Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Solusio plasenta atau disebut abruption placenta / ablasia placenta adalah separasi
prematur plasenta dengan implantasi normalnya di uterus (korpus uteri) dalam masa
kehamilan lebih dari 20 minggu dan sebelum janin lahir. Dalam plasenta terdapat banyak
pembuluh darah yang memungkinkan pengantaran zat nutrisi dari ibu kejanin, jika plasenta
ini terlepas dari implantasi normalnya dalam masa kehamilan maka akan mengakibatkan
perdarahan yang hebat.
Perdarahan pada solusio plasenta sebenarnya lebih berbahaya daripada plasenta previa
oleh karena pada kejadian tertentu perdarahan yang tampak keluar melalui vagina hampir
tidak ada / tidak sebanding dengan perdarahan yang berlangsung internal yang sangat banyak
pemandangan yang menipu inilah yang sebenarnya yang membuat solusio plasenta lebih
berbahaya karena dalam keadaan demikian seringkali perkiraan jumlah, darah yang telah
keluar sukar diperhitungkan, padahal janin telah mati dan ibu berada dalam keadaan syok.
Penyebab solusio plasenta tidak diketahui dengan pasti, tetapi pada kasus-kasus berat
didapatkan korelasi dengan penyakit hipertensi vaskular menahun, 15,5% disertai pula oleh
pre eklampsia. Faktor lain diduga turut berperan sebagai penyebab terjadinya solusio plasenta
adalah tingginya tingkat paritas dan makin bertambahnya usia ibu.
Gejala dan  tanda solusio plasenta sangat beragam, sehingga sulit menegakkan
diagnosisnya dengan cepat. Dari kasus solusio plasenta didiagnosis dengan persalinan
prematur idopatik, sampai kemudian terjadi gawat janin, perdrhan hebat, kontraksi uterus
yang hebat, hipertomi uterus yang menetap. Gejala-gejala ini dapat ditemukan sebagai gejala
tunggal tetapi lebih sering berupa gejala kombinasi.Solusio plasenta merupakan penyakit
kehamilan yang relatif umum dan dapat secara serius membahayakan keadaan ibu. Seorang
ibu yang pernah mengalami solusio plasenta, mempunyai resiko yang lebih tinggi mengalami
kekambuhan pada kehamilan berikutnya. Solusio plasenta juga cenderung menjadikan
morbiditas dan bahkan mortabilitas pada janin dan bayi baru lahir.

1
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksuddengansolusioplasenta?
2. Apasajakahklasifikasidarisolusioplasenta?
3. Apasajakahmanifestasiklinissolusioplasenta?
4. Bagaimanakahpatofisiologidarisolusioplasenta?
5. Bagaimanakah pathway darisolusioplasenta?
6. Apasajakahpemeriksaanpenunjangdarisolusioplasenta?
7. Bagaimanakahpenatalaksanaansolusioplasenta?
8. Apasajakahkomplikasidarisolusioplasenta?
9. Bagaimanakahasuhankeperawatanpadapasiendengansolusioplasenta?

C. TUJUAN
1. Untukmengetahuidefinisisolusioplasenta
2. Untukmengetahuiklasifikasisolusioplasenta
3. Untukmengetahuimanifestasiklinissolusioplasenta
4. Untukmengetahuipatofisiologisolusioplasenta
5. Untukmengetahui pathway solusioplasenta
6. Untukmengetahuipemeriksaanpenunjangsolusioplasenta
7. Untukmengetahuipenatalaksanaansolusioplasenta
8. Untukmengetahuikomplikasisolusioplasenta
9. Untukmengetahuiasuhankeperawatanpadapasiendengansolusioplasenta

2
BAB II
LAPORAN PENDAHULAN

A. DEFINISI
Solusio plasenta (abruption plasenta atau accidental haemorage) adalah terlepasnya
plasenta yang letaknya normal pada korpus uteri setelah kehamilan 20 minggu atau sebelum
janin lahir.
Abdul Bari Saifuddin mendefinisikan solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari
tempat implantasi normalnya sebelum janin lahir, dan definisi ini hanya berlaku apabila
terjadi pada kehamilan di atas 22 minggu atau berat janin di atas 500 gram

