Anda di halaman 1dari 38

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA TN.

S
DENGAN CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) DI
IGD RSAL Dr. MIDIYATO SURATANI
TANJUNGPINANG

Disusun Oleh :
kelompok 5
Serlye Marensisca 122314083
Syifa Novi Ayuni 122314084
Wirdah Biladi 122314085

Perseptor Akademik Perseptor Klinik

Meily Nirnasari S. Kep, Ns, M. Biomed Masriyati S. Kep, Ns

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
TANJUNGPINANG
2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami mampu menyusun sebuah makalah dengan judul
“Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Tn.S Dengan Chronic Kidney Disease
(CKD) di Ruang IGD RSAL dr. Midiyato Suratani Tanjungpinang”. Makalah ini
ditulis untuk memenuhi tugas yang diberikan dalam Program Praktik Klnik stage
PKKMB di RSAL dr. Midiyato Suratani Tanjungpinang.
Dalam Penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Wiwiek Liestyaningrum, S.Kp., Ns, M.Kep selaku Ketua Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Tanjungpinang.
2. Meily Nirnasari, S.Kep, Ns, M. Biomed selaku perseptor akademik
kelompok 5 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah
Tanjungpinang
3. Masriyati S.Kep, Ns. selaku Perseptor Klinik di Ruang IGD.
Kami menyadari makalah ini masih banyak kekurangan baik pada
penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk
itu penulis mengharapkan saran dari semua pihak demi penyempurnaan makalah
ini.

Tanjungpinang, 6 Maret 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata pengantar .............................................................................................. ii


Daftar isi.......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1


A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ....................................................................................... 2
D. Manfaat Penulisan ..................................................................................... 3
E. Tekhnik Penulisan ..................................................................................... 3

BAB II TINJAUAN TEORITIS ................................................................... 4


I. Konsep Dasar Medis ................................................................................. 4
A. Definisi ............................................................................................... 4
B. Anatomi & Fisiologi .......................................................................... 4
C. Etiologi ............................................................................................... 6
D. Manifestadi Klinis .............................................................................. 8
E. Patofisiologi ...................................................................................... 8
F. Pathway ............................................................................................. 10
G. Klasifikasi ......................................................................................... 10
H. Komplikasi ......................................................................................... 12
I. Penatalaksanaan medis & keperawatan ............................................ 13
J. Pemeriksaan Penunjang .................................................................... 14

II. Konsep Dasar Keperawatan ...................................................................... 16


A. Pengkajian .......................................................................................... 16
B. Diagnosa Keperawatan ...................................................................... 18
C. Intervensi Keperawatan ..................................................................... 19
D. Implementasi keperawatan................................................................. 24
E. Evaluasi Keperawatan ....................................................................... 24

ii
BAB III TINJAUAN KASUS ........................................................................ 25
A. Pengkajian ................................................................................................. 25
B. Diagnosa Keperawatan ............................................................................. 27
C. Intervensi Keperawatan............................................................................. 27
D. Implementasi Keperawatan ....................................................................... 27
E. Evaluasi ..................................................................................................... 27

BAB IV EVIDENCE BASED PRACTICE ................................................ 32

BAB V PENUTUP.......................................................................................... 33
A. Kesimpulan ............................................................................................... 33
B. Saran.......................................................................................................... 33

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 34

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ginjal merupakan salah satu organ vital yang berada pada tubuh manusia.
Ginjal memiliki peranan penting dalam menjaga tubuh manusia sehingga apabila
terjadi kerusakan pada ginjal maka akan memberikan dampak buruk bagi kesehatan
manusia. Salah satu penyakit dengan masalah kerusakan fungsi ginjal ialah
penyakit gagal ginjal. Gagal ginjal berarti bahwa ginjal telah kehilangan sebagian
besar kemampuannya untuk berfungsi kurang dari 15% fungsi ginjal normal.
Umumnya timbulnya penyakit gagal ginjal kronik ini diakibatkan dari adanya
gangguan fungsi ginjal yang sudah parah sehingga mengalami kerusakan permanen
(Naufal, 2022).
Penyakit ginjal kronis dipandang sebagai masalah kesehatan masyarakat
karena angka kejadiannya terus meningkat dari tahun ke tahun. Menurut World
Health Organization (WHO) pada tahun 2017 mengemukakan bahwa angka
kejadian Gagal Ginjal Kronik di seluruh dunia mencapai 500 juta dari populasi.
Penyakit ginjal telah meningkat dari urutan 13 penyebab kematian menjadi urutan
10, dengan jumlah mortalitas 1,3 juta pada tahun 2019. Prevalensi Gagal Ginjal
Kronik meningkat seiring meningkatnya jumlah usia lanjut dan kejadian penyakit
diabetes mellitus serta hipertensi.Gagal Ginjal Kronik adalah kondisi progresif yang
mempengaruhi > 10% dari populasi umum di seluruh dunia, berjumlah > 800 juta
orang (Csaba, 2021).
Angraini & Putri (2016) menyatakan masalah keperawatan yang sering
terjadi pada pasien yang menderita gagal ginjal yaitu hipervolemia atau
peningkatan volume cairan didalam tubuh yang ditandai dengan timbulnya edema
pada pasien, selain itu kegagalan fungsi ginjal pada pasien CKD juga dapat
menimbulkan komplikasi kondisi overload cairan yang merupakan faktor pencetus
gangguan kardiovaskuler bahkan kematian. Peningkatan volume cairan penyebab
edema maupun komplikasi sehubungan dengan overload dapat dicegah dengan
pembatasan jumlah cairan yang dikonsumsi oleh pasien salah satu upaya yang
dapat dilakukan dalam pembatasan cairan pada pasien CKD diantaranya dilakukan

1
melalui pemantauan intake output cairan perharinya, sehubungan dengan intake
cairan pasien CKD bergantung pada jumlah urin dalam 24 jam. Penatalaksanaan
pada pasien gagal ginjal kronik perlu dilakukan dengan baik guna mencapai
kesembuhan pasien dan mengurangi morbiditas serta mortalitas penyakit gagal
ginjal kronik.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik mengangkat karya
tulis ilmiah berjudul “Asuhan Keperawatan Gawat Darurat pada Pasien dengan
Chronic Kidney Disease (CKD) di IGD RSAL dr. Midiyato Suratani
Tanjungpinang.”

B. Rumusan Masalah
Meningkatkan kognitif dan psikomotorik serta menjadi pengalaman nyata tentang
bagaimana dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan Chronic
Kidney Disease (CKD) ?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Meningkatkan kognitif dan psikomotorik serta menjadi pengalaman nyata
dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan Chronic Kidney
Disease (CKD).
2. Tujuan Khusus
a. Melaksanakan pengkajian pada pasien dengan Chronic Kidney Disease
(CKD).
b. Menetapkan diagnosis keperawatan pada pasien dengan Chronic Kidney
Disease (CKD).
c. Menetapkan intervensi keperawatan pada pasien Chronic Kidney Disease
(CKD).
d. Melaksanakan implementasi keperawatan pada pasien Chronic Kidney
Disease (CKD)
e. Melaksanakan evaluasi keperawatan pada pasien dengan Chronic
Kidney Disease (CKD).

