Disusun Oleh:
ENI YULIANA S. Kep. Ns.
NO. ABSEN 12
i
HALAMAN PENGESAHAN
Disusun Oleh:
ENI YULIANA
No. Absen 12
Penguji Penguji
ii
i
KATA PENGANTAR
Bismillahirohmanirrohim
Segala puji bagi Allah SWT atas petunjuk dan hidayah-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan Tugas Akhir Individu Pelatihan Dialisis Bagi Perawat dengan judul
Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan pada pasien Chronic Kidney
Disease /CKD dengan pruritus yang Menjalani Hemodialsis Di Ruang Malahayati RSUD
Dr. Saiful Anwar Malang.
Ketertarikan penulis akan topik ini didasari oleh fakta bahwa Chronic Kidney
Disease/CKD merupakan masalah yang cukup serius dengan insidensi dan prevalensi
yang terus meningkat, prognosis yang buruk serta biaya perawatan yang mahal.
Konsekuensi utama CKD tidak hanya progresifitas menjadi gagal ginjal terminal, tetapi
juga risiko kardiovaskular yang meningkat. Untuk itu perlu dilakukan penatalaksanaan
oleh PPA/Professional Pemberi Asuhan yang salah satunya adalah perawat sesuai
dengan standar kompetensi dan keilmuan yang baik dan terupdate.
Pada penulisan Tugas Akhir Individu Pelatihan Dialisis Bagi Perawat ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Semua Fasilitator dan panitia pelatihan yang telah memberikan pelajaran dan
pengalaman klinis dalam Pelatihan Dialisis
2. Ibu Rini Handriani, S.Kep, Ners selaku KaUr Ruang Malahayati yang telah
memfasilitasi tempat untuk pemantapan ketrampilan selama Pelatihan Dialisis
3. Ibu Novian Yustiasari S. Kep. Ners, selaku pembimbing yang telah memberikan
bimbingan preceptorship dengan sabar dan penuh semangat dalam Pelatihan
Dialisis
4. Keluarga inti di rumah yang memberikan doa, dukungan serta semangat
5. Teman satu angkatan XXII, khususnya kelompok 3 yang telah membagi ilmu,
suka dan duka selama Pelatihan Dialisis
6. Perawat dialisis Ruang Malahayati, Teuku Umar dan Cut Nyak Dien yang dengan
sabar membimbing serta membagi ilmu, ketrampilan, semangat, makanan selama
Pelatihan Dialisis
7. Semua pihak yang telah membantu menyelesaikan Tugas Akhir ini yang tidak
bisa disebutkan satu per satu
Penulis menyadari bahwa karya ini masih belum sempurna, oleh karena itu saran
dan kritikan sangat penulis harapkan. Semoga Allah SWT memberikan pahala yang terus
mengalir dari ilmu bermanfaat yang telah diajarkan selama pelatihan. Akhirnya, semoga
bermanfaat untuk menambah pengetahuan mengenai Asuhan Keperawatan pada pasien
Chronic Kidney Disease (CKD) dengan Pruritus yang Menjalani Hemodialsis.
Penulis
2
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………………………...
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………..
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………….
BAB I: PENDAHULUAN…………………………………………………………………
1.1 Latar Belakang ………………………………………………………………………..
1.2 Rumusan masalah …………………………………………………………………...
1.3 Tujuan Penulisan …………………………………………………………………….
1.4 Manfaat Penulisan ……………………………………………………………………
3
2.3.3 Etiologi ………………………………………………………………………………
2.3.4 Pathofisiologi ……………………………………………………………………….
2.3.5 Manifestasi Klinis …………………………………………………………………..
2.3.6 Penatalaksanaan ………………………………………………………………….
2.4 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KASUS …………………………………
2.4.1 Pengkajian ………………………………………………………………………….
2.4.2 Diagnosis ……………………………………………………………………………
2.4.3 Intervensi ……………………………………………………………………………
2.4.4 Implementasi ……………………………………………………………………….
2.4.5 Evaluasi ……………………………………………………………………………..
2.5 PATHOFISIOLOGI …………………………………………………………………..
4
DAFTAR GAMBAR
5
BAB I
PENDAHULUAN
2
filtration rate (GFR) kurang dari 60 mL/min/1,73 m selama atau lebih dari 3 bulan.
CKD adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang
2
bersifat ireversibel, dengan penurunan GFR hingga < 15 mL/min/1,73 m . CKD
terjadi ketika ginjal tidak mampu mengangkut sampah metabolik tubuh atau
melakukan fungsi regulernya, suatu bahan yang biasanya di eliminasi di urine
menumpuk dalam cairan tubuh akibat gangguan eksresi renal dan menyebabkan
gangguan fungsi endokrin dan metabolik, cairan, elektronik serta asam basa
(Harmilah,2020).
Menurut United States Renal Data System (USRDS) (2016) proporsi pasien
dengan chronic kidney disease diakui dalam Medicare jumlah pasien penderita CKD
sebelumnya 2.7% pada tahun 2000 menjadi 13.8% pada tahun 2016. Sedangkan
prevalensi di Indonesia naik 0.38%, yaitu sebesar 713,783 bila dibandingkan tahun
2013, sedangkan di jawa timur naik sebesar 113.046 atau naik 0.3% (Riskesdas,
2018). Sekitar 65% orang dengan CKD ditangani dengan hemodialisis (LeMone, et
al., 2016).
Ketika ginjal tidak mampu mengekeskresi sisa metabolik dan mengatur
keseimbangan cairan dan elektrolit secara adekuat sehingga kondisi ini disebut
sebagai gagal ginjal tahap akhir gagal ginjal kronik (ESRD), dimana pada gagal ginjal
tahap akhir memerlukan terapi pengganti ginjal salah satunya adalah dengan
hemodialisis (New et al. 2019). Hemodialisis adalah alat khusus sebagai pengganti
fungsi ginjal untuk mengeluarkan zat toksik dan mengatur cairan elektrolit tubuh
(LeMone, et al., 2016). Hemodialisis adalah proses pembersihan darah melalui
proses penyaringan darah diluar tubuh menggunakan mesin dialisi (Heni at al,2019).
Tujuan utama hemodialisis adalah membersihkan kotoran dari darah seperti urea
seperti pruritus, menyeimbangkan elektrolit dalam darah dan membuang cairan yang
berlebihan dari tubuh (Heni at. al,2019).
6
Menurut Pernefri (2018) pasien CKD yang menjalani hemodialisis di
Indonesia sebanyak 198.575 orang dan kondisi ini meningkat dua kali lipat bila
dibandingkan pada tahun 2017 yaitu sebanyak 108.723, dimana berdasarkan data
jumlah pasien baru meningkat dua kali. Hal tersebut juga berdampak pada jumlah
pasien aktif yang meningkat tajam dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Berdasarkan data tahun 2018 jumlah pasien baru sebanyak 66433, dimana sebanyak
9.607 (14.5%) pasien dari Jawa timur, dan pasien yang aktif melakukan hemodialisis
sebanyak 132142. Sedangkan jumlah pasien yang menjalani hemodialisis di RS
Syaiful Anwar Malang pada tahun 2021 sebanyak 6881 dimana sebanyak 2443
(35%) pasien rutin hemodialisis di Ruang Malahayati. Dan pada tahun 2022 pada 5
bulan terakhir tercatat sebanyak 2402 pasien yang menjalani hemodialisis dan
sebanyak 861 (36%) menjalani hemodialisis di ruang Malahayati. Dari data di atas
beberapa kondisi muncul selama proses hemodialisis dimana salah satunya adalah
priuritis.
Pruritus menjadi salah satu masalah kesehatan dunia, mengingat merupakan
keluhan yang paling sering terjadi pada pasien hemodialisis, hampir 60 - 80 %.
Pasien yang menjalani (baik hemodialisis maupun dialisis peritoneal) mengeluh
pruritus. Adanya peningkatan prevalensi diseluruh dunia (Shawet al, 2011: halim et al.
2014). Pruritus didefinisikan sebagai rasa gatal setidaknya 3 periode dalam waktu 2
minggu yang menimbulkan gangguan, atau rasa gatal yang terjadi lebih dari 6 bulan
secara teratur. Pruritus umumnya dialami sekitar 6 bulan setelah awal dialisis dan
biasanya makin meningkat dengan lamanya pasien menjalani hemodialisis. Pruritus
pada pasien dengan gagal ginjal atau yang sedang menjalani dialisis disebut dengan
pruritus uremik. Penderita pruritus uremik mengeluh sangat gatal, terlihat banyak
ekskoriasi, mengalami gangguan tidur, depresi, sangat sensitif, kualitas hidup yang
rendah. Hubungan antara uremia dengan pruritus telah lama diketahui namun
patofisiologinya belum jelas. Meskipun tata laksana pasien penyakit ginjal stadium
akhir sudah berkembang pesat, namun tata laksana pruritus masih menjadi masalah
klinis.
Di Eropa pruritus juga telah dilaporkan pada pasien dengan stadium III-V CKD
yang tidak hemodialisis. Mayoritas pasien hemodialisis (sekitar 60% hingga 70%)
melaporkan pruritus, dengan 30% hingga 40% melaporkan pruritus sedang atau
berat.1,2,3. Data dari ITCH National Registry Study menunjukkan bahwa di antara
mereka yang mengalami pruritus, sekitar 59%, 4 mengalami gejala setiap hari atau
hampir setiap hari selama lebih dari satu tahun (ST. Gallen, Switzerland ad al, 2022).
Menurut penelitian hasil dari studi cross-sectional multinasional yang besar
menunjukkan bahwa 42% pasien ESRD pada hemodialisis menderita pruritus sedang
7
atau berat (Clin J Am Soc,2010). Sedangkan di Indonesia kejadian priuritis sebanyak
10.807 (5%) pasien,
hal ini mengalami kenaikan bila dibandingkan tahun 2017 yaitu sebanyak 9448
pasien. Pruritus umumnya dialami sekitar 6 bulan setelah awal dialisis dan biasanya
makin meningkat dengan lamanya pasien menjalani hemodialisis. Keluhan pruritus
yang signifikan ditemukan pada 15% - 49% pasien gagal ginjal kronis dan 50% - 90%
pada pasien yang menjalani hemodialisis (Roswati, 2013). Sejalan dengan ini
penelitian Riza (2012) di RSUP H. Adam Malik Medan menunjukkan bahwa dari 78
responden yang menjalani hemodialisis mengalami pruritus sebanyak 55 orang
(70,5%), yang dikelompokkan dalam 18 orang (32,7%) derajat ringan, 23 orang
(41,8%) derajat sedang dan 14 orang (25,5%) derajat berat.
Dari data diatas perawat harus dapat memberikan asuhan keperawatan yang
tepat bagi setiap penderita gagal ginjal kronik. Berdasarkan latar belakang ini penulis
tertarik menganalisis praktek klinik keperawatan pada kasus gagal ginjal kronik yang
melakukan hemodialisis dengan pruritus, sehingga memberikan gambaran jelas
bagaimana asuhan keperawatan yang ada dilapangan dan asuhan keperawatan
yang tepat pada pasien CKD dengan Pruritus berdasarkan penelitian - penelitian
terbaru (evidense based)
8
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Manfaat Bagi Institusi
Menambahkan informasi kepada tim medis dan perawat mengenai
penatalaksanaan pasien CKD dengan pruritus yang menjalani hemodialisis
rutin di Unit Hemodialisis RSUD Dr. Saiful Anwar Malang.
1.4.2 Manfaat Bagi Penulis
Memberi informasi dan pendidikan pada pasien dan keluarga tentang pruritus
dan penanganannya pada pasien CKD yang menjalani HD rutin di Unit
Hemodialisis RSUD Dr. Saiful Anwar Malang.
1.4.3 Manfaat Bagi Pasien dan Keluarga
Menambah data pengetahuan di bidang penyakit dalam yang secara khusus di
bidang hemodialisis mengenai kejadian pruritus pada pasien CKD yang
menjalani hemodialisis di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang. Mendapat faktor
resiko tentang pruritus yang bisa digunakan sebagai data untuk penelitian
selanjutnya.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Etiologi
1. Infeksi misalnya pielonefritis kronik, glomerulonefriti
2. Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, stenosis arteria renalis
3. Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik,
poliarteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
4. Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,
asidosis tubulus ginjal
5. Penyakit metabolik misalnya DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis
6. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik, nefropati timbal
7. Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma,
fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat,
striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.
