanya berkisar antara 8-16 bulan.
3. Gejala klinik akut
Gejala klinik akut menunjukkan limfadenitis dan limfangitis yang disertai panas dan malaise.
Kelenjar yang terkena biasanya unilateral. Penderita dengan gejala klinis akut dapat
mikrofilaremik ataupun amikrofilaremik.
4. Gejala menahun
Gejala menahun terjadi 10-15 tahun setelah serangan akut pertama. Mikrofilaria jarang
ditemukan pada stadium ini, sedangkan limfadenitis masih dapat terjadi. Gejala kronis ini
menyebabkan terjadinya cacat yang mengganggu aktivitas penderita serta membebani
keluarganya. (Witagama,dedi.2009)
Filariasis bancrofti
Pada filariasis yang disebabkan Wuchereria bancrofti pembuluh limfe alat kelamin laki-laki
sering terkena disusul funikulitis, epididimitis dan orchitis. Limfadenitis inguinal atau aksila,
sering bersama dengan limfangitis retrograd yang umumnya sembuh sendiri dalam 3-15 hari.
Serangan biasanya terjadi beberapa kali dalam setahun.

Filariasis brugia
Pada filariasis yang disebabkan Brugia malayi dan Brugia timori limfadenitis paling sering
mengenai kelenjar inguinal, sering terjadi setelah bekerja keras. Kadang-kadang disertai
limfangitis retrograd. Pembuluh limfe menjadi keras dan nyeri, dan sering terjadi limfedema
pada pergelangan kaki dan kaki. Penderita tidak mampu bekerja selama beberapa hari.
Serangan dapat terjadi 12 kali dalam satu tahun sampai beberapa kali perbulan. Kelenjar
limfe yang terkena dapat menjadi abses, memecah, membentuk ulkus dan meninggalkan
parut yang khas, setelah 3 minggu hingga 3 bulan.
Filariasis bancrofti
Keadaan yang sering dijumpai adalah hidrokel. Di dalam cairan hidrokel dapat ditemukan

14
15

mikrofilaria. Limfedema dan elefantiasis terjadi di seluruh tungkai atas, tungkai bawah,
skrotum, vulva atau buah dada, dengan ukuran pembesaran di tungkai dapat 3 kali dari
ukuran asalnya. Chyluria dapat terjadi tanpa keluhan, tetapi pada beberapa penderita
menyebabkan penurunan berat badan dan kelelahan. Elefantiasis terjadi di tungkai bawah di
bawah lutut dan lengan bawah. Ukuran pembesaran ektremitas umumnya tidak melebihi 2
kali ukuran asalnya. (Witagama,dedi.2009)

6. Komplikasi
a. cacat menetap pada bagian tubuh yang terkena
b. Elephantiasis tungkai
c. Limfedema : Infeksi Wuchereria mengenai kaki dan lengan, skrotum, penis,vulva vagina
dan payudara,
d. Hidrokel (40-50% kasus), adenolimfangitis pda saluran limfe testis berulang:
pecahnya tunika vaginalisHidrokel adalah penumpukan cairan yang berlebihan di
antaralapisan parietalis dan viseralis tunika vaginalis. Dalam keadaan normal, cairan yang
berada di dalam rongga itu memang adadan berada dalam keseimbangan antara produksi dan
reabsorbsi oleh sistem limfatik di sekitarnya.
e. Kiluria : kencing seperti susu
karena bocornya atau pecahnya saluran limfe oleh cacing dewasa yang menyebabkan
masuknya cairan limfe ke dalam saluran kemih. (T.Pohan,Herdiman.2009)

7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Diagnosis Klinik
Diagnosis klinik ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan klinik. Diagnosis klinik
penting dalam menentukan angka kesakitan akut dan menahun (Acute and Chronic Disease
Rate).
Pada keadaan amikrofilaremik, gejala klinis yang mendukung dalam diagnosis filariasis
adalah gejala dan tanda limfadenitis retrograd, limfadenitis berulang dan gejala menahun.
b. Diagnosis Parasitologik
Diagnosis parasitologik ditegakkan dengan ditemukannya mikrofilaria pada pemeriksaan
darah kapiler jari pada malam hari. Pemeriksaan dapat dilakukan siang hari, 30 menit setelah
diberi DEC 100 mg. Dari mikrofilaria secara morfologis dapat ditentukan species cacing
filaria.
c. Radiodiagnosis
Pemeriksaan dengan ultrasonografi (USG) pada skrotum dan kelenjar limfe inguinal
penderita akan memberikan gambaran cacing yang bergerak-gerak (filarial dance sign).
Pemeriksaan limfosintigrafi dengan menggunakan dekstran atau albumin yang dilabel dengan
radioaktif akan menunjukkan adanya abnormalitas sistem limfatik, sekalipun pada penderita
yang mikrofilaremia asimtomatik.
d. Diagnosis Immunologi
Pada keadaan amikrofilaremia seperti pada keadaan prepaten, inkubasi, amikrofilaremia
dengan gejala menahun, occult filariasis, maka deteksi antibodi dan/atau antigen dengan cara
immunodiagnosis diharapkan dapat menunjang diagnosis.
Adanya antibodi tidak menunjukkan korelasi positif dengan mikrofilaremia, tidak
membedakan infeksi dini dan infeksi lama. Deteksi antigen merupakan deteksi metabolit,

15
16

ekskresi dan sekresi parasit tersebut, sehingga lebih mendekati diagnosis parasitologik. Gib
13, antibodi monoklonal terhadap O. gibsoni menunjukkan korelasi yang cukup baik dengan
mikrofilaremia W. bancrofti di Papua New Guinea. (Marty,Aileen,M.2009)

8. Penatalaksanaan
Dietilkarbamasin sitrat (DEC) merupakan obat filariasis yang ampuh, baik untuk filariasis
bancrofti maupun brugia, bersifat makrofilarisidal dan mikrofilarisidal. Obat ini ampuh, aman
dan murah, tidak ada resistensi obat, tetapi memberikan reaksi samping sistemik dan lokal
yang bersifat sementara. Reaksi sistemik dengan atau tanpa demam, berupa sakit kepala, sakit
pada berbagai bagian tubuh, persendian, pusing, anoreksia, kelemahan, hematuria transien,
alergi, muntah dan serangan asma. Reaksi lokal dengan atau tanpa demam, berupa
limfadenitis, abses, ulserasi, limfedema transien, hidrokel, funikulitis dan epididimitis. Reaksi
samping sistemik terjadi beberapa jam setelah dosis pertama, hilang spontan setelah 2-5 hari
dan lebih sering terjadi pada penderita mikrofilaremik. Reaksi samping lokal terjadi beberapa
hari setelah pemberian dosis pertama, hilang spontan setelah beberapa hari sampai beberapa
minggu dan sering ditemukan pada penderita dengan gejala klinis. Reaksi sampingan ini
dapat diatasi dengan obat simtomatik.(Harun,riyanto.2010)

Reaksi samping ditemukan lebih berat pada pengobatan filariasis brugia, sehingga dianjurkan
untuk menurunkan dosis harian sampai dicapai dosis total standar, atau diberikan tiap minggu
atau tiap bulan. Karena reaksi samping DEC sering menyebabkan penderita menghentikan
pengobatan, maka diharapkan dapat dikembangkan penggunaan obat lain (seperti Ivermectin)
yang tidak/kurang memberi efek samping sehingga lebih mudah diterima oleh penderita.
DEC tidak dapat dipakai untuk khemoprofilaksis.
Pengobatan diberikan peroral sesudah makan malam, diserap cepat, mencapai konsentrasi
puncak dalam darah dalam 3 jam, dan diekskresi melalui air kemih. DEC tidak diberikan
pada anak berumur kurang dari 2 tahun, ibu hamil/menyusui, dan penderita sakit berat atau
dalam keadaan lemah.
Pada filariasis bancrofti, Dietilkarbamasin diberikan selama 12 hari sebanyak 6 mg/kg berat
badan, sedangkan untuk filariasis brugia diberikan 5 mg/kg berat badan selama 10 hari. Pada
occult filariasis dipakai dosis 5 mg/kg berat badan selama 2¬3 minggu.
Pengobatan sangat baik hasilnya pada penderita dengan mikrofilaremia, gejala akut,
limfedema, chyluria dan elephantiasis dini. Sering diperlukan pengobatan lebih dari 1 kali
untuk mendapatkan penyembuhan sempurna. Elephantiasis dan hidrokel memerlukan
penanganan ahli bedah.(harun,riyanto.2010)

Pengobatan nonfarmako pada filariasis adalah istirahat di tempat tidur, pengikatan di daerah
pembendungan untuk mengurangi edema, peninggian tungkai, perawatan kaki, pencucian
dengan sabun dan air, ekstremitas digerakkan secara teratur untuk melancarkan aliran,
menjaga kebersihan kuku, memakai alas kaki, mengobati luka kecil dengan krim antiseptik
atau antibiotik, dekompresi bedah, dan terapi nutrisi rendah lemak, tinggi protein dan asupan
cairan tinggi

16
17

Dalam pelaksanaan pemberantasan dengan pengobatan menggunakan DEC ada beberapa cara
yaitu dosis standard, dosis bertahap dan dosis rendah. Dianjurkan Puskesmas menggunakan
dosis rendah yang mampu menurunkan mf rate sampai < 1%. Pelaksanaan melalui peran serta
masyarakat dengan prinsip dasa wisma. Penduduk dengan usia kurang dari 2 tahun, hamil,
menyusui dan sakit berat ditunda pengobatannya. DEC diberikan setelah makan dan dalam
keadaan istirahat.
1. Dosis standar Dosis tunggal 5 mg/kg berat badan; untuk filariasis bancrofti selama 15 hari,
dan untuk filariasis brugia selama 10 hari.
2. Dosis bertahap Dosis tunggal 1 tablet untuk usia lebih dari 10 tahun, dan 1/2 tablet untuk
usia kurang dari 10 tahun; disusul 5 mg/kg berat badan pada hari 5¬-12 untuk filariasis
bancrofti dan pada hari 5¬-17 untuk filariasis brugia.
3. Dosis rendah Dosis tunggal 1 tablet untuk usia lebih dari 10 tahun, 1/2 tablet untuk usia <
10 tahun, seminggu sekali selama 40 minggu. (Marty,Aileen,M.2009)

