Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN POST SC PLASENTA PREVIA

I. KONSEP TEORI
1.1 DEFINISI
Menurut Nugroho (2012) plasenta previa yaitu plasenta yang letaknya abnormal,
karena plasenta terletak pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau
seluruh ostinum uteri internum.
Adapun menurut Prawirohardjo (2014) plasenta previa adalah plasenta yang
berimplantasi pada segmen bawah rahim demikian rupa sehingga menutupi seluruh
atau sebagian dari ostinum uteri internum.
Menurut Novianti (2014) ada 4 klasifikasi dari plasenta previa, yaitu:
1.1.1 Plasenta previa totalis: plasenta menutupi seluruh ostinum uteri internum
1.1.2 Plasenta previa lateralis: plasenta menutupi sebagian dari ostium uteri intenum
1.1.3 Plasenta previa marginalis tepi plasenta berada tepat pada tepi ostinum uteri
internum
1.1.4 Plasenta letak rendah: plasenta berada 3-4 cm pada tepi ostium uteri internum

1.2 ETIOLOGI
Penyebab pasti dari placenta previa belum diketahui sampai saat ini. Tetapi
berkurangnya vaskularisasi pada segmen bawah rahim karena bekas luka operasi
uterus, kehamilan molar, atau tumor yang menyebabkan implantasi placenta jadi lebih
rendah merupakan sebuah teori tentang penyebab palcenta previa yang masuk akal.
Selain itu, kehamilan multiple/lebih dari satu yang memerlukan permukaan yang lebih
besar untuk implantasi placenta mungkin juga menjadi salah satu penyebab terjadinya
placenta previa. Dan juga pembuluh darah yang sebelumnya mengalami perubahan
yang mungkin mengurangi suplai darah pada daerah itu, faktor predisposisi itu untuk
implantasi rendah pada kehamilan berikutnya (Prawirohardjo 2014).

1.3 MANIFESTASI KLINIK


Menurut Nugroho (2012) manifestasi klinis plasenta previa diantara lain:
1.3.1 Perdarahan jalan lahir berwarna merah segar tanpa rasa nyeri, tanpa sebab
terutama pada multi gravida pada kehamilan setelah 20 minggu

1
1.3.2 Pemeriksaan luar bagian terbawah janin biasaanya belum masuk pintu atas
panggul.
1.3.3 Pemeriksaan inspekulo: perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum.

1.4 PATOFISIOLOGI
Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trisemester ke -3 dan mungkin
juga lebih awal, oleh karena telah mulai terbentuknya segmen bawah rahim, tampak
plasenta akan mengalami pelepasan. Sebagaimana diketahui tampak plasenta terbentuk
dari jaringan maternal yaitu bagian desidua blasis yang bertumbuh menjadi bagian dari
uri. Dengan melebarnya isthmus uteri menjadi segmen bawah rahim, maka plasenta
yang berimplementasi di situ sedikit banyak akan mengalami laserasi akibat pelepasan
pada desidua sebagai tapak plasenta. Demikian pula pada waktu serviks mendatar (
effacement ) dan membuka ( dilatation ) ada bagian tampak plasenta yang terlepas.
Pada tempat laserasi ini akan terjadi perdarahan yang berasal darisirkulasi maternal
yaitu dari ruangan intervillus dari plasenta. Oleh karena fenomena pembentukan
segmen bawah rahim itu perdarahn pada plasenta previa betapun pasti akan terjadi (
unavoidable bleeding ). Perdarahan di tempat itu relatif dipermudah dan diperbanyak
oleh karena segmen bawah rahim dan serviks tidak mampu berkontraksi dengan kuat
karena elemen otot yang dimilikinya sangat minimal, dengan akibat pembuluh darah
pada tempat itu tidak akan tertutup dengan sempurna. Perdarahan akan berhentikarena
terjadi pembekuan kecuali jika ada laserasi mengenai sinus yang besar dari plaasenta
pada mana pendarahan akan berlangsung lebih lama. Oleh karena pembentukan
segmen bawah rahim itu akan berlangsung progresif dan bertahap, maka laserasi baru
akan mengulang kejadian perdarahan. Demikianlah perdarahan akan berulang tanpa
sesuatu sebab lain ( causeess ). Darah yang keluar berwarna merah segar tanpa rasa
nyeri ( painless). Pada plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum
perdarahan terjadi pada bagian terbawah yaitu pada ostium uteri internum.Sebaliknya,
pada plasenta previa parsialis atau letak rendah, perdarahan baru terjadi pada waktu
mendekati atau pendarahan berikutnya. Untuk berjaga-jaga mencegah syok hal tersebut
perlu dipertimbangkan.Perdarahan pertama sudah bisa terjadi pada kehamilan di bawah
30 minggu tatapi lebih separuh kejadiannya pada umur kehamilan 34 minggu ke

2
atras.Berhubungan tempat pendarahan terletak dekat dengan ostium uteri internum,
maka perdarahan lebih mudah mengalir ke luar rahim dan tidak membentuk hematoma
retroplsenta yang mampu merusak jaringan lebih luas dan melepaskan tromboplastin ke
dalam sirkulasi maternal. Dengan demikian, sangat jarang terjadi kogulopati pada
plasenta previa.
Hal ini yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah rahim yang tipis
mudah diinvasi oleh pertumbuhan vili dari trofoblas, akibatnya plasenta melekat lebih
kuat pada dinding uterus.Lebih sering terjadi plasenta akreta dan inkreta lebih sering
terjadi pada uterus yang sebelumnya bedah sesar, segmen bawah rahim dan serviks
yang rapuh mudah robek oleh sebab kurangnya elemen otot yang terdapat disana.
Kedua kondisi ini berpotensi meningkatkan kejadian perdarahan pascapersalinan pada
plasenta previa, misalnya dalam kala tiga karena plasenta sukar melepas dengan
sempurna ( retentio placentae ), atau setelah uri lepas karena segmen bawah rahim
tidak mampu berkontraksi dengan baik (Epriliani, 2017).

