Anda di halaman 1dari 14

SOLUTIO PLASENTA

A. Definisi

Solusio Plasenta adalah terlepasnya plasenta yang letaknya normal dikorpus uteri

yang terjadi setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum janin dilahirkan.

Solutio Plasenta adalah terlepasnya plasenta yang terlataknya normal pada fundus

atau korpus uteri sebelum janin lahir.

Solutio Plasenta adalah lepasnya plasenta dari inserasi sebelum waktunya.

Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau seluruh permukaan maternal

plasenta dari tempat implantasinya yang normal pada lapisan desidua endometrium

sebelum waktunya yakni sebelum anak lahir.

Jadi dapat disimpulkan bahwa Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari

tempat implantasi normalnya sebelum janin lahir dan terjadi pada umur kehamilan diatas

20 minggu.

B. Klasifikasi

Trijatmo Rachimhadi membagi solusio plasenta menjadi menurut derajat pelepasan

plasenta

1. Solusio plasenta totalis, plasenta terlepas seluruhnya

2. Solusio plasenta partialis, plasenta terlepas sebagian

3. Ruptura sinus marginalis, sebagian kecil pinggil plasenta yang terlepas

Pritchard JA membagi solusio plasenta menurut bentuk perdarahan1

1. Solusio plasenta dengan perdarahan keluar

2. Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi, yang membentuk hematoma

retroplacenter

3. Solusio plasenta yang perdarahannya masuk ke dalam kantong amnion

4. Solusio plasenta partialis, plasenta terlepas sebagian

5. Ruptura sinus marginalis, sebagian kecil pinggil plasenta yang terlepas

Pritchard JA membagi solusio plasenta menurut bentuk perdarahan1


1. Solusio plasenta dengan perdarahan keluar

2. Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi, yang membentuk hematoma

retroplacenter

3. Solusio plasenta yang perdarahannya masuk ke dalam kantong amnion

Cunningham dan Gasong masing-masing dalam bukunya mengklasifikasikan

solusio plasenta menurut tingkat gejala klinisnya, yaitu:

1. Ringan: perdarahan <100-200cc, uterus tidak tegang, belum ada tanda renjatan, janin

hidup, pelepasan plasenta <1/6 bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma >150 mg

2. Sedang: perdarahan >200cc, uterus tegang, terdapat tanda pra-renjatan, gawat janin

atau janin telah mati, pelepasan plasenta ¼ - 2/3 bagian permukaan, kadar fibrinogen

plasma 120-150 mg%

3. Berat: uterus tegang dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda renjatan, janin mati,

pelepasan plasenta dapat terjadi lebih dari 2/3 bagian atau keseluruhan.

C. Etiologi

Belum diketahui dengan jelas, namun terdapat beberapa keadaan tertentu yang

menyertai: hipertensi, riwayat trauma, kebiasaan merokok, usia ibu < 20 tahun atau >35

tahun, multiparitas, tali pusat yang pendek, defisiensi asam folat, perdarahan

retroplasenta, penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan.2

Sebab yang primer dari solusio plasenta tidak diketahui, tetapi terdapat beberapa

keadaan patologik yang terlihat lebih sering bersama dengan atau menyertai solusio

plasenta dan dianggap sebagai faktor risiko. Usia ibu dan paritas yang tinggi beresiko

lebih tinggi.

Beberapa faktor yang menjadi predisposisi

1. Faktor kardi-reno-vaskuler
Glomerulonefritis kronik, hipertensi esensial, sindroma preeklampsia dan eklampsia.

Pada penelitian di Parkland ditemukan bahwa terdapat hipertensi pada separuh kasus
solusio plasenta berat, dan separuh dari wanita yang hipertensi tersebut mempunyai

penyakit hipertensi kronik, sisanya hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan.

2. Faktor trauma

Dekompresi uterus pada hidramnion dan gemeli, tarikan pada tali pusat yang pendek

akibat pergerakan janin yang banyak/bebas, versi luar atau tindakan pertolongan

persalinan, trauma langsung (seperti jatuh, kena tendang, dll).

3. Faktor Paritas Ibu

Lebih banyak dijumpai pada multipara daripada primipara. Beberapa penelitian

menerangkan bahwa makin tinggi paritas ibu makin kurang baik keadaan

endometrium.

4. Faktor usia ibu

Makin tua usia ibu, makin tinggi frekuensi hipertensi menahun.

5. Leiomioma uteri

Dapat menyebabkan solusio plasentta apabila plasenta berimplantasi di atas bagian

yang mengandung leiomioma.

6. Faktor penggunaan kokain

Penggunaan kokain mengakibatkan peninggian tekanan darah dan peningkatan

pelepasan katekolamin yang bertanggung jawab atas terjadinya vasospasme

pembuluh darah uterus dan berakibat terlepasnya plasenta.