B. ETIOLOGI
Penyebab primer solusio plasenta belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa
faktor yang menjadi predisposisi :
1. Faktor kardio-reno-vaskuler
Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial, sindroma preeklamsia dan
eklamsia dapat menyebabkan solution plasenta. Pada penelitian di Parkland,
ditemukan bahwa terdapat hipertensi pada separuh kasus solusio plasenta berat, dan
separuh dari wanita yang hipertensi tersebut mempunyai penyakit hipertensi kronik
dan sisanya hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan. Dapat terlihat solusio plasenta
cenderung berhubungan dengan adanya hipertensi pada ibu.
2. Faktor trauma
Trauma yang dapat terjadi antara lain :
a. Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli.
b. Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang
banyak/bebas, versi luar atau tindakan pertolongan persalinan.
c. Trauma langsung, seperti terjatuh atau terkena tendangan

3
3. Faktor usia ibu
Dalam penelitian Prawirohardjo di RSUPNCM dilaporkan bahwa terjadinya
peningkatan kejadian solusio plasenta sejalan dengan meningkatnya umur ibu. Hal ini
dapat diterangkan karena makin tua umur ibu, makin tinggi frekuensi hipertensi
menahun.
4. Faktor pengunaan kokain
Penggunaan kokain mengakibatkan peninggian tekanan darah dan peningkatan
pelepasan katekolamin, yang mana bertanggung jawab atas terjadinya vasospasme
pembuluh darah uterus dan dapat berakibat terlepasnya plasenta. Namun, hipotesis ini
belum terbukti secara definitif. Angka kejadian solusio plasenta pada ibu-ibu
penggunan kokain dilaporkan berkisar antara 13-35%.
5. Faktor kebiasaan merokok
Ibu yang perokok juga merupakan penyebab peningkatan kasus solusio plasenta
sampai dengan 25% pada ibu yang merokok ≤ 1 (satu) bungkus per hari. Ini dapat
diterangkan pada ibu yang perokok plasenta menjadi tipis, diameter lebih luas dan
beberapa abnormalitas pada mikrosirkulasinya
6. Riwayat solusio plasenta sebelumnya
Hal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu dengan riwayat solusio
plasenta adalah bahwa resiko berulangnya kejadian ini pada kehamilan berikutnya
jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil lainnya yang tidak memiliki riwayat
solusio plasenta sebelumnya.
7. 7Pengaruh lain, seperti anemia, malnutrisi/defisiensi gizi, tekanan uterus pada vena
cava inferior dikarenakan pembesaran ukuran uterus oleh adanya kehamilan.

C. KLASIFIASI
Menurut derajat lepasnya plasenta, solusio plasenta diklasifikasikan menjadi:
1. Solusio plasenta partsialis
Bila hanya sebagaian plasenta terlepas dari tepat pelekatnya.
2. Solusio plasenta totalis
Bila seluruh plasenta sudah terlepas dari tempat pelekatnya.

4
3. Prolapsus plasenta
Bila plasenta turun kebawah dan dapat teraba pada pemeriksaan dalam.

Menurut derajatnya,  solusio plasenta dibagi menjadi :


1. Solusio plasenta ringan
Ruptur sinus marginalis atau terlepasnya sebagian kecil plasenta yang tidak
berdarah banyak akan menyebabkan perdarahan pervaginan berwarna kehitaman dan
sedikit. Perut terasa agak sakit atau terus menerus agak tegang. Bagian janin masih
mudah diraba.
2. Solusio plasenta sedang
Plasenta telah terlepas lebih dari seperempat tanda dan gejala dapat timbul
perlahan atau mendadak dengan gejala sakit terus menerus lalu perdarahan
pervaginan. Dinding uterus teraba tegang terus menerus dan nyeri tekan sehingga
bagian-bagian janin susah diraba serta bunyi jantung  janin susah didengar.
Walaupun perdarahan pervaginam dapat sedikit, tetapi perdarahan sebenarnya
mungkin telah mencapai 1000 ml. Ibu mungkin telah jatuh ke dalam syok, demikian
pula janinnya yang jika masih hidup mungkin telah berada dalam keadaan gawat
4. Solusio plasenta berat
Plasenta telah lepas dari dua pertiga permukaan disertai penderita shock. Terjadi
sangat tiba-tiba. Biasanya ibu telah jatuh dalam keadaan shock dan janinnya telah
meninggal. Uterus teraba sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri.

