Anda di halaman 1dari 50

LAPORAN PENDAHULUAN DIAGNOSA MEDIS CKD STAGE 5

ON HD DENGAN ANEMIA DI RUANG HEMODIALISA


STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II
RS UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA

Oleh:

KRISEVI HANDAYANI
2021-01-14901-037

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM PROFESI NERS
TAHUN 2022
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................i


KATA PENGANTAR ........................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................iii
BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Konsep Dasar..................................................................................................1
1.1.1 Pengertian.....................................................................................................1
1.1.2 Etiologi ........................................................................................................1
1.1.3 Manifestasi Klinik .......................................................................................2
1.1.4 Patofisiologi.................................................................................................2
1.1.5 Pemeriksaan Penunjang................................................................................5
1.1.6 Penatalaksanaan ..........................................................................................5
1.2 Konsep Dasar..................................................................................................13
1.2.1 Pengertian.....................................................................................................13
1.2.2 Anatomi Fisiologi.........................................................................................14
1.2.3 Etiologi.........................................................................................................17
1.2.4 Klasifikasi ....................................................................................................18
1.2.5 WOC ............................................................................................................19
1.2.6 Manifestasi Klinis .......................................................................................20
1.2.7 Komplikasi ..................................................................................................20
1.2.8 Pemeriksaan penunjang ...............................................................................20
1.2.9 Penatalaksanaan Medis ..............................................................................20
1.3 Manajemen Asuhan Keperawatan...................................................................22
1.3.1 Pengkajian Keperawatan..............................................................................22
1.3.2 Diagnosa Keperawatan.................................................................................23
1.3.3 Intervensi Keperawatan................................................................................24
1.3.4 Implementasi Keperawatan..........................................................................26
1.3.5 Evaluasi Keperawatan..................................................................................26

BAB 2 ASUHAN KEPERAWATAN


2.1 Pengkajian Keperawatan.................................................................................27
2.2 Diagnosa Keperawatan....................................................................................37
2.3 Intervensi Keperawatan...................................................................................38
2.4 Implementasi Keperawatan.............................................................................39
2.5 Evaluasi Keperawatan.....................................................................................39

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis adalah sebagai
kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan glomerulus
filtration rate (GFR) (Nahas & Levin,2010). CKD atau gagal ginjal kronis (GGK)
didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat,
progresif, irreversibel, dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam
mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi
uremia atau azotemia (Smeltzer, 2009).
Diabetes dan hipertensi baru-baru ini telah menjadi etiologi tersering terhadap
proporsi GGK di US yakni sebesar 34% dan 21% . Sedangkan glomerulonefritis
menjadi yang ketiga dengan 17%. Infeksi nefritis tubulointerstitial (pielonefritis kronik
atau nefropati refluks) dan penyakit ginjal polikistik masing-masing 3,4%.Proses
patologi umum yang menyebabkan kerusakan nefron, CKD, dan gagal ginjal. Tanpa
melihat penyebab awal, glomerulosklerosis dan inflamasi interstisial dan fibrosis adalah
ciri khas CKD dan menyebabkan penurunan fungsi ginjal (Copstead& banasik, 2010).
Data dari United States Renal Data System (USRDS) pada tahun 2014
menunjukan bahwa prevalensi kejadian CKD di Amerika Serikat meningkat setiap
tahunnya, tercatat sebanyak 2,7 juta jiwa pada tahun 2011 dan tercatat menjadi 2,8 juta
jiwa ditahun 2012. Prevalensi penyakit CKD di Indonesia pada tahun 2013 sebanyak
0,2% sedangkan di Jawa Tengah prevalensinya sebanyak 0,3% (Riskesdas, 2013).
Penyakit CKD sering tidak teridentifikasi sampai pada tahap 3 karena bersifat
asymptomatic atau tanpa gejala hingga tahap uremik akhir tercapai. Uremia adalah
sindrom atau gejala yang terkait dengan CKD. Adanya uremia tersebut akan
mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit, pengaturan dan fungsi endokrin
ginjal rusak, dan akumulasi produk sisa secara esensial memengaruhi setiap sistem
organ lain (Lemone, 2012; Black & Hawks, 2009).
Penyakit CKD akan mempengaruhi penurunan LFG dan fungsi ginjal memburuk
lebih lanjut, retensi natrium dan air biasa terjadi. Hal ini dapat menyebabkan resiko
edema dan hipertensi, pasien juga akan merasa cepat lelah, sesak nafas, dan nafsu
makan menurun. Penanganan pada pasien CKD tahap akhir dilakukan beberapa terapi
diantaranya yaitu terapi pengganti ginjal seperti transplantasi ginjal, dialisis peritoneal,
maupun hemodialisa (Lemone, 2012; Tanto, dkk, 2014; Black & Hawks, 2009).
Hemodialisa menjadi terapi pengganti ginjal utama disebagian besar negara di
dunia dengan prevalensi yang mencapai angka 2 juta tersebut. Pasien yang memilih
terapi pengganti ginjal HD harus memahami hal-hal penting seperti pembatasan asupan
cairan, hal ini mempunyai tujuan untuk mengurangi resiko edema dan komplikasi
kardiovaskuler. Komplikasi kardiovaskuler pada pasien HD akan meningkatkan angka
mortalitas dan morbiditas lebih dari 50%. Cairan yang dikonsumsi kedalam tubuh harus
sama jumlahnya dengan air yang keluar, maka jumlah asupan cairan harus dibatasi
sesuai dengan jumlah urine yang keluar pada hari sebelumnya ditambah dengan cairan
yang keluar melalui insensible water losses (IWL) (Setiati, dkk, 2014; Smeltzer & Bare,
2013).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan hasil pembahasan diatas “Bagaimana pelaksanaan asuhan
keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis Chronic Kidnedy Disease di ruang
Hemodialisa RS Universitas Airlangga mulai dari pengkajian, diagnosa, intervensi,
implementasi sampai dengan evaluasi keperawatan”?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan laporan ini adalah untuk memberikan asuhan
keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis Chronic Kidnedy Disease stage 5 di
ruang Hemodialisa dengan menggunakan proses keperawatan dari pengkajian sampai
dengan evaluasi keperawatan

.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mengidentifikasi pengkajian keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis
Chronic Kidnedy Disease di ruang Hemodialisa
1.3.2.2 Mengidentifikasi diagnosa keperawatan pada Ny. A dengan diagnosa medis
Chronic Kidnedy Disease di ruang Aster RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka
1.3.2.3 Mengidentifikasi intervensi keperawatan pada Ny. A dengan diagnosa medis
Chronic Kidnedy Disease di ruang Aster RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka
1.3.2.4 Mengidentifikasi implementasi keperawatan pada pada Ny. A dengan diagnosa
medis Chronic Kidnedy Disease di ruang Aster RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka
1.3.2.5 Mengidentifikasi evaluasi dari hasil implementasi keperawatan yang dilakukan
pada Pasien dengan diagnosa medis Chronic Kidnedy Disease di ruang
Hemodialisa RS.UNAIR

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Teoritis
Dapat menambah pengetahuan dan keterampilan bagi mahasiswa dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan Chronic Kidnedy Disease
1.4.1 Praktis
1.4.1.1 Bagi Mahasiswa Pelaksana
Diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi semua mahasiswa
tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan Chronic Kidnedy Disease dan
untuk memenuhi tugas Praktik Klinik Keperawatan Stase Keperawatan Medikal
Bedah (KMB)
1.4.2.1 Bagi Profesi
Dengan adanya asuhan keperawatan pada pasien dengan Chronic Kidnedy
Disease diharapkan dapat memberikan motivasi perawat untuk meningkatkan
mutu asuhankeperawatan secara konprehensif dengan pendekatan bio-psiko-
sosial-spiritual.
1.4.2.2 Bagi mahasiswa
Dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi semua mahasiswa tentang
asuhan keperawatan pada pasien dengan Chronic Kidnedy Disease dan untuk
memenuhi tugas dalam menempuh Praktik Klinik Keperawatan.
1.4.2.1 Bagi RSUD dr. Doris Sylvanus Palangkaraya
Sebagai dasar dalam pelayanan asuhan keperawatan pasien dengan Chronic
Kidnedy Disease dan dapat memberikan kontribusi dalam pemberian asuhan
keperawatan yang baik dan bermutu bagi pasien.
1.4.2.2 Bagi Institusi pendidikan
Dapat menambah wawasan mahasiswa tentang IPTEK terbaru. Gambaran
pelaksanaan asuhan keperawatan secara khusus pada kasus dengan perawatan
Chronic Kidnedy Disease.
1.4.2.3 Bagi Pasien
Bagi pasien diharapkan dapat lebih memahami bagaimana Chronic Kidnedy
Disease dan bagaimana tanda dan gejala yang muncul serta bagaimana cara
pencegahannya. Diharapkan pasien untuk lebih menjaga kesehatan serta
mendapatkan pengetahuan yang bertambah mengenai penyakit CKD.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit Chronic Kidney Disease