7. Faktor kebiasaan merokok

Ibu yang perokok juga merupakan penyebab peningkatan kasus solusio plasenta

sampai dengan 25%, yaitu pada ibu meroko >1 bungkus perhari. Pada ibu yang

perokok, plasenta menjadi tipis, diameter lebih luas, dan terdapat beberapa

abnormalitas pada mikrosirkulasinya.

8. Riwayat solusio plasenta sebelumnya

Hal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu dengan riwayat solusio

plasenta adalah bahwa risiko berulangnya kejadian ini pada kehamilan berikutnya

jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak memiliki riwayat solusio

plasenta.
9. Pengaruh lain, seperti anemia, malnutrisi/defisiensi gizi, tekanan uterus pada vena

kava inferior dikarenakan pembesaran ukuran uterus oleh adanya kehamilan, dan

lain-lain.

D. Patofisiologi

Perdarahan dapat terjadi dari pembuluh darah plasenta atau uterus yang membentuk

hematoma didesidua, sehingga plasenta terdesak dan akhirnya terlepas. Perdarahan

berlangsung terus menerus karena otot uterus yang telah meregang oleh kehamilan tidak

mampu lebih berkontraksi untuk menghentikan perdarahan. Akibatnya, hematoma

retroplasenter akan bertambah besar sehingga sebagian dan akhirnya seluruh plasenta

terlepas dari dinding uterus. Sebagian darah akan menyeludup di bawah selaput ketuban

keluar dari vagina atau menembus selaput ketuban masuk ke dalam kantong ketuban, atau

ekstravasasi diantara serabut-serabut otot uterus.

Apabila ekstravasasinya berlangsung hebat, seluruh permukaan uterus akan

berbercak biru atau ungu dan terasa sangat tegang serta nyeri. Hal ini disebut uterus

couvelaire Nasib janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus.

Apabila sebagian besar atau seluruhnya terlepas, anoreksia akan mengakibatkan kematian

janin. Apabila sebagian kecil yang terlepas, mungkin tidak berpengaruh sama sekali atau

mengakibatkan gawat janin waktu sangat menentukan beratnya gangguan pembekuan

darah, kelainan ginjal dan nasib janin. Makin lama selang waktu solutio plasenta

sampai persalinan selesai umumnya makin hebat komplikasinya.

E. Pathway - Riwayat trauma


- Kebiasaan merokok, hipertensi
- Usia ibu (<20 tahun atau >35 tahun)
- Multiparitas
- Penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan

Perdarahan pada pembuluh darah plasenta

Hematoma didesidua

Plasenta terdesak
F. Gambaran klinis

1. Solutio plasenta ringan

Salah satu tanda kecurigaan solutio plasenta adalah perdarahan pervaginam yang

kehitam-hitaman berbeda dengan perdarahan pada plasenta previa yang berwarna

merah segar.

2. Solutio plasenta sedang


Plasenta telah terlepas >1/4 tapi 2/3 bagian. Walaupun perdarahan pervaginam

nampak sedikit. Seluruh perdarahannya mungkin telah mencapai 1000 ml. Dinding

uterus teraba tegang dan terus menerus dan nyeri tekan sehingga bagian bagian janin

sukar teraba. Apabila janin masih hidup bunyi jantungnya sulit didengar dengan

stetoskop biasa harus dengan stetoskop ultrasonik.

3. Solutio plasenta berat

Plasenta telah terlepas lebih dari 2/3 permukaanya dapat terjadi syok dan janin

meninggal. Uterus tegang seperti papan, dan sangat nyeri.

G. Komplikasi

i. Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu antara lain:

a. Syok perdarahan

Perdarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta hampir tidak dapat

dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera. Bila persalinan telah

diselesaikan, penderita belum bebas dari perdarahan postpartum karena kontraksi

uterus yang tidak kuat untuk menghentikan perdarahan pada kala III.

b. Gagal ginjal

Gagal ginjal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita solusio

plasenta, pada dasarnya disebabkan oleh keadaan hipovolemia karena perdarahan

yang terjadi. Biasanya terjadi nekrosis tubuli ginjal yang mendadak, yang

umumnya masih dapat ditolong dengan penanganan yang baik.

c. Kelainan pembekuan darah

Kelainan pembekuan darah biasanya disebabkan oleh hipofibrinogenemia.

d. Apoplexi uteroplacenta (uterus covelaire)

Pada solusio plasenta yang berat terjadi perdarahan dalam otot rahim dan di

bawah perimetrium, kadang-kadang juga dalam ligamentum latum.