10. Pencegahan `
Pemberantasan filariasis ditujukan pada pemutusan rantai penularan, dengan cara
pengobatan untuk menurunkan morbiditas dan mengurangi transmisi oleh vektor.
Pemberantasan filariasis di Indonesia dilaksanakan oleh Puskesmas dengan tujuan:
1. Menurunkan Acute Disease Rate (ADR) menjadi 0%
2. Menurunkan microfilarial (mf) rate menjadi < 5% 3. Mempertahankan Chronic Disease
Rate (CDR) Sasaran pemberantasan adalah daerah endemis lama yang potensial masih ada
penularan dan daerah endemis baru.
Dengan prioritas sasaran ditujukan pada:
1. Daerah endemis lama dengan mf rate > 5%
2. Daerah endemis lama dan baru yang merupakan daerah pembangunan, transmigrasi,
pariwisata dan perbatasan
Kegiatan pemberantasan meliputi pengobatan, pemberantasan nyamuk dan
penyuluhan. Pengobatan merupakan kegiatan utama dalam pemberantasan filariasis,
yang akan menurunkan ADR dan mf rate.
Di suatu daerah yang diperkirakan endemik filariasis, perlu diselenggarakan suatu
surveilans epidemiologis. Pada daerah tersebut 10% dari penduduknya perlu diperiksa
untuk menentukan Acute Disease Rate dan mf rate. Pengobatan massal dilakukan bila
ADR > 0%, dan mf rate > 5%; sedangkan pengobatan selektif dilakukan bila ADR =
0%, dan mf rate < 5%. (Marty,Aileen,M.2009)

3. Kegiatan pemberantasan nyamuk terdiri atas:


1. Pemberantasan nyamuk dewasa
a. Anopheles : residual indoor spraying
b. Aedes : aerial spraying
2. Pemberantasan jentik nyamuk

17
18

a. Anopheles : Abate 1%
b. Culex : minyak tanah
c. Mansonia : melenyapkan tanaman air tempat perindukan, mengeringkan rawa dan
saluran air
3. Mencegah gigitan nyamuk
a. Menggunakan kawat nyamuk/kelambu
b. Menggunakan repellent
Penyuluhan tentang penyakit filariasis dan penanggulangannya perlu dilaksanakan
sehingga terbentuk sikap dan perilaku yang baik untuk menunjang penanggulangan
filariasis.
Sasaran penyuluhan adalah penderita filariasis beserta keluarga dan seluruh penduduk
daerah endemis, dengan harapan bahwa penderita dengan gejala klinik filariasis
segera memeriksakan diri ke Puskesmas, bersedia diperiksa darah kapiler jari dan
minum obat DEC secara lengkap dan teratur serta menghindarkan diri dari gigitan
nyamuk.. Evaluasi hasil pemberantasan dilakukan setelah 5 tahun, dengan melakukan
pemeriksaan vektor dan pemeriksaan darah tepi untuk deteksi mikrofilaria.
(Marty,Aileen,M.2009)

C. ASUHAN KEPERAWATAN FILARIASIS


1. Pengkajian
Pengkajian adalah upaya mengumpulkan data secara lengkap dan sistematis untuk dikaji
dan dianalisis sehingga masalah kesehatan dan keperawatan  yang di hadapi pasien baik
fisik, mental, sosial maupun spiritual dapat ditentukan.
a. Riwayat kesehatan
Jenis infeksi sering memberikan petunjuk pertama karena sifat kelainan imun. Cacing
filariasis menginfeksi manusia melalui gigitan nyamuk infektif yang mengandung larva
stadium III. Gejala yang timbul berupa demam berulang-ulang 3-5 hari, demam ini dapat
hilang pada saat istirahat dan muncul lagi setelah bekerja berat.
b. Aktifitas / Istirahat
Gejala : Mudah lelah, intoleransi aktivitas, perubahan pola tidur.
Tanda : Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi aktivitas ( Perubahan TD,
frekuensi jantung)
c. Sirkulasi
Tanda : Perubahan TD, menurunnya volume nadi perifer, perpanjangan pengisian kapiler.
d. Integritas dan Ego
Gejala : Stress berhubungan dengan perubahan fisik, mengkuatirkan penampilan, putus asa,
dan sebagainya.
Tanda : Mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri, marah.
e. Integumen
Tanda : Kering, gatal, lesi, bernanah, bengkak, turgor jelek.
f. Makanan / Cairan
Gejala : Anoreksia, permeabilitas cairan
Tanda : Turgor kulit buruk, edema.
g. Hygiene

18
19

Gejala : Tidak dapat menyelesaikan AKS


Tanda : Penampilan tidak rapi, kurang perawatan diri.
h. Neurosensoris
Gejala : Pusing, perubahan status mental, kerusakan status indera peraba, kelemahan otot.
Tanda : Ansietas, refleks tidak normal.

i. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Nyeri umum / local, rasa terbakar, sakit kepala.
Tanda : Bengkak, penurunan rentang gerak.
j. Keamanan
Gejala : Riwayat jatuh, panas dan perih, luka, penyakit defisiensi imun, demam berulang,
berkeringat malam.
Tanda : Perubahan integritas kulit, pelebaran kelenjar limfe.
k. Seksualitas
Gejala : Menurunnya libido
Tanda : Pembengkakan daerah skrotalis
l. Interaksi Sosial
Gejala : Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis, isolasi, kesepian.
Tanda : Perubahan interaksi, harga diri rendah, menarik diri.
m. Pemeriksaan diagnostik
Menggunakan sediaan darah malam, diagnosis praktis juga dapat menggunakan ELISA dan
rapid test dengan teknik imunokromatografik assay. Jika pasien sudah terdeteksi kuat telah
mengalami filariasis limfatik, penggunaan USG Doppler diperlukan untuk mendeteksi
pengerakan cacing dewasa di tali sperma pria atau kelenjer mammae wanita.

2. Diagnosa keperawatan
  suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia (status kesehatan atau resiko
perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat
mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan
menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah (Carpenito,2000).
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan peradangan pada kelenjar getah bening
2. Nyeri berhubungan dengan pembengkakan kelenjar limfe
3. Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan fisik
4. Mobilitas fisik terganggu berhubungan dengan pembengkakan pada anggota tubuh
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan bakteri, defisit imun, lesi pada kulit

3.Intervensi
semua tindakan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien beralih dari status
kesehatan saat ini kestatus kesehatan yang di uraikan dalam hasil yang di harapkan
(Gordon,1994).
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan peradangan pada kelenjar getah bening Suhu
tubuh pasien dalam batas normal.

19
20

1. Berikan kompres pada daerah frontalis dan axial


2. Monitor vital sign, terutama suhu tubuh
3. Pantau suhu lingkungan dan modifikasi lingkungan sesuai kebutuhan, misalnya sediakan
selimut yang tipis
4. Anjurkan kien untuk banyak minum air putih
5. Anjurkan klien memakai pakaian tipis dan menyerap keringat jika panas tinggi
6. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi pengobatan (anti piretik).
1. Mempengaruhi pusat pengaturan suhu di hipotalamus, mengurangi panas tubuh yang
mengakibatkan darah vasokonstriksi sehingga pengeluaran panas secara konduksi
2. Untuk mengetahui kemungkinan perubahan tanda-tanda vital
3. Dapat membantu dalam mempertahankan / menstabilkan suhu tubuh pasien
4. Diharapkan keseimbangan cairan tubuh dapat terpenuhi
5. Dengan pakaian tipis dan menyerap keringat maka akan mengurangi penguapan
6. Diharapkan dapat menurunkan panas dan mengurangi infeksi

2. Nyeri berhubungan dengan pembengkakan kelenjar limfe Nyeri hilang


1. Berikan tindakan kenyamanan (pijatan / atur posisi), ajarkan teknik relaksasi.
2. Observasi nyeri (kualitas, intensitas, durasi dan frekuensi nyeri).
3. Anjurkan pasien untuk melaporkan dengan segera apabila ada nyeri.
4. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi pengobatan (obat anelgetik).

1. Meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian dapat meningkatkan koping.


2. Menentukan intervensi selanjutnya dalam mengatasi nyeri
3. Nyeri berat dapat menyebabkan syok dengan merangsang sistem syaraf simpatis,
mengakibatkan kerusakan lanjutan
4. Diberikan untuk menghilangkan nyeri.

3. Harga Diri Rendah berhubungan dengan perubahan fisik


- Menyatakan gambaran diri lebih nyata
- Menunjukan beberapa penerimaan diri daripada pandangan idealisme
- Mengakui diri sebagai individu yang mempunyai tanggung jawab sendiri

1. Akui kenormalan perasaan


2. Dengarkan keluhan pasien dan tanggapan – tanggapannya mengenai keadaan yang dialami
3. Perhatikan perilaku menarik diri, menganggap diri negatif, penggunaan penolakan atau
tudak terlalu menpermasalahkan perubahan actual
4. Anjurkan kepada orang terdekat untuk memperlakukan pasien secara normal (bercerita
tentang keluarga)
5. Terima keadaan pasien, perlihatkan perhatian kepada pasien sebagai individu
6. Berikan informasi yang akurat. Diskusikan pengobatan dan prognosa dengan jujur jika
pasien sudah berada pada fase menerima

20
21

7. Kolaborasi :
Rujuk untuk berkonsultasi atau psikoterapi sesuai dengan indikasi
Pengenalan perasaan tersebut diharapkan membantu pasien untuk menerima dan
mengatasinya secara efektif.
1. Memberi petunjuk bagi pasien dalam memandang dirinya, adanya perubahan peran dan
kebutuhan, dan berguna untuk memberikan informasi pada saat tahap penerimaan
2. Mengidentifikasi tahap kehilangan / kebutuhan intervensi.
3. Melihat pasien dalam kluarga, mengurangi perasaan tidak berguna, tidak berdaya, dan
persaan terisolasi dari lingkungan dan dapat pula memberikan kesempatan pada orang
terdekat untuk meningkatkan kesejahteraan.
4. Membina suasana teraupetik pada pasien untuk memulai penerimaan diri
5. Fokus informasi harus diberikan pada kebutuhan – kebutuhan sekarang dan segera lebih
dulu, dan dimasukkan dalam tujuan rehabilitasi jangka panjang
6. Mungkin diperlukan sebagai tambahan untuk menyesuaikan pada perubahan gambaran
diri.