D. MANIFESTASI KLINIK
1. Perdarahan biasanya pada trimester ketiga, perdarahan pervaginan berwarna kehitam-
hitaman yang sedikit sekali dan tanpa rasa nyeri sampai dengan yang disertai nyeri
perut, uterus tegang, perdarahan pervaginan yang banyak, syok dan kematian janin intra
uterin.
2. Tanda vital dapat normal sampai menunjukkan tanda syok.
3. Nyeri tekan uterus dan tegang, bagian-bagian janin yang sukar dinilai, denyut jantung
janin sulit dinilai / tidak ada, air ketuban berwarna kemerahan karena tercampur darah.
4. Perdarahan yang di sertai nyeri,juga di luar his

5
5. Anemi dan syok,beratnya anemi dan syok.sering tidak sesuai dengan banyak darah yang
keluar
6. Rahim keras seperti papan dan nyeri di pegang karena isi rahim bertambah dengan
darah yang berkumpul di belakang placenta hingga rahim teregang
7. Palpasi sukar karena rahim keras
8. Vundus uteri makin lama makin naik
9. Bunyi jantung biasanya tidak ada
10. Pada toucher teraba ketuban yang tegang terus menerus (karena isi rahim bertambah)
11. Sering ada proteinuri karena di sertai preeklamsia

E. PATOFISIOLOGI
Solusio plasenta dimulai dengan terjadinya perdarahan ke dalam desidua basalis dan
terbentuknya hematom subkhorionik yang dapat berasal dari pembuluh darah miometrium
atau plasenta, dengan berkembangnya hematom subkhorionik terjadi penekanan dan
perluasan pelepasan plasenta dari dinding uterus.
Apabila perdarahan sedikit, hematom yang kecil hanya akan sedikit mendesak jaringan
plasenta dan peredaran darah utero-plasenter belum terganggu, serta gejala dan tandanya pun
belum jelas. Kejadian baru diketahui setelah plasenta lahir, yang pada pemeriksaan plasenta
didapatkan cekungan pada permukaan maternalnya dengan bekuan darah lama yang
berwarna kehitaman. Biasanya perdarahan akan berlangsung terus-menerus/tidak terkontrol
karena otot uterus yang meregang oleh kehamilan tidak mampu berkontraksi untuk
membantu dalam menghentikan perdarahan yang terjadi. Akibatnya hematom subkhorionik
akan menjadi bertambah besar, kemudian akan medesak plasenta sehingga sebagian dan
akhirnya seluruh plasenta akan terlepas dari implantasinya di dinding uterus. Sebagian darah
akan masuk ke bawah selaput ketuban, dapat juga keluar melalui vagina, darah juga dapat
menembus masuk ke dalam kantong amnion, atau mengadakan ekstravasasi di antara otot-
otot miometrium. Apabila ekstravasasinya berlangsung hebat akan terjadi suatu kondisi
uterus yang biasanya disebut dengan istilah Uterus Couvelaire, dimana pada kondisi ini
dapat dilihat secara makroskopis seluruh permukaan uterus terdapat bercak-bercak berwarna
biru atau ungu. Uterus pada kondisi seperti ini (Uterus Couvelaire) akan terasa sangat
tegang, nyeri dan juga akan mengganggu kontraktilitas (kemampuan berkontraksi) uterus

6
yang sangat diperlukan pada saat setelah bayi dilahirkan sebagai akibatnya akan terjadi
perdarahan post partum yang hebat.
Akibat kerusakan miometrium dan bekuan retroplasenter adalah pelepasan
tromboplastin yang banyak ke dalam peredaran darah ibu, sehingga berakibat pembekuan
intravaskuler dimana-mana yang akan menghabiskan sebagian besar persediaan fibrinogen.
Akibatnya ibu jatuh pada keadaan hipofibrinogenemia. Pada keadaan hipofibrinogenemia ini
terjadi gangguan pembekuan darah yang tidak hanya di uterus, tetapi juga pada alat-alat
tubuh lainnya.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Urin : Albumin (+), pada pemeriksaan sedimen dapat ditemukan silinder dan
leukosit.
b. Pemeriksaan laboratorium darah : hemoglobin, hemotokrit, trombosit, waktu
protombin, waktu pembekuan, waktu tromboplastin, parsial, kadar fibrinogen, dan
elektrolit plasma.
2. Pemeriksaaan Ultrasonografi (USG)
a. Pada pemeriksaan USG yang dapat ditemukan antara lain :
b. Terlihat daerah terlepasnya plasenta
c. Janin dan kandung kemih ibu
d. Darah
e. Tepian plasenta
3. Kardioktokgrafi : untuk mengetahui kesejahteraan janin

