Oleh:
KRISEVI HANDAYANI
2021-01-14901-037
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mengidentifikasi pengkajian keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis
Chronic Kidnedy Disease di ruang Hemodialisa
1.3.2.2 Mengidentifikasi diagnosa keperawatan pada Ny. A dengan diagnosa medis
Chronic Kidnedy Disease di ruang Aster RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka
1.3.2.3 Mengidentifikasi intervensi keperawatan pada Ny. A dengan diagnosa medis
Chronic Kidnedy Disease di ruang Aster RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka
1.3.2.4 Mengidentifikasi implementasi keperawatan pada pada Ny. A dengan diagnosa
medis Chronic Kidnedy Disease di ruang Aster RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka
1.3.2.5 Mengidentifikasi evaluasi dari hasil implementasi keperawatan yang dilakukan
pada Pasien dengan diagnosa medis Chronic Kidnedy Disease di ruang
Hemodialisa RS.UNAIR
Bentuk makroskopis ginjal pada orang dewasa, bentuknya seperti kacang polong
dengan ukuran panjang ginjal adalah sekitar 12 sampai 13 cm (4,7 hingga 5,1 inci),
lebarnya 6 cm (2,4 inci), tebalnya 2,5 cm (1 inci), dan beratnya sekitar 125- 150 gram,
kira-kira seukuran kepalan tangan. Masing-masing ginjal manusia terdiri dari kurang
lebih satu juta nefron, masing-masing mampu membentuk urine. Ginjal tidak dapat
membentuk nefron baru. Oleh karena itu, pada trauma ginjal, penyakit ginjal, atau
proses penuaan yang normal akan terjadi penurunan jumlah nefron secara bertahap.
Setiap nefron terdiri dari glomerulus dan tubulus.
Pada manusia, ginjal merupakan salah satu organ yang memiliki fungsi vital yang
berfungsi untuk mengatur keseimbangan air dalam tubuh. Ginjal melakukan fungsinya
yang paling penting ini dengan cara menyaring plasma dan memisahkan zat filtrat
dengan kecepatan yang bervariasi, brgantung pada kebutuhan tubuh. Kemudian zat- zat
yang dibutuhkan oleh tubuh akan dikembalikan ke dalam darah dan yang tidak
dibutuhkan oleh tubuh akan dikeluarka melalui urine.
Proses pembentukan urine juga dilakukan oleh nefron yang merupakan bagian
dari ginjal. Proses pembentukan urine terjadi melalui tiga tahapan yaitu filtrasi di
glomerulus, reabsorpsi di tubulus dan eksresi di tubulus.
Dibawah ini adalah gambar sebuah nefron yang memperlihatkan struktur
glomerulus dan tubulus serta perannya dalam pembentukan urine.
Gambar 1.2 Nefron yang memperlihatkan struktur glomerulus dan tubulus
Pada saat cairan, darah, serta zat-zat masuk ke dalam ginjal, semua bahan-
bahan itu akan difiltrasi di dalam glomerulus dan selanjutnya akan mengalir ke dalam
kapsula bowman dan masuk ke tubulus proksimal yang terletak di dalam korteks
ginjal. Dari tubulus proksimal, cairan akan mengalir ke ansa henle yang masuk ke
dalam medula renal, cairan masuk ke makula densa dan kemudian ke tubulus distal,
dari tubulus distal cairan masuk ke tubulus renalis arkuatus dan tubulus koligentes
kortikal dan masuk ke duktus yang lebih besar yaitu duktus koligentes medula. Duktus
koligentes bergabung membentuk duktus yang lebih besar yang mengalir menuju
pelvis renal melalui papila renal. Dari pelvis renal, urine akan terdorong ke kandung
kemih melalui saluran ureter dan dikeluarkan melalui uretra.
2.1.3 Etiologi
Penyebab Chronic Kidney Disease (CKD) belum diketahui. Tetapi, beberapa
kondisi atau penyakit yang berhubungan dengan pembuluh darah atau struktur lain di
ginjal dapat mengarah ke CKD.