8. Batu saluran kencing yang menyebabkan hidrolityasis
10
2.1.3 Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala klinis pada gagal ginjal kronis dikarenakan gangguan yang
bersifat sistemik. Adapun tanda dan gejala yang ditunjukkan oleh gagal ginjal
kronis (Robinson, 2014):
1. Kardiovaskuler
Biasanya terjadi hipertensi, aritmia, kardiomyopati, uremic percarditis, efusi
pericardial, gagal jantung, edema periorbital, dan edema perifer.
2. Pulmoner
Biasanya terjadi edema pulmonal, nyeri pleura, friction rub dan efusi pleura,
crackles, sputum yang kental, uremic pleuritis dan uremic lung, dan sesak
napas.
3. Gastrointestinal
Biasanya menunjukkan adanya anoreksia, nausea, vomiting, inflamasi dan
ulserasi pada mukosa gastrointestinal karena stomatitis, ulserasi, dan
perdarahan gusi.
4. Muskuloskeletal
Nyeri pada sendi dan tulang, demineralisasi tulang, fraktur patologis, dan
kalsifikasi (otak, mata, gusi, sendi, miokard).
5. Integumen
Kulit pucat, kekuning-kuningan, kecoklatan, kering dan ada scalp. Selain itu,
biasanya juga merupakan adanya purpura, ekimosis, petechiae, dan
timbunan urea pada kulit.
6. Neurologis
Biasanya ditunjukkan dengan adanya neuropati perifer, nyeri, gatal pada
lengan dan kaki. Selain itu, juga adanya kram pada otot dan refleks kedutan,
daya memori menurun, apatis, rasa kantuk meningkat, iritabilitas, pusing,
koma, dan kejang. Dari hasil EEG menunjukkan adanya perubahan
metabolic encephalophaty.
11
7. Endokrin
Bisa terjadi infertilitas dan penurunan libido, amenorrhea, dan gangguan
siklus menstruasi pada wanita, impoten, penurunan sekresi sperma,
peningkatan sekresi aldosterone, dan kerusakan metabolisme karbohidrat.
8. Hematopoitiek
Terjadi anemia, penurunan waktu hidup sel darah merah, trombositopenia
(dampak dari dialisis), dan kerusakan platelet. Biasanya masalah yang
serius pada sistem hematologi ditunjukkan dengan adanya perdarahan
(purpura, ekimosis, dan petechiae).
2.1.4 Klasifikasi
Menurut Kidney Diseases Improving Global Outcomes/KDIGO (2015) yang
mengacu pada National Kidney Foundation-KDQOL (NKF-KDQOL) penyakit
ginjal kronik diklasifikasikan menjadi 5 stadium atau kategori berdasarkan
penurunan GFR, yaitu:
1. Stadium 1 terjadi kerusakan ginjal dengan GFR normal atau meningkat, nilai
GFR ≥ 90 mL/min/1,73 m2
2. Stadium 2 terjadi kerusakan ginjal dengan penurunan ringan, nilai GFR 60-
89 mL/min/1,73 m 2
3. Stadium 3a terjadi kerusakan ginjal dengan penurunan GFR ringan sampai
sedang, nilai GFR 45-59 mL/min/1,73 m2
4. Stadium 3b terjadi kerusakan ginjal dengan penurunan GFR sedang hingga
berat, nilai GFR 30-44 mL/min/1,73 m2
5. Stadium 4 terjadi kerusakan ginjal dengan penurunan GFR berat, nilai GFR
15-29 mL/min/1,73 m2
6. Gagal ginjal stadium 5 dengan nilai GFR < 15 mL/min/1,73 m2
Brunner & Suddart (2016) mengklasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat
atas dasar GFR, yang dihitung dengan menggunakan rumus Kockcroft-Gault
sebagai berikut:
( 140−age ) ×mass ( kg )
Creatinine Clearance=
mg *
72× serumcreatinine ( )
dL
12
ginjalnya. Hal ini disebabkan ginjal tetap berfungsi secara normal meskipun
tidak lagi dalam kondisi tdak lagi 100 persen, sehingga banyak penderita
yang tidak mengetahui kondisi ginjalnya dalam stadium 1. Kalaupun hal
tersebut diketahui biasanya saat penderita memeriksakan diri untuk penyakit
lainnya seperti diabetes dan hipertensi.
2. Stadium 2
Sama seperti pada stadium awal, tanda-tanda seseorang berada pada
stadium 2 juga dapat tidak merasakan gejala yang aneh karena ginjal tetap
dapat berfungsi dengan baik. Kalau pun hal tersebut diketahui biasanya saat
penderita memeriksakan diri untuk penyakit lainnya seperti diabetes dan
hipertensi.
3. Stadium 3
Seseorang yang menderita GGK stadium 3 mengalami penurunan GFR
moderat yaitu diantara 30 s/d 59 ml/min. dengan penurunan pada tingkat ini
akumulasi sisa-sisa metabolisme akan menumpuk dalam darah yang disebut
uremia. Pada stadium ini muncul komplikasi seperti tekanan darah tinggi
(hipertensi), anemia atau keluhan pada tulang. Gejala-gejala juga terkadang
mulai dirasakan seperti:
1) Fatigue
Rasa lemah/lelah yang biasanya diakibatkan oleh anemia.
2) Kelebihan cairan
Seiring dengan menurunnya fungsi ginjal membuat ginjal tidak dapat lagi
mengatur komposisi cairan yang berada dalam tubuh. Hal ini membuat
penderita akan mengalami pembengkakan sekitar kaki bagian bawah,
seputar wajah atau tangan. Penderita juga dapat mengalami sesak nafas
akibat terlalu banyak cairan yang berada dalam tubuh.
13
Rasa sakit sekitar pinggang tempat ginjal berada dapat dialami oleh
sebagian penderita yang mempunyai masalah ginjal seperti polikistik dan
infeksi.
5) Sulit tidur
Sebagian penderita akan mengalami kesulitan untuk tidur disebabkan
munculnya rasa gatal, kram ataupun restless legs. Penderita GGK
stadium 3 disarankan untuk memeriksakan diri ke seorang ahli ginjal
hipertensi (nephrolog). Dokter akan memberikan rekomendasi terbaik
serta terapi-terapi yang bertujuan untuk memperlambat laju penurunan
fungsi ginjal. Selain itu sangat disarankan juga untuk meminta bantuan
ahli gizi untuk mendapatkan perencanaan diet yang tepat. Penderita GGK
pada stadium ini biasanya akan diminta untuk menjaga kecukupan protein
namun tetap mewaspadai kadar fosfor yang ada dalam makanan
tersebut, karena menjaga kadar fosfor dalam darah tetap rendah penting
bagi kelangsungan fungsi ginjal. Selain itu penderita juga harus
membatasi asupan kalsium apabila kandungan dalam darah terlalu tinggi.
Tidak ada pembatasan kalium kecuali didapati kadar dalam darah diatas
normal. Membatasi karbohidrat biasanya juga dianjurkan bagi penderita
yang juga mempunyai diabetes. Mengontrol minuman diperlukan selain
pembatasan sodium untuk penderita hipertensi.
4. Stadium 4
Pada stadium ini fungsi ginjal hanya sekitar 15–30 persen saja dan apabila
seseorang berada pada stadium ini maka sangat mungkin dalam waktu
dekat diharuskan menjalani terapi pengganti ginjal/dialisis atau melakukan
transplantasi. Kondisi dimana terjadi penumpukan racun dalam darah atau
uremia biasanya muncul pada stadium ini. Selain itu besar kemungkinan
muncul komplikasi seperti tekanan darah tinggi (hipertensi), anemia,
penyakit tulang, masalah pada jantung dan penyakit kardiovaskular lainnya.
Gejala yang mungkin dirasakan pada stadium 4 adalah:
1) Fatigue
2) Kelebihan cairan
3) Perubahan pada urin
4) Rasa sakit pada ginjal.
5) Sulit tidur
6) Nausea
14
7) Perubahan cita rasa makanan, dapat terjadi bahwa makanan yang
dikonsumsi tidak terasa seperti biasanya.
8) Bau mulut uremic, ureum yang menumpuk dalam darah dapat dideteksi
melalui bau pernafasan yang tidak enak.
9) Sulit berkonsentrasi
5. Stadium 5 (gagal ginjal terminal)
Pada level ini ginjal kehilangan hampir seluruh kemampuannya untuk
bekerja secara optimal. Untuk itu diperlukan suatu terapi pengganti ginjal
(dialisis) atau transplantasi agar penderita dapat bertahan hidup.
Gejala yang dapat timbul pada stadium 5 antara lain:
1) Kehilangan nafsu makan
2) Nausea.
3) Sakit kepala.
4) Merasa lelah.
5) Tidak mampu berkonsentrasi.
6) Gatal-gatal.
7) Urin tidak keluar atau hanya sedikit sekali.
8) Bengkak, terutama di seputar wajah, mata dan pergelangan kaki.
9) Keram otot
10) Perubahan warna kulit
2.1.5 Pathofisiologi
1. Penurunan GFR
Penurunan GFR dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24 jam untuk
pemeriksaan klirens kreatinin. Akibat dari penurunan GFR, maka klirens kretinin
akan menurun, kreatinin akan meningkat, dan nitrogen urea darah (BUN) juga
akan meningkat.
2. Gangguan klirens renal
Banyak maslah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah
glumeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens (substansi
darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal)
3. Retensi cairan dan natrium
Ginjal kehilangan kemampuan untuk mengkonsentrasikan atau mengencerkan
urin secara normal. Terjadi penahanan cairan dan natrium; meningkatkan
resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif dan hipertensi.
4. Anemia
15
Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adequate,
memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecenderungan
untuk terjadi perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran GI.
5. Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat
Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan yang saling timbal
balik, jika salah satunya meningkat, yang lain akan turun. Dengan menurunnya
GFR, maka terjadi peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya penurunan
kadar kalsium. Penurunan kadar kalsium ini akan memicu sekresi parathormon,
namun dalam kondisi gagal ginjal, tubuh tidak berespon terhadap peningkatan
sekresi parathormon, akibatnya kalsium di tulang menurun menyebabkan
perubahan pada tulang dan penyakit tulang.
6. Penyakit tulang uremik (osteodistrofi)
Terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat, dan keseimbangan
parathormon.
(Smeltzer C, Suzanne, 2002)
16
6) Kalium: meningkat
7) Magnesium: meningkat
8) Kalsium: menurun
9) Protein (albumin): menurun
3. Osmolalitas serum: lebih dari 285 mOsm/kg.
4. Pielogram retrograd: abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
5. Ultrasound ginjal: menentukan ukuran ginjal dan adanya masa, kista, obstruksi
pada saluran perkemihan bagian atas
6. Endoskopi ginjal, nefroskopi: untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu,
hematuria dan pengangkatan tumor selektif
7. Arteriogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular,
masa.
8. EKG: ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa
2.1.7 Penatalaksaan Gagal Ginjal Kronik
1. Terapi Konservatif
Perubahan fungsi ginjal bersifat individu untuk setiap pasien (CKD) dan lama
terapi konservatif bervariasi dari bulan sampai tahun. Tujuan terapi konservatif:
1) Mencegah memburuknya fungsi ginjal secara profresi
2) Meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksik asotemia
3) Mempertahankan dan memperbaiki metabolisme secara optimal
4) Memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit
Prinsip terapi konservatif:
1) Mencegah memburuknya fungsi ginjal
a. Hati-hati dalam pemberian obat yang bersifat nefrotoksikk
b. Hindari keadaan yang menyebabkan diplesi volume cairan ekstraseluler
dan hipotensi
c. Hindari gangguan keseimbangan elektrolit
d. Hindari pembatasan ketat konsumsi protein hewani
e. Hindari proses kehamilan dan pemberian obat kontrasepsi
f. Hindari instrumentasi dan sistoskopi tanpa indikasi medis yang kuat
g. Hindari pemeriksaan radiologis dengan kontras yang kuat tanpa indikasi
medis yang kuat
2) Pendekatan terhadap penurunan fungsi ginjal progresif lambat
a. Mendalikan hipertensi sistemik dan intraglomerular
b. Kendalikan terapi ISK
c. Diet protein yang proporsional
d. Kendalikan hiperfosfatemia
17
e. Terapi hiperurekemia bila asam urat serum ≥ 10 mg%
f. Terapi hiperfosfatemia
g. Terapi keadaan asidosis metabolik
h. Kendalikan keadaan hiperglikemia
2. Terapi Simtomatik
1) Hipertensi
Ditangani dengan medikasi antihipertensi kontrol volume intravaskuler.