3
Riwayat
Kehamilan Riwayat Riwayat Kehamilan
kelahiran
ganda aborsi insisi uterus >35 th
besar

Embriolebihd
arisatu Kerusakan Uterus tua
lapisan uterus

Kebutuhan O2 Vaskularisasi
dan nutrisi Penipisan uterus
endometrium menurun

Plasenta lebih
besar Vaskularisasi uterus
tempat blastosit Plasenta
berimplantasi memperluaskan
permukaan
Blastosit mencari tempat
yang lebih baik

Blastosit inplantasi didekat


segmen bawah uterus

Plasenta menutupi seluruh


atau sebagian jalan lahir

Plasenta previa

Pembentukan segmen Menutupi pembukaan


Seksio Cesarea
bawah uterus dan jalan lahir
dilatasi ostium uteri

Luka Post Operasi


Tipisnya pembuluh darah
serviks dan uterus segmen
bawah

Merangsang area Jaringan


Kontraksi uterus Nyeri
sensorik motorik terputus

4
perdarahan
Volume darah Gangguan pervusi Resiko
menurun jaringan (Ibu) infeksi

Gangguan
Syok
keseimbangan
hipovolemik
cairan

Hipoksia
Gangguan pervusi
jaringan/organ
jaringan utero
pada janin
plasenta (janin)
Resikotinggice
dera (janin)

1.5 KOMPLIKASI
Ada beberapa komplikasi utama yang bisa terjadi pada ibu hamil yang menderita
plasenta previa, diantaranya ada yang bisa menimbulkan perdarahan yang cukup
banyak dan fatal (Prawirohardjo, 2014).
1.5.1 Oleh karena pembentukan segmen rahim terjadi secara ritmik, maka pelepasan
plasenta dari tempat melekatnya di uterus dapat berulang dan semakin banyak,
dan perdarahan yang terjadi itu tidak dapat dicegah sehingga penderita menjadi
anemia bahkan syok.
1.5.2 Oleh karena plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan sifat
segmen ini yang tipis mudah jaringan trofoblas dengan kemampuan invasinya
menerobos ke dalam miometrium bahkan sampai ke perimetrium dan menjadi
sebab dari kejadian plasenta inkreta bahkan perkreta. Paling ringan adalah
plasenta akreta yang perlekatannya lebih kuat tetapi villinya masih belum
masuk ke miometrium. Walaupun biasanya tidak seluruh permukaan maternal
plasenta mengalami akreta atau inkreta akan tetapi dengan demikian terjadi
resiko retensio plasenta dan pada bagian plasenta yang sudah terlepas timbulah
perdarahan dalam kala tiga. Komplikasi ini lebih sering terjadi pada uterus yang
penah seksio sesaria.
1.5.3 Serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh dan kaya pembuluh darah sangat
potensial untuk robek disertai oleh perdarahan yang banyak. Oleh karena itu

5
harus sangat berhati-hati pada semua tindakan manual ditempat ini misalnya
pada waktu mengeluarkan anak melalui insisi pada segmen bawah rahim
ataupun waktu mengeluarkan plasenta dengan tangan pada retensio plasenta.
Apabila oleh salah satu sebab terjadi perdarahan banyak yang tidak terkendali
dengan cara-cara yang lebih sederhana seperti penjahitan segmen bawah rahim,
ligasi arteria uterina, ligasi arteria ovarika, pemasangan tampn, atau ligasi
arteria hipogastrika, maka pada keadaan yang sangat gawat seperti ini jalan
keluarnya adalah melakukan histerektmi total.
1.5.4 Kelainan letak anak pada plasenta previa lebih sering terjadi. Hal ini memaksa
lebih sering diambil tindakan operasi dengan segala konsekuensinya.
1.5.5 Kelahiran prematur dan gawat janin sering tidak terhindarkaan sebagian oleh
karena tindakan terminasi kehamilan yang terpaksa dilakukan dalam kehamilan
belum aterm. Pada kehamilan < 37 minggu dapat dilakukan amniosintesis untuk
mengetahui kematangan paru janin dan pemberian kartikosteroid untuk
mempercepat kematangan paru janin sebagai upaya antisipasi.
1.5.6 Komplikasi lainnya yaitu solusio plasenta (resiko relatif 13,8), seksio sesaria
(RR 3,9), kelainan letak janin (RR2,8), perdarahan post partum (RR 1,7),
kematian maternal akibat perdarahan (50%) dan disseminated intravascular
coagulation (DIC) 15,9%.

1.6 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


Menurut Novianti (2014) pada plasenta previa pemeriksaan penunjang yang
dilakukan adalah:
1.6.1 USG untuk diagnosis pasti yang menentukan letak plasenta
1.6.2 Pemeriksaan darah: hemoglobin dan hematokrit
1.6.3 Sinar X: menampakkan kepadatan jaringan lembut untuk menampakkan bagian-
bagian tubuh janin.
1.6.4 Pengkajian vaginal: pengkajian ini akan mendiagnosa placenta previa tapi
seharusnya ditunda jika memungkinkan hingga kelangsungan hidup tercapai
(lebih baik sesuadah 34 minggu). Pemeriksaan ini disebut pula prosedur
susunan ganda (double setup procedure). Double setup adalah pemeriksaan

6
steril pada vagina yang dilakukan di ruang operasi dengan kesiapan staf dan alat
untuk efek kelahiran secara cesar.
1.6.5 Isotop Scanning: lokasi penempatan placenta.
1.6.6 Amniocentesis: jika 35-36 minggu kehamilan tercapai, panduan ultrasound pada
amniocentesis untuk menaksir kematangan paru-paru (rasio
lecithin/spingomyelin [LS] atau kehadiran phosphatidygliserol) yang dijamin.
Kelahiran segera dengan operasi direkomendasikan jika paru-paru fetal sudah
matur.