2.1.1 Pengertian
Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan penurunan fungsi ginjal progresif
yang ireversibel ketika ginjal tidak mampu mempertahankan keseimbangan metabolik,
cairan, dan elektrolit yang menyebabkan terjadinya uremia dan azotemia (Bsyhskki,
2012).
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah gangguan fungsi ginjal yang progresif dan
irreversible dimana ginjal gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan
cairan dan elektrolit, yang menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain
dalam darah). CKD ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversible pada
suatu derajat atau tingkatan yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap berupa
dialisis atau transplantasi ginjal (Smeltzer, 2010).
Chronic Kidney Disease (CKD) atau gagal ginjal kronik adalah suatu penyakit
dimana ginjal mengalami penurunan fungsi yang progresif dan ireversibel. The Kidney
Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) of The National Kidney Foundation
menyebutkan bahwa CKD adalah penyakit ginjal yang telah berlangsung selama lebih
dari 3 bulan dan penurunan LFG (Laju Filtrasi Glomerulus) sebanyak 60
ml/min/1.73m2 (Lewis, 2011).
2.1.2 Anatom Fisiologis
Manusia memiliki sepasang ginjal. Dua ginjal terletak pada dinding posterior
abdomen, diluar rongga peritoneum. Sisi medial setiap ginjal merupakan daerah
lekukan yang disebut hilum tempat lewatnya arteri dan vena renalis, cairan limfatik,
suplai saraf , dan ureter yang membawa urine akhir dari ginjal ke kandung kemih,
tempat urine disimpan hingga dikeluarkan. Ginjal dilengkapi oleh kapsul fibrosa yang
keras untuk melindungi struktur dalamnya yang rapuh.Posisi ginjal kanan sedikit lebih
rendah dari posisi ginjal kiri karena ginjal kanan tertekan oleh organ hati. Kedua ginjal
terletak di sekitar vertebra T12 hingga L3, sebagian dari bagian atas ginjal terlindungi
oleh iga ke sebelas dan dua belas.
Bentuk makroskopis ginjal pada orang dewasa, bentuknya seperti kacang
polong dengan ukuran panjang ginjal adalah sekitar 12 sampai 13 cm (4,7 hingga 5,1
inci), lebarnya 6 cm (2,4 inci), tebalnya 2,5 cm (1 inci), dan beratnya sekitar 125- 150
gram, kira-kira seukuran kepalan tangan. Masing-masing ginjal manusia terdiri dari
kurang lebih satu juta nefron, masing-masing mampu membentuk urine. Ginjal tidak
dapat membentuk nefron baru. Oleh karena itu, pada trauma ginjal, penyakit ginjal,
atau proses penuaan yang normal akan terjadi penurunan jumlah nefron secara
bertahap
Dibawah ini terdapat gambar tentang anatomi fisiologi ginjal

Gambar 1.1 Anatomi Ginjal

Bentuk makroskopis ginjal pada orang dewasa, bentuknya seperti kacang polong
dengan ukuran panjang ginjal adalah sekitar 12 sampai 13 cm (4,7 hingga 5,1 inci),
lebarnya 6 cm (2,4 inci), tebalnya 2,5 cm (1 inci), dan beratnya sekitar 125- 150 gram,
kira-kira seukuran kepalan tangan. Masing-masing ginjal manusia terdiri dari kurang
lebih satu juta nefron, masing-masing mampu membentuk urine. Ginjal tidak dapat
membentuk nefron baru. Oleh karena itu, pada trauma ginjal, penyakit ginjal, atau
proses penuaan yang normal akan terjadi penurunan jumlah nefron secara bertahap.
Setiap nefron terdiri dari glomerulus dan tubulus.
Pada manusia, ginjal merupakan salah satu organ yang memiliki fungsi vital yang
berfungsi untuk mengatur keseimbangan air dalam tubuh. Ginjal melakukan fungsinya
yang paling penting ini dengan cara menyaring plasma dan memisahkan zat filtrat
dengan kecepatan yang bervariasi, brgantung pada kebutuhan tubuh. Kemudian zat- zat
yang dibutuhkan oleh tubuh akan dikembalikan ke dalam darah dan yang tidak
dibutuhkan oleh tubuh akan dikeluarka melalui urine.
Proses pembentukan urine juga dilakukan oleh nefron yang merupakan bagian
dari ginjal. Proses pembentukan urine terjadi melalui tiga tahapan yaitu filtrasi di
glomerulus, reabsorpsi di tubulus dan eksresi di tubulus.
Dibawah ini adalah gambar sebuah nefron yang memperlihatkan struktur
glomerulus dan tubulus serta perannya dalam pembentukan urine.
Gambar 1.2 Nefron yang memperlihatkan struktur glomerulus dan tubulus
Pada saat cairan, darah, serta zat-zat masuk ke dalam ginjal, semua bahan-
bahan itu akan difiltrasi di dalam glomerulus dan selanjutnya akan mengalir ke dalam
kapsula bowman dan masuk ke tubulus proksimal yang terletak di dalam korteks
ginjal. Dari tubulus proksimal, cairan akan mengalir ke ansa henle yang masuk ke
dalam medula renal, cairan masuk ke makula densa dan kemudian ke tubulus distal,
dari tubulus distal cairan masuk ke tubulus renalis arkuatus dan tubulus koligentes
kortikal dan masuk ke duktus yang lebih besar yaitu duktus koligentes medula. Duktus
koligentes bergabung membentuk duktus yang lebih besar yang mengalir menuju
pelvis renal melalui papila renal. Dari pelvis renal, urine akan terdorong ke kandung
kemih melalui saluran ureter dan dikeluarkan melalui uretra.