Penyebab yang paling sering muncul adalah:
2.1.3.1 Diabetes Melitus
Kadar gula darah yang tinggi dapat menyebabkan diabetes melitus. Jika kadar
gula darah mengalami kenaikan selama beberapa tahun, hal ini dapat menyebabkan
penurunan fungsi ginjal (WebMD, 2015)
2.1.3.2 Hipertensi
Tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol dapat menjadi penyebab penurunan
fungsi ginjal dan tekanan darah sering menjadi penyebab utama terjadinya CKD
(WebMD, 2015).
Kondisi lain yang dapat merusak ginjal dan menjadi penyebab CKD antara lain:
1. Penyakit ginjal dan infeksi, seperti penyakit ginjal yang disebabkan oleh kista
2. Memiliki arteri renal yang sempit.
3. Penggunaan obat dalam jangka waktu yang lama dapat merusak ginjal.
Seperti obat Non Steroid Anti Inflamation Drugs (NSAID), seperti Celecoxib
dan Ibuprofen dan juga penggunaan antibiotik (WebMD, 2015).
2.1.4 Klasifikasi
Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju Filtration
Glomerulus) dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73m dengan rumus Kockroft
Gault sebagai berikut :
1. Stadium 1: kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG
yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m 2) ada faktor resiko, tanda gejala nya
yaitu : sering merasa lelah, terdapat protein dalam urine (proteinuria) atau cedera
fisik pada ginjal (kebocoran pada ginjal.)
2. Stadium 2: Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60 -89
mL/menit/1,73 m2) tanda gejala nya yaitu : Protein dalam urine (proteinuria) atau
cedera fisik pada ginjal (kebocoran pada ginjal.)
3. Stadium 3: kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m 2) tanda gejala
nya yaitu : Pembengkakan di tangan dan kaki akibat cairan berlebih di tubu
(odem),Sakit punggung karena ginjal bengkak atau terjadi masalah kandung kemih,
perubahan frekuensi buang air keci, baik lebih seringa tau kurang dari biasanya,
tekanan darah tinggi (hipertensi), anemia karena kurangnya produksi sel darah
merah, dan penyakit tulang karena kandungan kalsium dan frostat di darah tidak
seimbang.
4. Stadium 4: kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m 2) tanda gejala
nya yaitu : Rasa logam di mulut karena penumpukan limbah dalam darah,
mengalami masalah saraf dan kesulitan berkonsentrasi, kahilangan nafsu makan
karena kadar urea meningkat dalam darah, kulit gatal dan kemerahan akibat kadar
hormone paratiroid terlalalu tinggi, mudah lelah karena kurangnya produksi sel
darah merah.
5. Stadium 5: kelainan ginjal dengan LFG < 15 mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal
terminal/akhir tanda gejalanya yaitu : kulit gatal dan kemerahan, nyeri otot, warna
kulit berubah, merasa mual dan muntah, jarang merasa lapar/ tidak nafsu makan,
pembengkakan pada mata, lengan dan kaki (edema), sulit bernafas dan mengalami
gangguan tidur seta nyeri punggung.
GFR glomerular filtration rate atau laju filtrasi glomerulus adalah laju rata-rata
penyaringan darah yang terjadi di glomerulur. GFR dapat menjadi indikator untuk
menentukan tingkat fungsi ginjal serta menentukan tingkat keparahan bagi penderita
penyakit ginjal.
Terdapat berbagai macam teknik untuk menghitung laju GFR seseorang, yang
paling mudah adalah dengan menggunakan kalkukator GFR yang telah tersedia dan
dapat diakses secara online. Namun untuk menghitung GFR, diperlukan nilai kadar
kreatinin darah yang bisa didapatkan dengan pemeriksaan laboratorium darah, sehingga
penurunan fungsi ginjal dapat diketahui ketika pemeriksaan ditingkat pratama
dilakukan, dan tidak menunggu keputusan dokter spesialis. Menghitung laju GFR dapat
dilakukan dengan perhitungan berikut :
GFR laki laki = (140 - umur) x kgBB / (72 x serum kreatinin)
GFR perempuan = (140 - umur) x kgBB x 0,85 / (72 x serum kreatinin)
Cara perhitungan diatas relatif lebih mudah, namun ada juga beberapa cara lain untuk
menghitung laju GFR.
Nilai laju GFR dapat menentukan derajat gagal ginjal yang diderita seseorang.
