OLEH:
NIM: 0118021
MOJOKERTO
2020
LEMBAR PENGESAHAN
Hari :
Tanggal :
Mengetahui
Kepala Ruangan
KATA……………..
PENGANTAR
NPP.
LAPORAN PENDAHULUAN
DI RUANG INC
RSUD WAHIDIN
b. Etiologi
Sampai sekarang penyebab hidramnion masih belum jelas. Pada banyak kasus
hidramnion berhubungan dengan kelainan malformasi janin, khususnya kelainan system
saraf pusat dan traktus gastrointestinal. Namun secara teori, hidramnion dapat terjadi
karena hal-hal berikut :
1. Produksi air ketuban bertambah
Diduga air ketuban dibentuk oleh sel-sel amnion, tetapi air ketuban dapat
bertambah cairan lain masuk ke ruang amnion, misalnya urine janin dan
cairan otak anensefalus Naeye dan Blanc (1972) mengidentifikasi dilatasi
tubulus ginjal dan kandung kemih ukuran besar akan meningkatkan urine
output pada awal periode pertumbuhan fetus. Hal inilah yang meningkatkan
produksi urine fetus yang mengakibatkan hidramnion.
2. Pengaliran air ketuban terganggu
Air ketuban yang dibentuk, secara rutin dikeluarkan dan diganti dengan yang
baru. Salah satu cara pengeluaran adalah ditelan oleh janin, diabsorbsi oleh
usus kemudian dialirkan ke plasenta untuk akhirnya masuk ke dalam
peredaran darah ibu. Ekskresi air ketuban ini akan terganggu bila janin tidak
bias menelan seperti pada atresia esophagus dan anensefalus.
Menurut dr. Hendra Gunawan Wijanarko, Sp.OG dari RSIA Hermina
Pasteur, Bandung (2007) menjelaskan bahwa hidromnion terjadi karena:
1. Produksi air jernih berlebih
2. Ada kelainan pada janin yang menyebabkan cairan ketuban
menumpuk, yaitu hidrocefalus, atresia saluran cerna, kelainan ginjal
dan saluran kencing kongenital
3. Ada sumbatan / penyempitan pada janin sehingga dia tidak bisa
menelan air ketuban. Alhasil volume ketuban meningkat drastis
4. Kehamilan kembar, karena adanya dua janin yang menghasilkan air
seni.
5. Ada proses infeksi.
6. Ada hambatan pertumbuhan atau kecacatan yang menyangkut sistem
syaraf pusat sehingga fungsi gerakan menelan mengalami kelumpuhan
7. Ibu hamil mengalami diabetes yang tidak terkontrol
8. Ketidak cocokan / inkompatibilitas rhesus
c. patofisiologi
Pada awal kehamilan, rongga amnion terisi oleh cairan yang komposisinya sangat
mirip dengan cairan ekstrsel. Selama paruh pertama kehamilan, pemindahan air dan
molekul kecil lainnya berlangsung tidak saja melalui amnion tetapi juga menembus kulit
janin. Selama trimester kedua, janin mulai berkemih, menelan, dan menghirup cairan
amnion (Abramovich dkk. 1979; Duenhoelter dan Pritchard, 1976). Proses-proses ini
hampir pasti secara bermakana mengatur pengendalian volume cairan. Walaupun pada
kasusu hidramnion epitel emnion sering dianggap sebagai sumberutama cairan amnion
belum pernah ditemukan adanya perubahan histologik pada amnion atau perubahan
kimiawi pada cairan amnion.
Karena dalam keadaan normal janin menelan cairan amnion, diperkirakan bahwa
mekanisme ini adalah salah satu cara pengaturan volume cairan ketuban. Teori ini
dibenarkan dengan kenyataan bahwa hidramnion hampir selalu terjadi apabila janin tidak
dapat menelan, seperti pada kasus atresia esophagus. Pros ini jelas bukan satu-satunya
mekanisme untuk mencegah hidramnion. Pritchard (1966) dan Abramovich (1970)
mengukur hal ini dan menemukan bahwa pada beberapa kasus hidramnion berat, janin
menelan cairan amnion dalam jumlah yang cukup banyak.
