BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gagal ginjal kronik merupakan salah satu gangguan fungsi ginjal. Gagal ginjal
kronik adalah penurunan fungsi ginjal secara progresif dan ireversibel. Gagal ginjal
kronik biasanya timbul beberapa tahun setelah penyakit atau kerusakan ginjal, tetapi
pada situasi tertentu dapat muncul secara mendadak. Dialisis atau transplantasi ginjal
diperlukan untuk kelangsungan hidup pasien gagal ginjal kronis. Dialisis dilakukan
pada pasien yang mengalami gangguan ginjal untuk membantu mendapatkan kembali
fungsi ginjal yang seharusnya.
Hemodialisis merupakan prosedur penyelamatan jiwa yang mahal. Hemodialisis
memungkinkan sebagian penderita hidup mendekati keadaan yang normal meskipun
menderita gagal ginjal yang tanpa terapi hemodialisis akan menyebabkan kematian.
Hemodialisis digunakan pada pasien dalam keadaan sakit akut dan memerlukan terapi
dialisis jangka pendek atau pasien dengan penyakit gagal ginjal stadium terminal yang
membutuhkan terapi jangka panjang atau terapi permanen. Hemodialisis dilakukan
dengan menggunakan sebuah mesin yang dilengkapi dengan membran penyaring semi
permiabel (ginjal buatan) yang memindahkan produk-produk limbah yang
terakumulasi dari darah ke dalam mesin dialisis. Pada mesin dialisis, cairan dialirkan
dipompa melalui salah satu sisi membran filter (ginjal buatan).
B. Tujuan Hemodialisis
Tujuan dialisis adalah untuk mempertahankan kehidupan dan kesejahteraan pasien
sampai fungsi ginjal pulih kembali (Smeltzer dan Bare, 2002). Terapi pengganti,
kegiatan hemodialisa mempunyai tujuan :
1. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin dan asam urat
2. Membuang kelebihan air.
3. Mempertahankan atau mengembalikan system buffer tubuh.
4. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
5. Memperbaiki status kesehatan penderita.
PEDOMAN PENATALAKSANAAN HEMODIALISIS 2
BAB II
DATA UMUM
A. Jadwal layanan :
a. Terbagi dalam 2 shift : mulai jam 07.00 s/d 14.00 dan jam 14.00 s.d jam 20.00
WIB
b. Dokter jaga HD/dokter ruangan melakukan pemeriksaan dan observasi pasien :
mulai jam 08.00 s/d 14.00
c. Dokter jaga HD/dokter ruangan apabila mengalami kesulitan dapat konsul per
telepon kepada dokter penanggung jawab ruangan HD
d. Apabila ada kondisi emergensi, sewaktu-waktu perawat bisa menghubungi
dokter ruangan.
e. Dokter/tenaga medis yang melaksanakan tugas rangkap, pelayanan ruangan dan
pelayanan di klinik wajib mengutamakan layanan klinik dahulu sesuai jadwal
buka layanan klinik, kecuali emergency.
f. Dokter yang tidak merangkap tugas wajib melakukan pelayanan ruangan sesuai
jadwal.
B. Pengguna layanan
Instalasi Hemodialisis RSU Aminah Blitar melayani pasien dari jenis kunjungan:
a. BPJS : pelayanan re use 4 kali
b. Kunjungan umum : pelayanan single use, pelayanan re use maksimal 4 kali.
c. Kemenkes : Pelayanan single use
C. Penunggu Pasien
1. Jumlah : maximal 2 orang dan diberi ID Card.
2. Patuh terhadap tata tertib penunggu pasien Rumah Sakit.
D. Sistem pembayaran
1. Petugas administrasi instalasi hemodialisis melaksanakan administrasi
pembayaran
2. Petugas administrasi instalasi hemodialisis menyerahkan administrasi
pembayaran kepada kasir
3. Keluarga pasien wajib menyelesaikan administrasi pembayaran di kasir
sebelum pasien pulang
4. Keluarga pasien berhak menerima tanda bukti pembayaran
PEDOMAN PENATALAKSANAAN HEMODIALISIS 3
KANTOR BPJS
Mendapat bukti retribusi & surat
jaminan
INSTALASI HEMODIALISIS
- Menyerahkan surat permintaan dari
Pemeriksaan Penunjang dr penanggung jawab/mahir
Laboratorium hemodialisis(untuk yang pertama INSTALASI
(rutin perbulan) kali/traveling) LAIN
+ pembayaran(bila rawat - Sesuai penjadwalan kecuali cito (Sesuai
jalan dan kunjungan - Penjelasan biaya / administrasi kebutuhan
umum) sesuai jenis kunjungan medik)
- Pembayaran : - Inst Bedah
Untuk pasien umum & Rawat Sentral
Jalan(tidak dijamin pihak - Rawat Jalan
ketiga) pembayaran langsung (Kl. Bedah)
ditempat
Untuk rawat inap,maka
petugas membuat rincian di
kartu status dan
IFRS pembayaran/klaim mengikuti
rawat inap
- Tindakan Hemodialisis
INSTALASI HEMODIALISIS
Persyaratan
Menyerahkan surat permintaan hemodialisis dari dokter mahir HD
Untuk BPJS / SPM / Jamkesda ditammbah persyaratan : dengan
membawa rujukan dari puskesmas setempat / dokter keluarga
/KTP/KK.
