Anda di halaman 1dari 37

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN

KEBUTUHAN CAIRAN (PIELONEPRITIS) DAN ( NEFTROTIK


SYNDROME)

Untuk memenuhi tugas mata kuliah : KMD


Dosen Pembimbing : Ns.Maulida Sari.M.Kep

Disusun oleh :
Tk : 2A
Kelompok : 4
ADDINA INAYATILLAH 13404221029
DARA SAFIRA 13404221037
CUT RISKA OKTAVIANI 13404221003
SAFNA ADINDA SAFITRI 13404221023
NAFTIHA 13404221055
ARZAL RIFKHA 13404221033
MIRNA 13404221049
ALWIZAR 13404221031

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


AKPER KESDAM ISKANDAR MUDA LHOKSEUMAWE
TAHUN AJARAN 2022-2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah Subhanahuwata`ala,


Yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-nya sehingga kami dapat
menyelesaikan “ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
GANGGUAN KEBUTUHAN CAIRAN (PIELONEPRITIS) DAN
( NEFTROTIK SYNDROME)”
Pada kesempatan ini,kami berusaha semaksimal mungkin untuk
mendapatkan hasil yang terbaik. Seiring itu pula,kami tidak lupa mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak, yang telah terlibat dalam proses pembuatan
makalah ini, terima kasih kepada dosen pembimbing, juga Kepada teman-teman
yang yang turut membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Kami meminta maaf atas hasil pembuatan makalah praktik mandiri ini
yang belum sempurna dan masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki. Oleh
karena itu, kritik dan saran sangat penyusun harapkan untuk penyempurnaan
karya tulis ini.

Lhokseumawe, 15 Oktober 2022

Kelompok 4

i
DAFTAR ISI
Halaman

KATA PENGANTAR................................................................................ i
DAFTAR ISI................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1
1.1 Latar Belakang................................................................................. 1
1.2 Tujuan.............................................................................................. 2
1.3 Masalah............................................................................................ 2
1.4 Manfaat............................................................................................ 3

BAB II PEMBAHASAN............................................................................ 3
2.1 Konsep Kasus.................................................................................... 3
A. Pengeritan.................................................................................... 3
B. Etiologi........................................................................................ 3
C. Gejala........................................................................................... 4
D. Patofisiologi................................................................................ 5
E. Pemeriksaan Diagnostik ............................................................ 5
F. Penatalaksanaan .......................................................................... 7
G. Program pemerintah untuk penanganan ..................................... 8
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Teoritis.............................................. 8
A. Pengkajian Keperawatan............................................................. 8
B. Diagnosa Keperawatan................................................................ 10
C. Intervensi Keperawatan............................................................... 11
D. Implementasi Keperawatan......................................................... 13
E. Evaluasi Keperawatan................................................................. 14

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan...................................................................................... 17
3.2 Penutup............................................................................................. 18

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Cairan tubuh merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang
harus terpenuhi dalam mempertahankan keseimbangan cairan didalam tubuh.
Keseimbangan cairan merupakan bagian dari kontrol tubuh dalam
mempertahankan homeostasis. Mempertahankan volume cairan tubuh agar
relatif konstan dan komposisinya stabil penting untuk homeostasis.
Homeostasis cairan dapat dipertahankan oleh tubuh dengan cara mengatur
cairan ekstraselular, yang selanjutnya akan mempengaruhi cairan intraselular.
Gangguan keseimbangan cairan dapat mengganggu proses normal
tubuh yang akan berdampak pada pasien. Untuk itu peran dan kompetensi
perawat dalam pemenuhan kebutuhan cairan pada klien sangat mutlak untuk
diperlukan. Dengan mengetahui konsep gangguan pemenuhan kebutuhan
cairan maka asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan cairan dapat
dilakukan secara benar maka risiko atau dampak akibat kekurangan atau
ketidakakuratan pemenuhan dapat dicegah atau diatasi secara cepat dan tepat.
Buku ini akan memuat materi asuhan keperawatan pasien dengan gangguan
pemenuhan kebutuhan cairan yang meliputi konsep anatomi dan fisiologi
cairan tubuh, keseimbangan cairan, gangguan keseimbangan cairan (meliputi
kekurangan, kelebihan), asuhan keperawatan gangguan keseimbangan cairan,
standart operasional prosedur pemenuhan kebutuhan cairan.
Infeksi Traktus Urinarius (UTI) sering terjadi dan menyerang manusia
tanpa memandang usia, terutama perempuan. UTI bertanggung jawab atas
sekitar tujuh juta kunjungan pasien kepada dokter setiap tahunnya di Amerika
Serikat (Stamm,1998). Secara mikro biologi UTI dinyatakan ada jika terdapat
bakteriuria bermakna (ditemukan mikroorganisme patogen 105 ml pada urin
pancaran tengah yang dikumpulkan pada cara yang benar). 
Abnormalitas dapat hanya berkolonisasi bakteri dari urine (bakteriuria
asimtomatik) atau bakteriuria dapat disertai infeksi simtomatikndari struktur-

1
struktur traktus urinarius/ UTI umumnya dibagi dalam dua sub kategori besar:
UTI bagian bawah (uretritis,sistitis, prostatitis) dan UTI bagian atas
(pielonefritis akut). Sistitis akut (infeksi vesika urinaria) dan pielonefritis akut
( infeksi pelvis dan interstisium ginjal) adalah infeksi yang paling berperan
dalam menimbulkan morbilitas tetapi jarang berakhir sebagai gagal ginjal
progresif.
Pielonefritis merupakan infeksi piala pada ginjal, tubulus dan jaringan
interstisial dari salah satu atau kedua ginjal. Bakteri mencapai kandung kemih
melalui uretra dan naik ke ginjal. Meskipun ginjal menerima 20% sampai
25% curah jantung, bakteri jarang yang mencapai ginjal melalui aliran darah;
kasus penyebaran secara hematogen kurang dari 3%.Pielonefritis sering
sebagai akibat dari refluks ureterivesikal, dimana katup uretevesikal yang
tidak kompeten meynyebabkan urine mengalir balik (refluks) ke dalam ureter.
Obstruksi traktus urinarius ( yang meningkatkan kerentanan ginjal terhadap
infeksi), tumor kandung kemih, striktur, hiperplasia prostatik benigna, dan
batu urinarius merupakan penyebab yang lain. Pielonefritis dapat akut dan
kronis.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan gangguan
kebutuhan cairan (pielonepritis) dan ( neftrotik syndrome)