Gagal ginjal dibagi dua yaitu akut dan kronik. Gagal ginjal akut terjadi secara tiba tiba
yang seringkali disebabkan dan dipicu oleh beberapa faktor misalnya kelaianan dasar
penyakit yang diderita, dehidrasi, dll. Sedangkan gagal ginjal kronik merupakab
penurunan fungsi dan struktur ginjal yang terjadi secara perlahan (minimal 3
bulan). National Kidney Foundation telah membagi beberapa jenis gagal ginjal
berdasarkan nilai GFR nya, yaitu :
Normal
1. Stage 1 : terindikasi adanya kerusakan ginjal dengan nilai GFR normal (> 90)
2. Stage 2 : penurunan fungsi ginjal dengan GFR 60 - 89
3. Stage 3 : penurunan fungsi ginjal dengan GFR 30 - 59. Penurunan tingkat
lanjut ini seringkali ditemui gejala anemia dan gangguan pada tulang akibat
kerusakan ginjal
4. Stage 4 : penurunan derajat berat dengan GFR 15 - 29. Upaya pengobatan untuk
mengurangi resiko komplikasi dan pencegahan ke arah kegagalan ginjal
5. Stage 5 (kegagalan ginjal) : ginjal telah tak mampu lagi menjalankan fungsinya
dengan nilai GFR dibawah 15. Penanganan yang sesuai adalah transplantasi
ginjal atau hemodialisis rutin.
2.1.5 Patofisiologi
Patofisiologi CKD beragam, bergantung pada proses penyebab penyakit. Proses
patologi umum yang menyebabkan kerusakan nefron, CKD, dan gagal ginjal. Tanpa
melihat penyebab awal, glomerulosklerosis dan inflamasi interstisial dan fibrosis adalah
ciri khas CKD dan menyebabkan penurunan fungsi ginjal . Seluruh unit nefron secara
bertahap hancur. Pada tahap awal, saat nefron hilang , nefron fungsional yang masih ada
mengalami hipertrofi. Aliran kapiler glomerulus dan tekanan meningkat dalam nefron
ini dan lebih banyak pertikel zat terlarut disaring untuk mengkompensasi massa ginjal
yang hilang. Kebutuhan yang meningkat ini menyebabkan nefron yang masih ada
mengalami sklerosis (jaringan parut) glomerulus, menimbulkan kerusakan nefron pada
akhirnya. Proteinuria akibat kerusakan glomerulus di duga menjadi penyebab cedera
tubulus. Proses hilangnya nefron yang kontiunu ini terus berlangsung meskipun setelah
proses penyakit awal telah teratasi (Lemon, 2016).
Perjalanan CKD beragam, berkembang selama periodebulanan hingga tahunan.
Pada tahap awal, sering kali disebut penurunan cadangan ginjal, nefron yang tidak
terkena mengkompensasi nefron yang hilang. GFR sedikit turun dan pada pasien
asimtomatik disertai BUN dan kadar kreatin serum normal. Ketika penyakit
berkembang dan GFR turun lebih lanjut, hipertensi dan ebberapa manifestasi
insufisiensi ginjal dapat muncul. Serangan berikutnya pada ginjal di tahap ini (misalnya
infeksi, dehidrasi atau obstruksi saluran kemih) dapat menurunkan fungsi dan dapat
memicu awitan gagal ginjal atau uremia nyata lebih lanjut. Kadar serum kratinin dan
BUN naik secara tajam, pasien menjadi uliguria, dan manifestasi uremia muncul. Pada
ESRD, tahap akhir CKD, GFR kurang dari 10% normal dan terapi penggantian ginjal
diperlukan untuk mempertahankan hidup. (Lemon, 2016)
Patofosiologi berdasarkan penyebab menurut Lemon, 2016:
2.1.5.1 Nefropati diabetik
Peningkatan awal laju aliran glomerulus menyebabkan hiperfiltrasi dengan
akibat kerusakan glomerulus, penebalan dan sklerosis membran basalis glomerulus dan
glomerulus kerusakan bertahap nefron menyebabkan penurunan GFR
2.1.5.2 Nefrosklerosis hipertensi
Hipertensi jangka panjang menyebabkan skelrosis dan penyempitan arteriol
ginjal dan arteri kecil dengan akibat penurunan aliran darah yang menyebabkan iskemia,
kerusakan glomerulus, dan atrofi tubulus.
