Anda di halaman 1dari 102

TUGAS AKHIR

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CRONIC


KIDNEY DISEASE (CKD) DENGAN PRURITUS YANG MENJALANI HEMODIALISIS
DI RUANG MALAHAYATI RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

Untuk Memenuhi Tugas Pelatihan Hemodialisis Angkatan Tahun 2022


di Ruang Malahayati

Disusun Oleh:
ENI YULIANA S. Kep. Ns.
NO. ABSEN 12

PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEPERAWATAN INSTALASI DIALISIS


RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG
2022

i
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Cronic


Kidney Disease (CKD) Dengan Pruritus Yang Menjalani Hemodialisis
di Ruang Malahayati RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

Disusun Oleh:
ENI YULIANA
No. Absen 12

Telah Diuji Pada:


Hari: Selasa
Tanggal: 06 September 2022

Malang, 6 September 2022


Pembimbing Lahan

Novian Yustiasari, S. Kep. Ners

Penguji Penguji

M.MUCHLAS, SST. Ners WAHYU WULANDARI, S. Kep. Ners


NIP. 197106031993121003 NIP, 198102202008012009

ii
i
KATA PENGANTAR

Bismillahirohmanirrohim
Segala puji bagi Allah SWT atas petunjuk dan hidayah-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan Tugas Akhir Individu Pelatihan Dialisis Bagi Perawat dengan judul
Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan pada pasien Chronic Kidney
Disease /CKD dengan pruritus yang Menjalani Hemodialsis Di Ruang Malahayati RSUD
Dr. Saiful Anwar Malang.
Ketertarikan penulis akan topik ini didasari oleh fakta bahwa Chronic Kidney
Disease/CKD merupakan masalah yang cukup serius dengan insidensi dan prevalensi
yang terus meningkat, prognosis yang buruk serta biaya perawatan yang mahal.
Konsekuensi utama CKD tidak hanya progresifitas menjadi gagal ginjal terminal, tetapi
juga risiko kardiovaskular yang meningkat. Untuk itu perlu dilakukan penatalaksanaan
oleh PPA/Professional Pemberi Asuhan yang salah satunya adalah perawat sesuai
dengan standar kompetensi dan keilmuan yang baik dan terupdate.
Pada penulisan Tugas Akhir Individu Pelatihan Dialisis Bagi Perawat ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Semua Fasilitator dan panitia pelatihan yang telah memberikan pelajaran dan
pengalaman klinis dalam Pelatihan Dialisis
2. Ibu Rini Handriani, S.Kep, Ners selaku KaUr Ruang Malahayati yang telah
memfasilitasi tempat untuk pemantapan ketrampilan selama Pelatihan Dialisis
3. Ibu Novian Yustiasari S. Kep. Ners, selaku pembimbing yang telah memberikan
bimbingan preceptorship dengan sabar dan penuh semangat dalam Pelatihan
Dialisis
4. Keluarga inti di rumah yang memberikan doa, dukungan serta semangat
5. Teman satu angkatan XXII, khususnya kelompok 3 yang telah membagi ilmu,
suka dan duka selama Pelatihan Dialisis
6. Perawat dialisis Ruang Malahayati, Teuku Umar dan Cut Nyak Dien yang dengan
sabar membimbing serta membagi ilmu, ketrampilan, semangat, makanan selama
Pelatihan Dialisis
7. Semua pihak yang telah membantu menyelesaikan Tugas Akhir ini yang tidak
bisa disebutkan satu per satu

Penulis menyadari bahwa karya ini masih belum sempurna, oleh karena itu saran
dan kritikan sangat penulis harapkan. Semoga Allah SWT memberikan pahala yang terus
mengalir dari ilmu bermanfaat yang telah diajarkan selama pelatihan. Akhirnya, semoga
bermanfaat untuk menambah pengetahuan mengenai Asuhan Keperawatan pada pasien
Chronic Kidney Disease (CKD) dengan Pruritus yang Menjalani Hemodialsis.

Malang, 6 September 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………………………...
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………..
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………….

BAB I: PENDAHULUAN…………………………………………………………………
1.1 Latar Belakang ………………………………………………………………………..
1.2 Rumusan masalah …………………………………………………………………...
1.3 Tujuan Penulisan …………………………………………………………………….
1.4 Manfaat Penulisan ……………………………………………………………………

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………………


2.1 KONSEP CKD ………………………………………………………………………..
2.1.1 Definisi ………………………………………………………………………………
2.1.2 Etiologi ………………………………………………………………………………
2.1.3 Manefistasi Klinis …………………………………………………………………..
2.1.4 Klasifikasi ……………………………………………………………………………
2.1.5 Pathofisiologi ……………………………………………………………………….
2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik …………………………………………………………..
2.1.7 Penatalaksanaan …………………………………………………………………..
2.2 KONSEP HEMODIALISIS …………………………………………………………..
2.2.1 Definisi ………………………………………………………………………………
2.2.2 Tujuan ……………………………………………………………………………….
2.2.3 Prinsip ……………………………………………………………………………….
2.2.4 Indikasi ………………………………………………………………………………
2.2.5 Kontraindikasi ………………………………………………………………………
2.2.6 Frekwensi …………………………………………………………………………..
2.2.7 Fungsi ……………………………………………………………………………….
2.2.8 Perlengkapan ……………………………………………………………………….
2.2.9 Panduan pelaksanaan …………………………………………………………….
2.2.10 Komplikasi …………………………………………………………………………
2.3 KONSEP PRURITUS ………………………………………………………………..
2.3.1 Definisi ………………………………………………………………………………
2.3.2 Klasifikasi ……………………………………………………………………………

3
2.3.3 Etiologi ………………………………………………………………………………
2.3.4 Pathofisiologi ……………………………………………………………………….
2.3.5 Manifestasi Klinis …………………………………………………………………..
2.3.6 Penatalaksanaan ………………………………………………………………….
2.4 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KASUS …………………………………
2.4.1 Pengkajian ………………………………………………………………………….
2.4.2 Diagnosis ……………………………………………………………………………
2.4.3 Intervensi ……………………………………………………………………………
2.4.4 Implementasi ……………………………………………………………………….
2.4.5 Evaluasi ……………………………………………………………………………..
2.5 PATHOFISIOLOGI …………………………………………………………………..

BAB III: ASUHAN KEPERAWATAN …………………………………………………..


3.1 Pengkajian …………………………………………………………………………….
3.2 Analisis Data ...………………………………………………………………………..
3.3 Diagnosis ……………………………………………………………………………...
3.4 Implementasi ………………………………………………………………………….
3.5 Evaluasi ……………………………………………………………………………….

BAB IV: PENUTUP …………………………………………………………………….


4.1 Kesimpulan ……………………………………………………………………………
4.2 Saran …………………………………………………………………………………..

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………..


DAFTAR TABEL …………………………………………………………………………

4
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Proses hemodialisis............................................................................

5
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


CKD (Cronic Kidney Disease) merupakan salah satu isu kesehatan dunia
dengan beban pembiayaan yang tinggi. Menurut The Kidney Desease Outcome
Quality Initiative (K/DOQI) of the national kidney foundation (NKF) (2016) gagal ginjal
kronik sebagai kerusakan pada parenkim ginjal dengan penurunan glomerular

2
filtration rate (GFR) kurang dari 60 mL/min/1,73 m selama atau lebih dari 3 bulan.
CKD adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang

2
bersifat ireversibel, dengan penurunan GFR hingga < 15 mL/min/1,73 m . CKD
terjadi ketika ginjal tidak mampu mengangkut sampah metabolik tubuh atau
melakukan fungsi regulernya, suatu bahan yang biasanya di eliminasi di urine
menumpuk dalam cairan tubuh akibat gangguan eksresi renal dan menyebabkan
gangguan fungsi endokrin dan metabolik, cairan, elektronik serta asam basa
(Harmilah,2020).

Menurut United States Renal Data System (USRDS) (2016) proporsi pasien
dengan chronic kidney disease diakui dalam Medicare jumlah pasien penderita CKD
sebelumnya 2.7% pada tahun 2000 menjadi 13.8% pada tahun 2016. Sedangkan
prevalensi di Indonesia naik 0.38%, yaitu sebesar 713,783 bila dibandingkan tahun
2013, sedangkan di jawa timur naik sebesar 113.046 atau naik 0.3% (Riskesdas,
2018). Sekitar 65% orang dengan CKD ditangani dengan hemodialisis (LeMone, et
al., 2016).
Ketika ginjal tidak mampu mengekeskresi sisa metabolik dan mengatur
keseimbangan cairan dan elektrolit secara adekuat sehingga kondisi ini disebut
sebagai gagal ginjal tahap akhir gagal ginjal kronik (ESRD), dimana pada gagal ginjal
tahap akhir memerlukan terapi pengganti ginjal salah satunya adalah dengan
hemodialisis (New et al. 2019). Hemodialisis adalah alat khusus sebagai pengganti
fungsi ginjal untuk mengeluarkan zat toksik dan mengatur cairan elektrolit tubuh
(LeMone, et al., 2016). Hemodialisis adalah proses pembersihan darah melalui
proses penyaringan darah diluar tubuh menggunakan mesin dialisi (Heni at al,2019).
Tujuan utama hemodialisis adalah membersihkan kotoran dari darah seperti urea
seperti pruritus, menyeimbangkan elektrolit dalam darah dan membuang cairan yang
berlebihan dari tubuh (Heni at. al,2019).

6
Menurut Pernefri (2018) pasien CKD yang menjalani hemodialisis di
Indonesia sebanyak 198.575 orang dan kondisi ini meningkat dua kali lipat bila
dibandingkan pada tahun 2017 yaitu sebanyak 108.723, dimana berdasarkan data
jumlah pasien baru meningkat dua kali. Hal tersebut juga berdampak pada jumlah
pasien aktif yang meningkat tajam dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Berdasarkan data tahun 2018 jumlah pasien baru sebanyak 66433, dimana sebanyak
9.607 (14.5%) pasien dari Jawa timur, dan pasien yang aktif melakukan hemodialisis
sebanyak 132142. Sedangkan jumlah pasien yang menjalani hemodialisis di RS
Syaiful Anwar Malang pada tahun 2021 sebanyak 6881 dimana sebanyak 2443
(35%) pasien rutin hemodialisis di Ruang Malahayati. Dan pada tahun 2022 pada 5
bulan terakhir tercatat sebanyak 2402 pasien yang menjalani hemodialisis dan
sebanyak 861 (36%) menjalani hemodialisis di ruang Malahayati. Dari data di atas
beberapa kondisi muncul selama proses hemodialisis dimana salah satunya adalah
priuritis.
Pruritus menjadi salah satu masalah kesehatan dunia, mengingat merupakan
keluhan yang paling sering terjadi pada pasien hemodialisis, hampir 60 - 80 %.
Pasien yang menjalani (baik hemodialisis maupun dialisis peritoneal) mengeluh
pruritus. Adanya peningkatan prevalensi diseluruh dunia (Shawet al, 2011: halim et al.
2014). Pruritus didefinisikan sebagai rasa gatal setidaknya 3 periode dalam waktu 2
minggu yang menimbulkan gangguan, atau rasa gatal yang terjadi lebih dari 6 bulan
secara teratur. Pruritus umumnya dialami sekitar 6 bulan setelah awal dialisis dan
biasanya makin meningkat dengan lamanya pasien menjalani hemodialisis. Pruritus
pada pasien dengan gagal ginjal atau yang sedang menjalani dialisis disebut dengan
pruritus uremik. Penderita pruritus uremik mengeluh sangat gatal, terlihat banyak
ekskoriasi, mengalami gangguan tidur, depresi, sangat sensitif, kualitas hidup yang
rendah. Hubungan antara uremia dengan pruritus telah lama diketahui namun
patofisiologinya belum jelas. Meskipun tata laksana pasien penyakit ginjal stadium
akhir sudah berkembang pesat, namun tata laksana pruritus masih menjadi masalah
klinis.
Di Eropa pruritus juga telah dilaporkan pada pasien dengan stadium III-V CKD
yang tidak hemodialisis. Mayoritas pasien hemodialisis (sekitar 60% hingga 70%)
melaporkan pruritus, dengan 30% hingga 40% melaporkan pruritus sedang atau
berat.1,2,3. Data dari ITCH National Registry Study menunjukkan bahwa di antara
mereka yang mengalami pruritus, sekitar 59%, 4 mengalami gejala setiap hari atau
hampir setiap hari selama lebih dari satu tahun (ST. Gallen, Switzerland ad al, 2022).
Menurut penelitian hasil dari studi cross-sectional multinasional yang besar
menunjukkan bahwa 42% pasien ESRD pada hemodialisis menderita pruritus sedang

7
atau berat (Clin J Am Soc,2010). Sedangkan di Indonesia kejadian priuritis sebanyak
10.807 (5%) pasien,

hal ini mengalami kenaikan bila dibandingkan tahun 2017 yaitu sebanyak 9448
pasien. Pruritus umumnya dialami sekitar 6 bulan setelah awal dialisis dan biasanya
makin meningkat dengan lamanya pasien menjalani hemodialisis. Keluhan pruritus
yang signifikan ditemukan pada 15% - 49% pasien gagal ginjal kronis dan 50% - 90%
pada pasien yang menjalani hemodialisis (Roswati, 2013). Sejalan dengan ini
penelitian Riza (2012) di RSUP H. Adam Malik Medan menunjukkan bahwa dari 78
responden yang menjalani hemodialisis mengalami pruritus sebanyak 55 orang
(70,5%), yang dikelompokkan dalam 18 orang (32,7%) derajat ringan, 23 orang
(41,8%) derajat sedang dan 14 orang (25,5%) derajat berat.

Dari data diatas perawat harus dapat memberikan asuhan keperawatan yang
tepat bagi setiap penderita gagal ginjal kronik. Berdasarkan latar belakang ini penulis
tertarik menganalisis praktek klinik keperawatan pada kasus gagal ginjal kronik yang
melakukan hemodialisis dengan pruritus, sehingga memberikan gambaran jelas
bagaimana asuhan keperawatan yang ada dilapangan dan asuhan keperawatan
yang tepat pada pasien CKD dengan Pruritus berdasarkan penelitian - penelitian
terbaru (evidense based)

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah tersebut diatas, dapat
dirumuskan pertanyaan masalah sebagai berikut:
Bagaimanakah penatalaksanaan Asuhan Keperawatan pada pasien CKD dengan
pruritus yang sedang menjalani hemodialisis di unit Hemodialisis RSUD Dr. Saiful
Anwar Malang?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan penulisan laporan ini adalah agar penulis mampu memberikan Asuhan
Keperawatan pada pasien CKD dengan pruritus yang menjalani hemodialisis
rutin di Unit Hemodialis RSUD Dr. Saiful Anwar Malang.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mampu melakukan pengkajian pada pasien CKD dengan pruritus
2. Mampu membuat diagnosis keperawatan pada pasien CKD dengan pruritus
3. Mampu menyusun intervensi keperawatan pada pasien CKD dengan pruritus
4. Mampu melakukan implementasi keperawatan pada pasien CKD dengan
pruritus
5. Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada pasien CKD dengan pruritus

8
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Manfaat Bagi Institusi
Menambahkan informasi kepada tim medis dan perawat mengenai
penatalaksanaan pasien CKD dengan pruritus yang menjalani hemodialisis
rutin di Unit Hemodialisis RSUD Dr. Saiful Anwar Malang.
1.4.2 Manfaat Bagi Penulis
Memberi informasi dan pendidikan pada pasien dan keluarga tentang pruritus
dan penanganannya pada pasien CKD yang menjalani HD rutin di Unit
Hemodialisis RSUD Dr. Saiful Anwar Malang.
1.4.3 Manfaat Bagi Pasien dan Keluarga
Menambah data pengetahuan di bidang penyakit dalam yang secara khusus di
bidang hemodialisis mengenai kejadian pruritus pada pasien CKD yang
menjalani hemodialisis di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang. Mendapat faktor
resiko tentang pruritus yang bisa digunakan sebagai data untuk penelitian
selanjutnya.

9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KONSEP CKD (Chronic Kidney Disease)


2.1.1 Definisi
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu proses patofisiologis
dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang
progresif, dan pada umumnya berakhir pada gagal ginjal. CKD adalah suatu
keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel,
pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa
hemodialisis, dialisis peritoneal atau transplantasi ginjal (Brunner and Suddart,
2016). Gagal ginjal kronik adalah kegagalan fungsi ginjal (unit nefron) yang
berlangsung perlahan - lahan, karena penyebab yang berlangsung lama dan
menetap, yang mengakibatkan penumpukan sisa metabolit (toksik uremik)
didalam darah (Yuli, R., 2015). Gagal ginjal kronik adalah penurunan faal ginjal
yang sudah menahun dan umumnya bersifat irreversible, ditandai dengan kadar
ureum dan kreatinin serum yang sangat tinggi (Tangian A et al, 2015)

2.1.2 Etiologi
1. Infeksi misalnya pielonefritis kronik, glomerulonefriti
2. Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, stenosis arteria renalis
3. Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik,
poliarteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
4. Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,
asidosis tubulus ginjal
5. Penyakit metabolik misalnya DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis
6. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik, nefropati timbal
7. Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma,
fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat,
striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.
8. Batu saluran kencing yang menyebabkan hidrolityasis

10
2.1.3 Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala klinis pada gagal ginjal kronis dikarenakan gangguan yang
bersifat sistemik. Adapun tanda dan gejala yang ditunjukkan oleh gagal ginjal
kronis (Robinson, 2014):
1. Kardiovaskuler
Biasanya terjadi hipertensi, aritmia, kardiomyopati, uremic percarditis, efusi
pericardial, gagal jantung, edema periorbital, dan edema perifer.
2. Pulmoner
Biasanya terjadi edema pulmonal, nyeri pleura, friction rub dan efusi pleura,
crackles, sputum yang kental, uremic pleuritis dan uremic lung, dan sesak
napas.
3. Gastrointestinal
Biasanya menunjukkan adanya anoreksia, nausea, vomiting, inflamasi dan
ulserasi pada mukosa gastrointestinal karena stomatitis, ulserasi, dan
perdarahan gusi.
4. Muskuloskeletal
Nyeri pada sendi dan tulang, demineralisasi tulang, fraktur patologis, dan
kalsifikasi (otak, mata, gusi, sendi, miokard).
5. Integumen
Kulit pucat, kekuning-kuningan, kecoklatan, kering dan ada scalp. Selain itu,
biasanya juga merupakan adanya purpura, ekimosis, petechiae, dan
timbunan urea pada kulit.
6. Neurologis
Biasanya ditunjukkan dengan adanya neuropati perifer, nyeri, gatal pada
lengan dan kaki. Selain itu, juga adanya kram pada otot dan refleks kedutan,
daya memori menurun, apatis, rasa kantuk meningkat, iritabilitas, pusing,
koma, dan kejang. Dari hasil EEG menunjukkan adanya perubahan
metabolic encephalophaty.