2
D. Manfaat Penulisan
Menambah wawasan para akademisi, khususnya mahasiswa keperawatan,
serta menambah literatur pembelajaran tentang asuhan keperawatan pada kasus
Chronic Kidney Disease (CKD)

E. Tekhnik Penulisan
Tekhnik penulisan makalah ini disusun secara sistematis yang terdiri dari
enam bab, yaitu :
• Bab I : Pendahuluan yang meliputi latar belakang, tujuan penulisan, manfaat
penulisan dan teknik penulisan.
• Bab II : Tinjauan teoritis yang meliputi konsep medis dan kosep dasar
keperawatan.
• Bab III : Tinjauan Kasus yang mencakup tentang asuhan keperawatan mulai dari
pengkajian sampai dengan evaluasi.
• Bab IV : EBP yang berisi tentang analisa penulis tentang artikel atau jurnal
penelitian yang terkait dengan intervensi Chronic Kidney Disease (CKD)
• Bab VI : Penutup yang mencakup kesimpulan dan saran.
• Diakhiri dengan daftar pustaka yang memuat referensi yang dipergunakan dalam
penulisan makalah

3
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. KONSEP DASAR MEDIK


1. Definisi Chronic Kidney Disease (CKD)
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu kondisi yang terjadi akibat
penurunan fungsi ginjal yang bersifat progresif, dan irreversible dimana
kemampuan tubuh dalam mempertahankan metabolisme, keseimbangan cairan,
dan elektrolit terganggu (Seprima et al.,2022).
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah penurunan kemampuan
mempertahankan keseimbangan cairan didalam tubuh. Penyakit gagal ginjal
kronik ini memiliki proses perjalanan penyakit yang membutuhkan waktu lama
bahkan tidak dapat kembali seperti keadaan semula(Siregar, 2020).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa gagal
ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal baikprogresif maupun irreversible
yang dapat mengakibatkan gangguan metabolisme serta ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit didalam tubuh.

2. Anatomi Dan Fisiologi


1) Ginjal

Ginjal manusia berjumlah 2 buah, terletak di pinggang, sedikit di


bawah tulang rusuk bagian belakang (Danils, wibowo, 2015). Ginjal kanan
sedikit lebih rendah di banding ginjal kiri. Mempunyai panjang 7 cm dan
tebal 3 cm. terbungkus dalam kapsul yang terbuka ke bawah. Di antara

4
ginjal dan kapsul terdapat jaringan lemak yang membantu melindungi
ginjal terhadap goncangan (Danils, wibowo, 2015).
Ginjal mempunyai nefron yang tiap-tiap tubulus dan glomerulusnya
adalah satu unit. Ukuran ginjal di tentukan oleh sejumlah nefron yang di
milikinya. Kira-kira terdapat 1,3 juta nefron dalam tiap-tiap ginjal manusia
(Ganong, 2021). Dua ginjal terletak diluar rongga peritonium dan dikedua
sisi kolumna vertebrae seringgi T12 hingga L3. Organ berbentuk kacang
yang kaya akan pembukuh darah ini mempunyai panjang sekitar 11,4 cm
dan lebar 6,4 cm. permukaan lateral ginjal berbentuk cembung, permukaan
tengahnya berbentuk cekung dan membentuk percabangan vertikel, yang
disebut hilum. Ureter, arteri renalis, vena renalis, pembuluh darah limfatik,
dan saraf masuk atau keluar ginjal di tingkat hilum.
Dibagian internal, masing-masing ginjal mempunyai 3 bagian yang
berbeda, yaitu korteks, medula, dan pelvis. Bagian eksternal atau korteks
renal, berwarna terang dan tampak berkanula. Bagian ginjal ini berisi
glomerulus, kumpulan kecil kapiler. Glomerulus membawa darah menuju
dan membawa produk sisa dari nefron, unit fungsional ginjal.
Medula ginjal (terletak tepat dibawah korteks) berisi masa jaringan
berbentuk kerucut yang disebut piramida ginjal, hampir seluruhnya
dibentuk oleh berkas tubulus penampung. Tubulus penampung yang
membentuk piramida tersebut mengalirkan urine ke bagian terdalam yang
disebut pelvis ginjal. Pelvis ginjal bersambung menjadi ureter saat
meninggalkan hilum. Cabang pelvis (kalik) memanjang ke arah medula
dan bekerja menampung urin serta mengalirkannya ke dalam pelvis. Dari
pelvis, urine dialirkan melalui ureter dan masuk ke dalam kandung kemih
untuk disimpan. Dinding kalik, pelvis ginjal, dan ureter terdiri atas otot
polos yang mengalirkan urine secara peristalsis.
Fungsi ginjal :
a) Menyaring dan membersihkan darah dari zat-zat sisa metabolisme
tubuh.
b) Mengekresikan zat yang jumlahnya berlebihan.

5
c) Reabsorbsi (penyerapan kembali) elektrolit tertentu yang dilakukan
oleh bagian tubulus ginjal.
d) Menjaga keseimbangan asam basa dalam tubuh.
e) Menghasilkan zat hormon yang berperan membentuk dan
mematangkan sel-sel darah merah (SDM) di sumsum tulang.
f) Hemostasis ginjal, mengatur pH, konsentrasi ion mineral, dan
komposisi air dalam darah.

3. Etiologi
Glomerulonefiritis merupakan penyebab utama gagal ginjal kronis
dimasa lalu. Saat ini etiologi dasar yang lebih sering ditemukan adalah
nefropati diabetik dan hipertensi. Hal ini bisa jadi merupakan konsekuensi dari
pencegahan dan pengobatan glomerulonefritis yang lebih efektif atau
penurunan angka kematian karena penyakit lain dikalangan dengan subjek
diabetes dan hipertensi (Sherly, 2020). Adapun Etiologi dari Penyakit Gagal
Ginjal Kronik adalah sebagai berikut :
1) Glomerulonefritis Kronik
Pada glomerulonefritis kronik terjadi infeksi yang berulang. dimana
ukuran ginjal sedikit berkurang sekitar seperlima dari ukuran normal dan
terdiri dari jaringan fibrosa yang luas. Berkas jaringan parut merusak sisa
korteks, menyebabkan permukaan ginjal kasar dan irregular, sejumlah
glomeruli dan tubulus berubah menjadi jaringan parut, cabang-cabang arteri
renal menebal. Akhimya terjadi kerusakan glomerulus yang parah, ketika
glomerulus sudah tidak bisa melakukan fungsinya maka akan terjadi gagal
ginjal.
2) Diabetes Mellitus
Pada penyakit diabetes melitus terjadi gangguan pengolahan glukosa dalam
darah oleh tubuh, yang lama kelamaan dapat menyebabkan kerusakan pada
ginjal dan akhirnya dapat menjadi penyakit ginjal kronik. Kadar glukosa
yang tinggi dalam darah tersebut, bila tidak terkontrol dapat merusak
pembuluh darah ginjal dalam kurun bertahun- tahun sehingga menurunkan
kemampuan ginjal untuk menyaring darah dan membuang produk sisa di