Gagal jantung kongestif dan edema pulmoner perlu pembatasan cairan, diit
rendah natrium, diuretik, digitalis atau dobitamine dan dialisis. Asidosis
metabolik pada pasien CKD biasanya tanpa gejala dan tidak perlu
penanganan, namun suplemen natrium bikarbonat pada dialisis mungkin
diperlukan untuk mengoreksi asidosis
2) Anemia
Pada CKD ditangani dengan epogen (erytropoitin manusia rekombinan).
Anemia pada pasien (Hmt <30%) muncul tanpa gejala spesifik seperti
malaise, keletihan umum dan penurunan toleransi aktivitas. Abnormalitas
neurologi dapat terjadi seperti kedutan, sakit kepala, dellirium atau aktivitas
kejang, pasien dilindungi dari kejang.
3) Asidosis Metabolik
Dikoreksi karena meningkatkan serum kalium (hiperkalemia). Mencegah dan
mengobati asidosis metabolik dapat diberikan suplemen alkali. Terapi alkali
(sodium bicarbonat) harus segera diberikan intravena bila pH ≤ 7,35 atau
serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L
4) Keluhan Gastrointestinal
Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering
dijumpai pada CKD. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama
(chief complaint) dari CKD. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah
ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang dilakukan
yaitu program terapi dialisis adekuat dan obat-obatan simtomatik
5) Kelainan kulit
Tindakan yang diberikan tergantung dengan jenis keluhan kulit
6) Kelainan Neuromuskular
Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis
regular yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal
paratiroidektomi.
18
3. Terapi Pengganti
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit gagal ginjal kronik stadium 5,
yaitu LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis,
dialisis peritoneal dan tranplantasi ginjal (Suwitra, 2006).
1) Dialisis meliputi
a. Hemodialisis
Tindakan terapi dialysis tidak boleh terlambat untuk encegah gejala toksik
azotemia dan malnutrisi. Terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada
pasien gagal ginjal kronik yang belum tahap akhir akan memperburuk
faaal ginjal (LFG).
b. Dialisis Peritonial (DP)
Akhir-akhir ini sudah popular Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis
(CAPD) di pusat ginjal diluar negeri dan di Indonesia, Indikasi medik
CAPD yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun),
pasien-pasien yang menderita penyakit system kardiovaskule, pasien-
pasien yang cenderung akan mengalami pendarahan bila dilakukan
hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke,
pasien gagal ginjal terminal dengan residual urin masih cukup dan pasien
nefropati diabetic disertai co-morbidty dan co-mortality, Indikasi non-
medik yaitu pasien keinginan sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk
melakukan sendiri (mandiri) dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal
(Sukandar, 2008).
c. Transpalntasi Ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal).
Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
a) Cangkok ginjal (Kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh
(100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-
80% faal ginjal alamiah.
b) Kualitas hidup kembali normal
c) Masa hidup lebih lama
19
d) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan
dengan obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan
e) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi.
2.2.2 Tujuan
Sebagai terapi pengganti, kegiatan hemodialisis mempunyai tujuan :
1. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin dan asam
urat
2. Membuang kelebihan air.
3. Mempertahankan atau mengembalikan system buffer tubuh.
4. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
5. Memperbaiki status kesehatan penderita.
2.2.3 Prinsip
Menurut Rachmanto (2018) hemodialisis mempunyai 3 prinsip, yaitu:
1. Difusi
20
Perpindahan zat terlarut dikarenakan adanya perbedaan konsentrasi
senyawa – senyawa terlarut yang ada pada darah dan dialisist. Proses ini
terjadi dengan cara mengalirnya senyawa dengan konsentrasi tinggi ke
konsentrasi rendah. Prinsip ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti adanya perbedaan konsentrasi, berat molekul, Qb (blood pumb), luas
permukaan membran, suhu.
a) Ultrafiltrasi
Perpindahan senyawa pelarut (air) dengan melawati membran semi
permeable yang disebabkan oleh perbedaan tekanan hidrostatik yang
tedapat pada kompatemen dan dialisist. Tekanan hidrostatik atau ultrafiltrasi
merupakan proses yang terjadi untuk menarik secara paksa agar air keluar
dari kompartemen darah menuju kompartemen dialisist.
b) Proses Osmosis
Proses berpindahnya air karena tenaga kimia, yaitu perbedaan osmolaritas
darah dan dialisist.
2.2.4 Indikasi
Hemodialisis dilakukan jika gagal ginjal menyebabkan :
1. Kelainan fungsi otak (ensefalopati uremik)
2. Perikarditis (peradangan kantong jantung)
3. Asidosis (peningkatan keasaman darah) yang tidak memberikan respon
terhadap pengobatan lainnya.
4. Gagal jantung
5. Hiperkalemia( kadar kalium yang sangat tinggi dalam darah)
2.2.5 Kontraindikasi
21
1. Hipotensi
2. Hipokalemia
3. Obesitas
4. Perlengketan peritoneum
5. Peritonitis local
6. Operasi atau trauma abdomen yang baru saja terjadi
7. Kelainan intra abdomen yang belum diketahui penyebabnya
8. Luka bakar dinding abdomen yang cukup luas
9. Malignansi stadium lanjut (terkait tumor)
10. Alzaimer
11. Multi infact dementia
12. Sindrom hepatorenal (sindrom klinis yang terjadi pada pasien penyakit hati
kronis)
13. Sirosis hati
14. Organic brain syndrome.
2.2.6 Frekuensi
Frekuensi, tergantung kepada banyaknya fungsi ginjal yang tersisa, tetapi
sebagian besar penderita menjalani dialisis sebanyak 3 kali/minggu. Program
dialisis dikatakan berhasil jika :
1. Penderita kembal menjalani hidup normal.
2. Penderita kembali menjalani diet yang normal.
3. Jumlah sel darah merah dapat ditoleransi.
4. Tekanan darah normal.
5. Tidak terdapat kerusakan saraf yang progresif (Medicastore.com, 2006)
Hemodialisis bisa digunakan sebagai pengobatan jangka panjang untuk gagal
ginjal kronis atau sebagai pengobatan sementara sebelum penderita menjalani
pencangkokan ginjal. Pada gagal ginjal akut, dialisis dilakukan hanya selama
beberapa hari atau beberapa minggu, sampai fungsi ginjal kembali normal.
2.2.7 Fungsi
Ada beberapa fungsi hemodialisis antra lain :
1. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin dan asam
urat
2. Membuang kelebihan air.
3. Mempertahankan atau mengembalikan system buffer tubuh.
4. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
5. Memperbaiki status kesehatan penderita.
22
2.2.8 Perlengkapan
1. Perangkat khusus
1) Dialyzer terdiri dari Hollow-fiber dan Membran
2) Air untuk dialisis
3) Cairan dialisis terdiri dari Asetat dan Bikarbonat
4) Mesin hemodialisis terdiri dari Blood pump,sistem delivery cairan
dialisist dan alat monitor.
2. Alat – alat kesehatan
1) Bahan dan alat cuci tangan
2) Sarung tangan non steril
3) Masker
4) Celemek/apron
5) Bloodline
6) Dialiser/HF
7) Spuit 3 cc
8) Infuset
3. Obat – obatan dan cairan
a. NaCl 0,9%
b. Heparine
2.2.9 Panduan Pelaksanaan
1. Persiapan Mesin
Mesin Hemodialisis, langkah-langkahnya:
1) Nyalakan aliran listrik
2) Membuka kran air reserverse osmosis (RO)
3) Menyalakan tombol power utama pada mesin
4) Menghidupkan mesin dengan menekan tombol On/OFF
5) Memasang konsentrat Acid dan Bicarbonat
6) Mesin siap dipakai
Water treatment/RO (Reverse Osmosis)
Air yang sudah diubah dengan cara:
1) Filtrasi
2) Softening
3) Deionisasi
4) Reverse osmosis
Langkah – langkah :
1) Periksa bak penampung air/tandon utama
2) Nyalakan saklar utama
23
3) Periksa kondisi pompa air (bunyi, getaran, putaran dinamo)
4) Periksa kondisi mesin RO (bunyi, getaran kebocoran)
5) Periksa kondisi bak penyaringan dan tanggal penggantian karbon, lalu
catat.
24
17) Setelah dializer bebas udara dan bebas dari zat sterisasi (NaCl 0.9%
mencapai 500cc – 1000cc) matikan QB
18) Sambungkan arteri line dengan venous line
a. Tutup klem kecil (infus line)
b. Buka semua klem besar
c. Lakukan sirkulasi tertutup (priming)
19) Berikan heparin sirkulasi sesuai kebutuhan dan indikasi serta kontra
indikasi
20) Petugas merapikan alat yang dipergunakan
21) Lepaskan sarung tangan
22) Perawat perawat cuci tangan
3. Sirkulasi Ekstracorporeal: Soaking
1) Melakukan cuci tangan
2) Memakai sarung tangan bersih dan masker
3) Memastikan mesin sudah dalam keadaan siap pakai (Prep Comp)
4) Pastikan jalan aliran dialisist sudah di stop (bypass)
5) Pastikan nama dan dializer pasien sudah tepat sesuai jadwal pasien
6) Buka tutup dializer yang terdapat pada kompartemen dialisist
7) Menghubungkan konektor biru terlebih dahulu kebagian kompartement
dialisist
8) Menghubungkan konektor merah kebagian kompartemen dialisist
9) Mengaktifkan cairan dialisist dengan menekan tombol bypass dialisist
pada mesin
10) Pastikan cairan dialisist mengalir dengan tanda: cairan dialisist akan
mengisi penuh kompartemen dialisist, dializer akan terasa hangat
11) Letakkan dializer tegak lurus dengan posisi merah diatas dan biru
dibawah.