4. Mobilitas fisik terganggu berhubungan dengan pembengkakan pada anggota tubuh


Menunjukkan perilaku yang mampu kembali melakukan aktivita
1. Lakukan Retang Pergerakan Sendi (RPS)
2. Tingkatkan tirah baring / duduk
3. Berikan lingkungan yang tenang
4. Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi
5. Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas

1. Meningkatkan kekuatan otot dan mencegah kekakuan sendi


2. Meningkatkan istirahat dan ketenangan, menyediakan enegi untuk penyembuhan
3. tirah baring lama dapat meningkatkan kemampuan
4. Menetapkan kemampuan / kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan intervensi
5. kelelahan dan membantu keseimbangan.
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan bakteri, defisit imun, lesi pada kulit
Mempertahankan keutuhan kulit, lesi pada kulit dapat hilang.
1. Ubah posisi di tempat tidur dan kursi sesering mungkin (tiap 2 jam sekali).
2. Gunakan pelindung kaki, bantalan busa/air pada waktu berada di tempat tidur dan pada
waktu duduk di kursi.
3. Periksa permukaan kulit kaki yang bengkak secara rutin.
4. Anjurkan pasien untuk melakukan rentang gerak.
5. Kolaborasi : Rujuk pada ahli kulit. Meningkatkan sirkulasi, dan mencegah terjadinya
dekubitus.
1. Mengurangi resiko abrasi kulit dan penurunan tekanan yang dapat menyebabkan kerusakan
aliran darah seluler.
2. Tingkatkan sirkulasi udara pada permukaan kulit untuk mengurangi panas/ kelembaban.
3. Kerusakan kulit dapat terjadi dengan cepat pada daerah – daerah yang beresiko terinfeksi
dan nekrotik.
4. Meningkatkan sirkulasi, dan meningkatkan partisipasi pasien.

21
22

5. Mungkin membutuhkan perawatan profesional untuk masalah kulit yang dialami.


(sumber : echasite,2010)

4.Implementasi
Merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap
pelaksanaan dimulai dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing
orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana
tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi
masalah kesehatan klien.

1.Manajemen Hipertemi:
Observasi:
-Memonitor suhu tubuh
-Memonitor haluan urine
Terapeutik:
-Memerikan cairan oral
-Menyediakan lingkungan yang dingin
-Melonggarkan atau melepaskan pakaian
Edukasi:
-Mengajurkan tirah baring
Kolaborasi
-Pemberian cairan dan elektrolit intravena,jika perlu
2.Manajemen nyeri
Observasi:
-Mengobservasi skala nyeri
Terapeutik:
-Memfasilitasi istirahat tidur
Edukasi:
-Menjelasakan strategi meredakan nyeri
3.Pemberian analgesik
4.Promosi citra tubuh
5.Dukungan Ambulasi

22
23

5.Evaluasi
Perencanaan evaluasi memuat kriteria keberhasilan proses dan keberhasilan tindakan
keperawatan.
S:Paseien mengatakan maih demam,kejang,nteri,masih sulit menggerakkan kakinya dan
merasa belum percaya diri
O:Keadaan umum pasien sedang
Kaki bengkak
Observasi TTV:
Td:140\80 mmHg
N:82X\i
P:22x\i
SB:37,9 derajat celcius
A:Masalah belum teratasi
P:Intervensi Dilanjutkan

23
24

BAB III
TINJAUAN KASUS

A. KASUS PEMICU FILARIASIS


Ibu S. Usia 39 tahun, agama islam, alamat tinggal lorong Mawar no 30 Jambi, pekerjaan Ibu
Rumah Tangga. Masuk RS pada tanggal 13/03/2011, diruang perawatan penyakit dalam kelas
III/A. dengan keluhan demam berulang-ulang selama 4 hari, demam hilang bila istirahat dan
demam akan muncul kembali ketika bekerja berat.
Klien juga mengatakan terasa panas dan sakit menjalar dari pangkal kaki kearah ujung kaki
dan klien mengatakan nyeri semakin terasa jika kaki yang sakit dibawa bergerak. Klien
mengatakan kakinya yang sakit tampak lebih besar dari yang satunya.
Saat pengkajian didapat klien masih mengeluh demam sebelum masuk RS, terasa panas dan
sakit yang menjalar dari pangkal kaki keujung kaki, skala nyeri 7. Nyeri terasa berulang-ulang,
nyeri tekan (+), non piting oedema (+), klien tamapak meringis ketika berjalan. TTV TD
130/60 mmHg, RR 24 x/i, N 110 x/i, S 38,5°C, Wajah klien tampak memerah. Dari hasil
pemeriksaan darah diperoleh data Hb 10,8 gr/dl, Leukosit 9500/mm3; Ht 36,80%; trombosit
423.000/mm3. Hitung jenis: eosinofil 20%, basofil 4%, netrofil batang 40%, netrofil segmen
20%, limfosit 15%, monosit 1%. kesadaran komposmentis dengan GCS 15 (E 4, V 5, M 6).
Dari pemeriksaan darah jari ditemukan parasit mikrofilaria inti tubuh teratur, ujung ekor
runcing dan tidak berinti dan selubung tubuh transparan.

B. ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
Unit : perawatan penyakit dalam Tanggal masuk : 13 maret 2011
Ruang /kamar : III / A Tanggal pengkajian : 14 maret 2011
1. Identitas klien
a. Nama : Ibu S
b. Umur : 39 tahun
c. Jenis kelamin : perempuan
d. Agama : islam
e. Suku/bangsa : indonesia
f. Alamat : Lrg. mawar

24
25

Penanggung Jawab
a. Nama : Tn. A
b. Alamat rumah : Lrg. mawar
c. Hubungan dengan klien : suami

2. Data medik
Diagnosa Medik
Saat masuk : Filariasis
Saat pengkajian : Filariasis

3. Alasan masuk rumah sakit


Klien masuk rumah sakit dengan keluhan demam berulang-ulang selama 4 hari, demam hilang
bila istirahat dan demam akan muncul lagi ketika bekerja berat.
4. Riwayat kesehatan saat ini : (PQRST)
Klien merasakan nyeri, panas, dan sakit yang menjalar dari pangkal kaki kearah ujung kaki
dengan skala nyeri 7. Nyeri terasa berulang-ulang
5. Riwayat kesehatan masa lalu :
1. penyakit yang pernah diderita : tidak ada
2. pernah dirawat : tidak
3. pernah dioperasi : tidak
4. alergi terhadaap obat : tidak ada
6. Riwayat kesehatan keluarga
1. Genogram
2. Penyakit yang pernah diderita : tidak ada
3. Kesehatan orang tua : baik
4. Saudara kandung : baik
5. Hubungan keluarga dengan klien : baik
6. faktor resiko penyakit tertentu dalam keluarga : tidak ada
kanker hipertensi diabetes melitus
penyakit jantung epilepsi TBC

C. Kebiasaan Sehari-Hari
1. Nutrisi-Cairan
a. Keadaan sejak sakit
a). Nafsu makan : baik
b). Frekuensi makan : 3x/sehari
c). Jumlah makan yang masuk : satu piring
d). Diet : tidak ada
e). Ketaatan terhadap diet tertentu : tidak ada
f). Mual/enek : tidak ada
g). Muntah : tidak ada
h). Nyeri ulu hati : tidak ada
i). Jumlah minum/24 jam : 600 ml/24 jam
j). Jenis minum : susu formula, air putih
k). Keluhan makan dan minum : kurang selera dengan makanan yang
Disediakan pihak rumah sakit

25
26

2. Eliminasi
a. Keadaan sejak sakit
1) Frekuensi BAB/24 jam : 1x/24 jam
2) Waktu BAB : pagi
3) Warna feses : kuning
4) Konsistensi : semi solid
5) Bentuk feses : lunak
6) Penggunaaan pencahar : tidak ada
7) Keluhan BAB : tidak ada
8) Frekuensi BAK/24 jam : 4-6x/24 jam
9) Warna urine : kuning
10) Volume urine : 200-300 ml
11) Bau urine : khas
12) Melena : tidak ada
13) Konstipasi : tidak ada
14) Kolostomi : tidak ada
15) Sering menahan BAK : tidak
16) Keluhan BAK : tidak ada

3. Aktivitas
a. Keadaan sejak sakit
1) Aktivitas perawatan diri
a) Makan : 0
b) Mandi : 2
c) Berpakaian : 0
d) Kerapian : 0
e) Buang air besar : 2
f) Buang air kecil : 2
g) Mobilisasi ditempat tidur : 2
h) Ambulasi : 3

4. Tidur istirahat
a. keadaan sejak sakit
1) Tidur siang : Ya
2) Bila ya berapa jam : 1-2 jaam

3) Tidur malam : 6 jam


4) Kebisaan sebelum tidur : minum susu
5) Keluhan tidur : sering terbangun
6) Ekspresi wajah mengantuk : tidak ada
7) Banyak menguap : tidak ada
8) Palpebrae inferior : tidak ada

D. Data Psikologis
1. Persepsi tentang penyakit : tidak mengetahui penyakit

26
27

2. Suasana hati : sedih


3. Daya konsentrasi : baik
4. Koping : rendah
5. Konsep diri : rendah
6. Stressor : hospitalisasi

E. Data sosial
1. tempat tinggal : Lrg. mawar
2. hubungan dengan keluarga : baik
3. hubungan dengan klien : baik
4. hubungan dengan perawat : baik.