6
urin. Gangguan ginjal pada penderita diabetes melitus dan hipertensi bukan
karena obat-obatan yang dikonsumsi. Namun karena kadar gula darah
yang kerap tidak terkontrol secara menahun merusak pembuluh darah
ginjal (Lilia & Supadmi, 2020).
3) Hipertensi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol dapat
menyebabkan kerusakan struktur pembuluh darah yang juga akan
mempengaruhi pembuluh darah pada ginjal. Pembuluh darah ginjal akan
mengalami vasokontriksi sehingga aliran oksigen dan nutrisi ke ginjal
terhambat dan sel-sel pada ginjal mengalami kerusakan. Akibat dari
kerusakan sel ginjal tersebut fungsi ginjal akan menurun bahkan
kemampuan kemampuan glomerulus untuk menyaring sisa metabolisme
sehingga mengakibatkan. terjadinya gagal ginjal kronik.
4) Obat-obatan
Kebiasan mengkonsumsi berbagai jenis obat-obatan yang mengandung
bahan lithium dan siklosporin dapat memicu terjadinya gagal ginjal, hal ini
disebabkan karena ginjal berkerja terlalu keras untuk menyaring semua
limbah yang dihasilkan dari sisa-sisa obat dalam tubuh.
5) Pola Hidup
Penyebab dari penyakit gagal ginjal yaitu kebiasaan mengonsumsi
minuman beralkohol, karena efek diuretik padaalkohol dapat meningkatkan
jumlah urine yang diproduksi tubuh. Akibatnya, ginjal kesulitan untuk
mengatur aliran urin dan cairan tubuh termasuk distribusi ion natrium,
kalium, danklorida ke seluruh tubuh (Reninta, 2019).
6) Usia
Secara klinik pasien usia >60 tahun mempunyai risiko 2,2 kali lebih besar
dibandingkan dengan pasien usia <60 tahun. Semakin bertambah usia,
semakin berkurang fungsi ginjal dan berhubungan dengan kecepatan
ekskresi glomerulus dan memburuknya fungsi tubulus. Penurunan fungsi
ginjal dalam skala kecil merupakan proses normal bagi setiap manusia
seiring bertambanya usia, namun tidak menyebabkan kelainan atau
menimbulkan gejala. Akibat ada beberapa faktor resiko dapat

7
menyebabkan kelainan dimana penuman fungsi ginjal secara progresif
sehingga menimbulkan keluhandan napas sampai berat (Damayanti, 2018).

4. Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinis menurut Brunner & Suddarth (2018) adalah sebagai
berikut :
1) Kardiovaskular : Hipertensi, pitting edema ( kaki, tangan, dan sacrum),
edema periorbital, gesekan pericardium, pembesaran vena-vena dileher,
pericarditis, tamponade perikardium, hiperkalemia, hiperlipidemia.
2) Integumen : Warna kulit keabu-abuan, kulit kering dan gampang terkelupas,
pruritus berat, ekimosis, kuku rapuh, rambut kasar dan tipis.
3) Paru-paru : Ronki basah kasar (krekels); sputum yang kental dan lengket;
penurunan refleks batuk; nyeri pleura; sesak napas; takipnea; pernapasan
kussmaul; pneumonitis uremik.
4) Saluran cerna : Bau ammonia ketika bernapasa, pengecapan rasa logam,
ulserasi dan perdarahan mulut, anoreksia, mual dan muntah, cegukan,
konstipasi, atau diare, perdarahan pada saluran cerna.
5) Neurologik : adanya Kelemahan dan keletihan, konfusi, ketidakmampuan
berkonsentrasi, disorientasi, tremor, kejang, asteriksis, tungkai tidak
nyaman, telapak kaki serasa terbakar, perubahan perilaku.
6) Muskuloskeletal : Kram otot, kehilangan kekuatan otot, osteodistrofi ginjal,
nyeri tulang, fraktur, kulai kaki.
7) Reproduksi : Amenorea, atrofi testis, ketidaksuburan, penurunan libido
8) Hematologi : Anemia, trombositopenia.

5. Patofisiologi
Manifestasi patologis umum terakhir dari CKD adalah fibrosis ginjal.
Fibrosis ginjal merupakan penyembuhan luka yang tidak berhasil pada jaringan
ginjal setelah cedera kronis dan berkelanjutan, dan ditandai dengan
glomerulosklerosis, atrofi tubular, dan fibrosis interstisial. Glomerulosklerosis
dipicu oleh kerusakan dan disfungsi endotel, proliferasi sel otot polos dan sel

8
mesangial, dan kerusakan podosit yang biasanya melapisi membran basal
glomerulus (Webster et al., 2017).
Hipertrofi nefron sisa dipicu oleh peningkatan terus-menerus GFR
(singlenephron) dan tekanan filtrasi (yaitu, hipertensi glomerulus) melintasi
penghalang filtrasi glomerulus, yang menunjukkan hiperfiltrasi glomerulus.
Hiperfiltrasi glomerulus dan hipertensi glomerulus bersama-sama menginduksi
ekspresi transformasi faktor pertumbuhan dan reseptor faktor pertumbuhan
epitel, yang mendorong hipertrofi nefron yang, pada gilirannya, mengurangi
hipertensi glomerulus dengan meningkatkan permukaan filtrasi (Romagnani et
al., 2017).
Faktor risiko glomerulosklerosis progresif termasuk hipertensi,
dislipidemia, dan merokok. Transformasi faktor pertumbuhan ß1 dan faktor
pertumbuhan lainnya (termasuk faktor pertumbuhan yang diturunkan
trombosit, faktor pertumbuhan fibroblast, faktor nekrosis tumor, dan interferon
gamma) merangsang sel mesangial untuk mundur ke mesangioblas (sel
mesangial yang belum matang). Mesangioblas ini mampu menghasilkan
matriks ekstraseluler yang berlebihan, menyebabkan ekspansi mesangial –
tanda awal glomeruloscelrosis (apendiks). Peregangan podosit meninggalkan
area membran basal glomerulus yang terkena kapsul Bowman yang
membentuk adhesi, sehingga berkontribusi pada glomerulosklerosis (Webster
et al., 2017).
Ginjal secara metabolik sangat aktif dengan kebutuhan oksigen yang
tinggi. Pada awal cedera CKD, kapiler interstisial menjadi semakin permeabel
(sindrom kebocoran kapiler ginjal) yang berarti bahwa banyak protein plasma
yang biasanya tidak pernah mencapai interstitium ginjal dapat melakukannya
dan memicu respons inflamasi. Penurunan progresif pada luas permukaan
kapiler interstisial menyebabkan hipoksia di dalam ginjal dan memengaruhi
fungsi sel yang biasanya terlibat dalam degradasi kolagen yang disintesis
(dan terdegradasi oleh metaloproteinase matriks, protease serin, dan enzim
lisosom) di ginjal yang sehat. Kolagen (terutama kolagen fibrillar I dan II),
protein membran dasar, proteoglikan, dan glikoprotein disimpan dalam ginjal
yang rusak secara kronis,

9
6. Pathway

Sumber: Nurarif, 2019.

7. Klasifikasi
Gagal Ginjal Kronik diklasifikasikan menjadi beberapa stadium
berdasarkan laju filtrasi glomerulus dan albumin dalam urin dimana
semakin tinggi stadium maka laju filtrasi glomerulusnya semakin rendah
(Nisrina et al, 2023).

10
Kategori GFR (ml/mnt/1,73 m2) Keterangan

G1 ≥ 90 Normal atau meningkat


G2 60-89 Ringan
G 3a 45-59 Ringan-sedang
G 3b 30-44 Sedang-berat
G4 15-29 Berat
G5 < 15 Terminal

Menurut Ramadhani (2018) klasifikasi dari chronic kidney disease


(CKD) diuraikan sebagai berikut:
a). Stadium 1 atau penurunan cadangan ginjal (>90ml/menit) Selama stadium
ini terjadi daya cadang ginjal (Renal Reserve) pada keadaan ini basal LFG
(Laju Filtrasi Glomerulus) masih normal atau malah terjadi peningkatan.
Kemudian secara perlahan tapi pasti terjadi penurunan fungsi nefron yang
progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin
serum. Nilai GFR pada stadium ini >90ml/menit.
b). Stadium II atau kerusakan ginjal dengan GFR menurun ringan (60-89
ml/menit). Pada stadium ini pasien belum menunjukkan keluhan
(asimptomatik) tetapi sudah terjadi peningkatan urea dan kreatinin serum.
c). Stadium III atau kerusakan ginjal dengan GFR sedang (30-59 m/menit).
Pada stadium ini terjadi kerusakan ginjal dengan GFR sedang atau
dibawah 30 ml/menit dimana mulai terjadi keluhan pada pasien seperti
nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang. dan penurunan berat
badan. Sampai pada GFR dibawah 30 ml/menit pasien memperlihatkan
uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan
metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus dan mual muntah. Pasien juga
terkena infeksi seperti ISK (infeksi saluran napas), infeksi saluran
pencernaan.
d). Stadium IV atau kerusakan ginjal dengan GFR menurun berat (dibawah 15-
29 ml/menit). Pada stadium ini akan terjadi gejaladan komplikasi yang lebih
serius.

