Anda di halaman 1dari 24

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GGK

(GAGAL GINJAL KRONIS)

Disusun oleh 2015 C


Kelompok 1

1. AHMAD ABDUL RAFLI (14010139)


2. DEWI NUR AINI (15010103)
3. GALUH DWI APRILIA (15010112)
4. LILIN NURJANNAH (15010120)
5. NINA KURNIA (15010128)
6. RENI WILLI ASTUTI (15010133)
7. SITI NUR AZIZAH (15010137)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN dr. SOEBANDI JEMBER
TAHUN AKADEMIK 2018/2019
Jl. dr. Soebandi No. 99 Jember, Telp/Fax. (0331) 483536
E_mail : jstikesdr.soebandi@yahoo.com , web:http://www.stikesdrsoeband
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dan Asuhan
Keperawatan Gagal Ginjal Kronik.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
kelompok sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan
kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu segala kritik dan saran dari pembaca sangat
kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun
inspirasi terhadap pembaca.

Jember , 15 Oktober 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ i

DAFTAR ISI.......................................................................................................................................... ii

BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 3

1.1 Latar Belakang ........................................................................................................................ 3

1.2 Rumusan masalah ................................................................................................................... 4

1.3 Tujuan Penulisan ..................................................................................................................... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................................ 5

2.1 Pengertian Gagal Ginjal Kronis .............................................................................................. 5

2.2 Etiologi.................................................................................................................................... 5

2.3 Manifestasi klinis .................................................................................................................... 6

2.4 Patofisiologi ............................................................................................................................ 7

2.5 Pathway ................................................................................................................................... 8

2.6 Pemeriksaan Penunjang .......................................................................................................... 9

2.7 Komplikasi ............................................................................................................................ 11

BAB 3 .................................................................................................................................................. 12

ASUHAN KEPERAWATAN ............................................................................................................. 12

3.1 Pengkajian ............................................................................................................................. 12

3.2 Diagnosa Keperawatan ......................................................................................................... 16

3.2 Intervensi............................................................................................................................... 17

3.4 Implementasi dan Evaluasi ................................................................................................... 19

BAB 4 PENUTUP ............................................................................................................................... 22

4.1 Kesimpulan ........................................................................................................................... 22

4.2 Saran ..................................................................................................................................... 22

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 23

ii
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gagal ginjal kronis disebut juga Cronic Kidney Disiase (CKD), perbedaan antara kronis
disini dibanding dengan akut adalah kronoligis waktu dan tingkat fisiologis filtrasi.
Berdasarkan Mc Clellan (2006) dijelaskan bahwa gagal ginjal kronis merupakan kondisi
penyakit pada ginjal yang persisten (keberlangsungan ≥ 3 bulan) dengan : Kerusakan ginjal,
Kerusakan glomelurus filtration rae (GFR) dengan angka GFR ≤ 60 ml/menit/ 1.73m2.
Berdasarkan analisa definisi diatas, jelas bahwa gagal ginjal kronis merupakan gagal ginjal
akut yang sudah berlangsung lama. Sehingga mengakibatkan gangguan yang persisten dan
dampak yang bersifat kontinyu. Sedangkan National Kidney Foundation (NKF)
mendefinisikan dampak dari kerusakan ginjal adalah sebagai kondisi mikroalbuminuria/ over
proteinuria, abnormalitas sendimentasi dan abnormalitas gambaran ginjal (Pranata & Prabowo,
2017).
Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan masalah kesehatan dunia dengan peningkatan
insidensi, prevalensi serta tingkat morbiditas dan mortalitas. Prevalensi global telah meningkat
setiap tahunnya. Menurut data World Health Organization (WHO), penyakit gagal ginjal kronis
telah menyebabkan kematian pada 850.000 orang setiap tahunnya. Angka tersebut
menunjukkan bahwa penyakit gagal ginjal kronis menduduki peringkat ke-12 tertinggi sebagai
penyebab angka kematian dunia. Prevalensi gagal ginjal di dunia menurut ESRD Patients (End-
Stage Renal Disease) pada tahun 2011 sebanyak 2.786.000 orang, tahun 2012 sebanyak
3.018.860 orang dan tahun 2013 sebanyak 3.200.000 orang.
Dari data tersebut disimpulkan adanya peningkatan angka kesakitan pasien gagal ginjal
tiap tahunnya sebesar sebesar 6 %. Sekitar 78,8% dari pasien gagal ginjal kronik di dunia
menggunakan terapi dialisis untuk kelangsungan hidupnya. Prevalensi GGK di Indonesia dari
tahun ke tahun terus mengalami kenaikan. Perkumpulan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI)
dalam Program Indonesia Renal Registry (IRR) melaporkan jumlah penderita GGK di
Indonesia pada tahun 2011 tercatat 22.304 dengan 68,8% kasus baru dan pada tahun 2012
meningkat menjadi 28.782 dengan 68,1% kasus baru.
Pada gagal ginjal kronis, fungsi ginjal menurun secara drastis yang berasal dari nefron.
Insifisiensi dari ginjal tersebut sekitar 20% sampai 50% dalam hal GFR (Glomerular Filtration
Rate). Pada penurunan fungsi rata-rata 50%, biasanya muncul tanda dan gejala azotemia
sedang, poliuri, nokturia, hipertensi dan sesekali terjadi anemia. Selain itu selama terjadi
kegagalan fungsi ginjal maka keseimbangan cairan dan elektrolit pun terganggu. Pada