11
7. Endokrin
Bisa terjadi infertilitas dan penurunan libido, amenorrhea, dan gangguan
siklus menstruasi pada wanita, impoten, penurunan sekresi sperma,
peningkatan sekresi aldosterone, dan kerusakan metabolisme karbohidrat.
8. Hematopoitiek
Terjadi anemia, penurunan waktu hidup sel darah merah, trombositopenia
(dampak dari dialisis), dan kerusakan platelet. Biasanya masalah yang
serius pada sistem hematologi ditunjukkan dengan adanya perdarahan
(purpura, ekimosis, dan petechiae).
2.1.4 Klasifikasi
Menurut Kidney Diseases Improving Global Outcomes/KDIGO (2015) yang
mengacu pada National Kidney Foundation-KDQOL (NKF-KDQOL) penyakit
ginjal kronik diklasifikasikan menjadi 5 stadium atau kategori berdasarkan
penurunan GFR, yaitu:
1. Stadium 1 terjadi kerusakan ginjal dengan GFR normal atau meningkat, nilai
GFR ≥ 90 mL/min/1,73 m2
2. Stadium 2 terjadi kerusakan ginjal dengan penurunan ringan, nilai GFR 60-
89 mL/min/1,73 m 2
3. Stadium 3a terjadi kerusakan ginjal dengan penurunan GFR ringan sampai
sedang, nilai GFR 45-59 mL/min/1,73 m2
4. Stadium 3b terjadi kerusakan ginjal dengan penurunan GFR sedang hingga
berat, nilai GFR 30-44 mL/min/1,73 m2
5. Stadium 4 terjadi kerusakan ginjal dengan penurunan GFR berat, nilai GFR
15-29 mL/min/1,73 m2
6. Gagal ginjal stadium 5 dengan nilai GFR < 15 mL/min/1,73 m2
Brunner & Suddart (2016) mengklasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat
atas dasar GFR, yang dihitung dengan menggunakan rumus Kockcroft-Gault
sebagai berikut:

( 140−age ) ×mass ( kg )
Creatinine Clearance=
mg *
72× serumcreatinine ( )
dL

* Bila wanita × 0,85


1. Stadium 1
Seseorang yang berada pada stadium 1 gagal ginjal kronik (GGK) biasanya
belum merasakan gejala yang mengindikasikan adanya kerusakan pada

12
ginjalnya. Hal ini disebabkan ginjal tetap berfungsi secara normal meskipun
tidak lagi dalam kondisi tdak lagi 100 persen, sehingga banyak penderita
yang tidak mengetahui kondisi ginjalnya dalam stadium 1. Kalaupun hal
tersebut diketahui biasanya saat penderita memeriksakan diri untuk penyakit
lainnya seperti diabetes dan hipertensi.
2. Stadium 2
Sama seperti pada stadium awal, tanda-tanda seseorang berada pada
stadium 2 juga dapat tidak merasakan gejala yang aneh karena ginjal tetap
dapat berfungsi dengan baik. Kalau pun hal tersebut diketahui biasanya saat
penderita memeriksakan diri untuk penyakit lainnya seperti diabetes dan
hipertensi.

3. Stadium 3
Seseorang yang menderita GGK stadium 3 mengalami penurunan GFR
moderat yaitu diantara 30 s/d 59 ml/min. dengan penurunan pada tingkat ini
akumulasi sisa-sisa metabolisme akan menumpuk dalam darah yang disebut
uremia. Pada stadium ini muncul komplikasi seperti tekanan darah tinggi
(hipertensi), anemia atau keluhan pada tulang. Gejala-gejala juga terkadang
mulai dirasakan seperti:

1) Fatigue
Rasa lemah/lelah yang biasanya diakibatkan oleh anemia.

2) Kelebihan cairan
Seiring dengan menurunnya fungsi ginjal membuat ginjal tidak dapat lagi
mengatur komposisi cairan yang berada dalam tubuh. Hal ini membuat
penderita akan mengalami pembengkakan sekitar kaki bagian bawah,
seputar wajah atau tangan. Penderita juga dapat mengalami sesak nafas
akibat terlalu banyak cairan yang berada dalam tubuh.

3) Perubahan pada urin


Urin yang keluar dapat berbusa yang menandakan adanya kandungan
protein di urin. Selain itu warna urin juga mengalami perubahan menjadi
coklat, orannye tua, atau merah apabila bercampur dengan darah.
Kwantitas urin bisa bertambah atau berkurang dan terkadang penderita
sering terbangun untuk buang air kecil di tengah malam.

4) Rasa sakit pada ginjal

13
Rasa sakit sekitar pinggang tempat ginjal berada dapat dialami oleh
sebagian penderita yang mempunyai masalah ginjal seperti polikistik dan
infeksi.

5) Sulit tidur
Sebagian penderita akan mengalami kesulitan untuk tidur disebabkan
munculnya rasa gatal, kram ataupun restless legs. Penderita GGK
stadium 3 disarankan untuk memeriksakan diri ke seorang ahli ginjal
hipertensi (nephrolog). Dokter akan memberikan rekomendasi terbaik
serta terapi-terapi yang bertujuan untuk memperlambat laju penurunan
fungsi ginjal. Selain itu sangat disarankan juga untuk meminta bantuan
ahli gizi untuk mendapatkan perencanaan diet yang tepat. Penderita GGK
pada stadium ini biasanya akan diminta untuk menjaga kecukupan protein
namun tetap mewaspadai kadar fosfor yang ada dalam makanan
tersebut, karena menjaga kadar fosfor dalam darah tetap rendah penting
bagi kelangsungan fungsi ginjal. Selain itu penderita juga harus
membatasi asupan kalsium apabila kandungan dalam darah terlalu tinggi.
Tidak ada pembatasan kalium kecuali didapati kadar dalam darah diatas
normal. Membatasi karbohidrat biasanya juga dianjurkan bagi penderita
yang juga mempunyai diabetes. Mengontrol minuman diperlukan selain
pembatasan sodium untuk penderita hipertensi.
4. Stadium 4
Pada stadium ini fungsi ginjal hanya sekitar 15–30 persen saja dan apabila
seseorang berada pada stadium ini maka sangat mungkin dalam waktu
dekat diharuskan menjalani terapi pengganti ginjal/dialisis atau melakukan
transplantasi. Kondisi dimana terjadi penumpukan racun dalam darah atau
uremia biasanya muncul pada stadium ini. Selain itu besar kemungkinan
muncul komplikasi seperti tekanan darah tinggi (hipertensi), anemia,
penyakit tulang, masalah pada jantung dan penyakit kardiovaskular lainnya.
Gejala yang mungkin dirasakan pada stadium 4 adalah:

1) Fatigue
2) Kelebihan cairan
3) Perubahan pada urin
4) Rasa sakit pada ginjal.
5) Sulit tidur
6) Nausea

14
7) Perubahan cita rasa makanan, dapat terjadi bahwa makanan yang
dikonsumsi tidak terasa seperti biasanya.
8) Bau mulut uremic, ureum yang menumpuk dalam darah dapat dideteksi
melalui bau pernafasan yang tidak enak.
9) Sulit berkonsentrasi
5. Stadium 5 (gagal ginjal terminal)
Pada level ini ginjal kehilangan hampir seluruh kemampuannya untuk
bekerja secara optimal. Untuk itu diperlukan suatu terapi pengganti ginjal
(dialisis) atau transplantasi agar penderita dapat bertahan hidup.
Gejala yang dapat timbul pada stadium 5 antara lain:
1) Kehilangan nafsu makan
2) Nausea.
3) Sakit kepala.
4) Merasa lelah.
5) Tidak mampu berkonsentrasi.
6) Gatal-gatal.
7) Urin tidak keluar atau hanya sedikit sekali.
8) Bengkak, terutama di seputar wajah, mata dan pergelangan kaki.
9) Keram otot
10) Perubahan warna kulit

2.1.5 Pathofisiologi
1. Penurunan GFR
Penurunan GFR dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24 jam untuk
pemeriksaan klirens kreatinin. Akibat dari penurunan GFR, maka klirens kretinin
akan menurun, kreatinin akan meningkat, dan nitrogen urea darah (BUN) juga
akan meningkat.
2. Gangguan klirens renal
Banyak maslah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah
glumeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens (substansi
darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal)
3. Retensi cairan dan natrium
Ginjal kehilangan kemampuan untuk mengkonsentrasikan atau mengencerkan
urin secara normal. Terjadi penahanan cairan dan natrium; meningkatkan
resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif dan hipertensi.
4. Anemia

15
Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adequate,
memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecenderungan
untuk terjadi perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran GI.
5. Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat
Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan yang saling timbal
balik, jika salah satunya meningkat, yang lain akan turun. Dengan menurunnya
GFR, maka terjadi peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya penurunan
kadar kalsium. Penurunan kadar kalsium ini akan memicu sekresi parathormon,
namun dalam kondisi gagal ginjal, tubuh tidak berespon terhadap peningkatan
sekresi parathormon, akibatnya kalsium di tulang menurun menyebabkan
perubahan pada tulang dan penyakit tulang.
6. Penyakit tulang uremik (osteodistrofi)
Terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat, dan keseimbangan
parathormon.
(Smeltzer C, Suzanne, 2002)

2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik


1. Urine
1) Volume: biasanya kurang dari 400ml/24 jam atau tak ada (anuria)
2) Warna: secara abnormal urin keruh kemungkinan disebabkanoleh pus,
bakteri, lemak, fosfat atau uratsedimen kotor, kecoklatan menunjukkkan
adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin
3) Berat jenis: kurang dari 1,010 menunjukkn kerusakan ginjal berat
4) Osmoalitas: kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakn ginjal
tubular dan rasio urin/serum sering 1:1
5) Klirens kreatinin: mungkin agak menurun
6) Natrium: lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsorbsi natrium
7) Protein: Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkkan
kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada
2. Darah
1) BUN/ kreatinin: meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir
2) Hematokrit: menurun pada adanya anemia. Hb biasanya kurang dari 7- 8
gr/dl
3) SDM: menurun, defisiensi eritropoitin
4) GDA: asidosis metabolik, ph kurang dari 7,2
5) Natrium serum: rendah

16
6) Kalium: meningkat
7) Magnesium: meningkat
8) Kalsium: menurun
9) Protein (albumin): menurun
3. Osmolalitas serum: lebih dari 285 mOsm/kg.
4. Pielogram retrograd: abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
5. Ultrasound ginjal: menentukan ukuran ginjal dan adanya masa, kista, obstruksi
pada saluran perkemihan bagian atas
6. Endoskopi ginjal, nefroskopi: untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu,
hematuria dan pengangkatan tumor selektif
7. Arteriogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular,
masa.
8. EKG: ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa
2.1.7 Penatalaksaan Gagal Ginjal Kronik
1. Terapi Konservatif
Perubahan fungsi ginjal bersifat individu untuk setiap pasien (CKD) dan lama
terapi konservatif bervariasi dari bulan sampai tahun. Tujuan terapi konservatif:
1) Mencegah memburuknya fungsi ginjal secara profresi
2) Meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksik asotemia
3) Mempertahankan dan memperbaiki metabolisme secara optimal
4) Memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit
Prinsip terapi konservatif:
1) Mencegah memburuknya fungsi ginjal
a. Hati-hati dalam pemberian obat yang bersifat nefrotoksikk
b. Hindari keadaan yang menyebabkan diplesi volume cairan ekstraseluler
dan hipotensi
c. Hindari gangguan keseimbangan elektrolit
d. Hindari pembatasan ketat konsumsi protein hewani
e. Hindari proses kehamilan dan pemberian obat kontrasepsi
f. Hindari instrumentasi dan sistoskopi tanpa indikasi medis yang kuat
g. Hindari pemeriksaan radiologis dengan kontras yang kuat tanpa indikasi
medis yang kuat
2) Pendekatan terhadap penurunan fungsi ginjal progresif lambat
a. Mendalikan hipertensi sistemik dan intraglomerular
b. Kendalikan terapi ISK
c. Diet protein yang proporsional
d. Kendalikan hiperfosfatemia

17
e. Terapi hiperurekemia bila asam urat serum ≥ 10 mg%
f. Terapi hiperfosfatemia
g. Terapi keadaan asidosis metabolik
h. Kendalikan keadaan hiperglikemia

2. Terapi Simtomatik
1) Hipertensi
Ditangani dengan medikasi antihipertensi kontrol volume intravaskuler.
Gagal jantung kongestif dan edema pulmoner perlu pembatasan cairan, diit
rendah natrium, diuretik, digitalis atau dobitamine dan dialisis. Asidosis
metabolik pada pasien CKD biasanya tanpa gejala dan tidak perlu
penanganan, namun suplemen natrium bikarbonat pada dialisis mungkin
diperlukan untuk mengoreksi asidosis
2) Anemia
Pada CKD ditangani dengan epogen (erytropoitin manusia rekombinan).
Anemia pada pasien (Hmt <30%) muncul tanpa gejala spesifik seperti
malaise, keletihan umum dan penurunan toleransi aktivitas. Abnormalitas
neurologi dapat terjadi seperti kedutan, sakit kepala, dellirium atau aktivitas
kejang, pasien dilindungi dari kejang.
3) Asidosis Metabolik
Dikoreksi karena meningkatkan serum kalium (hiperkalemia). Mencegah dan
mengobati asidosis metabolik dapat diberikan suplemen alkali. Terapi alkali
(sodium bicarbonat) harus segera diberikan intravena bila pH ≤ 7,35 atau
serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L
4) Keluhan Gastrointestinal
Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering
dijumpai pada CKD. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama
(chief complaint) dari CKD. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah
ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang dilakukan
yaitu program terapi dialisis adekuat dan obat-obatan simtomatik
5) Kelainan kulit
Tindakan yang diberikan tergantung dengan jenis keluhan kulit
6) Kelainan Neuromuskular
Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis
regular yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal
paratiroidektomi.

18
3. Terapi Pengganti
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit gagal ginjal kronik stadium 5,
yaitu LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis,
dialisis peritoneal dan tranplantasi ginjal (Suwitra, 2006).
1) Dialisis meliputi
a. Hemodialisis
Tindakan terapi dialysis tidak boleh terlambat untuk encegah gejala toksik
azotemia dan malnutrisi. Terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada
pasien gagal ginjal kronik yang belum tahap akhir akan memperburuk
faaal ginjal (LFG).
b. Dialisis Peritonial (DP)
Akhir-akhir ini sudah popular Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis
(CAPD) di pusat ginjal diluar negeri dan di Indonesia, Indikasi medik
CAPD yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun),
pasien-pasien yang menderita penyakit system kardiovaskule, pasien-
pasien yang cenderung akan mengalami pendarahan bila dilakukan
hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke,
pasien gagal ginjal terminal dengan residual urin masih cukup dan pasien
nefropati diabetic disertai co-morbidty dan co-mortality, Indikasi non-
medik yaitu pasien keinginan sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk
melakukan sendiri (mandiri) dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal
(Sukandar, 2008).
c. Transpalntasi Ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal).
Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
a) Cangkok ginjal (Kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh
(100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-
80% faal ginjal alamiah.
b) Kualitas hidup kembali normal
c) Masa hidup lebih lama

19
d) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan
dengan obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan
e) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi.

2.2 KONSEP HEMODIALISIS


2.2.1 Definisi
Hemodialisis berasal dari kata hemo = darah dan dialisis =
pemisahan zat zat terlarut atau filtrasi. Hemodialisis berarti proses pembersihan
darah dari zat-zat sampah, melalui proses penyaringan di luar tubuh
(Wikipedia). Hemodialisis adalah proses pembersihan darah melalui proses
penyaringan darah diluar tubuh menggunakan mesin dialisi (Heni at al,2019).
Hemodialisis adalah suatu teknologi tinggi sebagai terapi pengganti fungsi ginjal
untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari peredaran
darah manusia seperti air, natrium, kalium, hidrogen, urea, kreatinin, asam urat,
dan zat-zat lain melalui membrane semi permeabel sebagai pemisah darah dan
cairan dialisist pada ginjal buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis dan
ultrafiltrasi (Rendi, 2012). Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat
disimpulkan bahwa hemodialisis adalah suatu terapi yang digunakan untuk
menggantikan fungsi ginjal yang rusak dengan menggunakan suatu alat yang
dinamakan mesin hemodialisis, yang nantinya akan terjadi proses difusi,
osmosis dan ultrafiltrasi yang bertujuan untuk mengeluarkan sisa metabolesme
dalam tubuh

2.2.2 Tujuan
Sebagai terapi pengganti, kegiatan hemodialisis mempunyai tujuan :
1. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin dan asam
urat
2. Membuang kelebihan air.
3. Mempertahankan atau mengembalikan system buffer tubuh.
4. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
5. Memperbaiki status kesehatan penderita.
2.2.3 Prinsip
Menurut Rachmanto (2018) hemodialisis mempunyai 3 prinsip, yaitu:
1. Difusi

20
Perpindahan zat terlarut dikarenakan adanya perbedaan konsentrasi
senyawa – senyawa terlarut yang ada pada darah dan dialisist. Proses ini
terjadi dengan cara mengalirnya senyawa dengan konsentrasi tinggi ke
konsentrasi rendah. Prinsip ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti adanya perbedaan konsentrasi, berat molekul, Qb (blood pumb), luas
permukaan membran, suhu.

a) Ultrafiltrasi
Perpindahan senyawa pelarut (air) dengan melawati membran semi
permeable yang disebabkan oleh perbedaan tekanan hidrostatik yang
tedapat pada kompatemen dan dialisist. Tekanan hidrostatik atau ultrafiltrasi
merupakan proses yang terjadi untuk menarik secara paksa agar air keluar
dari kompartemen darah menuju kompartemen dialisist.
b) Proses Osmosis
Proses berpindahnya air karena tenaga kimia, yaitu perbedaan osmolaritas
darah dan dialisist.

Gambar 2.1 Proses hemodialisis

2.2.4 Indikasi
Hemodialisis dilakukan jika gagal ginjal menyebabkan :
1. Kelainan fungsi otak (ensefalopati uremik)
2. Perikarditis (peradangan kantong jantung)
3. Asidosis (peningkatan keasaman darah) yang tidak memberikan respon
terhadap pengobatan lainnya.
4. Gagal jantung
5. Hiperkalemia( kadar kalium yang sangat tinggi dalam darah)
2.2.5 Kontraindikasi

21
1. Hipotensi
2. Hipokalemia
3. Obesitas
4. Perlengketan peritoneum
5. Peritonitis local
6. Operasi atau trauma abdomen yang baru saja terjadi
7. Kelainan intra abdomen yang belum diketahui penyebabnya
8. Luka bakar dinding abdomen yang cukup luas
9. Malignansi stadium lanjut (terkait tumor)
10. Alzaimer
11. Multi infact dementia
12. Sindrom hepatorenal (sindrom klinis yang terjadi pada pasien penyakit hati
kronis)
13. Sirosis hati
14. Organic brain syndrome.