2.1.5.3 Glomerulonefritis kronik
Inflamasi interstisial kronik pada parenkim ginjal menyebabkan obstruksi dan
kerusakan tubulus dan kapiler yang mengelilinginya, memengaruhi filtrasi glomerulus
dan sekresi dan reabsorbsi tubulus,dengan kehilangan seluruh nefron secara bertahap.
2.1.7 Komplikasi
2.1.7.1 Hiperkalemia akibat penurunana ekskresi, asidosis metabolic, katabolisme dan
masukan diet berlebih.
2.1.7.2 Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat
2.1.7.3 Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system rennin-
angiotensin-aldosteron
2.1.7.4 Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah,
perdarahan gastrointestinal akibat iritasi toksin dna kehilangan drah selama
hemodialisa
2.1.7.5 Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar kalsium
serum yang rendah dan metabolisme vitamin D abnormal.
2.1.7.6 Asidosis metabolic
2.1.7.7 Osteodistropi ginjal
2.1.7.8 Sepsis
2.1.7.9 Neuropati perifer
2.1.7.10 Hiperuremia
3) Keluhan lainnya
Terapi pada keluhan kulit, hipertensi, dan sistem kardiovaskular tergantung dari
jenisnya. Pada kelainan neuromuskular, beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan
yaitu terapi hemodialisis reguler yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal
paratiroidektomi.
2.2.3 Epidemiologi
Hemodialisis di Indonesia mulai tahun 1970 dan sampai sekarang telah dapat
dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik
danpanjang umur yang tertinggi sampai sekarang 14 tahun.Indonesia termasuk Negara
dengantingkat penderita gagal ginjal yang cukup tinggi.Saat ini jumlah penderita gagal
ginjalmencapai 4500 orang. Dari jumlah itu banyak penderita yang meninggal dunia
akibat tidakmampu berobat atau cuci darah (hemodialisis) karena biaya yang sangat
mahal.
2.2.3 Etiologi
Hemodialisa dilakukan kerena pasien menderita gagal ginjal akut dan kronik akibat
dari : azotemia, simtomatis berupa enselfalopati, perikarditis, uremia, hiperkalemia
berat, kelebihan cairan yang tidak responsive dengan diuretic, asidosis yang tidak bisa
diatasi, batu ginjal, dan sindrom hepatorenal.
2.2.4 Patofisiologi
Ginjal adalah organ penting bagi hidup manusia yang mempunyai fungsi utama
untuk menyaring / membersihkan darah. Gangguan pada ginjal bisa terjadi karena sebab
primer ataupun sebab sekunder dari penyakit lain. Gangguan pada ginjal dapat
menyebabkan terjadinya gagal ginjal atau kegagalan fungsi ginjal dalam menyaring /
membersihkan darah. Penyebab gagal ginjal dapat dibedakan menjadi gagal ginjal akut
maupun gagal ginjal kronik. Dialisis merupakan salah satu modalitas pada penanganan
pasien dengan gagal ginjal, namun tidak semua gagal ginjal memerlukan dialisis.
Dialisis sering tidak diperlukan pada pasien dengan gagal ginjal akut yang tidak
terkomplikasi, atau bisa juga dilakukan hanya untuk indikasi tunggal seperti
hiperkalemia. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan sebelum melalui hemodialisis
pada pasien gagal ginjal kronik terdiri dari keadaan penyakit penyerta dan kebiasaan
pasien. Waktu untuk terapi ditentukan oleh kadar kimia serum dan gejala-
gejala.Hemodialisis biasanya dimulai ketika bersihan kreatin menurun dibawah 10
ml/mnt, yang biasanya sebanding dengan kadar kreatinin serum 8-10 mge/dL namun
demikian yang lebih penting dari nilai laboratorium absolut adalah terdapatnya gejala-
gejala uremia.
2.2.5 Tujuan
Menurut Havens dan Terra (2005) tujuan dari pengobatan hemodialisa antara lain :
2.2.5.1 Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu membuang sisa-sisa
metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang
lain.
2.2.5.2 Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya
dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat.
2.2.5.3 Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal.
2.2.5.4 Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan yang lain.