Instalasi Hemodialisis
Menyerahkan persyaratan
Penjadwalan hemodialisis
B. Sarana-Prasarana
1.Sarana Medis
DATA INVENTARIS PERALATAN MEDIS
STANDAR
KONDISI
RatioAlat :
No Nama Alat Ruang Jumlah
Tersedia
Atau Baik Rusak
Pasien : R/B
Alat
Ambubag [Resusitator] 2 / Ruang
Eskap 2 / Ruang
Nasal O2 2 / Ruang
Masker O2 2 / Ruang
Pispot 1
Urinal 1
PEDOMAN PENATALAKSANAAN HEMODIALISIS 7
NGT 2 / Ruang
Stetoscope 2 / Ruang
Regulator O2 Sentral / flow 2 / Ruang
meter
Oksigen Transport + Flow 1
Mtr
Termometer 5 / Ruang
Tensimeter 2 / Ruang
Sterilisator 1 / Ruang
Timbangan BB Digital
Timbangan BB /TB
Handrub
Handsoap
Hand Towel
Thermometer Ruangan
Thermometer Kulkas
Turniquit 1/bed
STANDAR
KONDISI
RatioAlat :
No Nama Alat Jumlah
Ruang Tersedia
Atau Baik Rusak
Pasien : Alat R/B
1 Bantal 1:1
3 Kasur 1:1
4 Masker 1 : 1/2
6 Sarung bantal 1:3
7 Selimut 1:4
8 Sprei 1:4
9 Steak laken 1:3
12 Skortpetugas -
13 Duk buntu kecil -
15 Apron
16 Sandal Jepit
16 APD
INSTALASI DIALISIS
STANDAR
Kondisi
Ratio
No Nama Alat Jumlah
Alat : Ruang Tersedia
Atau Baik Rusak
Pasien : Alat R/B
1 Baki/ Nampan 3 / Ruang
2 Dorongan O2 1 / Ruang
3 Lampu senter 2 / Ruang
4 Lampu sorot 1 / Ruang 1
5 Lemari obat /alkes 1 / Ruang
6 Lemari lenen 1
7 Meja pasien 1:1
8 Tempat sampah 1 : 1/2
non infeksius
9 Tempat sampah 1 : 1/2
infeksius
11 Troly rawa tluka 1 / Ruang
12 Troly injeksi 1 / Ruang
13 Troly obat 1 / Ruang
14 Trolly Barang
15 Kursi penunggu 1:1
pasien
16 Lampu Emerjensi 1 / Ruang
17 Kipas Angin Sesuai standart
18 Bak mandi
20 Locker petugas 1 / Ruang
21 Meja cabinet 1:1
pasien
22 Almari Reuse
23 Kursi pasien 1:1
24 Buku dokter visite 1 / Ruang
25 Buku folio 1 / Ruang
26 Buku kematian 1 / Ruang
27 Buku laporan 1 / Ruang
kehilangan
PEDOMAN PENATALAKSANAAN HEMODIALISIS 10
2. OBAT EMERGENCY
PEDOMAN PENATALAKSANAAN HEMODIALISIS 11
1 2 3 6
1 VASCON / RAIVAS
3 DOBUTAMIN
5 CA GLUKONAS 10%
6 EPINEPRIN [ ADRENALIN]
7 DEXAMETASON
8 DIPHENHYDRAMIN
9 METOCLOPRAMIDE
10 DIAZEPAM
11 PHENYTOIN [PHYTHOIN]
12 ANTRAIN
13 D 40%
22 BUSCOPAN / HYOSCIN
XYLOMIDON INJ
23
LIDOCAIN
24
25 PHYTOMENADION [VIT K]
26 FARSORBID
28 PARACETAMOL TAB
30 AMLODIPIN 10 mg
VALSARTAN 80mg.
32
33
NIFEDIPIN 10 mg
34
Captopril 25 mg
1 2 3 6
1 MASKER [disposable]
3 PENUTUP KEPALA 20
4 SKORT 20
GOOGLE SAFETY [ Kaca mata
5 2
pelindung]
SUPERVISOR DIREKTUR
HEMODIALISIS
WADIR PELAYANAN DAN PENUNJANG MEDIK
RAWAT INAP
IPS
DOKTER KEPALA RUANG
IPL PELAKSANA
HD
BAB III
TATA LAKSANA
PEDOMAN PENATALAKSANAAN HEMODIALISIS 14
A. Pengertian Hemodialisis
Dialisis merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan cairan dan
produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksanakan proses
tersebut (Smeltzer dan Bare, 2002). Hemodialisis dilakukan dengan menggunakan
sebuah mesin yang dilengkapi dengan membran penyaring semi permiabel (ginjal
buatan) yang memindahkan produk-produk limbah yang terakumulasi dari darah ke
dalam mesin dialisis.
B. Etiologi Hemodialisis
Dialisis dilakukan pada ginjal untuk mengeluarkan zat-zat toksik dan limbah tubuh
yang dalam keadaan normal diekskresikan oleh ginjal yang sehat. Dialisis juga
dilakukan dalam penanganan pasien dengan edema yang membandel (tidak responsive
terhadap terapi), koma hepatikum, hiperkalemia, hiperkalsemia, hipertensi, dan uremia.