1.7 PENATALAKSANAAN
1.7.1 Medis
Menurut Nugroho (2012) penatalaksanaan plasenta previa diantara lain:
a. Harus dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas operasi.
b. Sebelum dirujuk, anjurkan pasien untuk tirah baring total dengan
menghadap kekiri, tidak melakukan senggama, menghindari peningkatan
tekanan rongga perut (misal batuk, mengedan karena sulit buang air besar).
c. Pasang infus NaCl fisiologis, bila tidak memungkinkan berikan peroral.
d. Pantau tekanan darah dan frekuensi nadi pasien secara teratur tiap 15 menit
untuk mendeteksi adanya hipotensi atau syok akibat pendarahan.
e. Bila terjadi renjatan, segera lakukan pemberian cairan dan tranfusi darah.
f. Pengelolaan plasenta previa tergantung dari banyaknya perdarahan, umur
kehamilan dan derajat plasenta previa.
g. Jangan melakukan pemeriksaan dalam atau tampon vagina, karena akan
memperbanyak perdarahan dan menyebabkan infeksi.
1) Bila usia kehamilan <37 minggu dan TBF <2500 gram:
a) Perdarahan sedikit keadaan ibu dan anak baik maka biasanya
penanganan konservatif sampai umur kehamilan aterm. Penangan
berupa tiring baring, hematinic, antibiotika dan tokolitik bila ada his.
Bila selama 3 hari tidak ada perdarahan pasien mobilisasi bertahap.
Bila pasien berjalan tetap taka da perdarahan pasien boleh pulang.
Pasien dianjurkan agar tidak coitus, tidak bekerja keras dan segera ke

7
rumah sakit jika terjadi perdarahan. Nasihan ini juga dianjurkan bagi
pasien yang didiagnosis plasenta previa dengan USG namun tidak
mengalami perdarahan.
b) Jika perdarahan banyak dan diperkirakan membahayakan ibu dan
janin maka dilakukan resusitasi cairan dan penanganan secara aktif.
2) Bila usia kehamilan >37 minggu/ lebih dan TBF <2500 gram:
Pada kondisi ini maka dilakukan penanganan secara aktif yaitu
segera mengakhiri kehamilan, baik secara pervaginam atau
perabdominal.
a) Persalina pervaginam diindikasikan pada plasenta previa marginalis,
plasenta previa letak rendah dan plasenta previa lateralis dengan
pembukaan 4 cm atau lebih.
b) Pada kasus tersebut bila tidak banyak perdarahan maka dapat
dilakukan pemecahan kulit ketuban agar bagian bawah anak dapat
masuk pintu atas panggul menekan plasenta yang berdarah.
c) Bila his tidak adekuat dapat diberikan pitosin drip. Namun bila
perdarahan tetap ada maka dilakukan seksio sesar.
d) Persalinan dengan seksio sesar diindikasikan untuk plasenta previa
totalis baik janin mati atau hidup, plasenta previa lateralis.

II. KONSEP SEKSIO SESAREA (SECSIO CAESAREA)


2.1 PENGERTIAN
Seksio sesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada
dinding uterus melalui dinding depan perut. Seksio sesarea adalah suatu persalinan
buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding
rahim (Nugroho, 2012).

2.2 INDIKASI SEKSIO SESAREA


Menurut Nugroho (2012) indikasi seksio sesarea diantara lain:
2.2.1 Indikasi mutlak
a. Indikasi ibu
1.) Panggul sempit

8
2.) Bekas seksio sesarea dengan indikasi disproporsi sevalopelvik
3.) Disfungsi uterus
4.) Distosia jaringan lunak
5.) Plasenta previa
b. Indikasi janin
1) Janin sangat besar
2) Gawat janin
3) Letak lintang
4) Presentasi bokong pada primi gravida
5) Double footling breech
c. Indikasi Relatif
1.) Riwayat seksio sesarea
2.) Presentasi bokong
3.) Distosia
4.) Fetal distress
5.) Preeklamsia berat,penyakit kardiovaskuler dan diabetes
6.) Ibu dengan HIV positif sebelum inpartu
7.) Gemeli
d. Indikasi sosial
1.) Wanita yang takut melahirkan berdasarkan pengalaman sebelumnya
2.) Wanita yang ingin seksio sesarea elektif karena takut bayinya
mengalami cedera atau asfiksia selama persalinan atau mengurangi
resiko keusakan dasar panggul
3.) Wanita yang takut terjadinya perubahan pada tubuhnya atau sexuality
image setelah melahirkan

2.3 KONTRAINDIKASI
Menurut Nugroho (2012), kontraindikasi seksio sesarea antara lain:
2.3.1 Janin mati
2.3.2 Syok
2.3.3 Anemia berat

9
2.3.4 Kelainan kongenital berat
2.3.5 Infeksi piogenik pada dinding abdomen
2.3.6 Minimnya fasilitas operasi seksio sesarea

2.4 KLASIFIKASI
Nugoroho (2012) juga memaparkan jenis-jenis seksio sesarea diantara lain:
2.4.1 Abdomen
2.4.2 Vagina
2.4.3 Seksio sesarea klasik
2.4.4 Seksio sesarea ismika

2.5 KOMPLIKASI
Klasifikasi seksio sesarea menurut Nugoroho (2012) antara lain:
2.5.1 Infeksi peurperal (nifas)
a. Ringan, dengan kenaikan suhu beberapa hari saja
b. Sedang, dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi disertai dehidrasi dan perut
sedikit kembung
c. Berat, dengan peritonitis, sepsis dan ileusparalitik, infeksi berat sering kita
jumpai pada partus terlantar, sebelum timbul infeksi nifas.
2.5.2 Perdarahan, karena:
a. Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
b. Atonia uteri
c. Perdarahan pada placental bed
2.5.3 Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila
reperitonialisasi terlalu tinggi.
2.5.4 Kemungkinan ruptur uteri spontan pada kehamilan mendatang