Hidramnion terjadi bila produksi air kutuban bertambah , bila pengaliran air
ketuban ternganggu atau kedua duanya. diduga air ketuban dibentuk dari sel-sel amnion,
Di samping itu ditambah oleh air kencing janin dan cairan otak pada anensefalus. Air
ketuban yang dibentuk secara rutin dikeluarkan dan diganti dengan yang baru. Salah satu
cara pengeluarannya ialah ditelan oleh janin, di absorpsi kemudian dialirkan ke plasenta
untuk akhirnya masuk peredaran darah ibu. Ekresi air ketuban akan terngangu bila bayi
susah menelan seperti pada atresia esophagus atau tumor tumor plasenta. pada
anencepalus disebabkan pula karena transudat cairan dari selaput otak dan sumsum
tulang belakang dan berkurangnya hormone antideuretik.
Hidramnion yang sering terjadi pada diabetes ibu selama hamil trimester ketiga masih
belum dapat diterangakan. Salah satu penjelasannya adalah bahwa hiperglikemia ibu
menyebabkan hiperglikemia janin yang menimbulkan diuresis osmotik. Barhava dkk
(1994) membuktikan bahwa volume air ketuban trimester ketiga pada 399 diabetes
gestasional mencerminkan status glikenik terakhir. Yasuhi dkk. (1994) melaporkan
peningkatan produksi urin janin pada wanita diabetic yang puasa dibandingkan dengan
control nondiabetik. Yang menarik, produksi urin janin meningkat pada wanita
nondiabetik setelah makan, tetapi hal ini tidak dijumpai pada wanita diabetik.
d. pathway
cairan amnion
hidramnion
peningkatan
tekanan dalam dan cairan berlebihan
sekitar uterus
intoleransi aktifitas
pertukaran gas
terganggu perubahan fisik seperti
pembesaran perut yang tidak
sesuai usia kehamilan
kurang pengetahuan
ansietas
e. tanda dan gejala
1. Tanda
a. Ukuran uterus lebih besar disbanding yang seharusnya
b. Identifikasi janin dan bagian janin melalui pemeriksaan palpasi sulit dilakukan
c. Djj sulit terdengar
d. Balotemen janin jelas
2. Gejala
a. Sesak nafas dan rasa tak nyaman di perut
b. Gangguan pencernaan
c. Edema
d. Varises dan Hemoroid
e. Nyeri abdomen (Hanifa, 2005)
f. pemeriksaan penunjang
1. Foto rontgen (bahaya radiasi)
2. USG
Banyak ahli mendefinisikan hidramnion bila indeks cairan amnion (ICA) melebihi
24-25cm pada pemeriksaan USG. Berdasarkan pemeriksaan USG, hidramnion
terbagi menjadi:
a. Mild Hydramnion (hidramnion ringan), bila kantung amnion mencapai 8-
11 cm dalam dimensi vertical. Insiden sebesar 80% dari semua kasus
yang terjadi
b. Moderate Hydramnion (hidramnion sedang), bila kantung amnion
mencapai 12-15 cm dalamnya. Insiden sebesar 15%.
c. Severe Hydramnion (hidramnion berat), bila janin ditemukan berenang
dengan bebbas dalam kantung amnion yang mencapai 16 cm atau lebih
besar. Insiden sebesar 5%.
g. penatalaksanaan
1. Implikasi Keperawatan hidromnion dibagi dalam tiga fase :
a. Waktu hamil
a) Hidromnion ringan jarang diberi terapi klinis, cukup diobservasi dan
berikan terapi simptomatis.
b) Ajarkan klien untuk melaporkan setiap tanda ruptur membrane atau
kontraksi uterus.