Dialisis akut diperlukan bila terdapat kadar kalium yang tinggi atau yang meningkat,
kelebihan muatan cairan atau edema pulmoner yang mengancam, asidosis yang
meningkat, perikarditis dan konfusi yang berat. Sedangkan dialisis kronis atau
pemeliharaan dibutuhkan pada gagal ginjal kronis (Smeltzer dan Bare, 2002) (penyakit
ginjal stadium terminal) dalam keadaan berikut:
Terjadinya tanda-tanda dan gejala uremia yang mengenai seluruh sistem tubuh
(mual serta muntah, anoreksia berat, peningkatan letargi, konfusi mental).
1. Kadar kalium serum meningkat.
2. Muatan cairan berlebih yang tidak responsif terhadap terapi diuretik serta
pembatasan cairan.
3. Penurunan status kesehatan yang umum.
4. Terdengarnya suara gesekan perikardium (pericardial friction rub) melalui
auskultasi.
C. Metode Hemodialisis
Metode terapi dialisa mencakup hemodialisis, hemofiltrasi, dan peritoneal dialisis.
Hemodialisis dapat dilakukan pada saat toksin atau zat racun harus segera dikeluarkan
untuk mencegah kerusakan permanen atau menyebabkan kematian. Hemofiltrasi
digunakan untuk mengeluarkan cairan yang berlebihan. Sedangkan, peritoneal dialisis
PEDOMAN PENATALAKSANAAN HEMODIALISIS 15
mengeluarkan cairan lebih lambat daripada bentuk-bentuk dialisis yang lain (Smeltzer
dan Bare, 2002)
D. Indikasi Hemodialisis
Hemodialisis diindikasikan pada gagal ginjal akut dan kronis, intoksikasi obat dan
zat kimia, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berat dan sindrom hepatoreanal
(Faisal, 2007). Di samping itu, terdengarnya suara gesekan perikardium (pericardial
friction rub) melalui auskultasi merupakan indikasi yang mendesak untuk dilakukan
dialisis untuk pasien gagal ginjal kronis (Smeltzer dan Bare, 2002). Menurut konsensus
Pernefri (2003) secara ideal semua pasien dengan Laju Filtrasi Goal (LFG) kurang dari
15 mL/menit, LFG kurang dari 10 mL/menit dengan gejala uremia/malnutrisi dan LFG
kurang dari 5 mL/menit walaupun tanpa gejala dapat menjalani dialisis. Selain indikasi
tersebut juga disebutkan adanya indikasi khusus yaitu apabila terdapat komplikasi akut
seperti oedem paru, hiperkalemia, asidosis metabolic berulang, dan nefropatik diabetik.
Menurut Pernefri (2003) waktu atau lamanya Hemodialisa disesuaikan dengan
kebutuhan individu. Tiap Hemodialisa dilakukan 4 – 5 jam dengan frekuensi 2 kali
seminggu. Hemodialisa idealnya dilakukan 10 – 15 jam/minggu dengan QB 200–300
mL/menit. Sedangkan menurut Corwin (2000) Hemodialisa memerlukan waktu 3 – 5
jam dan dilakukan 3 kali seminggu. Pada akhir interval 2 – 3 hari diantara
Hemodialisa, Sedangkan hemodialisa rutin menurut Pernefri (2003) dijelaskan bahwa
hemodialisa rutin ini dilakukan pada keadaan yang sudah direncanakan atau ditentukan
waktunya. Umumnya dilakukan pada pasien dengan gagal ginjal kronik yang bertujuan
untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Sedangkan pasien hemodialisa rutin adalah
pasien-pasien yang sudah terencana dalam menjalani program hemodialisa sesuai
dengan waktu yang telah ditentukan
1. Difusi adalah pengeluaran toksin dan zat limbah dalam darah dengan bergerak dari
darah yang berkonsentrasi tinggi, ke cairan dialisat dengan konsentrasi yang lebih
rendah.
2. Osmosis adalah bergeraknya air dari daerah bertekanan lebih tinggi (tubuh pasien)
ke tekanan yang lebih rendah (cairan dialisat), sehingga air yang berlebihan
dikeluarkan dari dalam tubuh.
3. Ultrafiltrasi adalah penambahan tekanan negatif
F. Komplikasi Hemodialisis
Komplikasi terapi dialisis mencakup hal-hal berikut (Smeltzer dan Bare, 2002):
1. Hipervolemia, ditandai dengan peningkatan tekanan darah, nadi, frekuensi
pernapasan, tekanan vena sentral, dispnea, rales basah, batuk, edema, dan
peningkatan berat badan yang berlebihan sejak dialisis terakhir.
2. Ultrafiltrasi yang berlebihan, ditandai dengan gejala-gejala: hipotensi, mual,
muntah, berkeringat, pusing, dan pingsan.
3. Hipovolemia, ditandai dengan penurunan tekanan darah, peningkatan frekuensi
nadi dan pernapasan, turgor kulit buruk, mulut kering, tekanan vena sentral
menurun, dan penurunan haluaran urine.