11
e). Stadium V atau gagal ginjal (<15 mL/menit) Pasien sudah memerlukan
terapi pengganti ginjal (replacement therapy) antara lain: Dialisis dan
transplantasi ginjal.

8. Komplikasi
1) Anemia
Penyebab anemia pada CKD adalah multifaktorial dan termasuk
penurunan produksi eritropoietin ginjal, berkurangnya umur sel darah
merah, gangguan penyerapan zat besi usus yang dimediasi oleh hepcidin
(pengatur utama sirkulasi zat besi) dan kehilangan darah berulang pada
pasien pada hemodialisis. Oleh karena itu, anemia CKD biasanya
normositik (dengan sel darah merah berukuran normal) dan normokromik
(dengan kadar hemoglobin normal di dalam sel darah merah (Romagnani
et al., 2017).
2) Hyperkalemia
Pasien dengan penyakit ginjal kronis (CKD) berisiko lebih besar
mengalami hiperkalemia, yang berkontribusi pada peningkatan risiko
aritmia jantung dan henti jantung. Ginjal memainkan peran penting dalam
mempertahankan homeostasis kalium kalium. Asupan kalium diet rata-rata
50-100 mEq setiap hari dalam diet Barat. Karena ekskresi feses mewakili
10% dari asupan ini, ekskresi ginjal merupakan mekanisme utama untuk
menjaga keseimbangan kalium. Dalam keadaan sehat, 80-90% dari beban
kalium yang disaring diserap kembali di tubulus proksimal dan lengkung
Henle, dengan ekskresi kalium urin total ditentukan terutama oleh sekresi
luminal di nefron distal. Untuk alasan ini, pasien dengan CKD dapat
mempertahankan fungsi ekskresi kalium normal sampai perkiraan laju
filtrasi glomerulus (eGFR) sangat terganggu. (Seliger, 2019).
3) Metabolic Acidosis
Asidosis metabolik terkait dengan penurunan ekskresi amonium ginjal
total yang terjadi ketika GFR menurun menjadi 300 mg/g) dibandingkan
pada populasi referensi tanpa penyakit ginjal. Sementara risiko kejadian
kardiovaskular aterosklerotik konvensional meningkat dengan CKD,

12
sebagian besar peningkatan risiko disebabkan oleh patologi non-
aterosklerotik, seperti hipertrofi ventrikel kiri dengan disfungsi diastolik
dan sistolik, penyakit katup, dan kalsifikasi arteri (Bello et al., 2017).
4) Cardiovascular Disease
Komplikasi kardiovaskular: CVD merupakan penyebab utama kematian
pada pasien CKD, dan prevalensi serta beban komplikasi ini meningkat
dengan menurunnya fungsi ginjal. Misalnya, risiko kematian akibat CVD
8,1 kali lipat lebih besar pada pasien dengan CKD stadium G5 A3 (eGFR
300 mg/g) dibandingkan pada populasi referensi tanpa penyakit ginjal.
Sementara risiko kejadian kardiovaskular aterosklerotik konvensional
meningkat dengan CKD, sebagian besar peningkatan risiko disebabkan
oleh patologi non- aterosklerotik, seperti hipertrofi ventrikel kiri dengan
disfungsi diastolik dan sistolik, penyakit katup, dan kalsifikasi arteri (Bello
et al., 2017).
5) Mineral Bone Disorder
Chronic kidney disease–mineral bone disorder (CKD-MBD) meliputi
kelainan dalam metabolisme mineral, struktur tulang dan kalsifikasi
ekstraskeletal yang terjadi dengan CKD progresif. Pasien dengan CKD
ringan (CKD G2) dapat mengalami penurunan serum 25 hydroxyvitamin
D dan / atau 1,25 dihydroxyvitamin D₃ level, dan peningkatan serum
parathyroid hormone (PTH) dan fibroblast growth factor 23 (FGF23) level
- hormon utama yang mengatur tulang integritas dan homeostasis mineral
(kalsium dan fosfat). Pasien dengan CKD-MBD lanjut mungkin
mengalami nyeri tulang, kesulitan berjalan dan / atau kelainan bentuk
tulang serta risiko patah tulang yang lebih tinggi. Pada anak-anak, retardasi
pertumbuhan adalah manifestasi umum dari MBD serta perubahan terkait
CKD pada sistem hormonal (Romagnani et al., 2017).

9. Penatalaksanaan Medik dan Keperawatan


Menjaga keseimbangan cairan elektrolit dan mencegah komplikasi
merupakan tujuan dari penatalaksanaan pasien CKD (Muttaqin & Sari,
2011). Menurut Suharyanto dan Madjid (2013) pengobatan pasien CKD

13
dapat dilakukan dengan tindakan konservatif dan dialisis atau transplatansi
ginjal.
1) Tindakan konservatif Tindakan konservatif merupakan tindakan yang
bertujuan untuk meredakan atau memperlambat gangguan fungsi
ginjal progresif.
2) Pengaturan diet protein, kalium, natrium dan cairan. Intervensi diet
perlu pada gangguan fungsi renal dan mencakup pengaturan yang
cermat terhadap masukan protein, masukan cairan untuk mengganti
cairan yang hilang, masukan natrium untuk mengganti natrium yang
hilang dan pembatasan kalium (Smeltzer & Bare, 2015)
3) Dialisis dan transplatansi Terapi pengganti ginjal dilakukan pada
penyakit CKD stadium 5, yaitu pada LGR kurang dari 15ml/menit.
Terapi pengganti tersebut dapat berupa dialisis atau transplantasi
ginjal (Sudoyo, dkk. 2011). Dialisis dapat digunakan untuk
mempertahankan penderita dalam keadaan klinis yang optimal sampai
tersedia donor ginjal (Suharyanto & Madjid, 2013).
4) Menurut Smeltzer dan Bare (2015) Penatalaksanaan keperawatan pada
pasien CKD yaitu :
a. Mengkaji status cairan dan mengidentifikasi sumbe potensi
ketidakseimbangan cairan pada pasien.
b. Menetap program diet untuk menjamin asupan nutrisi yang
memadai dan sesuai dengan batasan regimen terapi.
c. Mendukung perasan positif dengan mendorong pasien untuk
meningkatkan kemampuan perawatan diri dan lebih mandiri.
d. Memberikan penjelasan dan informasi kepada pasien dan
keluarga terkait penyakit CKD, termasuk pilihan pengobatan
dan kemungkinan komplikasi.
e. Memberi dukungan emosional.