c) Bantu klien untuk menghindari konstipasi dengan cara meningkatkan
masukan serat dalam diet atau dengan menggunakan pencahar sesuai
resep karena terdapat kemungkinan terjadi rupture membran akibat
peningkatan tekanan uterus.
d) Ingat bahwa agens antiinflamasi nonsteroid seperti indometachin
dapat efektif dalam menurunkan pembentukan cairan amnion.
e) Persiapkan tokolisis dengan magnesium sulfat untuk mencegah atau
menghentikan persalinan premature.
f) Pada hidromnion yang berat dengan keluhan-keluhan, harus dirawat
dirumah sakit untuk istirahat sempurna. Berikan diet rendah garam.
Obat-obatan yang dipakai adalah sedativa dan obat diuresis. Bila
sesak hebat sekali disertai sianosis dan perut tengah, lakukan pungsi
abdominal pada bawah umbilikus. Dalam satu hari dikeluarkan 500cc
per jam sampai keluhan berkurang. Jika cairan dikeluarkan
dikhawatirkan terjadi his dan solutio placenta, apalagi bila anak
belum viable. Komplikasi pungsi dapat berupa :
1) Timbul his
2) Trauma pada janin
3) Terkenanya rongga-rongga dalam perut oleh tusukan
4) Infeksi serta syok
5) bila sewaktu melakukan aspirasi keluar darah, umpamanya
janin mengenai placenta, maka pungsi harus dihentikan.
b. Waktu partus
a) Bila tidak ada hal-hal yang mendesak, maka sikap kita menunggu.
b) Persiapkan tokolisis dengan magnesium sulfat untuk mencegh atau
menghentikan persalianan premature.
c) Bila keluhan hebat, seperti sesak dan sianosis maka lakukan pungsi
transvaginal melalui serviks bila sudah ada pembukaan. Dengan
memakai jarum pungsi tusuklah ketuban pada beberapa tempat, lalu
air ketuban akan keluar pelan-pelan
d) Bila sewaktu pemeriksaan dalam, ketuban tiba-tiba pecah, maka untuk
menghalangi air ketuban mengalir keluar dengan deras, masukan tinju
kedalam vagina sebagai tampon beberapa lama supaya air ketuban
keluar pelan-pelan. Maksud semua ini adalah supaya tidak terjadi
solutio placenta, syok karena tiba-tiba perut menjadi kosong atau
perdarahan post partum karena atonia uteri.
c. Post partum
a) Harus hati-hati akan terjadinya perdarahan post partum, jadi sebaiknya
lakukan pemeriksaan golongan dan transfusi darah serta sediakan obat
uterotonika.
b) Untuk berjaga-jaga pasanglah infus untuk pertolongan perdarahan
post partum
c) Jika perdarahan banyak, dan keadaan ibu setelah partus lemah, maka
untuk menghindari infeksi berikan antibiotika yang cukup.
d) Kaji bayi baru lahir dengan cermat terhadap factor yang dapat
membuatnya tidak mampu menelan in utero.
Terapi Medis
Pada persiapan terapi hidramnion harus dilakukan pemeriksaan laboratorium
lengkap; darah lengkap, system hemopoesis, fungsi liver dan ginjal,
ultrasonografi.
Pengobatan Hidramnion dapat dibagi menjadi 3 jenis :
a. Hidramnion menahun
Terapi yang diberikan adalah obat oral :
a) Indometasin 25-50 mg tiga kali/hari
Keuntungannya : Menurunkan produksi urin janin sehingga
menurunkan jumlah air ketuban
Kerugiannya :Dapat menimbulkan vasokonstriksi umum
pembuluh darah termasuk yang menuju SSP
b) Mempercepat tertutupnya duktus arteriosus Bothali sehigga
terjadi perubahan hemodinamik setelah lahir.Pemberian obat
Indometasin harus diikuti dengan pemeriksaan USG untuk
menetapkan AFI atau poket vertical dalam kantong amion.