G. KOMPLIKASI
1. Syok perdarahan
Pendarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta hampir tidak
dapat dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera. Bila persalinan
telah diselesaikan, penderita belum bebas dari perdarahan  postpartum karena
kontraksi uterus yang tidak kuat untuk menghentikan perdarahan pada kala III . Pada

7
solusio plasenta berat keadaan syok sering tidak sesuai dengan jumlah perdarahan
yang terlihat
2. Gagal ginjal
Gagal ginjal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita solusio
plasenta, pada dasarnya disebabkan oleh keadaan hipovolemia karena perdarahan
yang terjadi. Biasanya terjadi nekrosis tubuli ginjal yang mendadak, yang umumnya
masih dapat ditolong dengan penanganan yang baik.
3. Kelainan pembekuan darah
Kelainan pembekuan darah biasanya disebabkan oleh hipofibrinogenemia.
4. Apoplexi uteroplacenta (Uterus couvelaire)
Pada solusio plasenta yang berat terjadi perdarahan dalam otot-otot rahim dan di
bawah perimetrium kadang-kadang juga dalam ligamentum latum. Perdarahan ini
menyebabkan gangguan kontraktilitas uterus dan warna uterus berubah menjadi
biru atau ungu yang biasa disebut Uterus  couvelaire.
5. Komplikasi pada janin yang dapat diselamatkan, dapat terjadi komplikasi asfiksia,
berat badan lahir rendah, dan sindrom gagal napas.

H. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Medis
a. Terapi konservatif (ekspetatif)
Prinsipnya kita hanya menunggu sampai perdarahan berhenti dan pertus
berlangsung spontan.Menurut cara ini perdarahan akan berhneti sendiri jika tekanan
intara uterin bertamba lama bertamba tinggi sehingga menekan pembuluh dara
arteri yang robek sambil menunggu atau mengawasi kita berikan:
1) Suntikan morfin subkutan
2) Stimulasi dengan kardiotonika seperti :coramine, cardisol, pentasol
3) Transfusi darah
b. Terapi aktif
Prinsip kita mencoba melakukan tindakan dengan maskud agar anak segera di
lahirkan dan perdarahan berhenti misalnya dengan operatif dan obstetric.Langka-
langka:

8
1) Amniotomi (pemecahan ketuban) dan pemberian oksitosin kemudian awasi
serta pimpin partus spontan.
2) Accouchementforce,pelebaran dan peregangan serfiks di ikuti dengan
pemasangan cunam wilet gausz atau fersibrakston-hicks.
3) Bila pembukaan sudah lengkap atau hampir lengkap,dean kepala sudah turun
sampai hodge III-IV,maka bila hjanin hidu lakukan ekstrasi fakum atau forest
tetapi bila janin meninggal lakukanlah embriotomi.
4) Seksiosesarea biasanya di lakukan pada keadaan:
a) Solusioplasenta dengan anak hidup,pembukaan kecil.
b) Solusioplasenta dengan toksemia berat,perdarahan agak banyak,tetapi
pembukaan masih kecil.
c) Solusioplasenta dengan panggul sempit atau letak lintang
d) Histerektomi dapat dilakukan bila terjadi afibrinogenemia atau
hipofibrinogenemia dan kalo persediaan darah atau fibrinogen tidak
atau tidak cukup.selain itu juga ada coufilair uterus dengan kontraksi
uterus yang tidak baik
e) Ligasi arteri hipogastrika bila perdarahan tidak terkontrol tetapi fungsi
reproduksi ingin di pertahan kan
f) Pada hipofibrinogenemia,berikan darah segar beberapa kantong plasma
darah dan fibrinogen 4-6 gram.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Anjurkan pasien untuk tirah baring total dengan menghadap kekiri ,tidak
melakukan senggama,menghindari peningkatan tekanan rongga perut,misalnya
batuk,mengedan karena sulit buang air besar
b. Pasang infus NACL fisiologis.Bila tidak memungkinkan beri cairan peroral.
c. Pantau tekanan darah dan frekuensi nadi tiap 15 menit untuk mendeteksi adanya
hipotensi atau syok akibat perdarahan.Pantau pula BJJ dan pergerakan janin.

9
BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
PADA SOLUSIO PLASENTA

A. PENGKAJIAN
1. Biodata
a. Biodata
Pada biodata yang perlu dikaji berhubungan dengan solusio plasenta
antara lain
b. Nama
Nama dikaji karena nama digunakan untuk mengenal dan merupakan
identitas untuk membedakan dengan pasien lain dan menghindari kemungkinan
tertukar nama dan diagnosa penyakitnya.
c. Jenis kelamin
Pada solusio plasenta diderita oleh wanita yang sudah menikah dan
mengalami kehamilan.
d. Umur
Solusio plasenta cenderung terjadi pada usia lanjut (> 45 tahun) karena
terjadi penurunan kontraksi akibat menurunnya fungsi hormon (estrogen) pada
masa menopause.
e. Pendidikan
Solusio plasenta terjadi pada golongan pendidikan rendah karena mereka
tidak mengetahui cara perawatan kehamilan dan penyebab gangguan kehamilan.
f. Alamat
Solusio plasenta terjadi di lingkungan yang jauh dan pelayanan kesehatan,
karena mereka tidak pernah dapat pelayanan kesehatan dan pemeriksaan untuk
kehamilan.
g. Riwayat persalinan
Riwayat persalinan pada solusio plasenta biasanya pernah mengalami
pelepasan plasenta.

10
h. Status perkawinan
Dengan status perkawinan apakah pasien mengalami kehamilan (KET)
atau hanya sakit karena penyakit lain yang tidak ada hubungannya dengan
kehamilan.
i. Agama
Untuk mengetahui gambaran dan spiritual pasien sebagai memudahkan
dalam memberikan bimbingan kegamaan.
j. Nama suami
Agar diketahui siapa yang bertanggung jawab dalam pembiayaan dan
memberi persetujuan dalam perawatan.
k. Pekerjaan
Untuk mengetahui kemampuan ekonomi pasien dalam pembinaan selama
istrinya dirawat.
2. Riwayatkesehatan
a. Keluhan utama
1) Pasien mengatakan perdarahan yang disertai nyeri
2) Rahim keras seperti papan dan nyeri tekan karena isi rahim bertambah
dengan dorongan yang berkumpul dibelakang plasenta, sehingga rahim
tegang.
3) Perdarahan yang berulang-ulang.
b. Riwayat penyakit sekarang
Darah terlihat merah kehitaman karena membentuk gumpalan darh, darah
yang keluar sedikit banyak, terus menerus. Akibat dari perdarahan pasien lemas
dan pucat. Sebelumnya biasanya pasien pernah mengalami hypertensi esensialis
atau pre eklampsi, tali pusat pendek trauma, uterus yang sangat mengecil
(hydroamnion gameli) dll.
c. Riwayat penyakit masa lalu
Kemungkinan pasien pernah menderita penyakit hipertensi / pre eklampsi,
tali pusat pendek, trauma, uterus / rahim feulidli.

11
d. Riwayat psikologis
Pasien cemas karena mengalami perdarahan disertai nyeri, serta tidak
mengetahui asal dan penyebabnya.

