Anda di halaman 1dari 20

LP dan ASKEP SOLUSIO PLASENTA

DAFTAR ISI

Halaman judul
Kata pengantar
Daftar isi
Bab 1 Pendahuluan
1.1 Latar belakang
1.2 Tujuan
Bab 2 Konsep Penyakit
2.1 Definisi
2.2 Klasifikasi dan Macam Solutio plasenta
2.3 Etiologi
2.4 Faktor predisposisi
2.5 patofisiologis
2.6 Gambaran klinis
2.7 Komplikasi
2.8 Tanda dan gejala
2.9 Pathway
2.10 Pemeriksaan panunjang
2.11 Penatalaksanaan
Bab 3 Asuhan Keperawatan
3.1 Pengkajian
3.2 Diagnosa keperawatan
3.3 Intervensi dan implementasi
3.4 evaluasi
Bab 4 Penutup
4.1 Simpulan
4.2 Saran

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Placenta adalah separasi premature plasenta dengan implantasi normalnya di uterus (korpus
uteri) dalam masa kehamilan lebih dari 20 minggu dan sebelum janin lahir. Dalam plasenta
terdapat banyak pembuluh darah yang memungkinkan pengantaran zat nutrisi dari ibu ke janin,
jika plasenta ini terlepas dari implantasi normalnya dalam masa kehamilan maka akan
mengakibatkan perdarahan yang hebat. Hebatnya perdarahan tergantung pada luasnya area
plasenta yang terlepas. Frekuensi solusio plasenta adalah sekitar 1 dari 200 pelahiran. Intensitas
solusio plasenta sering bervariasi tergantung pada seberapa cepat wanita mendapat pertolongan.
Angka kematioan perinatal sebesar 25 %. Ketika angka lahir mati akibat kausa lain telah
berkurang secara bermakna, angka lahir mati akibat solusio plasenta masih tetap menonjol.
Perdarahan pada solusio plasenta sebenarnya lebih berbahaya daripada plasenta previa oleh
karena pada kejadian tertentu perdarahan yang tampak keluar melalui vagina hampir tidak ada
atau tidak sebanding dengan perdarahan yang berlangsung internal yang sangat banyak.
Pemandangan yang menipu inilah sebenarnya yang membuat solusio plasenta lebih berbahaya
karena dalam keadaan yang demikian seringkali perkiraan jumlah darah yang telah keluar sukar
diperhitungkan, padahal janin telah mati dan ibu berada dalam keadaan syok Penyebab solusio
plasenta tidak diketahui dengan pasti, tetapi pada kasus-kasus berat didapatkan korelasi dengan
penyakit hipertensi vaskuler menahun, dan 15,5% disertai pula oleh preeklamsia. Faktor lain
yang diduga turut berperan sebagai penyebab terjadinya solusio plasenta adalah tingginya tingkat
paritas dan makin bertambahnya usia ibu.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memahami asuhan keperawatan terhadap klien dengan solusio plasenta
1.2.2 Tujuan Khusus
• Untuk mengetahui dan memahami pengertian solusio plasenta.
• Untuk mengetahui dan memahami macam solusio plasenta.
• Untuk mengetahui dan memahami patologi dan etiologi dari solusio plasenta.
• Untuk mengetahui dan memahami penatalaksanaan keperawatan dari solusio plasenta
BAB 2
KONSEP PENYAKIT
2.1 Definisi
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya sebelum janin lahir diberi
beragam sebutan; abruption plasenta, accidental haemorage. Beberapa jenis perdarahan akibat
solusio plasenta biasanya merembes diantara selaput ketuban dan uterus dan kemudian lolos
keluar menyebabkan perdarahan eksternal. Yang lebih jarang, darah tidak keluar dari tubuh
tetapi tertahan diantara plasenta yang terlepas dn uterus serta menyebabkan perdarahan yang
tersembunyi. Solusio plasenta dapat total atau parsial.

Gambar Normal dan Solutio plasenta

2.2 Klasifikasi dan Macam Solutio plasenta


a. Solusio plasenta ringan.
Perdarahannya kurang dari 500 cc dengan lepasnya plasenta kurang dari seperlima bagian.
Perut ibu masih lemas sehingga bagian janin mudah di raba. Tanda gawat janin belum tampak
dan terdapat perdarahan hitam per vagina.
b. Solusio plasenta sedang.
Lepasnya plasenta antara seperempat sampai dua pertiga bagian dengan perdarahan sekitar 1000
cc. Perut ibu mulai tegang dan bagian janin sulit di raba. Janin sudah mengalami gawat janin
berat sampai IUFD. Pemeriksaan dalam menunjukkan ketuban tegang. Tanda persalinan telah
ada dan dapat berlangsung cepat sekitar 2 jam
c. Solusio plasenta berat.
Lepasnya plasenta sudah melebihi dari dua pertiga bagian. Perut nyeri dan tegang dan bagian
janin sulit diraba, perut seperti papan. Janin sudah mengalami gawat janin berat sampai IUFD.
Pemeriksaan dalam ditemukan ketuban tampak tegang. Darah dapat masuk otot rahim, uterus
Couvelaire yang menyebabkan Antonia uteri serta perdarahan pascapartus. Terdapat gangguan
pembekuan darah fibribnogen kurang dari 100-150 mg%. pada saat ini gangguan ginjal mulai
nampak.