4. Hipotensi, pada awal dialisis dapat terjadi pada pasien dengan volume darah
sedikit, seperti anak-anak dan orang dewasa yang kecil. Sedangkan hipotensi
lanjut pada dialisis biasanya karena ultrafiltrasi berlebihan atau terlalu cepat.
5. Hipertensi, penyebab yang paling sering adalah kelebihan cairan, sindrom
disequilibrium, respons renin terhadap ultrafiltrasi, dan ansietas.
6. Sindrom disequilibrium dialisis, dimanifestasikan oleh sekelompok gejala-gejala
yang diduga disfungsi serebral. Rentang beratnya gejala-gejala dari mual ringan,
muntah, sakit kepala, dan hipertensi sampai agitasi, kedutan, kekacauan mental,
dan kejang.
7. Infeksi, yang diperkirakan karena penurunan respons imunologik pada pesien
uremik yang mengalami penurunan resisten terhadap infeksi.
PEDOMAN PENATALAKSANAAN HEMODIALISIS 17
b. Persiapan Mesin :
1. Listrik
2. Air yang sudah diubah dengan cara :
1) Filtrasi
2) Softening
3) Deionisasi
4) Reverse osmosis
3. Sistem sirkulasi dialisat :
1) Sistem proporsioning
2) Asetat / bikarbonat
4. Sirkulasi darah :
1) dialyzer/hollow fiber
2) Priming
5. Persiapan alat :
1) Dialyzer
2) AV blood line
3) AV fistula
4) NaCl 0,9 %
5) Infus set
6) Spuit
7) Heparin
8) Lidocain
9) Kassa steril
10) Duk
11) Sarung tangan
12) Mangkok kecil
13) Desinfektan (alkohol/betadine)
14) Klem
15) Matcan
16) Timbangan
17) Tensimeter
18) Termometer
19) Plester
20) Perlak kecil
PEDOMAN PENATALAKSANAAN HEMODIALISIS 19
6. Langkah-langkah :
1. Setting dan Priming.
a. Mesin dihidupkan
b. Lakukan setting dengan cara
a) Keluarkan dialyzer dan AV blood line dari bungkusnya, juga slang infus set dan
NaCl-nya (perhatikan sterilitasnya).
b) Dengan teknik aseptik hubungkan ujung AV blood line pada dialyzer.
c) Pasang alat tersebut pada mesin sesuai dengan tempatnya.
d) Hubungkan Na Cl melalui infus set bebas dari udara dengan mengisinya terlebih
dahulu
e) Tempatkan ujung V blood line dalam penampung, hindarkan kontaminasi Dengan
penampung dan jangan terendam dengan air yang keluar.
c. Lakukan priming dengan posisi dialyzer biru (outlet) di atas dan yang merah (inlet) di
bawah, caranya :
a) Alirkan NaCl ke dalam sirkulasi dengan kecepatan 100cc/menit.
b) Udara dikeluarkan dari sirkulasi.
c) Setelah semua sirkulasi terisi dan bebas dari udara, pompa dimatikan, klem ujung
AV blood line.
d) Hubungkan ujung A blood line dan V blood line dengan memakai konektor dan
klem dibuka kembali.
e) Sambungkan cairan dialisat dengan dialyzer dengan posisi outlet di bawah dan
inlet diatas
f) Lakukan sirkulasi 5-10 menit dengan QB 150 cc/menit
g) Masukkan Heparin 1500 dalam sirkulasi.
d. Punksi Akses Vaskuler
a) Tentukan tempat punksi atau periksa tempat shunt.
b) Alasi dengan perlak kecil dan atur posisi.
c) Bawa alat-alat dekat dengan tempat tidur pasien (alat-alat steril dimasukkan ke
dalam bak steril)
d) Cuci tangan, bak steril dibuka kemudian memakai hand-scoon.
e) Beritahu pasien bila akan dilakukan punksi.
f) Pasang duk steril, sebelum disinfeksi daerah yang akan dipunksi dengan betadine
dan alkohol.
PEDOMAN PENATALAKSANAAN HEMODIALISIS 20
g) Ambil fistula dan punksi outlet terlebih dahulu, bila perlu lakukan anaesthesi local
kemudian desinfeksi.
h) Ambil darah untuk pemeriksaan laboratorium.
i) Bolus heparin yang sudah diencerkan dengan Na Cl 0,9% (dosis awal).
j) Selanjutnya punksi inlet dengan cara yang sama kemudian difiksasi.
e. Memulai Hemodialisis
a) Sebelum dilakukan punksi dan memulai hemodialisis, ukur tanda-tanda vital dan
berat badan pre hemodialisis.
b) Setelah selesai punksi, sirkulasi dihentikan, pompa dimatikan, ujung AV blood
line diklem.
c) Sambungan AV blood line dilepas, kemudian A blood line dihubungkan dengan
punksi outlet. Ujung V blood line ditempatkan ke matcan.
d) Buka semua klem dan putar pompa perlahan-lahan sampai kurang lebih 100
cc/menit untuk mengalirkan darah, mengawasi apakah ada penyulit.
e) Biarkan darah memasuki sirkulasi sampai pada bubble trap V blood line,
kemudian pompa dimatikan dan V blood line diklem.