Dengan demikian dapat dihindari terjadinya oligohidramnion.
b. Hidramnion akut-mendadak usia kehamilan kurang dari 35 minggu.
Penatalaksanaan untuk hiramnion akut dapat dilakukan dengan 2 metode :
a) Amniosestesis
1. Dinding abdomen didesinfeksi
2. Tutup dengan duk steril sekitarnya
3. Jarum spiral no.22 dimasukkan menembus dinding
abdomen langsung ke kavum uteri dengan tuntunan USG
4. Selanjutnya air ketuban dikeluarkan sekitar 500 cc setiap
kali tindakan.
5. Amniosentesis dilakukan pada janin yang masih premature
dengan usia kehamilan kurang dari 35 minggu
c. Amniosentesis tidak sulit dilakukan tetapi mempunyai komplikasi :
1. Sebagai induksi persalinan premature
2. Terjadi solusio plasenta
3. Trauma langsung pada janin, plasenta dan menimbulkan
perdarahan intrauteri
4. Infeksi khoriomanionitis
Jika terjadi komplikasi yang serius, tindakan selanjutnya
adalah operasi profilaksis mortalitas maternal.
d. Memecahkan ketuban
Pada pemeriksaan ultrasonografi usia kehamilan kurang dari 35
minggu, tetapi memiliki kelainan congenital yang fatal, maka dilakukan
amniotomi. Amniotomi dengan pertimbangan untuk melakukan induksi
persalinan dan mengharapkan “euthanasia” terhadap janin yang tidak
mungkin bertahan hidup, karena kelainan kongenitalnya bersifat fatal.
Amniotomi dilakukan pada hasil USG dengan kelainan congenital
yang berat, tanpa memandang usia kehamilannya. Sudah tentu
pertimbangan ini diambil setelah mendapat persetujuan keluarga dalam
bentuk “informed consent” sehingga jika terjadi masalah akan terbebas
dari tuntutan hukum.
Hidramnion mendadak dengan usia kehamilan diatas 35 minggu.
Amniotomi merupakan satu-satunya tindakan untuk dapat mencapai
sasaran :
a) Mengurangi keluhan maniefestasi klinis hidramnion akut.
b) Bahwa dengan usia di atas 35 minggu, dapat diperkirakan
kemungkinan janin akan dapat diselamatkan dengan
kemampuan perawatan dan pelayanan prematuritas.
Kompilkasi amniotomi pada hidramnion :
1. Terjadi fetal distress sehingga segera dilakukan tindakan
seksio sesarea.
2. Solusio plasenta dan prolaps tali pusat, pada aliran air
ketuban yang deras akan meningkatkan tindakan seksio
sesarea pada hidramnion
f.komplikasi
Hidramnion dapat menimbulkan komplikasi lanjut seperti :
a. Malpresentasi janin (bokong janin berada di posisi terendah di dalam
panggul contoh : sungsang dan melintang )
b. Pelepasan plasenta premature (abrusio)
c. Disfungsi uterus selama persalinan
d. Perdarahan pasca partum segera sebagai akibat atoni uterus dari
overdistensi
e. Prolapps tali pusat
f. Persalinan premature (Varney, helen.2001)
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
biodata
a. Identitas pasien
Dalam pengkajian, hal-hal yang perlu dikaji seperti : nama pasien, umur, alamat,
pekerjaan, agama, suku, nama penanggung jawab, hubungan penanggung jawab dengan
klien dan sebagainya.
b. Keluhan utama
Merupakan alasan utama pasien masuk atau datang ketempat pelayanan kesehatan dan
apa-apa saja yang dirasakan pasien. dalam kasus polihidramnion ini keluhan utama yang
biasa ditemui :
a) perut lebih berat dan lebih besar dari biasanya
b) mengeluh sesak nafas
c) mual muntah
d) nyeri pada ulu hati dan perut karena tegangnya uterus
c. Riwayat kesehatan
a) Lalu : mengetahui kemungkinan pasien ada menderita penyakit jantung,
hipertensi, diabetes melitus, hepatitis dan TBC.
