Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Solusio plasenta atau disebut abruption placenta / ablasia placenta adalah


separasi prematur plasenta dengan implantasi normalnya di uterus (korpus uteri)
dalam masa kehamilan lebih dari 20 minggu dan sebelum janin lahir. Dalam
plasenta terdapat banyak pembuluh darah yang memungkinkan pengantaran zat
nutrisi dari ibu kejanin, jika plasenta ini terlepas dari implantasi normalnya dalam
masa kehamilan maka akan mengakibatkan perdarahan yang hebat.

Perdarahan pada solusio plasenta sebenarnya lebih berbahaya daripada


plasenta previa oleh karena pada kejadian tertentu perdarahan yang tampak keluar
melalui vagina hampir tidak ada / tidak sebanding dengan perdarahan yang
berlangsung internal yang sangat banyak pemandangan yang menipu inilah yang
sebenarnya yang membuat solusio plasenta lebih berbahaya karena dalam keadaan
demikian seringkali perkiraan jumlah, darah yang telah keluar sukar
diperhitungkan, padahal janin telah mati dan ibu berada dalam keadaan syok.

Penyebab solusio plasenta tidak diketahui dengan pasti, tetapi pada kasus-
kasus berat didapatkan korelasi dengan penyakit hipertensi vaskular menahun,
15,5% disertai pula oleh pre eklampsia. Faktor lain diduga turut berperan sebagai
penyebab terjadinya solusio plasenta adalah tingginya tingkat paritas dan makin
bertambahnya usia ibu.

Gejala dan tanda solusio plasenta sangat beragam, sehingga sulit


menegakkan diagnosisnya dengan cepat. Dari kasus solusio plasenta didiagnosis
dengan persalinan prematur idopatik, sampai kemudian terjadi gawat janin,
perdrhan hebat, kontraksi uterus yang hebat, hipertomi uterus yang menetap.
Gejala-gejala ini dapat ditemukan sebagai gejala tunggal tetapi lebih sering berupa
gejala kombinasi.Solusio plasenta merupakan penyakit kehamilan yang relatif
umum dan dapat secara serius membahayakan keadaan ibu. Seorang ibu yang
pernah mengalami solusio plasenta, mempunyai resiko yang lebih tinggi

1
mengalami kekambuhan pada kehamilan berikutnya. Solusio plasenta juga
cenderung menjadikan morbiditas dan bahkan mortabilitas pada janin dan bayi
baru lahir.

1.2 Tujuan penulisan

Tujuan pembuatan makalah ini yaitu :

1) Untuk mengetahui definisi solusio plasenta.


2) Untuk mengetahui klasifikasi dari solusio plasenta.

3) Untuk mengetahui etiologi dari solusio plasenta

4) Untuk mengetahui patofisiologi dan solusio plasenta.

5) Untuk mengetahui pathway dari solusio plasenta.

6) Untuk mengetahui gejala klinik dari solusio plasenta

7) Untuk mengetahui diagnosa klinik dari solusio plasenta.

8) Untuk mengetahui diagnosa banding dari solusio plasenta


9) Untuk mengetahui klasifikasi dari solusio plasenta.
10) Untuk mengetahui penanganan untuk solusio plasenta.
11) Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan solusio
plasenta.

1.3. Manfaat

Manfaat dari penyusunan makalah ini yaitu memberikan sedikit informasi


kepada mahasiswa tentang solusio plasenta sampai rujukan pasien dengan solusio
plasenta.

2
BAB II
KONSEP DASAR KEPERAWATAN

2.1 Solusio Plasenta


2.1.1 Definisi
Terlepasnya sebagian atau seluruh permukaan maternal plasenta dari tempat
implantasinya yang normal pada sebelum waktunya yakni antara minggu 20 dan
lahirnya anak. Plasenta secara normal terlepas setelah bayi lahir 1,2,3,5.
Nama lain yang sering dipergunakan, yaitu abruptio placentae, ablatio
placentae, accidental haemorrhage, premature separation of the normally
implanted placenta3.

Gambar 2.1 Solusio Plasenta

2.1.2 Klasifikasi
Plasenta dapat terlepas hanya pada pinggirnya saja (ruptura sinus marginalis),
dapat pula terlepas lebih luas (solusio plasenta parsialis), atau bisa seluruh
permukaan maternal plasenta terlepas (solusio plasenta totalis). Perdarahan yang
terjadi akan merembes antara plasenta dan miometrium untuk seterusnya

3
menyelinap di bawah selaput ketuban dan akhirnya memperoleh jalan ke kanalis
servikalis dan keluar melalui vagina, menyebabkan perdarahan eksternal
(revealed hemorrhage)2 (Gambar 2.2).

Gambar 2.2 Solusio Plasenta Dengan Perdarahan Eksternal

Yang lebih jarang, jika bagian plasenta sekitar perdarahan masih melekat
pada dinding rahim, darah tidak keluar dari uterus, tetapi tertahan di antara
plasenta yang terlepas dan uterus sehingga menyebabkan perdarahan tersembunyi
(concealed hemorrhage) yang dapat terjadi parsial (Gambar 2.3) atau total
(Gambar 2.4)4,5.