2.2.6 Frekuensi
Frekuensi, tergantung kepada banyaknya fungsi ginjal yang tersisa, tetapi
sebagian besar penderita menjalani dialisis sebanyak 3 kali/minggu. Program
dialisis dikatakan berhasil jika :
1. Penderita kembal menjalani hidup normal.
2. Penderita kembali menjalani diet yang normal.
3. Jumlah sel darah merah dapat ditoleransi.
4. Tekanan darah normal.
5. Tidak terdapat kerusakan saraf yang progresif (Medicastore.com, 2006)
Hemodialisis bisa digunakan sebagai pengobatan jangka panjang untuk gagal
ginjal kronis atau sebagai pengobatan sementara sebelum penderita menjalani
pencangkokan ginjal. Pada gagal ginjal akut, dialisis dilakukan hanya selama
beberapa hari atau beberapa minggu, sampai fungsi ginjal kembali normal.
2.2.7 Fungsi
Ada beberapa fungsi hemodialisis antra lain :
1. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin dan asam
urat
2. Membuang kelebihan air.
3. Mempertahankan atau mengembalikan system buffer tubuh.
4. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
5. Memperbaiki status kesehatan penderita.

22
2.2.8 Perlengkapan
1. Perangkat khusus
1) Dialyzer terdiri dari Hollow-fiber dan Membran
2) Air untuk dialisis
3) Cairan dialisis terdiri dari Asetat dan Bikarbonat
4) Mesin hemodialisis terdiri dari Blood pump,sistem delivery cairan
dialisist dan alat monitor.
2. Alat – alat kesehatan
1) Bahan dan alat cuci tangan
2) Sarung tangan non steril
3) Masker
4) Celemek/apron
5) Bloodline
6) Dialiser/HF
7) Spuit 3 cc
8) Infuset
3. Obat – obatan dan cairan
a. NaCl 0,9%
b. Heparine
2.2.9 Panduan Pelaksanaan
1. Persiapan Mesin
Mesin Hemodialisis, langkah-langkahnya:
1) Nyalakan aliran listrik
2) Membuka kran air reserverse osmosis (RO)
3) Menyalakan tombol power utama pada mesin
4) Menghidupkan mesin dengan menekan tombol On/OFF
5) Memasang konsentrat Acid dan Bicarbonat
6) Mesin siap dipakai
Water treatment/RO (Reverse Osmosis)
Air yang sudah diubah dengan cara:
1) Filtrasi
2) Softening
3) Deionisasi
4) Reverse osmosis
Langkah – langkah :
1) Periksa bak penampung air/tandon utama
2) Nyalakan saklar utama

23
3) Periksa kondisi pompa air (bunyi, getaran, putaran dinamo)
4) Periksa kondisi mesin RO (bunyi, getaran kebocoran)
5) Periksa kondisi bak penyaringan dan tanggal penggantian karbon, lalu
catat.

2. Pemasangan Bloodline dan Priming


1) Melakukan cuci tangan
2) Petugas memakai sarung tangan dan masker
3) Mengambil dan mengecek blood line set yang masih terbungkus rapi
dan utuh dalam kemasan
4) Memastikan blood line yang terdiri arterial line dan venous line
5) Membuka kemasan blood line yang terdiri dari arterial line dan venous
line
6) Memsang arterial line
7) Memasang venouse line
8) Patikan ujung blood line berada posisi tidak menyentuh lantai atau hal
lain yang menyebabkan kontaminasi
9) Semua klem kecil di klem, kecuali klem kecil yang tersambung dengan
infus
10) Posisi dializer biru diatas dan merah dibawah. Posisikan ujung
venouse line pada gelas ukur dengan ujung konektor tetap tertutup
11) Masuk mode “PRIM”
12) Memasang infus set pada NaCl 0.9% sambungkan line NaCl 0.9%
yang terdapat pada arteri line
13) Isi arteri line dengan NaCl 0.9% sampai ujung konektor lalu klem
14) Nyalakan blood pump mulai QB 100 ml/menit s/d 200 ml/menit dengan
menggunakan NaCl 0.9% sebanyak 500 cc – 1000cc untuk dializer
reprocessing. Prinsipnya tidak ada perbedaan jumlah NaCl 0.9% untuk
membilas dializer (reprocessing maupun baru) karena semuanya
berisis zat kimia desinfeksi
15) Balik tabung buble trap warna merah jika sudah terisi penuh NaCl,
posisikan tegak Kembali, sedangkan buble trap warna biru diposisikan
terbalik sampai selesai proses priming
16) Membebaskan udara dari dalam kompartemen darah pada dializer
dengan ketuk- ketuklah dializer dengan kedua telapak tangan

24
17) Setelah dializer bebas udara dan bebas dari zat sterisasi (NaCl 0.9%
mencapai 500cc – 1000cc) matikan QB
18) Sambungkan arteri line dengan venous line
a. Tutup klem kecil (infus line)
b. Buka semua klem besar
c. Lakukan sirkulasi tertutup (priming)
19) Berikan heparin sirkulasi sesuai kebutuhan dan indikasi serta kontra
indikasi
20) Petugas merapikan alat yang dipergunakan
21) Lepaskan sarung tangan
22) Perawat perawat cuci tangan
3. Sirkulasi Ekstracorporeal: Soaking
1) Melakukan cuci tangan
2) Memakai sarung tangan bersih dan masker
3) Memastikan mesin sudah dalam keadaan siap pakai (Prep Comp)
4) Pastikan jalan aliran dialisist sudah di stop (bypass)
5) Pastikan nama dan dializer pasien sudah tepat sesuai jadwal pasien
6) Buka tutup dializer yang terdapat pada kompartemen dialisist
7) Menghubungkan konektor biru terlebih dahulu kebagian kompartement
dialisist
8) Menghubungkan konektor merah kebagian kompartemen dialisist
9) Mengaktifkan cairan dialisist dengan menekan tombol bypass dialisist
pada mesin
10) Pastikan cairan dialisist mengalir dengan tanda: cairan dialisist akan
mengisi penuh kompartemen dialisist, dializer akan terasa hangat
11) Letakkan dializer tegak lurus dengan posisi merah diatas dan biru
dibawah.
4. Inversi AV Fistula/ Cimino
Siapkan alat – alat
1) HD pack
2) Fistula 16 G
3) NaCl 0.9%
4) Torniquet
5) Betadhin
6) Heparin
Langkah - langkah

25
1) Perawat mengucapkan salam dan memperkenalkan diri kepada pasien
dan keluarga
2) Perawat melakukan identifikasi pasien dengan menanyakan nama
pasien atau tanggal lahir pasien dengan pertanyaan terbuka
3) Perawat melakukan identifikasi dializer dengan mengecek identitas
yang terpasang di dializer dan mesin hemodialisis
4) Perawat menjelaskan prosedur tindakan yang dilakukan
5) Perawat mengatur posisi pasien setengah duduk agar pasien nyaman
pelasanaan Tindakan
6) Perawat melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital pasien
7) Tentukan lokasi akses baik inlet maupun outlet dan diusahakan jarak
inlet dan outlet minimal 7 cm untuk menghindari resirkulasi darah
8) Perawat mengkaji kepatenan AV fistula dengan melakukan palpasi
area yang akan diakses
9) Perawat melakukan cuci tangan dan menggunakan APD
10) Siapkan plester sesuai dengan kebutuhan
Penatalaksanaan
1) Buka HD pack
2) Buka jarum av fistula, spuit 3cc, spuit 5cc, spuit 20cc (dalam av fistula,
pastikan ujung av fistula tetap steril)
3) Gunakan handschoon
4) Isi spuit 3cc dengan heparin sesuai kebutuhan
5) Isi spuit 5cc dengan NaCl 0.9%, isi spuit 20cc dengan NaCl 0.9%
dengan heparin yang sudah disiapkan
6) Isi jarum av fistula ke 1 dan ke 2 dengan NaCl 0.9% dengan
menggunakan spuit 5cc
7) Pasang duk
8) Pasang torniquet
9) Disenfeksi area dengan betadin dengan cara memutar dari dalam
keluar 2x dan beri alcohol swab
10) Lakukan akses outlet, cek apakah aliran darah lancar
11) Fiksasi akses outlet dengan plester
12) Lakukan akses inlet, cek apakah aloran darah lancer
13) Fiksasi akses inlet dengan plester
14) Rapikan alat
15) Lepas sarung tangan
16) Perawat cuci tangan

26
5. Mengalirkan darah ke ekstrakorporal
1) Lakukan cuci tangan
2) Gunakan APD
3) Pasang heparin continous (syringe) pada mesin hemodialisis
4) Lakukan identifikasi pasien dengan memastikan identitas pasien
sama dengan identitas dializer
5) Turunkan kecepatan aliran darah sampai 0 ml/menit
6) Matikan blood pump
7) Klem selang darah (bloodline) arteri dan vena
8) Lepaskan sambungan selang darah (bloodline) arteri dan vena
9) Selang darah (bloodline) arteri dihubungkan dengan akses inlet
pasien
10) Buka klem pada ujung selang darah (bloodline) vena, kemudian
letakkan di gelas ukur (pastikan konektor tetap dalam keadaan
tertutup)
11) Buka klem selang darah (bloodline) arteri dan buka klem akses inlet
pasien
12) Jalankan pompa darah dengan kecepatan 100- 150 ml/menit
13) Atur chamber bubble trap ¾
14) Apabila darah sudah mencapai selang darah (bloodline) vena (warna
pink), matikan pompa darah dan klem selang darah (bloodline) vena
secara bersamaan
15) Ujung selang darah (bloodline) vena dihubungkan dengan akses
outlet pasien dan pastikan tidak ada gelembung udara yang masuk
 Buka klem selang darah (bloodline) vena
 Buka klem akses outlet
 Buka detector Vena
 Nyalakan blood pump
16) Lakukan bolus awal heparin sesuai dengan pengkajian awal
17) Selang darah (bloodline) arteri dan vena difiksasi sesuai dengan
kebutuhan sehingga tidak menyulitkan dan aman bagi pergerakan
pasien
18) Tekan “Dialisis” pada mesin hemodialisis untuk memulai
hemodialisis
19) Naikan kecepatan aliran darah perlahan-lahan sampai kecepatan
200-250 mL/menit atau sesuai peresepan hemodialisis
20) Pastikan detector udara dan heparinisasi menyala
27
21) Rapikan alat
22) Lepaskan sarung tangan
23) Lakukan cuci tangan
24) Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan

Mengevaluasi dan dokumentasi perkembangan pasien


1) Evaluasi hasil tindakan dan respon pasien pada awal pengisihan
sirkulasi dengan darah.
2) Sebelum menghubungkan VBL dengan kanula vena, udara harus
dikeluarkan lebih dahulu dari kedua sisi
3) Waktu mulai hemodialisis ialah saat sirkulasi di dalam tubuh dan
sirkulasi didalam tubuh dan sirkulasi diluar sudah berhubungan
4) Bubble trap dipertahankan ¾ bagian
5) Mengencangkan semua sambungan k/p di plester
6) Mencatat jumlah cairan priming yang keluar dan mengukur (untuk
mengetahui sisa priming)
7) Menyesuaikan jumlah cairan priming yang keluar ,dengan kebutuhan
cairan pasien
8) Sampaiakan bahwa tindakan telah selesai dilakukan dan pesankan
apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan
9) Catat dalam buku perawatan
Merapikan pasien dan membereskan alat
1) Rapikan pasien dengan posisi yang nyaman
2) Bereskan alat-alat yang tidak digunakan dan cuci alat yang akan
digunakan lagi
3) Cuci tangan setelah tindakan
6. Mengevaluasi dan Dokumentasi Perkembangan Pasien
1) Evaluasi hasil tindakan dan respon pasien
2) Sampaikan bahwa tindakan telah selesai di lakukan dan pesankan apa
yang boleh dan tidak boleh di alkukan
3) Catat dalam buku laporan perawatan.
7. Merapikan Pasien dan membereskan alat
1) Rapikan pasien dengan posisi yang nyaman
2) Bereskan alat – alat yang tidak digunakan lagi
3) Cuci tangan setelah tindakan

28
8. Tahap Terminasi Hemodialisis
1) Pastikan bahwa waktu hemodialisis telah selesai ditandai dengan
alaram pada mesin
2) Lakukan cuci tangan dan pakai APD
3) Siapkan NaCl 0.9% untuk membilas
4) Isi spuit 20 cc dengan NaCl
5) Tekan retrains-by pass-reset Uf remove lalu turunkan blood pump
sampai 0
6) Matikan pompa darah
7) Klem inlet dan buka klem NaCl 0,9% yang terhubung dengan slang
darah (blood line). Ada dua metode yang bisa digunakan dengan atau
tanpa konektor saat saat menyambungkan blood line dengan NaCl
0.9%
8) Posisikan dialyzer biru diatas dan merah dibawah
9) Nyalakan pompa darah dengan kecepatan 100 -150 ml/mt
10) Matikan pompa darah bilamana darah dalam selang darah (blood line)
vena sudah tergantikan oleh NaCl 0.9 %
11) Buka klem inlet dan dorong darah yang tersisa di slang darah (blood
line) arteri dengan cara memberikan tekanan grafitasi pada flabot NaCl
0.9% (metode tanpa konektor)
Klem inlet apabila selang darah (bloodline) telah tergantikan oleh NaCl
0.9%
12) Klem selang darah (blood line) vena dan klem outled
13) Ukur tekanan darah pasien bila tidak ada masalah lepaskan outled dan
inlet dengan selang darah (bloodline)
14) Bila ada obat-obat injeksi yang akan diberikan, masukkan pada
medication port/latek pada VBL
15) Jika pasien terpasang akses AV Fistule, perawat melakukan Langkah-
langkah:
a. Siapkan dan dekatkan semua peralatan yang akan dipakai
b. Lepaskan fistula inled dan outled, tutup dan tekan luka dengan
depper minimal 5 menit atau sesuai dengan kondisi pasien
c. Buang jarum AV fistula pada savety box
d. Setelah darah berhenti, fiksasi depper menggunakan plester
e. Rapikan alat

29
16) Jika pasien terpasang akses Vena Femoralis perawat melakukan
langkah-langkah sebagai berikut:
a. Siapkan dan dekatkan peralatan yang akan dipakai
b. Lepaskan jarum AV fistula pada outlet, tutup dan tekan sekitar 15
menit atau sesuai dengan kondisi pasien.
c. Lepaskan jarum AV fistula pada femoral, tutup dan tekan dengan
depper selama 15 menit atau sesuai dengan kondisi pasien.
d. Setelah darah berhenti, fixsasi depper dengan plester
e. Buang jarum AV fistula bekas ke dalam container (savety box)
17) Jika pasien terpasang Double Lumen Cateter (DLC) perawat
melakukan Langkah-langkah sebagai berikut:
a. Pastikan inlet dan outlet DLC dalam posisi di klem
b. Masukkan NaCl 0.9% ke dalam inlet dan oulet DLC sampai bersih
c. Setelah cairan NaCl 0,9% masuk, darah tidak boleh ditarik lagi
(Gerakan 1 arah mendorong saja)
d. Masukkan heparin dengan perbandingan 1000 unit: 1 ml NaCl
0.9% (literatur heparin lock disesuaikan kebijakan) dalam spuit 10
cc masing-masing kedalam inlet dan outled DLC sesuai dengan
ukuran DLC
e. Sangat penting untuk melakukan heparin dengan jumlah yang
tepat sehingga tidak ada kelebihan heparin yang dapat masuk
dalam sirkulasi darah pasien.
f. Bila pasien banyak keringat aa perdaraha atau rembesan dari
tempat insersi disarankan tidak menggunakan semi-permiable
dressing cukup dengan kassa steril
g. Semi-permiable dressing bisa diganti 1x/minggu
h. Providone-iodine pointment bisa digunakan untuk exite-site kateter
hemodialisis
i. Bersihkan ujung DLC dengan kassa alkohol
j. Pasang tutup DLC dan balut dengan kassa steril
18) Apabila fistula telah selesai dilepas, perawat melakukan langkah-
langkah sebagai berikut:
a. Masukan tabung konsentrat dialisist pada rinse port,
lepaskan cart bicnat
b. Lakukan disinfeksi pada mesin sesuai SPO
c. Lepaskan selang darah (blood line) dan masukkan de dalam

30
ember
d. Lepaskan darung tangan dan lakukan cuci tangan
e. Rapikan alat
19) Obeservasi pasien post hemodialisis
a. Cek tanda-tanda vital dan kondisi umum
b. Timbang berat badan pasien
20) Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan
2.2.10 Komplikasi

Hemodialisis merupakan intervensi untuk menggantikan sebagian


dari fungsi ginjal. Intervensi ini rutin dilakukan pada penderita penyakit gunjal
tahap akhir stadium akhir. Walaupun intervensi hemodialisis saat ini
mengalami perkembangan yang cukup pesat, namun masih banyak penderita
yang mengalami masalah saat menjalani hemodialisis. Komplikasi yang sering
terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisi adalah gangguan
hemodinamik. Menurut Agarwal dkk dalam Mahmudah (2017) komplikasi
hemodialisis diantaranya:
1. Kram otot
Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya
hemodialisis sampai mendekati waktu berakhirnya hemodialisis. Kram otot
seringkali terjadi pada ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang cepat dengan
volume yang tinggi.
2. Hipotensi
Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisist asetat,
rendahnya dialisist natrium, penyakit jantung aterosklerotik, neuropati
otonomik, dan kelebihan tambahan berat cairan.
3. Aritmia
Hipoksia, hipotensi, penghentian obat aritmia selama dialisis, penurunan
kalsium, magnesium, kalium, dan bikarbonat serum yang cepat
berpengaruh terhadap aritmia pada pasien hemodialisis.
4. Sindrom ketidakseimbangan dialisis

Sindrom ketidakseimbangan dialisis dipercaya secara primer dapat


diakibatkan dari osmol-osmol lain dari otak dan bersihan urea yang kurang
cepat dibandingkan dari darah, yang mengakibatkan suatu gradien osmotik
diantara kompartemen-kompartemen ini. Gradien osmotik ini menyebabkan
perpindahan air ke dalam otak yang menyebabkan oedema serebri.

31
Sindrom ini tidak lazim dan biasanya terjadi pada pasien yang menjalani
hemodialisis pertama dengan azotemia berat.
5. Hipoksemia
Hipoksemia selam hemodialisis merupakan hal yang penting yang perlu
dimonitor pada psien yang mengalami gangguan fungsi kardiopulmonar.
6. Perdarahan
Uremia menyebabkan gangguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit dapat
dinilai dengan mengukur waktu perdarahan. Penggunaan heparin selama
hemodialisis juga merupakan faktor resiko terjadinya perdarahan.

7. Gangguan pencernaan
Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah yang
disebabkan karena hipoglikemia. Gangguan pencernaan sering disertai
dengan sakit kepala.

8. Pembekuan darah
Pembekuan darah disebabkan karena dosispemberian heparin yang tidak
adekuat ataupun kecepatan putaran darah yang lambat.

2.3 KONSEP PRURITUS


2.3.1 Definisi Pruritus
Pruritius adalah suatu sensasi di kulit yang tidak menyenangkan yang
mengakibatkan kebutuhan untuk menggaruk. Pruritus akut jika gatal
berlangsung kurang dari 6 minggu, sedangkam pruritus kronis jika gatal
berlangsung lebih dari 6 minggu (Argo Halin, 2016). Pruritus ialah sensasi kulit
yang iritatif dan menimbulkan rangsangan untuk menggaruk (Djuanda, 2013).
Pruritus renal merupakan pruritus kronik (lebih dari 6 minggu) yang sangat
mengganggu dan persisten akibat komplikasi penyakit ginjal kronik pada pasien
hemodialisis dengan prevalensi antara 20-70%. Distribusi lokasi pruritus pada
pasien dapat generalisata, multipel lokasi, atau hanya satu lokasi di daerah
tubuh, ekstremitas bawah, ekstremitas atas atau kulit kepala (Susel et al, 2014).

