Disusun oleh:
Disetujui
Pembimbing
Nurit Paramita S.
LAPORAN PENDAHULUAN
1. Definisi
Solusio Plasenta merupakan terlepasnya plasenta yang letaknya normal
pada korpus uteri yang terlepas dari perlekatannya sebelum janin lahir.
(Rukiyah & Yulianti, 2010: 199)
Abrupsio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat tertanamnya,
sebelum waktunya. (Helen, 2007: 643)
Solusio Plasenta atau pelepasan prematur plasenta, ablasio plasenta,
atau perdarahan aksidental didefinisikan sebagai pelepasan plasenta dari tempat
implantasi normal sebelum kelahiran janin. (www.obgyn-rscmfkui.com)
2. Etiologi
Solusio Plasenta hingga kini belum diketahui dengan jelas, walaupun
beberapa keadaan tertentu dapat menyertai seperti: umur ibu yang tua (>35
tahun), karena kekuatan rahim ibu berkurang pada multiparitas; penyakit
hipertensi menahun, karena peredaran darah ibu terganggu sehingga suplay
darah ke janin tidak ada; trauma abdomen, seperti terjatuh telengkup,
tendangan anak yang sedang digendong. Karena pengecilan yang tiba-tiba pada
hidramnion dan gamelli; tali pusat yang pendek, karena pergerakan janin yang
banyak atau bebas; setelah versi luar sehingga terlepasnya plasenta, karena
tarikan tali pusat. (Rukiyah & Yulianti, 2010: 201)
Perdarahan
MK :
Resiko infeksi MK :
Kekurangan volume cairan
Perfusi jaringan menurun
MK :
syok Janin
Penurunan perfusi jaringan
meninggal
MK :
Gangguan manajemen MK :
pemeliharaan tubuh Harga diri rendah
5. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala abrupsio plasenta bergantung pada derajat pemisahan.
Sifatnya bisa ringan disertai nyeri punggung dan kolik yang menyeluruh,
dengan aktivitas uterus yang tidak terkoordinasi diselingi relaksasi uterus.
Perdarahan yang terjadi bisa tersembunyi atau nyata. Gejala lawal abrupsio
plasenta sering kali disangka sebagai tanda persalinan prematur atau palsu.
Persepsei wanita tersebut terhadap nyeri dapat melebihi proporsi yang dirasa
pemeriksa; dapat terjadi peningkatan tonus uteri di antara apa yang dirasa
sebagai kontraksi, dan wanita tersebut merasakan nyeri tekan lokal atau
menyeluruh pada uterus. Pada hipertonus klasik, karateristik rahim seperti
papan dan kaku uterus hanyar terjadi pada kasus abrupsio yang luas.
Tanda dan gejala lain bervariasi sesuai derajat pemisahan. Pada derajat
rendah, frekuensi denyut jantung janin masih normal. Peningkatan derajat
pemisahan akan menurunkan frekuensi denyut jantung janin. Pergerakan janin
juga akan menurun atau hilang sama seklai selama 12 jam, sebelum tanda dan
gejala abrupsio muncul. Pada beberapa wanita, pergerakan janin justru
meningkat pada abrupsio yang luas dan perdarahan yang hebat. Apabila seksio
sesaria dapat dilakukan dengan segera, kemungkinan bayi dapat hidup. Apabila
sebaliknya, maka gerakan janin akan terhenti.
Gejela dan tanda abrupsio yang lain adalah pembesaran uterine (hanya
terjadi pada perdarahan tersembunyi) dan syok. Tingkat keparahan syok
bergantung pada keparahan abrupsio. Jangan sekali-kali berpikir bahwa jumlah
kehilangan darah pada ibu dari yang terlihat saja, sebab ada perdarahan yang
tersembunyi. Pembesaran uterus pada perdarahan yang tersembunyi dapat
diketahui dengan menandai tinggi fundus uteri pada abdomen setiap 15 menit
untuk mengetahui peningkatannya.