2.2.6 Prinsip HD
Ada 3 prinsip dasar dalam HD yang bekerja pada saat yang sama yaitu :
2.2.6.1 Proses Difusi
Merupakan proses berpindahnya suatu zat terlarut yang disebabkan karena
adanya perbedaan konsentrasi zat-zat terlarut dalam darah dan dialisat. Perpindahan
molekul terjadi dari zat yang berkonsentrasi tinggi ke yang berkonsentrasi lebih rendah.
Pada HD pergerakan molekul/zat ini melalui suatu membrane semi permeable yang
membatasi kompartemen darah dan kompartemen dialisat.
2.2.6.2 Proses Ultrafiltrasi
Berpindahnya zat pelarut (air) melalui membrane semi permeable akibat
perbedaan tekanan hidrostatik pada kompartemen darah dan kompartemen dialisat.
Tekanan hidrostatik /ultrafiltrasi adalah yang memaksa air keluar dari kompartemen
darah ke kompartemen dialisat. Besar tekanan ini ditentukan oleh tekanan positif dalam
kompartemen darah (positive pressure) dan tekanan negatif dalam kompartemen dialisat
(negative pressure) yang disebut TMP (trans membrane pressure) dalam mmHg.
2.2.6.3 Proses Osmosis
Berpindahnya air karena tenaga kimiawi yang terjadi karena adanya perbedaan
tekanan osmotic (osmolalitas) darah dan dialisat. 9 Proses osmosis ini lebih banyak
ditemukan pada peritoneal dialysis (Haryati, 2010)
2.2.7 Indikasi HD
Pada umumya indikasi dari terapi hemodialisa pada penyakit ginjal kronis adalah
laju filtrasi glomerulus (LFG) sudah kurang dari 5 mL/menit, sehingga dialisis dianggap
baru perlu dimulai bila dijumpai salah satu dari hal tersebut dibawah (Sylvia & Wilson,
2015):
2.2.7.1 Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata
2.2.7.2 K serum > 6 mEq/L
2.2.7.3 Ureum darah > 200 mg/Dl
2.2.7.4 pH darah < 7,1
2.2.7.5 Anuria berkepanjangan ( > 5 hari )
2.2.7.6 Fluid overloaded
2.2.8 Kontraindikasi
Menurut PERNEFRI (2013), kontraindikasi dari hemodialisa adalah tidak
mungkin didapatkan akses vaskuler pada hemodialisa, akses vaskuler sulit, instabilitas
hemodinamik dan koagulasi. Kontra indikasi hemodialisa yang lain diantaranya adalah
penyakit alzheimer, demensia multi infark, sindrom hepatorenal, sirosis hati lanjut
dengan ensefalopati dan keganasan lanjut.
2.2.8 Komplikasi
Komplikasi dibagi menjadi 2, yaitu :
2.2.9.1 Komplikasi Akut
Komplikasi akut hemodialisis adalah komplikasi yang terjadi selama
hemodialisis berlangsung. Komplikasi yang sering terjadi diantaranya adalah hipotensi,
kram otot, mual dan muntah, sakit kepala, sakit dada, sakit punggung, gatal, demam,
dan menggigil.
2.2.9.2 Komplikasi Kronik
Komplikasi kronik yang terjadi pada responden hemodialisis yaitu penyakit
jantung, malnutrisi, hipertensi/volume excess, anemia, Renal osteodystrophy,
Neurophaty,disfungsi reproduksi, komplikasi pada akses, gangguan perdarahan, infeksi,
amiloidosis, dan Acquired cystic kidney disease (Mahmudah, 2013)
2 Perfusi perifer tidak Perawatan Sirkulasi (I.02079 hal.345) Perawatan Sirkulasi (I.02079 hal.345)
efektif berhubungan Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama Observasi :
dengan penurunan 1x4 jam diharapkan perfusi perifer kembali 1. Periksa sirkulasi perifer (mis.nadi perifer,
konsentrasi hemoglobin efektif dengan kriteria hasil : edema, pengisian kapiler, warna, suhu, ankle-
(D.0009 hal.37) 1. Denyut nadi perifer meningkat ( Skor 5) brachiali index)
2. Penyembuhan luka meningkat (Skor 5) 2. Identifikasi factor risiko gangguan sirkulasi
3. Sensasi meningkat (Skor 5) (mis.diabetes,perokok,orang tua, hipertensi dan
4. Warna kulit pucat menurun (Skor 5) kadar kolesterol tinggi)
5. Edema perifer menurun (Skor 5) 3. Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak
6. Nyeri ekstremitas menurun (Skor 5) pada ekstremitas
7. Kelemahan otot menurun (Skor 5) Terapeutik :
8. Parastesia menurun (Skor 5) 1. Hindari pemasangan infus atau pengambilan
darah di area keterbatasan
2. Hindari pengukuran tekanan darah pada
ekstremitas dengan keterbatasan perfusi
3. Hindari penekanan dan pemasangan tourniquet
pada area yang cedera
4. Lakukan pencegahan infeksi
5. Lakukan perawatan kaki dan kuku
6. Lakukan hidrasi
Edukasi :
1. Anjurkan berhenti merokok
2. Anjurkan berolahraga rutin
3. Anjurkan mengecek air mandi untuk
menghindari kulit terbakar
4. Anjurkan minum obat pengontrol tekanan dara
secara teratur
5. Anjurkan menghindari penggunaan obat
penyekat beta
6. Anjurkan program rehabilitasi vascular
7. Anjurkan melakukan perawatan kulit yang
tepat
3 Penurunan curah Curah Jantung (L.02008 hal.20) Perawatan Jantung (I.02075 hal.317)
jantung berhubungan Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama Observasi :
dengan perubahan 1x4 jam diharapkan curah jantung kembali 1.Monitor tekanan darah
frekuensi jantung normal dengan kriteria hasil : 2. Monitor intake dan output cairan
(D.0008 hal.34) 1. Lelah menurun (Skor 5) 3. Monitor saturasi oksigen
2. Edema menurun (Skor 5) 4. Monitor nilai laboratorium jantung
3. Dispnea menurun (Skor 5) (mis.elektrolit, enzim jantung, BNP, NTpro-BNP)
4. Pucat menurun (Skor 5) Terapeutik :
5. Tekanan darah cukup membaik (Skor 4) 1. Posisikan pasien semi-fowler atau fowler
6. Capillary refill time (CRT) membaik dengan kaki ke bawah atau posisi nyaman
(Skor 5) 2. Fasilitasi pasien dan keluarga untuk modifikasi
gaya hidup sehat
3. Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi
stress, jika perlu
4. Berikan oksigen untuk mempertahankan
saturasi oksigen >94%
Edukasi :
1.Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi
2. Anjurkan pasien dan keluarga mengukur intake
dan output cairan harian
4. Risiko cedera Tingkat Cedera (l.14136 hal.135) Pencegahan Cedera (I.14537 hal.275)
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama Observasi :
berhubungan dengan
1x4 jam diharapkan risiko cedera dapat 1. Identifikasi area lingkungan yang berpotensi
ketidaknormalan profil menurun dengan kriteria hasil : menyebabkan cedera
1.Toleransi aktivitas meningkat (Skor 5) 2. Identifikasi obat yang berpotensi menyebabkan
darah (D.0136 hal.294) 2. Nafsu makan meningkat (Skor 5) cedera
3. Toleransi makanan meningkat (Skor 5) 3. Identifikasi kesesuaian alas kaki atau stoking
4. Kejadian cedera menurun (Skor 5) elastis pada ekstremitas bawah
5. Luka/lecet menurun (Skor 5)
6. Ketegangan otot menurun (Skor 5) Terapeutik :
7. Fraktur menurun (Skor 5) 1. Sediakan pencahayaan yang memadai
8. Perdarahan menurun (Skor 5) 2. Gunakan lampu tidur
3. Sosialisasikan pasien dan keluarga dengan
lingkungan ruang rawat (mis.penggunaan telepon,
tempat tidur, penerangan ruangan, dan lokasi
kamar mandi)
4. Gunakan alas lantai jika berisiko mengalami
cedera serius
5. Sediakan alas kaki antislip
6. Sediakan pispot atau urinal untuk eliminasi
ditempat tidur, jika perlu
7. Pastikan bel panggilan atau telepon mudah
dijangkau
8. Pertahankan posisi tempat tidur diposisi
terendah saat digunakan
Edukasi
1. Jelaskan alasan intervensi pencegahan jatuh ke
pasien dan keluarga
2. Anjurkan berganti posisi secara perlahan dan
duduk selama beberapa menit sebelum berdiri
Terapeutik :
1. Timbang berat badan setiap hari pada waktu
yang sama
2. Batasi asupan cairan dan garam
3. Tinggikan kepala tempat tidur 30-400
Edukasi
1. Anjurkan melapor jika haluaran urin <0,5
mL/kg/jam dalam 6 jam