2.1.3 Etiologi
Penyebab Chronic Kidney Disease (CKD) belum diketahui. Tetapi, beberapa
kondisi atau penyakit yang berhubungan dengan pembuluh darah atau struktur lain di
ginjal dapat mengarah ke CKD.
Penyebab yang paling sering muncul adalah:
2.1.3.1 Diabetes Melitus
Kadar gula darah yang tinggi dapat menyebabkan diabetes melitus. Jika kadar
gula darah mengalami kenaikan selama beberapa tahun, hal ini dapat menyebabkan
penurunan fungsi ginjal (WebMD, 2015)
2.1.3.2 Hipertensi
Tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol dapat menjadi penyebab penurunan
fungsi ginjal dan tekanan darah sering menjadi penyebab utama terjadinya CKD
(WebMD, 2015).
Kondisi lain yang dapat merusak ginjal dan menjadi penyebab CKD antara lain:
1. Penyakit ginjal dan infeksi, seperti penyakit ginjal yang disebabkan oleh kista
2. Memiliki arteri renal yang sempit.
3. Penggunaan obat dalam jangka waktu yang lama dapat merusak ginjal.
Seperti obat Non Steroid Anti Inflamation Drugs (NSAID), seperti Celecoxib
dan Ibuprofen dan juga penggunaan antibiotik (WebMD, 2015).
2.1.4 Klasifikasi
Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju Filtration
Glomerulus) dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73m dengan rumus Kockroft
Gault sebagai berikut :
1. Stadium 1: kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG
yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m 2) ada faktor resiko, tanda gejala nya
yaitu : sering merasa lelah, terdapat protein dalam urine (proteinuria) atau cedera
fisik pada ginjal (kebocoran pada ginjal.)
2. Stadium 2: Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60 -89
mL/menit/1,73 m2) tanda gejala nya yaitu : Protein dalam urine (proteinuria) atau
cedera fisik pada ginjal (kebocoran pada ginjal.)
3. Stadium 3: kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m 2) tanda gejala
nya yaitu : Pembengkakan di tangan dan kaki akibat cairan berlebih di tubu
(odem),Sakit punggung karena ginjal bengkak atau terjadi masalah kandung kemih,
perubahan frekuensi buang air keci, baik lebih seringa tau kurang dari biasanya,
tekanan darah tinggi (hipertensi), anemia karena kurangnya produksi sel darah
merah, dan penyakit tulang karena kandungan kalsium dan frostat di darah tidak
seimbang.
4. Stadium 4: kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m 2) tanda gejala
nya yaitu : Rasa logam di mulut karena penumpukan limbah dalam darah,
mengalami masalah saraf dan kesulitan berkonsentrasi, kahilangan nafsu makan
karena kadar urea meningkat dalam darah, kulit gatal dan kemerahan akibat kadar
hormone paratiroid terlalalu tinggi, mudah lelah karena kurangnya produksi sel
darah merah.
5. Stadium 5: kelainan ginjal dengan LFG < 15 mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal
terminal/akhir tanda gejalanya yaitu : kulit gatal dan kemerahan, nyeri otot, warna
kulit berubah, merasa mual dan muntah, jarang merasa lapar/ tidak nafsu makan,
pembengkakan pada mata, lengan dan kaki (edema), sulit bernafas dan mengalami
gangguan tidur seta nyeri punggung.
GFR glomerular filtration rate atau laju filtrasi glomerulus adalah laju rata-rata
penyaringan darah yang terjadi di glomerulur. GFR dapat menjadi indikator untuk
menentukan tingkat fungsi ginjal serta menentukan tingkat keparahan bagi penderita
penyakit ginjal.
Terdapat berbagai macam teknik untuk menghitung laju GFR seseorang, yang
paling mudah adalah dengan menggunakan kalkukator GFR yang telah tersedia dan
dapat diakses secara online. Namun untuk menghitung GFR,  diperlukan nilai kadar
kreatinin darah yang bisa didapatkan dengan pemeriksaan laboratorium darah, sehingga
penurunan fungsi ginjal dapat diketahui ketika pemeriksaan ditingkat pratama
dilakukan, dan tidak menunggu keputusan dokter spesialis. Menghitung laju GFR dapat
dilakukan dengan perhitungan  berikut :
GFR laki laki = (140 -  umur) x kgBB / (72 x serum kreatinin)
GFR perempuan = (140 -  umur)  x kgBB x 0,85 / (72 x serum kreatinin)
Cara perhitungan diatas relatif lebih mudah,  namun ada juga beberapa cara lain untuk
menghitung laju GFR. 
Nilai laju GFR dapat menentukan derajat gagal ginjal yang diderita seseorang. 
Gagal ginjal dibagi dua yaitu akut dan kronik.  Gagal ginjal akut terjadi secara tiba tiba
yang seringkali disebabkan dan dipicu oleh beberapa faktor misalnya kelaianan dasar
penyakit yang diderita,  dehidrasi,  dll.  Sedangkan gagal ginjal kronik merupakab
penurunan fungsi dan struktur ginjal yang terjadi secara perlahan (minimal 3
bulan). National Kidney Foundation telah membagi beberapa jenis gagal ginjal
berdasarkan nilai GFR nya,  yaitu : 
Normal
1. Stage 1 : terindikasi adanya kerusakan ginjal dengan nilai GFR normal (> 90)
2. Stage 2 : penurunan fungsi ginjal dengan GFR 60 -  89
3. Stage 3 : penurunan fungsi ginjal dengan GFR 30 -  59. Penurunan  tingkat
lanjut ini seringkali ditemui gejala anemia dan gangguan pada tulang akibat
kerusakan ginjal
4. Stage 4 : penurunan derajat berat dengan GFR 15 -  29. Upaya pengobatan untuk
mengurangi resiko komplikasi dan pencegahan ke arah kegagalan ginjal
5. Stage 5 (kegagalan ginjal)  : ginjal telah tak mampu lagi menjalankan fungsinya
dengan nilai GFR dibawah 15. Penanganan yang sesuai adalah transplantasi
ginjal atau hemodialisis rutin.

2.1.5 Patofisiologi
Patofisiologi CKD beragam, bergantung pada proses penyebab penyakit. Proses
patologi umum yang menyebabkan kerusakan nefron, CKD, dan gagal ginjal. Tanpa
melihat penyebab awal, glomerulosklerosis dan inflamasi interstisial dan fibrosis adalah
ciri khas CKD dan menyebabkan penurunan fungsi ginjal . Seluruh unit nefron secara
bertahap hancur. Pada tahap awal, saat nefron hilang , nefron fungsional yang masih ada
mengalami hipertrofi. Aliran kapiler glomerulus dan tekanan meningkat dalam nefron
ini dan lebih banyak pertikel zat terlarut disaring untuk mengkompensasi massa ginjal
yang hilang. Kebutuhan yang meningkat ini menyebabkan nefron yang masih ada
mengalami sklerosis (jaringan parut) glomerulus, menimbulkan kerusakan nefron pada
akhirnya. Proteinuria akibat kerusakan glomerulus di duga menjadi penyebab cedera
tubulus. Proses hilangnya nefron yang kontiunu ini terus berlangsung meskipun setelah
proses penyakit awal telah teratasi (Lemon, 2016).
Perjalanan CKD beragam, berkembang selama periodebulanan hingga tahunan.
Pada tahap awal, sering kali disebut penurunan cadangan ginjal, nefron yang tidak
terkena mengkompensasi nefron yang hilang. GFR sedikit turun dan pada pasien
asimtomatik disertai BUN dan kadar kreatin serum normal. Ketika penyakit
berkembang dan GFR turun lebih lanjut, hipertensi dan ebberapa manifestasi
insufisiensi ginjal dapat muncul. Serangan berikutnya pada ginjal di tahap ini (misalnya
infeksi, dehidrasi atau obstruksi saluran kemih) dapat menurunkan fungsi dan dapat
memicu awitan gagal ginjal atau uremia nyata lebih lanjut. Kadar serum kratinin dan
BUN naik secara tajam, pasien menjadi uliguria, dan manifestasi uremia muncul. Pada
ESRD, tahap akhir CKD, GFR kurang dari 10% normal dan terapi penggantian ginjal
diperlukan untuk mempertahankan hidup. (Lemon, 2016)
Patofosiologi berdasarkan penyebab menurut Lemon, 2016:
2.1.5.1 Nefropati diabetik
Peningkatan awal laju aliran glomerulus menyebabkan hiperfiltrasi dengan
akibat kerusakan glomerulus, penebalan dan sklerosis membran basalis glomerulus dan
glomerulus kerusakan bertahap nefron menyebabkan penurunan GFR
2.1.5.2 Nefrosklerosis hipertensi
Hipertensi jangka panjang menyebabkan skelrosis dan penyempitan arteriol
ginjal dan arteri kecil dengan akibat penurunan aliran darah yang menyebabkan iskemia,
kerusakan glomerulus, dan atrofi tubulus.
2.1.5.3 Glomerulonefritis kronik
Inflamasi interstisial kronik pada parenkim ginjal menyebabkan obstruksi dan
kerusakan tubulus dan kapiler yang mengelilinginya, memengaruhi filtrasi glomerulus
dan sekresi dan reabsorbsi tubulus,dengan kehilangan seluruh nefron secara bertahap.

2.1.5.4 Pielonefritis kronik


Infeksi kronik yang biasa dikaitkan dengan obstruksi atau reluks vesikoureter
menyebabkan jaringan parut dan deformitas kaliks dan pelvis ginjal, yang menyebabkan
refluks intrarenal dan nefropati
2.1.5.5 Penyakit ginjal polisistik
Kista bilateral multipel menekan jaringan ginjal yang merusak perfusi ginjal dan
menyebabkan iskemia, remodeling vaskular ginjal, dan pelepasan mediator inflamasi,
yang merusak dan menghancurkan jaringan ginjal normal.
2.1.5.6 Eritematosa lupus kompleks
Kompleks imun terbentuk di membaran basalis kapiler yang menyebabkan
inflamasi dan sklerosis dengan glomerulonefritis fokal, lokal, atau difus
WOC CHRONIC KIDNEY
DISEASE
WOC HEMODIALISA
2.1.6 Manifestasi Klinis (Tanda dan Gejala)
Menurut Smeltzer dan Bare (2014), tanda dan gejala klien gagal ginjal kronis
adalah sebagai berikut :
2.1.6.1 Manifestasi kardiovaskuler, mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan
natrium dari aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron), pitting edema (kaki,
tangan, sakrum), pembesaran vena leher.
2.1.6.2 Manifestasi dermatologi, warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik,
pruritus, ekimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
2.1.6.3 Manifestasi Pulmoner, krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal,
pernapasan Kussmaul.
2.1.6.4 Manifestasi Gastrointestinal, pendarahan pada mulut, anoreksia, mual,muntah,
konstipasi dan diare, pendarahan saluran gastrointestinal
2.1.6.5 Manifestasi Neurologi, kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang,
kelemahan tungkai, panas pada telapak kaki, perubahan perilaku.
2.1.6.6 Manifestasi Muskuloskeletal, kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur
tulang, foot drop.
2.1.6.7 Manifestasi Reproduktif, amenore dan atrofi testikuler.