10. Pemeriksaan Penunjang


Menurut Sudoyo (2018), pemeriksaan penunjang pada klien dengan
chronic kidney disease, meliputi:

14
a. Urinalisasi
Urinalis dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya infeksi maupun
pendarahan aktif akibat inflamasi pada jaringan parenkim ginjal. Jenis
pemeriksaan yang dilakukan yaitu pH asam, SDP, SDM, berat jenis
urin (24 jam) volume normal, volume kosong atau rendah, proteinurea
dan penurunan klirens kreatinin kurang dari 10 ml permenit yang
menunjukan kerusakan berat pada ginjal.
b. Hitungan darah lengkap
Pada pemeriksaan ini biasanya ditemui penurunan hematokrit dan
hemoglobin, penurunan maupun peningkatan trombosit dan leukosit.
c. Pemeriksaan Elektrolit
Peningkatan kalium yang menyebabkan aritmia hingga henti jantung
yang mengancam nyawa.
d. Uji Klirens Creatinin
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai laju filtrasi glomerulus
(GFR), dimana pada penderita gagal ginjal kronik biasanya terjadi
penurunan tingkat GFR sebesar <125ml/menit.
e. Creatinin Serum
Pada pemeriksaan creatinin biasanya ditemukan peningkatan dimana
kadar creatinin normal yaitu 0,85-1,5 mg/100 ml pada pria sedangkan
pada wanita berkisar 0,7-1,25 mg/100 ml.
f. Pemeriksaan BUN (Blood Ureum Nitrogen)
Konsentrasi BUN normal besarnya antara 10 sampai 20 mg/100ml
sedangkan konsentrasi creatinin plasma besarnya 0,7-1,5 mg/100 ml.
Kedua zat merupakan hasil akhir nitrogen dari metabolisme protein
yang normal diekskresikan dalam urin. Bila GFR turun pada
insufisiensi ginjal dan kadar creatinin BUN plasma meningkat.
Keadaan ini disebut sebgai azotemia (terdapat nitrogen dalam darah).
g. USG Abdomen
Hal ini dilakukan untuk menilai bentuk dan ukuran ginjal, tebal
parenkim ginjal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem
pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih, dan prostat. Dehidrasi

15
akan memperburuk keadaan ginjal, oleh sebab itu penderita
diharapkan tidak puasa (Sumitra, 2019).
h. Intravena Pielografi (IVP)
Untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter. Pemeriksaan ini
mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada keadaan tertentu
misalnya, usia lanjut, diabetes mellitus, dan nefropati, asam urat
Pielografi intra vena jarang dikerjakan. karena kontras tidak dapat
melewati filter glomerolus, disampingkekawatiran terjadinya pengaruh
toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan
(Sumitra, 2019).

B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Primary Survey
1) Airway
Airway control atau penanganan pertama pada jalan napas adalah
pertolongan pertama yang dapat di lakukan dengan membebaskan
jalan napas dari benda asing, terdapatnya cairan maupun pangkal
lidah jatuh kebelakang yang dapat menyebabkan adanya
gangguan jalan napas. Pada airway harus diperhatikan sumbatan
atau penumpukan secret/dahak (Mardalena, 2022).
2) Breathing
Pada penderita chronic kidney disease biasanya ditemukan
adanya bau urea pada bau napas. Jika, terjadi komplikasi asidosis
atau alkalosis respiratorik maka kondisi pernapasan akan
mengalami patologis gangguan. Pola napas akan semakin cepat
dan dalam sebagai bentuk kompensasi tubuh mempertahankan
ventilasi (Seran, 2019).
3) Circulation
Pada penderita chronic kidney disease biasanya ditemukan
adanya friction rub pada kondisi uremia berat. Selain itu, biasanya
terjadi tekanan darah meningkat, akraldingin, capilary reffil time >

16
3 detik, palpasi jantung, nyeri dada, dyspepsia, gangguan irama
jantung dan gangguan sirkulasi lainnya (Seran, 2019).
4) Disability
Melibatkan evaluasi fungsi sistem saraf pusat, untuk menilai
kesadaran pasien menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS).
Adapun penyebab tingkat kesadaran yaitu hipoksia, obat-obatan
analgetik, hipoglilkemia (Mardalena,2022).
5) Exposure
Pengkajian ini dilakukan apabila pasien mengalami trauma
ataupun cedera saat masuk ke rumah sakit. Pengkajian ini
dilakukan dengan cara membuka pakaian pasien dan memeriksa
cedera secara head to toe pada pasien. Pada pasien dengan CKD
biasanya tidak ditemukan cidera atau trauma pada bagian tubuh
manapun, hal ini disebabkan oleh karena pasien masuk akibat
sesak nafas dan adanya edema tungkai, sehingga pada pengkajian
exposure tidak perlu dilakukan pada pasien gagal ginjal.

b. Secondary survey
1) Keadaan Umm dan Tanda-tanda vital
Kondisi pasien biasanya lemah, tingkat kesadaran bergantung
pada tingkat toksisitas. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital sering
didapatkan respiratori rate meningkat, hipertensi/hipotensi sesuai
dengan kondisi fluktuatif.
2) Pengkajian head to toe
Menurut Azhari (2021) pengkajian head to toe pada pasiengagal
ginjal kronik, meliputi:
a). Kepala
Ditemukan keadaan rambut kotor, mata ikterik, telinga kurang
bersih, hidung kotor, mulut bau ureum, bibir kering dan
pecah-pecah, mukosa mulut pucat danlidah kotor.
b). Leher
Biasanya ditemukan pembesaran tiroid pada leher.

17
c). Dada
Ditemukan adanya sesak napas sampai pada edema
pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat otot bantu napas,
pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara tambahan
pada paru (ronckhi basah), terdapat pembesaran jantung,
terdapat suara tambahan pada jantung.
d). Abdomen
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan peristaltik usus,
pembesaran abdomen.
e). Genital
Ditemukan kelemahan dalam sexsualitas, kebersihan
genetalia tidak terjaga, ejakulais dini, impotensi dan terdapat
ulkus.
f). Ekstremitas
Dapat dilihat dengan adanya kelemahan pada
ekstremitas/fisik, aktifitas dibantu, terjadi edema,
pengeroposan tulang, dan capillary refill time > 3 detik.
g). Kulit
Ditemukan turgor kulit jelek, edema, kulit jadi hitam, kulit
bersisik atau uremia, dan terjadi pericarditis.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pasien dengan Chronic kidney disease
(CKD) menurut (SDKI PPNI, 2017) adalah sebagai berikut:
1) Gangguan Pertukaran Gas (D.0003)
2) Hipervolemia (D.0022)
3) Defisit nutrisi b.d peningkatan kebutuhan metabolisme (D.0019)
4) Intoleransi aktivitas (D.0056)
5) Risiko Penurunan Curah Jantung. (D.0011)

18
3. Intervensi Keperawatan

DIAGNOSA TUJUAN & KRITERIA INTERVENSI


NO RASIONAL
KEPERAWATAN HASIL KEPERAWATAN
1 Gangguan Pertukaran Gas Tujuan: setelah dilakukan Pemantauan Respirasi (I.01014)
(D.0003) tindakan keperawatan 3 x Observasi
Definisi : 1. berguna dalam derajat
24 jam diharapkan 1. Monitor frekuensi, irama,
Kelebihan atau kekurangan distress pernafasan atau
pertukaran gas meningkat kedalaman dan upaya napas
oksigenasi dan atau kroninya proses penyakit
eleminasi karbondioksida Kriteria hasil: 2. Monitor kemampuan batuk efektif
2. kental, tebal, dan banyaknya
pada membran alveolus- Pertukaran gas 3. Monitor adanya produksi sputum
kapiler. sekresi adalah sumber utama
meningkat (L.01003) 4. Monitor adanya sumbatan jalan
Penyebab : gangguan pertukaran gas
1. Dispnea menurun napas
1. Ketidakseimbangan pada jalan nafas
2. Bunyi napas tambahan 5. Auskultasi bunyi napas
ventilasi-perfusi. 3. bunyi nafas meredup karena
menurun 6. Monitor saturasi oksigen
2. Perubahan membran penurunan aliran udara
alveolus-kapiler. 3. Takikardia menurun 7. Monitor nilai analisa gas darah
4. mengetahui sturasi dalam
Gejala dan Tanda Mayor 4. PCO2 membaik Terapeutik
rentang normal
Subjektif : 5. PO2 membaik 8. Dokumentasikan hasil pemantauan
Dispnea. 5. mengetahui nilai gas darah
6. pH arteri membaik Edukasi
Gejalan dan Tanda Mayor- dalam rentang normal
9. Jelaskan tujuan dan prosedur
Objektif : 6. pendokumentasian penting
1. PCO2 meningkat / pemantauan
untuk mengetahui
menurun.
2. PO2 menurun. perkembangan pasien
3. Takikardia. 7. pasien mengetahui informasi
4. pH arteri mengenai tindakan yang
meningkat/menurun diberikan
5. Bunyi napas tambahan.