ii. Komplikasi yang dapat terjadi pada janin:

a. Fetal distress

b. Gangguan pertumbuhan/ perkembangan


c. Hipoksia

d. Anemia

e. Kematian

H. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan bervariasi tergantung kondisi/status ibu dan janin. Perdarahan

antepartum yang sedikit dengan uterus yang tidak tegang pertama kali harus ditangani

sebagai kasus plasenta previa. Apabila kemudian ternyata kemungkinan plasenta previa

dapat disingkirkan barulah ditangani sebagai solutio plasenta. Penggunaan tokolitik pada

penatalaksanaan solutio plasenta masih kontroversial, dan dipertimbangkan hanya pada

pasien yang hemodinamik stabil tidak terdapat gawat janin prematur dimana penggunaan

kotikodteroid masih bermanfaat serta untuk memperlambat kelahiran.

Penggunaan tokolitik harus dibawah pengawasan karena gawat janin atau ibu

dapat berkembang cepat. Secara umum magnesium sulfat digunakan sebagai tokolitik

karena mempunyai pengaruh yang tidak diinginkan terhadap jantung pasien.tokolisis

diberikan untuk mengefektifkan terapi glukokortikoid pada janin prematur untuk

mempercepat kematangan paru janin. Dosis magnesium sulfat 4-6 g.

I. Diagnosa Keperawatan

1. Hipovolemia b.d Kehilangan cairan aktif (perdarahan)

2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipovolemia

3. Nyeri akut b.d agen pendera fisiologis (kontraksi uterus)

4. Ansietas b.d kebutuhan tidak terpenuhi

5. Resiko infeksi b.d Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder


J. Intervensi Keperawatan

Diagnosis
No Tujuan SLKI SIKI
Keperawatan
1 Hipovolemia Setelah kriteria hasil: Observasi
b.d Kehilangan dilakukan  Output urin  Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis: frekuensi nadi meningkat, nadi
cairan aktif intervensi meningkat teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit, turgor kulit
(perdarahan) keperawatan  Membrane mukosa menurun, membran mukosa kering, volume urin menurun, hematokrit
selama 3 x 24 lembab meningkat meningkat, haus, lemah)
jam, maka  Tekanan darah  Monitor intake dan output cairan
keseimbangan membaik Terapeutik
cairan  Frekuensi nadi  Hitung kebutuhan cairan
meningkat membaik  Berikan posisi modified Trendelenburg
 Kekuatan nadi  Berikan asupan cairan oral
membaik Edukasi
 Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
 Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis: NaCL, RL)
 Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis: glukosa 2,5%, NaCl 0,4%)
 Kolaborasi pemberian cairan koloid (albumin, plasmanate)
 Kolaborasi pemberian produk darah