2.1.7 Komplikasi
2.1.7.1 Hiperkalemia akibat penurunana ekskresi, asidosis metabolic, katabolisme dan
masukan diet berlebih.
2.1.7.2 Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat
2.1.7.3 Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system rennin-
angiotensin-aldosteron
2.1.7.4 Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah,
perdarahan gastrointestinal akibat iritasi toksin dna kehilangan drah selama
hemodialisa
2.1.7.5 Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar kalsium
serum yang rendah dan metabolisme vitamin D abnormal.
2.1.7.6 Asidosis metabolic
2.1.7.7 Osteodistropi ginjal
2.1.7.8 Sepsis
2.1.7.9 Neuropati perifer
2.1.7.10 Hiperuremia

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang


2.1.8.1 Pemeriksaan Laboratorium
1) Laboratorium darah : BUN, Kreatinin, elektrolit (Na, K, Ca, Phospat), Hematologi
Hb normal (laki- laki : 14-118 g/dl, perempuan 12-16 g/dl), trombosit nilai normal
(150.000-450.000), Ht, Leukosit nilai normal (3.500-10.500 per mikroliter), protein,
antibody (nilai normal pada Wanita 46-50 dan 60 gram pada pria)
2) Pemeriksaan Urin : Warna, PH, BJ, kekeruhan, volume, glukosa, protein, sedimen,
SDM, keton, SDP, TKK/CCT
2.1.8.2 Pemeriksaan EKG : Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda
perikarditis, aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia)
2.1.8.3 Pemeriksaan USG : Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal,
kepadatan parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal, kandung
kemih serta prostate
2.1.8.4 Pemeriksaan Radiologi : Renogram, Intravenous Pyelography, Retrograde
Pyelography, Renal Aretriografi dan Venografi, CT Scan, MRI, Renal Biopsi,
pemeriksaan rontgen dada, pemeriksaan rontgen tulang, foto polos abdomen

2.1.9 Penatalaksanaan Medis


Menurut Muttaqin (2011:173), tujuan utama penatalaksanaan pasien GGK adalah
untuk mempertahankan fungsi ginjal yang tersisa dan homeostasis tubuh selama
mungkin serta mencegah atau mengobati komplikasi. Ada beberapa penatalaksaan pada
pasien dengan gagal ginjal kronis diantaranya adalah :
2.1.9.1 Terapi Konservatif
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara
progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia,
memperbaiki metabolisme secara optimal, dan memelihara keseimbangan cairan
elektrolit. Beberapa tindakan konservatif yang dapat dilakukan dengan pengaturan diet
pada pasien gagal ginjal kronis.
1) Diet Rendah
Protein Asupan rendah protein mengurangi beban ekskresi ginjal sehingga
menurunkan hiperfiltrasi glomerulus, tekanan intraglomerulus, dan cedera sekunder
pada nefron intak.
2) Kebutuhan jumlah kalori
Kebutuhan jumlah kalori untuk gagal ginjal kronik harus adekuat dengan tujuan
utama yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen, memelihara status nutrisi
dan memelihara status gizi.
3) Kebutuhan cairan
Asupan cairan pada gagal ginjal kronik membutuhkan regulasi yang hati-hati
dalam gagal ginjal lanjut. Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat
supaya jumlah diuresis mencapai 2 L per hari.
4) Kebutuhan elektrolit dan mineral
Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari LFG
dan penyakit ginjal dasar.

2.1.9.2 Terapi Simtomatik


1) Asidosis metabolik
Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium
(hiperkalemia). Terapi diet rendah kalium dengan tidak mengkonsumsi obat-obatan atau
makanan yang mengandung kalium tinggi. Jumlah yang diperbolehkan dalam diet
adalah 40 hingga 80 mEq/hari. Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik
dapat diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera
diberikan intravena bila pH ≤ 7,35 atau serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L. 21 2) Anemia
Terapi pemberian transfusi darah dapat diberikan misalnya dengan Paked Red Cell
(PRC). Terapi pemberian transfusi darah harus hati-hati karena dapat menyebabkan
kematian mendadak.
2) Keluhan Gastrointestinal
Keluhan gastrointestinal yang meliputi ulserasi saluran pencernaan, perdarahan,
anoreksi, cegukan, mual dan muntah merupakan keluhan tersering pada pasien gagal
ginjal kronik. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan
obat-obatan simtomatik.

3) Keluhan lainnya
Terapi pada keluhan kulit, hipertensi, dan sistem kardiovaskular tergantung dari
jenisnya. Pada kelainan neuromuskular, beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan
yaitu terapi hemodialisis reguler yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal
paratiroidektomi.

2.1.9.3 Terapi Pengganti Ginjal


1) Transplantasi Ginjal
Terapi penggantian ginjal yang melibatkan pencangkokan ginjal dari orang
hidup atau mati kepada orang yang membutuhkan. Transplantasi ginjal menjadi terapi
pilihan untuk sebagian besar pasien dengan gagal ginjal dan penyakit ginjal stadium
akhir.
2) Dialisis Peritoneal
Dialisis peritoneal adalah suatu proses untuk mengeluarkan zat-zat yang
menumpuk di dalam darah seperti ureum, kreatinin, fosfat, kalium, air dan lain-lain
akibat kegagalan fungsi ginjal. Penumpukan zat-zat tersebut dalam darah dikeluarkan ke
dalam cairan dialisat yang berada di dalam rongga peritoneum. Prinsip fisiologi dari
dialisis peritoneal berdasarkan pada pertukaran solut dan air antara darah dan cairan
dialisat dengan cara difusi dan ultrafiltrasi. Pertukaran solut dan air tersebut melalui
membran semipermeabel, dalam hal ini selaput peritoneum berperan sebagai membran
semipermeabel. Indikasi utama dilakukan dialisis peritoneal akut adalah gagal ginjal
akut, awal dialisis pada penderita dengan gagal ginjal terminal, pada penderita dengan
intoksikasi obatobatan atau kasus keracunan lainnya.
3) Hemodialisis
Hemodialisis adalah proses pembersihan darah oleh akumulasi sampah buangan.
Hemodialisis digunakan bagi pasien dengan tahap akhir gagal ginjal atau pasien
berpenyakit akut yang membutuhkan dialisis waktu singkat. Penderita gagal ginjal
kronis, hemodialisis akan mencegah kematian. Hemodialisis tidak menyembuhkan atau
memulihkan penyakit ginjal dan tidak mampu mengimbangi hilangnya aktivitas
metabolik atau endokrin yang dilaksanakan ginjal dan dampak dari gagal ginjal serta
terapinya terhadap kualitas hidup pasien. Terapi hemodialisis mempunyai beberapa
tujuan. Tujuan tersebut diantaranya adalah menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi
ekskresi (membuang sisa-sisa metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan
sisa metabolisme yang lain), menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan
tubuh yang seharusnya dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat, meningkatkan kualitas
hidup pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal serta menggantikan fungsi ginjal
sambil menunggu program pengobatan yang lain.