3
hakikatnya tanda dan gejala gagal ginjal kronis hampir sama dengan gagal ginjal akut, namun
awitan waktunya saja yang membedakan. Perjalanan dari gagal ginjal kronis membawa
dampak yang sistemik terhadap seluruh sistem tubuh dan sering mengakibatkan komlikasi (
Madara, 2008).
Mengingat fungsi ginjal yang rusak sangat sulit untuk dilakuakan pengembalian, maka
tujuan dari penatalaksaan klien gagal ginjal kronis adalah untuk mengoptimalkan fungsi ginjal
yang ada dan mempertahankan keseimbangan secara maksimal untuk memperpanjang harapan
hidup klien.
1.2 Rumusan masalah
Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan Gagal Ginjal Kronis?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui Pengakajian pada pasien dengan Gagal Ginjal Kronis
2. Untuk mengetahui Diagnosa pada pasien dengan Gagal Ginjal Kronis
3. Untuk mengetahui Intervensi pada pasien dengan Gagal Ginjal Kronis
4. Untuk mengetahui Implementasi pada pasien dengan Gagal Ginjal Kronis
5. Untuk mengetahui Evaluasi pada pasien dengan Gagal Ginjal Kronis

4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Gagal Ginjal Kronis


Gagal ginjal kronis disebut juga Cronic Kidney Disiase (CKD), perbedaan antara kronis
disini dibanding dengan akut adalah kronoligis waktu dan tingkat fisiologis filtrasi.
Berdasarkan Mc Clellan (2006) dijelaskan bahwa gagal ginjal kronis merupakan kondisi
penyakit pada ginjal yang persisten (keberlangsungan ≥ 3 bulan) dengan :
1. Kerusakan ginjal
2. Kerusakan glomelurus filtration rae (GFR) dengan angka GFR ≤ 60 ml/menit/
1.73m2.
Berdasarkan analisa definisi diatas, jelas bahwa gagal ginjal kronis merupakan gagal
ginjal akut yang sudah berlangsung lama. Sehingga mengakibatkan gangguan yang persisten
dan dampak yang bersifat kontinyu. Sedangkan National Kidney Foundation (NKF)
mendefinisikan dampak dari kerusakan ginjal adalah sebagai kondisi mikroalbuminuria/ over
proteinuria, abnormalitas sendimentasi dan abnormalitas gambaran ginjal. Oleh karena itu,
perlu diketahui klasifikasi dari drajat gagal ginjal kronis untuk mengetahui tingkat prognosanya
(Pranata & Prabowo, 2017).
Stage Deskripsi GFR (ml/menit/1.73 m2)
1 Kidney damage with normal or increase of GFR ≥ 90
2 Kidney damage with mild decrease of GFR 60-89
3 Moderate decrease of GFR 30-59
4 Severe decrease of GFR 15-29
5 Kidney failure < 15 (or dialysis)
Sumber : McClellan (2006), Clinical Management of Chronic Kidney Disease

2.2 Etiologi
Gagal ginjal kronis sering menjadi penyakit komplikasi dari penyakit lainnya, sehingga
merupakan penyakit sekunder (secondary illness). Penyebab yang sering adalah diabetes
militus dan hipertensi. Selain itu, ada beberapa penyebab lainnya dari gagal ginjal kronis, yaitu
(Robinson, 2013) :
1. Penyakit glomelurus kronis (glomerulonefritis)
2. Infeksi kronis (pyelonefritis kronis, tuberkulosis)
3. Kelainan kongenital (polikistik ginjal)