3. Pengkajianfisik
a. Keadaan umum
1) Kesadaran : composmetis s/d coma
2) Postur tubuh : biasanya gemuk
3) Cara berjalan : biasanya lambat dan tergesa-gesa
4) Raut wajah : biasanya pucat
b. Tanda-tanda vital
1) Tensi : normal sampai turun (syok)
2) Nadi : normal sampai meningkat (> 90x/menit)
3) Suhu : normal / meningkat (> 370 c)
4) RR : normal / meningkat (> 24x/menit)
c. Pemeriksaan cepalo caudal
1) Kepala
kulit kepala biasanya normal / tidak mudah mengelupas rambut
biasanya rontok / tidak rontok.
2) Muka
biasanya pucat, tidak oedema ada cloasma
3) Hidung
biasanya ada pernafasan cuping hidung
4) Mata
conjunctiva anemis
5) Dada
bentuk dada normal, RR meningkat, nafas cepat da dangkal,
hiperpegmentasi aerola.
6) Abdomen
a) Inspeksi : perut besar (buncit), terlihat etrio pada area perut,
terlihat linea alba dan ligra

12
b) Palpasi :rahim keras, fundus uteri naik
c) Auskultasi : tidak terdengar DJJ, tidak terdengar gerakan janin.

7) Genetalia
Hiperpregmentasi pada vagina, vagina berdarah / keluar darah
yang merah kehitaman, terdapat farises pada kedua paha / femur.
8) Ekstimitas
Akral dingin, tonus otot menurun.
d. pemeriksaan penunjang
1) Darah : Hb, hemotokrit, trombosit, fibrinogen, elektrolit.
2) USG : untuk mengetahui letak plasenta,usia gestasi, keadaan janin

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan ditandai dengan
conjungtiva anemis , acral dingin , Hb turun , muka pucat & lemas .
2. Resiko tinggi terjadinya letal distress berhubungan dengan perfusi darah ke plasenta
berkurang .
3. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan kontraksi uterus di tandai terjadi
distress / pengerasan uterus , nyeri tekan uterus .
4. Gangguan psikologi ( cemas ) berhubungan dengan keadaan yang dialami .
5. Potensial terjadinya hypovolemik syok berhubungan dengan perdarahan .
6. Kurang pengetahuan klien tentang keadaan patologi yang dialaminya berhubungan
dengan kurangnya informasi .
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan ditandai dengan
conjunctiva anemis, acrar dingin, Hb turun, muka pucat, lemas.
a. Tujuan
suplai / kebutuhan darah kejaringan terpenuhi
b. Kriteria hasil
Conjunctiva tida anemis, acral hangat, Hb normal muka tidak pucat, tida
lemas.

13
c. Intervensi
1) Bina hubungan saling percaya dengan pasien
Rasional : pasien percaya tindakan yang dilakukan
2) Jelaskan penyebab terjadi perdarahan
Rasional : pasien paham tentang kondisi yang dialami
3) Monitor tanda-tanda vital
Rasional : tensi, nadiyang rendah, RR dan suhu tubuh yang tinggi
menunjukkan gangguan sirkulasi darah.
4) Kaji tingkat perdarahan setiap 15 – 30 menit
Rasional : mengantisipasi terjadinya syok
5) Catat intake dan output
Rasional : produsi urin yang kurang dari 30 ml/jam menunjukkan
penurunan fungsi ginjal.
6) Kolaborasi pemberian cairan infus isotonik
Rasional : cairan infus isotonik dapat mengganti volume darah yang hilang
akibat perdarahan.
7) Kolaborasi pemberian tranfusi darah bila Hb rendah
Rasional : tranfusi darah mengganti komponen darah yang hilang akibat
perdarahan.
2. Resiko tinggi terjadinya fetal distres berhubungan dengan perfusi darah ke placenta
berkurang.
a. Tujuan : tidak terjadi fetal distress
b. Kriteria hasil : DJJ normal / terdengar, bisa berkoordinasi, adanya pergerakan
bayi,bayi lahir selamat.
c. Intervensi :
1) Jelaskan resiko terjadinya dister janin / kematian janin pada ibu
Rasional : kooperatif pada tindakan
2) Hindari tidur terlentang dan anjurkan tidur ke posisi kiri
Rasional : tekanan uterus pada vena cava aliran darah kejantung menurus
sehingga terjadi perfusi jaringan.

14
3) Observasi tekanan darah dan nadi klien
Rasional : penurunan dan peningkatan denyut nadi terjadi pad sindroma
vena cava sehingga klien harus di monitor secara teliti.
4) Oservasi perubahan frekuensi dan pola DJ janin
Rasional : penurunan frekuensi plasenta mengurangi kadar oksigen dalam
janin sehingga menyebabkan perubahan frekuensi jantung janin.
5) Berikan O2 10 – 12 liter dengan masker jika terjadi tanda-tanda fetal distress
Rasional : meningkat oksigen pada janin.
 
3. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan kontraksi uteres ditandai terjadi
distrensi uterus, nyeri tekan uterus.
a. Tujuan : klien dapat beradaptasi dengan nyeri
b. Kriteria hasil :
1) Klien dapat melakukan tindakan untuk mengurangi nyeri.
2) Klien kooperatif dengan tindakan yang dilakukan.
c. Intervensi
1) Jelaskan penyebab nyeri pada klien
Rasional : dengan mengetahui penyebab nyeri, klien kooperatif terhadap n
tindakan
2) Kaji tingkat nyeri
Rasional : menentukan tindakan keperawatan selanjutnya.
3) Bantu dan ajarkan tindakan untuk mengurangi rasa nyeri.Tarik nafas panjang
(dalam) melalui hidung dan meng-hembuskan pelan-pelan melalui mulut.
Rasional : dapat mengalihkan perhatian klien pada nyeri yang dirasakan.
4) Memberikan posisi yang nyaman (miring kekiri / kanan)
Rasional : posisi miring mencegah penekanan pada vena cava.
5) Berikan masage pada perut dan penekanan pada punggung
Rasional : memberi dukungan mental. 
4. Gangguan psikologis (cemas) berhubungan dengan keadaan yang dialami
a. Tujuan : klien tidak cemas dan dapat mengerti tentang keadaannya.
b. Kriteria hasil : penderita tidak cemas, penderita tenang, klie tidak gelisah.

15
c. Intervensi
1) Anjurkan klilen untuk mengemukakan hal-hal yang dicemaskan.
Rasional : dengan mengungkapkan perasaannyaaka mengurangi beban
pikiran.
2) Ajak klien mendengarkan denyut jantung janin
Rasional : mengurangi kecemasan klien tentag kondisi janin.
2) Beri penjelasan tentang kondisi janin
Rasional : mengurangi kecemasan tentang kondisi / keadaan janin.
3) Beri informasi tentang kondisi klien
Rasional : mengembalikan kepercayaan dan klien.
4) Anjurkan untuk manghadirkan orang-orang terdekat
Rasional : dapat memberi rasa aman dan nyaman bagi klien
5) Anjurkan klien untuk berdo’a kepada Tuhan
Rasional : dapat meningkatkan keyakinan kepada Tuhan tentang kondisi
yang dilami.
6) Menjelaskan tujuan dan tindakan yang akan diberikan
Rasional : penderita kooperatif.
 
5. Potensial terjadinya hypovolemik syok berhubungan dengan perdarahan
a. Tujuan : syok hipovolemik tidak terjadi
b. Kriteria hasil :
1) Perdarahan berkurang
2) Tanda-tanda vital normal
3) Kesadaran kompos metit
c. Intervensi
1) Kaji perdarahan setiap 15 – 30 menit
Rasional : mengetahui adanya gejala syok sedini mungkin.
2) Monitor tekanan darah, nadi, pernafasan setiap 15 menit, bila normal
observasi dilakukan setiap 30 menit.
Rasional : mengetahui keadaan pasien

16
3) Awasi adanya tanda-tanda syok, pucat, menguap terus keringat dingin, kepala
pusing.
Rasional : menentkan intervensi selanjutnya dan mencegah syok sedini
mungkin
4) Kaji konsistensi abdomen dan tinggi fundur uteri.
Rasional : mengetahui perdarahan yang tersembunyi
5) Catat intake dan output
Rasional : produksi urine yang kurang dari 30 ml/jam merupakan
penurunan fungsi ginjal.
6) Berikan cairan sesuai dengan program terapi
Rasional : mempertahanka volume cairan sehingga sirkulasi bisa adekuat
dan sebagian persiapan bila diperlukan transfusi darah.
6. Kurangnya pengetahuan klien tentang keadaan patologi yang dialaminya berhubungan
dengan kurangnya informasi
a. Tujuan : penderita dapat mengerti tentang penyakitnya.
b. Kriteria hasil : dapat menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan penyakitnya.
c. Intervensi
1) Kaji tingkat pengetahuan penderita tentang keadaanya
Rasional : menentukan intervensi keperawatan selanjutnya.
2) Berikan penjelasan tentang kehamilan dan tindakan yang akan dilakukan.
a) Pengetahua tentang perdarahan antepartum.
b) Penyebab
c) Tanda dan gejala
d) Akibat perdarahan terhadap ibu dan janin
e) Tindakan yang mungkin dilakukan
Rasional : penderita mengerti dan menerima keadaannya serta pederita
menjadi kooperatif.