1.3 Tujuan
Mampu menerapkan Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan gangguan
kebutuhan cairan (pielonepritis) dan ( neftrotik syndrome)

1.4 Manfaat
Diharapkan hasil asuhan keperawatan ini dapat memberikan wawasan
sekaligus sebagai pengetahuan bagi perkembangan ilmu keperawata anak
yang dapat diaplikasikan dikalangan institusi terutama dalam pemberian
Asuhan Keperawatan pada gangguan kebutuhan cairan (pielonepritis) dan
( neftrotik syndrome)

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Kasus
A. Pengertian
Pielonefritis (pyelonephritis) adalah infeksi pada salah satu atau
kedua ginjal yang disebabkan oleh bakteri atau virus. Kondisi ini
merupakan salah satu jenis infeksi saluran kemih.Tugas utama organ
ginjal adalah membuang limbah dan mengambil air tambahan dari darah.
Ginjal adalah bagian dari saluran kemih Anda, yang membuat limbah cair
(urine) dan mengeluarkannya dari tubuh.Bakteri dan virus biasanya
mencapai kandung kemih melalui uretra, yaitu saluran yang
mengeluarkan urine dari kandung kemih hingga keluar dari tubuh.
Hal ini dapat menyebabkan infeksi yang memengaruhi fungsi
ginjal hingga memicu pielonefritis.Infeksi ginjal dan infeksi kandung
kemih adalah kondisi yang mirip. Namun, pielonefritis jarang ditemukan
dibanding infeksi saluran urine. Walaupun demikian, kondisi ini cukup
serius. Pasalnya, infeksi yang merusak ginjal dapat menyebabkan
pielonefritis kronis hingga berujung gagal ginjal.

B. Etiologi
Sekitar 90-95% etiologi pyelonephritis atau pielonefritis adalah
bakteri Escherichia coli, terutama uropathogenicE.coli atau UPEC.
Bakteri lain, Staphylococcus sapropyhticus ditemukan sebanyak 5-15%
penyebab pyelonephritis, khususnya pada wanita muda. Bakteri selain E.
coli lebih sering ditemui pada pyelonephritis dengan komplikasi. Daftar
bakteri penyebab pyelonephritis, diurutkan mulai dari etiologi tersering ke
terjarang, dapat dilihat pada tabel

3
Tabel 1. Bakteri Penyebab Pyelonephritis

Bakteri Gram
E. coli Negatif
Staphylococcus
Positif
aureus
Enterococci Positif
Pseudomonas
Negatif
aeruginosa
Klebsiella spp Negatif
Enterobacter spp Negatif
Proteus mirabilis Negatif
Citrobacter spp Negatif
Staphylococci
Positif
koagulase negatif
Streptococci grup B Positif

C. Gejala
Gejala yang paling umum adalah demam dan sakit pinggang. Gejala
infeksi ginjal adalah:
 Menggigil
 Sering buang air kecil
 Mual
 Rasa sakit ketika buang air kecil
 Urine terlihat keruh dan berbau tidak enak
 Rasa sakit pada tulang rusuk atau panggul
 Mendadak ingin buang air kecil
 Darah dalam urine (hematuria)
 Sakit perut
 Muntah

4
D. Patofisiologi
Patofisiologi pyelonephritis atau pielonefritis adalah infeksi
saluran kemih pada bagian parenkim dan pelvis ginjal akibat penjalaran
bakteri dari saluran kemih bawah ataupun penyebaran secara
hematogen.Pyelonephritis merupakan infeksi saluran kemih bagian atas
yang disebabkan oleh invasi bakteri pada parenkim renal. Pyelonephritis
biasanya berawal dari infeksi saluran kemih bagian bawah yang menjalar
ke atas akibat penatalaksanaan yang tidak tepat (ascending infection).
Namun, invasi bakteri ini dapat pula disebabkan oleh adanya penyebaran
hematogen, misalnya pada endokarditis.
Pada pyelonephritis, faktor virulensi dari bakteri berperan
terhadap terjadinya proses patogenesis pyelonephritis, yaitu penempelan
bakteri pada epitelial, yang diikuti oleh terjadinya respon inflamasi akibat
bakteri. Berikut adalah contoh proses yang terjadi pada bakteri yang
paling sering menjadi penyebab pyelonephritis, uropathogenic
Escherichia coli (UPEC).

E. Pemeriksaan Diagnostik
Evaluasi Diagnostik. Suatu urogram intravena dan ultrasound
dapat dilakukan untuk mengetahui lokasi obstruksi di traktus urinarius,
menghilangkan obstruksi adalah penting untuk menyelamatkan ginjal dari
kehancuran. Kultus urine dan tes sensitivitas dilakukan untuk menentukan
organisme penyebab sehingga agens antimikrobial yang tepat dapat
diresepkana.Diagnosa pyelonefritis kronik
Dulu hampir selalu dipakai bila ditemukan kelainan
tubulointerstisial ini, pengertian tentang derajat VUR yang berat dapat
menyebabkan pembentukan jaringan parut pada ginjal, atrofi, dan dilatasi
kaliks (nefropati refluks0, yang lazim didiagnosis sebagai pyelonefritis
kronik, sekarang ini sudah diterima dengan baik. Mekanisme penyebab
jaringan parut diyakini merupakan gabungan dari efek : (1) VUR, (2)
refluks intrarenal, dan (3) infeksi (kunin, 1997; tolkoff-Rubin, 2000;