4. Inversi AV Fistula/ Cimino
Siapkan alat – alat
1) HD pack
2) Fistula 16 G
3) NaCl 0.9%
4) Torniquet
5) Betadhin
6) Heparin
Langkah - langkah
25
1) Perawat mengucapkan salam dan memperkenalkan diri kepada pasien
dan keluarga
2) Perawat melakukan identifikasi pasien dengan menanyakan nama
pasien atau tanggal lahir pasien dengan pertanyaan terbuka
3) Perawat melakukan identifikasi dializer dengan mengecek identitas
yang terpasang di dializer dan mesin hemodialisis
4) Perawat menjelaskan prosedur tindakan yang dilakukan
5) Perawat mengatur posisi pasien setengah duduk agar pasien nyaman
pelasanaan Tindakan
6) Perawat melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital pasien
7) Tentukan lokasi akses baik inlet maupun outlet dan diusahakan jarak
inlet dan outlet minimal 7 cm untuk menghindari resirkulasi darah
8) Perawat mengkaji kepatenan AV fistula dengan melakukan palpasi
area yang akan diakses
9) Perawat melakukan cuci tangan dan menggunakan APD
10) Siapkan plester sesuai dengan kebutuhan
Penatalaksanaan
1) Buka HD pack
2) Buka jarum av fistula, spuit 3cc, spuit 5cc, spuit 20cc (dalam av fistula,
pastikan ujung av fistula tetap steril)
3) Gunakan handschoon
4) Isi spuit 3cc dengan heparin sesuai kebutuhan
5) Isi spuit 5cc dengan NaCl 0.9%, isi spuit 20cc dengan NaCl 0.9%
dengan heparin yang sudah disiapkan
6) Isi jarum av fistula ke 1 dan ke 2 dengan NaCl 0.9% dengan
menggunakan spuit 5cc
7) Pasang duk
8) Pasang torniquet
9) Disenfeksi area dengan betadin dengan cara memutar dari dalam
keluar 2x dan beri alcohol swab
10) Lakukan akses outlet, cek apakah aliran darah lancar
11) Fiksasi akses outlet dengan plester
12) Lakukan akses inlet, cek apakah aloran darah lancer
13) Fiksasi akses inlet dengan plester
14) Rapikan alat
15) Lepas sarung tangan
16) Perawat cuci tangan
26
5. Mengalirkan darah ke ekstrakorporal
1) Lakukan cuci tangan
2) Gunakan APD
3) Pasang heparin continous (syringe) pada mesin hemodialisis
4) Lakukan identifikasi pasien dengan memastikan identitas pasien
sama dengan identitas dializer
5) Turunkan kecepatan aliran darah sampai 0 ml/menit
6) Matikan blood pump
7) Klem selang darah (bloodline) arteri dan vena
8) Lepaskan sambungan selang darah (bloodline) arteri dan vena
9) Selang darah (bloodline) arteri dihubungkan dengan akses inlet
pasien
10) Buka klem pada ujung selang darah (bloodline) vena, kemudian
letakkan di gelas ukur (pastikan konektor tetap dalam keadaan
tertutup)
11) Buka klem selang darah (bloodline) arteri dan buka klem akses inlet
pasien
12) Jalankan pompa darah dengan kecepatan 100- 150 ml/menit
13) Atur chamber bubble trap ¾
14) Apabila darah sudah mencapai selang darah (bloodline) vena (warna
pink), matikan pompa darah dan klem selang darah (bloodline) vena
secara bersamaan
15) Ujung selang darah (bloodline) vena dihubungkan dengan akses
outlet pasien dan pastikan tidak ada gelembung udara yang masuk
Buka klem selang darah (bloodline) vena
Buka klem akses outlet
Buka detector Vena
Nyalakan blood pump
16) Lakukan bolus awal heparin sesuai dengan pengkajian awal
17) Selang darah (bloodline) arteri dan vena difiksasi sesuai dengan
kebutuhan sehingga tidak menyulitkan dan aman bagi pergerakan
pasien
18) Tekan “Dialisis” pada mesin hemodialisis untuk memulai
hemodialisis
19) Naikan kecepatan aliran darah perlahan-lahan sampai kecepatan
200-250 mL/menit atau sesuai peresepan hemodialisis
20) Pastikan detector udara dan heparinisasi menyala
27
21) Rapikan alat
22) Lepaskan sarung tangan
23) Lakukan cuci tangan
24) Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan
28
8. Tahap Terminasi Hemodialisis
1) Pastikan bahwa waktu hemodialisis telah selesai ditandai dengan
alaram pada mesin
2) Lakukan cuci tangan dan pakai APD
3) Siapkan NaCl 0.9% untuk membilas
4) Isi spuit 20 cc dengan NaCl
5) Tekan retrains-by pass-reset Uf remove lalu turunkan blood pump
sampai 0
6) Matikan pompa darah
7) Klem inlet dan buka klem NaCl 0,9% yang terhubung dengan slang
darah (blood line). Ada dua metode yang bisa digunakan dengan atau
tanpa konektor saat saat menyambungkan blood line dengan NaCl
0.9%
8) Posisikan dialyzer biru diatas dan merah dibawah
9) Nyalakan pompa darah dengan kecepatan 100 -150 ml/mt
10) Matikan pompa darah bilamana darah dalam selang darah (blood line)
vena sudah tergantikan oleh NaCl 0.9 %
11) Buka klem inlet dan dorong darah yang tersisa di slang darah (blood
line) arteri dengan cara memberikan tekanan grafitasi pada flabot NaCl
0.9% (metode tanpa konektor)
Klem inlet apabila selang darah (bloodline) telah tergantikan oleh NaCl
0.9%
12) Klem selang darah (blood line) vena dan klem outled
13) Ukur tekanan darah pasien bila tidak ada masalah lepaskan outled dan
inlet dengan selang darah (bloodline)
14) Bila ada obat-obat injeksi yang akan diberikan, masukkan pada
medication port/latek pada VBL
15) Jika pasien terpasang akses AV Fistule, perawat melakukan Langkah-
langkah:
a. Siapkan dan dekatkan semua peralatan yang akan dipakai
b. Lepaskan fistula inled dan outled, tutup dan tekan luka dengan
depper minimal 5 menit atau sesuai dengan kondisi pasien
c. Buang jarum AV fistula pada savety box
d. Setelah darah berhenti, fiksasi depper menggunakan plester
e. Rapikan alat
29
16) Jika pasien terpasang akses Vena Femoralis perawat melakukan
langkah-langkah sebagai berikut:
a. Siapkan dan dekatkan peralatan yang akan dipakai
b. Lepaskan jarum AV fistula pada outlet, tutup dan tekan sekitar 15
menit atau sesuai dengan kondisi pasien.
c. Lepaskan jarum AV fistula pada femoral, tutup dan tekan dengan
depper selama 15 menit atau sesuai dengan kondisi pasien.
d. Setelah darah berhenti, fixsasi depper dengan plester
e. Buang jarum AV fistula bekas ke dalam container (savety box)
17) Jika pasien terpasang Double Lumen Cateter (DLC) perawat
melakukan Langkah-langkah sebagai berikut:
a. Pastikan inlet dan outlet DLC dalam posisi di klem
b. Masukkan NaCl 0.9% ke dalam inlet dan oulet DLC sampai bersih
c. Setelah cairan NaCl 0,9% masuk, darah tidak boleh ditarik lagi
(Gerakan 1 arah mendorong saja)
d. Masukkan heparin dengan perbandingan 1000 unit: 1 ml NaCl
0.9% (literatur heparin lock disesuaikan kebijakan) dalam spuit 10
cc masing-masing kedalam inlet dan outled DLC sesuai dengan
ukuran DLC
e. Sangat penting untuk melakukan heparin dengan jumlah yang
tepat sehingga tidak ada kelebihan heparin yang dapat masuk
dalam sirkulasi darah pasien.
f. Bila pasien banyak keringat aa perdaraha atau rembesan dari
tempat insersi disarankan tidak menggunakan semi-permiable
dressing cukup dengan kassa steril
g. Semi-permiable dressing bisa diganti 1x/minggu
h. Providone-iodine pointment bisa digunakan untuk exite-site kateter
hemodialisis
i. Bersihkan ujung DLC dengan kassa alkohol
j. Pasang tutup DLC dan balut dengan kassa steril
18) Apabila fistula telah selesai dilepas, perawat melakukan langkah-
langkah sebagai berikut:
a. Masukan tabung konsentrat dialisist pada rinse port,
lepaskan cart bicnat
b. Lakukan disinfeksi pada mesin sesuai SPO
c. Lepaskan selang darah (blood line) dan masukkan de dalam
30
ember
d. Lepaskan darung tangan dan lakukan cuci tangan
e. Rapikan alat
19) Obeservasi pasien post hemodialisis
a. Cek tanda-tanda vital dan kondisi umum
b. Timbang berat badan pasien
20) Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan
2.2.10 Komplikasi
31
Sindrom ini tidak lazim dan biasanya terjadi pada pasien yang menjalani
hemodialisis pertama dengan azotemia berat.
5. Hipoksemia
Hipoksemia selam hemodialisis merupakan hal yang penting yang perlu
dimonitor pada psien yang mengalami gangguan fungsi kardiopulmonar.
6. Perdarahan
Uremia menyebabkan gangguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit dapat
dinilai dengan mengukur waktu perdarahan. Penggunaan heparin selama
hemodialisis juga merupakan faktor resiko terjadinya perdarahan.
7. Gangguan pencernaan
Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah yang
disebabkan karena hipoglikemia. Gangguan pencernaan sering disertai
dengan sakit kepala.
8. Pembekuan darah
Pembekuan darah disebabkan karena dosispemberian heparin yang tidak
adekuat ataupun kecepatan putaran darah yang lambat.
2.3.2 Klasifikasi
Menurut Argo Halin (2016) mengklasifikasikan pruritus menjadi:
1. Sistemik itch
Gatal dari sistem organ nonkutan (penyakit endokrin dan
metabolik, infeksi, gangguang hematologic dan limfoproliferatif, tumor padat
pada organ dalam, kehamilan dan pruritus yang diinduksi obat).
32
1) Transmisi sistem saraf pusat
2) Tidak ada input dari saraf perifer
3) Penyebabnya meliputi hematologi, ginjal, hati, dan diinduksi
obat
2. Psikogenik itch
Gatal akibat gangguan pikiran (delusi parasitosis, formication). Penyebabnya
meliputi gangguan obsesif-konfulsif, depresi, kecemasan, gangguan gejala
somatic, psikosis, pengurangan zat.
3. Neuropatik itch
Gatal akibat kerusakan saraf pusat atau perifer (missal neuralgia
postherpetic, pruritus brachiodial, noctalgia paresthetica). Penyebab serupa
nyeri neuropatik
4. Pruritoseptive itch
Dermatologis pruritus ditransimisikan lambat oleh serabut saraf grup C tidak
bermialin (akar saraf epidermis), keratinosit berinteraksi dengan pruritogen
seperti histamin (dan banyak lainnya), misalnya:
1) Fungsional (kulit kering, miliaria)
2) Reaksi alergi (urtikaria, drug reaction, dermatitis kontak)
3) Reaksi irritant (dermatitis popok, dermatitis kontak irritan)
4) Excessive washing
5) Infeksi (scabies, jamur kulit, gigitan serangga)
6) Dermatosis (dermatitis atopic, liken planus, dermatitis herpetiformis,
dishidrosis)
2.3.3 Etiologi
2.3.4 Pathofisiologi
1. Xerosis
Xerosis merupakan masalah kulit yang sering terjadi (60% - 90%) pada
pasien dialisis yang memicu terjadinya pruritus uremia. Xerosis atau dry
skin akibat atrofi kelenjar sebasea, gangguan fungsi sekresi eksternal, dan
gangguan hidrasi stratum korneum. Skin dryness pada pasien dialisis yang
pruritus mempunyai hidrasi lebih rendah dibandingkan pasien dialisis tanpa
keluhan pruritus (Morton et al)
2. Berkurangnya eliminasi transepidermal faktor pruritogenik
Secara teori, akumulasi senyawa pruritogenik yang tidak
terdiaisis dapat menimbulkan efek sensasi gatal di saraf pusat ataupun di
reseptor. Senyawa pruritogenik di antaranya vitamin A, hormon paratiroid
dan histamin yang berpotensi menimbulkan pruritus. Namun tidak ada bukti
yang mendukung bahwa senyawa-senyawa tersebut menyebabkan pruritus
uremik. Kadar plasma vitamin A meningkat pada pasien dialisis, tetapi tidak
ada hubungan antara kadar plasma vitamin A dengan derajat pruritus;
34
bahkan autopsi menunjukkan bahwa kadar vitamin A di organ-organ tubuh
sama atau lebih rendah pada pasien uremia dibandingkan pasien yang
tidak uremia. Senyawa pruritogenik lain adalah interleukin-1, yang
dikeluarkan setelah kontak antara plasma dengan membrane hemodialisis
yang bioinkompatibel. Interleukin-1 mempunyai efek proinflamasi di kulit
dan secara teori dapat menyebabkan rasa gatal. Stale-Backdahl
menyatakan hipotesa bahwa pruritus uremik dapat disebabkan oleh
proliferasi abnormal serabut saraf sensorik yang dikenal sebagai neuropati
uremik. Stale menemukan serabut saraf dan saraf terminal tersebar di
lapisan epidermis pasien dialisis. Namun, laporan terbaru menyatakan
tidak ada perbedaan distribusi serabut saraf sensorik enolase-positip
antara pasien normal dengan pasien uremik. Marker inflamasi seperti C-
reactive protein dan interleukin-6 dilaporkan juga meningkat pada pasien
pruritus uremik.