(Helen, 2007: 643)
6. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi bisa terjadi pada ibu maupun janin yang dikandungnya
dengan kriteria
a. Komplikasi pada ibu yaitu perdarahan yang dapat menimbulkan variasi
turunnya tekanan darah sampai keadaan syok, perdarahan tidak sesuai
keadaan penderita anemis sampai syok, kesadaran bervariasi dari baik
sampai koma.
b. Gangguan pembekuan darah: masuknya trombosit ke dalam sirkulasi darah
menyebabkan pembekuan darah intravaskuler dan disertai hemolisis,
tejadinya penurunan fibrinogen sehingga hipofibrigen dapat mengganggu
pembekuan darah.
c. Oliguria menyebabkan terjadinya sumbatan glomerulus ginjal dan dapat
menimbulkan produksi urin makin berkurang.
d. Perdarahan postpartum: pada solusio plasenta sedang sampai berat tejadi
infiltrasi darah ke otot rahim, sehingga mengganggu kontraksi dan
menimbulkan perdarahan karena atonia uteri; kegagalan pembekuan darah
menambah beratnya perdarahan
e. Sementara komplikasi yang terjadi pada janin antara lain: asfiksia ringan
sampai berat dan kematian janin, karena perdarahan yang tertimbun di
belakang plasenta yang mengganggu sirkulasi dan nutrisi ke arah janin.
Rintangan kejadian asfiksia sampai kematian janin dalam rahim tegantung
pada seberapa bagian plasenta telah lepas dari implantasinya di fundus
uteri.
(Rukiyah & Yulianti, 2010: 202)
Daftar Pustaka
Rukiyah, Ai Yeyeh, S.Si.T dan Yulianti, Lia, Am.Keb, MKM. 2010. Asuhan
Kebidanan 4 (Patologi). Jakarta: CV. Trans Info Media
Helen, Varney. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan, Ed. 4, Vol. 1. Jakarta: EGC
Wilkinson, Judith M. dan Ahern, Nancy R.. 2013. Buku Saku Diagnosis
Keperawatan: Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC, Ed.
9. Jakarta: EGC
SECTIO CAESAREA
TINJAUAN TEORI
A. DEFINISI
Sectio Caesarea
Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat
sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina. Etiologi
dari operasi ini adalah kelainan dalam bentuk janin (bayi terlalu besar, gawat
janin, janin abnormal, kembar), kelainan panggul, hambatan jalan lahir.
(Denise, 2006)
Dalam Operasi Sectio Caesarea, ada tujuh lapisan yang diiris pisau
bedah, yaitu lapisan kulit, lapisan lemak, sarung otot, otot perut, lapisan dalam
perut, lapisan luar rahim, dan rahim. Setelah bayi dikeluarkan, lapisan itu
kemudian dijahit lagi satu per satu, sehingga jahitannya berlapis-lapis.
Teknik Instrumentasi Sectio Caesarea Trans Peritonealis (SCTP)
merupakan suatu tindakan instrumentasi untuk membantu persalinan
(persalinan buatan) dengan cara janin dilahirkan melalui insisi dinding perut
dan dinding rahim dimana berat janin diatas 500 gram.
Pada seksio sesarea klasik insisi dibuat pada korpus uteri. Pembedahan ini
agak lebih mudah untuk dilakukan, hanya dilakukan apabila ada halangan
untuk melakukan seksio sesarea transperiotenealis profunda. Tetapi
pembedahan jenis ini kurang disukai disebabkan oleh lebih besarnya
bahaya peritonitis, dan kira-kira 4 kali lebih besar bahaya ruptura uteri
pada kehamilan yang akan datang.
Indikasi Ibu
a) Usia
Ibu yang melahirkan untuk pertama kali pada usia sekitar 35 tahun,
memiliki resiko melahirkan dengan operasi. Apalagi pada wanita dengan
usia 40 tahun ke atas. Pada usia ini, biasanya seseorang memiliki penyakit
yang beresiko, misalnya tekanan darah tinggi, penyakit jantung, kencing
manis, dan preeklamsia. Eklampsia (keracunan kehamilan) dapat
menyebabkan ibu kejang sehingga dokter memutuskan persalinan dengan
sectio caesarea
b) Tulang Panggul
Cephalopelvic disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu
tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan
ibu tidak melahirkan secara alami. Tulang panggul sangat menentukan
mulus tidaknya proses persalinan.
c) Persalinan Sebelumnya
Sebenarnya, persalinan melalui bedah caesar tidak mempengaruhi
persalinan selanjutnya harus berlangsung secara operasi atau tidak.