5
Rose, Rennke, 1994). Keparahan VUR merupakan satu-satunya faktor
penentu terpenting dari kerusakan ginjal. Banyak bukti yang
menyongkong pendapat bahwa keterlibatan ginjal pada nefropati refluks
terjadi pada awal masa kanak-kanak sebelum usia 5 sampai 6 tahun,
karena pembentukan jaringan parut yang baru jarang terjadi setelah  usia
ini. Penjelasan dari pengamatan ini adalah bahwa refluks intrarenal
terhenti sewaktu anak menjadi lebih besar (kemungkinan besar karena
perkembangan ginjal), walaupun demikian VUR dapat terus berlanjut.
Pada orang dewasa. VUR dan nefropati refluks dapat berkaitan
dengan gangguan obstruktif dan neoruligik yang menyebabkan sumbatan
pada drainase urine (seperti batu ginjal atau vesika urinaria neurologik
akibat diabetes atau cidera batang otak). Namun, sebagian besar orang
dewasa yang memiliki jaringan parut pada ginjal akibat pyelonefritis
kronik mendapat lesi-lesi ini pada awal masa kana-kanaknya. Bukti-bukti
yang menyokong mekanisme refluks infeksi ini berasal dari percobaan
pada hewan dan pengamatan pada manusia dengan hasil sebagai berikut :
85% sampai 100% anak-anak  dan 50%  orang dewasa dengan jaringan
parut ginjal  menderita VUR (Tolkoff-Rubin,2000) .
Mekanisme penyataannya nefropati refluks yang mulai terjadi
pada awal masa kanak-kanak dapat njelskan bagmenjelaskan
pembentukan jaringan parut dan kerusakan ginjal pada banyak pasien,
masih sulit untuk menjelaskan bagaimana perjalanan kerusakan ginjal
progresif karena pada sejumlah orang orang dewasa dengan pyelonifritis
tahap akhir tidak dapat refluks maupun UTI. Beberapa pasien bahkan
tidak dapat mengingat sama sekali pernah mengalami UTI berulang. Teori
paling populer untuk menjelaskan gagal ginjal progisif yang terjadi pada
pasien dengan refluks yang sudah dikoreksi dengan urine steril adalah
teori hemodinamik intrarenal atau hipotesis hiperfitrasi (Rose, Rennke,
1994). Menurut teori ini, infeksi awal penyebab kerusakan nefron
mengakibatkan kompensasi peningkatan tekanan  kapiler glomelurus
(Pgc) dan hiperperfusi pada sisa nefron yang masih relatif normal.

6
Tampaknya hipertensi intraglomerulus ini menimbulkan cidera pada
glomerulus dan akhirnya menyebabkan sklerosis. Konsep cedera
glomerulus yang diperantaikeadaan hemodinamik ini didukung oleh
semakin banyaknya bukti dari percobaan menunjukan bahwa
pengendalian hipertensi sistemik terutama dengan pemberian obat-obat
penghambat enzim konversi angiotensi (ACE) seperti koptopril atau
enalapril maleat memperlambat penurunan GFR pada banyak pasien
gagal ginjal. Obat-obatan ini menurunkan Pgc dengan melawan kerja
angiotensin II dan dilatasi arteriol eferen. Penurunan Pgc juga terjadi jika
makanan berprotein dibatasi hanya 20 sampai 30g/hari, dilengkapi dengan
asam amino dan analog ketonya.

F. Penatalaksanaan
Pasien pyelonifritis akut beresiko terhadap bakterimia dan
memerlukan terapi antimikrobisl ysng intensif. Terapi parental diberikan
se;lama 24 samapi 28 jam sampai pasien afrebil. Pada waktu tersebut,
agens oral dspst diberikan. Pasien dengan kondisi yang sedikit kritis akan
efektif apabila ditangani hanya dengan agens oral. Untuk mrncega
perkemban biakannyabakteri yang tersisa, maka pengobatan pyelonefritis
akut biasanya lebi lama dari pada sistesis.
Masalah yang mungkin timbul dalam penanganan adalah infeksi
kronik atau kambuhan yang muncul sampai beberapa bulan atau tahun
tampa gejala. Setelah program antimikrobial awal, pasien dipertahankan
untuk terus diwah penanganan antimikrobial sampai bukti adanya bukti
adanya infeksi tidak terjadi, seluruh faktor penyebab telah ditangani dan
dikendalikan, dan fungsi ginjal stabil. Kadar keratininserum dan hitung
darah pasien dipantau durasinya pada terapi jangka panjang.
Penatalaksanaan agens antimokrobial pilihan di dasarkan pada
identifikasi patogen melalui kultur urin. Jika bakteri tidak dapat hilang
dari urin, nitrofurantion atau kombinasi sulfametoxazole dan

7
trimetrhopim dapat digunakan untuk menekan pertumbuhan bakteri.
Fungsi renal ketat, terutama jika medikasi potensial toksin bagi ginjal.

G. Program Pemerintah Untuk Penanganan


 Penguatan health security terutama peningkatan kapasitas untuk
pencegahan, deteksi, dan respon cepat terhadap ancaman penyakit
termasuk (pielonepritis)
 Peningkatan cakupan penemuan kasus dan pengobatan serta
penguatan tata laksana penanganan penyakit pielonepritis)
 Pengendalian resistensi antimikroba;
 Pemberdayaan masyarakat dalam pengendalian penyakit dan
penguatan sanitasi total berbasis masyarakat.

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Teoritis


A. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas
Nama : Tn.N
Umur : 35 thn
TTV :
TD : 130/80mmhg
PULSE : 80x/menit
RR : 18 x/menit
SUHU : 36,5 O C
2. Data subyektif:
a. Lemah.
b. Nyeri bagian perut
c. Mual
d. Nafsu Makan Berkurang
e. BAK sering pada malam hari dan mengompol
3. Data obyektif :
a. Penglihatan menurun

8
b. Nyeri ketok cva
c. Gerak Terbatas
4. Keluhan utama
Merupakan riwayat kesehatan klien saat ini yang meliputi
keluhan pasien, biasanya jika klien mengalami ISK bagian bawah
keluhan klien biasanya berupa rasa sakit atau rasa panas di uretra
sewaktu kencing dengan air kemih sedikit- sedikit serta rasa sakit
tidak enak di suprapubik. Dan biasanya jika klien mengalami ISK
bagian atas keluhan klien biasanya sakit kepala, malaise, mual,
muntah, demam, menggigil, rasa tidak enak atau nyeri pinggang
5. Riwayat Penyakit Sekarang
Merupakan riwayat kesehatan klien saat ini yang meliputi
keluhan pasien, biasanya jika klien mengalami ISK bagian bawah
keluhan klien biasanya berupa rasa sakit atau rasa panas di uretra
sewaktu kencing dengan air kemih sedikit- sedikit serta rasa sakit
tidak enak di suprapubik. Dan biasanya jika klien mengalami ISK
bagian atas keluhan klien biasanya sakit kepala, malaise, mual,
muntah, demam, menggigil, rasa tidak enak atau nyeri pinggang.
a. Riwayat Penyakit Keluarga
Merupakan riwayat kesehatan keluarga yang biasanya dapat
meperburuk keadaan klien akibat adanya gen yang membawa
penyakit turunan seperti Diabetes Mellitus, hipertensi. ISK
bukanlah penyakit turunan karena penyakit ini lebih disebabkan
dari anatomi reproduksi, higiene seseorang dan gaya hidup
seseorang, namun jika ada penyakit turunan di curigai dapat
memperburuk atau memperparah keadan klien.
b. Data Psikososial
Adanya kecemasan, mekanisme koping menurun dan
kurangnya berinteraksi dengan orang lain sehubungan dengan
proses penyakit. Adakah hambatan dalam interaksi sosial
dikarenakan adanya ketidaknyamanan (nyeri hebat).

