Anda di halaman 1dari 20

GANGGUAN RENAL

TUGAS KEPERAWATAN KRITIS

oleh:
KELOMPOK 1

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2018
GANGGUAN RENAL

TUGAS KEPERAWATAN KRITIS

diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah keperawatan kritis


dengan dosen Ns. Siswoyo, S.Kep., M. Kep.

oleh: Kelompok 1

Jerry Pratama NIM 142310101062


Salman Farisi NIM 152310101042
Aprilia Kusumaningtyas NIM 152310101043
Shynta Eka NIM 152310101044
Rhozy Sadya NIM 152310101045
Wahyuni Murti NIM 152310101046
Elya Triwiyansari NIM 152310101054
Yefri Dwi NIM 152310101145
Yunita Eka NIM 152310101146
Erlina Vera NIM 152310101147
Riska Indah NIM 152310101148
Salwa Nirwanawati NIM 152310101172
Atik Rohmawati NIM 152310101183
Moh. Faisal Haris NIM 152310101184
Dwi Puspita NIM 152310101185
Nila Sa’diyah NIM 152310101193

ii
Qurrotul Ridho NIM 152310101194
Pungki Wahyuningtyas NIM 152310101195
Wafda Niswatun NIM 152310101245
Praditya Vian NIM 152310101256
Tessa Bagus NIM 152310101257
Dyan Ayu P. NIM 152310101258
Lidya Amal Huda NIM 152310101259
Ardhia C. NIM 152310101264
Fitri Handayani NIM 152310101265
Reka Saputri NIM 152310101269
Ilya Farida NIM 152310101270

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2018

iii
PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah mengenai “Sedasi ” dengan tepat waktu.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Kritis Program Studi
Sarjana Keperawatan Universitas Jember. Penyusunan makalah ini tentu tidak lepas dari
kontribusi dan bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih
kepada:

1. Ns. Lantin Sulistyorini, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas


Jember;
2. Ns. Muhammad Zulfatul A’la.S.Kep.,M.Kep selaku penanggungjawab matakuliah
Keperawatan Kritis Program Studi Sarjana Keperawatan Universitas Jember;
3. Ns. Siswoyo, S.Kep., M. Kep.selaku dosen mata kuliah Keperawatan Kritis;
4. Semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya tugas ini.
Kami menyadari dalam menyelesaikan tugas ini banyak kekurangan dari teknik
penulisan dan kelengkapan materi yang jauh dari sempurna. Kami juga menerima kritik dan
saran yang membangun sebagai bentuk pembelajaran agar meminimalisir kesalahan dalam
tugas berikutnya. Semoga dengan terselesaikan tugas ini dapat memberikan manfaat bagi kita
semua.

Jember, Mei 2018

iv
DAFTAR ISI

Halaman
COVER................................................................................................................. i
HALAMAN JUDUL............................................................................................ ii
PRAKATA........................................................................................................... iv
DAFTAR ISI........................................................................................................ v
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................. 1
1.2 Tujuan.................................................................................................... 1
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi................................................................................................... 2
2.2 Etiologi .................................................................................................. 2
2.3 Patofisiologi .......................................................................................... 3
2.4 Klasifikasi ............................................................................................. 4
2.5 Tanda dan gejala..................................................................................... 5
BAB 3. PEMBAHASAN
3.1 Faktor pengaruh gangguan renal ........................................................... 6
3.2 Hal yang harus diperhatikan pada perawatan dialisis dengan
gangguan renal............................................................................................. 7
...............................................................................................................................
3.3 Hal yang harus diperhatikan pada pasien ICU ...................................... 8
3.4 Jenis obat dan efek samping .................................................................. 9
3.5 Penatalaksanaan .................................................................................... 11
BAB 4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan............................................................................................ 13
4.2 Saran....................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