F. Data spritual
1. Agama yang dianut : islam
2. Apakah agama sangat penting : ya
3. Kegiatan keagamaan selama dirawat : berdoa
4. Apakah berdoa untuk kesembuhan : ya

K. Pemeriksaan fisik
1. Keaadan sakit : klien tampak sakit .................
Alasan : klien masih dapat berinteraksi dengan baik,hanya terkadang
tampak meringis saat nyeri pada kakinya kembali dirasakan.
2. Tanda tanda vital :
a. Kesadran
1) kualitatif : kompos mentis letarghic
Somnolent suporous
Semi comatous coma
2) Kuantitatif : Glaslow coma scale
Respon motorik ( M ) : 4
Respon verbal ( V ) : 5
Respon eyes ( E ) : 4
Jumlah : 13
Kesimpulan : Composmentis

b. Nadi
Frekuensi : 110 x/menit,
Irama : Teratur
c. Suhu :38,5 oC
daerah : Axila

e. Pernapasan : Sesak sedang


irama : teratur tidak teratur
kusmaul cheyness stokes jenis
jenis dada perut

27
28

3. Kepala
a. Bentuk kepala : simetris asimetris
Cephalon hematome : tidak ada
ukuran : sedang
b. Warna rambut hitam coklat
pirang perak
c. Keadaan rambut : baik
d. Kulit kepala : kotor dan bau lesi
bersih ketombe
e. Bengkak/benjolan : tidak ada
f. Nyeri/pusing : tidak ada
g. Keluhan lain : tidak ada
4. Mata/Penglihatan
a. Ketajaman penglihatan : baik
b. Alis : tebal dan lebat
c. Bulu mata
1) Warna : hitam
2) Kondisi : baik
3) Posisi : simetris
4) Peradangan : tidak ada
d. Simetris : ya
e. Sclera
putih dan jernih kebiruan
kuning/ikterik
f. Pupil
1) Bentuk : bulat
2) kesamaan ukuran : isocor
3) warna : gelap
4) reaksi terhadap cahaya : miosis
5) refleks pupil : sama besar, bulat dan
bereaksi terhadap cahaya
g. Palpebra
Edema lagopthalmus
peradangan, baik/normal
ptosis
h. Konjungtiva : an anemis
i. Bola mata : baik
j. Gerakan bola mata : baik
k. Lapang pandang : baik
l. Kornea dan iris
1) Abrasi : tidak ada
2) Kejernihn : jernih
3) Refleks kornea : baik
m. Peradangan : tidak ada
n. TIO : tidak ada
o. Keluhan penglihatan : tidak ada

28
29

p. Alat bantu penglihatan : tidak ada

5. Hidung/penciuman
a. Struktur luar
1) Ukuran : kecil
2) Bentuk : pesek
3) Kesimetrisan : simestris
b. Struktur dalam
Warna : kemerahan
c. Fungsi penciuman : baik
Perdarahan : tidak ada

6. Telinga pendengaran
a. Struktur luar
Warna : merah muda
Lesi : tidak ada
Cerumen : dalam batas normal
Membran timpani : baik
b. Fungsi pendengaran : baik
c. Nyeri : tidak ada
d. Alat bantu : tidak ada
e. Keseimbangan : baik

7. Mulut/pengecapan
a. Bibir
1) Warna : merah muda
2) Kesimetrisan : simetris
3) Kelembapan : agak kering
b. mukosa mulut
1) Warna : merah muda
2) Kelembapan : lembab
3) Lesi : tidak ada
c. gigi
1) Kebersihan : bersih
2) Caries : tidak ada
3) Kelengkapan : tidak lengkap
d. Gigi palsu : tidak ada
e. Keadaan gusi : normal
f. Keadaan lidah : normal
g. Peradangan : tidak ada
h. Fungsi pengunyah : belum sempurna
i. Fungsi mengecap : normal
j. Fungsi bicara : normal
k. Bau mulut : normal
l. Reflek menelan : baik

29
30

m.

8. leher
a. kelenjar getah bening : nyeri tekan (+)
b. kelenjar thyroid : baik
c. kelenjar sub man dibularis : baik
d. JVP : distensi
e. Kaku kuduk : tidak ada
f. Sulit menelan : tidak

9. dada/pernafasan
a. bentuk : simetris
b. suara nafas : tidak ada bunyi tambahan
c. perkusi dada : sonor
d. ekspansi paru : baik
e. batuk : tidak ada
f. sputum : tidak ada
g. nyeri dada : tidak ada
h. pergerakan ronggga dada : retraksi
i. penggunaaan otot bantu nafas tambahan : tidak ada

10. kardiovaskuler
a. Ukuran jantung : normal
b. Heart rate : 110 x/i
c. Bunyi jantung I : normal (lup)
d. Bunyi jantung II : normal (dup)
e. Bunyi jantung tambahan : : tidak ada
f. Nyeri dada : tidak ada
g. Palpitasi : tidak ada
h. Edema : tidak ada
i. Cyanosis : tidak ada
j. Jari-jari tabuh : tidak ada

11. abdomen/pencernaan
a. keadaan kulit : baik
b. bising usus : 10X/menit
c. keadaan hepar : normal
d. keadaan limfa : normal
e. nyeri tekan : tidak ada
f. benjolan-benjolan : tidak ada
g. gembung : tidak ada
h. ascietas : tidak ada

30
31

13. Muskuloskeletal
a. Kekuatan otot : 2
b. Tonus otot : buruk
c. Kaku sendi : ada
d. Atropi : tidak ada
e. Trauma/lesi : tidak ada
f. Nyeri : panas dan sakit pada bagian pangkal sampai ujung kaki
g. Kecacatan/deformitas : tidak ada
h. Eksermitas atas : baik
i. Ekstermitas bawah : kaki klien tampak besar sebelah, nyeri tekan (+), non piting edema (+),
klien mengatakan panas dan sakit yang menjalar dari pangkal hingga ujung kaki. Klien tampak
meringis ketika berjalan, nyeri bertambah saat kaki klien bergerak.

14. Keadaan neurologi


a. Tingkat kesadaran : komposmetis
b. Koordinasi : baik
c. Memory/daya ingat : baik
d. Orientasi ( tempat, orang, waktu ) : baik
e. Tremor : tidak ada
f. Gangguan motorik/ lumpuh : tidak ada
g. Kejang : tidak ada

15. Sensasi terhadap ransangan


a. Rasa Nyeri : baik
b. Rasa suhu : baik
c. Rasa raba : baik

16. Integumen kulit


a. Warna
flushing ( kemerahan ) joundice
cyanosis pallor ( pucat )
biru kemerahan
b.Tekstur
halus / licin fleksibel
lunak keriput
a. Kelembapan : kurang
b. Suhu kulit :
hangat normal
dingin
c. kelainan warna : tidak ada
d. Pucat : tidak
e. Bau kulit : khas
f. Pigmentasi :
Hipo pigmentasi normal
hiper pigmentasi

31
32

j. keadaan kuku : panjang


kebersihan kuku : baik

L. hasil laboratorium
1. pemeriksaan darah : Hb 10,8 gr/dl, , Leukosit
12.000/mm3; Ht 36,80%; trombosit 423.000/mm3. Hitung jenis: eosinofil 20%,
basofil 4%, netrofil batang 40%, netrofil segmen 20%, limfosit 15%, monosit 1%.

Interpretasi laboratorium
Nilai Normal Kasus ket
Hb 12-16 g/dl 10,8 g/dl ↓
Ht 37-47 % 36,80 % ↓
Leukosit 5.000-10.000/mm3 9.500/ mm3 normal
Trombosit 150-450 x 103/ mm3 423.000/ mm3 normal

Interpretasi hasil kajian leukosit.

Diftel Nilai Normal Kasus


Eosinofil 1-3 20 ↑↑
Basofil 0-1 4 ↑
Neutrofil Batang 2-6 40 ↑↑
Neutrofil Segmen 50-70 20 ↓
Limfosit 20-40 15 ↓
Monosit 2-8 1 ↓

Dari pemeriksaan darah jari ditemukan Parasit → Mikrofilaria : inti tubuh teratur, ujung ekor
uncinng, tidak berinti, dan seluruh tubuh transparan  W. bancrofti.

ANALISA DATA
Nama : Ny. S
Umur : 39 tahun
NO DATA ETIOLOGI MASALAH
1 Ds :
- Klien mengatakan terasa panas dan sakit menjalar dari pangkal kaki ke arah ujung kaki.
- Klien mengatakan kaki nya yang sakit tampak lebih besar dari yang satu nya
- Klien mengatakan nyeri bertambah jika kaki yang sakit dibawa bergerak.
Do :
- Klien tampak meringis ketika berjalan.
- Skala nyeri 7
- nyeri tekan (+)
- non pitting oedema (+)
- N: 110 x/i, RR 24x/i, TD 130/60 mmHg

32
33

- Suhu 38,5°c Obstruksi kelenjar getah bening pada daerah tungkai Nyeri
2 Ds:
- Klien mengatakan demam berulang selama 4 hari
- Demam hilang bila beristirahat dan muncul ketika kembali bekerja berat.
- Klien mengatakan terasa panas dan sakit menjalar dari pangkal kaki ke arah ujung kaki.
Do :
- Suhu 38,5°c
- RR 24x/i
- N 110x/i
- TD 130/60 mmHg
- Wajah klien tampak memerah
- Kulit klien teraba hangat Adanya Inflamasi pada kelenjar getah bening Hipertermi
3 Ds :
- Klien mengatakan terasa panas dan sakit menjalar dari pangkal kaki ke ujung kaki
- Klien mengatakan nyeri bertambah jika kaki yang sakit dibawa bergerak.
-
Do :
- Kaki klien tampak lebih besar dari yang satunya.
- Klien tampak susah berjalan.
- Klien tampak meringis saat berjalan.
- N 110x/i
- RR 24x/i Adanya pembengkakan pada kelenjar limfe di daerah tungkai (inguinal) Kerusakan
mobilitas fisik
4 Ds :
- klien mengatakan kakinya yang sakit tampak besar sebelah
Do :
- Hb 10,8 gr/dl, Leukosit 9.500/ Hitung jenis: eosinofil 20%, basofil 4%, netrofil batang 40%,
netrofil segmen 20%, limfosit 15%, monosit 1%.
- Dari pemeriksaan darah jari ditemukan parasit mikrofilaria inti tubuh teratur, ujung ekor
runcing dan tidak berinti dan selubung tubuh transparan.
- kaki klien tampak besar sebelah Pemajanan penularan melalui vektor Resti penularan
penyakit

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan Obstruksi kelenjar getah bening pada daerah tungkai, yang di
tandai dengan,
Ds :
- Klien mengatakan terasa panas dan sakit menjalar dari pangkal kaki ke arah ujung kaki.
- Klien mengatakan kaki nya yang sakit tampak lebih besar dari yang satu nya
- Klien mengatakan nyeri bertambah jika kaki yang sakit dibawa bergerak.
Do :
- Klien tampak meringis ketika berjalan.
- Skala nyeri 7
- nyeri tekan (+)

33
34

- non pitting oedema (+)


- N: 110 x/i, RR 24x/i, TD 130/60 mmHg
- Suhu 38,5°c
- Leukosit 9500/mm³

2. Hipertermi berhubungan dengan Adanya Inflamasi pada kelenjar getah bening di tandai
dengan :
Ds:
- Klien mengatakan demam berulang selama 4 hari
- Demam hilang bila beristirahat dan muncul ketika kembali bekerja berat.
- Klien mengatakan terasa panas dan sakit menjalar dari pangkal kaki ke arah ujung kaki.
Do :
- Suhu 38,5°c
- RR 24x/i
- N 110x/i
- TD 130/60 mmHg
- Wajah klien tampak memerah
- Kulit klien teraba hangat
3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan Adanya pembengkakan pada kelenjar limfe
di daerah tungkai yang ditandai dengan:
Ds :
- Klien mengatakan terasa panas dan sakit menjalar dari pangkal kaki ke ujung kaki
- Klien mengatakan nyeri bertambah jika kaki yang sakit dibawa bergerak.
Do :
- Kaki klien tampak lebih besar dari yang satunya.
- Klien tampak susah berjalan.
- Klien tampak meringis saat berjalan.
- N 110x/i
- RR 24x/i
4. Resti penularan penyakit berhubungan dengan pemajanan penularan melalui vektor yang
ditandai dengan
Ds :
klien mengatakan kakinya yang sakit tampak besar sebelah
Do:
Hb 10,8 gr/dl, Leukosit 9.500/mm3; Ht 36,80%; trombosit 423.000/mm3. Hitung jenis:
eosinofil 20%, basofil 4%, netrofil batang 40%, netrofil segmen 20%, limfosit 15%, monosit
1%. Dari pemeriksaan darah jari ditemukan parasit mikrofilaria inti tubuh teratur, ujung ekor
runcing dan tidak berinti dan selubung tubuh transparan.