4
Gambar 2.3 Solusio Plasenta Parsial Disertai Perdarahan Tersembunyi
Solusio plasenta dengan perdarahan tertutup terjadi jika2:
1. Bagian plasenta sekitar perdarahan masih melekat pada dinding rahim
2. Selaput ketuban masih melekat pada dinding rahim
3. Perdarahan masuk ke dalam kantong ketuban setelah selaput ketuban pecah
4. Bagian terbawah janin, umumnya kepala, menempel ketat pada segmen bawah
rahim.
Perdarahan yang tersembunyi biasanya menimbulkan bahaya yang lebih
besar bagi ibu, tidak saja karena kemungkinan koagulopati konsumptif tetapi juga
karena jumlah darah yang keluar sulit diperkirakan4.

5
Gambar 2.4 Solusio Plasenta Total Disertai Perdarahan Tersembunyi

Secara klinis solusio plasenta dibagi ke dalam berat ringannya gambaran klinik
sesuai dengan luasnya permukaan plasneta yang terlepas, yaitu solusio plasenta
ringan, sedang, dan berat2.
a. Solusio plasenta ringan
Luas plasenta yang terlepas tidak sampai 25% atau ada yang menyebutkan
kurang dari 1/6 bagian. Jumlah darah yang keluar biasanya kurang dari 250 ml.
Gejala-gejala sukar dibedakan dari plasenta previa kecuali warna darah yang
kehitamam. Komplikasi terhadap ibu dan janin belum ada.
b. Solusio Plasenta Sedang
Luas plasenta yang terlepas telah melebihi 25%, namun belum mencapai
separuhnya (50%). Jumlah darah yang keluar lebih banyak dari 250 ml tetapi
belum mencapai 1000 ml. Gejala-gejala dan tanda-tanda sudah jelas seperti nyeri
pada perut yang terus-menerus, denyut janin menjadi cepat, hipotensi, dan
takikardi.
c. Solusio Plasenta Berat
Luas plasenta yang terlepas sudah melebihi 50%, dan jumlah darah yang
keluar melebihi 1000 ml. Gejala dan tanda klinik jelas, keadaan umum disertai

6
syok, dan hampir semua janinnya telah meninggal. Komplikasi koagulopati dan
gagal ginjal yang ditandai pada oligouri biasanya telah ada.

2.1.3 Prevalensi
Insidensi solusio plasenta bervariasi di seluruh dunia. Kejadiannya bervariasi
dari 1 di antara 75 sampai 830 persalinan. Frekuensi solusio plasenta di Amerika
Serikat dan di seluruh dunia mendekati 1%. Solusio plasenta merupakan salah
satu penyebab perdarahan antepartum yang memberikan kontribusi terhadap
kematian maternal dan perinatal di Indonesia. Saat ini kematian maternal akibat
solusio plasenta mendekati 6%. Solusio plasenta merupakan penyebab 20-35%
kematian perinatal3,4.
Pada tahun 1988 kematian maternal di Indonesia diperkirakan 450 per 100.000
kelahiran hidup. Angka tersebut tertinggi di ASEAN (5-142 per 100.000) dan 50-
100 kali lebih tinggi dari angka kematian maternal di negara maju. Di negara
berkembang, penyebab kematian yang disebabkan oleh komplikasi kehamilan,
persalinan, nifas adalah perdarahan, infeksi, pre-eklamsi/eklamsi. Selain itu
kematian maternal juga dipengaruhi oleh pelayanan kesehatan, sosioekonomi, usia
ibu hamil, dan paritas3.
Solusio plasenta sering berulang pada kehamilan berikutnya. Kejadiannya
tercatat sebesar 1 di antara 8 kehamilan 3. Namun, insidensi solusio plasenta
cenderung menurun dengan semakin baiknya perawatan antenatal sejalan dengan
semakin menurunnya jumlah ibu hamil usia dan paritas tinggi dan membaiknya
kesadaran masyarakat berperilaku lebih higienis2.

2.1.4 Etiologi
Sebab primer dari solusio plasenta tidak diketahui , tetapi terdapat beberapa
keadaan patologik yang terlihat lebih sering bersama dengan atau menyertai
solusio plasenta dan dianggap sebagai faktor risiko (Tabel 2.1), seperti hipertensi,
riwayat trauma, kebiasaan merokok, usia ibu, dan paritas yang tinggi.

Faktor Risiko Hubungan dengan risiko

7
Faktor Risiko Hubungan dengan risiko

Preeklampsia 2.1–4.0

Hipertensi kronik 1.8–3.0

Ketuban pecah dini 2.4–4.9

Kehamilan ganda 2.1

Hidroamnion 2.0

Wanita perokok 1.4–1.9

Trombofilia 3–7

Penggunaan kokain NA

Riwayat solusio plasenta 10–25

Mioma dibelakang plasenta 8 dari 14

Trauma abdomen dalam kehamilan Jarang


Tabel 2.1 Faktor Risiko Solusio Plasenta2

Seperti diperlihatkan di Grafik 2.1, insidensinya meningkat seiring dengan


usia ibu. Meski Prtichard dkk. (1991) juga memperlihatkan bahwa insiden lebih
tinggi pada wanita dengan paritas tinggi, Toohey dkk. (1995) tidak mendapatkan
hal ini pada wanita yang memiliki 5 anak atau lebih5.