3. Hiperparatiroid
Hiperparatiroid dapat menstimulasi sel mast untuk melepaskan
histamin dan dapat menyebabkan mikropresipitasi garam kalsium dan
magnesium di kulit. Namun, tidak semua pasien hiperparatiroid berat
mengalami pruritus. Suatu studi pernah melaporkan pruritus dapat hilang
sama sekali setelah tindakan paratiroidektomi. Lebih lanjut diketahui tidak
ada hubungan antara kadar PTH (parathyroid hormone) plasma dengan
proliferasi sel dermal, juga tidak ada perbedaan jumlah sel mast atau kadar
PTH antara pasien dengan atau tanpa pruritus.
1) Hiperkalsemia
2) Hiperfosfatemia
35
Masih menjadi perdebatan dalam terjadinya pruritus uremik.
5. Peningkatan proliferasi sel mast di kulit Pada pasien uremia, jumlah sel
mast dermis meningkat, dan kadar histamin dan triptase plasma lebih
tinggi pada pasien dengan pruritus uremik berat.
36
seperempat pasien mempunyai keluhan saat dan pada akhir dialisis. Pruritus
uremik merupakan diagnosis eksklusi sehingga penyebab pruritus lain pada
pasien yang menjalani dialisis harus dieksklusi terlebih dahulu. Biopsi kulit
pada pasien pruritus uremik biasanya tidak memuaskan. Ekskoriasi akibat
garukan berulang dapat menyebabkan kondisi dermatologi lain seperti likhen
simpleks, prurigo nodularis dan papula keratotik (folikulitis perforatif) dan
hiperkeratosis folikular. Keluhan pruritus digolongkan berdasarkan derajat
keluhan, frekuensi, dan distribusinya. Menurut Narita et al (2008) dalam Evi
Rosana (2013) sistem skor yang diperkenalkan oleh Duo, kemudian dimodifi
kasi oleh Mettang dan Hiroshige, seperti berikut ini:
2.3.6 Penatalaksanaan
37
melaporkan pruritus umum hilang setelah transplantasi ginjal. Bagi pasien
yang tidak dapat melakukan transplantasi atau masih menunggu, pengobatan
yang berhubungan ataupun tidak berhubungan dengan prosedur dialisis dapat
meringankan keluhan pruritus. Menurut Henrich WL dalam Evi Rosana (2013)
pengobatan tersebut di antaranya:
38
3) Antihistamin: antihistamin yang tidak mengandung penenang
4) Tahlidomide: Terbukti ampuh mengatasi pruritus nodular dan beberapa
jenis pruritus kronik
39
3. Upaya lain yang berguna untuk menghindari pruritus, diantaranya
mencegah faktor pengendap, seperti pakaian yang kasar,terlalu panas dan
menyebabkan vasodilatasi, jika menimbulkan rasa gatal, untuk gatal ringan
dengan penyebab yang tidak membahayakan seperti kulit kering, dapat
dilakukan penanganan sendiri berupa:
1) Mandi dengan air hangat suam suam kuku
2) Tidak mandi terlalu sering dengan air yang berkaporit tinggi
3) Kamar tidur harus bersih, sejuk dan lembab
4) Memasang alat pelembab udara teruatama diruang berAC
5) Mengenakan pakaian yang mudah menyerap keringat
6) Menghindari komsumsi kafein, alkohol, rempah-rempah yang
menimbulkan keringat berlebihan.
7) Menjaga hiegeint pribadi dan lingkungan
8) Mencegah komplikasi akibat garukan dengan cara memotong kuku
dan menggosok kulit yang gatal menggunakan telapak tangan
1) Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
40
b. Riwayat Penyakit
a) Riwayat Penyakit Sekarang
41
gerak
b. Integritas ego
42
disritmia jantung, nadi lemah halus, hipotensi ortostatik
menunjukan hipovolemi, pucat, kulit coklat kehijauan,
kuning dan cenderung perdarahan. Anemia normokrom,
trombositopenia, gangguan leukosit, perdarahan.
c. B3 (Brain)
43
GGK/depresi respon imun), ptekia, area ekimosis pada
kulit, fraktur tulang, defisit fosfat kalsium pada kulit,
jaringan lunak dan keterbatasan gerak sendi.
4) Pemeriksaan diagnostik
a. Laboratorium
Urinalisis didapatkan warna kotor, sedimen kecoklatan menunjukkan
adanya darah, Hb, dan myoglobin. Berat jenis <1.020 menunjukkan
penyakit ginjal, pH urine >7.00 menunjukkan ISK, NTA, dan GGK.
Osmolalitas kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan ginjal
dan rasio urine: serum sering 1: 1.
b. Pemeriksaan BUN dan kadar kreatinin
Terdapat peningkatan yang tetap dalam BUN dan laju
peningkatannya bergantung pada tingkat katabolisme (pemecahan
protein), perfusi renal dan masukan protein. Serum kratinin
meningkat pada kerusakan glomerulus. Kadar kreatinin serum
bermanfaat dalam pemantauan fungsi ginjal dan perkembangan
penyakit.
c. Pemeriksaan elektrolit
Pasien yang mengalami penurunan lajut filtrasi glomerulus tidak
mampu mengeksresikan kalium. Katabolisme protein mengahasilkan
pelepasan kalium seluler ke dalam cairan tubuh, menyebabkan
hiperkalemia berat. Hiperkalemia menyebabkan disritmia dan henti
jantung.
d. Pemeriksaan Ph
Pasien oliguri akut tidak dapat mengeliminasi muatan metabolik
seperti substansi jenis asam yang dibentuk oleh proses metabolik
normal. Selain itu, mekanisme bufer ginjal normal turun. Hal ini
ditunjukkan dengan adanya penurunan kandungan karbon dioksida
darah dan pH darah sehingga asidosis metabolik progresif menyertai
gagal ginjal.
5) Penatalaksanaan medis
a. Pada penurunan cadangan ginjal dan insufisiensi ginjal, tujuan
pelaksanaan adalah memperlambat kerusakan nefron lebih lanjut,
terutama dengan restriksi protein dan obat-obat antihipertensi
44
b. Pada gagal ginjal, terapi ditujukan untuk mengoreksi
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
c. Pada penyakit ginjal stadium akhir, terapi berupa dialisis atau
transplantasi ginjal
45
6) Termoregulasi tidak efektif
7) Ansietas berhubungan dengan krisis situasi
3. Post Hemodialsis:
1) Resiko perdarahan berhungan aneurisma atau pseudoanerisma,
gangguan koagulasi, tindakan pembedahan
2.4.3 Intervensi
1. Pre HD
46
Objektif: 8. Monitor efek samping
Edema deuretik (hipotensi
anasarka dan ortortostatik,
atau edema hipovolemia,
perifer hipokalemia,
Berat badan hiponatremia)
meningkat Terapeutik
dalam waktu 9. Timbang berat badan
singkat setiap hari pada
Jugular venous waktu yang sama
pressure (JVP) 10. Batasi asupan cairan
dan atau dan garam
central venous 11. Tinggikan kepala
pressure (CVP) tempat tidur 30-40°
meningkat Edukasi
Refleks hepato 12. Anjurkan melapor jika
jugular positif haluan urin <0,5
Gejala dan Tanda ml/kg/jam dalam 6
Minor: jam
Subjektif: - 13. Anjurkan melapor jika
Objektif: BB bertambah >1kg
Distensi vena dalam sehari
jugularis 14. Ajarkan cara
Terdengar mengukur dan
suara nafas mencatat asupan dan
tambahan haluan cairan
Hepatomegali 15. Ajarkan cara
Kadar Hb/Ht membatasi cairan
turun Kolaborasi
Oliguria 16. Kolaborasi pemberian
Intake lebih diuretik
banyak dari 17. Kolaborasi
output (balance penggantian
cairan positif) kehilangan kalium
Kongesti paru akibat deuretik
Penyakit ginjal: Pemantauan cairan
gagal ginjal Observasi
akut/kronis, 1. Monitor frekuensi dan
sindrom nefrotik kekuatan nadi
Hipoalbuminem 2. Monitor frekuensi
ia nafas
Gagal jantung 3. Monitor tekanan
kongestif darah
Kelainan 4. Monitor berat badan
hormon 5. Monitor waktu
Penyakit hati pengisian kapiler
(sirosis, asites, 6. Monitor elastisitas
kanker hati) dan turgor kulit
47
Penyakit vena 7. Monitor jumlah,
perifer (varises warna dan berat jenis
vena, trombus urin
vena, plebitis) 8. Monitor kadar
albumin dan protein
total
9. Monitor hasil
pemeriksaan serum
10. Monitor intake dan
output cairan
11. Identifikasi tanda-
tanda hipervolemia
Manajemen cairan
Observasi
1. Monitor status
hidrasi
2. Monitor berat badan
harian
3. Monitor berat badan
sebelum dan
sesudah dianalisis
4. Monitor hasil
pemeriksaan
laboratorium
(hemaktokrit, Na, K,
Cl, berat jenis urin,
BUN)
5. Monitor status
hemodinamik (MAP,
CVP, PAP, PCWP,
jika ada)
Terapeutik
6. Catan intake output
dan hitung balance
cairan 24 jam
7. Berikan asupan
cairan, sesuai
kebutuhan
8. Berikan cairan
intravena, jika perlu
Kolaborasi
9. Kolaborasi
pemberian deuretik,
jika perlu
Manajemen Elektrolit
Observasi
1. Identifikasi tanda dan
gejala ketersediaan
48
kadar elektrolit
2. Identifikasi penyebab
ketidakseimbangan
elektrolit
3. Identifikasi
kehilangan elektrolit
melalui cairan
4. Monitor kadar
elektrolit
5. Monitor efek samping
pemberian suplemen
elektrolit
Terapeutik
6. Berikan cairan, jika
perlu
7. Berikan diet yang
tepat (tinngi kalium,
rendah natrium)
8. Pasang akses
intravena, jika perlu
Edukasi
9. Jelaskan jenis,
penyebab dan
penanganan
ketidakseimbangan
elektrolit
Kolaborasi
10.Kolaborasi pemberian
suplemen elektrolit
sesuai indikasi
Manajemen Asam-Basa
Observasi
1. Identifikasi penyebab
ketidakseimbangan
asam basa
2. Monitor frekuensi dan
kedalaman nafas
3. Monitor status
neurologis (tingkat
kesadaran, status
mental)
4. Monitor irama dan
frekuensi jantung
5. Monitor perubahan
Ph, PaCO2, HcO3
Terapeutik
6. Ambil spesimen
49
darah arteri untuk
pemeriksaan AGD
7. Berikan oksigen,
sesuai indikasi
Edukasi
8. Jelaskan penyebab
dan mekanisme
terjadinya gangguan
asam basa
Kolaborasi
9. Kolaborasi pemberian
ventilasi mekanik, jika
perlu
Managemen
Hemodialisis
Observasi
1. Identifikasi tanda dan
gejala serta
kebutuhan HD
2. Identifikasi kesiapan
HD
3. Monitor TTV,tanda-
tanda perdarahan
dan respon selama
dialysis
4. Monitor TTV pasca
HD
Terapeutik
5. Siapkan peralatan HD
6. Lakukan prosedur HD
dengan prinsip
aseptik
7. Atur filtrasi sesuai
kebutuhan penarikan
cairan
8. Atasi hipotensi
selama proses
dialysis
9. Hentikan HD bila
mengalami kondisi
yang membahayakan
Edukasi
10. Jelaskan tujuan dan
prosedur
Hemodialisis
Kolaborasi
11. Kolaborasi pemberian
heparin pada
50
bloodline sesuai
indikasi
51
luka lambat 12.Anjurkan mengecek
□ indeks ankle- air mandi untuk
brachial <0,90 menghindari kulit
□ ruit femoral terbakar
13.Anjurkan
menggunakan obat
penurun tekanan
darah, antikoagulan,
dan penurun
kolesterol, jika perlu
14. Anjurkan minum obat
pengontrol tekakan
darah secara teratur
15. Anjurkan menghindari
penggunaan obat
penyekat beta
16. Ajurkan melahkukan
perawatan kulit yang
tepat(mis.
Melembabkan kulit
kering pada kaki)
17. Anjurkan program
rehabilitasi vaskuler
18. Anjurkan program
diet untuk
memperbaiki
sirkulasi( mis.