2. Anjurkan melapor jika BB bertambah >1 kg
dalm sehari
3. Ajarkan cara membatasi cairan
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian diuretic
2. Kolaborasi pemberian kehilangan kalium
akibat diuretic
6. Defisit nutrisi Status Nutrisi (L.03030 hal.121) Promosi Berat Badan (I.03136 hal.358) dan
berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama Manajemen Nutrisi (I.031119 hal.200)
ketidakmampuan 1x4 jam diharapkan status nutrisi adekuat Observasi :
mengabsorbsi nutrien dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi kemungkinan penyebab BB
1. Porsi makanan yang dihabiskan kurang
meningkat (Skor 5) 2. Identifikasi status nutrisi
2. Kekuatan otot pengunyah meningkat 3. Monitor adanya mual dan muntah
(Skor 5) 4. Monitor jumlah kalori yang dikonsumsi
3. Kekuatan otot menelan meningkat sehari-hari
(Skor 5) 5. Monitor berat badan
4. Serum albumin meningkat (Skor 5) 6. Monitor albumin, limfosit,dan elektrolit
5. Verbalisasi keinginan untuk serum
meningkatkan nutrisi meningkat (Skor
5) Terapeutik :
6. Nyeri abdomen menurun (Skor 5) 1. Berikan perawatan mulut sebelum
7. Berat badan membaik (Skor 5) pemberian makan, jika perlu
8. Indeks massa tubuh (IMT) membaik 2. Sediakan makanan yang tepat sesuai kondisi
(Skor 5) pasien (mis.makanan dengan tekstur halus
9. Nafsu makan membaik (Skor 5) makanan yang diblender, makanan cair yang
diberikan melalui NGT atau gastrostomy, total
perenteral nutrition sesuai indikasi
3. Hidangkan makanan secara menari
4. Berikan suplemen, jika perlu
5. Berikan pujian pada pasien/keluarga untuk
peningkatan yang dicapai
Edukasi :
1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum
makan (mis.pereda nyeri,antiemetic), jika perlu
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien yang
dibutuhkan jika perlu
7. Gangguan integritas Integritasi Kulit dan jaringan (L.14125 Perawatan Luka (I.14564 halm 316)
Hal. 33) Observasi :
kulit berhubungan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1. Identifikasi gangguan integritas kulit
dengan 1x4 jam diharapkan integritasi kulit dan (mis.perubahan sirkulasi , perubahan status
jaringan teratasi dengan kriteria hasil : nutrisi, penurunan kelembaban, suhu lingkungan
kekurangan/kelebihan
1. Elastisitas meningkat (Skor 5) esktrem, penurunan mobilitas)
volume cairan (D.0129 2. Perfusi jaringan meningkat (Skor 5)
3. Tekstur membaik (Skor 5) Terapeutik :
hal. 282)
4. Kerusakan lapisan kulit menurun (Skor 5) 1.Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
5. Shu kulit membaik (Skor 5) 2. Gunakan produk berbahan petroleum atau
minyak pada kulit kering
3. Gunakan produk berbahan ringan/alami dan
hipoalergik pada kulit sensitive
4. Hindari produk berbahan dasar alcohol pada
kulit kering
Edukasi :
1.Anjurkan menggunakan pelembab (mis.lotion,
serum)
2. Anjurkan minum air yang cukup
3. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
4. Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur
5. Anjurkan menghindari terpapar suhu
ekstrem
2.3.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah suatu perencanaan dimasukkan dalam tindakan, selama
fase implementasi ini merupakan fase kerja aktual dari proses keperawatan. Rangkaian
rencana yang telah disusun harus diwujudkan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan.
Pelaksanaan dapat dilakukan oleh perawat yang bertugas merawat klien tersebut atau
perawat lain dengan cara didelegasikan pada saat pelaksanaan kegiatan maka perawat
harus menyesuaikan rencana yang telah dibuat sesuai dengan kondisi klien maka
validasi kembali tentang keadaan klien perlu dilakukan sebelumnya.