2.2 Konsep Hemodialisa


2.2.1 Pengertian
Hemodialisis adalah suatu teknologi tinggi sebagai terapi pengganti fungsi ginjal
untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari peredaran darah
manusia seperti air, natrium, kalium, hidrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat
lain melalui membrane semi permeabel sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada
ginjal buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis dan ultrafiltrasi (Rendi, 2012).
Hemodialisis adalah proses dimana darah penderita dialirkan untuk dilakukan
pemisahan (penyaringan) sisa-sisa metabolisme melalui selaput permeabel dalam ginjal
buatan dengan bantuan mesin hemodialisis. Darah yang sudah bersih dipompakan
kembali kedalam tubuh selama tindakan dialisis darah pasien berada pada suatu sisi
membran didalam kompartemen darah. Dialisat pada sisi yang lain, yaitu pada
kompartemen dialisat. Dialisat dan darah tidak akan bercampur kecuali membran bocor
atau rusak (Kristiana, 2011).
2.2.2 Mekanisme HD
Dalam hemodialisa limbah dan kelenihan cairan dihilangkan dengan
menggunakan filter eksternal yang disebut dialyzer, yang mengandung membran
semipermeable. Pemisahan limbah dilakukan dengan menciptakan gradien aliran
berlawanan arus, dimana aliran darah dalam satu arah dan cairan dialisat berada di arah
yang berlawanan. Dialisis peritoneum mengguanakan peritoneum sebagai membrane
semipermeabel alami dan menghilangkan limbah dan air ke dalam dialisat (bahan atau
cairan yang melewati membrane dialisis).
Prinsip darasar yang terlibat dalam dialysis adalah pergerakan tau difusi partikel
terlarut melintasi membrane semipermeabel (difusi). Produk limbah metabolism, seperti
urea dan kereatinin, menyebar gradien konsentrasi dari sirkulasi ke dialisat (natrium
bikarbonat (NaHCO3), natrium klorida (NaCl), konsentrat asam, dan air deionisasi). Di
sini, arteri membawa darah beroksigen dari jantung terhubung ke vena yang membentuk
pirau arteriovenous, yang membuat vena kuat (dengan membentuk otot-otot) di
sekitarnya seperti arteri) cukup untuk di tusuk berkali-kali.

2.2.3 Epidemiologi
Hemodialisis di Indonesia mulai tahun 1970 dan sampai sekarang telah dapat
dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik
danpanjang umur yang tertinggi sampai sekarang 14 tahun.Indonesia termasuk Negara
dengantingkat penderita gagal ginjal yang cukup tinggi.Saat ini jumlah penderita gagal
ginjalmencapai 4500 orang. Dari jumlah itu banyak penderita yang meninggal dunia
akibat tidakmampu berobat atau cuci darah (hemodialisis) karena biaya yang sangat
mahal.

2.2.3 Etiologi
Hemodialisa dilakukan kerena pasien menderita gagal ginjal akut dan kronik akibat
dari : azotemia, simtomatis berupa enselfalopati, perikarditis, uremia, hiperkalemia
berat, kelebihan cairan yang tidak responsive dengan diuretic, asidosis yang tidak bisa
diatasi, batu ginjal, dan sindrom hepatorenal.
2.2.4 Patofisiologi
Ginjal adalah organ penting bagi hidup manusia yang mempunyai fungsi utama
untuk menyaring / membersihkan darah. Gangguan pada ginjal bisa terjadi karena sebab
primer ataupun sebab sekunder dari penyakit lain. Gangguan pada ginjal dapat
menyebabkan terjadinya gagal ginjal atau kegagalan fungsi ginjal dalam menyaring /
membersihkan darah. Penyebab gagal ginjal dapat dibedakan menjadi gagal ginjal akut
maupun gagal ginjal kronik. Dialisis merupakan salah satu modalitas pada penanganan
pasien dengan gagal ginjal, namun tidak semua gagal ginjal memerlukan dialisis.
Dialisis sering tidak diperlukan pada pasien dengan gagal ginjal akut yang tidak
terkomplikasi, atau bisa juga dilakukan hanya untuk indikasi tunggal seperti
hiperkalemia. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan sebelum melalui hemodialisis
pada pasien gagal ginjal kronik terdiri dari keadaan penyakit penyerta dan kebiasaan
pasien. Waktu untuk terapi ditentukan oleh kadar kimia serum dan gejala-
gejala.Hemodialisis biasanya dimulai ketika bersihan kreatin menurun dibawah 10
ml/mnt, yang biasanya sebanding dengan kadar kreatinin serum 8-10 mge/dL namun
demikian yang lebih penting dari nilai laboratorium absolut adalah terdapatnya gejala-
gejala uremia.

2.2.5 Tujuan
Menurut Havens dan Terra (2005) tujuan dari pengobatan hemodialisa antara lain :
2.2.5.1 Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu membuang sisa-sisa
metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang
lain.
2.2.5.2 Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya
dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat.
2.2.5.3 Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal.
2.2.5.4 Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan yang lain.
2.2.6 Prinsip HD
Ada 3 prinsip dasar dalam HD yang bekerja pada saat yang sama yaitu :
2.2.6.1 Proses Difusi
Merupakan proses berpindahnya suatu zat terlarut yang disebabkan karena
adanya perbedaan konsentrasi zat-zat terlarut dalam darah dan dialisat. Perpindahan
molekul terjadi dari zat yang berkonsentrasi tinggi ke yang berkonsentrasi lebih rendah.
Pada HD pergerakan molekul/zat ini melalui suatu membrane semi permeable yang
membatasi kompartemen darah dan kompartemen dialisat.
2.2.6.2 Proses Ultrafiltrasi
Berpindahnya zat pelarut (air) melalui membrane semi permeable akibat
perbedaan tekanan hidrostatik pada kompartemen darah dan kompartemen dialisat.
Tekanan hidrostatik /ultrafiltrasi adalah yang memaksa air keluar dari kompartemen
darah ke kompartemen dialisat. Besar tekanan ini ditentukan oleh tekanan positif dalam
kompartemen darah (positive pressure) dan tekanan negatif dalam kompartemen dialisat
(negative pressure) yang disebut TMP (trans membrane pressure) dalam mmHg.
2.2.6.3 Proses Osmosis
Berpindahnya air karena tenaga kimiawi yang terjadi karena adanya perbedaan
tekanan osmotic (osmolalitas) darah dan dialisat. 9 Proses osmosis ini lebih banyak
ditemukan pada peritoneal dialysis (Haryati, 2010)

2.2.7 Indikasi HD
Pada umumya indikasi dari terapi hemodialisa pada penyakit ginjal kronis adalah
laju filtrasi glomerulus (LFG) sudah kurang dari 5 mL/menit, sehingga dialisis dianggap
baru perlu dimulai bila dijumpai salah satu dari hal tersebut dibawah (Sylvia & Wilson,
2015):
2.2.7.1 Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata
2.2.7.2 K serum > 6 mEq/L
2.2.7.3 Ureum darah > 200 mg/Dl
2.2.7.4 pH darah < 7,1
2.2.7.5 Anuria berkepanjangan ( > 5 hari )
2.2.7.6 Fluid overloaded
2.2.8 Kontraindikasi
Menurut PERNEFRI (2013), kontraindikasi dari hemodialisa adalah tidak
mungkin didapatkan akses vaskuler pada hemodialisa, akses vaskuler sulit, instabilitas
hemodinamik dan koagulasi. Kontra indikasi hemodialisa yang lain diantaranya adalah
penyakit alzheimer, demensia multi infark, sindrom hepatorenal, sirosis hati lanjut
dengan ensefalopati dan keganasan lanjut.

2.2.8 Komplikasi
Komplikasi dibagi menjadi 2, yaitu :
2.2.9.1 Komplikasi Akut
Komplikasi akut hemodialisis adalah komplikasi yang terjadi selama
hemodialisis berlangsung. Komplikasi yang sering terjadi diantaranya adalah hipotensi,
kram otot, mual dan muntah, sakit kepala, sakit dada, sakit punggung, gatal, demam,
dan menggigil.
2.2.9.2 Komplikasi Kronik
Komplikasi kronik yang terjadi pada responden hemodialisis yaitu penyakit
jantung, malnutrisi, hipertensi/volume excess, anemia, Renal osteodystrophy,
Neurophaty,disfungsi reproduksi, komplikasi pada akses, gangguan perdarahan, infeksi,
amiloidosis, dan Acquired cystic kidney disease (Mahmudah, 2013)