Rendah lemak jenuh,
minyak ikan,
omega3)
19. Informasikan tanda
dan gejala darurat
yang harus
dilaporkan( mis. Rasa
sakit yang tidak
hilang saat istirahat,
luka tidak sembuh,
hilangnya rasa)
Gangguan Setelah dilakukan Perawatan integritas
integritas kulit b.d Tindakan kulit
perubahan sirkulasi keperawatan Observasi
selama 5 jam di 1. Identifikasi penyebab
harapkan gangguan integritas
integritas kulit kulit (mis. Perubahan
dan jaringan sirkulasi, perubahan
meningkat status nutrisi)
dengan kriteria Terapeutik
hasil: 2. Ubah posisi tiap 2
52
Hidrasi jam jika tirah baring
meningkat 3. Gunakan produk
Kerusakan berbahan
jaringan/lapisan ringan/alami dan
kulit menurun hipoalergik pada kulit
Nyeri dan gatal sensitif
menurun 4. Hindari produk
berbahan dasar
alkohol pada kulit
kering
Edukasi
5. Anjurkan
menggunakan
pelembab (mis.
Lotion atau serum)
6. Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun
secukupnya
7. Anjurkan menghindari
terpapar suhu
ekstrem
8. Motivasi pasien &
keluarga untuk
melakukan HD 3x/
minggu, serta di
tawarkan untuk
penggunaan holofiber
baru untuk lebih
menarik sisa – sisa
zat disenfektan
Nyeri Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
tindakan Observasi
keperawatan 1. Identifikasi factor
selama 3x8 jam pencetus dan pereda
maka tautan nyeri nyeri
meningkat dengan 2. Monitor kualitas nyeri
kriteria hasil: Monitor lokasi dan
□ Melaporkan penyebaran nyeri
nyeri terkontrol 3. Monitor intensitas
meningkat nyeri dengan
□ Kemampuan menggunakan skala
mengenali 4. Monitor durasi dan
onset nyeri frekuensi nyeri
meningkat Teraupetik
□ Kemampuan 5. Ajarkan Teknik
menggunakan nonfarmakologis
teknik untuk mengurangi
nonfarmakologi rasa nyeri
53
s meningkat 6. Fasilitasi istirahat dan
□ Keluhan nyeri tidur
penggunaan Edukasi
analgesik 7. Anjurkan memonitor
menurun nyeri secara mandiri
□ Meringis 8. Anjurkan
menurun menggunakan
□ Fekuensi nadi analgetik secara tepat
membaik Kolaborasi
□ Pola nafas Kolaborasi
membaik 9. pemberian obat
□ Tekanan darah analgetic
membaik
Resiko Infeksi Pencegahan Infeksi
Dibuktikan Obeservasi
dengan (factor 1. Monitor tanda dan
resiko): gejala infeksi lokal
□ Penyakit kronis dan sistemik
(mis. Diabetes Terapautik
melitus) 2. Batasi jumlah
□ Efek prosedur pengunjung
invasif 3. berikan perawatan
□ Malnutrisi pada daerah edema
□ Peningkatan 4. cuci tangan sebelum
paparan dan sesuadah kontak
organisme dengan pasien dan
patogen lingkungan
lingkungan Edukasi
□ Ketidakadekuat 5. Jelaskan tanda dan
an pertahanan gejala infeksi
tubuh preimer: 6. Ajarkan cara
□ Gangguan memriksa luka
7. Anjurkan
peristaltik
meningkatkan asupan
□ Kerusakan
cairan
integritas kulit
□ Perubahan
sekresi pH
□ Penurunan
kerja siliaris
□ Ketuban pecah
lama
□ Ketuban pecah
sebelum
waktunya
□ Merokok
□ Statis cairan
54
tubuh
□ Ketidakadekuat
an pertahanan
tubuh
sekunder:
□ Penurunan
hemoglobin
□ Imununosupresi
□ Leukopenia
□ Supresi respon
inflamasi
□ Vakasinasi
tidak adekuat
2. Intra HD
55
Tekanan darah asupan cairan oral
menurun Kolaborasi
Tekanan nadi 7. Kolaborasi
menyempit pemberian cairan IV
Turgor kulit isotonis (mis. NaCL,
menurun RL)
Membrane 8. Kolaborasi
mukosa kering pemberian cairan IV
Volume urin hipotonis (mis.
menurun Glukosa 2,5%,
Hematokrit NaCL 0,4%)
meningkat 9. Kolaborasi
pemberian cairan
Gejala dan Tanda koloid (mis. Albumin,
Minor: Plasmanate)
Subjektif: 10.Kolaborasi
Merasa lemah pemberian produk
Mengeluh haus darah
Pencegahan syok
Objektif: Observasi
Pengisian vena 1. Monitor status
menurun kardiopulmonal
Status mental (frekuensi dan
berubah kekuatan nadi,
Suhu tubuh frekuensi napas, TD,
meningkat MAP)
Konsentrasi 2. Monitor status
urin meningkat oksigenasi (oksimetri
Berat badan nadi, AGD)
turun tiba-tiba 3. Monitor status cairan
(masukan dan
haluaran, turgor kulit,
CRT)
4. Monitor tingkat
kesadaran dan
respon pupil
5. Periksa riwayat alergi
Terapeutik
6. Berikan oksigen
untuk
mempertahankan
saturasi oksigen
>94%
7. Pasang jalur IV, jika
perlu
8. Pasang kateter urine
untuk menilai
produksi urine, jika
56
perlu
9. Lakukan skin test
untuk mencegah
reaksi alergi
Edukasi
10. Jelaskan
penyebab/faktor
risiko syok
11. Jelaskan tanda dan
gejala awal syok
12. Anjurkan
memperbanyak
asupan cairan oral
11. Anjurkan
menghindari
allergen
Kolaborasi
12.Kolaborasi
pemberian IV, jika
perlu
13.Kolaborasi
Pemberian transfusi
darah, jika perlu
Kolaborasi
14. Pemberian
antiinflamasi, jika
perlu
57
syndrome Mean arterial 5.Berikan oksigen
[SIRS]) pressure membaik untuk
Tekanan darah mempertahankan
sistolik membaik saturasi oksigen
Tekanan darah >94%
diastolic membaik6.Persiapkan intubasi
Tekanan nadi dan ventilasi
membaik mekanis, jika perlu
Pengisian kapiler7.Pasang jaur IV jika
membaik perlu
Frekuensi nadi 8. Pasang kateter urine
membaik untuk menilai
Frekuensi napas produksi urine, jika
membaik perlu
9.Lakukan skin test
untuk mencegah
reaksi alergi
Edukasi
10. Jelaskan
penyebab/faktor
risiko syok
11. Jelaskan tanda dan
gejala awal syok
12. Anjurkan melapor
jika menemukan/
merasakan tanda
dan gejala awal
syok
13. Anjurkan
memperbanyak
asupan cairan oral
14. Anjurkan
menghindari
allergen
Kolaborasi
15. Kolaborasi
pemberian IV, jika
perlu
16. Kolaborasi pemberia
transfusi darah, jika
perlu
17. Kolaborasi
pemberian
antiinflamasi, jika
perlu
Ansietas Setelah dilakukan Reduksi ansietas
dibuktikan tindakan selama 5 Observasi
dengan jam tingkat cemas 1. Identifikasi saat
58
□ Kurang menurun, dengan tingkat ansietas
terpaparnya kriteria hasil: berubah (kondisi,
informasi Verbalisasi waktu, stress)
Dibuktikan dengan kebingungan 2. Monitor tanda
□ Merasa bingung menurun ansietas
□ Merasa khawatir Verbalisasi Terapautik
dengan akibat khawatir menurun 3. Ciptakan suasana
dari kondisi yang Perilaku gelisah terapautik untuk
dihadapi menurun menumbuhkan
□ Tampak gelisah Pola tidur membaik kenyamanan
4. Temani pasien untuk
menurangi
kecemasan, jika
memungkinkan
5. Pahami situasi yang
membuat ansietas
6. Dengarkan dengan
penuh perhatian
7. Gunakan
pendekatan yang
tenang dan penuh
perhatian
8. Motivasi
mengidentifikasi
situasi yang memicu
kecemasan
Edukasi
9. Jelaskan prosedur,
termasuk sensasi
yang mungkin
dialami
10. Informasikan secara
fakstual mengenai
diagnosis,
pengobatan dan
prognosis
11. Anjurkan keluarga
untuk tetap
Bersama pasien,
jika perlu
12. Latih tekhnik
relaxasi
Kolaborasi
13. Kolaborasi
pemberian obat
antiansietas, jika
perlu
59
3. POST HD
60
Tindakan membaik dan gejala
pembedahan □ Tekanan darah perdarahan
Trauma membaik 10. Anjurkan
Kurang □ Denyut nadi menggunakan
terpapar apikal membaik kaus kaki saat
informasi □ Suhu tubuh ambulasi
tentang membaik 11. Anjurkan
pencegahan meningkatkan
perdarahan asupan cairan
Proses untuk
keganasan menghindaru
konstipasi
12. Anjurkan
menghindari
aspirin atau
antikoagulan
13. Anjurkan
meningkatkan
asupan makanan
dan vitamin K
14. Anjurkan segera
melapor jika terjadi
perdarahan
Kolaborasi
15. Kolaborasi
pemberian obat
pengontrol
perdarahan, jika
perlu
61
2.4.4 Implementasi
Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh
perawat terhadap pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pelaksanaan rencana keperawatan diantaranya: Intervensi dilaksanakan
sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi; ketrampilan interpersonal,
teknikal dan intelektual dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang
tepat, keamanan fisik dan psikologis klien dilindungi serta dokumentasi
intervensi dan respon pasien. Pada tahap implementasi ini merupakan
aplikasi secara kongkrit dari rencana intervensi yang telah dibuat untuk
mengatasi masalah kesehatan dan perawatan yang muncul pada pasien
(Hidayat, 2004).
2.4.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana
evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan
melibatkan pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya. Tujuan dari
evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan
tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang
(Hidayat, 2004).