9
B. Diagnosa Keperawatan
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan yaitu pemeriksaan fisik head to toe
yaitu pemeriksaan yang dilakukan mulai dari ujung kepala hingga ujung
kaki. Pemeriksaan ini meliputi:
a. Kepala
Mengetahui turgor kulit dan tekstur kulit dan mengetahui adanya lesi
atau bekas luka.
1) Inspeksi : lihat ada atau tidak adanya lesi, warna kehitaman atau
kecoklatan, edema, dan distribusi rambut kulit.
2) Palpasi : diraba dan tentukan turgor kulit elastik atau tidak, tekstur
kepala kasar atau halus, akral dingin atau hangat.
b. Rambut
Mengetahui warna, tekstur dan percabangan pada rambut dan untuk
mengetahui mudah rontok dan kotor
1) Inspeksi : distribusi rambut merata atau tidak, kotor atau tidak,
bercabang atau tidak.
2) Palpasi : mudah rontok atau tidak, tektur kasar atau halus.
c. Wajah
Mengetahui bentuk dan fungsi kepala dan untuk mengetahui luka dan
kelainan pada kepala.
1) Inspeksi : lihat kesimetrisan wajah jika muka kanan dan kiri
berbeda atau missal lebih condong ke kanan atau ke kiri, itu
menunjukkan ada parase/kelumpuhan.
2) Palpasi : cari adanya luka, tonjolan patologik dan respon nyeri
dengan menekan kepala sesuai kebutuhan
d. Mata
Mengetahui bentuk dan fungsi mata (medan penglihatan visus dan
otot-otot mata), dan juga untuk mengetahui adanya kelainan atau
pandagan pada mata. Bila terjadi hematuria, kemungkinan
konjungtiva anemis.

10
1) Inspeksi : kelopak mata ada lubang atau tidak, reflek kedip
baik/tidak, konjungtiva dan sclera : merah atau konjungtivitis,
ikterik/indikasi hiperbilirubin atau gangguan pada hepar, pupil :
isokor, miosis atau medriasis.
2) Palpasi : tekan secara rinagn untuk mengetahui adanya TIO
(tekanan intra okuler) jika ada peningkatan akan teraba keras
e. Dada
Mengetahui bentuk kesimetrisan, frekuensi, irama pernafasan, adanya
nyeri tekan, dan untuk mendengarkan bunyi paru.
1) Inspeksi : amati kesimetrisan dada kanan kiri, amati adanya
retraksi interkosta, amati pergerakan paru.
2) Palpasi : adakah nyeri tekan , adakah benjolan
3) Perkusi : untuk menentukan batas normal paru.
4) Auskultasi : untuk mengetahui bunyi nafas, vesikuler,
wheezing/crecles.
f. Ekstremitas atas dan bawah
Mengetahui mobilitas kekuatan otot dan gangguan-gangguan pada
ektremitas atas dan bawah. Lakukan inspeksi identifikasi mengenai
ukuran dan adanya atrofil dan hipertrofil, amati kekuatan otot dengan
memberi penahanan pada anggota gerak atas dan bawah.
g. Kulit
Mengetahui adanya lesi atau gangguan pada kulit klien. Lakukan
inspeksi dan palpasi pada kulit dengan mengkaji kulit kering/lembab,
dan apakah terdapat oedem

C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Intervensi
Tujuan
Keperawatan Keperawatan
1. Nyeri akut 1. Pasien merasa 1. Pantau intensitas,
berhubungan nyaman dan lokasi, dan factor
dengan proes nyeri berkurang yang memperberat
peradangan 2. Pasien bebas atau meringankan

11
/infeksi dari demam nyeri
2. Berikan waktu
istirahat yang cukup
dan tigkat aktifitas
yang dapat ditoleran
3. Anjurkan minum
sebanyak 2-3 liter
jika tidak ada kontra
indikasi
4. Pantau saluran urin
terhadap perubahan
warna,bau.
5. Berikan perawatabn
purineal
6. Kolaborasi
analgesic sesuai
kebutihan
2. Perubahan nutrisi 1. Nafsu makan 1. Pantau /catat
kurang dari bertambah pemasukan diet
kebutuhan tubuh 2. Tawarkan
berhubungan perawatan mulut
dengan hipotermi sering cuci dengan
perubahan larutan (25%) cairan
membrane asam asetat.
mukosa,kurang 3. Berikan permen
nafsu makan karet,permen
keras,penyegar
mulut diantara
makanan
4. Berikan maknan
sedikit tapi sering

12
5. Kolaborasi dengan
ahli gizi

3. Intoleransi 1. Toleran aktifitas 1. Jelaskan semua


aktivitas b.d prosedur tindakan
kelemahan umum 2. Berikan support
mental pada anak
dan orang tua.Bantu
aktivitas perawatan
diri yang
diperlukan,beri
kemajuan
peningkatan
aktifitas selama fase
penyembuhan
3. Evaluasi respon
pasien terhadap
aktifitas,catat
laporan peningkatan
kelemahan/kelelaha
n dan perubahan
tanda vital selama
dan setelah aktivitas

D. Implementasi Keperawatan
Implementasi
Nyeri akut berhubungan dengan proes peradangan /infeksi
1. Memantau intensitas,lokasi,dan factor yang memperberat atau
meringankan nyeri
2. Memerikan waktu istirahat yang cukup dan tigkat aktifitas yang

13
dapat ditoleran
3. Menganjurkan minum sebanyak 2-3 liter jika tidak ada kontra
indikasi
4. Memantau saluran urin terhadap perubahan warna,bau.
5. Memberikan perawatabn purineal
6. Mengkolaborasi analgesic sesuai kebutihan
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
hipotermi perubahan membrane mukosa,kurang nafsu makan
1. Mekolaborasi untuk pemberian transfuse trombocyt atau PRC/WB
jika terjadi perdarahan hebat. Pantau /catat pemasukan diet
2. Menawarkan perawatan mulut sering cuci dengan larutan (25%)
cairan asam asetat.Berikan permen karet,permen keras,penyegar
mulut diantara makanan
3. Memberikan maknan sedikit tapi sering
4. Mengkolaborasi dengan ahli gizi
Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum
1. Menjelaskan semua prosedur tindakan
2. Memberikan support mental pada anak dan orang tua.Bantu
aktivitas perawatan diri yang diperlukan,beri kemajuan
peningkatan aktifitas selama fase penyembuhan
3. Mengevaluasi respon pasien terhadap aktifitas,catat laporan
peningkatan kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda vital
selama dan setelah aktivitas