5
4. Penyakit vaskuler (renal nephrosclerosis)
5. Obstruksi saluran kemih (nephrolithisis)
6. Penyakit kolagen (systemic Lupus Erythematosus)
7. Obat-obataan nefrotoksik (aminoglikosida)

2.3 Manifestasi klinis


Tanda dan gejala klinis pada gagal ginjal kronis dikarenakan gangguan yang bersifat
sistemik. Ginjal sebagai organ koordinasi dalam peran sirkulasi memiliki fungsi banyak
(organs multifuction), sehingga kerusakan kronis secara fisiologis ginjal akan mengakibatkan
gangguan keseimbangan sirkulasi dan vasomotor. Berikut ini adalah tanda dan gejala yang
ditunjjukan oleh gagal ginjal kronis (Robinson, 2013; judith 2006).
1. Ginjal dan gastrointestinal
Sebagai akibat dari hiponatermi maka timbul hipotensi, mulut kering, penurunan turgor
kulit, kelemahan, fatique, dan mual. Kemudian terjadi penurunan kesadaran (somnolen)
dan nyeri kepala yang hebat. Dampak dari peningkatan kalium adalah peningkatan
iritabilitas otot dan akhirnya otot mengalami kelemahan. Kelebihan ciran yang tidak
terkompensasi akan mengakibatkan asidosis metabolik. Tanda paling khas adalah
terjadinya penurunan urine output dengan sedimentasi yang tinggi (Robinson, 2013;
judith 2006).
2. Kardiovaskuler
Biasanya terjadi hipertensi, aritmia, kardiomyopati, uremic, percarditis, efusi
perikardial (kemungkinan bisa terjadi temponade jantung), gagal jantung, edema
periorbital dan edema perifer (Robinson, 2013; judith 2006).
3. Respiratory system
Biasanya terjadi edema pulmonal, nyeri pleura, friction rub dan efusi pleura, crackles,
sputum yang kental, uremic pleuritis dan uremic lung, dan sesak napas (Robinson,
2013; judith 2006).
4. Gastrointestinal
Biasanya menunjukkan adanya inflamasi dan ulserasi pada mukosa gastrointestinal
karena stomatitis, ulserasi dan perdarahan gusi, dan kemungkinan juga disertai parotitis
esofagitis, gastritis, ulseratif duodenal, lesi pada usus halus/ usus besar, colitis dan
pankreastitis. Kejadian sekunder biasanya mengikuti seperti anoreksia, nausea dan
vomiting (Robinson, 2013; judith 2006).

6
5. Integumen
Kulit pucat, kekuning-kuningan, kecoklatan, kering dan ada scalp. Selain itu, biasanya
juga menunjunkkan adanya purpura, ekimosis, petechiae, dan timbunan urea pada kulit
(Robinson, 2013; judith 2006).
6. Neurologis
Biasanya ditunjukkan dengan adanya neuropathy perifer, nyeri, gatal pada lengan dan
kaki. Selain itu, juga adanya kram pada otot dan refleks kedutan, daya memori
menurun, apatis dan trasa kantuk meningkat, iritabilitas, pusing, koma dan kejang. Dari
hasil EEG menunjukkan adanya perubahan metabolik encephalophaty (Robinson,
2013; judith 2006).
7. Endokrin
Bisa terjadi infertilitas dan penurunan libido, amenorrhea, dan gangguan siklus
menstruasi pada wanita, impoten, penurunan sekresi sperma, peningkatan sekresi
aldosteron, dan kerusakan metabolisme karbohidrat (Robinson, 2013; judith 2006).
8. Hematopoitiec
Terjadi anemia, penurunan waktu hidup sel darah merah, trombositopenia (dampak dari
dialysis) dan kerusakan platelet, biasanya masalah yang serius pada sistem hematologi
ditunjukkan dengan adanya perdarahann (purpura, ekimosis, dan petechiae),
(Robinson, 2013; judith 2006).
9. Muskuloskeletal
Nyeri pada sendi dan tulang, demineralisasi tulang, fraktur pathologis, dan kalsifikasi
(otak, mata, gusi, sendi, miokard), (Robinson, 2013; judith 2006).