Evaluasi pada klien dengan CKD, yaitu:
62
Adapun ukuran pencapaian tujuan pada tahap evaluasi meliputi:
63
2.5 Pathway
infeksi vaskuler Zat toxit Gangguan metabolik Obstruksi saluran kemih
Kerusakan progresif struktur ginjal arterisklerosi Tertimbun ginjal Metabolism lemak Penumpukan cairan Batu besar
s penebalan membrane dasar kapiler pelvis ginjal ureter dan kasar
Iskemik ginjal
Glomeruli diganti oleh jaringan Suplay darah ke ginjal Disfungsi endoktej Atropi parenkim Menekan
serabut, fungsi nefron hilang turun mikrovaskuler fungsi ginjal ginjal syaraf perifer
nekrosis
mikroangiopati hifronefrosis Nyeri pinggang
Resiko perfusi Renal
tidak efektif
nefropati Kerusakan struktur ginjal
GFR
CKD
Retensi Na Hipertrofi
Sekresi protein terganggu ventrikel kiri Gagal jantung Sekresi eritropoitin
Total CES
Sindrom uremia Gg. Keseimbangan asam basa Bendungan atrium kiri Fungsi sumsum tulang belakang
Tekanan kapiler
Perpostemia Iritasi lambung nausea Edema paru Produksi sel darah merah
Volume darah
Pruritus Asam lambung Kongesti paru Anemia
Transudasi cairan dari intrasel ke ektra sel
Perfusi perifer
Gatal, digaruk Mual muntah HbO2
hipervolemia Pertukaran gas inadekuat / AGB tidak efektif
edema
64
Gg. Rasa nyaman Resti infeksi Beban jantung Metabolisme sel
Penatalaksanaan CKD
Hemodialisis
CAPD Transplantasi Ginjal
Intra HD Post HD
ultrafiltrasi Ketidakseimba difusi Sirkulasi Blood Prosedur Pemberian Proses HD Luka insersi Pemberian
ngan elektrolit ektra Pump priming/ continue akses vaskuler/ continue
dalam tubuh corporeal tinggi reuse koagulasi bekas DL koagulasi
UF berlebih Calcium hipogli Adanya aritmia Zat-zat pada Penurunan Kecemasan Efek Penurunan
kemia akses masuk dializer belum factor intrinsic menghadapai Tindakan factor intrinsic
udara keluar secara koagulasi terapi HD invasif koagulasi
maksimal
Kehilangan Kram otot Ketidakstabilan Resiko terjadi Nyeri Masuk ke Resiko Krisis Resiko terpapar Resiko
cairan di gula darah emboli udara dada tubuh pasien perdarahan situasi organisme perdarah
ekstravaskuler (hipoglikemia) patogen an
Resiko Resiko syok Pola nafas tidak efektif Termoregulasi tidak ansietas Resiko
hipovolemia hipovolemia efektif infeksi
65
66
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY S DENGAN PRURITUS YANG MENJALANI
HEMODIALISIS
3.1 Pengkajian
a) Identitas Klien
Nama : Ny S
Usia : 61 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Pernikahan : Cerai hidup
Agama : Islam
No.RM : 11507314
Tgl Pengkajian : 9 agustus 2022 jam 14.00 WIB
Sumber Informasi : pasien dan keluarga
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Dusun tegalsari
Nomer telpon : 085707xxxxxx
Keluarga yang bisa dihubungi: 085707xxxxxx
b). Status Kesehatan Saat ini:
Keluhan Utama: pasien mengatakan kaki bengkak
Diagnosis Medis: CKD stadium 5
c). Riwayat Kesehatan Sekarang:
Pasien mengatakan menderita CKD sejak 3 bulan yang lalu, kulit kering dan gatal-
gatal pada seluruh tubuh dimulai sekitar 1 bulan terakhir. Saat pengkajian
ditemukan edema pada ke 2 tungkai dan adanya asites, keluarga mengatakan
gatal selalu berkurang setelah dilakukan hemodialisis. Ketika terasa gatal pasien
selalu menggaruk -garuk kadang sampai lecet. Untuk akses hemodialisi pasien
menggunakan AV shunt di tangan kiri. pasien rutin cuci darah seminggu 2x setiap
hari selasa dan jumat, saat ini klien sudah menjalani hemodialisis ke 17 (pada
tanggal 9 agustus 2022)
d). Riwayat Kesehatan Terdahulu:
1. Penyakit yang pernah dialami: penyakit jantung
2. Alergi: klien alergi terhadap makanan yang bersal dari ikan
3. Kebiasaan: Frekuensi
a. Merokok : tidak pernah
67
b. Kopi : tidak pernah
c. Alkohol : tidak pernah
68
Selama menjalani hemodialisis, pasien menggunakan BPJS.
3. Yang biasa dilakukan apabila stress/ mengalami masalah
Pasien dan anak – anaknya selalu saling menguatkan.
4. Harapan setelah menjalani perawatan
Keluhan yang dirasakan oleh pasien bisa berkurang sampai hilang
5. Perubahan yang dirasa setelah sakit
Pasien jadi merasa mudah lelah untuk berjalan jauh, pasien hanya sanggup untuk ke
kamar mandi, makan. Sejak sakit pasien tidak pernah berinteraksi dengan tetangga
sekitarnya karena untuk keluar rumah pasien sudah merasakan mudah lelah
69
2. B1 (Breathing):
a. Bentuk dada simetris
b. Frekwensi nafas 20x/menit
c. Retraksi intercostae (-)
Wheezing rhochi
- -
- -
- -
- -
- -
3. B2 (Blood):
a. TD: 182/76 mmHg
b. Nadi: 90x/menit
c. Terdapat pitting oedem pada ke 2 tungkai derajat 3
d. Terdapat asites
e. Konjungtiva anemis
f. CRT >3 detik
g. Hb 7.6 g/dl
h. Terdapat pembesaran pada vena jugularis
4. B3 (Brain):
a. Kesadaran compos metis
b. GCS 4-5-6
5. B4 (Bladder):
Sejak sakit pasien tidak keluar BAK
6. B5 (Bowel):
Selama sakit tidak ada masalah, BAB setiap 2 hari sekali
7. B6 (Bone):
a. Kulit tampak kering dan pucat
b. Warna kulit agak hitam
c. Kulit tampak kering dan timbul sisik/ warna putih - putih di kulit
d. Terdapat erupsi bekas luka iritan karena garukan
e. Tedapat ruam - ruam warna mersh pada ekstrimitas atas dan bawah
f. Turgor kulit turun
Kekuatan otot Edema
5 5 0 0
5 5 3 3
l). Hasil Pemeriksaan Penunjang
70
Hasil laboratorium tanggal 2 agustus 2022
Hematologi hasil
Hemoglobin 7.6 g/dl 10.85 -14.90
Eritrosit 2.56 juta 4.11 - 5.55
Leukosit 16.71103/mm3 4.79 - 11.34
Hematokrit 23.80% 34.00 -45.10
Trombosit 313.00103/mm3 216.0 - 451.0
MCV 93.00 µm3 71.80 - 92.00
MCH 29.70 pg 22.60 - 31.01
MCHC 31.90 g/dl 30.80 – 35.20
RDW 15.80 % 11.30 – 14 00
PDW 10.2fL 9 - 13
MPV 9,6 fL 7.2 - 11.1
P-LCR 20.6 % 15.0 - 25.0
PCT 0.30 % 0.510 - 0.400
NRBC percent 0.00 103/µL
Hitung jenis 0.0 %
Eosinophil 5.00 % 0.70 - 5.40
Basophil 0.20 % 0.00 - 1.00
Neutrophil 80.40 % 42.50 - 71.00
Limfosit 6.9 % 20.40 – 44.60
monosit 7.5 % 3.60 – 9.90
Eosinofil absolut 0.84 103/mm 3
0.04 – 0.43
71
Ferritin 1264.00 dg/dL Dewasa 13 - 150
Kimia klinik
Elektrolit
Elektrolit serum
Natrium (Na) 133 mmol/L 136-145
Kalium (K) 4.02 mmol/ 3.5 -5.0
Klorida (Cl) 110 mmol/L 98 - 106
DATA INTRA HD
72
1. DS: Pasien mengatakan badan masih terasa lemas
DS: pasien mengatakan ingin turun seperti pasien yang lain
2. Data Obyektif:
a. Keadaan Umum: kondisi umum lemah, GCS 4-5-6
b. Pasien terlihat tidak tenang saat pasien lain sudah turun
Advis HD:
1) UF goal 3 liter
2) Lama hemodialisis 5 jam
3) Kt/v 1.6
4) QB: 200 ml/menit
5) QD:500 ml/menit
6) Heparin minimal 2500 ui
c. B1 (Breathing):
1) Bentuk dada simetris
2) Frekwensi nafas 20x/menit
3) Retraksi intercostae (-)
Wheezing rhochi
- -
- -
- -
- -
- -
d. B2 (Blood):
1) TTV jam 15.11
TD 189/104 mmHg
Nadi 95 x/menit
2) Terdapat pitting oedem pada ke 2 tungkai derajat 2
3) Terdapat asites
4) CRT > 3 detik
5) Terdapat pembesaran pada vena jugularis
e. B3 (brain): kesadaran compos metis, GCS 4-5-6
f. B4 (Bladder): pasien sudah tidak bisa BAK
g. B5 (Bowel): saat HD tidak BAB
h. B6 (Bone)
1) Kulit tampak kering dan pucat
2) Warna kulit agak hitam
3) Kulit tampak kering dan timbul sisik/ warna putih - putih di kulit
73
4) Terdapat erupsi bekas luka iritan karena garukan
5) Tedapat ruam - ruam warna mersh pada ekstrimitas atas dan bawah
6) Turgor kulit membaik
Kekuatan otot Edema
5 5 0 0
5 5 3 3
DATA POST HD
74
1. DS: Keluarga mengatakan terdapat rembesan darah di plester akses setelah selesai
HD
2. DO:
a. Keadaan Umum:
a) Plester bekas luka fistula tampak ada rembesan darah
b) Akral hangat
c) Konjungtiva anemis
d) BB post HD 50 kg
e) Ada plester fiksasi di lengan kiri
b. B1 (Breathing):
a) Bentuk dada simetris
b) Frekwensi nafas 20x/menit
c) Retraksi intercostay (-)
Wheezing rhochi
- -
- -
- -
- -
- -
c. B2 (Blood)
a) TD 176/83 mmHg
b) Nadi 98 x/menit
c) Terdapat pitting oedem pada ke 2 tungkai derajat 2
d) Terdapat acites
e) CRT < 3 detik
f) Terdapat pembesaran pada vena jugularis
g) Membrane mukosa lembab
d. B3 (brain):
b) Kesadaran compos menthis
c) GCS 4-5-6
e. B4 (Bladder): tidak BAK selama proses HD sampai selesai
i. B5 (Bowel): tidak BAB setelah proses HD
f. B6 (Bone):
a) Kulit tampak kering dan pucat
b) Warna kulit agak hitam
c) Kulit tampak kering dan timbul sisik/ warna putih - putih di kulit
d) Terdapat erupsi bekas luka iritan karena garukan
75
e) Tedapat ruam - ruam warna mersh pada ekstrimitas atas dan bawah
f) Turgor kulit membaik
g) Terdapat rembesan pada plester penutup
h) Kekuatan otot Edema
5 5 0 0
5 5 2 2
76
Analisis Data
No Data Etiologi Masalah
. Keperawatan
Analisis Data Pre HD
1. DS: GFR turun Hipervolemia
Pasien mengatakan
bengkak pada bagian Retensi Na dan air
kaki, tungkai dan
pergelangan kaki Peningkatan
Pasien mengatakan permiabilitas kapiler
sudah tidak BAK sejak
sakit
DO: Transudasi cairan
Acites (+)
Distensi vena jugularis
edema
(+)
BB post HD yang lalu 51
kg
Gangguan mekanisme
BB pre 53 kg
regulasi
Tanda-tanda vital pre
HD:
o TD: 182/76 mmHg Hypervolemia
o Nadi: 92x/menit
o RR: 20 x/menit
Intake + 750 cc/24 jam
IWL 530 cc
Balance cairan =
Intake = produksi urin
/24jam + IWL
750 cc = 0 + 530 cc
220 cc (balance cairan
positif)
Hasil laborat pada
tanggal 2 - 08 - 2022
77
o Hb: 7,6 g/dl
o Hematokrit: 23,80%
2 DS: Penurunan fungsi ginjal Perfusi perifer
Pasien mengatakan badan tidak efektif
terasa lemas
DO: eritropoitin menurun
K/u lemah
Warna kulit pucat
Edema gerajat 3 produksi sel darah
Konjungtiva anemis merah menurun
CRT > 3 detik
Turgor kulit menurun anemia
Hematokrit: 23,80%
78
Pemeriksaan integumen
Warna kulit agak hitam
Kulit tampak kering dan
timbul sisik/ warna putih -
putih dikulit
Terdapat erupsi bekas luka
iritan karena garukan
Tedapat ruam - ruam warna
mersh pada ekstrimitas atas
dan bawah
4 DS: Sekresi protein Resiko infeksi
Keluarga mengatakan ketika Terganggu
Resiko infeksi
Analisis Data Intra HD
5 DS: Proses hemodialisis ansietas
Pasien mengatakan ingin
turun seperti pasien yang
Kecemasan
lain menghadapai terapi
DO: HD
Pasien tampak gelisah
ketika melihat pasien lain Krisis situasi
sudah turun
Pasien tampak tegang Pasien cemas
TTV jam 18.00
79
o TD 198/100 mmHg
o Nadi 95 x/menit
o RR 20 x/menit
DS: Pemrograman Resiko syok
Pasien mengatakan BB ultrafiltrasi berlebih hipovolemia
Akral hangat
CRT > 3 detik
Program HD
o UFG 3 Liter
o UFR 600ml/jam
Analisis Data Post HD
