Disusun oleh :
Rosita Anjani
20018
Plasenta previa
Perdarahan
Risiko
Kehilangan cairan HbO2 dalam O2 kejaringan pertumbuhan janin
dan darah darah menurun fetus menurun terhambat/kematia
n janin
Intoleransi Aktivitas
D. MANIFESTASI KLINIS
Ciri yang menonjol pada plasenta previa adalah perdarahan biasanya terjadi
pada akhir trimester II hingga trimester III atau sebelum persalinan, perdarahan
uterus keluar tanpa disertai rasa nyeri. Perdarahan pertama biasanya sedikit kemudian
berhenti sendiri, namun perdarahan berulng tanpa sebab yang jelas akan timbul
kembali. Pada plasenta letak rendah, perdarahan baru terjadi pada saat mulai
persalinan, bisa sedikit sampai banyak mirip dengan solusioplasenta. Perdarahan
berat disebabkan segmen bawah rahim tidak mampu berkontraksi sekuat segmen
atas rahim sehingga dapat menybabkan perdarahan berlangsung hingga pasca
persalinan. Perdarahan bisa juga bertambah disebabkan serviks dan segmen bawah
rahim pada plasenta previa lebih rapuh dan mudah mengalami robekan. Robekan
lebih mudah terjadi pada upaya pengeluaran plasenta dengan tangan misalnya
pada retensio plasenta sebagai komplikasi plasenta akreta (Prawirohardjo, 2018).
Gejala dan dampak yang dapat terjadi pada ibu dan janin dengan kasus
plasenta previa adalah sebagai berikut:
1) Gejala
Gejala-gejala plasenta previa ialah perdarahan tanpa nyeri, sering terjadi pada
malam hari saat pembentukan segmen bawah rahim, bagian terendah masih tinggi
diatas pintu atas panggul (kelainan letak). Perdarahan dapat sedikit atau banyak
sehingga timbul gejala. Biasa perdarahan sebelum bulan ketujuh memberi
gambaran yang tidak berbeda dari abortus, perdarahan pada plasenta previa di
sebabkan karena pergerakan antara plasenta dengan dinding rahim. Biasanya
kepala anak sangat tinggi karena plasenta terletak pada kutub bawah rahim,
kepala tidak dapat mendekati pintu atas panggul, karena hal tersebut di atas, juga
ukuran panjang rahim berkurang maka plasenta previa lebih sering terdapat
kelainan letak.
1) Dampak
a) Bahaya pada ibu dengan plasenta previa jika terjadi, yaitu perdarahan yang
hebat, Infeksi sepsis dan emboli udara
b) Sementara bahaya untuk janinnya antara lain yaitu Hipoksia, Perdarahan dan
syok (Maryunani, 2018:138).
E. KLASIFIKASI
Ada empat macam jenis berdasarkan letaknya (Cunningham, 2016):
1) Plasenta previa totalis yaitu ostium internum tertutup sama sekali oleh jaringan
plasenta
2) Plasenta previa parsialis yaitu ostium internum tertutup sebagian oleh
jaringan plasenta
3) Plasenta previa marginalis dimana tepi plasenta terletak pada bagian pinggir
ostium internum dan
4) Plasenta letak rendah yaitu plasenta tertanam dalam segmen bawah uterus,
sehingga tepi plasenta sebenarnya tidak mencapai ostium internum tetapi
sangat berdekatan dengan ostium tersebut. Kejadian yang paling khas pada
plasenta previa yaitu perdarahan rasa nyeri yang biasanya terlihat setelah
kehamilan mendekati akhir trimester kedua atau sesudahnya, perdarahan
secara tiba-tiba. Pasien dengan plasenta previa dapat digolongkan kedalam
beberapa kelompok (Cunningham, 2016) yaitu ;
- Kelompok dengan janin prematur tetapi tidak terdapat kebutuhan yang
mendesak untuk melahirkan janin tersebut
- Kelompok dengan janin dalam waktu 3 minggu menjelang aterm
- Kelompok yang berada dalam proses persalinan dan
- Kelompok dengan perdarahan yang begitu hebat sehingga uterus harus
dikosongkan meskipun janin masih imatur. Penatalaksanaan yang tepat
adalah pengurangan aktivitas fisik, menghindari pemeriksaan dalam dan
pemberian cairan infus berupa elektrolit dan tranfusi jika perdarahan terus
menerus.