2.6 PERAWATAN PASCA BEDAH


Nugroho (2012) memaparkan perawatan pasca bedah antara lain:
2.6.1 Penatalaksanaan Nyeri
Dalam 24 jam pertama pascaoperasi,pasien akan merasa nyeri sehingga
harus diberikan analgesik yang adekuat. Rasa nyeri pada pasien yang mendapat

10
anastesi spinal timbul sejak tungkai bawah mulai dapat digerakkan. Lazimnya,
penghilang sakit telah diberikan dalam tetesan infus oleh dokter anestesi,
selanjutnya analgetik dapat diberikan diruang rawat.
Penggunaan ketorolac 90 mg sehari, dibagi atas 3 dosis, ditambah
ketoprofen supositoria sudah memadai. Ketorolac 10 mg intravena dapat
ditambahkan jika pasien masih merasa kesakitan (Mochtar, 2002; hal. 119).
2.6.2 Kateterisasi
Pengosongan kandung kemih pada bedah kebidanan per vaginam sama
dengan pada persalinan biasa jika tidak ada luka robekan yang luas,untuk
mencegah iritasi dan pencemaran luka oleh urin, kandung kemih dikosongkan
dengan kateter.
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
pasien, menghalangi involusi uterus, dan menyebabkan perdarahan. Karena itu,
dianjurkan pemasangan kateter tetap yang dipasang selama 24-48 jam atau
lebih, bergantung pada jenis operasi dan keadaan pasien. Dengan cara tersebut,
urin dapat ditampung dan diukur dalam botol plastik secara periodik.
2.6.3 Perawatan Lanjutan
Pasien dianjurkan untuk datang kontrol luka pada hari ketujuh atau
kedelapan. Kunjungan dilakukan lebih cepat apabila ada hal-hal khusus, seperti
nyeri berlebihan, terbukanya perban, atau ada perembesan darah. Vitamin C, B
kompleks dapat diberikan untuk mempercepat proses penyembuhan pasien.

III. KONSEP DASAR MASA NIFAS


3.1 PENGERTIAN
Masa nifas dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai dengan 6
minggu berikutnya (Nugroho, 2012).

3.2 TAHAPAN
Masa nifas menurut Nugroho (2012) dimulai 2 jam sesudah lahirnya plasenta
sampai dengan 6 minggu berikutnya yang terbagi menjadi 3 tahap, yaitu:

11
3.2.1 Puerperium Dini
Puerperium dini yaitu, kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri
dan berjalan-jalan (dalam pandangan islam dianggap telah bersih dan boleh
bekerja setelah 40 hari).
3.2.2 Puerperium Intermedial
Puerperium I\intermedial yaitu, kepulihan menyeluruh organ-organ
reproduksi yang lamanya 6-8 minggu.
3.2.3 Remote Puerpureum
Remote puerpureum yaitu, waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat
sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai
komplikasi, waktu untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan,
tahun.

3.3 TUJUAN ASUHAN MASA NIFAS


Semua yang dilakukan, baik dalam bidang kebidanaan maupun di bidang lain
selalu mempunyai tujuan agar kegiatan tersebut terarah dan diadakan evaluasi dan
penilaian. Menurut Nugroho (2012), tujuan dari perawatan nifas ini adalah:
3.3.1 Memulihkan kesehatan umum penderita
a. Menyediakan makanan sesuai kebutuhan
b. Mengatasi anemia
c. Mencegah infeksi dengan memperhatikan kebersihan dan sterilisasi
d. Mengembalikan kesehatan umum dengan pergerakan otot untuk
memperlancar peredaran darah
3.3.2 Mempertahankan kesehatan psikologis
a. Mencegah infeksi dan komplikasi
b. Memperlancar pembentukan air susu ibu (ASI)
c. Mengajarkan ibu untuk melaksanakan perawatan mandiri sampai masa
nifas selesai dan memelihara bayi dengan baik, sehingga bayi dapat
mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang normal

12
3.4 PROGRAM MASA NIFAS
Menurut Nugroho (2012) menyebutkan paling sedikit empat kali kunjungan masa
nifas dilakukan untuk mencegah, mendeteksi dan menangani masalah yang terjadi.
Tabel Kebijakan program nasional masa nifas
Kunjungan Waktu Tujuan
I 6-8 jam setelah a. Menecagah perdarahan masa nifas
persalinan akibat atonia uteri
b. Mendeteksi dan merawat penyebab
lain perdarahan: rujuk bila
perdarahan berlanjut.
c. Meberikan konseling pada ibu atau
salah satu anggota keluarga
bagaimana mencegah perdarahan
masa nifas karena atonia uteri.
d. Pemberian ASI awal.
e. Melakukan hubungan antara ibu
dan bayi baru lahir.
f. Menjaga bayi tetap sehat dengan
cara mencegah hipotermia.
Jika petugas kesehatan menolong
persalinan, ia harus tinggal dengan
ibu dan bayi baru lahir untuk 2 jam
pertama setelah kelahiran, atau
sampai ibu dan bayi dalam keadaan
stabil.
2 6 hari setelah a. memastikan involusi uterus
persalinan berjalan normal: uterus
berkontraksi, fundus di bawah
umbilicus, tidak ada perdarahan
abnormal, tidak ada bau.
b. Menilai adanya tanda-tanda
demam, infeksi atau perdarahan
abnormal.
c. Memastikan ibu mendapat cukup
makan, cairan dan istirahat.
d. Memastikan ibu menyusui dengan
baik dan tak memperlihatkan
tanda-tanda penyulit.
e. Memberikan konseling pada ibu
mengenai asuhan pada bayi,tali
pusat, menjaga bayi tetap hangat
dan merawat bayi sehari-hari.
3 2 minggu setelah Sama seperti di atas (6 hari setelah
persalinan persalinan)