Cunningham dan Gasong masing-masing dalam bukunya mengklasifikasikan solusio plasenta


menurut tingkat gejala klinisnya, yaitu:
• Ringan : perdarahan kurang 100-200 cc, uterus tidak tegang, belum ada tanda renjatan, janin
hidup, pelepasan plasenta kurang 1/6 bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma lebih 150 mg
%.
• Sedang : Perdarahan lebih 200 cc, uterus tegang, terdapat tanda pre renjatan, gawat janin atau
janin telah mati, pelepasan plasenta 1/4-2/3 bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma 120-150
mg%.
• Berat : Uterus tegang dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda renjatan, janin mati, pelepasan
plasenta dapat terjadi lebih 2/3 bagian atau keseluruhan.

2.3 Etiologi
• Trauma langsung Abdomen Hipertensi ibu hamil
• Umbilicus pendek atau lilitan tali pusat Janin terlalu aktiv sehingga plasenta dapat terlepas
• Tekanan pada vena kafa inferior Preeklamsia/eklamsia
Etiologi Kausa primer solusio plasenta belum diketahui tetapi terdapat beberapa kondisi terkait,
sebagai berikut:
• Ris Relatif Faktor Risiko Bertambahnya usia dan paritas Preeklamsia
• Hipertensi kronik
• Ketuban pecah dini
• Merokok
• Trombofilia
• Pemakaian kokain
• Riwayat solusio Leiomioma uterus NA = tidak tersedia (%) NA 2.1-4.0 1.8-3.0 2.4-3.0 1.4-1.9
NA NA 10-25 NA
2.4 Faktor predisposisi
• Faktor kardiorenovaskuler Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial, sindroma
preeklamsia dan eklamsia. Pada penelitian di Parkland, ditemukan bahwa terdapat hipertensi
pada separuh kasus solusio plasenta berat, dan separuh dari wanita yang hipertensi tersebut
mempunyai penyakit hipertensi kronik, sisanya hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan.
Dapat terlihat solusio plasenta cenderung berhubungan dengan adanya hipertensi pada ibu.
• Faktor trauma. Trauma yang dapat terjadi antara lain: Dekompresi uterus pada hidroamnion
dan gemeli. Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang banyak/bebas,
versi luar atau tindakan pertolongan persalinan. Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang,
dan lain-lain.
• Faktor paritas ibu Lebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara. Holmer mencatat
bahwa dari 83 kasus solusio plasenta yang diteliti dijumpai 45 kasus terjadi pada wanita
multipara dan 18 pada primipara. Pengalaman di RSUPNCM menunjukkan peningkatan kejadian
solusio plasenta pada ibu2 dengan paritas tinggi. Hal ini dapat diterangkan karena makin tinggi
paritas ibu makin kurang baik keadaan endometrium.
• Faktor usia ibu Dalam penelitian Prawirohardjo di RSUPNCM dilaporkan bahwa terjadinya
peningkatan kejadian solusio plasenta sejalan dengan meningkatnya umur ibu. Hal ini dapat
diterangkan karena makin tua umur ibu, makin tinggi frekuensi hipertensi menahun.
• Leiomioma uteri (uterine leiomyoma) yang hamil dapat menyebabkan solusio plasenta apabila
plasenta berimplantasi di atas bagian yang mengandung leiomioma.
• Faktor pengunaan kokain Penggunaan kokain mengakibatkan peninggian tekanan darah dan
peningkatan pelepasan katekolamin, yang mana bertanggung jawab atas terjadinya vasospasme
pembuluh darah uterus dan dapat berakibat terlepasnyaplasenta . Namun, hipotesis ini belum
terbukti secara definitif. Angka kejadian solusio plasenta pada ibu-ibu penggunan kokain
dilaporkan berkisar antara 13-35%.
• Faktor kebiasaan merokok Ibu yang perokok juga merupakan penyebab peningkatan kasus
solusio plasenta sampai dengan 25% pada ibu yang merokok ≤ 1 (satu) bungkus per hari. Ini
dapat diterangkan pada ibu yang perokok plasenta menjadi tipis, diameter lebih luas dan
beberapa abnormalitas pada mikrosirkulasinya. Deering dalam penelitiannya melaporkan bahwa
resiko terjadinya solusio plasenta meningkat 40% untuk setiap tahun ibu merokok sampai
terjadinya kehamilan.
• Riwayat solusio plasenta sebelumnya Hal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu
dengan riwayat solusio plasenta adalah bahwa resiko berulangnya kejadian ini pada kehamilan
berikutnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil lainnya yang tidak memiliki riwayat
solusio plasenta sebelumnya.
• Pengaruh lain, seperti anemia, malnutrisi/defisiensi gizi, tekanan uterus pada vena cava inferior
dikarenakan pembesaran ukuran uterus oleh adanya kehamilan, dan lain-lain.

2.5 Patofisiologi solusio plasenta


di awali perdarahan kedalam desidua basalis. Desidua kemudian terpisah, meninggalkan satu
lapisan tipis yang melekat ke endometrium. Akibatnya, proses ini pada tahapnya yang paling
akhirnya destruksi plasenta yang ada di dekatnya. Pada tahap awal mungkin belum ada gejala
klinis. Pada beberapa kasus, arteri spiralis desidua mengalami rupture sehingga menyebabkan
hematom retroplasenta, yang sewaktu membesar semakin banyak pembuluh darah dan plasenta
yang terlepas. Bagian plasenta yang memisah dengan cepat meluas dan mencapai tepi plasenta.
Karena masih teregang oleh hasil konsepsi, uterus tidak dapat beronntraksi untuk menjepit
pembuluh darah yang robek yang memperdarahi tempat implantasi plasenta. Darah yang keluar
dapat memisahkan selaput ketuban dari dinding uterus dan akhirnya muncul sebagai perdarahan
eksternal, atau mungkin tetap tertahan dalam uterus.

2.6 Gambaran Klinis


Solutio plasenta ringan Terjadi rupture sinus masrginalis. Bila terjadi perdarahan pervaginam
warna merah kehitaman, perut terasa agak sakit atau terus menerus agak tegang. Tetapi bagian-
bagian janin masih teraba Solution plasenta sedang plasenta telah terlepas seperempat sampai
duapertiga luas permukaan. Tanda dan gejala dapat timbul perlahan seperti pada solution
plasenta ringan atau mendadak dengan gejala sakit perut terus menerus, nyeri tekan, bagian janin
sukar di raba., BJA sukar di raba dengan stetoskop biasa. Sudah dapat terjadi kelainan
pembekuan darah atau ginjal. Solution plasenta berat plasenta telah lepas lebih duapertiga luas
permukaannya, terjadi tiba-tiba, ibu syok janin meningggal. Uterus tegang seperti papan dan
sangat nyeri. Perdarahan pervaginam tidak sesuai dengan keadaan syok ibu. Besar kemungkinan
telah terjadi gangguan pembekuan darah dan ginjal.

2. 7 Komplikasi
Komplikasi solusio plasenta pada ibu dan janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas,
usia kehamilan dan lamanya solusio plasenta berlangsung. Komplikasi yang dapat terjadi pada
ibu :
1. Syok perdarahan. Pendarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta hampir tidak
dapat dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera. Bila persalinan telah
diselesaikan,penderita belum bebas dari perdarahan postpartum karena kontraksi uterus yang
tidak kuatuntuk menghentikan perdarahan pada kala III persalinan dan adanya kelainan pada
pembekuan darah. Pada solusio plasenta berat keadaan syok sering tidak sesuai dengan jumlah
perdarahan yang terlihat. Titik akhir dari hipotensi yang persisten adalah asfiksia, karena itu
pengobatan segera ialah pemulihan defisit volume intravaskuler secepat mungkin. Angka
kesakitan dan kematian ibu tertinggi terjadi pada solusio plasenta berat. Meskipun kematian
dapat terjadi akibat nekrosis hipofifis dan gagal ginjal, tapi mayoritas kematian disebabkan syok
perdarahan dan penimbunan cairan yang berlebihan. Tekanan darah tidak merupakan petunjuk
banyaknya perdarahan, karena vasospasme akibat perdarahan akan meninggikan tekanan darah.
Pemberian terapi cairan bertujuan mengembalikan stabilitas hemodinamik dan mengkoreksi
keadaan koagulopathi. Untuk tujuan ini pemberian darah segar adalah pilihan yang ideal, karena
pemberian darah segar selaindapatmemberikan sel darah merah juga dilengkapi oleh platelet dan
faktor pembekuan.
2. Gagal ginjal. Gagal ginjal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita solusio
plasenta, pada dasarnya disebabkan oleh keadaan hipovolemia karena perdarahan yang terjadi.
Biasanya terjadi nekrosis tubuli ginjal yang mendadak, yang umumnya masih dapat ditolong
dengan penanganan yang baik. Perfusi ginjal akan terganggu karena syok dan pembekuan
intravaskuler. Oliguri dan proteinuri akan terjadi akibat nekrosis tubuli atau nekrosis korteks
ginjal mendadak. Oleh karena itu oliguria hanya dapat diketahui dengan pengukuran pengeluaran
urin yang harus secara rutin dilakukan pada solusio plasenta berat. hipovolemia, secepat
mungkin menyelesaikan persalinan dan mengatasi kelainan pembekuan darah.
3. Kelainan pembekuan darah. Kelainan pembekuan darah pada solusio plasenta biasanya
disebabkan oleh hipofibrinogenemia. Dari penelitian yang dilakukan oleh Wirjohadiwardojo di
RSUPNCM dilaporkan kelainan pembekuan darah terjadi pada 46% dari 134 kasus solusio
plasenta yang ditelitinya. Kadar fibrinogen plasma normal pada wanita hamil cukup bulan ialah
450 mg%, berkisar antara 300-700 mg%. Apabila kadar fibrinogen plasma kurang dari 100 mg%
maka akan terjadi gangguan pembekuan darah.
Mekanisme gangguan pembekuan darah terjadi melalui dua fase, yaitu:
• Fase I Pada pembuluh darah terminal (arteriole, kapiler, venule) terjadi pembekuan darah,
disebut disseminated intravasculer clotting. Akibatnya ialah peredaran darah kapiler
(mikrosirkulasi) terganggu. Jadi pada fase I, turunnya kadar fibrinogen disebabkan karena
pemakaian zat tersebut, maka fase I disebut juga coagulopathi consumptive. Diduga bahwa
hematom subkhorionik mengeluarkan tromboplastin yang menyebabkan pembekuan
intravaskuler tersebut. Akibat gangguan mikrosirkulasi dapat mengakibatkan syok, kerusakan
jaringan pada alat-alat yang penting karena hipoksia dan kerusakan ginjal yang dapat
menyebabkan oliguria/anuria.
• Fase II Fase ini sebetulnya fase regulasi reparatif, yaitu usaha tubuh untuk membuka kembali
peredaran darah kapiler yang tersumbat. Usaha ini dilaksanakan dengan fibrinolisis. Fibrinolisis
yang berlebihan malah berakibat lebih menurunkan lagi kadar fibrinogen sehingga terjadi
perdarahan patologis. Kecurigaan akan adanya kelainan pembekuan darah harus dibuktikan
dengan pemeriksaan laboratorium, namun di klinik pengamatan pembekuan darah merupakan
cara pemeriksaan yang terbaik karena pemeriksaan laboratorium lainnya memerlukan waktu
terlalu lama, sehingga hasilnya tidak mencerminkan keadaan penderita saat itu.
4. Apoplexi uteroplacenta (Uterus couvelaire)
Pada solusio plasenta yang berat terjadi perdarahan dalam otot-otot rahim dan di bawah
perimetrium kadang-kadang juga dalam ligamentum latum. Perdarahan ini menyebabkan
gangguan kontraktilitas uterus dan warna uterus berubah menjadi biru atau ungu yang biasa
disebut Uterus couvelaire. Tapi apakah uterus ini harus diangkat atau tidak, tergantung pada
kesanggupannya dalam membantu menghentikan perdarahan.
Komplikasi yang dapat terjadi pada janin:
1. Fetal distress
2. Gangguan pertumbuhan/perkembangan
3. Hipoksia dan anemia
4. Kematian

2.8 Tanda dan gejala


• Perdarahan pervagina
• Nyeri tekan uterus/nyeri pinggang
• Gawat janin
• Persalinan premature idiopatik
• Kontraksi berfrekuensi tinggi
• Uterus hipertonik
• Kematian janin

2.9 Pathway
2.10 Pemerikasaan penunjang
• Pemeriksaan Laboratorium
Urin : Albumin (+), pada pemeriksaan sedimen dapat ditemukan silinder dan leukosit. Darah :
Hb menurun, periksa golongan darah, lakukan cross-match test. Karena pada solusio plasenta
sering terjadi kelainan pembekuan darah hipofibrinogenemia, maka diperiksakan pula COT (Clot
Observation test) tiap l jam, tes kualitatif fibrinogen (fiberindex), dan tes kuantitatif fibrinogen
(kadar normalnya 15O mg%).
• Pemeriksaan plasenta
Plasenta dapat diperiksa setelah dilahirkan. Biasanya tampak tipis dan cekung di bagian
plasentayang terlepas (kreater) dan terdapat koagulum atau darah beku yang biasanya menempel
di belakang plasenta yang disebut hematoma retroplacenter.
• Pemeriksaaan Ultrasonografi (USG) Pada pemeriksaan USG yang dapat ditemukan antara lain
terlihat daerah terlepasnya plasenta-Janin dan kandung kemih ibu. Darah. Tepian plasenta.
Gambar Solutio plasenta Berdasarkan Hasil USG Penanganan kasus-kasus solusio plasenta
didasarkan kepada berat atau ringannya gejala klinis, yaitu:
a. solusio plasenta ringan
Ekspektatif, bila usia kehamilan kurang dari 36 minggu dan bila ada perbaikan (perdarahan
berhenti, perut tidak sakit, uterus tidak tegang, janin hidup) dengan tirah baring dan observasi
ketat, kemudian tunggu persalinan spontan. Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus,
gejala solusio plasenta makin jelas, pada pemantauan dengan USG daerah solusio plasenta
bertambah luas), maka kehamilan harus segera diakhiri. Bila janin hidup, lakukan seksio sesaria,
bila janin mati lakukan amniotomi disusul infus oksitosin untuk mempercepat persalinan.

b. solusio plasenta sedang dan berat


Apabila tanda dan gejala klinis solusio plasenta jelas ditemukan, penanganan di rumah sakit
meliputi transfusi darah, amniotomi, infus oksitosin dan jika perlu seksio sesaria. Apabila
diagnosis solusio plasenta dapat ditegakkan berarti perdarahan telah terjadi sekurang-kurangnya
1000 ml. Maka transfusi darah harus segera diberikan. Amniotomi akan merangsang persalinan
dan mengurangi tekanan intrauterin. Keluarnya cairan amnion juga dapat mengurangi perdarahan
dari tempat implantasi dan mengurangi masuknya tromboplastin ke dalam sirkulasi ibu yang
mungkin akan mengaktifkan faktor-faktor pembekuan dari hematom subkhorionik dan terjadinya
pembekuan intravaskuler dimana-mana. Persalinan juga dapat dipercepat dengan memberikan
infus oksitosin yang bertujuan untuk memperbaiki kontraksi uterus yang mungkin saja telah
mengalami gangguan. Gagal ginjal sering merupakan komplikasi solusio plasenta. Biasanya
yang terjadi adalah nekrosis tubuli ginjal mendadak yang umumnya masih dapat tertolong
dengan penanganan yang baik. Tetapi bila telah terjadi nekrosis korteks ginjal, prognosisnya
buruk sekali. Pada tahap oliguria, keadaan umum penderita umumnya masih baik. Oleh karena
itu oliguria hanya dapat diketahui dengan pengukuran pengeluaran urin yang teliti yang harus
secara rutin dilakukan pada penderita solusio plasenta sedang dan berat, apalagi yang disertai
hipertensi menahun dan preeklamsia. Pencegahan gagal ginjal meliputi penggantian darah yang
hilang, pemberantasan infeksi yang mungkin terjadi, mengatasi hipovolemia, menyelesaikan
persalinan secepat mungkin dan mengatasi kelainan pembekuan darah. Kemungkinan kelainan
pembekuan darah harus selalu diawasi dengan pengamatan pembekuan darah. Pengobatan
dengan fibrinogen tidak bebas dari bahaya hepatitis, oleh karena itu pengobatan dengan
fibrinogen hanya pada penderita yang sangat memerlukan, dan bukan pengobatan rutin. Dengan
melakukan persalinan secepatnya dan transfusi darah dapat mencegah kelainan pembekuan
darah. Persalinan diharapkan terjadi dalam 6 jam sejak berlangsungnya solusio plasenta. Tetapi
jika itu tidak memungkinkan, walaupun sudah dilakukan amniotomi dan infus oksitosin, maka
satu-satunya cara melakukan persalinan adalah seksio sesaria. Apoplexi uteroplacenta (uterus
couvelaire) tidak merupakan indikasi histerektomi. Akan tetapi, jika perdarahan tidak dapat
dikendalikan setelah dilakukan seksio sesaria maka tindakan histerektomi perlu dilakukan.

2.11 Penatalaksanaan
1. Konservatif. Menunda pelahiran mungkin bermanfaat pada janin masih imatur serta bila
solusio plasenta hanya berderajat ringan. Tidak adanya deselerasi tidak menjamin lingkungan
intra uterine aman. Harus segera dilakukan langkahlangkah untuk memperbaiki hipovolemia,
anemia dan hipoksia ibu sehingga fungsi plasenta yang masih berimplantasi dapat dipulihkan.
Tokolisis harus di anggap kontra indikasi pada solusio plasenta yang nyata secara klinis.

2. Aktif
Pelahiran janin secara cepat yang hidup hampir selalu berarti seksio caesaria. Seksio sesaria
kadang membahayakan ibu karena ia mengalami hipovolemia berat dan koagulopati konsumtif.
Apabila terlepasnya plasenta sedemikian parahnya sehingga menyebabkan janin meninggal lebih
dianjurkan persalinan pervaginam kecuali apabila perdarahannya sedemikian deras sehingga
tidak dapat di atasi bahkan dengan penggantian darah secara agresif atau terdapat penyulit
obstetric yang menghalangi persalinan pervaginam.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Dalam hal pengumpulan data (pengkajian), pengumpulan data dasar terdiri dari informasi
subjektif dan objektif mencakup berbagi masalah keperawatan yang diidentifikasi pada daftar
diagnose keperawatan pada tahun 1992 yang dikembangkan oleh NANDA. Data subjektif yang
dilaporkan oleh klien dan orang terdekat, informasi ini meliputi persepsi individu; yaitu apa yang
seseorang inginkan untuk berbagi. Namun, perawat perlu memperhatikan ketidak sesuaian yang
dapat menandakan adanya faktor-faktor lain seperti kurang pengetahuan, mitos, kesalahan
konsep, atau rasa takut. Adapun pengkajian yang dapat dilakukan menurut Marilyn E. Doenges
yang dimana pengkajian dengan asuhan keperawatan perihal solution plasenta (tergolongi
ntrapartum) terdiri dari :
a. Identitas klien secara lengkap
b. Aktivitas atau istirahat.
Dikaji secara subyektif yang terdiri dari data tidur istirahat 24 jam terakhir, pekerjaan, kebiasaan
aktivitas atau hobi. Dan secara obyektif, data terdiri dari pengkajian neuro muscular.
c. Sirkulasi.
Secara subyektif mulai dari riwayat, peningkatan tekanan darah, masalah jantung, keadaan
ekstremitas serta kelaian-kelainan yang disamapaikan oleh klien perihal sirkulasi. Dan secara
obyektif yang terdiri dari TD berbagai posisi (duduk, berbaring, berdiri, baik kanan maupun
kiri), nadi secara palpasi, bunyi jantung, ekstremitas (suhu, warna, pengisian kapiler, tanda
hofman, varises), warna/sianosis diberbagai region tubuh.
d. Integritas Ego.
Secara subyektif mulai dari kehamilan yang direncanakan, pengalaman melahirkan sebelumnya,
sikap dan persepsi, harapan selama persalinan, hubungan keluarga, pendidikan dan pekerjaan
(ayah), masalah financial, religious, faktor budaya, adanya faktor resiko serta persiapan
melahirkan. Dan secara obyektif, terdiri dari respon emosi terhadap persalinan, interaksi dengan
orang pendukung, serta penatalaksanaan persalinan.
e. Eliminasi.
Data didapat secara subyektif dan obyektif terkait dengan eliminasi
f. Makanan atau cairan
Data didapat secara subyektif dan obyektif terkait dengan makanan atau cairan yang masuk
kedalam tubuh baik secara parenteral maupun enteral serta kelainan-kelainan yang terkait.

g. Higiene.
Data didapat secara subyektif dan obyektif terkait dengan kebersihan diri klien.
h. Neurosensori.
Data didapat secara subyektif dan obyektif terkait dengan kondisi neurosensori dari klien.
i. Nyeri/Ketidaknyamanan.
Data didapat secara subyektif dan obyektif terkait dengan rasa nyeri atau ketidaknyamanan dari
klien akibat dari proses persalinan.
j. Pernafasan.
Data didapat secara subyektif dan obyektif terkait dengan pernafasan serta kelainan- kelainan
yang dialami dan kebiasaan dari klien.
k. Keamanan.
Data didapat secara subyektif dan obyektif terkait dengan alergi/sensitivitas, riwayat PHS, status
kesehatan, bulan kunjungan prenatal pertama, masalah dan tindakan obstetric sebelumnya dan
terbaru, jarak kehamilan, jenis melahirkan sebelumnya, tranfusi, tinggi dan postur ibu, pernah
terjadi fraktur atau dislokasi, keadaan pelvis, persendian, deformitas columna fertebralis,
prosthesis, dan alat ambulasi. Dan data objektif diperoleh dari suhu, integritas kulit (terjadi ruam,
luka, memar, jaringan parut), parastesia, status dari janin mulai dar frekuensi jantung hingga
hasil, status persalinan serta kelainan-kelainan terkait, kondisi dari ketuban, golongan darah dari
pihak ayah ataupun ibu, screening test dari darah, serologi, kultur dari servik atau rectal, kutil
atau lesi vagina dan varises pada perineum.
l. Seksual.
Data subjektif di dapat dari periode menstruasi akhir serta keadaankeadaan terkait seksual dari
ibu8 ataupun bayi dan juga riwayat melahirkan. Data objektif di dapat dari keadaan pelvis,
prognosis untuk melahirkan, pemeriksaan bagian payudarah dan juga tes serologi.
m. Interaksi Sosial.
Data subjektif di dapat dari status perkawinan, lama tahun berhubungan anggota keluarga,
tinggal dengan, keluarga besar, orang pendukung, leporan masalah. Data objektif di dapat dari
komunikasi verbal/non verbal dengan keluarga/orang terdekat, pola interaksi social (perilaku).

3.2 Diagnosa keperawatan dari ASKEP solution plasenta, diantaranya :


1. Nyeri (akut) berhubungan dengan trauma jaringan.
2. Ansietas berhubungan dengan ancaman yang dirasakan pada klien atau janin.
3. Infeksi, resiko tinggi terhadap prosedur invasive.

3. 3 Rencana Keperawatan dan Implementasi


Rencana keperawatan tidak hanya terdiri dari tindakan yang dilakukan karena pesanan/ketentuan
medis, tetapi juga koordinasi tertulis dari perawatn yang diberikan oleh semua disiplin pelayanan
kesehatan yang berhubungan. Tindakan keperawatan mandiri adalah bagian integral dari proses
ini. Tindakan kolaboratif didasarkan pada aturan medis sertan anjuran atau pesanan dari disiplin
lain yang terlibat dengan asuhan terhadap klien. Pada bagian ini, mengkomunikasikan tindakan
keperawatan yang dilakukan untuk mencapai hasil klien yang diinginkan. Rasional untuk
intervensi perlu logis dan dapat dikerjakan dengan tujuan memberikan perawatan individual.
Tindakan mungkin mandiri atau kolaboratifdan mencakup pesanan dari keperawatan,
kedokteran, dan disiplin lain (Doenges, 2001).
Dx 1: Nyeri (akut) berhubungan dendan trauma jaringan
Hasil yang diharapkan : klien akan mengungkapkan penatalaksanaan/reduksi nyeri.
Intervensi :
1. Bantu dengan penggunaan tekhnik pernafasan.
R/ mendorong relaksasi dan memberikan klien cara mengatasi dan mengontrol tingkat nyeri. 2.
Anjurkan klien untuk menggunakan teknik relaksasi. Berikan instruksi bila perlu.
R/ relaksasi dapat membantu menurunkan tegangan dan rasa takut, yang memperberat nyeri. 3.
Berikan tindakan kenyamanan (pijatan, gosokan punggung, sandaran bantal, pemebrian kompres
sejuk, dll).
R/ meningkatkan relaksasi dan meningkatkan kooping dan kontrol klien.
4. Kolaborasi memberikan sedatif sesuai dosis.
R/ meningkatkan kenyamanan dengan memblok impuls nyeri.
Dx 2 Ansietas berhubungan dengan ancaman yang dirasakan pada klien/janin.
Hasil yang diharapkan : Klien akan melaporkan ansietas berkurang dan/ atau teratasi, tampak
rileks.
Intervensi :
1. Kaji status psikologis dan emosional
R/ adanya gangguan kemajuan normal dari persaliann dapat memperberat perasaan ansietas dan
kegagalan. Perasaan ini dapat mengganggu kerja sama klien dan menghalangi proses induksi.
2. Anjurkan pengungkapan perasaan.
R/ Klien mungkin takut atau tidak memahami dengan jelas kebutuhan terhadap induksi
persalinan. Rasa gagal karena tidak mampu ”melahirkan secara alamiah” dapat terjadi.
3. gunakan terminologi positif, hindari penggunaan istilah yang menandakan abnormalitas
prosedur atau proses.
R/ Membantu klien/pasangan menerima situasi tanpa menuduh diri sendiri.
4. Dengarkan keterangan klien yang dapat menandakan kehilangan harga diri.
R/ Klien dapat meyakini bahwa adanya intervensi untuk membantu proses persalinan adalah
refleksi negatif pada kemampuan dirinya sendiri.
5. Berikan kesempatan pada klien untuk memberi masukan pada proses pengambilan keputusan.
R/ Meningkatkan rasa kontrol klien meskipun kebanyakan dari apa yang sedang terjadi diluar
kontrolnya.
6. anjurkan penggunaan/kontinuitas teknik pernapasan dan latihan relaksasi.
R/ Membantu menurunkan ansietas dan bmemungkinkan klien berpartisipasi secara aktif.
Dx 3: Infeksi, resiko tinggi terhadap prosedur invasive.
Hasil yang di harapkan : Klien akan bebas dari infeksi, pencapaian tepat waktu dalam pemulihan
luka tanpa komplikasi.
Intervensi :
1. Tinjau ulang kondisi/faktor risiko yang ada sebelumnya.
R/ Kondisi dasar ibu, seperti diabetes atau hemoragi, menimbulkan potensial risiko infeksi atau
penyembuhan luka yang buruk. Risiko korioamnionitis meningkat dengan berjalannya waktu,
membuat ibu dan janin pada berisiko. Adanya proses infeksi janin pada berisiko. Adanya proses
infeksi dapat meningkatkan risiko kontaminasi janin.
2. Kaji terhadap tanda dan gejala infeksi (misalnya, peningkatan suhu, nadi, jumlah sel darah
putih, atau bau/warna rabas vagina).
R/ Pecah ketuban terjadi 24 jam sebelum pembedahan dapat mengakibatkan korioamnionitis
sebelum intervensi bedah dan dapat mengubah penyembuhan luka.
3. Kolaborasi melakukan persiapan kulit praoperatif; scrub sesuai protokol.
R/ Menurunkan risiko kontaminan kulit memasuki insisi, menurunkan risiko infeksi
pascaoperasi.
4. Kolaborasi melakukan kultur darah, vagina, dan plasenta sesuai indikasi.
R/ Mengidentifikasi organisme yang menginfeksi dan tingkat keterlibatan.
5. Kolaborasi dalam mencatat hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Ht); catat perkiraan kehilangan
darah selama prosedur pembedahan.
R/ Risiko infeksi pasca-melahirkan dan penyembuhan buruk meningkat bila kadar Hb rendah
dan kehilangan darah berlebihan.
6. Kolaborasi dalam memberikan antibiotik spektrum luas pada pra operasi.
R/ Antibiotik profilaktik dapat dipesankan untuk mencegah terjadinya proses infeksi, atau
sebagai pengobatan pada infeksi yang teridetifikasi.