v
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sebagian besar dari kita menganggap remeh sebuah tanda gejala yang terjadi di
dalam tubuh dan membiarkannya berlalu. Setiap penyakit yang terjadi di ginjal akan
mengganggu fungsi ginjal terutama yang berhubungan dengan fungsi pembuangan sisa
hasil metabolisme zat gizi keluar tubuh (Wilson, 2006). Gangguan fungsi renal dapat
menggambarkan kondisi sistem vaskuler sehingga dapat membantu dalam upaya
pencegahan penyakit sedini mungkin.
Perkiraan tahun 2015 data WHO terdapat kenaikan dan presentase dari tahun
2009 sampai tahun 2011 sebanyak 36 juta jiwa di dunia meninggal dunia dengan penyakit
CKD. Indonesia termasuk dalam tingkat penderita yang cukup tinggi. Berdasarkan data
dari Penefri (Persatuan Nefrologi Indonesia) sampai Januari 2011 sebanyak 70 ribu
penderita CKD yang membutuhkan cangkok ginjal.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang kami angkat
adalah bagaimana gambaran dan konsep dari gangguan pada renal?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui konsep pada sistem Renal
2. Untuk mengetahui perawatan dialisis dengan gangguan pada
sistem Renal
3. Untuk mengetahui hal yang perlu diperhatikan pada pasien ICU
4. Untuk mengetahui jenis obat dan efek samping yang dipakai pada
gangguan renal
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan gangguan pada sistem Renal

1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Chronic Kidney Disease (CKD) atau gagal ginjal kronis adalah destruksi struktur
ginjal yang progresif dan terus-menerus. Gagal ginjal kronis dapat timbul dari hampir semua
penyakit, pada individu yang rentan, nefropati analgesik, destruksi papila ginjal yang terkait
dengan pemakaian harian obat-obat analgesik selama bertahun-tahun dapat menyebabkan
gagal ginjal kronis. Apa pun sebabnya, terjadi perburukan fungsi ginjal secara progresif yang
ditandai dengan penurunan GFR yang progresif (Corwin, 2009). Chronic Kidney Disease
(CKD) biasanya akibat terminal dari destruksi jaringan dan kehilangan fungsi ginjal yang
berlangsung secara berangsur dan keadaan ini dapat pula terjadi karena penyakit yang
progresif secara cepat disertai awitan mendadak yang menghancurkan nefron dan
menyebabkan kerusakan ginjal yang reversibel (Kowalak, 2011). Klien yang mengalami
CKD didiagnosis dengan penyakit ginjal tahap akhir pada saat filtrasi glomerulus ginjal
tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan ekskresi dan kebutuhan metabolik tubuh. Klien yang
mengalami penyakit ginjal tahap akhir harus mendapatkan terapi penggantian ginjal,
misalnya hemodialisis atau dialisis peritoneum dalam waktu yang tidak terbatas atau
mendapatkan transplantasi ginjal atau kematian merupakan suatu hal yang pasti akan terjadi.

2.2 Etiologi

Menurut Price dan Wilson (2005), penyebab gagal ginjal kronik bisa diakibatkan dari
faktor penyakit di luar ginjal maupun penyakit pada ginjal itu sendiri yaitu sebagai berikut:

1. Infeksi, seperti pielonefritis kronik.


2. Penyakit peradangan, seperti glomerulonefritis
3. Penyakit vascular hipertensif, seperti nefrosklerosis benigna dan nefrosklerosis maligna.
4. Gangguan jaringan penyambung seperti SLE, sklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter, seperti penyakit ginjal polikistik dan asidosis
tubulus ginjal.
6. Penyakit metabolik seperti DM, gout, hiperparatiroidisme.
7. Nefropati toksik, seperti penyalahgunaan analgesik.

2
8. Nefropati obstruksi, seperti traktus urinarius atas (batu, neoplasma dll). traktus urinarius
bawah (striktur uretra, hipertrofi prostat dll).

2.3 Patofisiologi

Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama.
Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang
masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh
molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya
hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus.
Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa
sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi
nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya
peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut memberikan
kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas tersebut. Aktivasi
jangka panjang aksis renin-angiotansin-aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth factor
seperti transforming growth factor ß(TGF- ß). Beberapa hal yang juga dianggap berperan
terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik adalah albuminuria hipertensi,
hiperglikemia, dislipidemia. Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi
kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan dimana basal LFG masih normal
atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi
nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum.
Sampai pada LFG sebesar 60%, klien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi
sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%,
mulai terjadi keluhan pada klien seperti, nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang
dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG di bawah 30%, klien memperlihatkan gejala
dan tanda uremia yang nyata seperti, anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan
metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Klien juga
mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi
saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia,
gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG di bawah 15%
3
akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan klien sudah memerlukan terapi
pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis atau tansplantasi ginjal. Pada
keadaan ini klien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal (Suwitra, 2006).