13
4 6 minggu setelah a. Menanyakan pada ibu tentang
persalinan penyulit-penyulit yang ia atau bayi
alami.
b. Memberikan konseling untuk KB
secara dini

3.4 PERUBAHAN FISIOLOGI


Menurut Anggraeni (2010) perubahan fisiologi pada masa nifas antara lain:
3.4.1 Involusio Uterus
Involusi merupakan proses dimana uterus kembali ke kondisi sebelum
hamil dengan berat sekitar 60 gram. Proses ini dimulai segera setelah plasenta
lahir akibat kontraksi otot-otot polos uterus. Pada akhir kala III persalinan,
uterus berada digaris tengah, kira-kira 2 cm di bawah umbilikus.
Segera setelah plasenta lahir, tinggi fundus uteri (TFU) sekitar
pertengahan simfisis pubis dan umbilikus. Setelah 24 jam tonus segmen
bawah uterus telah pulih kembali sehingga mendorong fundus keatas memjadi
setinggi umbilikus. Pada hari pertama dan kedua TFU satu jari dibawah
umbilikus, hari ke 5 TFU setinggi 7 cm, diatas simpisis atau setengah
simpisis-pusat, pada hari ke 10 tidak teraba lagi. Fundus turun 1-2 cm setiap
24 jam.
3.4.2 Lokhea
Lokhea adalah ekskresi rahim selama masa nifas. Lokhea mengandung
darah dan sisa jaringan desidua, mempunyai bau yang amis (anyir) meskipun
tidak terlalu menyengat.. Pengeluaran lokhea dapat dibagi berdasarkan waktu
dan warnanya sebagai berikut : lokhea rubra pada hari ke 1-3 warna merah
kehitaman, sanginolenta pada 4-7 hari warna merah kecoklatan dan berlendir,
serosa pada 7-14 hari warna kuning kecoklatan, dan alba pada >14 hari warna
putih.
3.4.3 Serviks
Segera setelah post partum bentuk servik agak menganga seperti corong.
Servik mengalami involusi bersama-sama uterus. Setelah persalinan, ostium
eksterna dapat dimasuki oleh 2 hingga 3 jari tangan, setelah 6 minggu
persalinan serviks menutup.

14
3.4.4 Vulva dan vagina
Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang sangat
besar selama proses melahirkan bayi, dan dalam beberapa hari pertama kedua
organ ini berada dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu vulva dan vagina
kembali pada keadaan tidak hamil dan rugae vagina berangsur-angsur akan
muncul kembali sementara labia lebih menonjol. Pada post natal hari ke 5,
perineum sudah mendapatkan kembali sebagian besar tonusnya sekalipun
tetap lebih kendur dari keadaan sebelum melahirkan.
3.4.5 Perineum
Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena sebelumnya
teregang oleh tekanan kepala bayi yang bergerak maju. Pada post natal hari ke
5, perineum sudah mendapatkan kembali sebagian besar tonusnya sekalipun
tetap lebih kendur dari pada keadaan sebelum melahirkan.
3.4.6 Rahim
Setelah melahirkan rahim akan berkontraksi (gerakan meremas) untuk
merapatkan dinding rahim sehingga tidak terjadi perdarahan, kontraksi ini
menimbulkan rasa mulas pada perut ibu.
3.4.7 Perubahan sistem pencernaan
Diperlukan 3-4 hari sebelum faal usus kembali normal. Meskipun kadar
progesteron menurun setelah melahirkan, namun asupan makanan juga
mengalami penurunan selama satu atau dua hari, gerak tubuh berkurang dan
usus bagian bawah sering kosong jika sebelum melahirkan diberikan enema.
Rasa sakit didaerah perineum dapat menghalangi keinginan ke belakang.
3.4.8 Perubahan sistem perkemihan
Buang air kecil sering sulit selam 24 jam pertama, kemungkinan terdapat
spasme sfingter dan adema leher buli-buli sesudah bagian ini mengalami
kompresi antara kepala janin dan tulang pubis selama persalinan. Urin dalam
jumlah besar akan dihasilkan dalam waktu 12-36 jam sesudah melahirkan.
Setelah plasenta lahir, hormon estrogen yang menahan air menurun, sehingga
menyebabkan diuresis. Ureter yang berdilatasi akn kembali normal dalam 6
minggu.

15
3.4.9 Perubahan sistem muskuloskeletal
Adaptasi sistem muskuloskeletal mencakup hal-hal yang membantu
relaksasi dan hipermobilitas sendi dan perubahan pusat gravitasi ibu. Stabilitas
sendi lengkap pada minggu ke-6 sampai minggu ke-8 setelah wanita
melahirkan. Ambulasi umumnya dimulai 4-8 jam postpartum. Ambulasi dini
sangat membantu mencegah komplikasi dan mempercepat proses involusi.
3.4.10 Perubahan endokrin
Kadar estrogen menurun 10% dalam waktu sekitar 3 jam post partum.
Progesteron turun pada hari ke 3 post partum. Kadar prolaktin dalam darah
berangsur-angsur hilang.
3.4.11 Perubahan tanda-tanda vital
Suhu badan pada satu hari (24 jam) postpartum akan naik sedikit
(37,50C-380C) sebagai akibat keras waktu melahirkan, kehilangan cairan dan
kelelahan. Denyut nadi sehabis melahirkan akan lebih cepat. Tekanan darah
biasanya tidak berubah, kemungkinan tekanan darah akan rendah setelah ibu
melahirkan karena ada perdarahan.
3.4.12 Perubahan sistem kardiovaskuler
Setelah terjadi diuresis akibat penurunan estrogen, volume darah
kembali kepada keadaan tidak hamil. Jumlah sel darah merah dan hemoglobin
kembali normal pada hari ke-5. Plasma darah tidak begiitu mengandung
cairan dan dengan demikian daya koagulasi meningkat. Pembekuan darah
harus dicegah dengan penanganan yang cermat dan penekanan pada ambulasi
dini.
3.4.13 Perubahan hematologi
Pada hari pertama post partum, kadar fibrinogen dan plasma akan sedikit
menurun tetapi darah lebih mengental dengan peningkatan viskositas sehingga
meningkatkan faktor pembekuan darah.