Apabila memang ada indikasi yang mengharuskan dilakukanya tindakan
pembedahan, seperti bayi terlalu besar, panggul terlalu sempit, atau jalan
lahir yang tidak mau membuka, operasi bisa saja dilakukan.
d) Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang kaku
sehingga tidak memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan
kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek, dan ibu sulit bernafas.
e) Kelainan Kontraksi Rahim
Jika kontraksi rahim lemah dan tidak terkoordinasi (inkordinate uterine
action) atau tidak elastisnya leher rahim sehingga tidak dapat melebar pada
proses persalinan, menyebabkan kepala bayi tidak terdorong, tidak dapat
melewati jalan lahir dengan lancar.
f) Ketuban Pecah Dini
Robeknya kantung ketuban sebelum waktunya dapat menyebabkan bayi
harus segera dilahirkan. Kondisi ini membuat air ketuban merembes ke
luar sehingga tinggal sedikit atau habis. Air ketuban (amnion) adalah
cairan yang mengelilingi janin dalam rahim.
g) Rasa Takut Kesakitan Umumnya, seorang wanita yang melahirkan secara
alami akan mengalami proses rasa sakit, yaitu berupa rasa mulas disertai
rasa sakit di pinggang dan pangkal paha yang semakin kuat dan
“menggigit”. Kondisi tersebut karena keadaan yang pernah atau baru
melahirkan merasa ketakutan, khawatir, dan cemas menjalaninya. Hal ini
bisa karena alasan secara psikologis tidak tahan melahirkan dengan sakit.
Kecemasan yang berlebihan juga akan mengambat proses persalinan alami
yang berlangsung. (Kasdu, 2003, hal. 21-26)
Indikasi Janin
a) Ancaman Gawat Janin (fetal distress)
Detak jantung janin melambat, normalnya detak jantung janin berkisar
120-160. Namun dengan CTG (cardiotography) detak jantung janin
melemah, lakukan segera sectio caesarea segara untuk menyelematkan
janin.
b) Bayi Besar (makrosemia)
c) Letak Sungsang
Letak yang demikian dapat menyebabkan poros janin tidak sesuai dengan
arah jalan lahir. Pada keadaan ini, letak kepala pada posisi yang satu dan
bokong pada posisi yang lain.
d) Faktor Plasenta
i. Plasenta previa
Posisi plasenta terletak dibawah rahim dan menutupi sebagian atau
seluruh jalan lahir.
ii. Plasenta lepas (Solution placenta)
Kondisi ini merupakan keadaan plasenta yang lepas lebih cepat dari
dinding rahim sebelum waktunya. Persalinan dengan operasi
dilakukan untuk menolong janin segera lahir sebelum ia mengalami
kekurangan oksigen atau keracunan air ketuban.
iii. Plasenta accrete
Merupakan keadaan menempelnya plasenta di otot rahim. Pada
umumnya dialami ibu yang mengalami persalinan yang berulang kali,
ibu berusia rawan untuk hamil (di atas 35 tahun), dan ibu yang pernah
operasi (operasinya meninggalkan bekas yang menyebabkan
menempelnya plasenta.
e) Kelainan Tali Pusat
i. Prolapsus tali pusat (tali pusat menumbung) keadaan penyembulan
sebagian atau seluruh tali pusat. Pada keadaan ini, tali pusat berada di
depan atau di samping atau tali pusat sudah berada di jalan lahir
sebelum bayi.
ii. Terlilit tali pusat
Lilitan tali pusat ke tubuh janin tidak selalu berbahaya. Selama tali
pusat tidak terjepit atau terpelintir maka aliran oksigen dan nutrisi dari
plasenta ke tubuh janin tetap aman. (Kasdu, 2003, hal. 13-18)
Perdarahan
Komplikasi lain
Komplikasi-komplikasi lain seperti luka kandung kencing,
embolisme paru-paru dan sebagainya. Suatu komplikasi yang baru
kemudian tampak ialah kurang kuatnya parut pada suatu dinding
uterus, sehingga pada kehamilan bisa terjadi ruptura uteri.
Kemungkinan peristiwa ini lebih banyak ditemukan sesudah seksio
cesarea klasik.
b) Pada anak
Seperti halnya dengan ibunya, nasib anak yang dilahirkan dengan
seksio sesarea banyak tergantung dari keadaan yang menjadi alasan untuk
melakukan seksio cesarea. Menurut stastitik di negara-negara dengan
pengawasan antenatal dan intranatal yang baik, kematian perinatal pasca
seksio sesarea berskisar antara 4 % sampai 7%.