2.4 Klasifikasi

Menurut Corwin (2009), penyakit gagal ginjal kronik terdiri dari beberapa stadium
yaitu sebagai berikut:

1. Stadium 1 yang ditandai dengan kerusakan ginjal (kelainan atau gejala dari patologi
kerusakan, mencakup kelainan dalam pemeriksaan darah atau urin atau dalam pemeriksaan
pencitraan) dengan laju filtrasi glomerulus (GFR) normal atau hampir normal, tepat atau
diatas 90 ml per menit (> 75% dari nilai normal).

2. Stadium 2 yang ditandai dengan laju filtrasi glomerulus antara 60 dan 89 ml per menit
(kira-kira 50 % dari nilai normal), dengan tanda-tanda kerusakan ginjal. Stadium ini
dianggap sebagai salah satu tanda penurunan cadangan ginjal. Nefron yang tersisa dengan
sendirinya sangat rentan mengalami kegagalan fungsi saat terjadi kelebihan beban. Gangguan
ginjal lainnya mempercepat penurunan ginjal.

3. Stadium 3 yang ditandai dengan laju filtrasi glomerulus antara 30 dan 59 ml per menit
(25% sampai 50% dari nilai normal). Insufisiensi ginjal dianggap terjadi pada stadium ini.
Nefron terus-menerus mengalami kematian.

4. Stadium 4 yang ditandai dengan laju filtrasi glomerulus antara 15 dan 29 ml per menit
(12% sampai 24% dari nilai normal) dengan hanya sedikit nefron yang tersisa.

5. Stadium 5 yang ditandai dengan gagal ginjal stadium lanjut, laju filtrasi glomerulus kurang
dari 15 ml per menit (12% dari nilai normal). Nefron yang masih berfungsi tinggal beberapa.
Terbentuk jaringan parut dan atrofi tubulus ginjal.

2. 5 Tanda dan Gejala

4
Menurut Nursalam (2006), tanda dan gejala klien gagal ginjal dapat ditemukan pada
semua sistem yaitu sebagai berikut:

1. Sistem Gastrointestinal yang ditandai dengan anoreksia, mual, muntah dan cegukan.
2. Sistem Kardiovaskular yang ditandai dengan hipertensi, perubahan EKG, perikarditis,
efusi perikardium, gagal jantung kongestif dan tamponade perikardium.
3. Sistem Respirasi yang ditandai dengan edema paru, efusi pleura dan pleuritis.
4. Sistem Neuromuskular yang ditandai dengan lemah, gangguan tidur, sakit kepala,
letargi, gangguan muskular, kejang, neuropati perifer, bingung dan koma.
5. Sistem Metabolik/endokrin yang ditandai dengan inti glukosa, hiperlipidemia, gangguan
hormon seks menyebabkan penurunan libido, impoten dan amenorrea.
6. Sistem Cairan-elektrolit yang ditandai dengan gangguan asam basa menyebabkan
kehilangan sodium sehingga terjadi dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipermagnesium
dan hipokalsemia.
7. Sistem Dermatologi yang ditandai dengan pucat, hiperpigmentasi, pluritis, eksimosis,
azotermia dan uremia frost.
8. Abnormal skeletal yang ditandai dengan osteodistrofi ginjal menyebabkan osteomalasia.
9. Sistem Hematologi yang ditandai dengan anemia, defek kualitas platelet dan perdarahan
meningkat.
10. Fungsi psikososial yang ditandai dengan perubahan kepribadian dan perilaku serta
gangguan proses kognitif.