8
Grafik 2.1 Insidensi Solusio Plasenta dan Plasenta Previa

2.1.5 Patofisiologi

Terjadinya solusio plasenta dipicu oleh perdarahan ke dalam dsidua basalis


yang kemudian terbelah dan meningkatkan lapisan tipis yang melekat pada
myometrium sehingga terbentuk hematoma desidual yang menyebabkan
pelepasan,kompresi dan akhirnya penghancuran plasenta yang berdekatan dengan
bagian tersebut. Rupture pembuluh arteri spiralis desudua menyebabkan
hematoma retro plasenta yang akan memutuskan lebih banyakpembuluh
darah,hingga pelepasan plasenta makin luas dan mencapai tepi plasenta,Karena
uterus tetap berdistensi dengan adanya janin,uterus tidak mampu berkontraksi
optmal untuk menekan pembuluh darah tersebut.selanjutnya darah yang mengalir
keluar dapat melepaskan selaput ketuban.

2.1.6 Pathway

Trauma

Perdarahan ke dalam desidualbasalis

9
Terbelah & meninggal lapisan tipis pada miometrium

Terbentuk hematoma desidual

Penghancuran plasenta

Ruptur pembuluh arteri spinalis desidua

Hematoma retroplasenta

Pelepasan plasenta lebih banyak

Uterus tidak mampu berkontraksi optimal

Darah mengalir keluar dapat melepaskan selaput ketuban

Syok hipovolemik

2.1.7 Gejala Klinik


Gejala dan tanda klinis yang klasik dari solusio plasenta adalah terjadinya
perdarahan yang berwarna tua keluar melalui vagina (80% kasus), nyeri perut dan
uterus tegang terus-menerus mirip his partus prematurus2.
Kurang lebih 30% penderita solusio plasenta ringan tidak atau sedikit yang
menunjukkan gejala. Pada keadaaan yang sangat ringan tidak ada gejala kecuali
hematom yang berukuran beberapa sentimeter terdapat pada permukaan maternal

10
plasenta. Rasa nyeri pada perut masih ringan dan darah yang keluar masih sedikit,
sehingga belum keluar dari vagina. Nyeri yang belum terasa menyulitkan
membedakannya dengan plasenta previa kecuali darah yang keluar berwarna
merah segar pada plasenta previa. Tanda vital ibu dan janin masih baik. Pada
inspeksi dan auskultasi tidak dijumpai kelainan kecuali pada palpasi sedikit terasa
nyeri lokal pada tempat terbentuknya hematom. Kadar fibrinogen darah dalam
batas normal yaitu 350 mg%. Walaupun belum memerlukan intervensi segera
keadaan ringan ini perlu dimonitor terus sebagai upaya mendeteksi keadaan
bertambah berat. Pemeriksaan ultrasonografi berguna untuk menyingkirkan
plasenta previa dan mungkin bisa mendeteksi luasnya solusio terutama pada
solusio plasenta sedang atau berat2,4,5.
Gejala dan tanda pada solusio plasenta sedang seperti rasa nyeri pada perut
yang terus-menerus, denyut jantung janin biasanya telah menunjukkan gawat
janin, perdarahan yang keluar tampak lebih banyak, takikardia, hipotensi, kulit
dingin, oliguria mulai ada, kadar fibrinogen berkurang antara 150-250 mg/100 ml,
dan mungkin kelainan pembekuan darah dan gangguan fungsi ginjal sudah mulai
ada. Rasa nyeri bersifat menetap, tidak hilang timbul seperti pada his yang
normal. Perdarahan pervaginam jelas dan berwarna kehitaman. Pada pemantauan
keadaan janin dengan kardiotokografi bisa jadi telah ada deselerasi lambat. Perlu
dilakukan tes gangguan pembekuan darah2,4,5.
Pada solusio plasenta berat perut sangat nyeri dan tegang serta keras seperti
papan (defence musculare) disertai perdarahan berwarna hitam. Oleh karena itu,
palpasi bagian-bagian janin tidak mungkin dilakukan. Fundus uteri lebih tinggi
daripada yang seharusnya karena telah terjadi penumpukan darah di dalam uterus
pada kategori concealed hemorrhage. Jika dalam masa observasi tinggi fundus
bertambah lagi berarti perdarahan baru masih berlangsung. Pada inspeksi rahim
terlihat membulat dan kulit di atasnya kencang. Pada auskultasi denyut jantung
janin tidak terdengar lagi akibat gangguan anatomik dan fungsi plasenta. Keadaan
umum menjadi buruk disertai syok. Adakalanya keadaan umum ibu jauh lebih
buruk dibandingkan perdarahan yang tidak seberapa keluar dari vagina. Kadar
fibrinogen darah rendah yaitu kurang dari 150 mg% dan telah ada
tromobositopenia2.

11
2.1.8 Diagnosis Klinik
Dalam banyak hal diagnosis bisa ditegakkan berdasarkan gejala dan tanda
klinik yaitu perdarahan melalui vagina, nyeri pada uterus, dan pada solusio
plasenta yang berat terdapat kelainan denyut jantung janin pada pemeriksaan
dengan KTG. Namun kadang pasien datang dengan gejala perdarahan tidak
banyak dengan perut tegangan tetapi janin telah meninggal. Diagnosis pasti
hanya bisa ditegakkan dengan melihat adanya perdarahan retroplasenta setelah
partus (Gambar 2.6)5.