E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan S :
dengan proes peradangan - Klien mengatakan nyeri
/infeksi berkurang

14
O:
- Klien terlihat tidak meringis
A:
- Masalah teratasi
P:
- Intervensi dihentikan
2. Perubahan nutrisi kurang dari S :
kebutuhan tubuh berhubungan - Klien mengatakan nafsu
dengan hipotermi perubahan makan sudah normal kembali
membrane mukosa, kurang - Klien mengatakan tidak lagi
nafsu makan mual dan muntah
O:
- Klien terlihat tidak meringis
- Mulut klien sudah terlihat
bersih
A:
- Masalah teratasi
P:
- Intervensi dihentikan

3. Intoleransi aktivitas b.d S :


kelemahan umum - Klien mengatakan tidak lagi
mengalami kegelisahan
- Mobiltas klien sudah normal
O:
- Klien terlihat sudah normal
kembali
- Kebutuhan oksigen klien
sudah normal
A:
- Masalah teratasi

15
P:
Intervensi dihentikan

16
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pielonefritis (pyelonephritis) adalah infeksi pada salah satu atau kedua
ginjal yang disebabkan oleh bakteri atau virus. Kondisi ini merupakan salah
satu jenis infeksi saluran kemih.Tugas utama organ ginjal adalah membuang
limbah dan mengambil air tambahan dari darah. Ginjal adalah bagian dari
saluran kemih Anda, yang membuat limbah cair (urine) dan mengeluarkannya
dari tubuh.Bakteri dan virus biasanya mencapai kandung kemih melalui
uretra, yaitu saluran yang mengeluarkan urine dari kandung kemih hingga
keluar dari tubuh.
Hal ini dapat menyebabkan infeksi yang memengaruhi fungsi ginjal
hingga memicu pielonefritis.Infeksi ginjal dan infeksi kandung kemih adalah
kondisi yang mirip. Namun, pielonefritis jarang ditemukan dibanding infeksi
saluran urine. Walaupun demikian, kondisi ini cukup serius. Pasalnya, infeksi
yang merusak ginjal dapat menyebabkan pielonefritis kronis hingga berujung
gagal ginjal.
Berdasarkan hasil dari asuhan keperawatan DHF dapat disimpulkan
sebagai berikut :
 Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien yaitu Nyeri akut
berhubungan dengan proes peradangan /infeksi, Perubahan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan hipotermi perubahan
membrane mukosa,kurang nafsu makan, Intoleransi aktivitas b.d
kelemahan umum
 Intervensi yang dilakukan oleh penulis sesuai dengan diagnosa
keperawatan yang dialami klien. Intervensi disusun berdasarkan Standar
Intervensi Keperawatan Indonesia.
 Implementasi keperawatan dilakukan sesuai dengan intervensi
keperawatan yang telah disusun. Pada umum nya penulis melakukan

17
semua intervensi yang ada tetapi terdapat beberapa intervensi yang tidak
diimplementasikan.
 Hasil evaluasi keperawatan dilakukan sesuai dengan hasil pengkajian dari
pasien menurut SOAP

3.2 Saran
Diharapkan penulis selanjutnya dapat melakukan asuhan keperawatan
Pielonefriti dengan benar.

18
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3.


Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosa Keprawatan. Edisi 7. Jakarta: EGC
Fulop T et al. 2014.Acute pyelonefritis. Emedicine. URL :
http://emedicine.medscape.com/article/245559-overview - aw2aab6b2b6
Febyana Dwi.2016 Askep Akut pyelenofritisdan Kronik Pyelonefritis URL :
http://klikfebyanadwi.blogspot.com/2016/05/askep-upper-urinary- tract-
infections_22.html
NANDA. 2011. Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi. 2009- 2011
Jakarta: EGC
https://www.alomedika.com/penyakit/nefrologi/pyelonephritis/penatalaksanaan
https://www.alomedika.com/penyakit/nefrologi/pyelonephritis/patofisiologi
Jakarta: EGC Tambayong jan. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta:
EGC Wilkinson,

19
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sindrom nefrotik merupakan salah satu penyakit ginjal yang sering
dijumpai pada anak, ditandai dengan proteinuria, hipoalbuminemia, edema,
dan hyperkolesterolemia. Tujuan. Untuk mengetahui karakteristik, gambaran
klinis, dan laboratorium anak dengan sindrom nefrotik. Metode. Penelitian
deskriptif retrospektif, dengan mengambil data dari rekam medis pasien
sindrom nefrotik selama periode 2001-2007, di Bagian Ilmu Kesehatan Anak
RSUP Sanglah, Denpasar. Hasil. Selama periode 6 tahun (2001-2007),
terdapat 68 anak dengan sindrom nefrotik. Usia berkisar dari 6 bulan sampai
dengan 11 tahun (rerata 5,1),laki-laki 50 (73,5%), perempuan 18 (26,5%)
dengan rasio 2,7:1.
Sebagian besar pasien datang dengan keluhan utama bengkak 62
(91%), demam 2 (3%), kejang 2 (3%), dan syok 2 (3%). Kadar albumin rata-
rata 1,02 ± 0,67, kolesterol 485,3±162,39, 14,7% dengan hematuria.
Peningkatan kreatinin 16 (23,5%), respons terhadap terapi 58 (85,2%) sensitif
steroid, 10 (14,8%) resisten steroid. Kesimpulan. Sindrom nefrotik lebih
banyak mengenai laki-laki dibandingkan perempuan. Sebagian besar pasien
datang ke rumah sakit dengan keluhan bengkak dan proteinuria masif.
Respons pengobatan menunjukkan sebagian besar sensitif terhadap steroid.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan gangguan
kebutuhan cairan(neftrotik syndrome)

1.3 Tujuan
Mampu menerapkan Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan gangguan
kebutuhan cairan ( neftrotik syndrome)