5
BAB 3 PEMBAHASAN

3.1 Faktor Pengaruh Gangguan Renal


Tingginya angka sepsis sebagai penyebab kematian pasien ESRD di ICU dan HCU
selama dapat dikarenakan oleh status kesehatan pasien yang telah rendah sebelum masuk di
ruang perawatan ICU dan HCU, di mana telah diketahui bahwa pasien yang terdiagnosa
ESRD akan terjadi penurunan sistem imun sehingga mempermudah terjadinya infeksi.13
Dan 32 infeksi ini dapat terjadi setiap saat, baik itu sebelum masuk rumah sakit dan
mendapatkan penanganan medis maupun selama proses perawatan seperti pemindahan
pasien dari ruang perawatan tertentu ke ruang perawatan lainnya. Selain itu, perlu
diperhatikan juga bahwa ruangan ICU dan HCU merupakan daerah yang berisiko tinggi
untuk terjadinya infeksi.

Menurut Price dan Wilson (2005), penyebab gagal ginjal kronik bisa diakibatkan dari
faktor penyakit di luar ginjal maupun penyakit pada ginjal itu sendiri yaitu sebagai berikut:

1. Infeksi, seperti pielonefritis kronik.


2. Penyakit peradangan, seperti glomerulonefritis
3. Penyakit vascular hipertensif, seperti nefrosklerosis benigna dan nefrosklerosis maligna.
4. Gangguan jaringan penyambung seperti SLE, sklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter, seperti penyakit ginjal polikistik dan asidosis
tubulus ginjal.
6. Penyakit metabolik seperti DM, gout, hiperparatiroidisme.
7. Nefropati toksik, seperti penyalahgunaan analgesik.
8. Nefropati obstruksi, seperti traktus urinarius atas (batu, neoplasma dll). traktus urinarius
bawah (striktur uretra, hipertrofi prostat dll).

Berdasarkan data U.S Renal Data System tahun 2016, dari keseluruhan total kasus,
penyebab terbesar terjadinya ESRD adalah diabetes 34 %, diikuti oleh hipertensi dengan 21
%, glomerulonefritis 17 %, infeksi nefritis tubulointerstisial ( pielonefritis kronik atau
nefropati refluks ) dan penyakit ginjal polikistik ( PKD ) 3,4 %, dan 20 % sisanya jarang
terjadi, seperti uropati obstruktif, SLE dan lainnya.

3.2 Hal yang Harus Diperhatikan pada Perawatan Dialisis dengan Gangguan Renal

6
Menurut (Nicolas, G.A., 2016) Dialisis merupakan salah satu modalitas pada
penanganan pasien dengan gangguan renal, namun tidak semua gangguan renal memerlukan
dialisis. Terdapat 2 golongan besar terapi dialisis, antara lain adalah Terapi intermitten dan
Terapi kontinu/ continuous renal replacement therapy (CRRT). Terapi intermitten adalah
terapi dialisis ekstrakorporeal dimana pasien diterapi selama kurang dari 24 jam. Modalitas
yang tersedia pada golongan ini antara lain: intermittent hemodialysis (IHD), sorbent IHD,
intermittent hemodiafiltration (IHF), intermittent ultrafiltration (IUF), extended daily
dialysis (EDD), dan sustained, low-efficiency daily dialysis (SLEDD), yang disebut juga
slow, continuous dialysis (SCD). Sedangkan terapi Terapi kontinu / continuous renal
replacement therapy (CRRT) Adalah terapi dialisis ekstrakorporeal dimana pasien diterapi
selama 24 jam atau lebih. Pada golongan ini terdapat beberapa modalitas yang tersedia
antara lain: continuous arteriovenous hemofiltration (CAVH), continuous venovenous
hemofiltration (CVVH), slow continuous ultrafiltration (SCUF), continuous arteriovenous
hemodialysis (CAVHD), continuous venovenous hemodialysis (CVVHD), continuous
arteriovenous hemodiafiltration (CAVHDF), continuous venovenous hemodiafiltration
(CVVHDF).