16
IV. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
4.1 RIWAYAT KEPERAWATAN
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mengkaji riwayat kesehatan ibu antara
lain:
4.1.1 Bagaimana perasaannya, termasuk mood (suasana hati) dan perasaannya
menjadi orang tua
4.1.2 Keluhan atau masalah yang sekarang dirasakan
4.1.3 Kesulitan dalam berkemih atau defekasi
4.1.4 Perasaannya tentang persalinan dan kelahiran bayinya
4.1.5 Penjelasan tentang kelahiran: adakah komplikasi, laserasi, episiotomi
4.1.6 Suplemen zat besi: adakah ia mendapat tablet zat besi
4.1.7 Pemberian ASI : apakah berhasil,adakah kesulitan

4.2 PEMERIKSAAN FISIK


4.2.1 Kesehatan umum menanyakan bagaimana perasaan ibu
4.2.2 Tanda vital
a. Suhu
Peningkatan suhu tubuh masa nifas disebabkan oleh dehidrasi akibat
keluarnya cairan pada waktu melahirkan. Selain itu disebabkan oleh istirahat
dan tidur yang diperpanjang selama awal persalinan. Pengukuran suhu
dilakukan pada satu jam pertama setelah melahirkan: sekali jam ke-2
sampai jam ke-8; 2 kali jam ke-9 sampai jam ke-24; setiap 4 jam 24 jam
sampai pulang. Pada umumnya suhu tubuh kembali normal setelah 12 jam
post partum (Reeder et al, 2011).
b. Denyut nadi dan pernapasan
Nadi antara 60 sampai 80 x/menit. Denyut nadi di atas 100 x/menit
mengindikasikan adanya infeksi. Pernapasan normal 20 sampai 30 x/menit,
beberapa ibu post partum kadang-kadang mengalami bradikardi puerperal,
yang denyut nadinya mencapai 40-50 x/menit (Reeder et al, 2011).

17
c. Tekanan darah
Pada beberaapa kasus ditemukan keadaan hipertensi post partum,
tetapi keadaan ini akan menghilang dengan sendirinya apabila tidak ada
penyakit lain yang menyertainya dalam 2 bulan pengobatan (Reeder et al,
2011).
d. Payudara
Pengkajian payudara selama massa pasca post partum meliputi
inspeksi ukuran,bentuk, warna, dan kesimetrisan serta palpasi konsitensi dan
apakah ada nyeri tekan buna menentukan status laktasi. Pada 1 sampai 2 hari
pertama pascapartum payudara tidak banyak berubah kecil kecuali sekresi
kolostrom yang banyak. Pada ibu menyusui, saat ASI mulai diproduksi
payudara lebuh besar, keras, hangat (Reeder et al, 2011).
e. Uterus
Kemajuan involusi yaitu proses uterus kembali keukuran kondisina
sebelum kehamilan,diukur dengan mengakaji tinggi dan konsistensi fundus
uterus (Reeder et al, 2011).
f. Kandung Kemih
Wanita pascapartum dianjurkan untuk berkemih sesegera mungkin
setelah melahirkan guna menghindari distensi kandung kemih. Bahkan
dengan kandung kemih yang penuh, wanita yang baru melahirkan mungkin
tidak merasakan desakan untuk berkemih. Perawat mengkaji kondisi
kandung kemih dengan palpasi dan pengamatan abdomen, tinggi dan
konsistensi fundus uterus (Reeder et al, 2011).
g. Genetalia/perineum
Perawat melakukan pengkajian daerah perinium dan perinatal dengan
sering untuk mengidentifikasi karateristik normal atau deviasi dari normal,
deperti hematoma ,memar, edema ,kemerahan dan nyeri tekan. Jika ada
jahitan luka kaji keutuhan,hematoma,perdarahan dan tanda-tanda infeksi
(Reeder et al, 2011).

18
h. Lokhea
Karateristik dan jumlah lokia secara tidak langsung menggambarkan
kemajuan penyembuhan endometrium. Pada proses penyembuhan normal,
jumlah lokia perlahan-lahan akan berkurang dengan perubahan warna yang
khas yang menunjukan penurunan komponen darah dalam area lubra. Pada
hari 1 sampai ke 3 lokia berwarna merah gelap, sekitar keempat
pascapartum menjadi serosa dan merah muda (lokia serosa). Setelah 1
minggu sampai 10 hari, lokia menjadi berwarana putih kekuning-kuningan
(lokia alba) dengan jumlah yang sangat sedikit (Reeder et al, 2011).
i. Ekstremitas Bawah
Ekstremitas bawah diamati untuk mendeteksi tanda-tanda
tromboflebitis pascapartum, yang merupakan suatu komplikasi yang serius.
Pada pengkajian ekstremitas bawah, lakukan pemeriksaan kaki apakah ada
varises, warna kemerahan pada betis, atau edema (Reeder et al, 2011).