b) Sekarang : mengetahui kemungkinan ibu sedang menderita penyakit jantung,
hipertensi, diabetes melitus, hepatitis, TBC. Yang harus diperhatikan yaitu
penyakit jantng dan diabetes melitus karena polihidramnion sering berkaitan
degan keduanya.
c) Keluarga : mengetahui kemungkinan dalam anggota keluarga ada yang
menderita penyakit menular, menahun dan keturunan, riwayat kehamilan kembar.
d) pernikahan
e) Riwayat menstruasi
f) Riwayat kehamilan dan persalinan
g) Riwayat Kontrasepsi
Mengetahui apa jenis kontrasepsi yang digunakan ibu, berapa lamanya, apa
masalahnya, atau efek samping yang dirasakan ibu, serta apa alasan ibu untuk
berhenti memakai kontrasepsi.
d. Pemeriksaan fisik
a. Aktifitas
a) kelelahan
b) aktivitas menurun karena perut terasa tegang dan lebih berat dari biasanya
b. Sirkulasi
a) TD dan nadi mungkin menurun yang berhubungan dengan kompresi vena kava
b) DJJ sulit terdengar
c) Waspada terhadap adanya deselerasi variebel yang dapat berindikasi prolaps
tali pusat
d) Sionasis
c. Integritas ego
Kehamilan biasanya direncanakan.
d. Eliminasi
a) Konstipasi,
b) Oliguria berat
c) Makanan dan carian
d) Sirkulasi pada daerah ekstremitas bawah menurun, sehingga kemungkinan ada
edema karena uterus yang terus menerus menegang akan menekan diafragma
dan pembuluh darah pelvis
e. Neurosensori
Dapat mengalami kesulitan fungsi otot ( misal sklerosis multiple, miastenia gravis,
paralisis)
f. Pernapasan
Sesak nafas yang parah
g. Seksualitas
Fundus uteri lebih tinggi dari tuanya kehamilan sesungguhnya
a) Vulva dan perineum membengkak
b) Kaji diameter pelvis
B. Diagnosa
a) Gangguan pertukaran gas b/d tekanan pada diafragma, sekunder akibat hidramnion
(D.0003)
a) Anxietas b/d hasil kehamilan yang tidak diketahui (D.0080)
b) Intoleransi aktivitas b/d dispneu (D.0056)
c) Kurang pengetahuan b/d tidak mengenal resiko individu pada penatalaksanaan
hidrmnion (D.0111)
d) Resiko tinggi cedera terhadap janin b/d hidramnion (D.0136)
C. Intervensi
D. Evaluasi
a. Tidak ada lagi keluhan sesak nafas pada pasien
b. Pasien merasa lebih nyaman
c. Pasien dapat bergerak atau melakukan aktivitas sehari-hari seperti biasa
d. Pasien memahami prognosis penyakit, perkembangan pengobatan dari
penyakitnya
e. Ansietas pada pasien berkuran atau hilang
Asuhan keperawatan Ny. S dengan kasus polihidramnion
NIM : 0118021
I. IDENTITAS
a. Identitas Istri
Nama : Ny “S ”
Umur : 20 Tahun
Suku :Makassar
Agama :Islam
Pendidikan :SMA
Pekerjaan :Ibu rumah tangga
Alamat :Jl. Sabutung Timur
b. Identitas suami
Nama : Tn “B”
Umur : 25 tahun
Suku : Bugis
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jl. Sabutung Timur
Pe
U In
Umur Pen Pen Las rd
N M Jeni Penol fe Jeni Hidup
Kehamila yuli yuli eras ar Bb pj
O U s ong ks s /mati
n t t i ah
R i
an
g. Riwayat KB
Ibu tidak pernah menjadi akseptor KB
h. Riwayat Ginekologi
Tidak pernah menderita penyakit gangguan pada organ atau sistem reproduksi
b. Pemeriksaan IPPA
1. Kepala
Rambut lurus, kulit kepala bersih dan tidak berketombe.