Gambar 2.5 Perdarahan Retroplasenta

Ditekankan bahwa tanda dan gejala pada solusio plasenta dapat sangat
bervariasi. Sebagai contoh, pedarahan eksternal dapat deras, namun plasenta yang
terlepas tidak terlalu luas sehingga belum membahayakan janin secara langsung.
Walaupun jarang, mungkin tidak terjadi perdarahan eksternal tetapi plasenta
terlepas total dan sebagai akibatnya janin meninggal. Hurd dkk. (1983) dalam
sebuah penelitian prospektif yang relatif kecil tentang solusio plasenta,
mengidentifikasi frekuensi berbagai gejala dan tanda yang berhubungan (Tabel
2.2). Perdarahan dan nyeri abdomen adalah temuan tersering. Temuan lain yang
didapatkan adalah perdarahan serius, nyeri punggung, nyeri tekan uterus,
kontraksi uterus yang sering5.

12
Pada penelitian-penelitian lama, USG jarang mengkonfirmasi diagnosis solusio
plasenta. Sebagai contoh, Sholl (1987) memastikan diagnosis secara sonografis
hanya pada 25% wanita. Hal yang sama dikemukakan oleh Glantz dan Purnell
(2002), yang mengkalkulasi hanya 24% dari 149 wanita yang melakukan USG
dapat menyingkirkan kemungkinan adanya solusio plasenta. Yang penting,
temuan negatif pada pemeriksaan USG tidak menyingkirkan solusio plasenta5.

Gejala dan Tanda Frekuensi (%)

Perdarahan pervaginam 78

Uterus tegang atau nyeri pinggang 66

Gawat janin 60

Partus prematurus 22

Kontraksi yang terus menerus tinggi 17

Hipertonus 17

Kematian janin 15
Tabel 2.2 Gejala dan Tanda yang Terdapat pada 59 Wanita Solusio Plasenta5

2.1.9 Diagnosis Banding


Pada kasus solusio plasenta yang parah, diagnosis biasanya jelas. Bentuk-
bentuk solusio yang lebih ringan dan lebih sering terjadi sulit diketahui dengan
pasti dan diagnosis sering ditegakkan berdasarkan eksklusi. Karena itu, pada
kehamilan variabel dengan penyulit perdarahan pervaginam, perlu menyingkirkan
plasenta previa dan penyebab lain perdarahan dengan pemeriksaan klinis dan
evaluasi USG. Telah lama diajarkan, mungkin dengan beberapa pembenaran,
bahwa perdarahan uterus yang nyeri adalah solusio plasenta sementara perdarahan
uterus yang tidak nyeri mengindikasikan plasenta previa. Sayangnya, diagnosis
banding tidak sesederhana itu. Persalinan yang menyertai plasenta previa dapat
menimbulkan nyeri yang mengisyaratkan solusio plasenta5. Perbedaan solusio
plasenta dengan plasenta previa dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut.

13
Kriteria Solusio Plasenta Plasenta Previa

Perdarahan Merah tua s/d coklat hitam Merah segar, Berulang ,


Terus menerus Tidak nyeri
Disertai nyeri

Uterus Tegang, Bagian janin tak Tak tegang


teraba, Nyeri tekan Tak nyeri tekan

Jarang
Syok/Anemia Lebih sering
Sesuai dengan jumlah darah
Tidak sesuai dengan jumlah
yang keluar
darah yang keluar

40% fetus sudah mati


Fetus Biasanya fetus hidup
Tidak disertai kelainan letak
Disertai kelainan letak

Pemeriksaan
dalam Teraba plasenta atau
Ketuban menonjol
perabaan fornik ada bantalan
walaupun tidak his
antara bagian janin dengan
jari pemeriksaan
Tabel 2.3 Perbedaan Solusio Placenta dan Placenta Previa6

2.1.10 Komplikasi
Komplikasi solusio plasenta berasal dari perdarahan retroplasenta yang terus
berlangsung sehingga menimbulkan berbagai akibat pada ibu seperti anemia, syok
hipovolemik, insufisiensi fungsi plasenta, gangguan pembekuan darah, gagal
ginjal. Sindroma Sheehan terdapat pada beberapa penderita yang terhindar dari
kematian setelah menderita syok yang berlangsung lama yang menyebabkan
iskemia dan nekrosis adenohipofisis sebagai akibat solusio plasenta2.