F. FAKTOR RISIKO
Faktor risiko perdarahan antepartum untuk plasenta previa menurut
Prawiroharjo (2018) adalah paritas tinggi, usia lanjut, cacat rahim misal bekas
bedah cesar atau miomektomi, perokok, cacat bekas bedah cesar, plasenta yang
terlalu besar seperti pada kehamilan ganda dan eritoblastosis fetalis bisa yang dapat
menyebabkan pertumbuhan plasenta melebar ke segmen bawah rahim sehingga
menutupi sebagian atau seluruh segmen ostium uteri internum. Faktor predisposisi
plasenta previa merupakan faktor risiko plasenta previa adalah usia ibu > 35 tahun,
Multiparitas, ibu dengan riwayat bedah cesar, infertilitas buatan, perokok, Alpha
Feloprotein (AFP), ibu dengan kehamilan kembar, Jarak kehamilan yang terlalu dekat
serta riwayat ibu dengan kuretase. Manuaba (2014) menambahkan bahwa mioma
uteri dan malnutrisi merupakan juga merupakan faktor risiko plasenta previa. Faktor
risiko plasenta previa menurut Mochtar dalam Norma (2014) adalah:
1) Usia ibu > 35 tahun
2) Paritas banyak
3) Endometrium cacat oleh karena bekas cesar atau bekas kuretase
4) Jarak persalinan yang dekat yaitu kurang dari 2 tahun
5) Mioma uteri
6) Polip endometrium
7) Kehamilan kembar
8) Ibu yang merokok
9) Riwayat plasenta previa sebelumnya
10) Adanya luka jaringan parut sehingga dapat menyebabkan hipoplasia
endometrium sedangkan faktor lainnya adalah reaksi korpus luteum
melambat.
G. PATHWAY
Placenta previa
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. USG (Ultrasonographi)
Dapat mengungkapkan posisi rendah berbaring placnta tapi apakah placenta
melapisi cervik tidak biasa diungkapkan
2. Sinar X
Menampakkan kepadatan jaringan lembut untuk menampakkan bagian-bagian
tubuh janin.
3. Pemeriksaan laboratorium
Hemoglobin dan hematokrit menurun. Faktor pembekuan pada umumnya di
dalam batas normal.
4. Pengkajian vaginal
Pengkajian ini akan mendiagnosa placenta previa tapi seharusnya ditunda jika
memungkinkan hingga kelangsungan hidup tercapai (lebih baik sesuadah 34
minggu). Pemeriksaan ini disebut pula prosedur susunan ganda (double setup
procedure). Double setup adalah pemeriksaan steril pada vagina yang dilakukan di
ruang operasi dengan kesiapan staf dan alat untuk efek kelahiran secara cesar.
5. Isotop Scanning
Atau lokasi penempatan placenta.
6. Amniocentesis
Jika 35 – 36 minggu kehamilan tercapai, panduan ultrasound pada amniocentesis
untuk menaksir kematangan paru-paru (rasio lecithin / spingomyelin [LS] atau
kehadiran phosphatidygliserol) yang dijamin. Kelahiran segera dengan operasi
direkomendasikan jika paru-paru fetal sudah mature.
I. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan plasenta previa yaitu:
1) Konservatif
Dilakukan perawatan konservatif bila kehamilan kurang 37 minggu, perdarahan
tidak ada atau tidak banyak (Hb masih dalam batas normal), tempat tinggal pasien
dekat dengan rumah sakit (dapat menempuh perjalanan dalam 1 menit). Perawatan
konservatif berupa:
a) Istirahat
b) Pemberian hematinik dan spasmolitik untuk mengatasi anemia
c) Memberikan antibotik bila ada indikasi
d) Pemeriksaan USG, Hb, dan hematokrit.
2) Penanganan aktif
Penanganan aktif bila perdarahan banyak tanpa memandang usia kehamilan,
umur kehamilan 37 minggu atau lebih, anak mati. Penanganan aktif berupa
persalinan pervaginam dan persalinan per abdominal. Penderita di persiapkan
untuk pemeriksaan dalam diatas meja operasi. (double set up) yakni dalam
keadaan siap operasi. Bila pemeriksaan dalam didapatkan:
a) Plasenta previa margnalis,
b) Plasenta previa letak rendah
c) Plasenta previa lateralis atau marginalis dimana janin mati dan
serviks sudah matang, kepala sudah masuk pintu atas panggul dan
tidak ada perdarahan atau hanya sedikit maka lakukan amniotomi
yang diikuti dengan drips oksitosin pada partus pervaginam, bila gagal
drips (sesuai dengan protap terminasi kehamilan). Bila terjadi perdarahan
banyak lakukan seksio caesarea. Indikasi untuk melakukan seksio caesarea
adalah:
a) Plasenta previa totalis
b) Perdarahan banyak tanpa henti
c) Presentase abnormal
d) Panggul sempit
e) Keadaan serviks tidak menguntungkan (belum matang)
f) Gawat janin
Cara Menyelesaikan Persalinan pada Kehamilan dengan Plasenta Previa
Menurut Prawirohardjo (2018), cara menyelesaikan persalinan pada
kehamilan dengan plasenta previa adalah sebagai berikut:
a) Seksio caesarea
Prinsip utama dalam melakukan seksio caesarea (adalah untuk
menyelamatkan ibu, sehingga walaupun janin meninggal atau tak
punya harapan untuk hidup, tindakan ini tetap di laksanakan). Tujuan
seksio caesarea yaitu melahirkan janin dengan segera sehingga uterus
dapat segera berkontraksi dan menghentikan perdarahan dan
menghindarkan kemungkinan terjadinya robekan pada servik uteri, jika
janin di lahirkan pervaginam. Tempat implantasi plasenta previa
terdapat banyak vaskularisasi sehingga serviks uteri dan segmen
bawah rahim menjadi tipis dan mudah robek, selain itu, bekas tempat
implantasi plasenta sering menjadi sumber perdarahan karena adanya
perbedaan vaskularisasi dan susunan serabut otot dengan korpus uteri.
Siapkan darah pengganti untuk stabilisasi dan pemulihan kondisi
ibu.Lakukan perawatan lanjut pasca bedah termasuk pemantauan
perdarahan, infeksi dan keseimbangan cairan masuk dan cairan
keluar.
b) Melahirkan pervaginam
Perdarahan akan berhenti jika ada penekanan pada plasenta. Penekanan
tersebut dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:
1) Amniotomi dan akselerasi
Umunya dilakukan pada plasenta previa lateralis / marginalis
dengan pembukaan lebih dari 3 cm serta presentasi kepala. Dengan
memecah ketuban, plasenta akan mengikuti segmen bawah rahim
dan di tekan oleh kepala janin. Jika kontraksi uterus belum ada atau
masih lemah, akselerasi dengan infus oksitosin.
2) Versi baxton hicks
Tujuan melakukan versi braxton hicks ialah mengadakan
temponade plasenta dengan bokong (dan kaki) janin. Versi braxton
hicks tidak dilakukan pada pada janin yang masih hidup.