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Nama : Ny. S Tanggal : 14 maret 2011


Umur : 39 tahun

NO Diagnosa Keperawatan Tujuan Perencanaan

34
35

Intervensi Rasional
1. Nyeri berhubungan dengan Obstruksi kelenjar getah bening pada daerah tungkai, yang di
tandai dengan:
Ds :
- Klien mengatakan terasa panas dan sakit menjalar dari pangkal kaki ke arah ujung kaki.
- Klien mengatakan kaki nya yang sakit tampak lebih besar dari yang satu nya
- Klien mengatakan nyeri bertambah jika kaki yang sakit dibawa bergerak.
Do :
- Klien tampak meringis ketika berjalan.
- Skala nyeri 7
- nyeri tekan (+)
- non pitting oedema (+)
- N: 110 x/i, RR 24x/i, TD 130/60 mmHg
- Suhu 38,5°c
- Leukosit 9500 /mm³ Nyeri berkurang / menghilang

KH:
- Tanda tanda vitalnormal/stabil.
- Klien tampak tenang
Mandiri :

1. Kaji keluhan nyeri,perhatikan lokasi,intensitas,dan frekuensi.


2. Lakukan tindakan faliatif misalnya perubahan posisi,masase, rentang gerak pada sendi yang
sakit.
3. Berikan kompres hangat atau lembab pada daerah nyeri.
4. Ajar kan klien untuk memggunggkap kan perasaan /rasa sakit yang di rasakan

Kolaborasi :
1. Berikan analgesik sesuai indikasi.
1. Mengindikasikan kebutuhan untuk intervensi dan juga tanda tanda perkembangan /resolusi
komplikasi.
2. Meningkat kan relaksasi/menurunkan tegangan otot.
3. Dapat menghilangkan nyeri dan meningkatkan relaksasi serta menurun kan tegangan otot.
4. Dapat mengurangi ansietas dan rasa takut sehingga mengurangi persepsi akan intensitas rasa
sakit

5. Dapat mengurangi rasa nyeri.

2.Hipertermi berhubungan dengan Adanya Inflamasi pada kelenjar getah bening di tandai
dengan :
Ds:
- Klien mengatakan demam berulang selama 4 hari
- Demam hilang bila beristirahat dan muncul ketika kembali bekerja berat.
- Klien mengatakan terasa panas dan sakit menjalar dari pangkal kaki ke arah ujung kaki.

35
36

Do :
- Suhu 38,5°c
- RR 24x/i
- N 110x/i
- TD 130/60 mmHg
- Kaki klien tampak besar sebelah dan terdapat nyeri tekan
- Wajah klien tampak memerah
- skala nyeri 7
- Leukosit 9500/mm³
Perubahan suhu dalam batas normal
KH:
• Tidak mengalami komplikasi yangberhubungan.
• Tanda tanda vital normal.
• Leukosit normal

Mandiri :
1. Pantau suhu tubuh pasien perhatikan adanya mengiggil/diafores.
2. Pantu suhu lingkungan,batasi/tambahkan linen tempat tidur sesuai indikasi.
3. Berikan kompres mandi hangat hindari penggunaan alkohol. Pada daerah frontalis dan
aksila.
4. Berikan selimut pendingin.
5. Anjurkan klien memakai pakaian tipis dan mudah menyerap keringat.

Kolaborasi:
1. Berikan antipiretik, Misal nya aspirin asetaminofen

1. Suhu 38 samapi 41,1 menujukan adanya infeksius akut.


2. Suhu ruangan /jumlah selimut harus di ubah untuk mempertahankan suhu mendekati
normal.
3. Dapat membantu mengurangi demam,penggunaan air es/aklhokol mungkinmenyebabkan
kedinginan,peningkatan suhu secara actual.
4. Di gunakan untuk mengurangi demam umumnya lebih besar dari 39,5°csampai 40°c pada
waktu terjadi kerusakan /gannguan pada otak.
5. Dengan pakaian tipis dan menyerap keringat maka akan mengurangi penguapan
6. Di gunakn untuk memgurangi demam dengan aksi sentral nya kepada hipotalamus.

3.kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan obtruksi kalenjer getah bening pada daerah
tungkai, yang itandai dengan :
Ds:
• Klien mengatakan terasa panas dan sakit menjalar dari pangkal kaki ke ujung kaki

Do:
• kaki klien tampak lebih besar dari yang satunya.
• klien tampak susah berjalan.

36
37

• klien tampak meringis saat berjalan.


• N 110x/i.
• RR 24x/i

Mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang sakit


/ kompensasi.

KH :
• Kaki klien tidak lagi mengalami pembesaran
• Nadi normal
• RR normal
Mandiri :
1. Periksa kembali kemampuan dan keadaan secara kondisional pada kerusakan yang ter jadi.
2. Atur posisi tertentu untuk menghindari kerusakan karna tekanan,ubah posisi pasien secara
teratur dan buat sedikit perubahan posisi antara waktu perubahan posisi tersebut.
3. Berikan atau bantu klien untuk melakukan latihan rentang gerak.
4. Tingkat kan aktivitas dan partisipasi dalam merawat diri sendiri sesuai kemampuan klien .

Kolaborasi:

1. Memberikan obat sesuai dangan indikasi misalnya aspirin.

1. Mengidentifikasi kerusakan kemungkinan kerusakan secara fungsional dan mempegaruhi


pilihan intervensi yang akan dilakukan.
2. Perubahan posisi yang teratur menyebakan penyamaran terhadap berat badan dan
meningkatakan sirkulasi pada bagian tubuh.
3. Memperhatikanmobilisasi dan fungsi sendi /posisi normal ekstermitas dan menurunkan ter
jadinya vena yang statis.
4. Keterlibatan pasien dalam perencanaan dalam kegiatan adalah sangat penting dalam
meningkatkan kerjasama pasien untukkeberhasilan dari suatu program tersebut.
5. Dapat menghilangkan rasa nyeri sehingga mempermudah klien untuk melakukan aktivitas
secara mandiri

4. Resti penularan penyakit berhubungan dengan pemajanan penularan melalui vector, yang
ditandai dengan :
Ds :
- klien mengatakan kakinya yang sakit tampak besar sebelah
Do :
- Hb 10,8 gr/dl, Leukosit 9.500/ Hitung jenis: eosinofil 20%, basofil 4%, netrofil batang 40%,
netrofil segmen 20%, limfosit 15%, monosit 1%.
- Dari pemeriksaan darah jari ditemukan parasit mikrofilaria inti tubuh teratur, ujung ekor
runcing dan tidak berinti dan selubung tubuh transparan.

37
38

kaki klien tampak besar sebelah Melakukan perubahan pola hidup untuk memperbaiki
Kesehatan umum dan menurunkan resiko tentang penularan penyakit Mandiri :

1. Identifikasi orang lain yang berisiko penularan contoh anggota keluarga /teman.

2. Awasi suhu lingkungan kelembapan dan


3. berikan racun serangga di sekitar lingkungan tempat tinggal klien.
4. Atur lingkungan klien sedemikian rupa sehngga membatasi rentang vektor untuk dapat
menyebarkan penyakit.
5. Berikan penkes pada keluarga dan masyarakat sekitar seputar pencegahan terhadap filariasis.
6. Tekankan penting tidak melakukan penghentian terapi obat.
7. Berikan makanan yang seimbang dalam porsi kecil pada jumlah makanan yang besar dan
tepat.

Kolaborasi:

1. Berikan pengobatan di komunitas seperti dietilkarbamazine (dec) pengobatan di lakukan


secara berulang 1 hingga 6 bulan ( 6 sampai 8 kg/BB)
1. Orang orang yang terpajan ini perlu program terapi obat untuk mencegah penularan.
2. Suhu lingkungan yang lembab merupakan tempat perkembangbiakan nyamuk.
3. Racun serangga dapat membunuh pembawa vektor filariasis.
4. Pemodifikasian ruang/lingkungan dapat mengurangi faktor resiko penyebaran parasit
5. Untuk menambah pengetahuan masyarakat seputar filariasis
6. Penghentian terapi obat berisiko penyebaran infeksi dapat berlanjut.
7. Adanya anoreksia dapat menurunkan tahanan tubuh terhadap prosese infeksi dan
menganggu proses penyembuhan.
8. Pemberian obat dietilkarbamazine (dec) dapat membunuh parasit yang terdapat pada
kalenjar limpe dan menurunkan resiko terjadinya penularan.

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI


Nama Pasien : Ny. S
Umur : 39 Tahun

Diagnosa Keperawatan Tanggal / Jam Catatan Keperawatan Tanggl / Jam Perkembangan


(evaluasi) paraf I 14/03/11
(09.00 – 11.00 )
1. Kaji keluhan nyeri,perhatikan lokasi,intensitas,dan frekuensi.
Hasil : skala nyeri : 7, klien masih mengeluh nyeri, kaki tampak bengkak, klien mengatakan
panas pada kakinya masih terasa. Nyeri berulang dan bertambah saat kaki klien dibawa
bergerak,

2. Melakukan tindakan faliatif yaitu dengan melakukan perubahan posisi nyaman,rentang


gerak pada sendi yang sakit.
Hasil : klien menggerakkan kan kakinya scara perlahan-lahan dan melakukan perubahan posisi

38
39

yang nyaman.