20
1.4 Manfaat
Diharapkan hasil asuhan keperawatan ini dapat memberikan wawasan
sekaligus sebagai pengetahuan bagi perkembangan ilmu keperawata anak
yang dapat diaplikasikan dikalangan institusi terutama dalam pemberian
Asuhan Keperawatan pada gangguan kebutuhan cairan ( neftrotik syndrome)

21
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Kasus


A. Pengertian
Sindrom nefrotik adalah kondisi ketika ginjal mengeluarkan terlalu
banyak protein dalam urine yang keluar dari dalam tubuh. Kelainan ginjal
ini dapat memicu hipoalbuminemia, edema, dan berbagai komplikasi
lainnya.Normalnya, ginjal akan menyimpan zat yang dibutuhkan tubuh,
seperti protein, di dalam darah. Bila seseorang mengalami penyakit ginjal
ini, ginjal akan membuang protein bersamaan dengan limbah metabolik
saat buang air kecil.Hal ini dapat terjadi akibat kerusakan pembuluh darah
kecil pada ginjal yang bertugas menyaring limbah dan kelebihan air dari
darah. Akibatnya, Anda mungkin akan mengalami berbagai gejala yang
mengganggu, seperti pembengkakan (edema) pada kaki dan pergelangan
kaki.

B. Etiologi
Sindrom nefrotik dapat disebabkan oleh glomerulonefritis primer
dan sekunder akibat infeksi, keganasan, penyakit jaringan ikat, obat atau
toksin dan akibat penyakit sitemik. Penyebab sindrom nefritik pada
dewasa dihubungkan dengan penyakit sistemik seperti diabetes mellitus,
amiloidosis atau lupus eritemtosis sistemik

C. Gejala
Gejala utama sindrom nefrotik adalah penumpukan cairan dalam
tubuh atau edema. Edema terjadi akibat rendahnya protein dalam
darah.Salah satu fungsi protein dalam darah adalah untuk menahan cairan
di dalam darah. Jika kadar protein kurang, cairan dari dalam pembuluh
darah akan bocor keluar dan menumpuk di jaringan tubuh.Pada anak-
anak, edema yang disebabkan oleh sindrom nefrotik dapat diamati dari
pembengkakan di wajah. Sedangkan pada orang dewasa, edema bisa

22
terlihat dari pembengkakan di tumit yang diikuti pembengkakan di betis
dan paha.
Gejala sindrom nefrotik lain yang dapat muncul adalah:
 Urine yang berbusa akibat adanya protein dalam urine
 Diare
 Mual
 Letih, lesu, dan hilang nafsu makan
 Berat badan bertambah akibat penumpukan cairan tubuh
D. Patofisiologi
1. Proteinuria
Ada tiga jenis proteinuria yaitu glomerular, tubular dan
overflow. Kehilangan protein pada sindrom nefrotik termasuk dalam
proteinuria glomerular. Proteinuria pada penyakit glomerular
disebabkan oleh meningkatnya filtrasi makromolekul melewati dinding
kapiler glomerulus. Hal ini sering diakibatkan oleh kelainan pada
podosit glomerular. Dalam keadaan normal membran basal glomerulus
mempunyai mekanisme penghalang untuk mencegah kebocoran
protein. Mekanisme penghalang pertama berdasarkan ukuran molekul
dan yang kedua berdasarkan muatan listriknya.(Charles, 2009)
Pada sindrom nefrotik kedua mekanisme tersebut
terganggu.proteinuria dibedakan menjadi selektif dan non-selektif
berdasarkan ukuran molekul protein yang keluar melalui urin. Protein
selktif apabila protein yang keluar terdiri dari molekul kecil mialnya
albumin, sedangkan yang non-selektif apabila protein yang keluar
terdiri dari molekul besar seperti imunoglobulin. (Kodner, 2016)
2. Hipoalbuminemia
Pada keadaan normal, produksi albumin di hati adalah
12-14g/hari (130- 200 mg/kg) dan jumlah yang diproduksi sama
dengan jumlah yang dikatabolisme. Katabolisme secara dominan
terjadi pada ekstrarenal, sedangkan 10% di katabolisme pada tubulus
proksimal ginjal setelah resorpsi albumin yang telah difiltrasi. Pada

23
pasien sindrom nefrotik, hipoalbuminemia merupakan manifestasi dari
hilangnya protein dalam urin yang berlebihan dan peningkatan
katabolisme albumin. (Kharisma, 2017)
Hilangnya albumin melalui urin merupakan konstributor yang
penting pada kejadian hipoalbuminemia. Meskipun demikian, hal
tersebut bukan merupakan satu-satunya penyebab pada pasien sindrom
nefrotik karena laju sintesis albumin dapat meningkat setidaknya tiga
kali lipat dan dengan begitu dapat mengompensasi hilangnya albumin
melalui urin. (UKK Nefrologi IDAI, 2014)
3. Edema
Terdapat beberapa teori yang menjelaskan tentang timbulnya
edema pada sindrom nefrotik. Underfilled theory merupakan teori
klasik tentang pembentukan edema. Teori ini berisi bahwa adanya
edema disebabkan oleh menurunnya tekanan onkotik intravaskuler dan
menyebabkan cairan merembes ke ruang interstisial. Adanya
peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus menyebabkan albumin
keluar sehingga terjadi albuminuria dan hipoalbuminemia.
Sebagaimana diketahui bahwa salah satu fungsi vital dari albumin
adalah sebagai penentu tekanan onkotik.
Maka kondisi hipoalbuminemia ini menyebabkan tekanan
onkotik koloid plasma intravaskular menurun. Sebagai akibatnya,
cairan transudat melewati dinding kapiler dari ruang intravaskular ke
ruang interstisial kemudian timbul edema. Menurut teori lain yaitu
teori overfilled, retensi natrium renal dan air tidak bergantung pada
stimulasi sistemik perifer tetapi pada mekanisme intrarenal primer.
Retensi natrium renal primer mengakibatkan ekspansi volume plasma
dan cairan ekstraseluler. Overfilling cairan ke dalam ruang interstisial
menyebabkan terbentuknya edema.
4. Hiperkolesterolemia
Hampir semua kadar lemak (kolesterol, trigliserid) dan
lipoprotein serum meningkat pada sindrom nefrosis. Hal ini dapat