2.4 Patofisiologi
Pada gagal ginjal kronis, fungsi ginjal menurun secara drastis yang berasal dari nefron.
Insifisiensi dari ginjal tersebut sekitar 20% sampai 50% dalam hal GFR (Glomerular Filtration
Rate). Pada penurunan fungsi rata-rata 50%, biasanya muncul tanda dan gejala azotemia
sedang, poliuri, nokturia, hipertensi dan sesekali terjadi anemia. Selain itu selama terjadi
kegagalan fungsi ginjal maka keseimbangan cairan dan elektrolit pun terganggu. Pada
hakikatnya tanda dan gejala gagal ginjal kronis hampir sama dengan gagal ginjal akut, namun
awitan waktunya saja yang membedakan. Perjalanan dari gagal ginjal kronis membawa
dampak yang sistemik terhadap seluruh sistem tubuh dan sering mengakibatkan komlikasi (
Madara, 2008)

7
2.5 Pathway

Glomerulonefrittis

Infeksi kronis

Kelainan kongenital

Penyakit vaskuler
Gagal Ginjal Kronis
Nephrolithiasis

SLE
Gangguan Produksi urine
Obat Nefrotoksik Hipernatrimia
reabsorbsi menurun

Proses hemodialisa Retensi cairan Gangguan


Hiponatremia
kontinyu Eliminasi Urine

Vol.vaskuler v ol. Vaskuler


Tindakan invasi meningkat
berulang
Hipotensi
Permeabilitas
Injury jaringan kapiler meningkat
Perfusi Turun

Resiko Infeksi oedema Kelebihan


Volume Cairan
Ketidakefektifan Perfusi
Jaringan Perifer Sragnasi
Defisiensi Informasi vena
Pengetahuan in adekuat Defesiensi
energy sel
infiltrasi
Ansietas
Intoleransi
Aktifitas Kerusakan
Stress Ulcer integritas kulit

HCL, meningkat
Oedem pul monal

Mual muntah
Retensi CO2 Ekspansi Paru turun

Ketidak Seimbangan Nutrisi :


Kurang Dari Kebutuhan Tubuh Asidosis Dyspneu
Respiratorik

Ketidak efektifan
Gangguan Pola Nafas
Pertukaran Gas

8
2.6 Pemeriksaan Penunjang
Berikut ini adalah pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosa gagal
ginjal kronis :
1. Biokimiawi
Pemerikasaan utama dari analisa fungsi ginjal adalah ureum dan kreatinin plasma.
Untuk hasil yang lebih akurat untuk mengetahui ungsi ginjal adalah dengan analisa
creatinine clearence (klirens kreatinin). Selain pemeriksaan fungsi ginjal (Renal
Fuction Test), pemeriksaan kadar elektrolit juga harus dilakukan untuk mengetahui
status keseimbangan elektrolit dalam tubuh sebagai bentuk kinerja ginjal.
2. Urinalisis
Urinalisis dilakukan untuk menapis ada/ tidaknya infeksi pada ginjal atau ada/ tidaknya
perdarahan aktif akibat inflamasi pada jaringan parenkim ginjal.
3. Ultrasonografi ginjal
Imaging (gambaran) dari ultrasinofi akan memberikan informasi yang mendukung
untuk menegakkan diagnosis gagal ginjal. Pada klien gagal ginjal biasanya
menunjukkan adanya obstruksi atau jaringan parut pada ginjal. Salain itu, ukuran dari
ginjal pun akan terlihat.
2.6. 1 Penatalaksanaan
Mengingat fungsi ginjal yang rusak sangat sulit untuk dilakuakan pengembalian,
maka tujuan dari penatalaksaan klien gagal ginjal kronis adalah untuk mengoptimalkan
fungsi ginjal yang ada dan mempertahankan keseimbangan secara maksimal untuk
memperpanjang harapan hidup klien. Sebagai penyakit yang kompleks, gagal ginjal kronis
membutuhkan penatalaksanaan terpadu dan serius, sehingga akan meminimalisir
komplikasi dan meningkatkan harapan hidup klien. Oleh karena itu, beberapa hal yang
harus diperhatikan dalam melakukan penatalaksanaan pada klien gagal ginjal kronis
(Robinson, 2013 ; Baugman 2000)
1. Perawatan kulit yang baik
Perhatikan hygiene kulit pasien dengan baik melalui personal hygiene (mandi/seka)
secara rutin. Gunakan sabun yang mengandung lemak dan lotion tanpa alkohol untuk
mengurangi rasa gatal. Jangan gunakan gliserin/sabun yang mengandung gliserin
karena akan mengakibatkan kulit tambah kering (Robinson, 2013 ; Baugman 2000).