3. Memberikan kompres hangat atau lembab pada daerah nyeri.


Hasil : klien tampak nyaman, dan tenang

4. Mengajar kan klien untuk mengungkap kan perasaan / rasa sakit yang di rasakan.
Hasil : klien menceritakan bagian yang nyeri dan rasa nyeri yang dialaminya
Kolaborasi :
5. Memberikan analgesik sesuai indikasi.
Hasil : klien tampak tidak meringis lagi dan lebih tenang 14/03/11
(16.00) S :
Klien mengatakan nyeri pada daerah kaki hingga ujung kaki sudah berkurang

O:
Klien masih tampak meringis ketika berjalan
Skala nyeri 5
Nyeri tekan (+)
N 100 x/.i

A:
Dari intervensi yang telah dilakukan,masalah nyeri belum teratasi

P:
Lanjutkan intervensi :
1,2,3,4,5

II 14/03/11
(09.00 – 11.00) 1. Memantau suhu tubuh pasien perhatikan adanya mengiggil/diafores.
Hasil : Suhu 38.3°c

2. Memantau suhu lingkungan, batasi/tambahkan linen tempat tidur sesuai indikasi,yaitu klien
diberikan selimut tipis selembar.
Hasil : Lingkungan terasa lembab, klien tampak mulai berkeringat

3. Memberikan kompres mandi hangat hindari penggunaan alkohol.


Hasil :
Suhu : 37°

4. Menganjurkan klien untuk banyak minum air putih hangat


Hasil : klien minum air putih sebanyak 2 gelas.
Kolaborasi:

5. Memberikan antipiretik misalnya aspirin asetaminofen


Hasil : suhu : 38°c 14/03/11
(16.10) S :

39
40

Klien mengatakan tidak merasa demam lagi

O:
Suhu 37.80C
RR 21 x/i
N 100x/i
Wajah klien tidak tampak memerah lagi
Leukosit 9500 / mm3

A:
Masalah hipertermi teratasi sebagian

P:
Intervensi 1,2,3,4,5 tetap dilanjutkan.
III 1. Memeriksa kembali kemampuan dan keadaan secara kondisional pada kerusakan yang ter
jadi.
Hasil :
Klien dapat melakukan aktivitas ringan secara mandiri, namun aktivitas seperti berjalan dan
berpindah tempat, klien membutuhkan bantuan orang lain atau alat.

2. Mengatur posisi ter tentu untuk menghindari kerusakan karna tekanan,ubah posisi pasien
secara teratur dan buat sedikit perubahan posisi antara waktu perubahan posisi tersebut.
Hasil :
Klien merasa lebih nyaman

3. Memberikan atau bantu klien untuk melakukan latihan rentang gerak.


Hasil :
Pergerakan pada kaki klien yang sakit masih terbatas.

4. Meningkatkan aktivitas dan partisipasi dalam merawat diri sendiri sesuai kemampuan klien .
Hasil :
Pada aktivitas kecil klien dapat melakukan secara mandiri

Kolaborasi:

5. Memberikan obat sesuai dangan indikasi.


Hasil : pemberian obat analgetik S :
Klien mengatakan dapat melakukan aktifitas ringan dengan mandiri,dan nyeri pada daerah kaki
sedikit berkurang

O:
Kaki klien masih tampak besar sebelah
Klien sudah mulai bisa berjalan walau terkadang masih tampak meringis
N 100x / i

A:

40
41

Dari intervensi yang telah di lakukan pada klien,masalah belum teratasi

P:
Lanjutkan semua intervnsi

IV 1. Mengidentifikasi orang lain yang berisiko penularan contoh anggota keluarga /teman..
Hasil :
Yang beresiko yaitu, para petugas medis, pasien lainnya, pengunjung dan keluarga.

2. Mengawasi suhu lingkungan kelembapan dan lakukan /berikan racun serangga di sekitar
lingkungan tempat tinggal dan ruang perawatan
Hasil : pemberian semprot anti nyamuk ke sekitar ruangan klien.

3. Menekan kan penting melakukan terapi obat.


Hasil :
Klien mengatakan mengerti dan patuh terhadap terapi pengobatan yang diberikan padanya.

4. Memberikan makanan yang seimbang dalam porsi kecil pada jumlah makanan yang besar
dan tepat.
Hasil :
Klien tampak makan dengan lahap.
Kolaborasi:

5. Memberikan pengobatan seperti dietilkarbamazine(dec)pengobatan di lakukan secara


berulang 1 hingga 6 bulan ( 6 sampai 8 kg/BB)
Hasil : klien patuh menjalani terapi. S:
Kliem mengatakan yang selalu ada disekitarnya adalah keluarganya.

O:
Hb 10,8 gr/dl, leukosit 9500 / mm3 , eosinofil 20% .

A:
Resiko untuk pemajanan infeksi masih ada. Masalah belum teratasi

P:
Lanjutkan semua intervensi

41
42

BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Filariasis adalah kelompok penyakit yang mengenai manusia dan binatang yang disebabkan
oleh parasit kelompok nematode yang disebut filaridae., dimana cacing dewasanya hidup
dalam cairan san saluran limfe, jaringan ikat di bawah kulit dan dalam rongga badan. Cacing
dewasa betina mengeluarkan mikrofilaria yang dapat ditemukan dalam darah, hidrokel, kulit
sesuai dengan sefat masing-masing spesiesnya.
Penyakit filariasis banayak ditemukan di berbagai negara tropik dan subtropik, termasuk
Indonesia. Prevalensi tidak banyak berbeda menurut jenis kelamin, usia maupun ras.
Penyakit filariasis dapat disebabkan oleh berbagai macam spesies, sehingga gambaran
klinisnya spesifik untuk masing-masing spesies, misalnya bentuk limfatik biasnya digunakan
sebagai tanda bahwa penyakit tersebut disebabkan oleh Wuchereria bancrofti, Brugia malayi,
dan Brugia timori, dimana parasit dapat menyumbat saluran limfe dengan manifestasi
terbentuknya elefantiasis, sedangkan Loa loa ditandai dengan calabar swelling. Onchocerca
volvulus menyebabkan kebutaan dan pruritus pada kulit.
Diagnosis penyakit ini dengan ditemukannya mikrofilaria dalam darah, sedangkan bila tidak
ditemukan mikrofilaria maka diagnosis dapat berdasarkan riwayat asal penderita, biopsi
kelenjar limfe, dan pemeriksaan serologis.
Prinsip terapi ialah dengan menggunakan kemoterapi untuk membunuh filaria dewasa dan
mikrofilarianya serta mengobati secara simpotomatik terhadap reaksi tubuh yang timbul
akibat cacing yang mati. Dapat juga dilakukan pembedahan.
Pencegahan penularan penyakit ini dapat dilakukan dengan menggunakan obat-obatan seperti
DEC ataupun dengan mengontrol vektor.
Penyakit ini sangat berbahaya dan hampir diseluruh dunia dapatditemukan penyakit ini
karena mudahnya dalam penyebaran penyakit ini. Beberapa asuhan keperawatan secara
teoritis yang mungkin yang mungkin muncul pada penderita penyakit ini yaitu :
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan peradangan pada kelenjar getah bening
2. Nyeri berhubungan dengan pembengkakan kelenjar limfe
3. Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan fisik
4. Mobilitas fisik terganggu berhubungan dengan oembengkakan pada anggota tubuh.
5. Kerusakan intregitas kulit berhubungan dengan bakteri, defisit imun, lesi pada kulit.

42
43

Namun pada kasus Ny. S yang dibahs kelompok, diagnosa yang dapat diangkat berupa :
1. Nyeri berhubungan dengan obstruksi kelenjar getah bening pada daerah tungkai
2. Hipertermi berhubungan dengan adanya inflamasi pada kelenjar getah bening
3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan adanya pembengkakan pada kelenjar limfe
didaerah tungkai
4. Resiko tinggi penularan penyakit berhubungan dengan pemajanan penularan melalui
vektor
Dari kasus yang kita dapatkan diatas dapat dipastikan bahwa Ny. S mengalami fialriasis
tingkat 3 dengan diagnosa yang dapat diangkat berdasrkan kasus yang diatas adalah nyeri
yang berhubungan dengan adanya obstruksi pada saluran limfe, hipertermi yang berhubungan
dengan adanya inflamasi pada saluran pembuluh limfe. Hambatan mobilitas fisik yang
berhubungan adanya pembengkakan pada saluran getah bening pada daerah tungkai kaki.
Dan setelah dilakukan intervensi didapati keadaan klien tampak membaik, masalah teratasi
sebagian dan beberapa intervensi masih harus dilanjutkan.

B. SARAN
Demikianlah makalah pleno ini kami susun dengan penuh kerjasama. Diharapkan dengan
adanya makalah pleno ini mahasiswa dapat menambah wawasan mengenai penyakit
Filariasis. Selain itu mahasiswa juga mampu memahami secara teoritis mengenai penyakit ini
serta mampu mebuat asuhan keperawtan tentang kasus Filariasis
Semoga dengan adanya makalah ini dapat menambah referensi akademik untuk melengkapi
bahan pembelajaran dan motivasi mahasiswa untuk mengetahui lebih banyak lagi tentang
penyakit Filariasis.
Kelompok menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak terdapat kekurangan, saran
dan kritik yang membangun sangat diharapkan untuk dapat memperbaiki penulisan makalah
ini selanjutnya.

43
44

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN MALARIA

A. PENGERTIAN
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium yang hidup
dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia, ditularkan oleh nyamuk malaria
(Anopheles) betina

.
B. PENYEBAB
Plasmodium sebagai penyebab malaria terdiri dari 4 spesies, yaitu plasmodium vivax,
plasmodium falcipaum, plasmodium malariae, plasmodium ovale. Malaria juga
melibatkan hospes perantara, yaitu manusia maupun vertebrata lainnya, dan hospes
definitive, yaitu nyamuk anopheles.