E. PATWHAY
Indikasi Sectio Caesarea
SCTP
(Sectio Caesarea Trans Peritoneal)
Menyusui in efektif
INSTEK SCTP
A. PERSIAPAN LINGKUNGAN
Suhu ruangan
Lampu operasi
Tempat bayi (Warmer)
Mesin suction
Tempat sampah medis dan non medis
Meja operasi
Meja linen
Meja mayo
Standart waskom
B. PERSIAPAN ALAT
a. Di Meja Mayo
Basic set
• Pinset anatomis (Tissue forceps) : 2 buah
• Pinset chirurgis (Dissecting forceps) : 2 buah
• Gunting metzemboum (Metzemboum scissor) : 1 buah
• Gunting kasar (Surgical scissor ) : 1 buah
• Desinfeksi klem (washing and dressing forcep) : 1 buah
• Doek klem (towel klem) : 5 buah
• Mosquito klem (Baby mosquito klem pean) : 2 buah
• Klem pean bengkok (Forcep pean curve) sedang : 2 buah
• Klem pean bengkok (Forcep pean curve) besar : 2 buah
• Klem kocher bengkok(Forcep kocher curve) : 2 buah
• Langenbeck (Rectractor US army) : 1 buah
• Nald volder (Needle holder) : 2 buah
• Handle mess : 1 buah
• Canule Suction : 1 buah
Set tambahan SCTP
• Ring klem : 4 buah
• Haak sectio : 1 buah
• Peritonium klem : 4 buah
• jarum round : 2 buah
• Jarum cutting : 1 buah
b. Di Meja Instrumen
C. PERSIAPAN PASIEN
- Surat Persetujuan Operasi dari dokter bedah dan anesthesi
- Penandaan Operasi (Site Marking)
- Puasa 6-8 jam sebelum operasi
- Sign In di Ruang Premedikasi
D. PELAKSANAAN
1. Membantu pasien pindah dari brachart ke meja operasi, kemudian pasien
diposisikan supine.
2. Dokter Anasthesi dibantu perawat anasthesi melakuakan spinal anestesi
(SAB), setalah pasien terbius perawat sirkuler memasang Kateter no. 16
dan urobag.
3. Perawat instrument melakukan Scrubing, Gowning dan Gloving.
4. Perawat sirkuler memasang plate diathermi di tungkai pasien, kemudian
perawat sirkuler melanjutkan cuci lapangan operasi dengan sabun dan
dikeringkan dengan doek kecil sterile.
5. Bantu gowning dan gloving pada operator dan asisten operator
6. Berikan desinfeksi klem dan kom berisi povidone iodine dan deppers
kepada asisten.
7. Setelah dilakukan desinfeksi lapangan operasi dilakukan drapping dengan
cara
Pasang underpad steril 1 dibawah area operasi.
Berikan doek tebal (2) untuk bagian bawah dan atas
Doek besar (2) untuk bagian kanan dan kiri tubuh pasien
Berikan 4 doek kepada asisten operator untuk fiksasi
Tambahkan (1) doek kecil untuk bagian bawah.
8. Pasang selang suction ikat jadi satu dengan kabel couter, fiksasi dengan
doek klem.
9. Perawat Sirkuler membacakan Time Out
10. Berikan kassa basah dan kering untuk membersihkan bekas povidone
iodine.
11. Berikan pinset chirrurgis kepada operator untuk marking area operasi.
12. Berikan hanvant mess dan mess no. 22 pada operator untuk incisi kulit
sampai lemak.
13. Kemudian berikan kassa kering dan mosquito kepada assisten untuk
merawat perdarahan.
14. Berikan langenbeck untuk memperluas lapangan operasi.
15. Setelah tampak fascia, berikan double kocher untuk memegang dan
menjepit fascia.
16. Kemudian berikan gunting jaringan kasar pada operator untuk
menggunting gunting fascia
17. Setelah tampak otot berikan pinset anatomis pada operator untuk membuka
otot secara tumpul sampai peritonium.
18. Berikan double pinset anatomis pada operator dan asisten untuk
memegang peritoneum, lalu berikan gunting metzemboum pada operator
untuk membuka peritoneum.
19. Berikan haak sectio untuk membuka lapangan operasi lebih luas.
Kemudian berikan big kass basah untuk melindungi usus.
20. Berikan gunting metzenbaum dan pinset chirrurgis pada operator untuk
membuka segmen bawah rahim dan kocher pada asisten (bladder flap).
21. Berikan hanvant mess no. 22 pada operator untuk mengincisi uterus dan
suction perdarahan. Incisi dilakukan sampai terlihat kantong amnion yang
masih utuh.