Tidak ada benjolan dan nyeri tekan
2. Wajah
Tidak ada cloasma gravidarum dan tidak berjerawat (acne)
Tidak ada nyeri tekan dan oedema
3. Mata
Simetris kiri dan kanan, konjungtiva merah muda, sklera putih, fungsi
penglihatan baik.
4. Hidung
Bentuk simetris, Tidak ada sekret dan polip, fungsi penciuman baik
5. Mulut
Bibir lembab, gusi berwarna merah muda, lidah bersih dan
Tidak ada caries gigi
6. Telinga
Simetris kiri dan kanan, kanalis bersih dan tidak ada serumen, fungsi
pendengaran baik.
7. Leher
Tidak ada pembesaran vena jugularis, kelenjar tiroid, dan kelenjar limfa.
8. Payudara
Simetris kiri dan kanan, puting susu menonjol, tampak
Hiperpigmentasi pada areola mammae
Tidak ada nyeri tekan dan tidak teraba massa.
9. Abdomen
Tampak linea nigra, striae livide
Tidak ada luka bekas operasi
Pembesaran tidak sesuai dengan usia kehamilan,
a) Palpasi secara Leopold
1) Leopold 1 : TFU 2 jari bawah PX (32cm)
2) Lingkar perut = 84 cm
3) Leopold 2 : Abdomen teraba tegang, teraba ballottement,
bagian-bagian sukar ditemukan
4) TBJ : 32 x 84 = 2.688 gr
b) Auskultasi
DJJ terdengar jauh dan halus dibawah pusat sebelah kanan, frekuensi
126x/I, teratur.
11. Genetalia
Tidak ada keputihan, tidak ada hemorrhoid, tidak ada varices, terdapat oedema.
V. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. USG : AFI di atas 25 cm atau poket lebarnya di atas 8 cm.
b. Tes toleransi glukosa : untuk mengetahui adanya indikasi diabetes gestasional.
Ibu yang mengalami diabetes gestasional beresiko tinggi mengalami hidramnion.
c. Jumlah trombosit : Pada ibu dengan riwayat perdarahan jumlah trombosit
meningkat
d. Urinalisis : Mendeteksi bakteriuria
e. Pemeriksaan koagulasi (APPT. PPT, PT) : Mengidentifikasi kelainan pembekuan
bila ada perdarahan. Pada Kehamilan dengan hidramnion, resiko terjadinya
perdarahan sangat tinggi.
biasanya
Cemas
3. DS: pasien mengatakan Pembesaran rongga rahim Kurangnya pengetahuan
tidak mengetahui tentang
penyakit yang dialaminya
DO: Perubahan fisik sprti
pembesran Perut tidak sesuai
- Tampak bingung umur kehamilan
Dispneu
DO:
Pembesaran rongga rahim
No. register :
Umur : 20 tahun
No. register :
DAFTAR PUSTAKA
Mochtar, Rustam.(1998). sinopsis Obstetri, Jilid 2, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Benzion Taber, MD. 1994. Kapita Selekta : Kedaruratan Obstetri & Ginekologi. Edisi I. Jakarta.
EGC
Davison, Gerald C. 2006. Psikologi Abnormal. Jakarta : Raja Grafindo Persada
Fadlun dan Achmad Feryanto. Asuhan Kebidanan Patologis. Salemba Medika : Jakarta
Chunning, F. Gary,et al. 2005.Obstetri Williams. Jakarta : EGC
Prawirohardjo, Sarwono., 2002. ilmu kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka