Anda di halaman 1dari 25

1

Gigi-geligi dan tulang palatum

a. Palatum
1) Palatum durum yang tersusun atas tajuk-tajuk palatum dari
sebelah depan tulang maksilaris: palatum durum adalah
suatu struktur tulang berbentuk konkaf. Bagian anteriornya
mempunyai lipatan-lipatan yang menonjol, atau rugae.
(swartz, 1989)
2) Palatum mole terletak dibelakang yang merupakan lipatan
menggantung yang dapat bergerak, terdiri dari jaringan
fibrosa dan selaput lender: palatum mole adalah suatu
daerah fleksibel muscular di sebelah posterior palatum
durum. Tepi posterior berakhir pada uvula. Uvula
membantu menutup nasofaring selama menelan.

b. Rongga mulut
1) Bagian gigi terdapat gigi anterior yang sangat kuat yang
tugasnya memotong dan gigi posterior yang tugasnya
menggiling. Pada umumnya otot-otot pengunyah
dipersarafi oleh cabang motorik dari saraf cranial ke 5.
Proses mengunyah di kontrol oleh nucleus dalam batang
otak. Perangsangan formasi retikularis dekat pusat batang
otak untuk pengecapan dapat menimbulkan pergerakan
mengunyah secara ritmis dan kontinu. Mengunyah
2

makanan bersifat penting untuk pencernaan semua


makanan, terutama untuk sebagian besar buah dan sayur-
sayuran mentah karena zat ini mempunyai membrane
selulosa yang tidak dapat dicerna diantara bagian-bagian zat
nutrisi yang harus diuraikan sebelum dapat digunakan.
2) Tulang alveolar.

Tulang alveolar terdiri atas tulang spons di antara


dua lapis tulang kortikal. Pembuluh darah dan saraf gigi
menembus tulang alveolar ke foramen apical untuk
memasuki rongga pulpa. Tulang alveolar cukup labil dan
berfungsi sebagai sumber kalsium siap pakai untuk
mempertahankan kadar darah ion ini. Setelah hilangnya
gigi permanen atau setelah periodontitis dapat terjadi
resorbsi nyata dari tulang alveolar.

3) Gingiva.

Gingiva adalah membran mukosa yang melapisi


vestibukum dari rongga mulut dan melipat di atas
permukaan luar tulang alveolar. Saat mendekati gigi, ia
menyatu dengan tepian bawah lapis merah muda yang lebih
kuat yang disebut gusi atau gingiva, yang merupakan
bagian membrane mukosa yang terikat erat pada
periosteum krista tulang alveolar. Ia dilapisi epitel berlapis
gepeng dengan banyak papilla jaringan ikat menonjol pada
dasarnya. Epitel ini berkeratin, tetapi dalam lingkungan
basah ini ia tidak memiliki stratum granulosum dan sel-sel
gepeng lapis superfisialnya tetap berinti piknotik.

4) Ligamentum periodontal.
Akar gigi masing-masing dibungkus lapis kolagen
padat, membentuk membrane periodontal atau ligament
3

periodontal di antara sementum dan tulang alveolar di


sekitarnya. Serat-seratnya berjalan miring ke atas dari
sementum ke tulang hingga tekanan pada gigi menekan
serat-serat yang tertanam dalam tulang. Ligamen
periodontal menahan gigi pada sakunya dan masih
memungkinkan sedikit gerak.

5) Pulpa.

Pulpa, yang memenuhi rongga gigi, berasal dari


jaringan yang membentuk papilla dentis selama
perkembangan embrional. Arteriol kecil memasuki pulpa
melalui foramen apical dan cabang kapilernya pecah dekat
dasar odontoblas dan sebagian terdapat diantaranya.
Mereka ini berlanjut ke dalam vena kecil yang letaknya
lebih ke pusat pulpa.

6) Lidah.

Lidah manusia sebenarnya dibentuk oleh otot-otot


yang terbagi atas 2 kelompok, yaitu otot-otot yang hanya
terdapat dalam lidah (otot intrinsik) dan otot-otot ekstrinsik
yang salah satu ujungnya mempunyai perlekatan di luar
lidah, yaitu pada tulang rahang bawah di dasar mulut dan
tulang lidah. Otot intrinsik mempunyai serat lebih halus
daripada otot ekstrinsik. Otot-otot ini penting dalam proses
mengunyah dan mengucapkan kata-kata. Pergerakan lidah
diatur oleh saraf otak ke-12. Permukaan belakang lidah
yang terlihat pada saat seseorang membuka mulut ditutupi
oleh selaput lendir yang mempunyai tonjolan-tonjolan
(papilla). Pada papilla ini terdapat alat pengecap (taste-
bud) untuk mengenal rasa manis, asin, asam (di ujung
depan), dan pahit (di pangkal lidah). Di samping itu, lidah
juga mempunyai ujungujung saraf perasa yang dapat
4

menangkap sensasi panas dan dingin. Rasa pedas tidak


termasuk salah satu bentuk sensasi pengecapan, tetapi suatu
rasa panas yang termasuk sensasi umum. Pengecapan
diurus oleh saraf otak ke-7 dan sensasi umum oleh saraf
otak ke-5. Apabila lidah diangkat ke atas, suatu perlekatan
mukosa, frenulum, dapat terlihat di bawah l

A. Klasifikasi

Klasifikasi gigi impaksi sangat penting untuk setiap operator yang


akan melakukan operasi pengambilan gigi impaksi (odontektomi).
Dengan demikian dapat ditentukan rencana teknik operasi, kesulitan-
kesulitan apa yang akan dihadapi dan alat yang dipergunakan.

1. Berdasarkan sifat jaringan (sinan, 2006)

Berdasarkan sifat jaringan, impaksi gigi molar ketiga dapat


diklasifikasikan menjadi:

a) Impaksi jaringan lunak

Adanya jaringan fibrous tebal yang menutupi gigi terkadang


mencegah erupsi gigi secara normal. Hal ini sering terlihat pada kasusu
insisivus sentral permanen, di mana kehilangan gigi sulung secara dini
yang disertai traua pasti menyebabkan fibromatosis. b) Impaksi
jaringan keras

Ketika gigi gagal untuk erupsi karena obstruksi yang disebabkan oleh
tulang sekitar, hal ini dikategorikan sebagai impaksi jaringan keras. Di
sini, gigi impaksi secara utuh tertanam di dalam tulang, sehingga
ketika flap jaringan lunak direfleksikan, gigi tidak terlihat. Jumlah
tulang secara ekstensif harus diangkat, dan gigi perlu dipotong-potong
sebelum dicabut.

2. Klasifikasi menurut pell gregory dalam fragiskos (2007) adalah:


5

Pell dan gregory menghubungkan kedalaman impaksi bidang oklusal


dan garis servikal gigi molar kedua mandibula dalam sebuah
pendekatan dan diameter mesiodistal gigi impaksi terhadap ruang yang
tersedia antara permukaan distal gigi molar kedua dan ramus
ascendens mandibula dalam pendekatan lain (Obimakinde, 2009).
Berdasakan relasi molar ketiga rahang bawah terhadap ramus
mandibula (Pederson, 1996):

1. Kelas I : Diameter anteroposterior gigi sama atau sebanding


dengan ruang antara batas anterior ramus mandibula dna
permukaan distal gigi molar kedua (balaji, 2009). Pada kelas i ada
celah di sebelah molar kedua yang potensial untuk tempat erupsi
molar ketiga (pederson, 1996).

2. Kelas II : Sejumlah kecil tulang menutupi permukaan distal gigi


dan ruang tidak adekuat untuk erupsi gigi, sebagai contoh diameter
mesio distal gigi lebih besar daripada ruang yang tersedia (balaji,
2009). Ruangan antara distal molar dua dan ramus lebih kecil dari
pada lebar mesio distal molar tiga.

3. kelas III : sebagian besar atau seluruh molar tiga terletak di dalam
ramus.

gambar 1 :
relasi m3 rahang bawah terhadap ramus mandibula dan rahang bawah

Komponen kedua dalam sistem klasifikasi ini didasarkan


pada jumlah tulang yang menutupi gigi impaksi (balaji, 2009).
Baik gigi impaksi atas maupun bawah bisa dikelompokkan
berdasarkan kedalamannya, dalam hubungannya terhadap garis
servikal molar kedua di sebelahnya (pederson, 1996). Faktor umum
dalam klasifikasi impaksi gigi rahang atas dan rahang bawah:
6

a. Posisi a: bagian tertinggi dari pada gigi terpendam terletak setinggi atau
lebih tinggi dari pada dataran oklusal gigi yang normal.
b. Posisi b: bagian tertinggi dari pada gigi berada di bawah dataran oklusal
tapi lebih tinggi dari pada serviks molar dua (gigi tetangga).
c. posisi c: bagian tertinggi dari pada gigi terpendam, berada di bawah garis
serviks gigi molar dua.

3. Klasifikasi
menurut archer dan kruger dalam Fragiskos (2007) antara lain:
Relasi dari sumbu panjang gigi m3 rahang bawah dalam hubungan
dengan poros panjang M2 rahang bawah

kelas 1 : mesioangular
kelas 2 : distoangular
kelas 3 : vertikal
kelas 4 : horizontal
kelas 5 : bukoangular
kelas 6 : linguoangular
kelas 7 : inverted
Relasi dari sumbu panjang gigi M3 rahang
Gambar 3.
bawah dalam hubungan dengan poros
panjang M2 rahang bawah

B. Manifestasi klinik

Tanda dan gejala dari gigi


impaksi antara lain:
7

a. Rasa sakit di sekitar gigi


dan gusi

b. Pembengkakan di sekitar rahang

c. Pembengkakan dan warna kemerahan pada gusi di sekitar


gigi yang terimpaksi d. Nyeri di rahang

e. Bau mulut dan rasa tidak nyaman ketika menguyah

f. Dapat disertai dengan rasa sakit kepala

Banyak penelitianyang telah dilakukan untuk melihat gambaran


impaksi yang terjadi di seluruh dunia. Menurut national institute for
health and clinical excellence (nice), gigi molar yang menaglami impaksi
ini bila tidak dicabut, maka akan menimbulkan masalah. Masalah yang
ditimbulkan adalah perubahan patologis, seperti imflamasi jaringan lunak
sekitar gigi, reabsorbsi akar, penyakit tulang alveolar dan jaringan jaringan
lunak, kerusakna gigi sebelahnya, perkembangan kista dan tumor, karies
bahkan sakit kepala atau sakit rahang. (chanda, 2007; astuti, 2002).

Gigi yang impaksi juga bertendensi menimbulkan masalah


peridontal yang berhubungan dengan perikoronitis, karies molar,
reabsorbsi gigi molar kedua dan juga pembentukan kista dan tumor
infeksi atau karies pada gigi di dekatnya. Cukup banyak kasus karies pada
gigi molar dua karena gigi molar ketiga mengalami impaksi. Gigi molar
ketiga merupakan penyebab tersering karies pada molar kedua karena
retensi makanan. Karies distal molar kedua yang disebabkan oleh karies
posisi gigi molar ketiga.

C. Etiologi
8

Terdapat beberapa faktor etiologi dari gigi impaksi menurut berger


dalam indonesian journal of oral and maxillofacial surgeon ( 2004) dan
yaitu:

a. Faktor lokal

1) Kurangnya ruangan untuk erupsi normal pada lingkungan gigi


2) Trauma pada benih gigi sehingga benih gigi terdorong lebih
dalam lagi
3) Posisi ektopik dari gigi
4) Jarak benih gigi ke tempat erupsi jauh
5) Infeksi pada benih gigi
6) Adanya gigi berlebih yang erupsi lebih dulu
7) Ankylosis gigi pada tulang rahang
8) Persistensi gigi sulung yang menyebabkan impaksi gigi tetap
di bawahnya
9) Mukosa gingiva yang tebal sehingga sulit di tembus oleh gigi
10) Pergerakan erupsi tertahan karena posisi yang salah dan
tekanan dari gigi samping
11) Neoplasma / tumor yang menggeser kedudukan benih gigi
12) Kista dentigerous yang berkembang pada benih gigi yang
masih dalam tahap pembentukan sering kali mencegah gigi
erupsi

b. Faktor sistemik

Menurut bergee, faktor sistemik yang menyebabkan gigi


impaksi dapat terbagi dalam 2 sebab :

1) Sebab prenatal (herediter)


Faktor keturunan memegang peranan penting. Faktor
keturunan ini tidak dapat diketahui dengan pasti apakah tulang
rahang terlalu kecil, gigi teralu besar atau benih gigi-gigi yang
letaknya abnormal. Dan keadaan miscegenation
2) Sebab postnatal merupakan semua keadaan atau kondisi yanda
dapat mengganggu pertumbuhan pada anak-anak seperti :
9

ricketsia, anemia, syphilis kongenital, tbc, gangguan kelenjar


endokrin dan malnutrisi.
1. Kelainan kelenjar endokrin

a. Hipopituitari mengakibatkan kelambatan erupsi

b. Hipotiroid mengakibatkan kelambatan erupsi

2. Malnutrisi

Faktor ini sangat penting dalam pertumbuhan tubuh.


Bila terjadi defisiensi maka pertumbuhan akan
terganggu.

3. Kelainan pertumbuhan
1. Cleido cranial dysostosis

Terjadi pada masa kongenital di mana terjadi


kerusakan atau abnormalitas dari tulang cranial. Hal

2. Oxycephali

Disamping faktor-faktor yang disebutkan


diatas, stimulasi otot-otot pengunyahan yang kurang
juga dapat menyebabkan impaksi. Erupsi gigi yang
normal harus disertai dengan pertumbuhan rahang
yang normal. Untuk itu perlu adanya stimulasi otot-
otot pengunyahan. (dym, 2001)

D. Pathway

1. Infeksi pada benih gigi


2. Pertumbuhan gigi tidak sesuai
3. Trauma pada benih gigi sehingga benih gigi
terdorong lebih dalam lagi
4. Perubahan posisi gigi
10

Impaksi gigi

Pembengkakan diarea Kesulitan menelan


sekitar gusi

Nutrisi kurang dari


Nyeri akut kebutuhan tubuh

Odontektomy

Pre op Intra op Post op

terjadilah Prosedur pembedahan Prosedur anastesi


pembengkakan

Tindakan invasif General anastesi (GA)


Nyeri akut

Rencana op Odontektomy Penururnan kesadaran

Jaringan lapisan pulpa


Ansietas Resiko jatuh

Masuknya mikroorganisme
kedalam tubuh kedalam
tubuh

Resiko infeksi

E. Penatalaksanaan
11

1. Operasi bedah minor mulut (odontektomi)

Sebelum melakukan pembedahan terlebih dahulu harus mengetahui


indikasi dan kontraindikasi dari pengambilan molar tiga impaksi rahang
bawah.

a. Indikasinya adalah:
1) Infeksi karena erupsi yang terlambat dan abnormal
(perikoronitis)
2) Berkembangnya folikel menjadi keadaan patologis (kista
odontogenik dan neoplasma)
3) Usia muda, sesudah akar gigi terbentuk sepertiga sampai dua
pertiga bagian dan sebelum klien mencapai usia 18 tahun
4) Adanya infeksi
5) Penyimpangan panjang lengkung rahang dan untuk membantu
mempertahankan stabilitas hasil perawatan ortodonsi
6) Prostetik atau restoratif (diperlukan untuk mencapai jalan masuk
ke tepi gingiva distal dari molar dua didekatnya)
7) Apabila molar kedua didekatnya dicabut dan kemungkinan
erupsi normal atau berfungsinya molar ketiga impaksi sangat
kecil
8) Sebelum tulang sangat termineralisasi dan padat yaitu sebelum
usia 26 tahun
b. Kontraindikasinya adalah:
1) Klien tidak menghendaki giginya dicabut
2) Sebelum panjang akar mencapai sepertiga atau dua pertiga dan
apabila tulang yang menutupinya terlalu banyak (pencabutan
prematur)
3) Jika kemungkinan besar akan terjadi kerusakan pada struktur
penting disekitarnya atau kerusakan tulang pendukung yang
luas
12

Apabila kemampuan klien untuk menghadapi tindakan


pembedahan terganggu oleh kondisi fisik atau mental tertentu
(pedersen, 1996)

c. Prosedur pembedahan
Secara garis besar meliputi : pembukaan flap, membuang
jaringan tulang, pengeluaran gigi, penaganan luka beserta
penjahitan penjahitan dan pemberian instruksi dan obat-obatan.
1) Pembukaan flap
Berbagai macam desain flap untuk molar rahang bawah
adalah seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 4. Desain flap untuk molar tiga rahang bawah

Syarat-syarat flep:

a. Harus membuka daerah operasi yang jelas.

b. Insisi terletak pada jaringan yang sehat.

c. Mempunyai dasar atau basis cukup lebar sehingga pengaliran darah


ke flep cukup baik.

2. Membuang jaringan tulang

Apabila diperlukan dapat dilakukan pengambilan jaringan


tulang yang menghalangi pengambilan m3. Pengambilan dapat
13

dilakukan dengan menggunakan bor. Banyaknya tulang yang diambil


disesuaikan dengan kebutuhan.

3. Mengeluarkan gigi impaksi

Dalam tahap pengeluaran gigi impaksi ini terdapat beberapa


prosedur antara lain:

c. Intoto: gigi di keluarkan secara utuh

Setelah tulang mengelilingi gigi tersebut kita ambil


secukupnya maka kita harus mempunyai cukup ruangan untuk
dapat meletakkan elevator di bawah korona. Dengan meletakkan
elevator dibawah korona, kita membuat gerakan yang mengungkit
gigi tersebut. Kalau gigi ini tidak bergerak dengan tekanan yang
sedikit, maka kita harus mencari bagian tulang mana yang masih
menghalangi. Kita tidak boleh mencongkel gigi dengan tenaga
besar tetapi berusaha mengerakkan dengan tekanan minimal. Jika
tulang yang diambil telah cukup tetapi gigi belum mau keluar,
maka mungkin masih ada tulang atau akar gigi yang menghalagi.
14

Bila mahkota gigi yang terpendam masih belum bisa


digerakkan dan terletak di bawah mahkota molar dua sedang gigi

tersebut akan kita ambil dengan cara intoto, maka tulang distal
molar tiga kita ambil lebih banyak sehingga molar tiga dapat kita
congkel ke arah distal. Cara atau teknik kerja tergantung pada
posisi gigi, keadaan gigi dan jaringan sekitar.

d. Separasi: gigi dibelah dulu


baru di keluar kan.

Pada metode ini kita sedikit membuang tulang tetapi gigi


yang impaksi diambil dengan cara membelah-belahnya (diambil
sebagian-sebagian). Dalam keadaan ini kita tidak perlu banyak
15

membuang tulang bagiam distal molar tiga tersebut dan gigi


diambil sepotong-sepotong dengan elevator kemudian dikeluarkan
dengan tang sisa akar. Perlu diingat, jangan memaksa karena dapat
menyebabkan fraktur tulang rahang atau fraktur molar dua.

Posisi klinis dari gigi impaksi

Insisi dan refleksi


flep Gigi diungkit dengan bein.
Segmen distal diambil
terlebih dulu, dilanjutkan
dengan segmen mesial
Pembuangan tulang dibagian
distal molar 3

Mahkota gigi dibur

Soket dibersihkan

Gigi diseparasi
dengan bein

Penjahitan

d. Komplikasi dari tindakan pembedahan


odontektomi
Pada saat pengambilan m3 dapat terjadi
komplikasi berupa:
1. Perdarahan karena pembuluh darah terbuka \
2. Kerusakan pada gigi m2 karena trauma alat
16

3. Rasa sakit
4. Parestesi pada lidah dan bibir. Dalam literatur dikatakan
bahwa 96 % klien dengan trauma pada n. Alveolaris inferior
dan 87 % klien dengan trauma pada n. Ligualis akan sembuh
secara spontan ( dym & ogle, 2001)

H. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan umum harus dilakukan dengan cara yang sama
dengan prosedur pembedahan lainnya. Adanya gangguan sistemik atau
penyakit sistemik harus dideteksi dan kehati-hatian harus diterapkan
sebelum pembedahan. Klien juga harus diperiksa apakah sedang menjalani
terapi tertentu, seperti terapi irradiasi, terapi cytostatic, dan transplantasi
organ.

1. Pemeriksaan lokal

a) Status erupsi gigi impaksi.

Status erupsi gigi impaksi harus diperiksa karena status


pembentukan mendeterminasikan waktu pencabutan. Idealnya, gigi
dicabut ketika dua pertiga akar terbentuk. Jika akar telah terbentuk
sempurna, 25 maka gigi menjadi sangat kuat, dan gigi terkadang
displitting untuk dapat dicabut.

b) Resorpsi molar kedua.

Karena kurangnya ruang molar ketiga yang impaksi sehingga


memungkin terjadi resorpsi akar pada molar kedua. Setelah
pencabutan gigi molar ketiga yang impaksi, molar kedua harus
diperiksa untuk intervensi endodontik atau periodontik tergantung
pada derajat resorpsi dan keterlibatan pulpa.

c) Adanya infeksi lokal seperti periokoronitis. Infeksi ini merupakan


sebuah inflamasi jaringan lunak yang menyelimuti mahkota gigi
yang sedang erupsi yang hampir seluruhnya membutuhkan
17

penggunaan antibiotik atau prosedur yang jarang dilakukan, eksisi


pembedahan pada kasus rekuren. Periokoronitis rekuren terkadang
membutuhkan pencabutan gigi impaksi secara dini.

d) Pertimbangan ortodontik. Karena molar ketiga yang sedang erupsi,


memungkinkan terjadi berjejal pada regio anterior setelah perawatan
ortodonti yang berhasil. Oleh karena itu, disarankan untuk mencabut
gigi molar ketiga yang belum erupsi sebelum memulai perawatan
ortodontik.

e) Karies atau resorpsi molar ketiga dan gigi tetangga. Akibatnya


kurangnya ruang, kemungkinan terdapat impaksi makanan pada area
distal atau mesial gigi impaksi yang menyebabkan karies gigi. Untuk
mencegah karies servikal gigi tetangga, disarankan untuk mencabut
gigi impaksi.

f) Status periodontal. Adanya poket sekitar gigi molar ketiga yang


impaksi atau molar kedua merupakan indikasi infeksi. Penggunaan
antibiotik 26 disarankan harus dilakukan sebelum pencabutan gigi
molar ketiga impaksi secara bedah untuk mengurangi komplikasi
post-operatif.

g) Orientasi dan hubungan gigi terhadap infeksi saluran akar gigi. Hal
ini akan didiskusikan secara detail pada pemeriksaan radiologi.

h) Hubungan oklusal. Hubungan oklusal molar ketiga rahang atas


terhadap molar ketiga rahang bawah harus diperiksa. Ketika gigi
molar ketiga rahang bawah yang impaksi berada pada sisi yang sama
diindikasikan untuk ekstraksi, sisi yang satunya juga harus diperiksa.

i) Nodus limfe regional. Pembengkakan dan rasa nyeri pada nodus


limfe regional mungkin terindikasi infeksi molar ketiga.

j) Fungsi temporomandibular joint.


18

2. Tehnik roentgenografi dalam penentuan gigi impaksi17

Sejalan dengan perkembangan tehnik roentgenografi intraoral maupun


ekstraoral, dimulai dengan ditemukannya panagrafi sampai dengan
panoramik dengan demikian dimulailah roentgenogram gigi khususnya
untuk melihat gigi impaksi. Hasilnya dapat merupakan penuntun kerja
bagi ahli bedah mulut dalam menentukan dan penatalaksanaan kausatif
lebih lanjut untuk gigi impaksi tersebut. Saat ini tehnik roentgenografi
sangat diperlukan untuk penentuan lokasi gigi impaksi, dengan kualitas
hasil foto yang baik dan interpretasi yang akurat akan meringankan
penatalaksanaan yang tepat bagi operator. Dalam tehnik roentgenografi
penentuan lokasi gigi impaksi terdapat beberapa tehnik proyeksi dengan
nama sendiri-sendiri, tetapi sangat penting pula dalam pemrosesan film
27 yang baik agar didapat kualitas gambar yang baik pula, yang akhirnya
kita bisa menginterpretasi lokasi dari gigi tersebutsehingga kendala atau
faktor-faktor kesulitan dalam penatalaksanaan gigi impaksi dapat
dikurangi. Tehnik roentgenografi untuk lokasi gigi belakang berbeda
dengan tehnik roentgenografi untuk lokasi gigi depan. Berikut akan
dijelaskan mengenai tehnik roentgenografi untuk lokasi gigi belakang.
Tehnik roentgenografi ini dikenal sebagai roentgenografi right angle
procedure.