1. Pengumpulan data
a) Identitas klien : nama klien, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku
atau bangsa, pendididkan, pekerjaan, dan alamat.
b) Identitas Penanggung Jawab Pasien
2. Riwayat Penyakit
a) Keluhan utama :
- Pasien mengatakan perdarahan yang disertai nyeri.
- Rahim keras seperti papan dan nyeri tekan karena isi rahim bertambah
dengan dorongan yang berkumpul dibelakang plasenta, sehingga rahim
tegang.
- Perdarahan yang berulang-ulang.
b) Riwayat penyakit sekarang
Darah terlihat merah kehitaman karena membentuk gumpalan darh, darah
yang keluar sedikit banyak, terus menerus. Akibat dari perdarahan pasien
lemas dan pucat. Sebelumnya biasanya pasien pernah mengalami hypertensi
esensialis atau pre eklampsi, tali pusat pendek trauma, uterus yang sangat
mengecil (hydroamnion gameli) dll.
c) Riwayat penyakit masa lalu
d) Kemungkinan pasien pernah menderita penyakit hipertensi, tali pusat pendek,
trauma, uterus / rahim feulidli.
e) Riwayat psikologis
Pasien cemas karena mengalami perdarahan disertai nyeri, serta tidak
mengetahui asal dan penyebabnya.
3. Pemeriksaan fisik (head to toe)
a) Keadaan Umum
1) Kesadaran : composmetis sampai dengan koma
2) Postur tubuh : biasanya gemuk
3) Cara berjalan : biasanya lambat dan tergesa-gesa
4) Raut wajah : biasanya pucat
b) Tanda-tanda vital
- Tensi : normal sampai turun (syok)
- Nadi : normal sampai meningkat (> 100x / menit)
- Suhu : normal / meningkat (> 37,5˚ c)
- RR : normal / meningkat (> 22x / menit)
c) Anamnesa plasenta previa
1. Terjadi perdarahan pada kehamilan sekitar 28 minggu.
2. Sift perdarahan :
a. Tanpa rasa sakit terjadi secara tiba-tiba
b. Tanpa sebab yang jelas
c. Dapat berulang
3. Perdarahan menimbulkan penyulit pada ibu atau janin dalam rahim
4. Pada inspeksi dijumpai
a. Perdarahan pervagina encer sampai menggumpal
b. Pada perdarahan yang banyak ibu tanpa anemis
b) Pemeriksaan fisik ibu
1. Dijumpai keadaan bervariasi dari keadaan normal sampai syok
2. Kesadaran penderita bervariasi dari kesadaran baik sampai koma.
3. Pada pemeriksaan dapat dijumpai :
a. Tekanan darah, nadi dan pernafasan dalam batas normal
b. Tekanan darah turun, nadi dan pernafasan meningkat
c. Tanpa anemis
c) Pemeriksaan khusus
1. Pemeriksaan palpasi abdomen
a) Janin belum cukup bulan, tinggi fundus uteri sesuai dengan umur hamil.
b) Karena plasenta di segmen bahwa rahim, maka dapat dijumpai kelainan
letak janin dalam rahim dan bagian terendah masih tinggi.
2. Pemeriksaan denyut jantung janin
a) Bervariasi dari normal sampai ke ujung asfiksia dan kematian dalam
rahim.
b) Pemeriksaan dalam dilakukan diatas meja operasi dan siap untuk segera
mengambil tindakan, Tujuan pemeriksaan dalam untuk :
- Menegakkan diagnosa pasti
- Mempersiapkan tindakan untuk melakukan operasi persalinan atau
hanya memecahkan ketuban.
- Hasil pemeriksaan dalam teraba plasenta sekitar osteum, uteri,
internum.
B. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Syok hipovoliemik b.d kehilangan cairan dan darah akibat perdarahan
2. Perubahan perpusi jaringan utero plasenta b.d kadar O2 ke jaringan janin/fetus
menurun
3. Intoleransi Aktivitas b.d kelelahan
C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN (TEORITIS)
No DX. Tujuan Intervensi Rasional
Kep
1 1 Umum : 1. Pantau tanda – tanda 1. Membantu menentukan
Setelah dilakukan vital, penisian kapiler beratnya kehilangan
tindakan keperawatan pada dasar kuku, warna darah, meskipun
membran mukosa/ kulit sianosis dan perubahan
selama 1x24 jam syok
dan suhu. Ukur tekanan pada tekanan darah,
hipovolemik teratasi. vena sentarl, bila ada. nadi adalah tanda-tanda
2. Evaluasi, laporkan, dan lanjut dari kehilangan
Khusus: catat jumlah serta sirkulasi atau terjadinya
Setelah dilakuka jumlah kehilangan syok.
tindakan keperawatan darah. Lakukan 2. Perkiraan kehilangan
selama 2-3 jam syok perhitungan pembalut darah membantu
Timbang pembalut membedakan diagnosa,
hipovolemik teratasi.
pengalas. Setiap gram
3. Posisikan klien dengan peningkatan berat
Kriteria hasil: tepat, telentang dengan pembalut sama dengan
TTV dalam batas
normal panggul ditinggikan kehilangan kira-kira 1
TD : 110-120/70-90 atau posisi semi-fowler. ml darah.
N : 60-100x/menit Hindari posisi 3. Menjamin keadekuatan
RR: 16-22x/menit trendelenburg. darah yang tersedia
4. Hindari pemeriksaan untuk otak; peninggian
Suhu : 36,3-37,50C
rectal atau vagina panggul menghindari
Akral hangat 5. Berikan larutan kompresi vena kava.
Kadar Hb dalam intravena, ekspander Posisi semi- fowler
batas normal (12- plasma, darah lengkap, memungkinkan janin
16g/dL). atau sel-sel kemasan, bertindak sebagai
Klien tidak tampak sesuai indikasi. tampon.
pucat 6. Siapkan untuk 4. Dapat meningkatkan
Konjungtiva tidak kelahiran sesaria. hemoragi, khususnya
Anemis bila plasenta previa
CRT : < 3 detik marginal atau total
terjadi.
5. Meningkatkan volume
darah sirkulasi dan
mengatasi gejala-gejala
syok.
6. Hemoragi berhenti
bila plasenta
diangkat dan sinus-
sinus vena tertutup.
2 2 Umum : 1. Perhatikan status 1. Kejadian perdarahan
Setelah dilakuka fisiologis ibu dan janin, potensial merusak hasil
tindakan keperawatan status sirkulasi, dan kehamilan,
volume darah. kemungkinan
selama 1x24 jam
2. Auskultasi dan menyebabkan
tidak terjadi laporkan DJJ , catat hipovolemia atau
perubahan perpusi bradikardia atau hipoksia uteroplasenta.
jaringan utero takikardia. Catat 2. Mengkaji berlanjutnya
plasenta. perubahan pada hipoksia janin. Pada
aktivitas janin awalnya, janin
Khusus: (hipoaktivitas atau berespon pada
hiperaktivitas. penurunan kadar
Setelah dilakuka
3. Anjurkan tirah baring oksigen dengan
tindakan keperawatan pada posisi miring kiri. takikardia dan
selama 2-3 jam tidak 4. Berikan suplemen peningkatan gerakan.
terjadi perubahan oksigen pada klien Bila tetap defisit,
perpusi jaringan utero 5. Ganti kehilangan bradikardia dan
plasenta. darah/cairan ibu. penurunan aktivitas
terjadi.
Kriteria hasil: 6. Kolaborasi dengan 3. Menghilangkan
dokter untuk tekanan pada vena kava
TTV dalam batas inferior dan
persiapkan intervensi
normal meningkatkan sirkulasi
bedah dengan tepat.
TD : 110-120/70- plasenta/janin dan
90 pertukaran oksigen.