Hemodialisis diindikasikan pada pasien dalam keadaan akut yang memerlukan terapi
dialisis jangka pendek atau pasien yang mengalami gagal ginjal tahap akhir yang
memerlukan terapi jangka panjang/permanen (Smeltzer et al. 2008 dalam Munawar 2017).
Indikasi pasien dilakukan hemodialisis adalah sebagai berikut:
1. Laju filtrasi glomerulus kurang dari 15 ml/menit
2. Hiperkalemia
3. Kegagalan terapi konservatif
4. Kadar ureum lebih dari 200 mg/dl
5. Kelebihan cairan
6. Anuria berkepanjangan lebih dari 5 kali

Menurut (Nicolas, G.A., 2016) Salah satu alat yang sering digunakan untuk proses
dialisis adalah mesin hemodialisis yang terdiri dari beberapa komponen seperti dialyzer dan
dialisat. Hal penting sebelum memulai hemodialisis adalah mempersiapkan akses vaskuler,

7
daerah dari tubuh dimana darah akan dikeluarkan untuk dibersihkan dan dimasukkan
kembali ke dalam tubuh. Akses vaskuler sebaiknya dipersiapkan berminggu-minggu
sebelum memulai proses dialisis. Terdapat tiga jenis akses kardiovaskuler dasar yaitu
arteriovenous (AV) fistula, AV graft, dan kateter vena. AV fistula merupakan pemilihan
jangka panjang terbaik karena menyediakan aliran darah yang cukup, bertahan lama, dan
mempunyai angka komplikasi yang lebih rendah. AV graft digunakan apabila akses AV
fistula tidak berhasil, umumnya bisa digunakan setelah 2-3 minggu setelah pemasangan dan
angka komplikasinya lebih tinggi. Sedangkan kateter vena merupakan akses temporer,
dimana perlu dilakukan hemodialisis secepatnya pada pasien. Namun akses menggunakan
kateter vena ini mempunyai angka komplikasi yang tinggi terhadap infeksi.

Menurut (Nicolas, G.A., 2016) Salah satu modalitas dialisis yang sering digunakan
pada RTI pada pasien dengan gagal ginjal baik kronik maupun akut adalah sustained, low-
efficiency daily dialysis (SLEDD). SLEDD merupakan teknik terbaru dari terapi pengganti
ginjal yang menggunakan perlengkapan hemodialisa konvensional, tapi dengan hasil
terapeutik seperti penggunaan terapi dialisis kontinu. SLEDD mengkombinasi keuntungan
dari terapi dialisis kontinu / continuous renal replacement therapy (CRRT) dengan
hemodialisis intermitten / intermittent hemodialysis (IHD) sehingga SLEDD sangat cocok
diaplikasikan untuk pasien dengan penyakit kritis dengan menggunakan mesin hemodialisis
konvensional dengan laju darah antara 50-200 dan laju dialisat antara 200-400.

3.3 Hal yang Perlu Diperhatikan pada Pasien ICU


1. Infark miokard, henti jantung, dan aritmia adalah penyebab utama kematian mendadak
pada pasien CKD / ESKD, terhitung 43% dari semua penyebab mortalitas. Pasien CKD /
ESKD sering datang dengan hipertrofi ventrikel kiri, aritmia karena pergeseran elektrolit
cepat selama LT-RRT, dispersi QT, overaktivitas sympathetic dan deposisi kardiovaskular
kalsium fosfat. Pasien CKD / ESKD dengan atau tanpa sisa fungsi ginjal mengalami
kondisi dimana ada kegagalan ekskresi garam dan air yang dapat menyebabkan hipertensi
kronis. Infeksi paru akut, berat badan inter-dialitik berlebihan, resep berat kering yang
tidak sesuai, dan kejadian utama jantung adalah pemicu umum untuk edema paru akut

8
sehingga Pemantauan output jantung untuk manajemen cairan, terapi vasoaktif, infus
nitrat dan tekanan udara positif terus menerus mungkin segera diperlukan.
2. Setelah penyakit kardiovaskular, sepsis adalah penyebab kematian kedua pada pasien
CKD / ESKD dengan “profil resistensi” tertentu untuk terapi antimikroba. Kelainan
anatomi (misalnya ginjal polikistik) dan eksposur berulang pada mikroorganisme
nosocomi dapat meningkatkan risiko terjadinya sepsis. Sumber infeksi yang paling umum
yaitu kateter yang telah terinfeksi saluran pernafasan bawah, selulitis dan pyocystis.
Kateter yang digunakan saat Hemodialisis (HD) mungkin dapat menjadi awal timbulnya
komplikasi infeksi, sementara kateter dialisis peritoneal (PD) tidak hanya menyebabkan
tingkat komplikasi infeksi lanjut yang tinggi, tetapi juga tingkat kematian yang lebih
tinggi .
3. Hasil urin pasca operasi merupakan penanda yang penting untuk keparahan penyakit
ginjal.
4. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kematian pada penelitian tersebut ialah oliguria,
anuria, hipotensi, kebutuhan obat-obatan pressor, kebutuhan ventilasi mekanik,
kebutuhan dialisis, nilai kreatinin dan urea yang rendah, dan nilai asam laktat yang tinggi.
5. Akibat perdarahan, dehidrasi karena kehilangan melalui gastrointestinal, saltwasting renal
atau penyakit adrenal, diabetes insipidus sentral atau nefrogenik, meningkatnya
insensible losses, seperti pada luka bakar, dan pada penyakit seperti sepsis, sindroma
nefrotik, trauma jaringan, capilary leak syndrome. Menurunnya volume darah efektif
terjadi ketika volume darah normal atau meningkat, tetapi perfusi ginjal menurun akibat
penyakit seperti gagal jantung kongestif, tamponade jantung, dan sindroma hepatorenal.
6. Memantau CRRT yang terhubung pada tubuh pasien sebagai teknologi yang sangat
diperlukan untuk pasien gagal ginjal akut sebagai pengganti fungsi ginjal yang berada di
ICU karena tujuan CRRT untuk membersihkan darah dari sisa metabolisme yang bersifat
racun bagi tubuh , membuang cairan tubuh yang berlebih, juga membuang zat-zat
inflamasi(perasadangan)yang diproduksi tubuh dalam upaya melawan penyakit. Prinsip
kerja CRRT mirip dengan mesin hemodialysis yang dipakai pada pasien gagal ginjal
kronis yaitu menyedot darah untuk dibersihkan kemudian mengembalikan darah yang
sudah “bersih” kembali ke tubuh pasien.

3.4 Jenis Obat dan Efek Samping

9
Sebagian besar obat yang digunakan untuk terapi pada pasien gagal ginjal yaitu
furosemid (86,79%), kalsium karbonat (77,35%), dan asam folat (73,58%). Sedangkan obat
yang digunakan pada tanggal hemodialisis yaitu furosemid (85,71%), kalsium karbonat
(77,14%), dan asam folat (74,28%) (Winalda,2016).

1. Furosemid
Furosemide adalah obat golongan diuretik yang digunakan untuk membuang
cairan atau garam berlebih di dalam tubuh melalui urine dan meredakan
pembengkakan yang disebabkan oleh gagal jantung, penyakit hati, penyakit ginjal atau
kondisi terkait.
Sama seperti obat-obatan lainnya, furosemide berpotensi menyebabkan efek
samping. Tapi seiring dengan penyesuaian tubuh dengan obat, efek samping akan
berkurang dan mereda. Efek samping yang umumnya terjadi dalam penggunaan
furosemide adalah pusing, vertigo, mual dan muntah, penglihatan buram, diare, dan
konstipasi
2. Kalsium Karbonat
Kalsium karbonat adalah obat untuk mengatasi asam lambung berlebih yang
umumnya menjadi penyebab nyeri lambung, nyeri ulu hati dan dispepsia. Selain itu,
juga digunakan sebagai pengikat fosfat untuk mengatasi kelebihan fosfat dalam darah
atau hiperfosfatemia yang terjadi akibat kelainan fungsi ginjal berat (Mediskus).
Kaslium karbonat umumnya ditoleransi dengan baik. Namun demikian,
beberapa efek samping mungkin muncul pada kondisi masing-masing penggunanya.
Beberapa efek samping biasanya ringan dan dapat reda setelah penghentian
penggunaan. Efek samping yang sering muncul yaitu konstipasi dan kembung. Efek
samping yang lebih jarang terjadi atau terjadi pada penggunaan dosis tinggi yaitu
muntah, mual dan nyeri perut, hiperkalsemia, dan alkalosis.
3. Asam Folat
Asam folat biasanya diberikan pada pasien penyakit ginjal kronik dengan
hemodialisis. Asam folat berperan dalam pemulihan dan pemeliharaan hematopoiesis
normal. Pasien yang menderita penyakit ginjal kronik biasanya mengalami kerusakan
pada ginjalnya yang mengindikasikan bahwa ginjal telah tidak mampu menjalankan
fungsinya dengan baik sehingga eritropoetin tidak akan diproduksi.
Efek samping berat dari konsumsi asam folat dapat menyebabkan reaksi
anafilaksis pada pasien dengan alergi asam folat, bisa juga bronkospasme yang