2.3.2 Klasifikasi
Menurut Argo Halin (2016) mengklasifikasikan pruritus menjadi:
1. Sistemik itch
Gatal dari sistem organ nonkutan (penyakit endokrin dan
metabolik, infeksi, gangguang hematologic dan limfoproliferatif, tumor padat
pada organ dalam, kehamilan dan pruritus yang diinduksi obat).

32
1) Transmisi sistem saraf pusat
2) Tidak ada input dari saraf perifer
3) Penyebabnya meliputi hematologi, ginjal, hati, dan diinduksi
obat

2. Psikogenik itch
Gatal akibat gangguan pikiran (delusi parasitosis, formication). Penyebabnya
meliputi gangguan obsesif-konfulsif, depresi, kecemasan, gangguan gejala
somatic, psikosis, pengurangan zat.
3. Neuropatik itch
Gatal akibat kerusakan saraf pusat atau perifer (missal neuralgia
postherpetic, pruritus brachiodial, noctalgia paresthetica). Penyebab serupa
nyeri neuropatik
4. Pruritoseptive itch
Dermatologis pruritus ditransimisikan lambat oleh serabut saraf grup C tidak
bermialin (akar saraf epidermis), keratinosit berinteraksi dengan pruritogen
seperti histamin (dan banyak lainnya), misalnya:
1) Fungsional (kulit kering, miliaria)
2) Reaksi alergi (urtikaria, drug reaction, dermatitis kontak)
3) Reaksi irritant (dermatitis popok, dermatitis kontak irritan)
4) Excessive washing
5) Infeksi (scabies, jamur kulit, gigitan serangga)
6) Dermatosis (dermatitis atopic, liken planus, dermatitis herpetiformis,
dishidrosis)
2.3.3 Etiologi

Menurut Evebepoel dkk (2010) dalam Eva Roswati (2013) uremia


merupakan penyebab metabolik pruritus yang paling sering. Faktor yang
mengeksaserbasi pruritus termasuk panas, waktu malam hari (nighttime), kulit
kering dan keringat. Penyebab pruritus pada penyakit ginjal tidak jelas dan
dapat multifaktorial. Sejumlah faktor diketahui menyebabkan pruritus uremik
namun etiologi spesifik pada umumnya belum diketahui pasti. Beberapa kasus
pruritus lebih berat selama atau setelah dialisis dan dapat berupa reaksi alergi
terhadap heparin, eritropoitin, formaldehid, atau asetat. Pada pasien tersebut,
penggunaan gamma ray–sterilized dialiser, iskontinuasi penggunaan
formaldehid, mengganti cairan dialisist bikarbonat dan penggunaan dialisist
rendah kalsium dan magnesium dapat menghilangkan rasa gatal. Reaksi
33
eksematosa terhadap cairan antiseptik, sarung tangan karet atau komponen
jarum punksi, jarum punksi atau cellophane sebaiknya juga dipertimbangkan.
Penyebab pruritus lain termasuk di antaranya adalah hiperparatiroid sekunder,
dry skin (disebabkan atrofi kelenjar keringat), hiperfosfatemia dengan
meningkatnya deposit kalsium-fosfat di kulit dan pe-ningkatan produk kalsium-
fosfat, dialisis inadekuat, meningkatnya kadar ß2-mikroglobulin, anemia (atau
manifestasi defi siensi eritropoietin), neuropati perifer kadar alumunium dan
magnesium yang tinggi, peningkatan sel mast, xerosis, anemia defi siensi besi,
hipervitaminosis A dan disfungsi imun.

2.3.4 Pathofisiologi

Patofisiologi pruritus pada pasien dialisis masih belum diketahui.


Keluhan pruritus diperkirakan berhubungan dengan pelepasan histamin dari
sel mast di kulit. Persepsi pruritus dibawa oleh sistem saraf pusat melalui jalur
neural yang berhubungan dengan reseptor opioid. Namun, mekanisme uremia
menginduksi pruritus belum diketahui jelas, mungkin karena disekuilibrium
metabolik. Menarik diperhatikan bahwa pruritus tidak terjadi pada pasien
gagal ginjal akut, sehingga kadar blood urea nitrogen (BUN) dan kreatinin
bukan menjadi penyebab satu-satunya pruritus. Menurut Narita et al (2010)
dalam Eva Roswati (2013) menjelaskan beberapa mekanisme penyebab
pruritus:

1. Xerosis
Xerosis merupakan masalah kulit yang sering terjadi (60% - 90%) pada
pasien dialisis yang memicu terjadinya pruritus uremia. Xerosis atau dry
skin akibat atrofi kelenjar sebasea, gangguan fungsi sekresi eksternal, dan
gangguan hidrasi stratum korneum. Skin dryness pada pasien dialisis yang
pruritus mempunyai hidrasi lebih rendah dibandingkan pasien dialisis tanpa
keluhan pruritus (Morton et al)
2. Berkurangnya eliminasi transepidermal faktor pruritogenik
Secara teori, akumulasi senyawa pruritogenik yang tidak
terdiaisis dapat menimbulkan efek sensasi gatal di saraf pusat ataupun di
reseptor. Senyawa pruritogenik di antaranya vitamin A, hormon paratiroid
dan histamin yang berpotensi menimbulkan pruritus. Namun tidak ada bukti
yang mendukung bahwa senyawa-senyawa tersebut menyebabkan pruritus
uremik. Kadar plasma vitamin A meningkat pada pasien dialisis, tetapi tidak
ada hubungan antara kadar plasma vitamin A dengan derajat pruritus;

34
bahkan autopsi menunjukkan bahwa kadar vitamin A di organ-organ tubuh
sama atau lebih rendah pada pasien uremia dibandingkan pasien yang
tidak uremia. Senyawa pruritogenik lain adalah interleukin-1, yang
dikeluarkan setelah kontak antara plasma dengan membrane hemodialisis
yang bioinkompatibel. Interleukin-1 mempunyai efek proinflamasi di kulit
dan secara teori dapat menyebabkan rasa gatal. Stale-Backdahl
menyatakan hipotesa bahwa pruritus uremik dapat disebabkan oleh
proliferasi abnormal serabut saraf sensorik yang dikenal sebagai neuropati
uremik. Stale menemukan serabut saraf dan saraf terminal tersebar di
lapisan epidermis pasien dialisis. Namun, laporan terbaru menyatakan
tidak ada perbedaan distribusi serabut saraf sensorik enolase-positip
antara pasien normal dengan pasien uremik. Marker inflamasi seperti C-
reactive protein dan interleukin-6 dilaporkan juga meningkat pada pasien
pruritus uremik.

3. Hiperparatiroid
Hiperparatiroid dapat menstimulasi sel mast untuk melepaskan
histamin dan dapat menyebabkan mikropresipitasi garam kalsium dan
magnesium di kulit. Namun, tidak semua pasien hiperparatiroid berat
mengalami pruritus. Suatu studi pernah melaporkan pruritus dapat hilang
sama sekali setelah tindakan paratiroidektomi. Lebih lanjut diketahui tidak
ada hubungan antara kadar PTH (parathyroid hormone) plasma dengan
proliferasi sel dermal, juga tidak ada perbedaan jumlah sel mast atau kadar
PTH antara pasien dengan atau tanpa pruritus.

1) Hiperkalsemia

2) Hiperfosfatemia

3) Peningkatan kadar histamin


Histamin, basofil, trombosit, dan sel mast peritoneal serta bronkial
telah dikenal sebagai pemicu rasa gatal pada kulit yang alergi. Pelepasan
histamin dipicu oleh substansi P, neurotransmiter yang terlibat dalam
sensasi rasa gatal. Kadar histamin yang meningkat telah dilaporkan pada
pasien uremia, namun hubungan antara kadar histamin dengan derajat
pruritus masih belum jelas. Reaksi flare akibat histamin sangat sedikit pada
pasien uremia dibandingkan pasien normal, dan antagonis histamin
biasanya tidak efektif mengurangi pruritus uremik. Jadi, sangat tidak
mungkin bahwa histamin berperan sebagai patogen utama pruritus.

4. Peningkatan kadar serotonin (5-hidroksi-triptamin [5-HT3])

35
Masih menjadi perdebatan dalam terjadinya pruritus uremik.
5. Peningkatan proliferasi sel mast di kulit Pada pasien uremia, jumlah sel
mast dermis meningkat, dan kadar histamin dan triptase plasma lebih
tinggi pada pasien dengan pruritus uremik berat.

6. Neuropati sensorik uremik


Pruritus uremik merupakan sensasi gatal dari neuropati dan
neurogenik. Pruritus ditransmisikan melalui serabut C di kulit. Stimulan
serabut C meliputi sitokin, histamin, serotonin, prostaglandin,
neuropeptida, dan enzim. Sensasi gatal neuropati dapat berasal dari
kerusakan sistem saraf di sepanjang jalur afferen, contohnya neuralgia
post-herpetik dan infeksi HIV. Sensasi gatal yang berasal dari sentral
tanpa kerusakan neuron diistilahkan sebagai neurogenik, contohnya
kolestasis dan pemakaian opioid eksogen. Pada nyeri neurogenik,
dijumpai peningkatan tonus opioidergik akibat akumulasi opioid
endogen. Stahle-Backdahl menyatakan bahwa pruritus uremik dapat
disebabkan oleh proliferasi abnormal serabut saraf sensorik. Studi lain
atas 24 pasien uremik dan 10 subjek normal menunjukkan tidak
terdapat perbedaan antara kedua kelompok dalam distribusi serabut
saraf, namun diketahui terjadi pengurangan jumlah serabut saraf
terminal kulit pada pasien uremik sehingga inervasi kulit secara
nonspesifi k berubah pada kebanyakan pasien gagal ginjal kronik,
mungkin akibat neuropati yang terjadi.
7. Middle molecule theory
Merupakan eksistensi senyawa pruritogenik terakumulasi karena tidak
terdialisis akibat ukuran molekulnya. Namun suatu studi melaporkan
bahwa pruritus lebih sering terjadi pada pasien dialisis dengan Kt/V tinggi;
karena perhitungan tersebut berdasarkan bersihan (clearance) molekul
kecil, memberikan bukti terhadap middle molecule theory.
8. Teori imunitas yang mengemukakan bahwa pruritus uremik adalah suatu
penyakit infl amasi sistemik dibandingkan kelainan kulit lokal.
9. Teori lain adalah opioid dapat menstimulasi serabut C.
Hipotesis sistem opioid adalah bahwa pruritus uremik disebabkan oleh
overekspresi reseptor opioid di sel dermis dan limfosit.

2.3.5 Manifestasi Klinis


Pruritus sering dirasakan di seluruh tubuh paling dominan di
punggung. Pruritus biasanya makin dikeluhkan selama dialisis dan

36
seperempat pasien mempunyai keluhan saat dan pada akhir dialisis. Pruritus
uremik merupakan diagnosis eksklusi sehingga penyebab pruritus lain pada
pasien yang menjalani dialisis harus dieksklusi terlebih dahulu. Biopsi kulit
pada pasien pruritus uremik biasanya tidak memuaskan. Ekskoriasi akibat
garukan berulang dapat menyebabkan kondisi dermatologi lain seperti likhen
simpleks, prurigo nodularis dan papula keratotik (folikulitis perforatif) dan
hiperkeratosis folikular. Keluhan pruritus digolongkan berdasarkan derajat
keluhan, frekuensi, dan distribusinya. Menurut Narita et al (2008) dalam Evi
Rosana (2013) sistem skor yang diperkenalkan oleh Duo, kemudian dimodifi
kasi oleh Mettang dan Hiroshige, seperti berikut ini:

1. Skor derajat pruritus:

1) skor 1: gatal tanpa garukan


2) skor 2: gatal dengan garukan tanpa ekskoriasi
3) skor 3: gatal dengan garukan terus-menerus atau dengan ekskoriasi
4) skor 4: gatal menyebabkan kegelisahan total;

2. Skor distribusi pruritus:

1) skor 1: gatal di satu lokasi tubuh


2) skor 2: gatal tersebar di beberapa lokasi tubuh
3) skor 3: gatal menyeluruh;

3. Skor frekuensi pruritus:


Skor: setiap 4episode (masing-masing episode <10 menit) atau satu
episode gatal (>10 menit) mempunyai skor 1 poin, maksimal 4 poin.
Beberapa peneliti melaporkan keluhan pruritus berdasarkan intensitas (absen,
ringan, berat) dan frekuensi (absen, kadang-kadang, setiap hari). Namun,
kebanyakan keluhan pruritus hanya dibedakan berdasarkan ada atau tidaknya
pruritus

2.3.6 Penatalaksanaan

Penyebab pruritus uremik pada pasien penyakit ginjal kronik dan


dialisis yang mirip kelainan kulit primer (seperti urtikaria, psoriasis, dermatitis
atopik), penyakit hepar (seperti hepatitis), dan kelainan endokrin (seperti
hipotiroid, diabetes mellitus) sebaiknya dieksklusi terlebih dahulu. Pruritus
biasanya mempengaruhi pola tidur pasien dan status psikologis, sehingga
sebaiknya diterapi dengan adekuat. Terapi defi nitif pasien dialisis dengan
pruritus uremik yang berat adalah transplantasi ginjal. Penelitian sebelumnya

37
melaporkan pruritus umum hilang setelah transplantasi ginjal. Bagi pasien
yang tidak dapat melakukan transplantasi atau masih menunggu, pengobatan
yang berhubungan ataupun tidak berhubungan dengan prosedur dialisis dapat
meringankan keluhan pruritus. Menurut Henrich WL dalam Evi Rosana (2013)
pengobatan tersebut di antaranya:

1. Mengoptimalkan dosis dialisis (adekuasi hemodialisis)


Terapi dialisis yang optimal akan memperbaiki efikasi dialisis dan status
nutrisi pasien yang selanjutnya akan mengurangi prevalensi dan derajat
keparahan pruritus uremik. Penggunaan membran hemodialisis yang
biokompatibel juga mempunyai efek menguntungkan. Kontrol konsentrasi
plasma kalsium dan fosfor yang adekuat dengan penggunaan konsentrasi
dialisist rendah kalsium dan magnesium dalam jangka pendek akan
mengurangi keluhan keluhan pruritus di beberapa studi kecil.

2. Mengobati anemia penyakit kronik


3. Perbaikan kadar mineral, terutama mempertahankan serum kalsium dan
fosfat <55mg/dl.
4. Selain itu dapat diberikan emolient, antihistamin, capsaicin topikal,
sinarUVB, dan/ atau antagonis opiat.
Penatalaksanaan pruritus sangat bergantung pada penyebab rasa gatal itu
sendiri. Cara untuk mengatasi rasa gatal sehingga menimbulkan perasaan
lega pada penderita yaitu:
1. Pengobatan topikal:
1) Dinginkan kulit dengan kain basah atau air hangat.
2) Lation colamine, lation ini tidak dapat digunakan pada kulit yang kering
dan memiliki keterbatasan waktu dalam pemakaiannya karena
mengandung phenols.
3) Lation menthol/camphor yang berfungsi untuk memberikan sensasi
dingin
4) Pemakaian emmolient yang teratur, terutama jika kulit kering
5) Kortikosteroid topikal sedang untuk periode jangka waktu yang pendek
2. Pengobatan dengan medikasi oral mungkin diperlukan jika rasa gatal
cukup parah dan mengganggu tidur:
1) Aspirin: Efektif untuk pruritus yang disebabkan oleh mediator kinin atau
prostaglandin, tetapi dapat memperburuk rasa gatal pada beberapa
pasien
2) Doxepin atau amitriphyline: anti depresan trisiklik dengan anti pruritus
yang efektif dapat membantu

38
3) Antihistamin: antihistamin yang tidak mengandung penenang
4) Tahlidomide: Terbukti ampuh mengatasi pruritus nodular dan beberapa
jenis pruritus kronik

39
3. Upaya lain yang berguna untuk menghindari pruritus, diantaranya
mencegah faktor pengendap, seperti pakaian yang kasar,terlalu panas dan
menyebabkan vasodilatasi, jika menimbulkan rasa gatal, untuk gatal ringan
dengan penyebab yang tidak membahayakan seperti kulit kering, dapat
dilakukan penanganan sendiri berupa:
1) Mandi dengan air hangat suam suam kuku
2) Tidak mandi terlalu sering dengan air yang berkaporit tinggi
3) Kamar tidur harus bersih, sejuk dan lembab
4) Memasang alat pelembab udara teruatama diruang berAC
5) Mengenakan pakaian yang mudah menyerap keringat
6) Menghindari komsumsi kafein, alkohol, rempah-rempah yang
menimbulkan keringat berlebihan.
7) Menjaga hiegeint pribadi dan lingkungan
8) Mencegah komplikasi akibat garukan dengan cara memotong kuku
dan menggosok kulit yang gatal menggunakan telapak tangan

2.4 Konsep Asuhan Keperawatan Kasus


2.4.1 Pengkajian
1. Anamnesis
Pada pengkajian yang dilakukan pada pasien CKD diperoleh secara
autoanamnesis dan alloanamnesis. Dimana identitas pasien meliputi nama
(anonym), usia, jenis kelamin, agama, alamat, pekerjaan dan diagnosis
medis.

1) Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama

Keluhan yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari urine output


sedikit tidak dapat BAB, gelisah sampai penurunan kesadaran,
anoreksia, dyspnea, nausea, vomiting, mulut terasa kering
(xerostomia), nafas berbau (ureum), dan gatal pada kulit. Pada
kasus CKD dapat terjadi pada segala usia dan jenis kelamin (tidak
ada perbandingan antara wanita dan pria). Pada pasien CKD
dengan pruritus Biasanya klien datang ketempat pelayanan
kesehatan dengan keluhan gatal pada kulit dan sering terjadi pada
malam hari

40
b. Riwayat Penyakit
a) Riwayat Penyakit Sekarang

Pengkajian ditujukan sesuai dengan predisposisi


penyakitnya terutama pada pre renal dan renal. Secara ringkas
perawat menanyakan keluhan yang pasien rasakan saat ini,
seperti berapa lama penurunan jumlah output urine dan apakan
penuruna jumlah urine ada hubungannya dengan predisposisi.
Faktor pencetus timbulnya pruritus dapat disebabkan oleh
adanya kelainan sistemik intenal DM, kelainan darah atau
kanker, penggunaan preparat oral seperti aspirin, terpi
antibiotik, hormon, adanya alergi baru saja minum obat yang
baru, pergantian kosmetik dapat menjadi pencetus adanya
pruritus. Tanda - tanda infeksi dan bukti lingkungan seperti
udara yang panas, kering atau seprei / selimut yang
menyebabkan iritasi. Pruritus dapat terjadi pada orang yang
berusia lanjut sebagai akibat dari kulit yang kering

b) Riwayat Penyakit Dahulu

Kaji apakah ada riwayat penyakit infeksi system perkemihan,


diabetes militus, hipertensi dan batu ginjal. Kemudian tentang
riwayat konsumsi obat-obatan dan riwayat alergi. Pruritus
merupakan penyakit yang hilang timbul, sehingga pada riwayat
penyakit dahulu sebagaian besar pasien pernah menderita
penyakit yang sama dengan kondisi yang dirasakan sekarang

c) Riwayat Penyakit Keluarga

Kaji apakah ada riwayat penyakit ginjal dari keluarga. Diduga


faktor genetik tidak mempengaruhi timbulnya pruritus, kecuali
dalam keluarga ada kelainan sistemik internal yang bersifat
herediter, mungkin saja mengalami pruritus.

2) Pemeriksaan Pola Fungsi


a. Pola Aktifitas Latihan

Gejala: Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise, gangguan tidur


(insomnia / gelisah atau somnolen), mobilitas, toileting

Tanda: Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang

41
gerak
b. Integritas ego

Gejala Faktor stress, contoh financial, hubungan dan


: sebagainya, perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak
ada kekuatan

Tanda: Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang,


perubahan kepribadian
c. Pola eliminasi

Gejala: Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria, abdomen


kembung,  diare, atau konstipasi.

Tanda: Perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah,


cokelat,berawan, oliguria, dapat menjadi anuria.
d. Pola nutrisi

Gejala Peningkatan berat badan cepat (edema), penuruna berat


: (malnutrisi), anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa
metalik tak sedap di mulut (pernapasan amonia),
penggunaan diuretik.
Tanda: Distensi abdomen / asites, pembesaran hati,, perubahan
turgor kulit / kelembaban, edema (umum,tergantung),
ulserasi gusi, perdarahan gusi / lidah, penurunan oto,
penurunan lemak subkutan, Interaksi sosial
3) Pemeriksaan Fisik
a. B1 (Breathing)

Gejala nafas pendek, dypsnea, noktural paroximal, batuk dengan


: nada/tanpa sputum kenral dan banyak
Tanda: takhipnea, dipsnea, peningkatan frekuensi/kedalaman
(pernafasan kusmaul), batuk produktif dengan sputum
atau dahak.
b. B2 (Blood)

Gejala: riwayat Hipertensi lama atau berat, palpitasi, nyeri dada


atau angina
Tanda: Hipertensi, nadi kuat, edema jaringan umum akibat
penimbunan cairan, pitting pada kaki, telapak tangan,

42
disritmia jantung, nadi lemah halus, hipotensi ortostatik
menunjukan hipovolemi, pucat, kulit coklat kehijauan,
kuning dan cenderung perdarahan. Anemia normokrom,
trombositopenia, gangguan leukosit, perdarahan.
c. B3 (Brain)

Gejala: Disorioentasi, gelisah, apatis, letargi, somnolen sampai


koma, Miopati, ensefalopati metabolik, burning feet
syndrome, restless leg

Tanda: Gangguan toleransi glukosa, gangguan metabolisme


lemak, gangguan seksual, libido, fertilitas dan ereksi
menurun pada laki-laki, gangguan metabolisme vitamin
D syndrome.
d. B4 (Bladder)

Gejala: Penurunan frekuensi urine, oliguri, anuria (gagal tahap


lanjut)
Tanda: Perubahan warna urine, contoh: urine berwarna kuning
pekat, merah, coklat, berawan. Oliguria dapat menjadi
anuria.
e. B5 (Bowel)

Gejala: Abdomen kembung, mual muntah, diare atau koonstipasi.


Peningkatan berat badan cepat/odema, penurunan berat
badan (malnutrisi), anorexia, nyeri ulu hati, rasa metalik
tak sedap pada mulut (pernafasan amonia)
Tanda: Distensi abdomen/asites, pembesaran hati (tahap akhir),
perubahan turgor kulit/kelembapan, edema, ulserasi gusi,
perdarahan gusi/lidah, penurunan massa otot, penurunan
lemak subkutan dan penampilan tak bertenaga.
f. B6 (Bone)

Gejala: Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki


(memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada/tidaknya
infeksi

Tanda: Pruritis, demam (sepsis,dehidrasi), normotermia dapat


secara actual terjadi peningkatan pada pasien yang
mengalami suhu tubuh lebih rendah dari normal (efek

43
GGK/depresi respon imun), ptekia, area ekimosis pada
kulit, fraktur tulang, defisit fosfat kalsium pada kulit,
jaringan lunak dan keterbatasan gerak sendi.

4) Pemeriksaan diagnostik
a. Laboratorium
Urinalisis didapatkan warna kotor, sedimen kecoklatan menunjukkan
adanya darah, Hb, dan myoglobin. Berat jenis <1.020 menunjukkan
penyakit ginjal, pH urine >7.00 menunjukkan ISK, NTA, dan GGK.
Osmolalitas kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan ginjal
dan rasio urine: serum sering 1: 1.
b. Pemeriksaan BUN dan kadar kreatinin
Terdapat peningkatan yang tetap dalam BUN dan laju
peningkatannya bergantung pada tingkat katabolisme (pemecahan
protein), perfusi renal dan masukan protein. Serum kratinin
meningkat pada kerusakan glomerulus. Kadar kreatinin serum
bermanfaat dalam pemantauan fungsi ginjal dan perkembangan
penyakit.
c. Pemeriksaan elektrolit
Pasien yang mengalami penurunan lajut filtrasi glomerulus tidak
mampu mengeksresikan kalium. Katabolisme protein mengahasilkan
pelepasan kalium seluler ke dalam cairan tubuh, menyebabkan
hiperkalemia berat. Hiperkalemia menyebabkan disritmia dan henti
jantung.
d. Pemeriksaan Ph
Pasien oliguri akut tidak dapat mengeliminasi muatan metabolik
seperti substansi jenis asam yang dibentuk oleh proses metabolik
normal. Selain itu, mekanisme bufer ginjal normal turun. Hal ini
ditunjukkan dengan adanya penurunan kandungan karbon dioksida
darah dan pH darah sehingga asidosis metabolik progresif menyertai
gagal ginjal.
5) Penatalaksanaan medis
a. Pada penurunan cadangan ginjal dan insufisiensi ginjal, tujuan
pelaksanaan adalah memperlambat kerusakan nefron lebih lanjut,
terutama dengan restriksi protein dan obat-obat antihipertensi

44
b. Pada gagal ginjal, terapi ditujukan untuk mengoreksi
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
c. Pada penyakit ginjal stadium akhir, terapi berupa dialisis atau
transplantasi ginjal

2.4.2 Diagnosis Keperawatan


1. Pre Hemodialisis:
1) Hipervolemia b.d gangguan mekanisme regulasi, kelebihan asupan
cairan
2) Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan konsentrasi hemoglobin,
peningkatan tekanan darah, penurunan aliran arteri/ vena
3) Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen, kelemahan
4) Bersihan jalan nafas inefektif b.d spasme jalan nafas, hipersekresi
jalan nafas
5) Gangguan integritas kulit b.d perubahan sirkulasi
6) Nyeri b.d agen cidera fisik
7) Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient, peningkatan
kebutuhan metabolisme
8) Gangguan rasa nyaman b.d gejala penyakit, efek samping terapi
9) Defisit pengetahuan b.d gangguan fungsi kognitif, kekeliruan mengikuti
anjuran, kurang terpapar informasi
10) Ketidakberdayaan b.d program perawatan/pengobatan yang kompleks
atau jangka panjang
11) Ansietas b.d krisis situasional, kebutuhan tidak terpenuhi, ancaman
terhadap kematian. Keletihan berhubungan dengan kondisi fisiologis
(penyakit kronis, penyakit terminal), program perawatan/pengobatan
jangka Panjang
12) Resiko infeksi d.b penyakit kronis, kerusakan integritas kulit
2. Intra Hemodialisis:
1) Hipovolemi b.d kehilangan cairan aktif, kegagalan mekanisme regulasi,
kekurangan intake cairan
2) Resiko syok b.d hipotensi, kekurangan volume cairan
3) Resiko perdarahan berhubungan dengan aneurisma atau
pseudoanerisma, gangguan koagulasi, tindakan pembedahan
4) Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis agen pencedera fisik
5) Ketidakstabilan gula darah (hipoglikemia) b.d proses difusi

45
6) Termoregulasi tidak efektif
7) Ansietas berhubungan dengan krisis situasi
3. Post Hemodialsis:
1) Resiko perdarahan berhungan aneurisma atau pseudoanerisma,
gangguan koagulasi, tindakan pembedahan
2.4.3 Intervensi

1. Pre HD

No. Dx Keperawatan Tujuan Rencana Tindakan


Dx (SDKI) Keperawatan (SIKI)
(SLKI)
Hipervolemia Setelah dilakukan Manajemen
Berhubungan asuhan hipervolemia
dengan keperawatan Observasi
(penyebab): selama ……x24 1. Periksa tanda dan
 Gangguan jam maka gejala hipervolemia
mekanisme Keseimbangan (ortopnea, dispnea,
regulasi Cairan “membaik” edema, JVP/CVP
 Kelebihan dengan kriteria meningkat, refleks
asupan cairan hasil: hepatojugular positif,
 Kelebihan  Asupan cairan suara nafas
asupan  Haluaran urin tambahan)
natrium  Kelembapan 2. Identifikasi penyebab
 Gangguan membran hipervolemia
aliran balik mukosa 3. Monitor status
vena  Asupan hemodinamik
 Efek agen makanan (frekuensi jantung,
farmakologis  Edema tekanan darah, MAP,
(kortikosteroid,  Dehidrasi CAP, PAP, PIMP, CO,
chlorpropamid,  Asites CI), jika tersedia
tolbutamide,  Konfusi 4. Monitor intake dan
vincristin,  Tekanan darah output cairan
tryptilinescarba  Denyut nadi 5. Monitor tanda
mazepine) radial hemokonsentrasi
Dibuktikan  Tekanan arteri (kadar natrium, BUN,
dengan: rata-rata hematocrit, berat
Gejala dan Tanda  Membran jenis urin)
Mayor: mukosa 6. Monitor tanda
Subjektif:  Mata cekung peningkatan tekanan
 Ortopnea  Turgor kulit onkotik plasma (kadar
 Dispnea  Turgor kulit protein dan albumin
 Paroxymal  Berat badan meningkat)
nocturnal 7. Monitor kecepatan
dyspnea (PND) infus secara ketat

46
Objektif: 8. Monitor efek samping
 Edema deuretik (hipotensi
anasarka dan ortortostatik,
atau edema hipovolemia,
perifer hipokalemia,
 Berat badan hiponatremia)
meningkat Terapeutik
dalam waktu 9. Timbang berat badan
singkat setiap hari pada
 Jugular venous waktu yang sama
pressure (JVP) 10. Batasi asupan cairan
dan atau dan garam
central venous 11. Tinggikan kepala
pressure (CVP) tempat tidur 30-40°
meningkat Edukasi
 Refleks hepato 12. Anjurkan melapor jika
jugular positif haluan urin <0,5
Gejala dan Tanda ml/kg/jam dalam 6
Minor: jam
Subjektif: - 13. Anjurkan melapor jika
Objektif: BB bertambah >1kg
 Distensi vena dalam sehari
jugularis 14. Ajarkan cara
 Terdengar mengukur dan
suara nafas mencatat asupan dan
tambahan haluan cairan
 Hepatomegali 15. Ajarkan cara
 Kadar Hb/Ht membatasi cairan
turun Kolaborasi
 Oliguria 16. Kolaborasi pemberian
 Intake lebih diuretik
banyak dari 17. Kolaborasi
output (balance penggantian
cairan positif) kehilangan kalium
 Kongesti paru akibat deuretik
 Penyakit ginjal: Pemantauan cairan
gagal ginjal Observasi
akut/kronis, 1. Monitor frekuensi dan
sindrom nefrotik kekuatan nadi
 Hipoalbuminem 2. Monitor frekuensi
ia nafas
 Gagal jantung 3. Monitor tekanan
kongestif darah
 Kelainan 4. Monitor berat badan
hormon 5. Monitor waktu
 Penyakit hati pengisian kapiler
(sirosis, asites, 6. Monitor elastisitas
kanker hati) dan turgor kulit

47
 Penyakit vena 7. Monitor jumlah,
perifer (varises warna dan berat jenis
vena, trombus urin
vena, plebitis) 8. Monitor kadar
albumin dan protein
total
9. Monitor hasil
pemeriksaan serum
10. Monitor intake dan
output cairan
11. Identifikasi tanda-
tanda hipervolemia
Manajemen cairan
Observasi
1. Monitor status
hidrasi
2. Monitor berat badan
harian
3. Monitor berat badan
sebelum dan
sesudah dianalisis
4. Monitor hasil
pemeriksaan
laboratorium
(hemaktokrit, Na, K,
Cl, berat jenis urin,
BUN)
5. Monitor status
hemodinamik (MAP,
CVP, PAP, PCWP,
jika ada)
Terapeutik
6. Catan intake output
dan hitung balance
cairan 24 jam
7. Berikan asupan
cairan, sesuai
kebutuhan
8. Berikan cairan
intravena, jika perlu
Kolaborasi
9. Kolaborasi
pemberian deuretik,
jika perlu
Manajemen Elektrolit
Observasi
1. Identifikasi tanda dan
gejala ketersediaan

48
kadar elektrolit
2. Identifikasi penyebab
ketidakseimbangan
elektrolit
3. Identifikasi
kehilangan elektrolit
melalui cairan
4. Monitor kadar
elektrolit
5. Monitor efek samping
pemberian suplemen
elektrolit
Terapeutik
6. Berikan cairan, jika
perlu
7. Berikan diet yang
tepat (tinngi kalium,
rendah natrium)
8. Pasang akses
intravena, jika perlu
Edukasi
9. Jelaskan jenis,
penyebab dan
penanganan
ketidakseimbangan
elektrolit
Kolaborasi
10.Kolaborasi pemberian
suplemen elektrolit
sesuai indikasi

Manajemen Asam-Basa
Observasi
1. Identifikasi penyebab
ketidakseimbangan
asam basa
2. Monitor frekuensi dan
kedalaman nafas
3. Monitor status
neurologis (tingkat
kesadaran, status
mental)
4. Monitor irama dan
frekuensi jantung
5. Monitor perubahan
Ph, PaCO2, HcO3
Terapeutik
6. Ambil spesimen

49
darah arteri untuk
pemeriksaan AGD
7. Berikan oksigen,
sesuai indikasi
Edukasi
8. Jelaskan penyebab
dan mekanisme
terjadinya gangguan
asam basa
Kolaborasi
9. Kolaborasi pemberian
ventilasi mekanik, jika
perlu
Managemen
Hemodialisis
Observasi
1. Identifikasi tanda dan
gejala serta
kebutuhan HD
2. Identifikasi kesiapan
HD
3. Monitor TTV,tanda-
tanda perdarahan
dan respon selama
dialysis
4. Monitor TTV pasca
HD
Terapeutik
5. Siapkan peralatan HD
6. Lakukan prosedur HD
dengan prinsip
aseptik
7. Atur filtrasi sesuai
kebutuhan penarikan
cairan
8. Atasi hipotensi
selama proses
dialysis
9. Hentikan HD bila
mengalami kondisi
yang membahayakan
Edukasi
10. Jelaskan tujuan dan
prosedur
Hemodialisis
Kolaborasi
11. Kolaborasi pemberian
heparin pada

50
bloodline sesuai
indikasi

Perfusi perifer tidak Setelah dilakukan Perawatan Sirkulasi


efektif asuhan Observasi
keperawatan 1. Periksa sirkulasi perifer
Berhubungan selama ……x24 (mis. Nadi perifer,
dengan jam edema, pengisian
(penyebab):  Denyut nadi kalpiler, warna, suhu,
□ Hiperglikemia perifer angkle brachial index)
□ Penurunan  Warna kulit 2. Identifikasi faktor resiko
konsentrasi Hb pucat gangguan sirkulasi
Dibuktikan  Edema perifer (mis. Diabetes,
dengan:  Nyeri perokok, orang tua,
Gejala dan Tanda ekstremitas hipertensi dan kadar
Mayor:  Bruit femoralis kolesterol tinggi)
Subjektif:  Pengisian 3. Monitor panas,
(tidak tersedia) kapiler kemerahan, nyeri, atau
Objektif:  Akral bengkak pada
□ pengisian  Turgor kulit ekstremitas
kapiler >3 detik  Indeks ankle- Terapeutik
□ Nadi perifer brachial 4. Hindari pemasangan
menurun atau infus atau
tidak teraba pengambilan darah di
□ Akral teraba area keterbatasan
dingin perfusi
□ Warna kulit 5. Hindari pengukuran
tekanan darah pada
pucat
ekstremitas pada
□ Turgor kulit
keterbatasan perfusi
menurun
6. Hindari penekanan
dan pemasangan
Gejala dan Tanda
torniquet pada area
Minor:
yang cidera
Subjektif:
7. Lakukan pencegahan
□ parastesia
infeksi
□ nyeri
8. Lakukan perawatan
ekstremitas
kaki dan kuku
(klaudikasi
9. Lakukan hidrasi
intermiten)
Edukasi
10.Anjurkan berhenti
Objektif:
merokok
□ edema
11. Anjurkan berolahraga
□ penyembuhan rutin

51
luka lambat 12.Anjurkan mengecek
□ indeks ankle- air mandi untuk
brachial <0,90 menghindari kulit
□ ruit femoral terbakar
13.Anjurkan
menggunakan obat
penurun tekanan
darah, antikoagulan,
dan penurun
kolesterol, jika perlu
14. Anjurkan minum obat
pengontrol tekakan
darah secara teratur
15. Anjurkan menghindari
penggunaan obat
penyekat beta
16. Ajurkan melahkukan
perawatan kulit yang
tepat(mis.
Melembabkan kulit
kering pada kaki)
17. Anjurkan program
rehabilitasi vaskuler
18. Anjurkan program
diet untuk
memperbaiki
sirkulasi( mis.
Rendah lemak jenuh,
minyak ikan,
omega3)
19. Informasikan tanda
dan gejala darurat
yang harus
dilaporkan( mis. Rasa
sakit yang tidak
hilang saat istirahat,
luka tidak sembuh,
hilangnya rasa)
Gangguan Setelah dilakukan Perawatan integritas
integritas kulit b.d Tindakan kulit
perubahan sirkulasi keperawatan Observasi
selama 5 jam di 1. Identifikasi penyebab
harapkan gangguan integritas
integritas kulit kulit (mis. Perubahan
dan jaringan sirkulasi, perubahan
meningkat status nutrisi)
dengan kriteria Terapeutik
hasil: 2. Ubah posisi tiap 2

52
 Hidrasi jam jika tirah baring
meningkat 3. Gunakan produk
 Kerusakan berbahan
jaringan/lapisan ringan/alami dan
kulit menurun hipoalergik pada kulit
 Nyeri dan gatal sensitif
menurun 4. Hindari produk
berbahan dasar
alkohol pada kulit
kering
Edukasi
5. Anjurkan
menggunakan
pelembab (mis.
Lotion atau serum)
6. Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun
secukupnya
7. Anjurkan menghindari
terpapar suhu
ekstrem
8. Motivasi pasien &
keluarga untuk
melakukan HD 3x/
minggu, serta di
tawarkan untuk
penggunaan holofiber
baru untuk lebih
menarik sisa – sisa
zat disenfektan
Nyeri Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
tindakan Observasi
keperawatan 1. Identifikasi factor
selama 3x8 jam pencetus dan pereda
maka tautan nyeri nyeri
meningkat dengan 2. Monitor kualitas nyeri
kriteria hasil: Monitor lokasi dan
□ Melaporkan penyebaran nyeri
nyeri terkontrol 3. Monitor intensitas
meningkat nyeri dengan
□ Kemampuan menggunakan skala
mengenali 4. Monitor durasi dan
onset nyeri frekuensi nyeri
meningkat Teraupetik
□ Kemampuan 5. Ajarkan Teknik
menggunakan nonfarmakologis
teknik untuk mengurangi
nonfarmakologi rasa nyeri

53
s meningkat 6. Fasilitasi istirahat dan
□ Keluhan nyeri tidur
penggunaan Edukasi
analgesik 7. Anjurkan memonitor
menurun nyeri secara mandiri
□ Meringis 8. Anjurkan
menurun menggunakan
□ Fekuensi nadi analgetik secara tepat
membaik Kolaborasi
□ Pola nafas Kolaborasi
membaik 9. pemberian obat
□ Tekanan darah analgetic
membaik
Resiko Infeksi Pencegahan Infeksi
Dibuktikan Obeservasi
dengan (factor 1. Monitor tanda dan
resiko): gejala infeksi lokal
□ Penyakit kronis dan sistemik
(mis. Diabetes Terapautik
melitus) 2. Batasi jumlah
□ Efek prosedur pengunjung
invasif 3. berikan perawatan
□ Malnutrisi pada daerah edema
□ Peningkatan 4. cuci tangan sebelum
paparan dan sesuadah kontak
organisme dengan pasien dan
patogen lingkungan
lingkungan Edukasi
□ Ketidakadekuat 5. Jelaskan tanda dan
an pertahanan gejala infeksi
tubuh preimer: 6. Ajarkan cara
□ Gangguan memriksa luka
7. Anjurkan
peristaltik
meningkatkan asupan
□ Kerusakan
cairan
integritas kulit
□ Perubahan
sekresi pH
□ Penurunan
kerja siliaris
□ Ketuban pecah
lama
□ Ketuban pecah
sebelum
waktunya
□ Merokok
□ Statis cairan

54
tubuh
□ Ketidakadekuat
an pertahanan
tubuh
sekunder:
□ Penurunan
hemoglobin
□ Imununosupresi
□ Leukopenia
□ Supresi respon
inflamasi
□ Vakasinasi
tidak adekuat

2. Intra HD

Dx Keperawatan Tujuan Rencana Tindakan


No.
(SDKI) Keperawatan (SIKI)
Dx
(SLKI)
Hipovolemia Setelah dilakukan Manajemen
Berhubungan asuhan hypovolemia
dengan keperawatan Observasi
(penyebab): selama ……x24 1. Periksa tanda dan
 Kehilangan jam maka Status gejala hypovolemia
cairan aktif Cairan “membaik” (mis. Frekuensi nadi
 Kegagalan dengan kriteria meningkat, nadi
mekanisme hasil: teraba lemah,
regulasi  Kekuatan nadi tekanan
 Peningkatan  Turgor kulit 2. darah menurun,
permeabilitas  Output urine tekanan nadi
kapiler  Pengisian menyempit, turgor
 Kekurangan kapiler kulit menurun,
intake cairan  Berat badan membrane mukosa
 Evaporasi  Perasaan kering, volume urin
lemah menurun, hematocrit
 Keluhan haus meningkat, haus,
Dibuktikan  Konsentrasi lemah)
dengan: urine 3. Monitor intake dan
Gejala dan Tanda  Frekuensi nadi output cairan
Mayor:  Tekanan darah Terapeutik
Subjektif:  Tekanan nadi 4. Hitung kebutuhan
(Tidak Tersedia)  Membran cairan
Objektif: mukosa 5. Berikan asupan
 Frekuensi nadi  Kadar Ht cairan ora
meningkat  Intake cairan Edukasi
 Nadi teraba  Status mental 6. Anjurkan
lemah memperbanyak

55
 Tekanan darah asupan cairan oral
menurun Kolaborasi
 Tekanan nadi 7. Kolaborasi
menyempit pemberian cairan IV
 Turgor kulit isotonis (mis. NaCL,
menurun RL)
 Membrane 8. Kolaborasi
mukosa kering pemberian cairan IV
 Volume urin hipotonis (mis.
menurun Glukosa 2,5%,
 Hematokrit NaCL 0,4%)
meningkat 9. Kolaborasi
pemberian cairan
Gejala dan Tanda koloid (mis. Albumin,
Minor: Plasmanate)
Subjektif: 10.Kolaborasi
 Merasa lemah pemberian produk
 Mengeluh haus darah
Pencegahan syok
Objektif: Observasi
 Pengisian vena 1. Monitor status
menurun kardiopulmonal
 Status mental (frekuensi dan
berubah kekuatan nadi,
 Suhu tubuh frekuensi napas, TD,
meningkat MAP)
 Konsentrasi 2. Monitor status
urin meningkat oksigenasi (oksimetri
 Berat badan nadi, AGD)
turun tiba-tiba 3. Monitor status cairan
(masukan dan
haluaran, turgor kulit,
CRT)
4. Monitor tingkat
kesadaran dan
respon pupil
5. Periksa riwayat alergi
Terapeutik
6. Berikan oksigen
untuk
mempertahankan
saturasi oksigen
>94%
7. Pasang jalur IV, jika
perlu
8. Pasang kateter urine
untuk menilai
produksi urine, jika

56
perlu
9. Lakukan skin test
untuk mencegah
reaksi alergi
Edukasi
10. Jelaskan
penyebab/faktor
risiko syok
11. Jelaskan tanda dan
gejala awal syok
12. Anjurkan
memperbanyak
asupan cairan oral
11. Anjurkan
menghindari
allergen
Kolaborasi
12.Kolaborasi
pemberian IV, jika
perlu
13.Kolaborasi
Pemberian transfusi
darah, jika perlu
Kolaborasi
14. Pemberian
antiinflamasi, jika
perlu

No Dx Keperawatan Tujuan Rencana Tindakan


Dx (SDKI) Keperawatan (SIKI)
(SLKI)
Risiko Syok Setelah dilakukan Pencegahan Syok
Dibuktikan asuhan Observasi
dengan (factor keperawatan 1. Monitor stsatus
resiko): selama ……x24 kardiopulmonal
□ Hipoksemia jam tingkat syok (frekuensi dan
□ Hipoksia menurun dengan kekuatan nadi,
□ Hipotensi kriteria hasil: frekuensi napas, TD,
□ Kekurangan  Kekuatan nadi MAP)
volume cairan meningkat 2. Monitor status
□ Sepsis  Output urine oksigenasi (oksimetri,
□ Sindrom meningkat nadi, AGD)
 Tingkat kesadaran3. Monitor status cairan
respons
meningkat (masukan dan
inflamasi
 Saturasi oksigen haluaran dan respons
(systemic
meningkat pupil)
inflammatory
 Akral dingin menurun
4. Periksa riwayat alergi
respons
 Pucat menurun Teraupetik

57
syndrome  Mean arterial 5.Berikan oksigen
[SIRS]) pressure membaik untuk
 Tekanan darah mempertahankan
sistolik membaik saturasi oksigen
 Tekanan darah >94%
diastolic membaik6.Persiapkan intubasi
 Tekanan nadi dan ventilasi
membaik mekanis, jika perlu
 Pengisian kapiler7.Pasang jaur IV jika
membaik perlu
 Frekuensi nadi 8. Pasang kateter urine
membaik untuk menilai
 Frekuensi napas produksi urine, jika
membaik perlu
9.Lakukan skin test
untuk mencegah
reaksi alergi
Edukasi
10. Jelaskan
penyebab/faktor
risiko syok
11. Jelaskan tanda dan
gejala awal syok
12. Anjurkan melapor
jika menemukan/
merasakan tanda
dan gejala awal
syok
13. Anjurkan
memperbanyak
asupan cairan oral
14. Anjurkan
menghindari
allergen
Kolaborasi
15. Kolaborasi
pemberian IV, jika
perlu
16. Kolaborasi pemberia
transfusi darah, jika
perlu
17. Kolaborasi
pemberian
antiinflamasi, jika
perlu
Ansietas Setelah dilakukan Reduksi ansietas
dibuktikan tindakan selama 5 Observasi
dengan jam tingkat cemas 1. Identifikasi saat

58
□ Kurang menurun, dengan tingkat ansietas
terpaparnya kriteria hasil: berubah (kondisi,
informasi Verbalisasi waktu, stress)
Dibuktikan dengan kebingungan 2. Monitor tanda
□ Merasa bingung menurun ansietas
□ Merasa khawatir Verbalisasi Terapautik
dengan akibat khawatir menurun 3. Ciptakan suasana
dari kondisi yang Perilaku gelisah terapautik untuk
dihadapi menurun menumbuhkan
□ Tampak gelisah Pola tidur membaik kenyamanan
4. Temani pasien untuk
menurangi
kecemasan, jika
memungkinkan
5. Pahami situasi yang
membuat ansietas
6. Dengarkan dengan
penuh perhatian
7. Gunakan
pendekatan yang
tenang dan penuh
perhatian
8. Motivasi
mengidentifikasi
situasi yang memicu
kecemasan
Edukasi
9. Jelaskan prosedur,
termasuk sensasi
yang mungkin
dialami
10. Informasikan secara
fakstual mengenai
diagnosis,
pengobatan dan
prognosis
11. Anjurkan keluarga
untuk tetap
Bersama pasien,
jika perlu
12. Latih tekhnik
relaxasi
Kolaborasi
13. Kolaborasi
pemberian obat
antiansietas, jika
perlu

59
3. POST HD

Dx Keperawatan Tujuan Rencana Tindakan


No.
(SDKI) Keperawatan (SIKI)
Dx
(SLKI)
Risiko setelah dilakukan Pencegahan
Perdarahan asuhan Perdarahan
Dibuktikan keperawatan Observasi
dengan faktor selama ……x24 1. Monitor tanda dan
resiko: jam maka Tingkat gejala perdarahan
 Aneurisma Perdarahan 2. Monitor nilai
 Gangguan "Menurun" dengan hematokrit/
gastrointestinal kriteria hasil: hemoglobin
(mis. Ulkus □ Kelembapan sebelum dan
lambung, polip, membran setelah kehilangan
varises) mukosa darah
 Gangguan meningkat 3. Monitor tanda-
fungsi hati (mis. □ Kelembapan tanda vital
Sirosis kulit meningkat ortostatik
hepatitis) □ Kognitif 4. Monitor koagulasi
 Komplikasi meningkat (mis. Prothrombn
kehamilan (mis. □ Hemoptisis time (PT), partial
Ketuban pecah menurun throvloplastin time
sebelum □ Hematemesis (PTT), fibrinogen,
waktunya, menurun degradasi fibrin
plasenta previa/ □ Hematuria dan/ atau platelet
abrupsio, Terapeutik
menurun
kehamilan 5. Pertahankan bed
□ Perdarahan
kembar) rest selama
anus menurun
 Komplikasi perdarahan
□ Distesi abdomen
pasca partum 6. Batasi tindakan
menurun
(,is. Atoni invasif, jika perlu
□ Perdarahan
uterus, retensi 7. Gunakan kasur
vagina menurun
plasenta) untuk pencegahan
□ Perdarahan
 Gangguan dekubitus
koagulasi (,is. pasca operasi 8. Menghindari
Trombositopeni menurun pengukuran suhu
a) □ Hemoglobin rektal
 Efek agen membaik Edukasi
farmakologis □ Hematokrit 9. Menjelaskan tanda

60
 Tindakan membaik dan gejala
pembedahan □ Tekanan darah perdarahan
 Trauma membaik 10. Anjurkan
 Kurang □ Denyut nadi menggunakan
terpapar apikal membaik kaus kaki saat
informasi □ Suhu tubuh ambulasi
tentang membaik 11. Anjurkan
pencegahan meningkatkan
perdarahan asupan cairan
 Proses untuk
keganasan menghindaru
konstipasi
12. Anjurkan
menghindari
aspirin atau
antikoagulan
13. Anjurkan
meningkatkan
asupan makanan
dan vitamin K
14. Anjurkan segera
melapor jika terjadi
perdarahan
Kolaborasi
15. Kolaborasi
pemberian obat
pengontrol
perdarahan, jika
perlu

61
2.4.4 Implementasi
Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh
perawat terhadap pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pelaksanaan rencana keperawatan diantaranya: Intervensi dilaksanakan
sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi; ketrampilan interpersonal,
teknikal dan intelektual dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang
tepat, keamanan fisik dan psikologis klien dilindungi serta dokumentasi
intervensi dan respon pasien. Pada tahap implementasi ini merupakan
aplikasi secara kongkrit dari rencana intervensi yang telah dibuat untuk
mengatasi masalah kesehatan dan perawatan yang muncul pada pasien
(Hidayat, 2004).
2.4.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana
evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan
melibatkan pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya. Tujuan dari
evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan
tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang
(Hidayat, 2004).
Evaluasi pada klien dengan CKD, yaitu:

1. Berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan teratasi


2. Masukan nutrisi yang adekuat teratasi
3. Berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi teratasi
4. Konsep diri teratasi
5. Pengetahuan mengenai kondisi dan penanganan yang bersangkutan
meningkat.
Evaluasi dapat dilakukan menggunakan SOAP sebagai pola pikirnya.

S: Respon subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah


dilaksanakan.
O: Respon objektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan.
A: Analisis ulang data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah
masalah teratasi, masalah teratasi sebagian, masalah tidak teratasi atau
muncul masalah baru.
P: Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisis pada respon
pasien

62
Adapun ukuran pencapaian tujuan pada tahap evaluasi meliputi:

1. Masalah teratasi, jika pasien menunjukkan perubahan sesuai dengan


tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan.
2. Masalah teratasi sebagian, jika pasien menunjukkan sebahagian dari
kriteria hasil yang telah ditetapkan.
3. Masalah belum teratasi, jika pasien tidak menunjukkan perubahan dan
kemajuan sama sekali yang sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang
telah ditetapkan
4. Muncul masalah baru, jika pasien menunjukkan adanya perubahan kondisi
atau munculnya masalah baru.

63
2.5 Pathway
infeksi vaskuler Zat toxit Gangguan metabolik Obstruksi saluran kemih

Kerusakan progresif struktur ginjal arterisklerosi Tertimbun ginjal Metabolism lemak Penumpukan cairan Batu besar
s penebalan membrane dasar kapiler pelvis ginjal ureter dan kasar

Iskemik ginjal
Glomeruli diganti oleh jaringan Suplay darah ke ginjal Disfungsi endoktej Atropi parenkim Menekan
serabut, fungsi nefron hilang turun mikrovaskuler fungsi ginjal ginjal syaraf perifer
nekrosis
mikroangiopati hifronefrosis Nyeri pinggang
Resiko perfusi Renal
tidak efektif
nefropati Kerusakan struktur ginjal
GFR

CKD

Retensi Na Hipertrofi
Sekresi protein terganggu ventrikel kiri Gagal jantung Sekresi eritropoitin
Total CES

Sindrom uremia Gg. Keseimbangan asam basa Bendungan atrium kiri Fungsi sumsum tulang belakang
Tekanan kapiler
Perpostemia Iritasi lambung nausea Edema paru Produksi sel darah merah
Volume darah
Pruritus Asam lambung Kongesti paru Anemia
Transudasi cairan dari intrasel ke ektra sel
Perfusi perifer
Gatal, digaruk Mual muntah HbO2
hipervolemia Pertukaran gas inadekuat / AGB tidak efektif
edema

Gg. integritas kulit anorexia Gangguan pertukaran gas O2 ke sel


Deficit nutrisi Preload
Intoleransi
aktifitas

64
Gg. Rasa nyaman Resti infeksi Beban jantung Metabolisme sel

Penatalaksanaan CKD
Hemodialisis
CAPD Transplantasi Ginjal

Intra HD Post HD

ultrafiltrasi Ketidakseimba difusi Sirkulasi Blood Prosedur Pemberian Proses HD Luka insersi Pemberian
ngan elektrolit ektra Pump priming/ continue akses vaskuler/ continue
dalam tubuh corporeal tinggi reuse koagulasi bekas DL koagulasi

UF berlebih Calcium hipogli Adanya aritmia Zat-zat pada Penurunan Kecemasan Efek Penurunan
kemia akses masuk dializer belum factor intrinsic menghadapai Tindakan factor intrinsic
udara keluar secara koagulasi terapi HD invasif koagulasi
maksimal

Kehilangan Kram otot Ketidakstabilan Resiko terjadi Nyeri Masuk ke Resiko Krisis Resiko terpapar Resiko
cairan di gula darah emboli udara dada tubuh pasien perdarahan situasi organisme perdarah
ekstravaskuler (hipoglikemia) patogen an

Cairan Nyeri akut hiperventilasi Nyeri menggigil Pasien Kebersihan


intravaskuler akut cemas diri kurang

Resiko Resiko syok Pola nafas tidak efektif Termoregulasi tidak ansietas Resiko
hipovolemia hipovolemia efektif infeksi

65
66
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY S DENGAN PRURITUS YANG MENJALANI
HEMODIALISIS

3.1 Pengkajian
a) Identitas Klien
Nama : Ny S
Usia : 61 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Pernikahan : Cerai hidup
Agama : Islam
No.RM : 11507314
Tgl Pengkajian : 9 agustus 2022 jam 14.00 WIB
Sumber Informasi : pasien dan keluarga
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Dusun tegalsari
Nomer telpon : 085707xxxxxx
Keluarga yang bisa dihubungi: 085707xxxxxx
b). Status Kesehatan Saat ini:
Keluhan Utama: pasien mengatakan kaki bengkak
Diagnosis Medis: CKD stadium 5
c). Riwayat Kesehatan Sekarang:
Pasien mengatakan menderita CKD sejak 3 bulan yang lalu, kulit kering dan gatal-
gatal pada seluruh tubuh dimulai sekitar 1 bulan terakhir. Saat pengkajian
ditemukan edema pada ke 2 tungkai dan adanya asites, keluarga mengatakan
gatal selalu berkurang setelah dilakukan hemodialisis. Ketika terasa gatal pasien
selalu menggaruk -garuk kadang sampai lecet. Untuk akses hemodialisi pasien
menggunakan AV shunt di tangan kiri. pasien rutin cuci darah seminggu 2x setiap
hari selasa dan jumat, saat ini klien sudah menjalani hemodialisis ke 17 (pada
tanggal 9 agustus 2022)
d). Riwayat Kesehatan Terdahulu:
1. Penyakit yang pernah dialami: penyakit jantung
2. Alergi: klien alergi terhadap makanan yang bersal dari ikan
3. Kebiasaan: Frekuensi
a. Merokok : tidak pernah
67
b. Kopi : tidak pernah
c. Alkohol : tidak pernah

e). Pola Aktivitas Latihan


Pola Aktivitas Latihan Sebelum Sakit Setelah Sakit
Mandi 0 0
Toileting 0 0
Mobilitas di tempat tidur 0 0
Berjalan ke luar rumah 0 2
Naik Tangga 0 2
Ket: Pemberian Skor 0 = Mandiri, 1 = Alat bantu, 2 = Dibantu orang lain, 3= Tidak
mampu
f). Pola Nutrisi
Pola Nutrisi Sebelum Sakit Setelah Sakit
Jenis Diit Nasi, lauk, ayam, ikan Nasi, tahu goreng
Frekuensi 3x/hari 3x/hari
Nafsu Makan Baik Baik
Jenis Minum Air the Air putih, kadang the
Frekuensi 3 – 4x + 750cc/24 jam

g). Pola Eliminasi


Pola Eliminasi Sebelum Sakit Setelah Sakit
Frekuensi BAB 1 x/hari 2-3 hari sekali
Kesulitan Tidak ada Tidak ada
Upaya Mengatasi Tidak ada Tidak ada
Frekuensi BAK 4-5x/hari Tidak BAK
Kesulitan Tidak ada Urin tidak keluar
Upaya Mengatasi Tidak ada

h). Pola Istirahat-Tidur


Pola Istirahat Tidur Sebelum Sakit Setelah Sakit
Frekuensi tidur 2-3x/hari 2-3/hari
Kesulitan tidur Tidak ada Tidak ada
Upaya mengatasi Tidak ada Tidak ada
Jam tidur 7-8 jam/hari 5-7 jam/hari

i). Integritas Ego


1. Pengambilan keputusan
Pasien dan keluarga sudah menerima kondisinya yang di diagnosis CKD
2. Masalah utama terkait dengan perawatan di RS atau penyakit (biaya, perawatan
diri, dll)