3.4 Evaluasi
Evaluasi respon klien terhadap asuhan yang diberikan dan pencapaian hasil yang diharapkan
(yang dikembangkan dalam fase perencanaan dan di dokumentasikan dalam rencana
keperawatan) adalah tahap akhir dari proses keperawatan. Fase evaluasi perlu untuk menentukan
seberapa baik rencana asuhan tersebut berjalan dan bagaimanan selama proses terus menerus.
Revisi rencana keperawatan adalah komponen penting dalam evaluasi. Pengkajian ulang adalah
proses evaluasi terus menerus yang terjadi tidak hanya hasil yang diharapkan terjadi pada klien
di tinjau ulang atau bila keputusan dibutuhkan apakah klien siap atau tidak untuk pulang.
(Doengos, 2001:15). Evaluasi adalah proses berkelanjutan. Perawat dapat mengasumsikan
perawatan tersebut telah efektif saat hasil yang diharapkan untuk perawatan dapat terjadi.
(Wong, 2002:366).

BAB 4
PENUTUP
4. 1 Kesimpulan
Solulusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya sebelum janin lahir
diberi beragam sebutan; abruption plasenta, accidental haemorage. Keadaan klien dengan
solution plasenta memiliki beberapa macam berdasarkan tingkat keparahannya, tingkat
keparahan ini dilihat dari volume perdarahan yang terjadi mulai dari solutio ringan hingga berat.
Trauma langsung abdomen, hipertensi ibu hamil, umbilicus pendek atau lilitan tali pusat, janin
terlalu aktiv sehingga plasenta dapat terlepas, tekanan pada vena kafa inferior, dan lain-lain
diketahui bahwa sebagai penyebab dari solution plasenta. Beberapa faktor yang menjadi faktor
predisposisi solution plasenta itu sendiri didapat dan diketahui mulai dari faktor fisik dan
psikologis dengan kata lain ditinjau dari kebiasaan-kebiasaan klien yang dapat mendukung
timbulnya solution plasenta. Adapun komplikasi dari nadi, jumlah sel darah putih, atau
bau/warna rabas vagina). pada ibu dan janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas, usia
kehamilan dan lamanya nadi, jumlah sel darah putih, atau bau/warna rabas vagina). berlangsung.
Komplikasi terparah dari solution plsenta dapat mengakibatkan syok dari perdarahan yang
terjadi, keadaan seperti ini sangat berpengaruh pada keselamatan dari ibu dan janin.
Penatalaksanaan dari solution plaseenta dapat dilakukan secara konservatif dan secara aktif.
Masing-masing dari penatalaksaan tersebut mempunyai tujuan demi keselamatan baik bagi ibu,
janin, ataupuun keduanya.

4.2 Saran
Diharapkan perawat serta tenaga kesehatan lainnya mampu memahami dan mendalami dari
solution plasenta.
Perawat serta tenaga kesehatan l;ainnya mampu meminimalkan factor risiko dari solution
plasenta demi mempertahankan dan meningkatkan status derajat kesehatan ibu dan anak.
Institusi kesehatan terkait dapat menyediakan dan mempersiapkan sarana dan prasarana yang
dibutuhkan dalm kejadian-kejadian abnormalitas ibu terkait dengan kehamilan dan persalinan.
Masyarakat mampu dan mau mempelajari keadaan abnormal yang terjadi pada mereka
sehingga para tenaga kesehatan dapat memberikan tindakan secara dini dan mampu mengurangi
jumlah mortalitas padaibu dan janin.
Pemerintah mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang dapat mendukung peningkatan derajat
kesehatan masyarakat.
Mahasiswa dengan latar belakang medis sebagai calon tenaga kesehatan mampu menguasai
baik secara teori maupun skil untuk dapat diterapkan pada masyarakat secara menyeluruh.
DAFTAR PUSTAKA

Cunningham FG, dkk,. 2001. Obstetrical haemorrhage. Wiliam obstetrics 21th edition. Lange
USA: Prentice Hall International Inc Appleton.
Doengoes, Marilynn E, dkk,. 2001. Rencana perawatan maternal/bayi. Edisi 2. Jakarta: EGC.
http://kuliahbidan.wordpress.com/2008/07/16/karakteristik-kasus-solusioplasenta-di-bagian-
obstetri-dan-ginekologi-rsud-arifin-achmad-pekanbaruperiode-1-januari-2002-31-desember-
2006/.
Manuaba, Chandarnita, dkk,. 2008. Gawat-darurat obstetri-ginekologi & obstetriginekologi
sosial untuk profesi bidan. Jakarta: EGC.
Prawirohardjo S, Hanifa W. 2002. Kebidanan Dalam Masa Lampau, Kini dan Kelak. Dalam:
Ilmu Kebidanan, edisi III. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Wong, Dona L, dkk,. 2002. Maternal child nursing care 2nd edition. Santa Luis: Mosby Inc.

Anda mungkin juga menyukai