4.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN


Diagnosa 1: Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan pervaginam,
kehilangan darah yang berlebih
4.3.1 Definisi
Penurunan cairan intravaskular, interstisial, dan atau intraseluluer yang
mengacu pada dehidrasi, kehilangan cairan tanpa perubahan pada natrium.
4.3.2 Batasan Karakterisktik
a. Perubahan status mental, TD, nadi, volume nadi, turgor kulit, turgor lidah.
b. Penurunan haluaran urine, pengisian vena, BB.
c. Membran mukosa kering, kulit kering.
d. Peningkatan hematokrit, suhu tubuh, frekuensi nadi, konsentrasi urine.
e. Haus dan kelemahan
4.3.3 Faktor Yang Berhubungan
a. Kehilangan cairan aktif
b. Kegagalan mekanism regulasi

19
Diagnosa 2: Nyeri akut berhubungan dengan adanya kontraksi uterus pasca persalinan,
adanya luka insisi post SC
4.3.4 Definisi
Sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang muncul
secara aktualatau potensial kerusakan jaringan atau menggambarkan adanya
kerusakan (Asosiasi Studi Nyeri Internasional): serangan mendadak atau pelan
intensitasnya dari ringan sampai berat yang dapat diantisipasi dengan akhir yang
dapat diprediksi dan dengan durasi kurang dari 6 bulan.
4.3.5 Batasan Karakteristik
a. Laporan secara verbal atau non verbal
b. Fakta dari observasi
c. Posisi antalgic untuk menghindari nyeri
d. Gerakan melindungi
e. Tingkah laku berhati-hati
f. Muka topeng
g. Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau gerakan kacau,
menyeringai)
h. Terfokus pada diri sendiri
i. Fokus menyempit (penurunan persepsi waktu, kerusakan proses berpikir,
penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan)
j. Tingkah laku distraksi, contoh : jalan-jalan, menemui orang lain dan/atau
aktivitas, aktivitas berulang-ulang)
k. Respon autonom (seperti diaphoresis, perubahan tekanan darah, perubahan
nafas, nadi dan dilatasi pupil)
l. Perubahan autonomik dalam tonus otot (mungkin dalam rentang dari lemah
ke kaku)
m. Tingkah laku ekspresif (contoh: gelisah, merintih, menangis, waspada,
iritabel, nafas panjang/berkeluh kesah)
n. Perubahan dalam nafsu makan dan minum
4.3.6 Faktor Yang Berhubungan
Agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis)

20
Diagnosa 3: Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan diurisis post partum,
retensi urine.
4.3.7 Definisi
Disfungsi pada eliminasi urine
4.3.8 Batasan Karakteristik
a. Disuria
b. Sering berkemih
c. Anyang-anyangan
d. Inkontinensia
e. Nokturia
f. Retensi
g. Dorongan
4.3.9 Faktor Yang Berhubungan
a. Obstruksi anatomi
b. Penyebab multiple
c. Gangguan sensori motorik
d. Infeksi saluran kemih

Diagnosa 4: Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan fisik


4.3.10 Definisi
Gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat faktor eksternal
4.3.11 Batasan Karakteristik
a. Perubahan pola tidur normal
b. Penurunan kemampuan berfungsi
c. Ketidakpuasan tidur
d. Menyatakan sering terjaga
e. Menyatakan tidak mengalami kesulitan tidur
f. Menyatakan tidak merasa cukup istirahat
4.3.12 Faktor Yang Berhubungan
a. Kelembaban lingkungan sekitar
b. Suhu lingkungan sekitar

21
c. Tanggung jawab pemberi asuhan
d. Perubahan pajanan terhadap cahaya-gelap
e. Kurang kontrol tidur
f. Kurang privasi, pencahayaan.
g. Bising, bau gas.
h. Restrain fisik, teman tidur.
i. Tidak familiar dengan perabot tidur

Diagnosa 5: Resiko infeksi dengan faktor resiko mastitis, endometrtitis, sistisis luka
post SC
4.3.13 Definisi
Mengalami peningkatan resiko terserang organisme patogenik.
4.3.14 Faktor Resiko
a. Penyakit kronis: DM dan obesitas
b. Pengetahuan yang tidak cukup untuk menghindari pemajanan pathogen
c. Pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat
d. Ketidakadekuatan pertahanan sekunder
e. Vaksinasi tidak adekuat
f. Pemajanan terhadap pathogen
g. Wabah
h. Prosedur invasif
i. Malnutrisi

Diagnosa 6: Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan insisi bedah atau laserasi,
episiotomi, laserasi.
4.3.15 Definisi
Perubahan atau gangguan epidermis dna atau dermis.
4.3.16 Batasan Karakteristik
a. Kerusakan lapisan kulit (dermis)
b. Gangguan permukaan kulit (epidermis)
c. Invasi struktur tubuh
4.3.17 Faktor Yang Berhubungan

22
a. Eksternal: zat kimia, radiasi, usia, kelembaban, hipertermia, hipotermia,
mekanink, medikasi, imobilitasi fisik.
b. Internal: perubahan status cairan, pigmentasi, turgor, perkembangan,
ketidakseimbangan nutrisi, penurunan imunologis, gangguan metabolik,
gangguan sensasi, tonjolan tulang.

4.4 PERENCANAAN
Diagnosa 1: Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan pervaginam,
kehilangan darah yang berlebih
4.4.1 Tujuan dan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien mampu mencegah disfungsional
bleeding dan memperbaiki volume cairan dengan kriteria hasil: klien tidak
mengalami kekurangan volume cairan, masukan dan pengeluaran seimbang
4.4.2 Intervensi dan Rasional
f. Tidurkan pasien dengan posisi kaki lebih tinggi sedangkan badannya tetap
terlentang.
Rasional: dengan kaki lebih tinggi akan meningkatkan venous return dan
memungkinkan darah keotak dan organ lain.
g. Monitor tanda vital.
Rasional: perubahan tanda vital terjadi bila perdarahan semakin hebat.
h. Monitor intake dan output setiap 5 - 10 menit.
Rasional: perubahan output merupakan tanda adanya gangguan fungsi
ginjal.
i. Evaluasi kandung kencing.
Rasional: kandung kencing yang penuh menghalangi kontraksi uterus.
j. Lakukan masage uterus dengan satu tangan serta tangan lainnya diletakan
diatas simpisis.
Rasional: massage uterus merangsang kontraksi uterus dan membantu
pelepasan placenta, satu tangan diatas simpisis mencegah terjadinya inversio
uteri.
k. Batasi pemeriksaan vagina dan rectum.