68
Selama menjalani hemodialisis, pasien menggunakan BPJS.
3. Yang biasa dilakukan apabila stress/ mengalami masalah
Pasien dan anak – anaknya selalu saling menguatkan.
4. Harapan setelah menjalani perawatan
Keluhan yang dirasakan oleh pasien bisa berkurang sampai hilang
5. Perubahan yang dirasa setelah sakit
Pasien jadi merasa mudah lelah untuk berjalan jauh, pasien hanya sanggup untuk ke
kamar mandi, makan. Sejak sakit pasien tidak pernah berinteraksi dengan tetangga
sekitarnya karena untuk keluar rumah pasien sudah merasakan mudah lelah

j). Pola Nilai, Kepercayaan dan Cultural


1. Apakah Tuhan, agama, kepercayaan penting untuk pasien
Pasien beragama islam, dan percaya bahwa apa yang sedang dialami ini
merupakan cobaan dari Allah
2. Kegiatan agama/ kepercayaan yang dilakukan dirumah (jenis dan frekuensi)
Semenjak sakit pasien masih bisa menjalankan sholat 5 waktu meskipun kadang
tidak dilakukan
3. Kegiatan agama/kepercayaan tidak dapat dilakukan di RS tidak ada
4. Harapan pasien untuk melaksanakan ibadahnya
Pasien berharap semakin usia bertambah, semakin meningkatkan ibadahnya

k). Pemeriksaan Fisik


1. Keadaan Umum
a. Kondisi umum: lemah, kesadaran composmetis, GCS 4-5-6
b. BB pre 53 kg, BB post HD yang lalu 51 kg
c. IWL: 530 cc
d. Pasien tampak lemas dan lesu
e. Warna kulit pucat
f. Konjungtiva anemis
g. Turgor kulit turun
h. TTV pre HD (jam 14.15):
TD: 182/76 mmHg
Nadi: 90x/menit
RR: 20x/menitS
Suhu: 36,2 °C

69
2. B1 (Breathing):
a. Bentuk dada simetris
b. Frekwensi nafas 20x/menit
c. Retraksi intercostae (-)
Wheezing rhochi

- -
- -
- -
- -
- -

3. B2 (Blood):
a. TD: 182/76 mmHg
b. Nadi: 90x/menit
c. Terdapat pitting oedem pada ke 2 tungkai derajat 3
d. Terdapat asites
e. Konjungtiva anemis
f. CRT >3 detik
g. Hb 7.6 g/dl
h. Terdapat pembesaran pada vena jugularis
4. B3 (Brain):
a. Kesadaran compos metis
b. GCS 4-5-6
5. B4 (Bladder):
Sejak sakit pasien tidak keluar BAK
6. B5 (Bowel):
Selama sakit tidak ada masalah, BAB setiap 2 hari sekali
7. B6 (Bone):
a. Kulit tampak kering dan pucat
b. Warna kulit agak hitam
c. Kulit tampak kering dan timbul sisik/ warna putih - putih di kulit
d. Terdapat erupsi bekas luka iritan karena garukan
e. Tedapat ruam - ruam warna mersh pada ekstrimitas atas dan bawah
f. Turgor kulit turun
Kekuatan otot Edema
5 5 0 0
5 5 3 3
l). Hasil Pemeriksaan Penunjang

70
Hasil laboratorium tanggal 2 agustus 2022
Hematologi hasil
Hemoglobin 7.6 g/dl 10.85 -14.90
Eritrosit 2.56 juta 4.11 - 5.55
Leukosit 16.71103/mm3 4.79 - 11.34
Hematokrit 23.80% 34.00 -45.10
Trombosit 313.00103/mm3 216.0 - 451.0
MCV 93.00 µm3 71.80 - 92.00
MCH 29.70 pg 22.60 - 31.01
MCHC 31.90 g/dl 30.80 – 35.20
RDW 15.80 % 11.30 – 14 00
PDW 10.2fL 9 - 13
MPV 9,6 fL 7.2 - 11.1
P-LCR 20.6 % 15.0 - 25.0
PCT 0.30 % 0.510 - 0.400
NRBC percent 0.00 103/µL
Hitung jenis 0.0 %
 Eosinophil 5.00 % 0.70 - 5.40
 Basophil 0.20 % 0.00 - 1.00
 Neutrophil 80.40 % 42.50 - 71.00
 Limfosit 6.9 % 20.40 – 44.60
 monosit 7.5 % 3.60 – 9.90
 Eosinofil absolut 0.84 103/mm 3
0.04 – 0.43

 Basophil absolut 0.04 103/mm3 0.02– 0.09


 Neutrofil absolut 13.41 103/mm3 2.72 – 7.53
 Limfosit absolut 1.16 103/mm3 1.46 – 3.73
 NLR (Hematologi) 11.56
 Monosit absolut 1.26 103/mm3 0.33 – 0.91
 Immature Granulosit (%) 0.7 %
 Immature granulosi 0.11 103/µL
Kimia klinik
Besi (feron) 84 µg/dL 49 - 151
TIBC 134 µg/dL 250 - 350
Saturasi transferin 25 % 18 - 45
Imunoserologi

71
Ferritin 1264.00 dg/dL Dewasa 13 - 150
Kimia klinik
Elektrolit
Elektrolit serum
 Natrium (Na) 133 mmol/L 136-145
 Kalium (K) 4.02 mmol/ 3.5 -5.0
 Klorida (Cl) 110 mmol/L 98 - 106

m). Program Terapi


captropil 25 mg 3x1
Amliodipin 10 mg 1x1
Furosemide 40 mg 3x1
Paracetamol 500 mg 3x1
cetirizin 1x1
Clonidin 3x1
Gabapentin 1x1
Injeksi hemapo

DATA INTRA HD

72
1. DS: Pasien mengatakan badan masih terasa lemas
DS: pasien mengatakan ingin turun seperti pasien yang lain
2. Data Obyektif:
a. Keadaan Umum: kondisi umum lemah, GCS 4-5-6
b. Pasien terlihat tidak tenang saat pasien lain sudah turun
Advis HD:
1) UF goal 3 liter
2) Lama hemodialisis 5 jam
3) Kt/v 1.6
4) QB: 200 ml/menit
5) QD:500 ml/menit
6) Heparin minimal 2500 ui
c. B1 (Breathing):
1) Bentuk dada simetris
2) Frekwensi nafas 20x/menit
3) Retraksi intercostae (-)

Wheezing rhochi

- -
- -
- -
- -
- -
d. B2 (Blood):
1) TTV jam 15.11
TD 189/104 mmHg
Nadi 95 x/menit
2) Terdapat pitting oedem pada ke 2 tungkai derajat 2
3) Terdapat asites
4) CRT > 3 detik
5) Terdapat pembesaran pada vena jugularis
e. B3 (brain): kesadaran compos metis, GCS 4-5-6
f. B4 (Bladder): pasien sudah tidak bisa BAK
g. B5 (Bowel): saat HD tidak BAB
h. B6 (Bone)
1) Kulit tampak kering dan pucat
2) Warna kulit agak hitam
3) Kulit tampak kering dan timbul sisik/ warna putih - putih di kulit

73
4) Terdapat erupsi bekas luka iritan karena garukan
5) Tedapat ruam - ruam warna mersh pada ekstrimitas atas dan bawah
6) Turgor kulit membaik
Kekuatan otot Edema
5 5 0 0
5 5 3 3

DATA POST HD

74
1. DS: Keluarga mengatakan terdapat rembesan darah di plester akses setelah selesai
HD
2. DO:
a. Keadaan Umum:
a) Plester bekas luka fistula tampak ada rembesan darah
b) Akral hangat
c) Konjungtiva anemis
d) BB post HD 50 kg
e) Ada plester fiksasi di lengan kiri
b. B1 (Breathing):
a) Bentuk dada simetris
b) Frekwensi nafas 20x/menit
c) Retraksi intercostay (-)
Wheezing rhochi

- -
- -
- -
- -
- -

c. B2 (Blood)
a) TD 176/83 mmHg
b) Nadi 98 x/menit
c) Terdapat pitting oedem pada ke 2 tungkai derajat 2
d) Terdapat acites
e) CRT < 3 detik
f) Terdapat pembesaran pada vena jugularis
g) Membrane mukosa lembab
d. B3 (brain):
b) Kesadaran compos menthis
c) GCS 4-5-6
e. B4 (Bladder): tidak BAK selama proses HD sampai selesai
i. B5 (Bowel): tidak BAB setelah proses HD
f. B6 (Bone):
a) Kulit tampak kering dan pucat
b) Warna kulit agak hitam
c) Kulit tampak kering dan timbul sisik/ warna putih - putih di kulit
d) Terdapat erupsi bekas luka iritan karena garukan

75
e) Tedapat ruam - ruam warna mersh pada ekstrimitas atas dan bawah
f) Turgor kulit membaik
g) Terdapat rembesan pada plester penutup
h) Kekuatan otot Edema
5 5 0 0
5 5 2 2

76
Analisis Data
No Data Etiologi Masalah
. Keperawatan
Analisis Data Pre HD
1. DS: GFR turun Hipervolemia
 Pasien mengatakan
bengkak pada bagian Retensi Na dan air
kaki, tungkai dan
pergelangan kaki Peningkatan
 Pasien mengatakan permiabilitas kapiler
sudah tidak BAK sejak
sakit
DO: Transudasi cairan

 edema pada ektrimitas intravaskuler ke

bawah derajat 3 interstitial

 Acites (+)
 Distensi vena jugularis
edema
(+)
 BB post HD yang lalu 51
kg
Gangguan mekanisme
 BB pre 53 kg
regulasi
 Tanda-tanda vital pre
HD:
o TD: 182/76 mmHg Hypervolemia
o Nadi: 92x/menit
o RR: 20 x/menit
 Intake + 750 cc/24 jam
 IWL 530 cc
 Balance cairan =
Intake = produksi urin
/24jam + IWL
750 cc = 0 + 530 cc
220 cc (balance cairan
positif)
 Hasil laborat pada
tanggal 2 - 08 - 2022

77
o Hb: 7,6 g/dl
o Hematokrit: 23,80%
2 DS: Penurunan fungsi ginjal Perfusi perifer
 Pasien mengatakan badan tidak efektif

terasa lemas
DO: eritropoitin menurun
 K/u lemah
 Warna kulit pucat
 Edema gerajat 3 produksi sel darah
 Konjungtiva anemis merah menurun
 CRT > 3 detik
 Turgor kulit menurun anemia

 Hasil laborat tanggal 2 - 08 -


2022
Hb: 7,6 g/dl HbO2 turun

Hematokrit: 23,80%

Oksigen ke sel turun

Perfusi perifer tidak


efektif
3. DS: Sekresi protein Gangguan
 Pasien mengatakan kulit terganggu integritas kulit

kering dan terasa gatal


 Pasien mengatakan kurang Syndrome uremia
lebih 1 bulan merasakan
gatal pada tubuhnya Perpospatemia
 Keluarga mengatakan
ketika terasa gatal pasien
Pruritus
selalu menggaruk -garuk
kadang sampai lecet
 Keluarga mengatakan gatal Gatal, kulit kering

selalu berkurang setelah


dilakukan hemodialisis.
DO:

78
 Pemeriksaan integumen
 Warna kulit agak hitam
 Kulit tampak kering dan
timbul sisik/ warna putih -
putih dikulit
 Terdapat erupsi bekas luka
iritan karena garukan
 Tedapat ruam - ruam warna
mersh pada ekstrimitas atas
dan bawah
4 DS: Sekresi protein Resiko infeksi
 Keluarga mengatakan ketika Terganggu

terasa gatal pasien selalu


menggaruk -garuk kadang Syndrome uremia
sampai lecet
DO:
Perpostamia
 Terdapat erupsi bekas luka
iritan karena garukan
Pruritus
 Leukosit :16.71 103/mm3

Gatal dan digaruk

Terjadi luka terbuka

Resiko infeksi
Analisis Data Intra HD
5 DS: Proses hemodialisis ansietas
 Pasien mengatakan ingin
turun seperti pasien yang
Kecemasan
lain menghadapai terapi
DO: HD
 Pasien tampak gelisah
ketika melihat pasien lain Krisis situasi
sudah turun
 Pasien tampak tegang Pasien cemas
 TTV jam 18.00

79
o TD 198/100 mmHg
o Nadi 95 x/menit
o RR 20 x/menit
DS: Pemrograman Resiko syok
 Pasien mengatakan BB ultrafiltrasi berlebih hipovolemia

sebelum HD 53 kg, dan BB


post HD 51kg
DO: Ketidak cukupan cairan
intravascular
 TD 189/104 mmHg
 Nadi 95x/menit
Hipovolemik
 RR 20x/menit
 Odem derajat 3
 Acites (+) Resiko syok

 Akral hangat
 CRT > 3 detik
 Program HD
o UFG 3 Liter
o UFR 600ml/jam
Analisis Data Post HD
6. DS: CKD Resiko
perdarahan
 Keluarga mengatakan
terdapat rembesan darah di tindakan HD
plester akses setelah
selesai HD
pemberian heparin
DO: countinous
 Peresepan heparin 2500
UI
 Tampak rembesan darah Penurunan factor
di plester penutup akses intrinsic Koagulasi

Resiko perdarahan

80
3.2 Diagnosis Keperawatan

Daftar Prioritas Diagnosis Keperawatan


Tgl No. Diagnosis Keperawatan
.
Pre HD
1. Hypervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
dibuktikan dengan edema perifer, peningkatan berat badan, distensi vena
jugularis, kadar HB/Ht menurun, intake lebih banyak dari output (balance
cairan positif)
2. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi
hemoglobin dibuktikan dengan pengisian kapiler > 3 detik, warna kulit
pucat, turgor kulit turun
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi
dibuktikan dengan perubahan warna kulit menjadi hitam, kulit tampak
kering dan timbul sisik/ warna putih - putih dikulit, terdapat erupsi bekas
luka iritan karena garukan
4 Resiko infeksi dibuktikan dengan penyakit kronis, kerusakan integritas
kulit
Intra HD
5. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi dibuktikan dengan pasien
pasien tampak gelisah, pasien tampak tegang
6. Resiko syok hipovolemi dibuktikan dengan ultrafiltrasi yang tinggi
Post HD
7. Resiko perdarahan dibuktikan dengan efek agen farmakologis

81
3.3 Intervensi Keperawatan

NO DIAGNOSIS TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI


HASIL
Intervensi Keperawatan Pre HD
1. Hipervolemia Setelah dilakukan Tindakan Managemen
Berhubungan keperawatan selama 2 jam hipervolemia
dengan maka keseimbangan cairan Observasi
(penyebab): membaik: 1. Periksa TTV, tanda dan
Gangguan Kriteria Hasil gejala hypervolemia
mekanisme Edema Menurun (edema, dysnea, suara
regulasi Tekanan membaik nafas tambahan)
Dibuktikan darah 2. Monitor intak dan
dengan: Turgor kulit membaik output cairan
Gejala dan 3. Monitor edema
Tanda Terapautik
 Dysnea 4. Batasi asupan cairan
 Odema dan garam
 BB 5. Tinggikan posisi bagian
meningkat tubuh yang
membengkak
Edukasi
6. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
cairan
7. Jelaskan pentingnya
nutrisi
Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian
diuretic
Managemen HD
Observasi
9. Identifikasi tanda dan
gejala serta kebutuhan
HD
10.Identifikasi kesiapan HD
11. Monitor TTV, tanda-
tanda perdarahan dan
respon selama dialysis
12. Monitor TTV pasca HD
Terapeutik
13.Siapkan peralatan HD
14.Lakukan prosedur HD
dengan prinsip aseptik
15.Atur filtrasi sesuai
kebutuhan penarikan
cairan

82
16.Atasi hipotensi selama
proses dialysis
17.Hentikan HD bila
mengalami kondisi yang
membahayakan
Edukasi
18. Jelaskan tujuan dan
prosedur Hemodialisis
Kolaborasi
19. Kolaborasi pemberian
heparin pada bloodline
sesuai indikasi

2. Perfusi perifer Setelah dilakukan Tindakan Perawatan sirkulasi


tidak efektif b.d keperawatan selama 4 Observasi
penurunan perfusi perifer meningkat 1. Periksa sirkulasi perifer
konsentrasi Kriteria Hasil (odem, TTV, pengisian
hemoglobin Kekuatan meningkat kapiler)
nadi perifer 2. Monitor panas,
Warna kulit menurun kemerahan, nyeri atau
pucat bengkak
Pengisian membaik 3. Identifikasi factor resiko
kapiler gangguan sirkulasi
Turgor kulit membaik (perdarahan)
Tekanan membaik Terapautik
darah sistol 4. Lakukan pengukuran
dan diastol tekanan darah
5. Lakukan hidrasi
Edukasi
6. Anjurkan minum obat
pengontrol tekanan
darah

3. Gangguan Setelah dilakukan Tindakan Perawatan integritas kulit


integritas kulit keperawatan selama 5 jam Observasi
b.d perubahan di harapkan integritas kulit
1.Identifikasi penyebab
sirkulasi dan jaringan meningkat
gangguan integritas kulit
dengan kriteria hasil:
(mis. Perubahan
 Hidrasi meningkat
sirkulasi, perubahan
 Kerusakan
status nutrisi)
jaringan/lapisan kulit
Terapeutik
menurun
2.Ubah posisi tiap 2 jam
 Nyeri dan gatal menurun jika tirah baring
3.Gunakan produk
berbahan ringan/alami

83
dan hipoalergik pada
kulit sensitif
4.Hindari produk berbahan
dasar alkohol pada kulit
kering
Edukasi

5.Anjurkan menggunakan
pelembab (mis. Lotion
atau serum)
6.Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun
secukupnya
7.Anjurkan menghindari
terpapar suhu ekstrem
8.Motivasi pasien &
keluarga untuk
melakukan HD 3x/
minggu, serta di
tawarkan untuk
penggunaan holofiber
baru untuk lebih menarik
sisa – sisa zat
disenfektan

Resiko Infeksi Setelah dilakukan asuhan Pencegahan Infeksi


Dibuktikan keperawatan selama 3 jam Obeservasi
1. Monitor tanda dan
dengan (factor tingkat infeksi menurun
gejala infeksi lokal dan
resiko): dengan kriteria hasil: sistemik
□ Penyakit - Kebersihan tangan Terapautik
2. Batasi jumlah
kronis meningkat
pengunjung
□ Kerusakan - Kebersihan badan 3. berikan perawatan pada
integritas meningkat daerah edema
4. cuci tangan sebelum
kulit
dan sesuadah kontak
dengan pasien dan
lingkungan
Edukasi
5. Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
6. Ajarkan cara memriksa
luka

84
Intervensi Keperawatan Intra HD
4. Ansietas Setelah dilakukan tindakan Reduksi ansietas
dibuktikan selama 1 jam tingkat cemas Observasi
dengan menurun, dengan kriteria 1. Identifikasi saat tingkat
□ Kurang hasil: ansietas berubah
terpaparnya Verbalisasi kebingungan (kondisi, waktu, stress)
informasi menurun 2. Monitor tanda ansietas
□ Krisis situasi Verbalisasi khawatir Terapautik
Dibuktikan menurun 3. Ciptakan suasana
dengan Perilaku gelisah menurun terapautik untuk
□ Merasa menumbuhkan
bingung kenyamanan
□ Merasa 4. Pahami situasi yang
khawatir membuat ansietas
dengan akibat 5. Dengarkan dengan
dari kondisi penuh perhatian
yang dihadapi 6. Motivasi
Tampak gelisah mengidentifikasi situasi
yang memicu
kecemasan
Edukasi
7. Jelaskan prosedur,
termasuk sensasi yang
mungkin dialami
8. Anjurkan keluarga untuk
tetap Bersama pasien,
jika perlu
9. Latih tekhnik relaxasi
Kolaborasi
10. Kolaborasi pemberian
obat antiansietas, jika
perlu

5. Resiko Syok Setelah dilakukan asuhan Pencegahan Syok


keperawatan selama 4 jam Observasi
maka tidak terjadi syok 1. Monitor status
dengan kriteria hasil: kardiopulmonal
Tidak terjadi hipotensi (frekuensi dan
Kekuatan nadi meningkat kekuatan nadi,
Tidak terjadi kekurangan frekuensi nafas, dan
volume cairan tensi)
2. Monitor status cairan
(masukan dan
haluaran)
Terapautik
3. Pasang IV line jika
perlu
Edukasi

85
4. Jelaskan
penyebab/faktor resiko
syok
5. Jelaskan tanda dan
gejala awal syok
6. Anjurkan melapor jika
menemukan/merasakan
tanda dan gejala awal
syok
Kolaborasi
7. Kolaborasi pemberian
IV jika perlu

Intervensi Keperawatan Post HD


6. Resiko Setelah dilakukan asuhan Pencegahan Perdarahan
perdarahan keperawatan selama 30 Observasi
dibuktikan menit maka tidak terjadi 1. Monitor tanda dan gejala
dengan efek perdarahan dengan kriteria perdarahan
agen hasil: 2. Mionitor tanda- tanda
farmakologi 1. Tekanan darah membaik vital
2. Kelembapan membran 3. Monitor nilai Hb sebelum
mukosa meningkat dan sesudah
perdarahan
Terapeutik
4. Pertahankan bed rest
selama perdarahan
Edukasi
5. Menjelaskan tanda dan
gejala perdarahan
6. Anjurkan segera
melapor jika terjadi
perdarahan
Kolaborasi
7. Kolaborasi pemberian
obat pengontrol
perdarahan, jika perlu
8. Pemberian obat produk
darah (k/p)

86
3.4 Implementasi Keperawatan
NO. DX JAM IMPLEMENTASI
1,2,3,4 14.05 1.1 Memonitor TTV, tanda dan gejala hypervolemia
2.1 Melakukan pemeriksaan sirkulasi perifer
1.3 Memonitor edema
1.2 Memonitor intake dan output
2.3 Mengidentifikasi faktor resiko perdarahan
14.08 1.9 Mengidentifikasi tanda dan gejala serta kebutuhan HD
1.10. Mengidentifikasi kesiapan HD
1.13 Menyiapkan peralatan HD
1.14 Melakukan prosedur HD sesuai dengan prinsip aseptik
1.18 Menjelaskan tujuan dan prosedur Hemodialisis
14.10 1.19 Berkolaborasi pemograman HD dan pemberian heparin
sesuai indikasi
UF 3 liter
UF rate 0.6 l
QB 200 ml/menit
QD 500 ml/menit
Heparin 2500 iu
Bicarbonat rutin
14.20 3.1 Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
14.45 4.1 Memonitor tanda dan gejala lokal dan sistemik
4.5 Menjelaskan tanda dan gejala infeksi
15.00 4.4 Memotivasi keluarga untuk selalu cuci tangan sebelum
dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan
pasien
15.02 1.4 Membatasi asupan cairan dan garam
1.5 Meninggikan posisi tempat tidur pada bagian bawah

15.05 3.6 Menganjurkan menggunakan pelembab seperti lotion


3.7 Menganjurkan mandi dan menggunakan sabun
3.8 Menganjurkan minum air sesuai dengan yang sudah
dianjurkan
15.10 3.9 Menganjurkan menghindari terpaparnya suhu ekstrim
1.6 Menjelaskan tujuan dan prosedur pemantauan cairan
1.7 Menjelaskan pentingnya nutrisi
1,5 15.15 1.1 Memonitor TTV, tanda dan gejala hypervolemia
5.1 Memonitor status cardiopulmunal

87
15.45 5.5 Menjelaskan tanda dan gejala awal syok
1.3 Memonitor edema
16.00 5.4 Menjelaskan faktor resiko syok
1,2 16.30 1.1 Memonitor TTV, tanda dan gejala hypervolemia
1.3 Memonitor edema
1.2 Memonitor intake dan output
16.35 2.6 Menganjurkan minum obat pengontrol tekanan darah
(pasien minum captropil 25 mg)
2 18.00 2.1 Melakukan pemeriksaan sirkulasi perifer
2.3 Mengidentifikasi factor resiko gangguan sirkulasi
(perdarahan)
18.25 2.4 Melakukan pengukuran tekanan darah
3,5 18.30 5.1 Mengidentifikasi saat tingkat ansietas berubah (kondisi,
waktu, stress)
5.2 Mengkaji tanda ansietas
5.3 Menciptakan suasana terapautik untuk menumbuhkan
kenyamanan
5.8 Memotivasi keluarga untuk menemani pasien untuk
mengurangi kecemasan
5.4 Memahami situasi yang menyebabkan ansietas
5.5 Mendengarkan dengan penuh perhatian
3.8 Memotivasi pasien & keluarga untuk melakukan HD 3x/
minggu, serta di tawarkan untuk penggunaan holofiber
baru untuk lebih menarik sisa – sisa zat disenfektan
5.6 Memotivasi mengidentifikasi situasi yang memicu
kescemasan
5.7 Menjelaskan prosedur tindakan yang dilakukan
5.9 Melatih tekhnik relaxasi
1,4,7 19:00 4.1 Memonitor tanda dan gejala infeksi lokal
7.2 Memonitor tanda-tanda vital
7.1 Memonitor tanda dan gejala perdarahan
19.05 1.3 Memonitor edema
1.2 Memonitor intake output
1.19 Menghentikan program HD
7 19.15 7.1 Memonitor tanda dan gejala perdarahan (rembesan
darah, memeriksa membrane mukosa)
7.2 Mengganti plester dan deppers penutup akses serta
memonitor tanda dan gejala perdarahan
7.3 Mempertahankan bed rest
7.5 Menjelaskan tanda dan gejala perdarahan

88
7.7 Menganjurkan keluarga untuk melaporkan apabila ada
tanda dan gejala perdarahan
7 19.25 7.1 Memonitor tanda dan gejala perdarahan

89
3.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi Keperawatan
NO.DX JAM EVALUASI
Pre HD
1 18.00 S: Pasien mengatakan kakinya masih bengkak
O:
 Terdapat pitting odem derajat 2
 TTV
TD: 212/111 mmHg
 Pasien belum BAK
 Turgor kulit membaik
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi
Management hypervolemia no 1,2 dan 3
2 18.00 S: Keluarga pasien mengatakan pasien merasa lemas
O: kesadaran compos mentis, GCS 456
 Warna kulit pucat
 Konjungtiva anemis
 CRT > 3 detik
 Turgor kulit membaik
 Akral hangat
 TD 198/100 mmHg
 Nadi 95 x/menit
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi
Perawatan sirkulasi no 1 dan 2
3 19.00 S: Pasien mengatakan kulit masih terasa kering dan gatal
O: kulit tampak kering dan pasien tampak menggaruk selama
proses HD sampai selesai
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
Perawatan integritas kulit no 1,2,3,4,5,6 dan 7 pada
pertemuan berikutnya

4 18,30 S: pasien mengatakan kulit terasa gatal sehingga digaruk


90
DO:
 Ada tanda bekas kulit kering yang digaruk oleh pasien
 Area kulit yang digaruk tidak muncul luka baru
 Tidak terdapat tanda-tanda iritasi/kemerahan
 Tidak ada peningkatan suhu tubuh disekitar area yang
digaruk
 Kebersihan badan masih kurang
 Keluarga sudah bisa melakukan cuci tangan sebelum
kontak dengan pasien
A: masalah teratasi sebagian
P:Lanjutkan Intervensi di pertemuan hemodialisis berikutnya
Pencegahan Infeksi
Intra HD
4 19.00 S: pasien mengatakan akan mengikuti HD sampai selesai
O: pasien mulai tenang
Pasien kembali istirahat sambal menunggu HD selesai
Pasien selesai HD sesuai jadwal jadwal
A: masalah teratasi
P: Hentikan intervensi
5 18.30 S: Pasien mengatakan tidak ada keluhan pusing dan
pandangan gelap
O: TTV
o TD 198/100 mmHg
o Nadi 95 x/menit dan kuat

A: Masalah tidak menjadi aktual


P: Hentikan intervensi
Post HD
6 19.25 S: pasien mengatakan tidak ada rembesan atau perdarahan
O: tidak tampak tanda-tanda perdarahan
TTV
TD 177/83 mmHg
N 90x/menit
S 36,7
A: Masalah tidak menjadi aktual
P: Hentikan intervensi

91
92
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penerapan asuhan keperawatan tanggal 9 agustus 2022 pada
Ny. S dengan diagnose CKD dengan pruritus yang menajalani HD di ruang
Malahayati RSUD Dr. Syaiful Anwar Malang, penulis dapat mengambil kesimpulan
sebagai berikut:

4.1.1 Pengkajian
Pengkajian pada Ny. S didapatkan data pasien mengeluh bengkak pada pada kaki,
tungkai dan pergelangan kaki serta kulit kering dan terasa gatal. Didaptkan edema
derajat 3 dan ada kenaikan BB 2 kg dalam waktu singkat. Dalam pemeriksaan juga
didapatkan distensi vena jugularis, konjungtiva anemis, turgor kulit turun, CRT> 3
detik, Pada pemeriksaan kulit didapatkan warna kulit hitam, kulit tampak kering dan
timbul sisik/ warna putih dikulit, terdapat erupsi bekas luka iritan karena garukan
serta terdapat ruam-ruam warna mersh pada ektrimitas atas dan bawah, pada saat
pelaksanaan HD juga kami dapatkan bahwa pasien terlihat tidak tenang karena
melihat pasien disampingnya sudah selesai dan pasien juga meminta diakhiri untuk
HD nya.

4.1.2 Diagnosis Keperawatan


Berdasarkan pengkajian yang telah dilakukan, didapatkan diagnosis keperawatan
sebagai berikut:
1. Hypervolemia b.d gangguan mekanisme regulasi dibuktikan dengan edema
perifer, peningkatan berat badan, distensi vena jugularis, kadar HB/Ht menurun,
intake lebih banyak dari output (balance cairan positif)
2. Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan konsentrasi hemoglobin dibuktikan
dengan pengisian kapiler > 3 detik, warna kulit pucat, turgor kulit turun
3. Kerusakan integritas kulit b.d perubahan sirkulasi dibuktikan dengan perubahan
warna kulit menjadi hitam, kulit tampak kering dan timbul sisik/ warna putih -
putih dikulit, terdapat erupsi bekas luka iritan karena garukan
4. Resiko infeksi d.d penyakit kronis, kerusakan integritas kulit.
5. Ansietas b.d krisis situasi dibuktikan dengan pasien pasien tampak gelisah,
pasien tampak tegang
6. Resiko syok hipovolemi d.d ultrafiltrasi yang tinggi
7. Resiko perdarahan d.d efek agen farmakologis

93
4.1.3 Intervensi Keperawatan
Intervensi yang digunakan pada kasus pasien diatas disesuaikan dengan kondisi
pasien dan intervensi keperawtan yang muncul, yaitu:
1. Managemen Hypervolemia
2. Managemen hemodialisis
3. Perawatan sirkulasi
4. Perawatan integritas kulit
5. Pencegahan infeksi
6. Reduksi ansietas
7. Pencegahan syok
8. Pencegahan perdarahan

4.1.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi yang dilakukan pada Ny S berdasarkan pada intervensi yang telah
ditulis sebelumnya dan disesuaikan dengan kondisi serta kebutuhan pasien,
meskipun ada beberapa intervensi yang tidak bisa dikerjakan diantaranya:
1. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi
hemoglobin dibuktikan dengan pengisian kapiler > 3 detik, warna kulit pucat,
turgor kulit turun
Pada intervensi ini ada diagnose yang tidak dilakukan:
1) Monitor panas, kemerahan, nyeri atau tanda bengkak, hal ini tidak kami
lakukan karena intervensi ini lebih tepat diimplementasikan apabila terdapa
hoematome
2) Lakukan hidrasi, tidak dilakukan karena pasien karena nadi kuat dan harus
dibatasi intake sehingga pada kasus ini tidak tepat bila dilakukan hidrasi
2. Resiko perdarahan dibuktikan dengan efek agen farmakologis
Ada intervensi yang tidak dilakukan:
1) Pemeriksaan HB sebelum dan sesudah perdarahan tidak kami lakukan
karena pasien tidak mengalami perdarahan pasif
2) Batasi tindakan invasive, tidak kami implementasikan, karena setelah
tindakan HD selesai pasien tidak perlu dilakukan tindakan lain

4.1.5 Evaluasi Keperawatan


Dari 6 diagnosis yang ada pada pasien ini, ada masalah yang teratasi yaitu ansietas
berhubungan dengan krisis situasi, sedang kerusakan integritas kulit belum teratasi
dan ada 2 diagnosis yang teratasi Sebagian dan ada 2 diagnosis resiko yang tidak
menjadi actual.

94
4.2 Saran
4.2.1 Bagi institusi
Untuk lebih meningkatkan mutu, fasilitas (sarana dan prasarana) pelayanan
kesehatan terutama dalam upaya menerapkan dan memenuhi standart asuhan
CKD dengan Pruritus, seperti:
1. Perlu dimotivasi pasien dan keluarga untuk melakukan HD sebanyak 3x /
minggu dan diusulkan dengan penggantian holofifer agar zat steril bisa
dibersihkan secara maksimal.
2. Perlu ditawarkan kemungkinan dilakukan HD dengan menggunakan HDF
4.2.2 Bagi perawat
Perlu mengembangkan kompetensi perawat hemodialisis untuk menggali
permasalahan yang timbul pada pasien CKD (chronic kidney disease) dengan
Pruritus baik selama pre hemodialisis, intra dan post hemodialisis, sehingga bisa
menerapkan konsep asuhan keperawatan secara holistik dan komprehensif dalam
penatalaksanaan masalah keperawatan untuk mencapai kualitas hidup pasien yang
lebih baik.
4.2.3 Bagi pasien dan keluarga
Pasien dan keluarga klien dapat berperan aktif dan kooperatif pada saat dilakukan
tindakan keperawatan.

95
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. (2016). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Colvy J. (2010). Gagal Ginjal Tips Cerdas Mengenali dan Mencegah Gagal Ginjal. DAFA
Publishing, Yogyakarta, Indonesia.,

Halim, A. (2016). Buku ajar Ilmu Kesehatan Kulit dan kelamin, alergi Kulit. Fakultas
Kedokteran aniversitas Kristen Indonesia

Harmilah (2020) Buku: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem


Perkemihan. http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/id/eprint/5370

KDIGO. (2016). Clinical Practice Guideline for the Evaluation and Management of Chronic
Kidney Disease. Kidney International Supplements.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2018). Laporan Nasional Riset Kesehatan


Dasar. Kementerian Kesehatan RI. Published online. 2018:174.

LeMone, dkk. (2016). Buku Ajar Keperawatan medikal Bedah. 5 Vol 3. edited by A. LInda.
Jakarta: EGC.

New et all (2019). Just Have to Take It’-Patient Safety in Acute Care: Perspectives and
Experiences of Patients with Chronic Kidney Disease. BMC Health Services Research
19(1):1- 12. https://doi.org/10.1186/s12913-019- 4014-4. Diakses 7 juni 2022

Perhimpunan Nefrologi Indonesia. 11th Report of Indonesian Renal Registry 2018.


Pernefri. 2018

Rahayu F, dkk. (2018) Hubungan Frekuensi Hemodialisis dengan Tingkat Stres pada Pasien
Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis. J Keperawatan Silampari.

Riza, D. N. (2012). Prevalensi Dan Derajat Terjadinya Pruritus Pada Pasien Hemodialisis.


Universitas Sumatera Utara.

Roswati, E. (2013). Pruritus pada Pasien Hemodialisis. CDK-203, 40(4), 260– 264.

Shaw, et all. (2012). Eczema Prevalence in the United States: Data from the 2003
National Survey of Children’s Health. Journal of Investigative Dermatology 131(1): 67-73.

Tim POKJA SDKI PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta: DPP PPNI
Tim POKJA SDKI PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta: DPP PPNI
Tim POKJA SDKI PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta: DPP PPNI
US Renal Data System (2016). Annual Data Report: Epidemiology of Kidney Disease in
the United States, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/28236831/

96
Yulinda, T. (2012). https://www.scribd.com/doc/117272906/Pathway-CKD. Di akses
tanggal 9 juni 2022.

97
98
99
CURRICULUM VITAE

ENI YULIANA S. Kep. Ns


Tempat & Tanggal Lahir
Blitar, 14 oktober 1979
Telepon:
085853274963
E-Mail:
enyyuliana3@gmail.com
Alamat:
Jalan Raya Barat No 84 Talun Blitar

PENDIDIKAN
MOTTO

1. DIII Poltekes Malang Prodi Blitar "Berbuat baiklah tanpa perlu

2. STIKES Patria Husada Blitar alasan."


3. Profesi Ners STIKES Patria Husada Blitar

Pengalaman kerja
RSU Aminah Blitar tahun 2006 s.d sekarang
1. UGD tahun 2006 s.d 2007
2. Rawat inap tahun 2007 s.d sekarang

100

Anda mungkin juga menyukai