2.3 Manajemen Keperawatan Chronic Kidney Disease


2.3.1 Pengkajian
1. Identitas Pasien
Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan,
pekerjaan, pendapatan, alamat, dan nomor register.
2. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
2) Riwayat kesehatan masa lalu biasanya berhubungan dengan masalah kesehatan
klien sekarang.
3. Pemeriksaan Fisik
1) B1 (Breathing)
Pada pemeriksaan pada sistem pernafasan di dapatkan hasil pernafasan kussmaul
(cepat dan dangkal), paroksismal nokturnal dyspnea (+), batuk produktif dengan frotty
sputum bila terjadi edema pulmonal.
2) B2 (Blood)
Didapatkan hasil dari pemeriksaan ini yaitu riwayat hipertensi lama atau berat,
palpitasi, nyeri dada, peningkatan JVP, tachycardia, hipotensi orthostatic, friction rub
3) B3 (Brain)
Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot, kejang, kebas, kesemutan, gangguan
status mental,penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan
memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, koma
4) B4 (Bladder)
Adanya penurunan frekuensi urin, oliguri, anuri, perubahan warna urin, urin pekat
warna merah/coklat, berawan, diare, konstipasi, abdomen kembung
5) B5 (Bowel)
Pada pemeriksaan ini didaptkan hasil peningkatan BB karena edema, penurunan
BB karena malnutrisi, anoreksia, mual, muntah, rasa logam pada mulut, asites,
penurunan otot, penurunan lemak subkutan
6) B6 (Bone)
Kelelahan, kelemahan, malaise, gangguan tidur, kelemahan otot dan tonus,
penurunan ROM
2.3.2 Diagnosa Keperawatan
2.3.2.1 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi-
perfusi
2.3.2.2 Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi
hemoglobin
2.3.2.3 Penurun curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi jantung
2.3.2.4 Risiko cedera berhubungan dengan ketidaknormalan profil darah
2.3.2.5 Hipervolemia berhubungan dengan kelebihan asupan cairan
2.3.2.6 Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien
2.3.2.7 Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kekurangan/kelebihan volume
cairan.
2.3.3 Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Rencana Keperawatan (SIKI)
. Keperawatan (SDKI) Tujuan (SLKI) Intervensi (SIKI)
1 Gangguan pertukaran Pertukaran Gas (L.01003 hal.94) Pemantauan Respirasi (I.01014 hal.247)
gas berhubungan Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama Observasi :
dengan 1x4 jam diharapkan pertukaran gas kembali 1. Monitor frekuensi,irama, kedalaman dan upaya
ketidakseimbangan normal dengan kriteria hasil : nafas
ventilasi-perfusi 1. Tingkat kesadaran meningkat (Skor 5) 2. Monitor pola nafas (seperti
(D.0003 hal.22) 2. Dispnea menurun (Skor 5) bradypnea,takipnea,hiperventilasi, kussmaul,
3. Bunyi nafas tambahan menurun (Skor 5) Cheyne-stokes, biot, ataksik)
4. Pusing menurun (Skor 5) 3. Monitor kemampuan batuk efektif
5. Penglihatan kabur menurun (Skor 5) 4. Monitor adanya produksi sputum
6. Gelisah menurun (Skor 5) 5. Monitor adanya sumbatan jalan nafas
7. Nafas cuping hidung menurun (Skor 5) 6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
8. PCO2 membaik (Skor 5) 7. Auskultasi bunyi nafas
9. PO2 membaik (Skor 5) Terapeutik :
1. Atur interval pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi :
1.Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

2 Perfusi perifer tidak Perawatan Sirkulasi (I.02079 hal.345) Perawatan Sirkulasi (I.02079 hal.345)
efektif berhubungan Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama Observasi :
dengan penurunan 1x4 jam diharapkan perfusi perifer kembali 1. Periksa sirkulasi perifer (mis.nadi perifer,
konsentrasi hemoglobin efektif dengan kriteria hasil : edema, pengisian kapiler, warna, suhu, ankle-
(D.0009 hal.37) 1. Denyut nadi perifer meningkat ( Skor 5) brachiali index)
2. Penyembuhan luka meningkat (Skor 5) 2. Identifikasi factor risiko gangguan sirkulasi
3. Sensasi meningkat (Skor 5) (mis.diabetes,perokok,orang tua, hipertensi dan
4. Warna kulit pucat menurun (Skor 5) kadar kolesterol tinggi)
5. Edema perifer menurun (Skor 5) 3. Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak
6. Nyeri ekstremitas menurun (Skor 5) pada ekstremitas
7. Kelemahan otot menurun (Skor 5) Terapeutik :
8. Parastesia menurun (Skor 5) 1. Hindari pemasangan infus atau pengambilan
darah di area keterbatasan
2. Hindari pengukuran tekanan darah pada
ekstremitas dengan keterbatasan perfusi
3. Hindari penekanan dan pemasangan tourniquet
pada area yang cedera
4. Lakukan pencegahan infeksi
5. Lakukan perawatan kaki dan kuku
6. Lakukan hidrasi
Edukasi :
1. Anjurkan berhenti merokok
2. Anjurkan berolahraga rutin
3. Anjurkan mengecek air mandi untuk
menghindari kulit terbakar
4. Anjurkan minum obat pengontrol tekanan dara
secara teratur
5. Anjurkan menghindari penggunaan obat
penyekat beta
6. Anjurkan program rehabilitasi vascular
7. Anjurkan melakukan perawatan kulit yang
tepat

3 Penurunan curah Curah Jantung (L.02008 hal.20) Perawatan Jantung (I.02075 hal.317)
jantung berhubungan Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama Observasi :
dengan perubahan 1x4 jam diharapkan curah jantung kembali 1.Monitor tekanan darah
frekuensi jantung normal dengan kriteria hasil : 2. Monitor intake dan output cairan
(D.0008 hal.34) 1. Lelah menurun (Skor 5) 3. Monitor saturasi oksigen
2. Edema menurun (Skor 5) 4. Monitor nilai laboratorium jantung
3. Dispnea menurun (Skor 5) (mis.elektrolit, enzim jantung, BNP, NTpro-BNP)
4. Pucat menurun (Skor 5) Terapeutik :
5. Tekanan darah cukup membaik (Skor 4) 1. Posisikan pasien semi-fowler atau fowler
6. Capillary refill time (CRT) membaik dengan kaki ke bawah atau posisi nyaman
(Skor 5) 2. Fasilitasi pasien dan keluarga untuk modifikasi
gaya hidup sehat
3. Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi
stress, jika perlu
4. Berikan oksigen untuk mempertahankan
saturasi oksigen >94%
Edukasi :
1.Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi
2. Anjurkan pasien dan keluarga mengukur intake
dan output cairan harian

4. Risiko cedera Tingkat Cedera (l.14136 hal.135) Pencegahan Cedera (I.14537 hal.275)
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama Observasi :
berhubungan dengan
1x4 jam diharapkan risiko cedera dapat 1. Identifikasi area lingkungan yang berpotensi
ketidaknormalan profil menurun dengan kriteria hasil : menyebabkan cedera
1.Toleransi aktivitas meningkat (Skor 5) 2. Identifikasi obat yang berpotensi menyebabkan
darah (D.0136 hal.294) 2. Nafsu makan meningkat (Skor 5) cedera
3. Toleransi makanan meningkat (Skor 5) 3. Identifikasi kesesuaian alas kaki atau stoking
4. Kejadian cedera menurun (Skor 5) elastis pada ekstremitas bawah
5. Luka/lecet menurun (Skor 5)
6. Ketegangan otot menurun (Skor 5) Terapeutik :
7. Fraktur menurun (Skor 5) 1. Sediakan pencahayaan yang memadai
8. Perdarahan menurun (Skor 5) 2. Gunakan lampu tidur
3. Sosialisasikan pasien dan keluarga dengan
lingkungan ruang rawat (mis.penggunaan telepon,
tempat tidur, penerangan ruangan, dan lokasi
kamar mandi)
4. Gunakan alas lantai jika berisiko mengalami
cedera serius
5. Sediakan alas kaki antislip
6. Sediakan pispot atau urinal untuk eliminasi
ditempat tidur, jika perlu
7. Pastikan bel panggilan atau telepon mudah
dijangkau
8. Pertahankan posisi tempat tidur diposisi
terendah saat digunakan
Edukasi
1. Jelaskan alasan intervensi pencegahan jatuh ke
pasien dan keluarga
2. Anjurkan berganti posisi secara perlahan dan
duduk selama beberapa menit sebelum berdiri