24
dijelaskan dengan penjelasan antara lain yaitu adanya kondisi
hipoproteinemia yang merangsang sintesis protein menyeluruh dalam
hati, termasuk lipoprotein. Selain itu katabolisme lemak menurun
karena terdapat penurunan kadar lipoprotein lipase plasma, sistem
enzim utama yang mengambil lemak dari plasma.
Beberapa peningkatan serum lipoprotein yang di filtrasi di
glomerulus akan mencetuskan terjadinya lipiduria sehingga adanya
temuan khas oval fat bodies dan fatty cast pada sedimen urin.
E. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakaukan pada sindrom nefrotik
adalah sebagai berikut :
1. Urinalisis dan biakan urin, dilakukan jika terdapat gejala klinis yang
mengarah pada infeksi saluran kemih (ISK).
2. Protein urin kuantitatif ; Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan
urin 24 jam atau rasio protein/kreatinin pada urin pertama pagi hari,
pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui derajat dari proteinuria.
3. Pemeriksaan darah ; Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung
jenis leukosit, trombosit, hematokrit, LED), Albumin dan kolesterol
serum, Ureum, kreatinin, dan klirens kreatinin. (UKK Nefrologi IDAI,
2014)
4. Pemeriksaan Radiologi ; dapat dilakukan USG ginjal untuk
mengidentifikasi trombosis vena renalis jika terdapat indikasi curiga
adanya keluhan nyeri pinggang (flank pain), hematuria atau gagal
ginjal akut.
5. Pemeriksaan Histopatologi; pada pemeriksaan ini dapat dilakukan
biopsi ginjal, pemeriksaan ini direkomendasikan pada pasien sindrom
nefrotik untuk mengkonfirmasi subtipe penyakitnya atau untuk
konfirmasi diagnosis. Meskipun begitu, belum ada guidline yang pasti
menjelaskan kapan biposi ginjal di indikasikan.

25
F. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis
 Istirahat sampai edema tinggal sedikit, aktivitas disesuaikan dgn
kemampuan pasien.
 Diet protein normal sesuai dgn RDA (Recommended Daily
Allowances) yaitu 2 g/kg BB/hari.
 Mencegah infeksi, harus diperiksa kemungkinan anak menderita
TBC.
 Diuretik
 Kortikosteroid.Antibiotic hanya diberikan bila ada infeksi
 Pungsi asites, pungsi hidrototaks dilakukan bila ada indikasi vital.
 Jika ada gagal jantung diberikan digitalis.
 Pasien rawat jalan pemeriksaan fisik dilakukan dgn menimbang
BB, mengukur TB, TD, danpemeriksaan tanda-tanda lainnya
 Pemeriksaan penunjang yg harus dievaluasi adalah urin rutin,
darah tepi, kadar urin serta kreatinindatah 3-6 bulan sekali
tergantung situasi.
2. Penatalaksanaan keperawatan
Edema yang berat
 Pasien SN dg edema anasarka perlu istirahat di tempat tidur
karena keadaan edema yg beratmenyebabkan pasien kehilangan
kemampuannya utk bergerak. Selama edema masih berat
semuakeperluan harus ditolong di atas tempat tidur
 .Baringkan pasien setengah duduk, karena adanya cairan di dlm
rongga toraks akan menyebabkanpasien sesak napas.
 Berikan alas bantal pd kedua kakinya sampai pd tumit (bantal
diletakkan memanjang; karena jikabantal melintang bagian ujung
kaki akan lebih rendah & menyebabkan edema lebih berat).
 Bila pasien seorang anak laki-laki, berikan ganjal di bawah
skrotum utk mencegah pembengkakanskrotum.
 Diet

26
 Protein 1,2-2,0 g/kgBB/hari & cukup kalori yaitu 35 kcal/kg/hari
serta rendah garam (1 g/hari).
 Bentuk makanan disesuaikan dgn keadaan penderita, dpt makanan
biasa/ lunak. Jangan diberikanmakanan yg keras karena penderita
malas makan

G. Program Pemerintah Untuk Penanganan


 Edukasi dan promosi kesehatan terhadap penderita dan keluarga
dengan sindrom nefrotik (SN) sangat penting. Beberapa edukasi yang
penting untuk disampaikan, antara lain mengenai perjalanan penyakit,
pilihan terapi, komplikasi, serta prognosis dari SN sesuai etiologinya.
 Edukasi Pasien
 Sindrom nefrotik (SN) adalah penyakit kronis yang dapat mengalami
remisi dan relaps. Pada kondisi yang berat, ada risiko komplikasi
gagal ginjal hingga membutuhkan dialisis atau transplantasi ginjal.
Manajemen diet pasien sindrom nefrotik yang tepat diperlukan untuk
menghindari perburukan gejala

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Teoritis


A. Pengkajian Keperawatan
1. Pengkajian
Nama : Tn.S
Umur : 20 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
TTV :
TD : 120/80mmhg
PULSE : 80x/menit
RR : 20 x/menit
SUHU : 37 O C
2. Keluhan Utama
Bengkak pada kedua tungkai bawah dari pangkal paha sampai ujung
kaki, wajah dan perut.

27
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh bengkak pada kaki, wajah dan perut Pasien
juga mengeluhkan demam. Demam terjadi tiga hari sebelum keluhan
bengkak muncul. Demam diakatakan mendadak tinggi dan terukurur
38 C dan membaik saat pemberian obat penurun panas. Selain itu
pasien juga mengeluhkan kencing berbuih, kencing berbuih dikatakan
bersamaan saat bengkak yang dirasakan. Nyeri saat berkemih
disangkal dan kencing berwarna kuning. Keluhan batuk, pilek, mual
dan muntah sebulan sebelum keluhan disangkal. BAB dikatakan
normal.
4. Riwayat Penyakit Dalam Keluarga
Riwayat penyakit sistemik seperti hipertensi, diabetes mellitus,
penyakit ginjal, jantung, ataupun liver di keluarga pasien disangkal
Riwayat Pribadi, Sosial dan Ekonomi Pasien adalah seorang
pegawai swalayan. Pasien adalah seorang homoseksual, riwayat
multiparter. Riwayat konsumsi rokok, alkohol, penggunaan tattoo,
transfusi darah, dan operasi disangkal.

B. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Intervensi
Tujuan
keperawatan keperawatan
1. Kelebihan 1. Tidak terjadi 1. Pantau, ukur dan
volume cairan b. akumulasi cairan catat intake dan
d. penurunan dan dapat output caira
tekanan osmotic mempertahankan  Observasi
plasma keseimbangan perubahan edema
intake dan output  Batasi intake
garam
 Ukur lingkar
perut
 Timbang berat

28
badan setiap hari
2. Perubahan pola 1. Pola nafas Auskultasi bidang paru
nafas b.d. adekuat Pantau adanya
penurunan gangguan bunyi nafas
ekspansi paru Berikan posisi semi
fowler
Observasi tanda-tanda
vital
Kolaborasi pemberian
obat diuretic
3. Resti infeksi b.d. 1. Tidak terjadi  Cuci tangan
menurunnya infeks sebelum dan
imunitas, sesudah tindakan
prosedur invasif  Pantau adanya
tanda-tanda infeksi
 Lakukan perawatan
pada daerah yang
dilakukan prosedur
invasive
 Anjurkan keluarga
untuk mrnjaga
kebersihan pasien

C. Implementasi Keperawatan
Implementasi
 Kelebihan volume cairan b. d. penurunan tekanan osmotic plasma
 Memantau, megukur dan mencatat intake dan output caira
 Mengbservasi perubahan edema
 Mengintake garam
 Mengukur lingkar perut

29
 Menimbang berat badan setiap hari
Perubahan pola nafas b.d. penurunan ekspansi paru
 Mengauuskultasi bidang paru
 Memantau adanya gangguan bunyi nafas
 Memberikan posisi semi fowler
 Mengobservasi tanda-tanda vital
 Mengolaborasi pemberian obat diuretic
Resti infeksi b.d. menurunnya imunitas, prosedur invasive
 Mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
 Memantau adanya tanda-tanda infeksi
 Melakukan perawatan pada daerah yang dilakukan prosedur
invasive
 Menganjurkan keluarga untuk mrnjaga kebersihan pasien

D. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi
Kelebihan volume cairan b. d. S:
penurunan tekanan osmotic - Klien mengatakan tidak lagi ada
plasma udem
O:
- Klien terlihat tidak meringis
- Berat badan sudah seimbang
A:
- Masalah teratasi
P:
- Intervensi dihentikan
Perubahan pola nafas b.d. S :
penurunan ekspansi paru - Klien mengatakan tidak lagi
mual dan muntah
- Klien mn\engatakan tidak lagi

30
sesak
O:
- Klien terlihat tidak meringis
- Oksigen sudah normal
A:
- Masalah teratasi
P:
- Intervensi dihentikan

Resti infeksi b.d. menurunnya S :


imunitas, prosedur invasive - Mobiltas klien sudah normal
O:
- TTV telah normal kembali
- Leukosit telah normal
A:
- Masalah teratasi
P:
Intervensi dihentikan

31
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sindrom nefrotik merupakan suatu penyakit glomerular yang ditandai
dengan edema, proteinuria masif >3,5 gram/hari, hipoalbunemia < 3,5
gram/hari, hiperkolesterolemia dan lipiduria. Sindrom nefrotik dapat
disebabkan oleh glomerulonefritis primer dan sekunder akibat infeksi,
keganasan, penyakit jaringan ikat, obat atau toksin dan akibat penyakit
sitemik. Pada pasien ini dari anamnesis didapatkan gejela seperti edema pada
extremitas bagian bawah, wajah dan bagian abdomen sejak bulan Mei,
pemeriksaan fisik yang dilakukan pada saat dilakukan pada tanggal 2 Juli
2019 sudah tidak didapatkan gejala tersebut dan pemeriksaan penunjang saat
pasien dirawat didapatkan hiperkolesterolemia, proteinuria dan
hipoalbunemia.
Manajemen yang diberikan adalah manajemen secara umum seperti
istirahat, diet rendah kolesterol, diet garam rendah garam dan diet protein.
Pengobatan edema, pengobatan proteinuria dengan penghambat ACE atau
antagonis reseptor angiotensin II, pengobatan dyslipidemia dengan golongan
statin dan pengobatan kasual sesuai dengan etiologi dari sindrom nefrotik.
Pada pasien sudah dilakukan manajemen planning dan terapi yang sesuai
dengan penanganan sindrom nefrotik
Berdasarkan hasil dari asuhan keperawatan DHF dapat disimpulkan
sebagai berikut :
 Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien yaitu Kelebihan volume
cairan b. d. penurunan tekanan osmotic plasma,Perubahan pola nafas b.d.
penurunan ekspansi paru, Resti infeksi b.d. menurunnya imunitas,
prosedur invasive
 Intervensi yang dilakukan oleh penulis sesuai dengan diagnosa
keperawatan yang dialami klien. Intervensi disusun berdasarkan Standar
Intervensi Keperawatan Indonesia.

32
 Implementasi keperawatan dilakukan sesuai dengan intervensi
keperawatan yang telah disusun. Pada umum nya penulis melakukan
semua intervensi yang ada tetapi terdapat beberapa intervensi yang tidak
diimplementasikan.
 Hasil evaluasi keperawatan dilakukan sesuai dengan hasil pengkajian dari
pasien menurut SOAP

3.2 Saran
Diharapkan penulis selanjutnya dapat melakukan asuhan keperawatan
neftrotik syndrome dengan benar.

33
DAFTAR PUSTAKA

Bahasa: Monica Ester. Jakarta : EGC.


Brunner & Suddarth. 2003. Medical Surgical Nursing (Perawatan
Medikal Bedah), alih
Carpenito, L. J.1999. Hand Book of Nursing (Buku Saku Diagnosa
Keperawatan), alih bahasa: Monica Ester. Jakarta: EGC.
Doengoes, Marilyinn E, Mary Frances Moorhouse. 2000. Nursing Care Plan:
Guidelines for Planning and Documenting Patient Care (Rencana Asuhan
Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien), alih bahasa: I Made Kariasa. Jakarta: EGC.
Donna L, Wong. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Anak, alih
bahasa: Monica Ester. Jakarta: EGC.
Febyana Dwi.2016 Askep Akut pyelenofritisdan Kronik Pyelonefritis URL :
http://klikfebyanadwi.blogspot.com/2016/05/askep-upper-urinary-tract-
infections_22.html
Fulop T et al. 2014. Acute pyelonefritis. Emedicine. URL :
http://emedicine.medscape.com/article/245559-overview - aw2aab6b2b6
Husein A Latas. 2002. Buku Ajar Nefrologi. Jakarta: EGC.
NANDA. 2011. Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi. 2009- 2011
Jakarta: EGC.
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
Price A & Wilson L. 1995. Pathofisiology Clinical Concept of Disease Process
(Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit), alih bahasa: Dr. Peter
Anugrah. Jakarta: EGC.

34

Anda mungkin juga menyukai