3. Nyeri akut b.d Setelah Kriteria Hasil : Manajemen Nyeri Tindakan/Observasi


agen pendera dilakukan Tingkat Nyeri → Identifikasi lokasi, karakteristik durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
intervensi 1. Keluhan nyari (4 (PQRST)
fisiologis cukup menurun)
selama 4 x 24 → Identifikasi skala nyeri
(kontraksi jam maka 2. Gelisah (3 sedang) → Identifikasi respons nyeri non verbal
3. Pola napas (4 cukup → Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
uterus) nyeri akan membaik ) → Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
menurun 4. Tanda-tanda → Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
vital dalam batas → Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
normal → Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
5. Skala nyeri → Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
ringan
→ Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri (akupresur, terapi
musik, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat dingin, terapi bermain
→ Fasilitasi istirahat dan tidur
→ timbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
→ Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
→ Jelaskan strategi meredakan nyeri
→ Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
→ Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
→ Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
→ Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
4. Ansietas b.d Setelah Kriteria hasil : Terapi Relaksasi Tindakan/Observasi
kebutuhan dilakukan → Identifikasi penurunan tingkiat energi, ketidakmampuan berkonsentrasi, atau
1. Perilaku gelisah
tindakan gejala lain yang mengganggu kemampuan kognitif
tidak terpenuhi menurun
keperawatan → Identifikasi teknik relaksasi yang pernah efektif digunakan
d.d tampak 2. Perilaku tegang
4x 24 jam → Identifikasi kesediaan, kemapuan dan teknik sebelumnya
menurun
gelisah kecemasan → Periksan ketegangan otot, frekuensi nadi, tekanan darah, dan suhu sebelum dan
3. Keluhan pusing
klien akan sesudah latihan
menurun
menurun → Monitor respon terhadap terapi relaksasi
4. Konsentrasi Teraupetik
→ Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa gangguan dengan pencahayaan dan suhu
ruang nyaman
→ Gunakan pakaian longgar
→ Gunakan nada suara lembut dengan irama lambat dan berirama
→ Gunakan relaksasi sebagai strategi penunjang dengan analgesik atau tindakan
lain
Edukasi
→ Jelaskan tujuan, manfaat, batasan, dan jenis relaksasi yang tersedia
→ Anjurkan mengambil posisi nyaman
2 Perfusi Perifer Setelah kriteria hasil: Observasi
dilakukan 1. Pengisian kapiler  Periksa sirkulasi perifer (mis: nadi perifer, edema, pengisian kapiler, warna,
Tidak Efektif membaik
intervensi suhu, ankle-brachial index)
b.d 2. Akral membaik
keperawatan  Identifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi (mis: diabetes, perokok, orang
3. Warna kulit pucat
Kekurangan selama 3 x 24 menurun tua, hipertensi, dan kadar kolesterol tinggi)
volume cairan jam, maka 4. Turgor kulit membaik  Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak pada ekstremitas
perfusi Terapeutik
(perdarahan)
perifer  Hindari pemasangan infus, atau pengambilan darah di area keterbatasan
meningkat perfusi
 Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstremitas dengan keterbatasan
perfusi
 Hindari penekanan dan pemasangan tourniquet pada area yang cidera
 Lakukan pencegahan infeksi
 Lakukan perawatan kaki dan kuku
 Lakukan hidrasi
Edukasi
 Anjurkan berhenti merokok
 Anjurkan berolahraga rutin
 Anjurkan mengecek air mandi untuk menghindari kulit terbakar
 Anjurkan menggunakan obat penurun tekanan darah, antikoagulan, dan
penurun kolesterol, jika perlu
 Anjurkan minum obat pengontrol tekanan darah secara teratur
 Anjurkan menghindari penggunaan obat penyekat beta
 Anjurkan melakukan perawatan kulit yang tepat (mis: melembabkan kulit
kering pada kaki)
5 Resiko infeksi Setelah Kriteria hasil: Observasi
dilakukan 1. Demam menurun  Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
b.d 2. Kemerahan menurun
intervensi Terapeutik
Ketidakadekua 3. Nyeri menurun
keperawatan  Batasi jumlah pengunjung
4. Bengkak menurun
tan pertahanan selama 3 x 24 5. Kadar sel darah putih  Berikan perawatan kulit pada area edema
tubuh jam, maka membaik  Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan
tingkat pasien
sekunder
infeksi  Pertahankan teknik aseptic pada pasien berisiko tinggi
menurun Edukasi
 Jelaskan tanda dan gejala infeksi
 Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
 Ajarkan etika batuk
 Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
 Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
 Anjurkan meningkatkan asupan cairan
K. EVALUASI
Evaluasi, yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan seberapa
jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Penilaian proses
menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan proses mulai dari pengkajian,
diagnosa, perencanaan, tindakan, dan evaluasi itu sendiri. (Ali, 2009)
Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya dalam
perencanaan, membandingkan hasil tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dan menilai efektivitas proses
keperawatan mulai dari tahap pengkajian, perencanaan dan pelaksanaan. (Mubarak, dkk.,
2011)
Evaluasi disusun menggunakan SOAP dimana: (Suprajitno dalam Wardani, 2013)
S: Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subjektif oleh keluarga
setelah diberikan implementasi keperawatan.
O: Keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan pengamatan
yang objektif.
A: Analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif.
P: Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis.
Tugas dari evaluator adalah melakukan evaluasi, menginterpretasi data sesuai
dengan kriteria evaluasi, menggunakan penemuan dari evaluasi untuk membuat
keputusan dalam memberikan asuhan keperawatan. (Nurhayati, 2011).
DAFTAR PUSTAKA

Huda, Amin. dkk. 2015. Asuhan Keperawatan berdasarkan NANDA NIC NOC. Yogyakarta:
MediAction.

Maternity, Dainty. dkk. 2016. Asuhan Kebidanan Patologis. Tangerang: Binarupa Aksara
Publisher.

Nita, Mustika Dwi S. 2013. Asuhan Kebidanan : Patologi Teori dan Tinjauan Kasus.
Yogyakarta : Nuha Medika.

Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: PT. Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Ambramovici, A, dkk. 2014. Prenatal Vitamin C and E Supplementation in Smokers is


Associated With Reduced Placental Abruption and Preterm Birth : A Secondary Analysis.
USA : Journal Royal Collage of Obstetricians and Gynaecologists. DOI : 10.1111 / 1471-
0528.13201.

Cande V, Ananth, dkk. 2015. An International Contrast of Rates of Placental


Abruption : An Age-Period-Cohort-Analysis. United States : Journal International Trends
in Placental Abruption. DOI : 10.1371 / Journal.pone.0125246.

Perseptor Akademik Mahasiswa

(Hj. Ruslinawati, Ns,. M.Kep) (Siti Rahmah)

Anda mungkin juga menyukai