f) Ujung V blood line dibuka (pastikan sambungan bebas dari udara).
g) Putar pompa dengan QB 100cc/menit kemudian naikkan perlahan-lahan antara
150 - 200 cc/menit.
h) Fiksasi AV blood line agar tidak mengganggu pergerakan.
i) Hidupkan heparin pump sesuai dengan lamanya hemodialisis.
j) Buka klem slang monitor AV pressure.
k) Hidupkan detektor kebocoran udara.
l) Ukur tekanan darah, nadi dan pernafasan.
m) Cek mesin dan sirkulasi dialisat.
n) Cek posisi dialyzer (merah diatas, biru dibawah).
o) Observasi kesadaran dan keluhan pasien.
p) Programkan hemodialisis.
q) Isi formulir hemodialisis.
r) Rapikan peralatan.
PEDOMAN PENATALAKSANAAN HEMODIALISIS 21
f. Penatalaksanaan Hemodialisis.
Memprogram dan Memonitor Mesin Hemodialisis.
1. Lamanya hemodialisis.
2. QB (kecepatan aliran darah) = 150 – 250 cc/menit
3. QD (kecepatan aliran dialisat) = 400-600 cc/menit
4. Temperatur dialisat 37-40
5. TMP dan UFR
6. Heparinisasi
a. Dosis awal = 50 –100 /kgBB
1) diberikan pada waktu punksi
2) untuk priming = 1500
3) diberikan pada waktu sirkulasi AV blood line
b. Dosis maintenance = 500-2000/jam Diberikan pada waktu hemodialisis
berlangsung. Kontinu : diberikan secara terus menerus dengan bantuan pompa
dari awal hemodialisis sampai dengan 1 jam sebelum hemodialisis berakhir
c. Intermitten : diberikan 1 jam setelah hemodialisis berlangsung dan pemberian
selanjutnya dimasukkan tiap selang waktu 1 jam terakhir tidak diberikan.
d. Minimal heparin : heparin dosis awal kurang lebih 2000 selanjutnya diberikan
kalau perlu.
e. Bebas Heparin
Diberikan pada pasien dengan perdarahan aktif, perikarditis, koagulopati,
Tombositopenia, perdarahan intracerebral, baru operasi :
a) Lakukan sirkulasi heparin dengan dosis 3000 – 5000 unit
b) Gunakan QB secepat mungkin
c) Bilas sirkulasi ekstrakorporial tiap 15 menit dengan cairan NaCL 0,9%
Sebanyak 50 cc untuk mencegah pembekuaan darah pada sirkulasi
Ekstrakorporial
d) Naik UF untuk mengeluarkan NaCl ekstra [disesuaikan]
e) Perhatikan dialyzer dan awal tekanan vena dengan hati-hati untuk mendeteksi
tanda-tanda awal pembekuan darah
f) Hindari pemberian transfusi
g. Pemeriksaan Laboraturium, ECG, dll)
PEDOMAN PENATALAKSANAAN HEMODIALISIS 22
3. Infeksi
Pasien uremik mengalami penurunan resisten terhadap infeksi, yang diperkirakan
karena penurunan respon imunologik. Infeksi paru merupakan penyebab utama kematian
pada pasein uremik.
PEDOMAN PENATALAKSANAAN HEMODIALISIS 23
i) Masker
j) Apron/celemek
k) Bak penampung cairan (matkan)
l) Tempat sampah medis dan non medis
m) Over bed table
n) Perlak/pengalas
o) Bactroban salep (sejenisnya)
b) Pelaksanaan
1. Membersihkan kateter
a) Observasi KU pasien dan TTV
b) Berikan posisi tidur yang nyaman
c) Jelaskan kepada pasien tindakan yang akan dilakukan
d) Dekatkan tempat sampah injak kearah pasien
e) Pakai apron dan masker
f) Perawat mencuci tangan
g) Buka verband penutup (balutan) kateter dengan kasa alkohol secara perlahan,
perhatikan posisi kateter: apakah tertekuk, apakah letak
posisi berubah dan keadaan exite site
h) Dekatkan meja alat ke dekat pasien
i) Perawat sementara pakai sarung tangan steril 1 buah, 1 tangan lagi
untuk memegang dan menuangkan larutan kedalam kom steril
j) Bersihkan daerah exite site dengan kasa bethadin dan NaCL hingga
bersih kemudian bersihkan kulit mulai dari pangkal exite site
melingkar (dari dalam keluar) jika masih kotor diulang dengan yang
baru
k) Bersihkan kateter mulai pangkal exite site sampai pangkal kateter
l) Terakhir beri bactroban salep pada pangkal exite site
m) Tutup exite site dengan kasa steril baru dengan hypavix
n) Perawat mengganti sarung tangan (sepasang)
o) Pasang duk steril di area kateter
2. Melakukan test kelancaran kateter
a) Gunakan spuit 3 cc, lalu tambahkan heparin dan bekuan darah yang
berada di lumen kateter di aspirasi dan di buang ke tempat sampah
infeksius
PEDOMAN PENATALAKSANAAN HEMODIALISIS 25
b) Bilas dengan larutan NaCL 0.9% secukupnya, lakukan test dengan cara
aspirasi dan masukkan kembali darah sambil rasakan lancar tidaknya