I. PENGKAJIAN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn.D
Umur : 76 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Pensiunan
Pendidikan : S1
Status Perkawinan : Duda
Alamat : Jl. Ploso baru No 83
Tgl MRS : 23 Mei 2022
Diagnosa Medis : ESRD ON HD
GENOGRAM KELUARGA :
KETERANGAN:
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien
: Meninggal
: Tinggal serumah
C. PEMERIKASAAN FISIK
1. B1 (Breathing) : RR : 20x/menit Spo2 : 98% tidak ada suara nafas
tambahan, pasien tidak menggunakan alat bantu nafas
B2 (Blod) :TD : 136/77mmhg N: 87x/menit CRT : >2 detiik
B3 (Brain) : Kesadaran pasien Compos mentis E: 4 V :5 E: 6 = 15
B4 (Bladder) :Edema skala 2 di kedua kaki, BAK 2x/24 jam kurang lebih
200 ml.
B5 (Bowel) : Mual setelah sarapan, Makan setengah porsi sehari, BB
sekarang : 63,9 kg, BB terakhir : 59,75 kg,
IWL : 150-4100 = -350,
GFR : (140-76)x63,9/(72x10.87) = -588,46
B6 (Integumen) : Suhu : 36,00C, perut terasa kembung.
2. Tanda-tanda Vital :
a. Suhu/T : 36,00C Axilla Rektal Oral
b. Nadi/HR : 87x/mt
c. Pernapasan/RR : 20x/tm
d. Tekanan Darah/BP : 136/77.mm Hg
e. BB Pre HD : 63,9 kg
Preskripsi HD
Durasi 5 jam, QB
150-200 ml/menit
QD : 500 ml/menit
UF Goal : 4.1 L
Heparin : 500 ul/jam
Lain-lain : I.HD reguler 2x/minggu
Gangguan keseimbangan
2. DS : asam dan basa Resiko defisit nutrisi
Pasien mengatakan
merasa mual etelajh Asam lambung naik
sarapan
DO : Mual, muntah
1. 1. Pasien tampak lemas
2. 2. Frekuensi makan
Resiko difisit nutrisi
pasien setengah porsi
sehari
3. 3. Pasien mengataka
merasa mual saat setelah
PRIORITAS MASALAH
1. Hipervolemia
2. Resiko Defisit nutrisi
RENCANA KEPERAWATAN
P : lanjutkan intervensi
Hari/Tanggal Tanda tangan dan
Implementasi Evaluasi (SOAP)
Jam Nama Perawat
Senin/26 Mei 7. Menbimbang bb pasien pre HD 63,9 kg S:
2022, jam 13. 35 O:
wib
Jam 13.38 wib 3. BB post hd : 59.70 K
4. Pemeriksaan TTV post HD
8. Melakukan observasi TTv pasien TD :
Suhu/ T : 36,0 .0C
Jam 14.20 wib
136/77 mmhg, N: 87 Nadi/HR: 82 x/menit Nedya Cristyana
Jam 19.210 wib
Pernapasan/RR : 20 x/menit Axnes.S
9. Melakukaan prosedur HD\
Jam 19.23 wib
Tekanan Darah/B : 148/88 mmHg
10. Mengukur TD intra pasien 114/79 mmhg
A : Masalah teratasi sebagian
Jam 19.25 wib N: 86x/menit
P : Intervensi di hentikan
11. Mengukur tekanan darah Post HD 148/88
Jam 19.40 wib mmhg N : 82x/menit
12. Menimbang bb post HD 58,7kg
Hari/Tanggal Tanda tangan dan
Implementasi Evaluasi (SOAP)
Jam Nama Perawat
Kamis/26 Mei 4. Menimbang berat badan 61,7 kg S:
2022, jam 14.40 O:
wib
Jam 15. 30 wib 6. BB post hd : 59.50 Kg
5. Edukasi asupan nutrisi sesuai diet yang
7. UF Remove : 4100 cc
di anjurkan
8. Pasien masih tampak lemas
Jam 15.55 wib 6. Monitor asupan makanan jumlah
9. Frekuensi makan pasien masih sedikit Nedya Cristyana
frekuensi Axnes.S
10. Pasien tampak menegrti tentang edukasi nutrisi
bagi tubuh
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi di hentikan