17
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi adalah melaksanakan apa yang telah direncanakan/ diintervensikan pada
setiap dilakukan asuhan keperawatan yang merupakan realisasi dari rencana tindakan
keperawatan. Pelaksaanaan intervensi keperawatan juga harus disesuaikan dengan kondisi
pasien.

E. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi keperawatan adalah langkah terakhir dalam proses keperawatan dimana
dilakukan penilaian terhadap intervensi yang telah dilakukan mengacu pada tujuan yang
telah ditetapkan. Evaluasi meliputi SOAP (subjektif,objektif,assessment,planning).

18
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Solusio plasenta atau disebut abruption placenta / ablasia placenta adalah separasi
prematur plasenta dengan implantasi normalnya di uterus (korpus uteri) dalam masa
kehamilan lebih dari 20 minggu dan sebelum janin lahir. Dalam plasenta terdapat banyak
pembuluh darah yang memungkinkan pengantaran zat nutrisi dari ibu kejanin, jika plasenta
ini terlepas dari implantasi normalnya dalam masa kehamilan maka akan mengakibatkan
perdarahan yang hebat.
Perdarahan pada solusio plasenta sebenarnya lebih berbahaya daripada plasenta previa
oleh karena pada kejadian tertentu perdarahan yang tampak keluar melalui vagina hampir
tidak ada / tidak sebanding dengan perdarahan yang berlangsung internal yang sangat
banyak pemandangan yang menipu inilah yang sebenarnya yang membuat solusio plasenta
lebih berbahaya karena dalam keadaan demikian seringkali perkiraan jumlah, darah yang
telah keluar sukar diperhitungkan, padahal janin telah mati dan ibu berada dalam keadaan
syok.
Penyebab solusio plasenta tidak diketahui dengan pasti, tetapi pada kasus-kasus berat
didapatkan korelasi dengan penyakit hipertensi vaskular menahun, 15,5% disertai pula oleh
pre eklampsia. Faktor lain diduga turut berperan sebagai penyebab terjadinya solusio
plasenta adalah tingginya tingkat paritas dan makin bertambahnya usia ibu.
Gejala dan tanda solusio plasenta sangat beragam, sehingga sulit menegakkan
diagnosisnya dengan cepat. Dari kasus solusio plasenta didiagnosis dengan persalinan
prematur idopatik, sampai kemudian terjadi gawat janin, perdrhan hebat, kontraksi uterus
yang hebat, hipertomi uterus yang menetap. Gejala-gejala ini dapat ditemukan sebagai gejala
tunggal tetapi lebih sering berupa gejala kombinasi.

B. SARAN
Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah yang berisi tentang
asuhankeperawatanpadapasiendengansolusioplasentaini masih belum sempurna. Maka,
penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini

19
DAFTAR PUSTAKA

Munahasrini.2012.Askepsolusioplasenta.
(dikutipdarihttps://munahasrini.wordpress.com/2012/03/16/askep-solusio-
plasenta/)diaksespadaharirabu 07 februari 2018pukul 20.30 WIB

Titinrestantikaharu.2014.Askepsolusioplasenta.
(dikutipdarihttp://titinrestantikaharu.blogspot.co.id/2014/06/askep-solusio-plasenta.html )
diaksespadaharirabu 07 februari 2018 pukul 20.30 WIB

Muclis.2012.Asuhankeperawatansolusioplasenta.
(dikutipdarihttps://muecliisonatigirl.wordpress.com/2012/04/02/asuhan-keperawatan-
solusio-plasenta/) diaksespadaharirabu 07 februari 2018 pukul 20.30 WIB

20

Anda mungkin juga menyukai