aliran darah (tindakan ini dapat diulang sampai yakin betul bahwa
aliran darah sudah lancer)
c) Pengetesan ini dilakukan satu persatu (selang arteri atau vena
dahulu)
d) Tutup selang kateter dengan kasa steril (posisi kateter dalam
keadaan terklem)
e) Tentukan posisi kateter dengan tepat untuk menghindari kemacetan
pada saat dialysis berlangsung, kemudian fiksasi
f) Kateter double lumen siap pakai
g) Rendam tutup kateter dengan bethadin encer dalam kom steril
h) Rapikan alat-alat yang sudah di pakai
i) Perawat cuci tangan
j) Kembalikan alat yang telah digunakan ketempat semula
3. Menyambungkan ke selang dialysis
a) Kecilkan Qb sampai dengan 100ml/menit, kemudian matikan
b) Lepas selang arteri dari sambungan sirkulasi tertutup
c) Selang infus dalam posisi terklem
d) Sambungkan selang darah arteri dengan selang arteri kateter, gunakan
kasa steril sebagai alas untuk menyambung
e) Kencangkan konektor penghubung, bukalah klem selang darah dan klem
kateter, lalu hidupkan pompa darah mulai dari kecepatan 100ml/menit
lalu naikkan secara bertahap sesuai dengan tekanan darah dan keluhan
pasien
f) Lakukan pemograman mesin sesuai dengan kebutuhan (sesuai preskripsi
HD)
g) Kembalikan alat-alat yang sudah dipakai dan rapikan
h) Perawat mencuci tangan
i) Catat semua kegiatan dalam status pasien/catatn HD
j) Observasi TTV dan keluhan pasien selama proses dialysis berlangsung
4. Hal-hal yang perlu diperhatikan
a) Hal-hal yang perlu diperhatikan
b) Kesterilan alat instrument
PEDOMAN PENATALAKSANAAN HEMODIALISIS 26
H. MONITORING HEMODIALISIS
B. PERALATAN
H. PENGENDALIAN INFEKSI
Pemeriksaan serologis :
a) Melakukan pemeriksaan skrining HBs Ag, AntiHCV dan AntiHIV pada setiap pasien
baru atau pasien yang dirujuk dari unit HD lain tanpa melihat status vaksinasi
sebelumnya.
b) Pasien HBsAg positif diberikan terapi HD dengan mesin yang terpisah dari pasien
yang seronegatif di ruangan yang terpisah.
heparin. Pengambilan sampel ureum pasca dialysis dengan metode stop flow. Setelah HD
selesai, ultrafiltrasi dihentikan, turunkan kecepatan aliran darah 25 – 30 ml/menit.Tunggu 30
detik. Ambil sampel darah dari port arteri.
Evaluasi kondisi pasien secara berkala, dilakukan juga pemeriksaan berkala antara lain
pemeriksaan laboratorium berupa :
a. HB setiap bulan
b. HB, ureum, creatinin, dan Elektrolit setiap 3 bulan
c. SI Tibc setiap 6 bulan
Assessment awal pasien dilakukan oleh dokter penaggungjawab HD setiap 3 bulan sekali.
Informed consent berkala meliputi informed consent tindakan HD, informed consent re-use,
informed consent akses dilakukan setiap 6 bulan sekali.
J. DIALISER ULANG
Sesuai SK DIREKTUR RSUD MARDI WALUYO Nomor 445 / Kep.09.23.3/10.
205 /2017, pemanfaatan Hollow Fiber adalah 1 (satu) kali baru dan 4 (empat) kali reuse.
Prosedur Dialiser Ulang
Prosedur proses reuse meliputi 4 langkah, yaitu :
1. Pembilasan (Rinsing)
2. Pembersihan (Cleansing)
3. Test Kemampuan (Performance testing)
4. Desinfeksi dan sterilisasi
Sebelum dilakukan proses dialiser ulang perlu dilakukan proses Identifikasi dialiser,yaitu :
Pemberian label : nama, register, berapa kali pemakaian
Menutup dialyzer blood ports dan dialysate ports agar darah tidak tercecer
2. Water Softener
Menukar ion kalsium dan magnesium dengan ion natrium
3. Deionisasi
Menggunakan resin penukar ion untuk membuang kontaminasi ion dari air
4. Carbon Adsorption
Karbon aktif berfungsi untuk membuang chloramin yg bersifat toksik bagi tubuh,
juga menyingkirkan kontaminasi organik di air
5. Reverse Osmosis
Menggunakan tekanan tinggi untuk menekan air menembus membran semipermiable,
menyingkirkan kontaminasi ion dan non ion. Membran RO merupakan benteng efektif
terhadap bakteri, virus, dan endotoksin.
BAB IV
PEDOMAN PASIEN BARU HEMODIALISIS
Berikut ini pedoman hemodialisis (HD) bagi pasien baru yang baru saja terdiagnosa
dengan penyakit gagal ginjal kronis dan disarankan dokter untuk terapi cuci darah.
1. Mencari berat badan kering pasien
Berat kering adalah berat badan setelah dialysis dialysis dimana seluruh atau
sebagian cairan tubuh yang berlebihan telah dihilangkan.