22. Kemudian Incisi diperlebar ke lateral dengan kedua telunjuk operator.
23. Berikan kocher/pinset chirugi pada operator untuk membuka kantong
amnion.
24. Perawat instrument menyingkirkan semua alat dan kassa steril di sekitar
lapang operasi sebelum bayi dilahirkan.
25. Suction perdarahan dan cairan ketuban, operator meluksir bayi: kepala,
badan, kaki, lalu perawat instrument mengusapnya wajah bayi dengan big
kass basah
26. Berikan double klem pean bengkok besar untuk mengklem tali pusat
danberikan gunting kasar untuk memotong tali pusat di tengah-tengah
klem.
27. Berikan bayi kepada petugas bayi (perawat perinatologi) perawat sirkuler
mencatat jam lahir dan jenis kelamin
28. Operator melakukan peregangan tali pusat hingga plasenta dapat
dikeluarkan.
29. Letakkan plasenta pada bengkok, dan pindahkan pada tempat plasenta.
30. Berikan ring klem pada operator untuk memegang uterus.
31. Bersihkan cavum uteri dengan menggunakan big kass.
32. Berikan needle holder dengan benang T-Mono 1 pinset chirrurgis untuk
menjahit sudut uterus. Berikan gunting kasar dan klem pean manis pada
asisten untuk membantu operator dalam menjahit
33. Penjahitan dilanjutkan pada lapisan pertama uterus sampai lapisankedua
uterus.
34. Berikan still deppers pada assisten operator untuk rawat perdarahan
35. Berikan needle holder benang catgut plain no. 2-0 dan pinset anatomis
panjang untuk menjahit perimetrium (retro uterus).
36. Berikan still deppers dan suction untuk rawat perdarahan.
37. Perawat Sirkuler membacakan Sign Out, Cek kelengkapan jumlah kassa
deppers dan bigkass serta kelengkapan jumlah alat.
38. Setelah semua lengkap, berikan 4 klem peritoneum pada operator untuk
fiksasi peritoneum untuk dilakukan cuci dan agar mudah dijahit.
39. Siapkan cairan NaCl 0,9% hangat dalam kom untuk mencuci intra
abdomen berikan still deppers.
40. Operator membersihkan rongga abdomen dan suction cairan yang ada
dalam rongga sampai bersih.
41. Berikan needle holder dan Benang Plain 1 serta pinset anatomis panjang
untuk menjahit peritoneum sampai otot. Berikan gunting benang dan klem
pean manis pada asisten untuk membantu operator dalam menjahit
42. Berikan double kocher pada operator untuk menjepit fascia di bagian
proksimal dan distal.
43. Berikan hecting set dengan benang T-Vio no. 1 dan pinset chirrurgis untuk
menjahit fascia kemudian berikan Plain 1 untuk menjahit lemak.
44. Kemudian berikan needle holder+benang monocyn 3-0 dan pinset
chirrurgis untuk menjahit subcutan.
45. Bersihkan area operasi dengan kassa basah kemudian kassa kering
46. Tutup luka dengan sufratule, kassa kemudian hypafix
47. Asisten membersihkan vagina dengan deppers+povidone iodine dan
memastikan cervix terbuka (sebagai drainage lochea)
48. Rapikan pasien, bersihkan pasien dengan menggunakan towel
49. Alat-alat dibereskan
50. Inventarisasi bahan habis pakai pada depo farmasi.
E. PENYELESAIAN
Dekontaminasi Alat dan Pengepakan
1. Alat yang sudah dipergunakan dirapikan dan dibawa semua ke ruang
pencucian alat
2. Alat-alat yang kotor (terkontaminasi cairan tubuh pasien) direndam
dengan larutan precept dengan komposisi 9 tablet 2,5 gr didalam 5 liter
air selama 10-15 menit, kemudian rendam dalam larutan Enzimatic
Detergen selama 1 menit
3. Cuci alat dengan cara menyikat alat hingga bersih, lakukan
penyemprotan untuk alat berongga
4. Bilas alat dengan air mengalir kemudian di keringkan
5. Lakukan pengepakan alat kemudian diberi indicator dan keterangan isi
dari alat
6. Lakukan sterilisasi
7. Dokumentasi atau inventaris alat dan bahan habis pakai pada depo
farmasi.
Mengetahui,
Pembimbing
(.......................................)
DAFTAR PUSTAKA