5. Hipervolemia Keseimbangan Cairan (L.05020 hal.41) Manajemen Hipervolemia (I.03114 hal.181)


Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama Observasi :
berhubungan dengan
kelebihan asupan cairan 1x4 jam diharapkan volume cairan kembali 1.Periksa tanda dan gejala hipervolemia
normal dengan kriteria hasil : (mis.ortopnea, dipsnea, edema, JVP/CVP
(D.0022 hal 62)
1. Asupan nutrisi meningkat (Skor 5) meningkat , refleks hepatojugular positif, suara
2. Keluaran urin meningkat (Skor 5) nafas tambahan)
3. Kelembaban membran mukosa meningkat 2. Identifikasi penyebab hipervolemia
(Skor 5) 3. Monitor status hemodinamik (mis.frekuensi
4. Asupan makanan meningkat (Skor 5) jantung, tekanan darah,
5. Edema menurun (Skor 5) MAP,CVP,PAP,PCWP,CO,CI) jika tersedia
6. Dehidrasi menurun (Skor 5) 4. Monitor intake dan ouput cairan
7. Asites menurun (Skor 5) 5. Monitor tanda hemokonsentrasi
8. Tekanan darah membaik (Skor 5) 6. Monitor tanda peningkatan tekanan onkotik
9. Denyut nadi radial membaik (Skor 5) plasma (mis.kadar protein dan albumin
10. Turgor kulit membaik (Skor 5) meningkat)
7. Monitor kecepatan infus secara ketat

Terapeutik :
1. Timbang berat badan setiap hari pada waktu
yang sama
2. Batasi asupan cairan dan garam
3. Tinggikan kepala tempat tidur 30-400

Edukasi
1. Anjurkan melapor jika haluaran urin <0,5
mL/kg/jam dalam 6 jam
2. Anjurkan melapor jika BB bertambah >1 kg
dalm sehari
3. Ajarkan cara membatasi cairan
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian diuretic
2. Kolaborasi pemberian kehilangan kalium
akibat diuretic

6. Defisit nutrisi Status Nutrisi (L.03030 hal.121) Promosi Berat Badan (I.03136 hal.358) dan
berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama Manajemen Nutrisi (I.031119 hal.200)
ketidakmampuan 1x4 jam diharapkan status nutrisi adekuat Observasi :
mengabsorbsi nutrien dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi kemungkinan penyebab BB
1. Porsi makanan yang dihabiskan kurang
meningkat (Skor 5) 2. Identifikasi status nutrisi
2. Kekuatan otot pengunyah meningkat 3. Monitor adanya mual dan muntah
(Skor 5) 4. Monitor jumlah kalori yang dikonsumsi
3. Kekuatan otot menelan meningkat sehari-hari
(Skor 5) 5. Monitor berat badan
4. Serum albumin meningkat (Skor 5) 6. Monitor albumin, limfosit,dan elektrolit
5. Verbalisasi keinginan untuk serum
meningkatkan nutrisi meningkat (Skor
5) Terapeutik :
6. Nyeri abdomen menurun (Skor 5) 1. Berikan perawatan mulut sebelum
7. Berat badan membaik (Skor 5) pemberian makan, jika perlu
8. Indeks massa tubuh (IMT) membaik 2. Sediakan makanan yang tepat sesuai kondisi
(Skor 5) pasien (mis.makanan dengan tekstur halus
9. Nafsu makan membaik (Skor 5) makanan yang diblender, makanan cair yang
diberikan melalui NGT atau gastrostomy, total
perenteral nutrition sesuai indikasi
3. Hidangkan makanan secara menari
4. Berikan suplemen, jika perlu
5. Berikan pujian pada pasien/keluarga untuk
peningkatan yang dicapai

Edukasi :
1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum
makan (mis.pereda nyeri,antiemetic), jika perlu
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien yang
dibutuhkan jika perlu
7. Gangguan integritas Integritasi Kulit dan jaringan (L.14125 Perawatan Luka (I.14564 halm 316)
Hal. 33) Observasi :
kulit berhubungan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1. Identifikasi gangguan integritas kulit
dengan 1x4 jam diharapkan integritasi kulit dan (mis.perubahan sirkulasi , perubahan status
jaringan teratasi dengan kriteria hasil : nutrisi, penurunan kelembaban, suhu lingkungan
kekurangan/kelebihan
1. Elastisitas meningkat (Skor 5) esktrem, penurunan mobilitas)
volume cairan (D.0129 2. Perfusi jaringan meningkat (Skor 5)
3. Tekstur membaik (Skor 5) Terapeutik :
hal. 282)
4. Kerusakan lapisan kulit menurun (Skor 5) 1.Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
5. Shu kulit membaik (Skor 5) 2. Gunakan produk berbahan petroleum atau
minyak pada kulit kering
3. Gunakan produk berbahan ringan/alami dan
hipoalergik pada kulit sensitive
4. Hindari produk berbahan dasar alcohol pada
kulit kering

Edukasi :
1.Anjurkan menggunakan pelembab (mis.lotion,
serum)
2. Anjurkan minum air yang cukup
3. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
4. Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur
5. Anjurkan menghindari terpapar suhu
ekstrem
2.3.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah suatu perencanaan dimasukkan dalam tindakan, selama
fase implementasi ini merupakan fase kerja aktual dari proses keperawatan. Rangkaian
rencana yang telah disusun harus diwujudkan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan.
Pelaksanaan dapat dilakukan oleh perawat yang bertugas merawat klien tersebut atau
perawat lain dengan cara didelegasikan pada saat pelaksanaan kegiatan maka perawat
harus menyesuaikan rencana yang telah dibuat sesuai dengan kondisi klien maka
validasi kembali tentang keadaan klien perlu dilakukan sebelumnya.

2.3.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses perawatan untuk mengukur
keberhasilan dari rencana perawatan dalam memenuhi kebutuhan klien  Bila masalah
tidak dipecahkan atau timbul masalah baru, maka perawat harus berusaha untuk
mengurangi atau mengatasi beban masalah dengan meninjau kembali rencana
perawatan dengan menyesuaikan kembali terhadap keadaan masalah yang ada.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Mahasiswa : Nedya Cristyana Axnes Sibagariang


NIM : 2021-01-14901-045
Ruang Praktek : Hemodialisa
Tanggal Praktek : 23 Mei 2022
Tanggal & Jam Pengkajian : 23 Mei 2022

I. PENGKAJIAN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn.D
Umur : 76 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Pensiunan
Pendidikan : S1
Status Perkawinan : Duda
Alamat : Jl. Ploso baru No 83
Tgl MRS : 23 Mei 2022
Diagnosa Medis : ESRD ON HD

B. RIWAYAT KESEHATAN /PERAWATAN PRE HD


1. Keluhan Utama /Alasan HD :
Pasien mengatakan kadang merasa mual
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pada tanggal 23 Mei 2022 pukul 8.00 WIB pasien datang ke rumah sakit di
antar oleh anak nya untuk melakukan cuci darah rutin setiap seminggu 2 kali,
saat di periksa didapatkan hasil TTV, TD : 136/77 mmHg, N: 87x/m, S:36,0°C,
RR : 20x/m.
3. Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi) :
Pasien mengatakan memiliki riwayat penyakit Diabetes militus kurang
lebih 5 tahun yang lalu, dan CKD kurang lebih 6 bulan.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit keturunan

GENOGRAM KELUARGA :
KETERANGAN:
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien
: Meninggal
: Tinggal serumah

C. PEMERIKASAAN FISIK
1. B1 (Breathing) : RR : 20x/menit Spo2 : 98% tidak ada suara nafas
tambahan, pasien tidak menggunakan alat bantu nafas
B2 (Blod) :TD : 136/77mmhg N: 87x/menit CRT : >2 detiik
B3 (Brain) : Kesadaran pasien Compos mentis E: 4 V :5 E: 6 = 15
B4 (Bladder) :Edema skala 2 di kedua kaki, BAK 2x/24 jam kurang lebih
200 ml.
B5 (Bowel) : Mual setelah sarapan, Makan setengah porsi sehari, BB
sekarang : 63,9 kg, BB terakhir : 59,75 kg,
IWL : 150-4100 = -350,
GFR : (140-76)x63,9/(72x10.87) = -588,46
B6 (Integumen) : Suhu : 36,00C, perut terasa kembung.
2. Tanda-tanda Vital :
a. Suhu/T : 36,00C  Axilla  Rektal  Oral
b. Nadi/HR : 87x/mt
c. Pernapasan/RR : 20x/tm
d. Tekanan Darah/BP : 136/77.mm Hg
e. BB Pre HD : 63,9 kg