Dengan cara menurunkan berat badan pasien seminim mungkin tiap kali melakukan
hemodialisis, mungkin anda akan sering mengalami drop (hipotensi)
Pasien hemodialisis banyak yang mengalami kram saat cuci darah tapi perlu
diketahui bahwa kram bukan tanda bahwa berat badan sudah kering, namun kram adalah
titik dimana bagian tubuh anda yang kram itu sudah kering namun bagian lain belum,
dengan kata lain kekeringan belum merata. Apabila mengalami kram, segera berusaha
untuk “membagi” sirkulasi darah anda ke bagian tubuh yang kram. Umumnya yang
PEDOMAN PENATALAKSANAAN HEMODIALISIS 30
kram adalah kaki karena kaki posisinya terjauh dari jantung. Pasien bias berdiri dan
jalan ditempat agar sirkulasi darah merata. Suatu saat pasien akan selalu drop pada titik
berat badan yang sama, disitulah berat kering pasien. Proses ini harus dilakukan paling
tidak setiap 2 – 6 bulan sekali, karena berat tubuh pasien terkadang dengan mudah naik
turun tergantung kondisi kita.
2. Setelah mengetahui berat badan kering, mulai mencoba menaikkan Qb (putaran
mesin) untuk meningkatkan kualitas Hemodialisis
Sebelum masuk tahap ini, perlu untuk mengetahui kondisi jantung pasien (bentuk
dan ukuran), bila perlu foto roentgen thorax pasien. Hemodialisis diluar negeri umumnya
3 kali seminggu @ 4 jam Qb min 300, sedangkan hemodialisis di Indonesia umumnya
hanya 2 kali seminggu @ 4-5 jam. Tentunya Qb yang harus ditingkatkan. Memang
sussah untuk meningkatkan Qb terutama untuk pasien lama yang sudah terbiasa Qb
rendah. Kualitas hemodialisis menentukan kualitas pasien gagal ginjal. Qb boleh
dibawah 200, namun dengan syarat pasien harus dapat diet makan dan minum lebih ketat
dibanding pasien dengan HD 2 kali seminggu @ 5 jam Qb > 300.
Untuk menaikkan Qb, dimulai dengan Qb rendah (200), lalu tiap menit ditingkatkan
secara bertahap. Untuk bulan pertama Qb bias dinaikkan hingga 220-250 ml/mnt.
Untuk mengetahui Qb yang sesuai adalah bila setelah hemodialisis sampai HD
berikutnya mengalami mual, muntah, jantung berdegup kencang, berarti HD kurang
adekuat (berkualitas). Ada 2 pilihan, pasien diet ketat atau menaikkan Qb. Begitu
seterusnya hingga memperoleh Qb yang sesuai.
BAB V
KESELAMATAN PASIEN
1. Setiap pasien yang datang ke RSUD Mardi Waluyo Kota Blitar dengan indikasi
Hemodialisa mendapat pelayanan sesuai kebutuhannya dengan memperhatikan
keselamatan pasien, terutama agar terhindar dari cidera yang mungkin dapat terjadi
2. Tatalaksana keselamatan pasien
1. Identifikasi pasien
2. Komunikasi efektif
3. Kewaspadaan terhadap obat
4. Keselamatan terhadap tindakan
5. Mencegah tranmisi infeksi kuman rumah sakit
6. Mencegah pasien jatuh.
BAB VI
KESELAMATAN KERJA
Yang dimaksud dengan keselamatan kerja adalah suatu usaha untuk mencegah dan
meminimalisir terjadinya kecelakaan kerja karyawan yang terjadi dilingkungan RS, dengan
memberikan perlindungan pada karyawan yang sedang bekerja dengan menggunakan alat
perlindungan diri (APD). Potensi bahaya di RS, selain penyakit–penyakit infeksi juga ada
potensi bahaya-bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di RS, yaitu kecelakaan
(peledakan, kebakaran, kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi liktrik, dan sumber-
sumber cidera lainnya), radiasi, bahan-bahan kimia yang berbahaya, gas-gas anastesi,
gangguan psikososial, dan ergonomi. Semua potensi bahaya tersebut diatas jelas mengancam
jiwa dan kehidupan bagi para karyawan di RS, para pasien maupun para pengunjung. Dari
berbagai potensi bahaya tersebut, maka perlu upaya untuk mengendalikan, meminimalisasi
PEDOMAN PENATALAKSANAAN HEMODIALISIS 32
dan bila mungkin meniadakan, oleh karena itu K3RS perlu dikelola dengan baik yang disertai
dengan menjalankan K3RS sesuai dengan program yang telah ditetapkan.
BAB VII
PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
MUTU PELAYANAN HEMODIALISA
A. Pengertian
1. Pengawasan
Pengawasan merupakan salah satu fungsi manajemen yang mengusahakan agar
pekerjaan atau kegiatan terlaksana sesuai dengan rencana, dan kebijakan yang ditetapkan
dapat mencapai sasaran yang dikehendaki.
Pengawasan memberikan dampak positif berupa :
a. Menghentikan atau meniadakan kesalahan, penyimpangan, penyelewengan,
pemborosan, hambatan dan ketidaktertiban
b. Mencegah terulang kembali kesalahan, penyimpangan, penyelewengan, pemborosan,
hambatan dan ketidaktertiban.