10
reaksinya cepat. Efek samping sedang yang dapat ditimbulkan setelah konsumsi asam
folat berupa eritema, kebingungan hingga depresi. Efek samping ringan yang dapat
ditimbulkan setelah konsumsi asam folat berupa muncul ruam merah, gatal-gatal,
lemas, mual, perut kembung dan iritabel.

3.4 Penatalaksanaan
Di lingkungan perawatan intensif manajemen untuk pasien CKD bergantung pada
beberapa faktor, seperti modalitas dan akses LT-RRT yang sudah ada sebelumnya, status
hemodinamik, dokter dan pengalaman staf dan sumber daya ICU. Saat ini, sebagian besar
pasien menerima HD intermiten (IHD) atau terapi penggantian ginjal kontinu (CRRT)
menggunakan kateter akses vaskular sementara.

Berikut beberapa management yang dilakukan pada pasien kritis dengan gangguan renal:

1. Control status volume


Manajemen pasien ckd/eskd di icu dengan sepsis, sindrom gangguan pernafasan akut atau
setelah operasi bukanlah proses fleksibel dan sering menggunakan a-rrt. Pasien ckd/eskd
di icu mungkin memiliki volume arteri yang rendah dan ketidakstabilan hemodinamik
sehingga membutuhkan pemberian cairan iv. Bila mungkin,penggunaan cairan isotonik
untuk mempertahankan konsentrasi natrium serum normal dan tonisitas. Pemberian
vasopressor dan antibiotik juga perlu dipertimbangkan untuk melihat melihat bb, asupan
cairan dan output cairan, serta memonitor tekanan vena sentral dan jika memungkinkan
hemodinamik pemantauan invasive juga diperlukan, metode non invasive juga bisa
dilakukan seperti bioimpedansi dan ultrasonografi.
2. Control elektrolit
Pasien CKD karena kapasitasnya terbatas untuk mempertahankan control homeostatic
biasanya terdapat gangguan kalium, natrium, magnesium dan fosfat. Mengurangi
keluarnya cairan melalui intraseluler dapat mendorong untuk meningkatkan hiperkalemia
yang mengancam jiwa.
3. Melakukan hemodialisis segera setelah terjadi kontraindikasi, tetapi terdapat beberapa
kasus pasien CKD cukup dialisis tidak perlu melakukan hemodialisis
4. Terapi penggantian ginjal akut yang dilakukan di ICU
5. Pemantauan output jantung untuk manajemen cairan, terapi vasoaktif, infus nitrat dan
berpikiran positif terus menerus.
6. Kontrol ventilator
11
Strategi ventilator yang optimal untuk manajemen pasien dengan sirosis tidaak berbeda
dengan penyakit kritis yang lain serta harus mengikuti pedoman berbasis evidence untuk
pencegahan paru-paru yang diinduksi ventilator
7. Homesotasis
CKD / pasien ESKD menunjukkan pola yang sedikit berbeda dari koagulopati dari
populasi umum. pasien CKD / ESKD mengembangkan gangguan hemostatik terutama
dalam bentuk perdarahan diatesis dari kulit sampai mengarah ke retroperitoneal atau
perdarahan intrakranial. Disfungsi trombosit adalah faktor utama yang bertanggung
jawab untuk menyebabkan kondisi ini. Terapi extracorporeal (IHD, terapi hibrida dan
CRRT), yang mampu par- tially memperbaiki cacat ini, dapat berkontribusi untuk
perdarahan juga. HD juga berhubungan dengan trombosis karena kronis Perdarahan
diatesis sering terjadi karena disfungsi trombosit dan terapi extracorporeal (Shockwave).
Untuk mempertahankan patensi dari diaslis terapi shockwave ini dilakukan pemberian
heparin, agar molekul tidak mudah pecah. Natrium sitrat dapat digunakan untuk
'antikoagulasi' di mana antikoagulan sistemik tidak diinginkan.