6. DS: CKD Resiko
perdarahan
Keluarga mengatakan
terdapat rembesan darah di tindakan HD
plester akses setelah
selesai HD
pemberian heparin
DO: countinous
Peresepan heparin 2500
UI
Tampak rembesan darah Penurunan factor
di plester penutup akses intrinsic Koagulasi
Resiko perdarahan
80
3.2 Diagnosis Keperawatan
81
3.3 Intervensi Keperawatan
82
16.Atasi hipotensi selama
proses dialysis
17.Hentikan HD bila
mengalami kondisi yang
membahayakan
Edukasi
18. Jelaskan tujuan dan
prosedur Hemodialisis
Kolaborasi
19. Kolaborasi pemberian
heparin pada bloodline
sesuai indikasi
83
dan hipoalergik pada
kulit sensitif
4.Hindari produk berbahan
dasar alkohol pada kulit
kering
Edukasi
5.Anjurkan menggunakan
pelembab (mis. Lotion
atau serum)
6.Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun
secukupnya
7.Anjurkan menghindari
terpapar suhu ekstrem
8.Motivasi pasien &
keluarga untuk
melakukan HD 3x/
minggu, serta di
tawarkan untuk
penggunaan holofiber
baru untuk lebih menarik
sisa – sisa zat
disenfektan
84
Intervensi Keperawatan Intra HD
4. Ansietas Setelah dilakukan tindakan Reduksi ansietas
dibuktikan selama 1 jam tingkat cemas Observasi
dengan menurun, dengan kriteria 1. Identifikasi saat tingkat
□ Kurang hasil: ansietas berubah
terpaparnya Verbalisasi kebingungan (kondisi, waktu, stress)
informasi menurun 2. Monitor tanda ansietas
□ Krisis situasi Verbalisasi khawatir Terapautik
Dibuktikan menurun 3. Ciptakan suasana
dengan Perilaku gelisah menurun terapautik untuk
□ Merasa menumbuhkan
bingung kenyamanan
□ Merasa 4. Pahami situasi yang
khawatir membuat ansietas
dengan akibat 5. Dengarkan dengan
dari kondisi penuh perhatian
yang dihadapi 6. Motivasi
Tampak gelisah mengidentifikasi situasi
yang memicu
kecemasan
Edukasi
7. Jelaskan prosedur,
termasuk sensasi yang
mungkin dialami
8. Anjurkan keluarga untuk
tetap Bersama pasien,
jika perlu
9. Latih tekhnik relaxasi
Kolaborasi
10. Kolaborasi pemberian
obat antiansietas, jika
perlu
85
4. Jelaskan
penyebab/faktor resiko
syok
5. Jelaskan tanda dan
gejala awal syok
6. Anjurkan melapor jika
menemukan/merasakan
tanda dan gejala awal
syok
Kolaborasi
7. Kolaborasi pemberian
IV jika perlu
86
3.4 Implementasi Keperawatan
NO. DX JAM IMPLEMENTASI
1,2,3,4 14.05 1.1 Memonitor TTV, tanda dan gejala hypervolemia
2.1 Melakukan pemeriksaan sirkulasi perifer
1.3 Memonitor edema
1.2 Memonitor intake dan output
2.3 Mengidentifikasi faktor resiko perdarahan
14.08 1.9 Mengidentifikasi tanda dan gejala serta kebutuhan HD
1.10. Mengidentifikasi kesiapan HD
1.13 Menyiapkan peralatan HD
1.14 Melakukan prosedur HD sesuai dengan prinsip aseptik
1.18 Menjelaskan tujuan dan prosedur Hemodialisis
14.10 1.19 Berkolaborasi pemograman HD dan pemberian heparin
sesuai indikasi
UF 3 liter
UF rate 0.6 l
QB 200 ml/menit
QD 500 ml/menit
Heparin 2500 iu
Bicarbonat rutin
14.20 3.1 Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
14.45 4.1 Memonitor tanda dan gejala lokal dan sistemik
4.5 Menjelaskan tanda dan gejala infeksi
15.00 4.4 Memotivasi keluarga untuk selalu cuci tangan sebelum
dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan
pasien
15.02 1.4 Membatasi asupan cairan dan garam
1.5 Meninggikan posisi tempat tidur pada bagian bawah
87
15.45 5.5 Menjelaskan tanda dan gejala awal syok
1.3 Memonitor edema
16.00 5.4 Menjelaskan faktor resiko syok
1,2 16.30 1.1 Memonitor TTV, tanda dan gejala hypervolemia
1.3 Memonitor edema
1.2 Memonitor intake dan output
16.35 2.6 Menganjurkan minum obat pengontrol tekanan darah
(pasien minum captropil 25 mg)
2 18.00 2.1 Melakukan pemeriksaan sirkulasi perifer
2.3 Mengidentifikasi factor resiko gangguan sirkulasi
(perdarahan)
18.25 2.4 Melakukan pengukuran tekanan darah
3,5 18.30 5.1 Mengidentifikasi saat tingkat ansietas berubah (kondisi,
waktu, stress)
5.2 Mengkaji tanda ansietas
5.3 Menciptakan suasana terapautik untuk menumbuhkan
kenyamanan
5.8 Memotivasi keluarga untuk menemani pasien untuk
mengurangi kecemasan
5.4 Memahami situasi yang menyebabkan ansietas
5.5 Mendengarkan dengan penuh perhatian
3.8 Memotivasi pasien & keluarga untuk melakukan HD 3x/
minggu, serta di tawarkan untuk penggunaan holofiber
baru untuk lebih menarik sisa – sisa zat disenfektan
5.6 Memotivasi mengidentifikasi situasi yang memicu
kescemasan
5.7 Menjelaskan prosedur tindakan yang dilakukan
5.9 Melatih tekhnik relaxasi
1,4,7 19:00 4.1 Memonitor tanda dan gejala infeksi lokal
7.2 Memonitor tanda-tanda vital
7.1 Memonitor tanda dan gejala perdarahan
19.05 1.3 Memonitor edema
1.2 Memonitor intake output
1.19 Menghentikan program HD
7 19.15 7.1 Memonitor tanda dan gejala perdarahan (rembesan
darah, memeriksa membrane mukosa)
7.2 Mengganti plester dan deppers penutup akses serta
memonitor tanda dan gejala perdarahan
7.3 Mempertahankan bed rest
7.5 Menjelaskan tanda dan gejala perdarahan
88
7.7 Menganjurkan keluarga untuk melaporkan apabila ada
tanda dan gejala perdarahan
7 19.25 7.1 Memonitor tanda dan gejala perdarahan
89
3.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi Keperawatan
NO.DX JAM EVALUASI
Pre HD
1 18.00 S: Pasien mengatakan kakinya masih bengkak
O:
Terdapat pitting odem derajat 2
TTV
TD: 212/111 mmHg
Pasien belum BAK
Turgor kulit membaik
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi
Management hypervolemia no 1,2 dan 3
2 18.00 S: Keluarga pasien mengatakan pasien merasa lemas
O: kesadaran compos mentis, GCS 456
Warna kulit pucat
Konjungtiva anemis
CRT > 3 detik
Turgor kulit membaik
Akral hangat
TD 198/100 mmHg
Nadi 95 x/menit
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi
Perawatan sirkulasi no 1 dan 2
3 19.00 S: Pasien mengatakan kulit masih terasa kering dan gatal
O: kulit tampak kering dan pasien tampak menggaruk selama
proses HD sampai selesai
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
Perawatan integritas kulit no 1,2,3,4,5,6 dan 7 pada
pertemuan berikutnya
91
92
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penerapan asuhan keperawatan tanggal 9 agustus 2022 pada
Ny. S dengan diagnose CKD dengan pruritus yang menajalani HD di ruang
Malahayati RSUD Dr. Syaiful Anwar Malang, penulis dapat mengambil kesimpulan
sebagai berikut:
4.1.1 Pengkajian
Pengkajian pada Ny. S didapatkan data pasien mengeluh bengkak pada pada kaki,
tungkai dan pergelangan kaki serta kulit kering dan terasa gatal. Didaptkan edema
derajat 3 dan ada kenaikan BB 2 kg dalam waktu singkat. Dalam pemeriksaan juga
didapatkan distensi vena jugularis, konjungtiva anemis, turgor kulit turun, CRT> 3
detik, Pada pemeriksaan kulit didapatkan warna kulit hitam, kulit tampak kering dan
timbul sisik/ warna putih dikulit, terdapat erupsi bekas luka iritan karena garukan
serta terdapat ruam-ruam warna mersh pada ektrimitas atas dan bawah, pada saat
pelaksanaan HD juga kami dapatkan bahwa pasien terlihat tidak tenang karena
melihat pasien disampingnya sudah selesai dan pasien juga meminta diakhiri untuk
HD nya.
93
4.1.3 Intervensi Keperawatan
Intervensi yang digunakan pada kasus pasien diatas disesuaikan dengan kondisi
pasien dan intervensi keperawtan yang muncul, yaitu:
1. Managemen Hypervolemia
2. Managemen hemodialisis
3. Perawatan sirkulasi
4. Perawatan integritas kulit
5. Pencegahan infeksi
6. Reduksi ansietas
7. Pencegahan syok
8. Pencegahan perdarahan
94
4.2 Saran
4.2.1 Bagi institusi
Untuk lebih meningkatkan mutu, fasilitas (sarana dan prasarana) pelayanan
kesehatan terutama dalam upaya menerapkan dan memenuhi standart asuhan
CKD dengan Pruritus, seperti:
1. Perlu dimotivasi pasien dan keluarga untuk melakukan HD sebanyak 3x /
minggu dan diusulkan dengan penggantian holofifer agar zat steril bisa
dibersihkan secara maksimal.
2. Perlu ditawarkan kemungkinan dilakukan HD dengan menggunakan HDF
4.2.2 Bagi perawat
Perlu mengembangkan kompetensi perawat hemodialisis untuk menggali
permasalahan yang timbul pada pasien CKD (chronic kidney disease) dengan
Pruritus baik selama pre hemodialisis, intra dan post hemodialisis, sehingga bisa
menerapkan konsep asuhan keperawatan secara holistik dan komprehensif dalam
penatalaksanaan masalah keperawatan untuk mencapai kualitas hidup pasien yang
lebih baik.
4.2.3 Bagi pasien dan keluarga
Pasien dan keluarga klien dapat berperan aktif dan kooperatif pada saat dilakukan
tindakan keperawatan.
95
DAFTAR PUSTAKA
Colvy J. (2010). Gagal Ginjal Tips Cerdas Mengenali dan Mencegah Gagal Ginjal. DAFA
Publishing, Yogyakarta, Indonesia.,
Halim, A. (2016). Buku ajar Ilmu Kesehatan Kulit dan kelamin, alergi Kulit. Fakultas
Kedokteran aniversitas Kristen Indonesia
KDIGO. (2016). Clinical Practice Guideline for the Evaluation and Management of Chronic
Kidney Disease. Kidney International Supplements.
LeMone, dkk. (2016). Buku Ajar Keperawatan medikal Bedah. 5 Vol 3. edited by A. LInda.
Jakarta: EGC.
New et all (2019). Just Have to Take It’-Patient Safety in Acute Care: Perspectives and
Experiences of Patients with Chronic Kidney Disease. BMC Health Services Research
19(1):1- 12. https://doi.org/10.1186/s12913-019- 4014-4. Diakses 7 juni 2022
Rahayu F, dkk. (2018) Hubungan Frekuensi Hemodialisis dengan Tingkat Stres pada Pasien
Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis. J Keperawatan Silampari.
Roswati, E. (2013). Pruritus pada Pasien Hemodialisis. CDK-203, 40(4), 260– 264.
Shaw, et all. (2012). Eczema Prevalence in the United States: Data from the 2003
National Survey of Children’s Health. Journal of Investigative Dermatology 131(1): 67-73.
Tim POKJA SDKI PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta: DPP PPNI
Tim POKJA SDKI PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta: DPP PPNI
Tim POKJA SDKI PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta: DPP PPNI
US Renal Data System (2016). Annual Data Report: Epidemiology of Kidney Disease in
the United States, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/28236831/
96
Yulinda, T. (2012). https://www.scribd.com/doc/117272906/Pathway-CKD. Di akses
tanggal 9 juni 2022.
97
98
99
CURRICULUM VITAE
PENDIDIKAN
MOTTO
Pengalaman kerja
RSU Aminah Blitar tahun 2006 s.d sekarang
1. UGD tahun 2006 s.d 2007
2. Rawat inap tahun 2007 s.d sekarang
100