Diagnosa keperawatan
Pre op
- Nyeri akut berhubungan dengan agen injury fisik
- Ansietas
Intra op

- Resiko perdarahan dengan faktor resiko proses pembedahan


Post op
- Resiko jatuh
19

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Nyeri akut berhubungan Pain control NIC :
dengan agen injury fisik Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan Pain management
masalah nyeri berkurang atau hilang dengan kriteria hasil: 1. Pertahankan tirah baring dan posisi yang nyaman
1. Melaporkan nyeri berkurang 2. Kaji nyeri menggunkan metode (PQRST) meliputi
2. Menyatakan rasa nyaman skala, frekuensi nyeri, dll
3. Mampu mengenali nyeri 3. Ajarkan teknik relaksasi napas dalam
(skala, intensitas, frekuen 4. Monitor Tanda – tanda vital
4. pasien mampu mengontrol 5. Kolaborasi untuk pemberian analgetik
nyeri
20

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Ansietas NOC : NIC :
1. Kontrol kecemasan , 1. Gunakan pendekatan yang menenangkan
DS: 2. Coping 2. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan
- Klien mengatakan cemas selama prosedur
karen tidak pernah operasi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. 3. Temani pasien untuk memberikan keamanan dan
sebelumnya Kecemasan klien teratasi dengan kriteria hasil: mengurangi takut
1. Mampu mengidentifikasi dan 4. Berikan informasi factual mengenai diagnosis,
DO: mengungkapkan gejala cemas tindakan prognosis
- Klien tampak cemas 2. Mengidentifikasi, mengungkapkan dan 5. Libatkan kelurga untuk menemani klien
- Klien tampak gelisah menunjukkan teknik untuk mengontrol cemas 6. Intruksi pada pasien untuk menggunakan teknik
3. Vital sign dalam batas normal relaksasi
4. Vostur tubuh, ekspresi wajah, bahasa 7. Identifikasi tingkat kecemasan
tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan 8. Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan
berkurangnya cemas kecemasan
21
22

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Resiko infeksi NOC : NIC :
1. Kontrol infeksi kontrol infeksi intra operasi
2. selama dilakukan tindakan operasi tidak
Aktifitas:
terjadi transmisi agent infeksi dengan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. 1. Gunakan pakaian khusus ruang operasi
Kecemasan klien teratasi dengan kriteria hasil: 2. Pertahankan prinsip aseptic dan antiseptik
1. Alat dan bahan bahan yang dipakai
tidak terkontaminasi
23

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Resiko jatuh NOC : NIC :
1. klien terhindar dari risiko
1. Identifikasi risiko jatuh dengan Morse Fall Score
jatuh di ruang recovery room setalah
dan penilaian skor pemulihan pasca anestesi
mendapat pengaruh obat induksi / anestesi
2. Tingkatkan keamanan
3. Cegah risiko jatuh dengan pemasangan bedtrail/
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ….
pagar brankart
Kecemasan klien teratasi dengan kriteria hasil:
4. Jaga posisi imobil
1. Klien dalam kondisi
aman saat di ruang RR
2. Klien kembali
keruangan dalam keadaan tidak cedera (tidak
ada risiko jatuh)
24

DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah RM, Situmarong N. Dampak gigi molar tiga mandibula impaksi terhadap kualitas hidup
mahasiswa universitas sumatera barat. Dentika Dental Journal 2005;10(2):73-4

Tridjaja AN. Pengamatan klinik gigi molar tiga bawah impaksi dan variasi komplikasi yang
diakibatkannya di RS Cipto Mangunkusumo bulan Juli 1993 s/d
Desember 1993. 2011. Available from : URL: http://eprints.lib.ui.ac.id/12366/ Accessed Juni 6, 2011

Pederson GW. Buku ajar praktis bedah mulut 2nd ed. Alih Bahasa: Purwanto, Basoeseno. Jakarta: EGC;
1996,hal.61-3

Chanda MH, Zahbia ZN. Pengaruh bentuk gigi geligi terhadap terjadinya impaksi gigi molar ketiga rahang
bawah. Dentofasial Jurnal Kedokteran Gigi 2007; 6(2):65-6

Astuti ERT. Prevalensi karies pada permukaan distal gigi geraham dua rahang bawah yang diakibatkan oleh
impaksi gigi geraham tiga rahang bawah.Jurnal MIKGI 2002;IV(7):154-6

Dwipayanti A, Adriatmoko W, Rochim A. Komplikasi post odontektomi gigi molar ketiga rahang
bawah impaksi. Journal of the Indonesian Dent al
Assocation 2009;58(2):20
25

Nasir M, Mawardi. Perawatan impaksi impaksi gigi insisivus sentralis maksila dengan kombinasi teknik flep
tertutup dan tarikan ortodontik (laporan kasus). Dentika Dental Jurnal 2003;8(2):95

Anda mungkin juga menyukai