7. Pemberian Anestesi dan sedasi

Pemberian dosis midazolam harus diperhatikan. Meskipun penggunaan fentanyl sering


disukai pada pasien dengan gangguan ginjal pengurangan dosis diperlukan karena
penumpukan obat ini akan menghasilkan toksisitas.

8. Diuretik diberikan untuk pasien CKD/ESKD yang mengalami keterbatasan urin output.

9. Pemberian antibiotik harus diperhatikan sesuai dengan farmakologi dan farmakokinetik


obat.

12
BAB 4. PENUTUP

13
DAFTAR PUSTAKA

Alvionita, Dyah, A. W., & Masruhim, M. A. 2016. Pengaruh Penggunaan Asam Folat Terhadap
Kadar Hemoglobin Pasien Penyakit Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis Di Rsud
Abdul Wahab Sjahranie. J. Trop. Pharm. Chem. p-ISSN: 2087-7099; e-ISSN: 2407-6090.
Vol 3. No. 3
Ammelia, P. dkk. 2014. Gangguang Ginjal Akut pada Keadaan Kritis. Majalah Kedokteran
Nusantara. 47(2).

Anonim.2017.CRRT, Mengantikan Fungsi Ginjal Di Saat Kritis. Diakses


http://rona.metrotvnews.com/kesehatan/xkEvW1xK-crrt-menggantikan-fungsi-ginjal-di-
saat-kritis [Diakses pada Selasa, 22 Mei 2018]

Corwin, Elizabeth J. (2009). Patofisiologi: Buku Saku. Jakarta: EGC

Deherba.com. Obat Asam Folat: Manfaat, Dosis Aman dan Efek Sampingnya bagi Kesehatan.
Diakses dari https://www.deherba.com/obat-asam-folat-manfaat-dosis-aman-dan-
efek-sampingnya-bagi-kesehatan.html#ixzz5GCYymvja
Kowalak, Jennifer. (2011). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC

Mediskus. Kalsium Karbonat : Kegunaan, Dosis, Efek Samping. Diakses dari


https://mediskus.com/kalsium-karbonat
Munawar, U. 2017. Hemodialisis. Diunduh tanggal 24 Mei 2018, dari
http://repository.ump.ac.id/4296/3/Usep%20Munawar%20BAB%20II.pdf
Nadim, M, K., & Olson, J, C. 2017. Intensive Care Unit Management: Renal Replacement
Therapy, Ventilator Management, Volume Assessment, and Optimal Management of
Hypotension. Clinical Liver Disease, 9(3), 69-72
Nicolas, G.A. 2016. Terapi Hemodialisis Sustained Low Efficiency Daily Dialysis Pada Pasien
Gagal Ginjal Kronik Di Ruang Terapi Intensif. Diunduh tanggal 22 Mei, 2018, dari
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=82537&val=970

Nursalam. (2006). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta: Salemba Medika.
Price, Sylvia A dan Wilson Lorraine M. (2005). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit. Jakarta: EGC.

Price, S.A., dan Wilson, L. M..2016. Patofisiologi: Konsep Klinis Prosesproses Penyakit, Edisi 6,
Vol. 2, diterjemahkan oleh Pendit, B. U., Hartanto, H., Wulansari, p., Mahanani, D.
A.,Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Rosa, D S., Samoni, S., et al. 2017. Management of cronic kidney disease patients in the
intensive care unit : mixing acute and cronic illness. Department of Anesthesiology and
Intensive Care. Vol 43 (151-162)
Winalda.2016. Evaluasi Ketepatan Terapi Obat Pada Pasien Gagal Ginjal Di Instalasi Rawat
Inap Rs “X” Tahun 2014. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Publikasi Ilmiah

Anda mungkin juga menyukai