19
2 Hipervolemia (D.0022) Tujuan: Manajemen Hipervolemia (I.03114)
Definisi: Setelah dilakukan Observasi
Peningkatan volume cairan 1. Untuk mengetahui tanda dan
tindakan keperawatan 3 x 1. Periksa tanda dan gejala
intravaskuler, interstisial, gejala yang muncul
24 jam diharapkan hypervolemia (misal: ortopnea, Untuk memastikan apakah
dan/atau intraseluler. 2.
Penyebab: Gangguan keseimbangan cairan edema, JVP/CVP meningkat, cairan dalam tubuh lebih,
mekanisme regulasi meningkat. reflek hepatojugular positif, kurang ataupun seimbang
Batasan karakteristik: Kriteria Hasil: suara nafas tambahan) 3. Mencegah timbulnya
a. Subjektif: Ortopnea, Keseimbangan cairan 2. Monitor intake dan output cairan efeksamping dan
dyspnea, paroxysmal (L.03020) 3. Monitor efek samping diuretic menentukan tindakan
nocturnal dyspnea selanutnya
(PND) 1) Terbebas dari edema (misal: hipotensi ortortostatik,
4. Garam mengandung banyak
b. Objektif: Edema 2) Haluaran urin hypovolemia, hypokalemia, air yang dapat menyebabkan
anasarka dan/atau meningkat hyponatremia) terjadinya kelebihan cairan
edema perifer, berat 3) Mampu mengontrol Terapeutik 5. Urin normal manusia adalah
badan meningkat asupan cairan 4. Batasi asupan garam 0,5-1 ml/ kgBB/jam
dalam waktu singkat,
Edukasi
Jugular Venous
Pressure (JVP) 5. Anjurkan melapor jika
dan/atau Central haluaran urin <0,5 Ml/KG/jam
Venous Pressure dalam 6 jam
(CVP) meningkat, 6. Ajarkan cara membatasi cairan
reflex hepatojugular Kolaborasi
positif
7. Berikan hasil kolaborasi
Kondisi Klinis :
Penyakit ginjal: gagal pemberian deuretik
ginjal akut/kronis, sindrom
nefrotik

20
3. Defisit nutrisi b.d Tujuan : Setelah Manajemen Nutrisi (I. 03119)
peningkatan kebutuhan dilakukan asuhan 1. Identifikasi status nutrisi 1. Membantu untuk menentukan
metabolisme (D.0019) keperawatan 3 x 24 jam diet yang tepat untuk pasien
2. Identifikasi kebutuhan kalori
Definisi : Asupan nutrisi maka diharapkan status 2. Membantu dalam pemberian
dan jenis nutrien jenis diet yang tepat
tidak cukup untuk nutrisi dapat membaik.
memenuhi kebutuhan Kriteria hasil : 3. Monitor asupan makanan 3. Memastikan kebutuhan pasien
metabolisme. Status nutrisi 4. Monitor berat badan terpenuhi
a. Gejala dan Tanda membaik (L. 03030) 5. Monitor adanya mual dan muntah 4. Penurunan berat badan
Mayor 1. Porsi makan yang menandakan kebutuhan nutrisi
6. Ajarkan diet yang di programkan
1) Subjektif : (tidak dihabiskan cukup pasien tidak tercukupi
tersedia) 7. Kolaborasi pemberian medikasi
meningkat 5. Mual muntah dapat
2) Objektif : Berat sebelum makan (mis. pereda nyeri,
2. Berat badan cukup menyebabkan penurunan
badan menurun membaik antiemetik), jika perlu nafsu makan
minimal 10% 3. Indeks massa tubuh 6. Memastikan pasien agar
dibawah rentang cukup membaik teratur mengkonsumsi diet
ideal. 4. Nafsu makan membaik yang telah di programkan
b. Gejala dan Tanda 7. Membatu pasien untuk
Minor
menerima diet yang
1) Subjektif : Nafsu
makan menurun disediakan
2) Objektif : Membran
mukosa pucat,
Diare
4 Intoleransi aktivitas Tujuan: Menejemen energi (I.050178) 1. Mengetahui adanya kelelahan
(D.0056) Definisi: Setelah dilakukan Observasi sebelum dan sesudah aktivitas
tindakan keperawatan 3 x 1. Monitor kelelahan fisik dan 2. Kurangnya waktu tidur dapat
Ketidakcukupan energy emosional
24 jam diharapkan menyebabkan kelelahan
untuk melakukan aktivitas toleransi aktivitas 2. Monitor pola dan jam tidur 3. Kenyamanan lingkungan
sehari- hari. meningkat Terapeutik membantu klien untuk

21
Penyebab: Kelemahan. Kriteria Hasil: 3. Sediakan lingkungan nyaman dan memenejemen energinya untuk
Batasan karakteristik: Toleransi ativitas rendah stimulus (misal: cahaya, beraktivitas
(L.05047) suara, kunjungan) 4. Mengalihkan rasa tidak
a) Subjektif: Mengeluh lelah 1. Pasien mampu 4. Berikan aktivitas distraksi yang nyaman klien dalam
b) Objektif: Frekuensi melakukan aktivitas menenangkan beraktivitas
jantung meningkat >20% sehari-hari Edukasi 5. Mencegah terjadinya lelehan
dari kondisi istirahat 2. Pasien mampu 5. Anjurkan tirah baring akibat ketidakcukupan energy
berpindah tanpa 6. Anjurkan melakukan aktivitas 6. Aktivtas secara bertahap
bantuan secara bertahap membantu sirkulasi oksigen
3. Pasien mengatakan Kolaborasi keseluruh tubuh
keluhan lemah 7. Kolaborasi dengan ahli gizi 7. Makanan yang dapat
berkurang membantu dalam pemenuhan
tentang cara meningkatkan asupan
makanan energi
5 Risiko Penurunan Curah Tujuan : Perawatan jantung I.02075
Jantung. (D.0011) setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi tanda/gejala primer 1. Monitor gejala seperti
Definisi : keperawatan 3 x 24 jam penurunan curah jantung dyspnea, kelelahan, adanya
Berisiko mengalami diharapkan curah jantung 2. Identifikasi tanda/gejala peningkatan CVP
pemompaan jantung yang meningkat. sekunder penurunan curah 2. Monitor gejala seperti
tidak adekuat untuk Kriteria hasil : jantung dyspnea, kelelahan, adanya
memenuhi kebutuhan (curah jantung L.02008) 3. Monitor intake dan output cairan peningkatan CVP
metabolisme 1. Tanda vital dalam 4. Monitor keluhan nyeri dada 3. Mencegah terjadinya
tubuh. rentang normal 5. Berikan terapi terapi relaksasi kelebihan volume cairan
2. Kekuatan nadi untuk mengurangi strees, jika 4. Nyeri dada merupakan gejala
Faktor Risiko : perifer meningkat perlu awal penyakit jantung
Perubahan afterload. 6. Anjurkan beraktifitas fisiksesuai 5. Stress yang berlebih dapat
3. Tidak ada edema
Perubahan frekuensi toleransi mempengaruhi kerja jantung
jantung. Perubahan 7. Anjurkan berakitifitas fisiksecara 6. Aktivitas berlebih dapat
irama jantung. bertahap menyebabkan kelelahan

22
Perubahan 8. Kolaborasi pemberian 7. Aktivitas bertahap membantu
kontraktilitas. antiaritmia, jika perlu sirkulasi oksigen ke selebuh
Perubahan preload. tubuh
8. Antiaritmia adalah obat yang
Kondisi Klinis digunakan untuk menangani
Terkait. Gagal kondisi aritmia atau ketika
jantung kongestif jantung berdetak lebih cepat
Sindrom koroner
akut.
Atrial / ventricular septal
defect. Aritmia.