D. Perencanaan Pulang (Discharge Planning) :

1. Obat-obatan yang disarankan/ dibawa pulang: pasien mengatakan tidak


membawa obat-obatan pulang setelah cuci darah, kecuali saat kontrol baru bisa
membawa obat pulang untuk 1 bulan
2. Makanan/ Minuman yang dianjurkan (jumlah): pasien di anjurkan membatasi
jumlah cairan 600 cc
i. Rencana HD/ Kontrol selanjutnya: Kamis 26 Mei 2022
ii. Catatan lain: Batasi cairan

Preskripsi HD
Durasi 5 jam, QB
150-200 ml/menit
QD : 500 ml/menit
UF Goal : 4.1 L
Heparin : 500 ul/jam
Lain-lain : I.HD reguler 2x/minggu

Surabaya, 23 Mei 2022


Mahasiswa

Nedya Cristyana Axcnes Sibagariang


ANALISIS DATA
DATA SUBYEKTIF
KEMUNGKINAN
DAN DATA MASALAH
PENYEBAB
OBYEKTIF
1. DS : - Gangguan mekanisme Hipervolemia
DO : regulasi
- Berat badan
menungkat dalam kelebihan asuan cairan
waktu singkat: Bb
sekarang 63.9 kg kelebihan asuan natrium
dan BB post hd
59.70 Kg Hipervolemia
- Pemeriksaan TTV
Suhu/ T : 36,0 .0C
Nadi/HR:86x/menit
Pernapasan/RR : 20
x/menit
Tekanan Darah/B :
114/79mm Hg
BB terakhir : 59,75
kg
BB sekarang : 63,9
kg.
Edema skala 2

Gangguan keseimbangan
2. DS : asam dan basa Resiko defisit nutrisi
Pasien mengatakan
merasa mual etelajh Asam lambung naik
sarapan
DO : Mual, muntah
1. 1. Pasien tampak lemas
2. 2. Frekuensi makan
Resiko difisit nutrisi
pasien setengah porsi
sehari
3. 3. Pasien mengataka
merasa mual saat setelah
PRIORITAS MASALAH

1. Hipervolemia
2. Resiko Defisit nutrisi
RENCANA KEPERAWATAN

Nama Pasien : Tn.D


Diagnosa Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional
Keperawatan
Hipervolemia Keseimbangan Cairan Manajemen Hipervolemia 1. untuk mengetahui ada atau
berhubungan (L.05020 hal.41) (I.03114 hal.181) tidaknya edema pada pada
dengan Setelah dilakukan asuhan Observasi : pasien
kelebihan keperawatan selama 1x5 jam 1. Periksa tanda dan gejala 2. untuk mengataasi maslaah
asupan cairan diharapkan volume cairan hipervolemia (misal edema) hioper volemia pada pasien
(D.0022 hal 62) kembali normal dengan kriteria 2. Identifikasi penyebab 3. untuk mengetahui jumlah intake
hasil : hipervolemia out put pasien
1. Edema menurun (Skor 5) 3. Monitor intake dan ouput 4. untuk mengetahui selisih berat
2. Dehidrasi menurun (Skor cairan badan pasien saat pre dan post
5) 4. Timbang berat badan pre dan hd
3. Asites menurun (Skor 5) post HD 5. untuk mencegah terjadinya
4. Tekanan darah membaik 5. Batasi asupan cairan hypervolemia
(Skor 5) 6. Ajarkan cara membatasi cairan 6. untuk mencegah terjadinya
5. Denyut nadi radial 7. Kolaborasi dalam tindakan HD hypervolemia
membaik (Skor 5) 7. untuk pengganti ginjal
6. Turgor kulit membaik menyaring sisa zat metabolism
(Skor 5) di dalam tubuh
Ruang Rawat : Hemodialisa lantai 1

Diagnosa Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional


Keperawatan
Resiko deficit nutrisi Keseimbangan Cairan Manajemen Nutrisi (I.03114 1. Untuk mengetahui ada
(D.0032 hal. 81) (L.05020 hal.41) hal.181) tidaknya penurunan bb
Setelah dilakukan asuhan 1. Menimbang berat badan 2. Meningkatkan penegtahuan
keperawatan selama 1x5 2. Edukasi asupan nutrisi pasien tentang nutrisi bagi
jam diharapkan nutrisi 3. Monitor asupan makanan tubuh
membaik dengan kriteria 3. Mengetahui frekuensi
hasil : asupan makan pada pasien
1. Porsi makan di
habiskan (Skor 5)
2. Berat badan sedang
(Skor 3)
3. Frekuensi makan
membaik (Skor 5)
4. Bising uus membaik
(Skor 5)
5. Kembung tidak ada
(Skor 5)
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
Hari/Tanggal Tanda tangan dan
Implementasi Evaluasi (SOAP)
Jam Nama Perawat
Senin/23 Mei 1. Menbimbang bb pasien pre HD 63,9 kg S:
2022, jam 13. 35 O:
wib
Jam 13.38 wib 1. BB post hd : 59.70 K
2. Pemeriksaan TTV post HD
2. Melakukan observasi TTv pasien TD :
Suhu/ T : 36,0 .0C
Jam 14.20 wib
136/77 mmhg, N: 87 Nadi/HR: 82 x/menit Nedya Cristyana
Jam 19.210 wib
Pernapasan/RR : 20 x/menit Axnes.S
3. Melakukaan prosedur HD\
Jam 19.23 wib
Tekanan Darah/B : 148/88 mmHg
4. Mengukur TD intra pasien 114/79 mmhg
A : Masalah teratasi sebagian
Jam 19.25 wib N: 86x/menit
P : Lanjutkan intervensi
5. Mengukur tekanan darah Post HD 148/88
Jam 19.40 wib mmhg N : 82x/menit
6. Menimbang bb post HD 58,7kg
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Hari/Tanggal Tanda tangan dan


Implementasi Evaluasi (SOAP)
Jam Nama Perawat
Kamis/23 Mei 1. Menimbang berat badan 63,9 kg S:
2022, jam 14.40 O:
wib
Jam 15. 30 wib 1. BB post hd : 59.50 Kg
2. Edukasi asupan nutrisi sesuai diet yang
2. UF Remove : 4100 cc
di anjurkan
3. Pasien masih tampak lemas
Jam 15.55 wib 3. Monitor asupan makanan jumlah
4. Frekuensi makan pasien masih sedikit Nedya Cristyana
frekuensi Axnes.S
5. Pasien tampak menegrti tentang edukasi nutrisi
bagi tubuh
A : Masalah belum teratasi

P : lanjutkan intervensi
Hari/Tanggal Tanda tangan dan
Implementasi Evaluasi (SOAP)
Jam Nama Perawat
Senin/26 Mei 7. Menbimbang bb pasien pre HD 63,9 kg S:
2022, jam 13. 35 O:
wib
Jam 13.38 wib 3. BB post hd : 59.70 K
4. Pemeriksaan TTV post HD
8. Melakukan observasi TTv pasien TD :
Suhu/ T : 36,0 .0C
Jam 14.20 wib
136/77 mmhg, N: 87 Nadi/HR: 82 x/menit Nedya Cristyana
Jam 19.210 wib
Pernapasan/RR : 20 x/menit Axnes.S
9. Melakukaan prosedur HD\
Jam 19.23 wib
Tekanan Darah/B : 148/88 mmHg
10. Mengukur TD intra pasien 114/79 mmhg
A : Masalah teratasi sebagian
Jam 19.25 wib N: 86x/menit
P : Intervensi di hentikan
11. Mengukur tekanan darah Post HD 148/88
Jam 19.40 wib mmhg N : 82x/menit
12. Menimbang bb post HD 58,7kg
Hari/Tanggal Tanda tangan dan
Implementasi Evaluasi (SOAP)
Jam Nama Perawat
Kamis/26 Mei 4. Menimbang berat badan 61,7 kg S:
2022, jam 14.40 O:
wib
Jam 15. 30 wib 6. BB post hd : 59.50 Kg
5. Edukasi asupan nutrisi sesuai diet yang
7. UF Remove : 4100 cc
di anjurkan
8. Pasien masih tampak lemas
Jam 15.55 wib 6. Monitor asupan makanan jumlah
9. Frekuensi makan pasien masih sedikit Nedya Cristyana
frekuensi Axnes.S
10. Pasien tampak menegrti tentang edukasi nutrisi
bagi tubuh
A : Masalah belum teratasi

P : Intervensi di hentikan

Anda mungkin juga menyukai