Daur hidup spesies malaria terdiri dari fase seksual eksogen ( sporogoni ) dalam
badan nyamuk Anopheles dan fase aseksual ( skizogoni ) dalam badan hospes
vertebra termasuk manusia.
a. Fase aseksual
Fase aseksual terbagi atas fase jaringan dan fase eritrosit. Pada fase jaringan,
sporozoit masuk dalam aliran darah ke sel hati dan berkembang biak membentuk
skizon hati yang mengandung ribuan merozoit proses ini disebut skizogoni
praeitrosit. Lama fase ini berbeda untuk tiap fase. Pada akhir fase ini , skizon
pecah dan merozoit keluar dan masuk aliran darah, disebut sporulasi. Pada p.

44
45

vivax dan p. ovale, sebagian sporozoit membentuk hipnozoit dalam hati


sehingga dapat mengakibatkan relaps jangka panjang dan rekurens.
Fase eritrosit dimulai dan merozoit dalam darah menyerang eritrosit membentuk
trofozoit. Proses berlanjut menjadi trofozoit-skizon-merozoit. Setelah 2-3
generasi merozoit dibentuk, sebagian merozoit berubah menjadi bentuk seksual.
Masa antara permulaan infeksi sampai ditemukannya parasit dalam darah tepi
adalah masa prapaten, sedangkan masa tunas/inkubasi intrinsic dimulai dari
masuknya sporozoit dalam badan hospes sampai timbulnya gejala klinis demam.
b. Fase seksual

45
46

Parasit seksual masuk dalam lambung betina nyamuk. Bentuk ini mengalami
pematangan menjadi mikro dan makrogametosit dan terjadilah pembuahan yang
disebut zigot ( ookinet ). Ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk
dan menjadi ookista. Bila ookista pecah, ribuan sporozit dilepaskan dan mencapai
kelenjar liur nyamuk.
Pathogenesis malaria ada 2 cara :
1. Alami, melalui gigitan nyamuk ke tubuh manusia.
2. Induksi, jika stadium aseksual dalam eritrosit masuk ke dalam darah manusia
melalui tranfusi, suntikan, atau pada bayi baru lahir melalui plasenta ibu yang
terinfeksi ( congenital ).

51
47

C. PATOFLOW Ketidak seimbangan cairan elektrolit :


Ginjal :Anemia, gangguan
kurang volume cairan berhubungan
elektrolit
parasit Plasmodium dengan fase diuretic GGA, dengan

Anemia, gangguan elektrolit peningkatan volume urine dan


melambatnya kemampuan absorpsi
Melalui gigitan nyamuk(Anopheles) betina

Berkembang di sel darah


merah Hypertermia berhubungan dengan
peningkatan metabolisme penyakit
paru

Gangguan pertukaran gas berhubungan


Pengancuran eritrosit (peradangan /
inflamasi)
dengan perubahan membrane alveolar- otak
kapiler ( efek inflamasi )

gastriintestinal Perubahan perfusi jaringan serebral


berhubungan dengan hivovolemia
hati

Perubahan perfusi jaringan b/d untuk memenuhi kebutuhan


Resiko terhadap kekurangan cairan b/d kehilangan yang
penurunan komponen seluler yang metabolik
berlebihan : diare berat, muntah, berkeringat, demam,
diperlukan untuk pengiriman Perubahan status nutrisi : kurang
hiperventilasi
oksigen/nutrient ke sel dari kebutuhan
tubuh berhubungan
dengan kegagalan masukan

50
48

Intoleransi berhubung an dengan kelemahan umum


aktifitas

Kurang pengetahuan berhubungan dengan


kurang informasi tentang proses penyakit dan
penatalaksanaannya

50
49

D. MANIFESTASI
Pada anamnesis ditanyakan gejala penyakit dan riwayat bepergian ke daerah endemic
malaria. Gejala dan tanda yang dapat ditemukan adalah :
1. Demam
Demam periodic yang berkaitan dengan saat pecahnya skizon matang ( sporulasi ).
Pada malaria tertiana ( P. vivax dan P. ovale ), pematangan skizon tiap 48 jam maka
periodisitas demamnya setiap hari ke – 3, sedangkan malaria kuartana ( P. malariae )
pematangannya tiap 72 jam dan periodisitas demamnya tiap 4 hari. Tiap serangan
ditandai dengan beberapa serangan demam periodic. Demam khas malaria terdiri atas
3 stadium, yaitu menggigil ( 15 menit – 1 jam ), puncak demam ( 2 – 6 jam ), dan
berkeringat ( 2 – 4 jam ). Demam akan mereda secara bertahap karena tubuh dapat
beradaptasi terhadap parasit dalam tubuh dan ada respons imun.
2. Splenomegali
Splenomegali merupakan gejala khas malaria kronik. Limpa mengalami kongesti,
menghitam, dan menjadi keras karena timbunan pigmen eritrosit parasit dan jaringan
ikat yang bertambah.
3. Anemia
Derajat anemia tergantung pada spesies penyebab, yang paling berat adalah anemia
karena P. falciparum. Anemia disebabkan oleh :
a. Penghancuran eritrosit yang berlebihan
b. Eritrosit normal tidak dapat hidup lama ( reduced survival time )
c. Gangguan pembentukkan eritrosit karena depresi eritropoesis dalam sumsum
tulang ( diseritropoesis ).
4. Ikterus
Ikterus disebabkan karena hemolisis dan gangguan hepar.
Malaria laten adalah masa pasien di luar masa serangan demam. Periode ini terjadi bila
parasit tidak dapat ditemukan dalam darah tepi, tetapi stadium eksoeritrosit masih
bertahan dalam jaringan hati.
Relaps adalah timbulnya gejala infeksi setelah serangan pertama. Relaps dapat bersifat :
1. Relaps jangka pendek ( rekrudesensi ), dapat timbul 8 minggu setelah serangan
pertama hilang karena parasit eritrosit yang berkembang biak.

50
51

2. Relaps jangka panjang ( rekurens ), dapat muncul 24 minggu atau lebih setelah
serangan pertama hilang karena parasit eksoeritrosit hati masuk ke darah dan
berkembang biak.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeiksaan darah tepi, pembuatan preparat darah tebal dan tipis dilakukan untuk melihat
keberadaan parasit dalam darah tepi, seperti trofozoit yang berbentuk cincin.

F. MASALAH KEPERAWATAN
1 Umum
a) Hypertermia
b) Perubahan perfusi jaringan
c) Intoleransi aktifitas
d) Kurang pengetahuan
2 Resiko Infeksi
Pada Hati
e) Perubahan status nutrisi : kurang dari kebutuhan
tubuh Pada Ginjal
f) Ketidak seimbangan cairan elektrolit : kurang volume cairan .
Pada Saluran GastroIntestinal
g) Resiko tinggi terhadap kekurangan
cairan Pada Paru
h) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane alveolar-
kapiler ( efek inflamasi )
Pada Otak
i) Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hivovolemia

G. PENATALAKSANAAN
Obat malaria tediri dari 5 jenis, antara lain :
1. Skizontisid jaringan primer yang membasmi parasit praeritosit, yaitu proguanil,
pirimetamin.
2. Skizontisid jaringan sekunder yang membasmi parasit eksoeritrosit, yaitu primakuin.

51
52

3. Skizontisid darah yang membasmi parasit fase eritrosit, yaitu kina, klorokuin, dan
amodiakuin.
4. Gametosid yang menghancurkan bentuk seksual. Primakuin adalah gametosid yang
ampuh bagi keempat spesies. Gametosid untuk P. vivax, P. malariae, P. ovale, adalah
kina, klorokuin, dan amodiakuin.
5. Sporontosid mencegah gamentosid dalam darah untuk membentuk ookista dan
sporozoit dalam nyamuk anopheles, yaitu primakuin dan proguanil.

Pengobatan penderita malaria secara global WHO telah menetapkan dipakainya


pengobatan malaria dengan memakai obat ACT ( Artemisinin Base Combination Therapy
). Golongan Artemisinin ( ART ) telah dipilih sebagai obat utama karena efektif dalam
mengatasi plasmodium yang resisten dengan pengobatan. Selain itu Artemisinin juga
bekerja membunuh plasmodium dalam semua stadium termasuk gametosid. Juga efektif
terhadap semua spesies, P. falciparum, P. vivax maupun lainnya. Laporan kegagalan
terhadap ART belum dilaporkan saat ini.

H. KOMPLIKASI
Kasus malaria terbanyak adalah malaria falsiparum fatal yang memperlihatkan keterlibatan
susunan saraf pusat.
Organ yang terkena adalah :
1. Otak : timbul delirium, disorientasi, stupor, koma, kejang, dan tanda nuerologis fokal
2. Saluran gastrointestinal : muntah, diare hebat, perdarahan dan malabsorpsi
3. Ginjal : nekrosis tubula akut, hemoglobinuria, gagal ginjal akut
4. Hati : timbul ikteris karena gangguan hepar, billous remittent fever ditandai dengan
muntah hijau empedu karena komplikasi hepar
5. Paru : edema paru
6. Lain-lain : anemia, malaria hiperpireksia, hipoglikemia, demam kencing hitam.

I. ASUHAN KEPERAWATAN
1 PENGKAJIAN

a) Riwayat Sekarang : Keluhan saat ini, sesuai dengan manifestasi klinis yang telah
disebutkan pada penjelasan sebelumnya
52
53

b) Riwayat Masa Lalu : apakah ada riwayat pasien bepergian ke daerah endemic
malaria, kontak dengan nyamuk.
c) Pemeriksaan Fisik : inpeksi/lihat adakah kemerahan dan bentuk luka dikulit,
sesak dan palpasi adakah pembengkakan, demam, nyeri lambung.
d) Pemeriksaan Penunjang : adakah pemeriksaan laboratorium untuk melihat
keberadaan parasit dalam darah tepi, seperti trofozoit yang berbentuk cincin.
e) Penatalaksanaan : terapi yang diberikan sesuai intruksi dokter.
f) Dischart Planning
tindakan pencegahan untuk menghindarkan diri dari gigitan nyamuk yaitu dengan
cara :
(1) Tidur dengan kelambu sebaiknya dengan kelambu impregnated ( dicelup
peptisida : pemethrin atau deltamethin.
(2) Menggunakan obat pembunuh nyamuk : gosok, spray, asap, elektrik.
(3) Mencegah berada di alam bebas dimana nyamuk dapat menggigit atau
harus memakai proteksi ( baju lengan panjang, kaos stocking ). Nyamuk akan
menggigit diantara jam 18.00 sampai jam 06.00. nyamuk jarang pada
ketinggian di atas 2000 m.
(4) Memproteksi tempat tinggal/kamar tidur dari nyamuk dengan kawat anti
nyamuk.