23
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai
tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana
tindakan disusun dan ditujukan pada nursing oders untuk membantu klien
mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan dari pelaksanaan adalah
membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang
mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan
kesehatan dan memfasilitasi koping.

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dilaksanakan dengan mengadakan hubungan dengan
klien berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang
diberikan, sehingga perawat dapat mengambil keputusan. Komponen
catatan perkembangan, antar lain sebagai berikut : SOAP (data subjektif,
data objektif, analisis/assessment, dan perencanaan/planning) dapat
dipakai untuk mendokumentasikan evaluasi.
a. S (Subjektif) : data subjektif yang diambil dari keluhan klien,
kecuali pada klien yang afasia.
b. O (Objektif) : data objektif yang diperoleh dari hasil observasi
perawat, misalnya tanda-tanda akibat penyimpangan fungsi fisik,
tindakan keperawatan, atau akibat pengobatan.
c. A (Analisis/Assessment) : berdasarkan data yang terkumpul
kemudian dibuat kesimpulan yang meliputi diagnosis, antisipasi
diagnosis atau masalah potensial, dimana analisis ada 3, yaitu
(teratasi, tidak teratasi, dan sebagian teratasi)
d. P (Perencanaan/Planning) : perencanaan kembali tentang
pengembangan tindakan keperawatan, baik yang sekarang
maupun yang akan datang (hasil modifikasi rencana keperawatan)
dengan tujuan memperbaiki keadaan kesehatan klien. (Potter &
Perry, 2011).

24
BAB III
TINJAUAN KASUS

Diagnostik Medis : Chronic Kidney Disease (CKD)


Tanggal : 01 Maret 2024 Jam : 14.00 WIB
Anamnesa : Auto Anamnesa
: Allo Anamnesa
I. IDENTITAS
Klien
Nama (initial) : Tn. S
Tanggal Lahir / Usia : 01/07/1960 (63 tahun)
Status Perkawinan : Menikah
Warga Negara : Indonesia
Pendidikan : Tidak sekolah
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Alamat Rumah : Kp. Bugis 4/06

Pengantar
Nama : Ny. S
Hubungan dengan Klien : Istri
Alamat : Kp Bugis 4/06
II. TRIAGE
Gawat Darurat (Klien yang tiba-tiba dalam keadaan gawat / akan menjadi gawat dan terancam
nyawa atau anggota badan menjadi cacat bila tidak mendapat pertolongan secepatnya).

√ Gawat (Klien dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan darurat).

Darurat (Klien mengalami musibah yang tiba-tiba, tetapi tidak mengancam nyawa dan anggota
badannya).

Gawat Tidak Darurat (Kondisi sakit biasa, tidak terjadi tiba-tiba, tidak mengancam nyawa /
menjadi cacat bila tidak mendapat pertolongan secepatnya).

25
III. RIWAYAT KESEHATAN
KELUHAN MASUK
Data Subjektif :
• Klien datang dengan keluhan sesak nafas sejak semalam dirasakan semakin
memberat siang ini
• Klien mengatakan batuk berdahak
• Klien mengatakan kedua kakinya bengkak dan terasa nyeri
• Klien mengatakan demam naik turun sejak semalam demam disertai
menggigil
• Riwayat HD 1 x

Data Objektif :
• Klien Tampak pucat dan lemah
• Kesadaran Compos mentis
• Klien tampak sesak
• TD : 142/76 mmHg
• RR : 32 x/menit
• Nadi : 74x/menit
• Saturasi Oksigen : 93%
• Oedema pada kedua tungkai
• Skala nyeri : 5

RIWAYAT PENYAKIT
Klien mengatakan memiliki riwayat Hipertensi dan DM

RIWAYAT ALERGI
Klien mengatakan tidak ada riwayat alergi Obat dan makanan

26
DIAGNOSA
PENGKAJIAN TUJUAN IMPLEMENTASI EVALUASI
KEPERAWATAN
JAM NAMA
A. AIRWAY (JALAN Bersihan jalan Nafas tidak Setelah dilakukan 14.0 - Memonitor pola nafas Syifa S : Klien mengatakan
NAFAS) efektif berhubungan dengan tindakan 0 (Irama, kedalaman, usaha sesak berkurang, batuk
Sumbatan sekresi yang tertahan keperawatan dan frekuensi nafas) masih ada dan lender
□ Benda Asing selama 1x6 jam - Auskultasi bunyi nafas masih sulit dikeluarkan
■ Sputum diharapkan - Melakukan Nebulizer O:
□ Cairan bersihan jalan nafas Salbutamol 1 Ampul dan -
□ Lidah Jatuh efektif Farbivent 1 ampul 2 jam - Suara nafas Ronchi
□ Tidak Ada Kriteria hasil : berikutnya - RR : 24 x/menit
- Jalan nafas paten - Mengajarkan tekhnik batuk - SpO2 : 98 %
- TTV dalam batas efektif A : Masalah teratasi
normal sebagian
- Suara nafas P : Intervensi
tambahan tidak dilanjutkan di ruang
ada Ranap
B. BREATHING Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan 14.0 - Memonitor pola nafas Syifa S : Klien mengatakan
(PERNAFASAN) berhubungan dengan tindakan 5 (Irama, kedalaman, usaha sesak berkurang
Inspeksi : Pergerakan dada Hambatan Upaya Nafas keperawatan 1 x 6 dan frekuensi nafas) O:
simetris getaran dada kiri Jam diharapkan - Mengatur posisi Semi fowler - Klien Tampak lebih
dan kanan (+) gangguan pola - Memonitor saturasi oksigen relaks
Frekuensi Nafas : 34 nafas tidak efektif - Melakukan pemberian - Bunyi nafas Ronchi
x/menit teratasi. Oksigenasi Nassal Canul 3 - RR : 24x/menit
Kriteria hasil : Lpm - SpO2 : 98%
Batuk : - Dypsneu A : Masalah teratasi

27
■ Produktif menurun sebagian
□ Non Produktif - Bunyi nafas P : Intervensi
□ Tidak Ada tambahan tidak dilanjutkan di ranap
ada
Auskultasi : - Pola nafas
Suara Nafas : membaik
□ Wheezing - SpO2 membaik
■ Ronchi
□ Rales
□ Tidak Ada
Perkusi :
□ Pekak
■ Sonor
□ Timpani
□ Redup