23
Rasional: trauma yang terjadi pada daerah vagina serta rektum
meningkatkan terjadinya perdarahan yang lebih hebat, bila terjadi laserasi
pada serviks/perineum atau terdapat hematom. Bila tekanan darah semakin
turun, denyut nadi makin lemah, kecil dan cepat, pasien merasa mengantuk,
perdarahan semakin hebat, segera kolaborasi.
l. Berikan infus atau cairan intravena.
Rasional : cairan intravena dapat meningkatkan volume intravaskular.

Diagnosa 2: Nyeri berhubungan dengan adanya kontraksi uterus pasca persalinan,


adanya luka insisi post SC
4.4.3 Tujuan dan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri klien berkurang dengan kriteria
hasil: skala nyeri klien berkurang, wajah klien tampak rileks.
4.4.4 Intervensi dan Rasional
a. Beri posisi yang nyaman pada pasien.
Rasional: meningkatkan relaksasi/meminimalkan stimulus.
b. Berikan kompres hangat di perut klien.
Rasional: vasodilatasi pembuluh darah mengurangi rasa nyeri.
c. Anjurkan klien tetap untuk menyusui anaknya.
Rasional: mencegah agar payudara tidak bengkak.
d. Ajarkan tindakan non infasif, seperti relaksasi.
Rasional: menurunkan tekanan vaskuler serebral.
e. Kolaborasi,pemebrian analgetik.
Rasional: untuk mengurangi rasa nyeri

Diagnosa 3: Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan diurisis post partum ,
retensi urine.
4.4.5 Tujuan dan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi retensi urine dengan
kriteria hasil: berkemih dalam 6-8 jam, jumlah adekuat, eliminasi urine
berlanjut tanpa masalah.

24
4.4.6 Intervensi dan Rasional
a. Kaji kandung kemih secara teratur
Rasional: mengetahui keadaaan urin pada kandung kemih
b. Anjurkan berkemih pertama kali dalam 6-8 jam
Rasional: mengurangi urine yang tertampung pada kandung kemih
c. Lakukan kateralisasi jika diindikasikan
Rasional: memberikan solusi agar tidak terjadi pemenuhan pada kandung
kemih dan mencegah retensi urine.

Diagnosa 4: Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan fisik


4.4.7 Tujuan dan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, kebutuhan istirahat tidur terpenuhi
dengan kriteria hasil klien tampak segar,klien tidur 7-8 jam per hari.
4.4.8 Intervensi dan Rasional
a. Kaji pola tidur klien
Rasional : Data awal tanda dan gangguan pola tidur.
b. Ciptakan suasana yang tenang dengan membatasi pengunjung
Rasional : Memungkinkan menambah kenyamanan klien
c. Kaji kebiasaaan klien sebelum tidur
Rasional : Mnegidentifikasi penyebab gangguan tidur.
d. Ajarkan tehnik relaksasi
Rasional : Membantu klien untuk rileks

Diagnosa 5: Resiko infeksi berhubungan dengan mastitis, endometrtitis, sistisis luka


post SC
4.4.9 Tujuan dan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi infeksi dengan kriteria
hasil: lokhea tidak berbau dan TTV dalam batas normal.
4.4.10 Intervensi dan Rasional
a. Catat perubahan tanda vital.
Rasional: perubahan tanda vital (suhu) merupakan indikasi terjadinya
infeksi.

25
b. Catat adanya tanda lemas, kedinginan, anoreksia, kontraksi uterus yang
lembek, dan nyeri panggul.
Rasional: tanda-tanda tersebut merupakan indikasi terjadinya bakterimia,
shock yang tidak terdeteksi.
c. Monitor involusi uterus dan pengeluaran lochea.
Rasional: infeksi uterus menghambat involusi dan terjadi pengeluaran
lochea yang berkepanjangan.
d. Perhatikan kemungkinan infeksi di tempat lain, misalnya infeksi saluran
nafas, mastitis dan saluran kencing.
Rasional: infeksi di tempat lain memperburuk keadaan.
e. Berikan perawatan perineal,dan pertahankan agar pembalut
jangan sampai terlalu basah.
Rasional: pembalut yang terlalu basah menyebabkan kulit iritasi dan dapat
menjadi media untuk pertumbuhan bakteri,peningkatan
resiko infeksi.
f. Tindakan kolaborasi
1. Berikan zat besi (anemi memperberat keadaan).
2. Beri antibiotika (pemberian antibiotika yang tepat diperlukan untuk
keadaan infeksi)

Diagnosa 6: Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan insisi bedah atau laserasi,
episiotomi, laserasi.
4.4.11 Tujuan dan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan kulit utuh, dengan kriteria hasil: kulit
sembuh,dan tidak terjadi tanda-tanda infeksi
4.4.12 Intervensi dan Rasional
a. Observasi integritas kulit
Rasional: mengetahui keadaaan kulit
b. Lakukan medikasi desngan teknik steril
Rasional: menjaga agar kulit tetap bersih dan tidak terjadi infeksi
c. Ajarkan pada klien untuk menjaga agar luka tetap bersih dan kering

26
Rasional: penyembuhan luka bergantung pada keadaan yang bersih

V. DAFTAR PUSTAKA
Epriliana, Putu. (2017). Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan
Plasenta Previa. Politeknik Kesehatan Denpasar: Naskah Dipublikasikan
NANDA. (2012). Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Buku
Kedokteran EGC: Jakarta
Novianti, Ulfa. (2014). Laporan Pendahuluan Plasenta Previa. STIKES Hangtuah Tanjung
Pinang: Naskah Dipublikasikan
Nugroho, Akbar. (2012). Laporan Pendahuluan Operasi SC Dengan Plasenta Previa.
Universitas Brawijaya Malang: Nasakah Dipublikasikan
Prawirohardjo, Bumi. (2014). Laporan Pendahuluan Plasenta Previa. STIKES Hangtuah
Tanjung Pinang: Naskah Dipublikasikan

27

Anda mungkin juga menyukai