PEDOMAN PENATALAKSANAAN HEMODIALISIS 33
c. Mencari cara yang lebih baik atau membina yang lebih baik untuk mencapai tujuan
dan melaksanakan tugas organisasi.
2. Pengendalian
Pengendalian merupakan bentuk atau bahan untuk melakukan perbaikan yang terjadi
sesuai dengan tujuan arah pengawasan dan pengendalian. Bertujuan agar semua kegiatan
dapat tercapai secara berdayaguna dan berhasilguna. Dilaksanakan sesuai dengan rencana,
pembagian tugas, rumusan kerja, pedoman pelaksanaan dan peraturan yang berlaku. Empat
langkah yang dapat dilakukan dalam pengawasan dan pengendalian mutu pelayanan yaitu :
a. Penyusunan standar biaya, standar performance mutu, standar kualitas pelayanan.
b. Penilaian kesesuaian yaitu membandingkan dari produk yang dihasilkan atau pelayanan
yang ditawarkan terhadap standar tersebut.
c. Melakukan koreksi bila diperlukan, yaitu dengan mengoreksi penyebab dan faktor-faktor
yang mempengaruhi kepuasan.
d. Perencanaan peningkatan mutu, yaitu ; membangun upaya-upaya-upaya yang
berkelanjutan untuk memperbaiki standar yang ada.
3. Hubungan Profesional
a. Hubungan Profesional antara Staf Keperawatan dengan Pasien
b. Hubungan Profesional Antar Staf Keperawatan
c. Hubungan Profesional/Kemitraan Antara Staf Keperawatan Dengan Dokter/Tim
Kesehatan Lain
d. Hubungan Profesional Antara Staf Keperawatan
e. Pelaksanaan Serah Terima Tugas Jaga (operan)
f. Pelaksanaan Meeting Morning
g. Pelaksanaan Pre Conference
h. Pelaksanaan Post Conference
i. Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik
j. Pelaksanaan informasi pasien baru
4. Pelaksanaan tugas meeting pre-post konfrens
a. Pengarahan
b. Supervise staff
c. Koordinasi
d. Orientasi staff
e. Orientasi mahasiswa praktek
f. Orientasi pasien/keluarga
g. Memobilisasi sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan.
h. Memberi motivasi pada anggota
i. Membuat keputusan
j. Manajemen konflik
k. Menelaah kemampuan individu
l. Membimbing tenaga keperawatan
m. Mengadakan pertemuan berkala/sewaku-waktu dengan staff keperawatan dan
petugas lain yang bertugas diruang rawatnya
n. Memberi kesempatan/ijin kepada staf keperawatan
o. Mengupayakan pengadaan peralatan dan obat-obatan
p. Mendampingi visite dokter dan mencatat instruksi dokter
q. Mengelompokkan pasien dan mengatur penempatannya di ruang rawat menurut
tingkat kegawatan, infeksi/non infeksi untuk kelancaran pemberia asuhan
keperawatan
r. Mengendalikan kualitas sistem pencatatan dan pelaporan asuhan keperawatan
PEDOMAN PENATALAKSANAAN HEMODIALISIS 35
BAB VIII
MONITORING DAN EVALUASI
A. Monitor
1. Keperawatan
Sistem monitoring keperawatan dilaksanakan sesuai dengan metode asuhan
keperawatan pada pasien hemodialisa meliputi:
a. Ketepatan dalam melaksanakan tindakan (cara, alat-alat penunjang asuhan keperawatan)
b. Respon pasien saat dilaksanakan implementasi
2. Medis
Monitoring dilaksanakan berdasarkan teknik pemberian dan jenis obat yang
diberiakan sesuai dengan indikasi meliputi:
a. Ketepatan pemberian obat
(Tepat pasien, Jenis Obat, Dosis, Cara, dan Cara Pemberian)
b. Reaksi pasien setelah pemberian terapi
3. Kolaboratif
PEDOMAN PENATALAKSANAAN HEMODIALISIS 37
4. Pelayanan
Monitoring dilaksanakan oleh kepala bidang pelayanan yang diawasi langsung oleh
wakil direktur bidang pelayanan.
B. Evaluasi
Pelayanan pada pasien hemodialisa merupakan salah satu pelayanan pasien yang dinilai
berdasarkan pelayanan secara komprehensif yang dapat tercapai atau tak tercapainya
pelayanan tersebut.
BAB IX
LOGISTIK
A. ATK
Kebutuhan ATK dipenuhi oleh Bagian Rumah Tangga dan perlengkapan RSUD Mardi
Waluyo Kota Blitar melalui buku permintaan.
BAB X
PENUTUP
Buku Pedoman Pelayanan Unit Hemodialisa ini disusun dalam rangka memberikan
acuan bagi tenaga kesehatan yang bekerja di unit pelayanan Hemodialisa RSUD Mardi
Waluyo Kota Blitar agar dapat menyelenggarakan pelayanan Hemodialisis yang bermutu,
aman, efektif dan efisien dengan mengutamakan keselamatan pasien. Apabila di kemudian
hari diperlukan adanya perubahan, maka Buku Pedoman Pelayanan Unit Hemodialisis ini
akan disempurnakan