14
Kematian janin, kelahiran prematur dan kematian perinatal merupakan
komplikasi yang paling sering terjadi pada solusio plasenta. Solusio plasenta
berulang dilaporkan juga bisa terjadi pada 25% perempuan yang pernah menderita
solusio plasenta sebelumnya. Solusio plasenta kronik dilaporkan juga sering
terjadi di mana proses pembentukan hematom retroplasenta berhenti tanpa
dijelang oleh persalinan. Komplikasi koagulopati dijelaskan sebagai berikut.
Hematoma retroplasenta yang terbentuk mengakibatkan pelepasan retroplasenta
berhenti ke dalam peredaran darah. Tromboplastin bekerja mempercepat
perombakan protrombin menjadi trombin. Trombin yang terbentuk dipakai untuk
mengubah fibrinogen menjadi fibrin untuk membentuk lebih banyak bekuan
utama pada solusio plasenta berat. Melalui mekanisme ini apabila pelepasan
tromboplastin cukup banyak dapat menyebabkan terjadi pembekuan darah
intravaskular yang luas (disseminated intravascular coagulation) yang semakin
menguras persediaan fibrinogen dan faktor-faktor pembekuan lain2.
Curah jantung yang menurun dan kekakuan pembuluh darah ginjal akibat
tekanan intrauterina yang meninggi menyebabkan perfusi ginjal sangat menurun
dan menyebabkan anoksia. Keadaan umum yang terjadi adalah nekrosis tubulus-
tubulus ginjal secara akut menyebabkan kegagalan fungsi ginjal2.
Mungkin terjadi ekstravasasi luas darah ke dalam otot uterus dan di bawah
lapisan serosa uterus yang disebut sebagai apopleksio uteroplasental ini, yang
pertama kalinya dilaporkan oleh Couvelaire pada awal tahun 1900-an, sekarang
sering disebut sebagai uterus couvelaire. Pada keadaan ini perdarahan
retroplasenta menyebabkan darah menerobos melalui sela-sela serabut
miometrium dan bahkan bisa sampai ke bawah perimetrium dan ke dalam jaringan
pengikat ligamentum latum, ke dalam ovarium bahkan bisa mengalir sampai ke
rongga pernitonei. Perdarahan miometrium ini jarang sampai mengganggu
kontraksi uterus sehingga terjadi perdarahan postpartum berat dan bukan
merupakan indikasi untuk histerektomi2,5.

2.1.11 Penanganan

15
Terapi solusio plasenta akan berbeda-beda tergantung pada usia kehamilan
serta status ibu dan janin. Pada janin yang hidup dan matur, dan apabila persalinan
pervaginam tidak terjadi dalam waktu dekat, sebagian besar akan memilih seksio
sesaria darurat.

2.1.11.1 Solusio Plasenta Ringan


Solusio plasenta ringan jarang ditemukan di RS. Pada umumnya didiagnosis
secara kebetulan pada pemeriksaaan USG oleh karena tidak memberikan gejala
klinik yang khas. Apabila kehamilannya kurang dari 36 minggu dan perdarahan
kemudian berhenti, perut tidak menjadi nyeri, dna uterus tidak tegang, maka
penderita harus diobservasi dengan ketat. Apabila perdarahan berlangsung terus
dan gejala solusio plasenta bertambah jelas atau dengan pemeriksaan USG daerah
solusio plasenta bertambah luas maka dilakukan terminasi kehamilan

2.1.11.2 Solusio Plasenta Sedang dan Berat


Pada solusio plasenta sedang sampai berat dilakukan perbaikan keadaan umum
terlebih dahulu dengan resusitasi cairan dan transfusi darah. Bila janin masih
hidup biasanya dalam keadaan gawat janin, dilakukan seksio sesarea, kecuali bila
pembukaan telah lengkap. Pada keadaan ini dilakukan amniotomi, drip oksitosin,
dan bayi dilahirkan dengan ekstraksi forcep. Apabila janin telah mati dilakukan
persalinan pervaginam dengan cara melakukan amniotomi, drip oksitosin. Bila
bayi belum lahir dalam waktu 6 jam, dilakukan tindakan seksio sesarea.

2.1.11.3 Tokolitik
Hurd dkk. (1983) mendapatkan bahwa solusio berlangsung dalam waktu yang
lama dan membahayakan apabila diberikan tokolitik. Towers dkk. (1999)
memberikan magnesium sulfat, terbutalin, atau keduanya kepada 95 di antara 131
wanita dengan solusio plasenta yang didiagnosis sebelum minggu ke-36. Angka
kematian perinatal sebesar 5% dan tidak berbeda dari kelompok yang tidak
diterapi. Namun, penggunaan tokolitik pada penatalaksanaan solusio plasenta
masih kontroversial4.

16
2.1.11.4 Seksio Sesarea
Pelahiran secara cepat janin yang hidup tetapi mengalami gawat janin hampir
selalu berarti seksio sesarea. Kayani dkk. (2003) meneliti hubungan antara
cepatnya persalinan dan prognosis janinnya pada 33 wanita hamil dengan gejala
klinis berupa solusio plasenta dan bradikardi janin. 22 bayi secara neurologis
dapat selamat, 15 bayi dilahirkan dalam waktu 20 menit setelah keputusan akan
dilakukan operasi. 11 bayi meninggal atau berkembang menjadi Cerebral Palsy, 8
bayi dilahirkan di bawah 20 menit setelah pertimbangan waktu, sehingga cepatnya
respons adalah faktor yang penting bagi prognosis bayi ke depannya6. Seksio
sesarea pada saat ini besar kemungkinan dapat membahayakan ibu karena
mengalami hipovolemia berat dan koagulopati konsumtif yang parah2.