N : 60-100x/menit 4. Meningkatkan
RR: 16-22x/menit ketersediaan oksigen
Suhu : 36,3-37,50C untuk ambilan janin.
Akral hangat 5. Mempertahankan
Kadar Hb dlam volume sirkulasi yang
batas normal (12- adekuat untuk transport
16g/dL). oksigen.
Klien tidak tampak 6. Pembedahan perlu bila
pucat terjadi pelepasan
DJJ : plasenta yang berat,
120-160x/menit atau bila perdarahan
Pergerakan bayi berlebihan , terjadi
(+) penyimpangan oksigen
Kontraksi uterus janin, dan kelahiran
(+) vagina tidak mungkin.
Tidak terjadi
pembukaan ostium
interna.
3 3 Umum : 1. Kaji ulang keluhan 1. Untuk mengidentifikasi
Setelah dilakukan klien. masalah-masalah klien.
tindakan keperawatan 2. Kaji hal-hal yang 2. Untuk mengetahui
4x24 jam aktifitas mampu atau yang tingkat ketergantungan
terpenuhi secara tidak mampu klien dalam memenuhi
mandiri. dilakukan oleh klien. kebutuhannya.
Khusus: 3. Bantu klien untuk 3. Pemberian bantuan
Setelah dilakukan memenuhi kebutuhan sangat diperlukan oleh
aktivitasnya sehari- klien pada saat
tindakan keperawatan
hari sesuai tingkat kondisinya lemah dan
selama 1x24 jam keterbatasan klienperawat mempunyai
aktifitas terpenuhi (membatu kekamar tanggung jawab dalam
secara bertahap, mandi, memberikan pemenuhan kebutuhan
makan). sehari-hari klien tanpa
Kriteria hasil: 4. Letakkan barang- mengalami
Klien mampu barang di tempat yang ketergantungan pada
melakukan mudah terjangkau perawat.
aktivitas mandiri. oleh klien. 4. Akan membantu klien
Kebutuhan untuk memenuhi
aktivitas sehari- 5. Kolaborasi dengan kebutuhannya sendiri
hari terpenuhi keluarga dalam tanpa bantuan orang
Klien tampak memenuhi kebutuhan. lain.
segar 5. Memudahkan klien
Kekuatan otot pemenuhan kebutuhan.
5/5
5/5
DAFTAR PUSTAKA
Cunningham, F., Leveno, K.., Bloom, S., Hauth, J., Rouse, D., Spong, C. (2016). Williams
Obstetrics,( 23rd ed.). San Francisco: The Mc Graw-Hill Companies
Davood S, Parviar K, Ebrahimi S (2014). Selected pregnancy variables in women
with placenta previa. Res. J. Obstet Gynecol, 1: 1-5.
Fauziyah, Y. (2016). Obstetri Patologi Untuk Mahasiswa Kebidanan dan Keperawatan.
Yogyakarta: Nuha medika.
Manuaba, I. (2014). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB Untuk Pendidikan
Bidan, Ed. 2. Jakarta: EGC
Maryunani, Anik. (2018). Asuhan Kegawatdaruratan Maternal & Neonatal. Jakarta : Trans
Info Medika
Medforth J, et al. Walker A. 2015. Kebidanan Oxford : Dari Bidan untuk Bidan. Jakarta:
EGC
Norma, Nita, dkk, 2014. Asuhan Kebidanan Patologi Teori dan Tinjauan Kasus.
Yogyakarta : Nuha Medika
Nugroho, T. 2020. Buku Ajar Obstetri. Yogyakarta : Nuha Medika
PPNI, P. S. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, P. S. (2018). Standart Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, P. S. (2019). Standar Luaran keperawatan Indonesia. Jakarta : DPP PPNI.
Prawirohardjo, S. (2018). Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Jakarta.
Sofiian, A, 2015. Sipnosis Obstetri, Edisi 3, Jilid 1. Jakarta : EGC