Palpasi :
□ Nyeri
□ Vokal Vemitus
■ Tidak Ada

28
C. CIRCULATION Hipervolemia berhubungan Setelah dilakukan 14.20 - Mengidentifikasi tanda Syifa S : Klien mengatakan
(SIRKULASI) dengan gangguan mekanisme tindakan hypervolemia mampu mengotrol
Suhu : 36,3 0C regulasi keperawatan 1x6 - Memonitor Intake dan minum
TD : 142/76 mmHg jam diharapkan Output Cairan O:
RR : 34 x/menit hypervolemia - Melakukan pemasangan - Odema pada kedua
Nadi : 74 x/menit membaik. Kateterisasi kaki
Kriteria hasil : - Memonitor Balance Cairan - Pitting oedema 5-6
Turgor Kulit - Jumlah haluaran - Pemberian dieuretik mm
□ Baik Urine meningkat Furosemide 1 ampul - Terpasang IVFD
■ Sedang - Mampu Nacl 0,9% 14 tpm
□ Buruk mengontrol A : Masalah teratasi
asupan cairan sebagian
Mata Cekung - Terbebas dari P : Intervensi
□ Ya oedema dilanjutkan dan
■ Tidak disarankan untuk
melakukan HD
□ Sianosis
□ CRT < 3 detik
□ Ekstremitas dingin
□ Mual muntah
□ Nyeri Kepala
□ Perdarahan
□ Nyeri dada

Pemeriksaan Laboratorium
:
Darah Rutin

29
Hb : 10,9 gr %
Leukosit : 13800 mm3
Trombosit : 379000 mm3
Eritrosit : 3900000 mm3
Hematokrit : 34 %

Serum Elektrolit
Ureum : 50 Mg/dl
Creatinin : 1,3 Mg/dl
Natrium Elektrolit : 130
mmol/L

Lain-Lain :
Foto Thorax
EKG terlampir
D. DISBILITY Tidak Ada Masalah Tidak Ada - Tidak Ada Masalah - Tidak Ada Masalah
Kesadaran (GCS) :
M:6 V:5 E:4
Pupil :
□ Anisokhor
■ Isokhor
Reflek Cahaya
■ Positif
□ Negatif

30
E. Exposure Tidak Ada Masalah Tidak Ada - Tidak Ada Masalah - Tidak Ada Masalah
Pemeriksaan Secara Head
to Toe.
Tidak terdapat Jejas
F. FLUID / FOLLEY ■ Gangguan Eliminasi Setelah dilakukan 14.1 - Memonitor Eliminasi Urin Syifa S : Klien mengatakan
CATHETER Urine berhubungan dengan asuhan 0 - Mengidentifikasi Tanda dan sulit berkemih
■ Pemasangan Catheter. Penurunan Fungsi Ginjal keperawatan 1x6 Gejala retensi dan berkurang
Urine yang keluar : 100 cc jam diharapkan inkontinesnsia urin O : Kandung kemih
Warna Urine : Kuning pengosongan tidak teraba keras
kecoklatan kandung kemih A : Masalah teratasi
membaik P : Intervensi
dilanjutkan di Ranap
G. GASTRIC TUBE Tidak Ada Masalah Tidak Ada - Tidak Ada Masalah - Tidak Ada
□ Pemasangan NGT
Keterangan :
Tidak Ada Pemasangan
selang NGT

GOING TO :
□ Intensive Care Unit
■ Rawat Inap
□ Kamar operasi
□ Rujuk Ke RS Lain
□ Pulang
□ Meninggal

31
BAB IV
EVIDENCE BASED PRACTICE
Penulis
Design
No (Tahun) dan Judul Tujuan Sample Intervensi Hasil Penelitian
Penelitian
Negara
1. Aprilia, Rosana Efektivitas Tujuan Jumlah subyek yang Desain Menentukan Sampel yang Hasil intervensi yang didapat selama
dkk Pemberian Posisi penelitian ini diperlukan terpenuhi penelitian sesuai kriteria lalu 10 menit observasi didapatkan hasil
(2022) Semi Fowler Dan adalah untuk 25 sampel penelitian ini mengukur saturasi oksigen Rata-rata saturasi oksigen sebelum
Indonesia Posisi Fowler menganalisis yang terdiri atas 15 menggunaka sebelum dilakukan diberi posisi semi fowler adalah
Terhadap Saturasi efektivitas sampel untuk yang n quasi tindakan, setelah diukur 95,40% dan terjadi peningkatan
Oksigen Pada pemberian mendapatkan experiment lakukan tindakan pemberian saturasi oksigen sesudah diberi posisi
Pasien Gagal posisi semi intervensi posisi dengan posisi semi fowler pada 15 semi fowler adalah 98,20% pada
Jantung Di fowler dan semi fowler rancangan pasien dan posisi fowler pasien gagal jantung. Rata-
Instalasi Gawat posisi fowler dan 10 sampel yang non- pada 10 pasien. Hitung rata saturasi oksigen sebelum diberi
Darurat Rumah terhadap mendapatkan equivalent kembali saturasi oksigen posisi fowler adalah 95,27% dan
Sakit Umum saturasi oksigen posisi fowler. control setelah dilakukan observasi terjadi peningkatan saturasi.
Daerah Ulin pada pasien group selama 10-15 menit. oksigen sesudah diberi posisi fowler
Banjarmasin gagal jantung. (pretest- adalah 96,87% pada pasien gagal
posttest) jantung.

32
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Gagal ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal baik progresif
maupun irreversible yang dapat mengakibatkan gangguan metabolisme serta
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit didalam tubuh. masalah keperawatan
yang sering terjadi pada pasien yang menderita gagal ginjal yaitu
hipervolemia atau peningkatan volume cairan didalam tubuh yang ditandai
dengan timbulnya edema pada pasien, selain itu kegagalan fungsi ginjal pada
pasien CKD juga dapat menimbulkan komplikasi kondisi overload cairan
yang merupakan faktor pencetus gangguan kardiovaskuler bahkan kematian.
Tindakan Keperawatan dilakukan untuk menjaga kestabilan agar tidak
memperburuk ginjal dan mencegah komplikasi.

B. Saran

Untuk mahasiswa harap membaca serta memahami tentang aspek-


aspek dalam asuhan keperawatan pasien dengan CKD yang telah diurai
dalam makalah ini yang dimana akan menjadi bekal untuk menjalani praktik
lapangan. Diharapkan bagi profesi keperawatan agar dapat meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan dalam memberikan asuhan keperawatan
gawat darurat pada pasien dengan CKD.

33
DAFTAR PUSTAKA

Brunner &Suddart. 2018. Keperawatan Medikal Bedah, edisi 12. EGC: Jakarta
Kidney Disease and Urology.
Cipta Narsa, A., Maulidya, V., Reggina, D., Andriani, W., & Rashif Rijai, H.
(2022). Studi Kasus: Pasien Gagal Ginjal Kronis (Stage V) dengan Edema
Paru dan Ketidakseimbangan Cairan Elektrolit. Jurnal Sains Dan
Kesehatan, 4(1), 17–22.
Gultom, Mai Debora, and Mondastri Korib Sudaryo. 2023. “Hubungan Hipertensi
Dengan Kejadian Gagal Ginjal Kronik Di RSUD DR. Djasamen Saragih
Kota Pematang Siantar Tahun 2020.” Jurnal Epidemiologi Kesehatan
Komunitas 8(1): 40–47.
Malisa, N., Agustina, F., Wahyurianto, Y., & Oktavianti, S. D. (2022). Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah DIII Keperawatan Jilid 1 (T. M. Group (ed.)).
Mahakarya Citra Utama Group.

SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, Edisi 1


cetakan III. Jakarta.

SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, Edisi 1


cetakan II. Jakarta.
SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia, Edisi 1 cetakan
II. Jakarta.

34

Anda mungkin juga menyukai