2.1.11.5 Persalinan Pervaginam


Apabila terlepasnya plasenta sedemikian parah sehingga menyebabkan janin
meninggal, lebih dianjurkan persalinan pervaginam kecuali apabila perdarahannya
sedemikian deras sehingga tidak dapat diatasi bahkan dengan penggantian darah
secara agresif, atau terdapat penyulit obstetri yang menghambat persalinan
pervaginam. Defek koagulasi berat kemungkinan besar dapat menimbulkan
kesulitan pada seksio sesarea. Insisi abdomen dan uterus rentan terhadap
perdarahan hebat apabila koagulasi terganggu. Dengan demikian, pada persalinan
pervaginam, stimulasi miometrium secara farmakologis atau dengan massage
uterus akan menyebabkan pembuluh-pembuluh darah berkontraksi sehingga
perdarahan serius dapat dihindari walaupun defek koagulasinya masih ada. Lebih
lanjut, perdarahan yang sudah terjadi akan dikeluarkan melalui vagina.

2.1.11.6 Amniotomi
Pemecahan selaput ketuban sedini mungkin telah lama dianggap penting dalam
penatalaksanaan solusio plasenta. Alasan dilakukannya amniotomi ini adalah
bahwa keluarnnya cairan amnion dapat mengurangi perdarahan dari tempat
implantasi dan mengurangi masuknya tromboplastin dan mungkin faktor-faktor
pembekuan aktif dari bekuan retroplasenta ke dalam sirkulasi ibu. Namun, tidak
ada bukti keduanya tercapai dengan amniotomi. Apabila janin sudah cukup matur,

17
pemecahan selaput ketuban dengan mempercepat persalinan. Apabila janin imatur,
ketuban yang utuh mungkin lebih efisien untuk mendorong pembukaan serviks
daripada tekanan yang ditimbulkan bagian tubuh janin yang berukuran kecil dan
kurang menekan serviks5.

2.1.11.7 Oksitosin
Walaupun pada sebagian besar kasus solusio plasenta berat terjadi
hipertonisitas yang mencirikan kerja miometrium, apabila tidak terjadi kontraksi
uterus yang ritmik, pasien diberi oksitosin dengan dosis standar. Stimulasi uterus
untuk menimbulkan persalinan pervaginam memberikan manfaat yang lebih besar
daripada risiko yang didapat. Pemakaian oksitosin pernah dipertanyakan
berdasarkan anggapan bahwa tindakan ini dapat meningkatkan masuknya
tromboplastin ke dalam sirkulasi ibu sehingga memacu atau memperparah
kaogulopati konsumtif atau sindroma emboli cairan amnion5.

2.1.11.8 Prognosis
Solusio plasenta mempunyai prognosis yang buruk baik bagi ibu hamil dan
lebih buruk lagi bagi janin jika dibandingkan dengan plasenta previa. Solusio
plasenta ringan masih mempunyai prognosis yang baik bagi ibu dan janin karena
tidak ada kematian dan morbiditasnya rendah. Solusio plasenta sedang
mempunyai prognosis yang lebih buruk terutama terhadap janinnya karena
mortalitas dan morbiditas perinatal yang tinggi. Solusio plasenta berat mempunyai
prognosis yang paling buruk baik terhadap ibu terlebih terhadap janinnya2.

18
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

1. Biodata

Pada biodata yang perlu dikaji berhubungan dengan solusio plasenta


antara lain

a. Nama : Nama dikaji karena nama digunakan untuk mengenal dan


merupakan identitas untuk membedakan dengan pasien lain dan
menghindari kemungkinan tertukar nama dan diagnosa penyakitnya.
b. Jenis kelamin : Pada solusio plasenta diderita oleh wanita yang sudah
menikah dan mengalami kehamilan.
c. Umur : Solusio plasenta cenderung terjadi pada usia lanjut (> 45
tahun) karena terjadi penurunan kontraksi akibat menurunnya fungsi
hormon (estrogen) pada masa menopause.
d. Pendidikan : Solusio plasenta terjadi pada golongan pendidikan
rendah karena mereka tidak mengetahui cara perawatan kehamilan
dan penyebab gangguan kehamilan.
e. Alamat : Solusio plasenta terjadi di lingkungan yang jauh dan
pelayanan kesehatan, karena mereka tidak pernah dapat pelayanan
kesehatan dan pemeriksaan untuk kehamilan.
f. Riwayat persalinan : Riwayat persalinan pada solusio plasenta
biasanya pernah mengalami pelepasan plasenta.
g. Status perkawinan : Dengan status perkawinan apakah pasien
mengalami kehamilan (KET) atau hanya sakit karena penyakit lain
yang tidak ada hubungannya dengan kehamilan.
h. Agama : Untuk mengetahui gambaran dan spiritual pasien sebagai
memudahkan dalam memberikan bimbingan kegamaan.
i. Nama suami : Agar diketahui siapa yang bertanggung jawab dalam
pembiayaan dan memberi persetujuan dalam perawatan.
j. Pekerjaan : Untuk mengetahui kemampuan ekonomi pasien dalam
pembinaan selama istrinya dirawat.
2. Keluhan utama
a. Pasien mengatakan perdarahan yang disertai nyeri

19
b. Rahim keras seperti papan dan nyeri tekan karena isi rahim bertambah
dengan dorongan yang berkumpul dibelakang plasenta, sehingga
rahim tegang.
c. Perdarahan yang berulang-ulang.
3. Riwayat penyakit sekarang : Darah terlihat merah kehitaman karena
membentuk gumpalan darh, darah yang keluar sedikit banyak, terus
menerus. Akibat dari perdarahan pasien lemas dan pucat. Sebelumnya
biasanya pasien pernah mengalami hypertensi esensialis atau pre eklampsi,
tali pusat pendek trauma, uterus yang sangat mengecil (hydroamnion
gameli) dll.

4. Riwayat penyakit masa lalu : Kemungkinan pasien pernah menderita


penyakit hipertensi / pre eklampsi, tali pusat pendek, trauma, uterus /
rahim feulidli.
5. Riwayat psikologis : Pasien cemas karena mengalami perdarahan disertai
nyeri, serta tidak mengetahui asal dan penyebabnya.
6. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum

 Kesadaran : composmetis s/d coma


 Postur tubuh : biasanya gemuk
 Cara berjalan : biasanya lambat dan tergesa-gesa
 Raut wajah : biasanya pucat

b. Tanda-tanda vital

 Tensi : normal sampai turun (syok)


 Nadi : normal sampai meningkat (> 90x/menit)
 Suhu : normal / meningkat (> 370 c)
 RR : normal / meningkat (> 24x/menit)

c. Pemeriksaan cepalo caudal

 Kepala : kulit kepala biasanya normal / tidak mudah mengelupas


rambut biasanya rontok / tidak rontok.
 Muka : biasanya pucat, tidak oedema ada cloasma
 Hidung : biasanya ada pernafasan cuping hidung

20
 Mata : conjunctiva anemis
 Dada : bentuk dada normal, RR meningkat, nafas cepat da
dangkal, hiperpegmentasi aerola.
 Abdomen
 Inspeksi : perut besar (buncit), terlihat etrio pada area perut,
terlihat linea alba dan ligra
 Palpasi rahim keras, fundus uteri naik
 Auskultasi : tidak terdengar DJJ, tidak terdengar gerakan
janin.

d. pemeriksaan penunjang

 Darah : Hb, hemotokrit, trombosit, fibrinogen, elektrolit.


 USG untuk mengetahui letak plasenta,usia gestasi, keadaan janin

3.2. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan ditandai


dengan conjungtiva anemis , acral dingin , Hb turun , muka pucat &
lemas .
2. Resiko tinggi terjadinya letal distress berhubungan dengan perfusi
darah ke plasenta berkurang .
3. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan kontraksi uterus di
tandai terjadi distress / pengerasan uterus , nyeri tekan uterus .
4. Gangguan psikologi ( cemas ) berhubungan dengan keadaan yang
dialami .
5. Potensial terjadinya hypovolemik syok berhubungan dengan perdarahan
.
6. Kurang pengetahuan klien tentang keadaan patologi yang dialaminya
berhubungan dengan kurangnya informasi .

3.3. Intervensi Keperawatan

1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan


ditandai dengan conjunctiva anemis, acrar dingin, Hb turun, muka
pucat, lemas

Tujuan : suplai / kebutuhan darah kejaringan terpenuhi

21
Kriteria hasil : Conjunctiva tida anemis, acral hangat, Hb normal
muka tidak pucat, tida lemas.

Intervensi :

a. Bina hubungan saling percaya dengan pasien


Rasional : pasien percaya tindakan yang dilakukan
b. Jelaskan penyebab terjadi perdarahan
Rasional : pasien paham tentang kondisi yang dialami
c. Monitor tanda-tanda vital
Rasional : tensi, nadiyang rendah, RR dan suhu tubuh yang
tinggi menunjukkan gangguan sirkulasi darah.
d. Kaji tingkat perdarahan setiap 15 – 30 menit
Rasional : mengantisipasi terjadinya syok
e. Catat intake dan output
Rasional : produsi urin yang kurang dari 30 ml/jam
menunjukkan penurunan fungsi ginjal.
2. Resiko tinggi terjadinya fetal distres berhubungan dengan perfusi
darah ke placenta berkurang.

Tujuan : tidak terjadi fetal distress

Kriteria hasil : DJJ normal / terdengar, bisa berkoordinasi, adanya


pergerakan bayi, bayi lahir selamat.

Intervensi

a. Jelaskan resiko terjadinya dister janin / kematian janin pada


ibu
Rasional : kooperatif pada tindakan
b. Hindari tidur terlentang dan anjurkan tidur ke posisi kiri
Rasional : tekanan uterus pada vena cava aliran darah
kejantung menurun sehingga terjadi perfusi jaringan.
c. Observasi tekanan darah dan nadi klien
Rasional : penurunan dan peningkatan denyut nadi terjadi pad
sindroma vena cava sehingga klien harus di monitor secara
teliti.
d. Oservasi perubahan frekuensi dan pola DJ janin
Rasional : penurunan frekuensi plasenta mengurangi kadar
oksigen dalam janin sehingga menyebabkan perubahan
frekuensi jantung janin.
e. Berikan O2 10 – 12 liter dengan masker jika terjadi tanda-
tanda fetal distress
Rasional : meningkat oksigen pada janin.

3. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan kontraksi uteres


ditandai terjadi distrensi uterus, nyeri tekan uterus.

22
Tujuan : klien dapat beradaptasi dengan nyeri

Kriteria hasil : Klien dapat melakukan tindakan untuk mengurangi


nyeri, Klien kooperatif dengan tindakan yang
dilakukan.
Intervensi :

a. Jelaskan penyebab nyeri pada klien


Rasional : dengan mengetahui penyebab nyeri, klien kooperatif
terhadap tindakan
b. Kaji tingkat nyeri
Rasional : menentukan tindakan keperawatan selanjutnya.
c. Bantu dan ajarkan tindakan untuk mengurangi rasa nyeri.
Tarik nafas panjang (dalam) melalui hidung dan meng-hembuskan
pelan-pelan
d. melalui mulut.
Rasional : dapat mengalihkan perhatian klien pada nyeri yang
dirasakan.
e. Memberikan posisi yang nyaman (miring kekiri / kanan)
Rasional : posisi miring mencegah penekanan pada vena cava.
f. Berikan masage pada perut dan penekanan pada punggung
Rasional : memberi dukungan mental.

4. Gangguan psikologis (cemas) berhubungan dengan keadaan yang


dialami

Tujuan : klien tidak cemas dan dapat mengerti tentang keadaannya.

Kriteria hasil : penderita tidak cemas, penderita tenang, klie tidak


gelisah.

Intervensi :

a. Anjurkan klilen untuk mengemukakan hal-hal yang dicemaskan.


Rasional : dengan mengungkapkan perasaannyaaka mengurangi
beban pikiran.
b. Ajak klien mendengarkan denyut jantung janin
Rasional : mengurangi kecemasan klien tentag kondisi janin.
c. Beri penjelasan tentang kondisi janin
Rasional : mengurangi kecemasan tentang kondisi / keadaan janin.
d. Beri informasi tentang kondisi klien
Rasional : mengembalikan kepercayaan dan klien.
e. Anjurkan untuk manghadirkan orang-orang terdekat
Rasional : dapat memberi rasa aman dan nyaman bagi klien
f. Anjurkan klien untuk berdo’a kepada Tuhan
Rasional : dapat meningkatkan keyakinan kepada Tuhan tentang
kondisi yang dilami.
g. Menjelaskan tujuan dan tindakan yang akan diberikan

23
Rasional : penderita kooperatif.

5. Potensial terjadinya hypovolemik syok berhubungan dengan


perdarahan

Tujuan : syok hipovolemik tidak terjadi

Kriteria hasil : Perdarahan berkurang, Tanda-tanda vital normal,


Kesadaran kompos metit

Intervensi

a. Kaji perdarahan setiap 15 – 30 menit


Rasional : mengetahui adanya gejala syok sedini mungkin.
b. Monitor tekanan darah, nadi, pernafasan setiap 15 menit, bila normal
observasi dilakukan setiap 30 menit.
Rasional : mengetahui keadaan pasien
c. Awasi adanya tanda-tanda syok, pucat, menguap terus keringat dingin,
kepala pusing. Rasional : menentkan intervensi selanjutnya dan mencegah
syok sedini mungkin
d. Kaji konsistensi abdomen dan tinggi fundur uteri.
Rasional : mengetahui perdarahan yang tersembunyi
e. Catat intake dan output
Rasional : produksi urine yang kurang dari 30 ml/jam merupakan
penurunan fungsi ginjal.
f. Berikan cairan sesuai dengan program terapi
Rasional : mempertahanka volume cairan sehingga sirkulasi bisa adekuat
dan sebagian persiapan bila diperlukan transfusi darah.

24
BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Perdarahan akibat solusio plasenta berhubungan erat dengan angka kematian


bayi dan mempunyai risiko lebih tinggi untuk terjadinya prematuritas dan
pertumbuhan janin terhambat. Penanganan dan prognosis solusio plasenta
tergantung dari derajat solusio plasenta. Nama lain yang sering dipergunakan,
yaitu abruptio placentae, ablatio placentae, accidental haemorrhage, premature
separation of the normally implanted placenta3 Sebab primer dari solusio
plasenta tidak diketahui , tetapi terdapat beberapa keadaan patologik yang terlihat
lebih sering bersama dengan atau menyertai solusio plasenta dan dianggap sebagai
faktor risiko seperti hipertensi, riwayat trauma, kebiasaan merokok, usia ibu, dan
paritas yang tinggi. Dalam banyak hal diagnosis bisa ditegakkan berdasarkan
gejala dan tanda klinik yaitu perdarahan melalui vagina, nyeri pada uterus, dan
pada solusio plasenta yang berat terdapat kelainan denyut jantung janin pada
pemeriksaan dengan KTG. Namun kadang pasien datang dengan gejala
perdarahan tidak banyak dengan perut tegangan tetapi janin telah meninggal.
Diagnosis pasti hanya bisa ditegakkan dengan melihat adanya perdarahan
retroplasenta setelah partus.

25
4.2.Saran

Kelompok mengharapkan semoga dimasa yang akan dating,para tenaga


kesehatan dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan pada pasien khususnya
solusio plasenta. Dan kepada kelompok juga mengharapkan kepada para pembaca
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan menambahkan
keterampilan kita dalam praktek pelayanan kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA

Miller David A.. Obstretric Hemmorhage. February, 2009. from


http//www.obfocus.com/.../bleeding/hemorrhagepa.htm. Accessed December
28, 2009
Tirto.id report Aditya Widya putri 30 september 2019
https://www.acedemia.edu/11475583/solusio_plasentah
https://id.scribd.com/asuhan_keperawatan_solusio_plasenta

26

Anda mungkin juga menyukai