2 DIAGNOSA KEPERAWATAN
a) Umum
(1) Hypertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme penyakit
(2) Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan komponen seluler yang
diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel
(3) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum
(4) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang proses
penyakit dan penatalaksanaannya
b) Resiko Infeksi
Pada Hati
(1) Perubahan status nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kegagalan masukan untuk memenuhi kebutuhan metabolik
53
54

Pada Ginjal
(2) Ketidak seimbangan cairan elektrolit : kurang volume cairan berhubungan
dengan fase diuretic GGA, dengan peningkatan volume urine dan
melambatnya kemampuan absorpsi tubular.
Pada Saluran GastroIntestinal
(3) Resiko tinggi terhadap kekurangan cairan b/d kehilangan yang berlebihan :
diare berat, muntah, berkeringat, demam, hiperventilasi
Pada Paru
(4) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membrane alveolar-kapiler ( efek inflamasi )
Pada Otak
(5) Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hivovolemia

54
55

c) PERENCANAAN KEPERAWATAN
a) Umum

NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI

1 Hypertermia berhubungan dengan Tujuan : Mandiri


peningkatan metabolisme Setelah dilakukan tindakan keperawatan o Pantau ( kaji ) tanda vital, perhatikan
penyakit, ditandai dengan : selama 3 x 24 jam, suhu tubuh klien adanya diaphoresis
DS : kembali nomal o Berikan pakaian tipis, terang, longgar sesuai
DO : Kriteria hasil : kebutuhan
o Suhu tubuh 36-37°C o Berikan kompres hangat, air biasa
o Akral teraba hangat o Anjurkan pasien banyak minum
o Kulit lembab Kolaborasi
o pemberian antipiuretik

50
56

NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI

2 Perubahan perfusi jaringan Tujuan : Mandiri


berhubungan dengan penurunan Setelah dilakukan tindakan keperawatan o awasi tanda vital, kaji pengisian kapiler,
komponen seluler yang diperlukan selama 3 x 24 jam, kebutuhan wana kulit/membrane mukosa, dasa kuku
untuk pengiriman oksigen/nutrient oksigen/nutrient pasien terpenuhi o awasi upaya pernafasan, auskultasi bunyi
ke sel, ditandai dengan : Kriteria hasil : nafas
DS : o Menunjukan perfusi adekuat o selidiki keluhan nyeri dada, palpitasi
DO : o tanda-tanda vital stabil o kaji untuk respon verbal melambat, mudah
o membrane mukosa warna merah muda terangsang, agitasi, gangguan memori,
o pengisian kapilaer baik bingung
o haluaran urine adekuat o catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu
lingkungan dan tubuh hangat sesuai indikasi
kolaborasi
o awasi lab : hb/ht, jumlah SDM, AGD
o berika SDM darah lengkap/packed, produk
darah sesuai indikasi, awasi untuk
komplikasi transfuse
o berikan O2 sesuai indikasi

50
57

NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI

3 Intoleransi aktifitas berhubungan Tujuan : Mandiri


dengan kelemahan umum, ditandai Setelah dilakukan tindakan keperawatan o Bantu kebutuhan klien
dengan : selama 3 x 24 jam, aktifitas klien o Anjurkan klien untuk melakukan aktifitas
DS : meningkat secara optimal secara bertahap
DO : Kriteria hasil : o Bantu klien melakukan latihan ROM aktif
o Klien dapat beraktifitas dengan bantuan dan pasif
minimal o Tingkatkan aktifitas dan partisipasi dalam
o Meningkatnya fungsi bagian tubuh merawat diri sendiri sesuai kemampuan
yang sakit. o Obsevasi adanya daerah yang mengalami
nyeri
Kolaborasi
o Ahli fisioterapi

50
58

NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI

4 Kurang pengetahuan berhubungan Tujuan : Mandiri


dengan kurang informasi tentang Setelah dilakukan tindakan keperawatan o Kaji tingkat pengetahuan klien tentang
proses penyakit dan selama 2 x 24 jam, pengetahuan klien penyakitnya
penatalaksanaannya meningkat o Jelaskan tentang proses penyakit, cara
Kriteria hasil : penularan dan pencegahan penyakit
o Klien mengerti dan memahami o Tinjau factor resiko individual dan bentuk
penyakit yang dialaminya. penularan.
o Klien dapat menjelaskan tentang Kolaborasi
penyakit yang dialaminya o Dokter dalam memberikan informasi
o Klien dapat bekerjasama dalam mengenai terapi obat-obatan, epek samping,
tindakan keperawatan ketaatan program

50
59

b) Resiko Infeksi ( Resiko Komplikasi )


(1) Pada hati

NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI

5 Perubahan status nutrisi : kurang Tujuan : Mandiri


dari kebutuhan tubuh berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan o Pantau pemasukan diet / jumlah kalori
dengan kegagalan masukan untuk selama 3 x 24 jam, kebutuhan nutrisi klien o Timbang berat badan setiap hari
memenuhi kebutuhan metabolik, terpenuhi o Berikan makan sedikit tapi dalam frekuensi
ditandai dengan : Kriteria hasil : sering
DS : o Berat badan klien stabil bahkan o Diskusikan makanan yang disukai klien
DO : meningkat o Sajikan dalam keadaan hangat
o Klien menghabiskan porsi makan o Berikan lingkungan yang nyaman
o Klien tampak legih segar dan o Anjurkan makan pada posisi duduk tegak
bersemangat o Diskusikan pentingnya asupan nutrisi dalam
proses penyembuhan penyakit.
Kolaborasi
o Ahli Gizi

50
51

(2) Pada gagal ginjal

NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI

6 Ketidak seimbangan cairan Tujuan : Mandiri


elektrolit : kurang volume cairan Setelah dilakukan tindakan keperawatan o Lakukan ‘”UMU” selama 24 jam secara
berhubungan dengan fase diuretic selama 3 x 24 jam, kebutuhan cairan klien akurat
GGA, dengan peningkatan volume terpenuhi o Berikan asupan cairan selama 24 jam sesuai
urine dan melambatnya Kriteria hasil : indikasi.
kemampuan absorpsi tubular. o Intake dan output cairan balance o Pantau denyut jantung, tekanan darah, CVP.
o Tidak terjadi dehidrasi o Pantau tanda-tanda dehidrasi
o Turgor kulit normal o Kaji tingkat kesadaran, gelisah, status
o Tidak terjadi oedem mental.
o Kaji turgor kulit dan pantau adanya oedem
Kolaborasi
o Pemberian terapi sesuai indikasi,
pemeriksaan laboratorium.

51
52

(3) Pada saluran gastrointestinal

NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI

7 Resiko tinggi terhadap kekurangan Tujuan : Mandiri


cairan berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan o Pantau tanda-tanda vital
kehilangan yang berlebihan : diare selama 7 x 24 jam, diharapkan kebutuhan o Catat peningkatan suhu dan durasi demam
berat, muntah, berkeringat, cairan klien terpenuhi. o Kaji turgor kulit, membrane mukosa, rasa
demam, hiperventilasi, ditandai Kriteria hasil : haus
dengan : o Intake dan output cairan seimbang serta o Ukur haluaran uine dan berat jenis urine
DS : adekuat o Timbang BB sesuai indikasi
DO : o Dapat mempertahankan hidrasi o Pantau pemasukan peroral dan masukan
o Tugor kulit, membrane mukosa lembab cairan sedikitnya 2500 ml/hari
o Hindari makanan yang menyebabkan diare
Kolaborasi
o Berikan cairan elektrolit
o Pantau pemeriksaan lab : HB/HT, elektrolit
serum, BUN,
o Berikan obat-obatan sesuai indikasi
Antiemetic dan antidiare

52
53

(4) Pada paru

NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI

8 Gangguan pertukaran gas Tujuan : Mandiri


berhubungan dengan perubahan Setelah dilakukan tindakan keperawatan o Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan, catat
membrane alveolar-kapiler ( efek selama 3 x 24 jam, kebutuhan oksigen penggunaan otot aksesori, napas bibir.
inflamasi ), ditandai dengan : mencukupi untuk kebutuhan individual o Tinggikan kepala tempat tidur
DS : Kriteria hasil : o Dorong pasien napas dalam perlahan
DO : o Menunjukan perbaikan ventilasi dan o Dorong mengeluarkan sputum, penghisapan
oksigenasi jaringan adekuat bila diindikasikan
o GDA dalam rentang normal o Auskultasi bunyi napas.
o Bebas gejala distress pernapasan o Awasi tingkat kesadaran / status mental
o Berpartisipasi dalam program o Berikan lingkungan tenang, batasi aktifitas
pengobatan dalam tingkat kemampuan pasien
klien o Awasi tanda vital dan irama jantung
Kolaborasi
o berikan oksigen sesuai indikasi hasil GDA,
pantau gambaran seri GDA, berikan terapi
sesuai indikasi

53
54

(5) Pada otak

NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI

9 Perubahan perfusi jaringan Tujuan : Mandiri


serebral berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan o Observasi tanda-tanda vital
hivovolemia, ditandai dengan : selama 3 x 24 jam, fungsi serebral o Evaluasi keadaan pupil, catat ukuran,
DS : meningkat, deficit neurologi dapat ketajaman, kesamaan antara kiri dan kanan,
DO : diperbaiki dan reaksinya terhadap cahaya
Kriteria hasil : o Kaji respon motorik terhadap perintah yang
o Mempertahankan tingkat kesadaran sederhana
biasa / perbaikan, kognisi, dan fungsi o Hindari pemakaian bantal besar pada
motoik / sensorik kepala, pertahankan letak leher dan kepala
o Mendemostrasikan tanda vital stabil pada posisi tengah
dan tak ada tanda-tanda peningkatan o Berikan waktu istirahat diantara waktu
TIK. aktifitas keperawatan dan batasi waktu dari
setiap prosedur tersebut
o Berikan lingkungan nyaman dan tenang
o Bantu pasien menghindari batuk, muntah,
feces yang dipaksakan.
Kolaborasi ;
o Berikan oksigen, terapi sesuai indikasi

54
55

d) IMPLEMENTASI
Implementasi sesuai
intervensi
5 EVALUASI
Evaluasi dilakukan dengan menggunakan SOAP dan masalah keperawatan
teratasi.

55
56

56
57

57

Anda mungkin juga menyukai