9
2. Jaga kebersihan oral
Lakukan perawatan ral hygiene melalui sikat gigi dengan bulu sikat yang lembut / spon.
Kurangi konsumsi gula (bahan makanan manis) untuk mengurangi rasa tidak nyaman
dimulut.
3. Beri dukungan nutrisi
Kolaborasi dengan nutrionist untuk menyediakan menu makanan favorit sesuai dengan
anjuran diet. Beri dukungan intake tinggi kalori, rendah natrium dan kalium
4. Pantau adanya hiperkalemia
Hiperkalemia biasanya ditunjukkan dengan adanya kejang/kram pada lengan dan
abdomen, dan diarea. Selain itu pemantauan hiperkalemia dengan hasil ECG.
Hiperkalemia bisa diatasi dengan dialisis.
5. Atasi hiperfosfatemia dan hipokalsemia
Kondisi hiperfosfatemia dan hipokalsemia bisa diatasi dengan pemberian antasida
(kandungan alumuniium/kalsium karbonat).
6. Kaji status hidrasi dengan hati-hati
Dilakukan dengan memeriksa ada/tidaknya distensi vena jugularis, ada/tidaknya
crakcles pada auskulatasi paru. Selain itu status hidrasi bila dilihat dari keringat
berlebih pada aksila, lidah yang kering, hipertensi, dan edema perifer. Cairan hidrasi
yang diperbolehkan adalah 500-600 ml atau lebih dari haluaran urine 24 jam (Robinson,
2013 ; Baugman 2000).
7. Kontrol tekanan darah
Tekanan diupayakan dalam kondisi normal. Hipertensi dicegah dengan mengontol
volume intravaskuler dan obat-obatan antihipertensi.
8. Pantau ada/tidaknya komplikasi pada tulang dan sendi
9. Latih klien napas dalam dan batuk efektif untuk mencegah terjadinya kegagalan nafas
akibat obstruksi.
10. Jaga kondisi septik dan aseptik setiap prosedur perawatan (pada perawatan luka
operasi)
11. Observasi adanya tanda-tanda perdarahan
Pantau kadar hemoglobin dan hematokrit klien. Pemberian heparin selama klien
menjalani dialisis harus disesuaikan dengan kebutuhan.
12. Observasi adanya gejala neurologis
Laporkan segera jika dijumpai kedutan, sakit kepala, kesadaran delirium, dan kejang
otot. Berikan diazepam/fenitoninjika dijumpai kejang.

10
13. Atasi komplikasi dari penyakit
Sebagai penyakit yang sangat mudah menimbulkan kompilkasi, maka harus dipantau
secara ketat. Gagal jantung kongestif dan edema pulmonal dapat diatasi dengan
membatasi cairan, diet rendah natrium,diuretik, preparat inotropik
(digitalis/dobutamin) dan lakukan dialisis jika perlu. Kondisi asidosis metabolik bisa
diatasi dengan pemberian natrium bikarbonat atau dialisis.
14. Laporkan segera jika ditemui tanda-tanda perikarditis (Friction Rub dan nyeri dada)
15. Tata laksana dialisis/ transplantasi ginjal
Untuk membantu mengoptimalkan fungsi ginjal maka dilakukan dialisis. Jika
memungkinkan koordinasikan untuk dilakukan transplantasi ginjal.

2.7 Komplikasi
Komplikasi dapat ditimbulkan dari penyakit gagal ginjal kronis adalah : (Pranata &
Prabowo, 2017).
1. Penyakit tulang
Penurunan kadar kalsium (hipoklasemia) secara langsung akan mengakibatkan
dekalsifikasi matriks tulang, sehingga tulang akan menjadi rapuh (osteoporosis) dan
jika berlangsung lama akan menyebabkan fraktur pathologis.
2. Penyakit kardiovaskuler
Ginjal sebagai kontrol sirkulasi sistemik akan berdampak secara sistemik berupa
hipertensi, kelainan lipid, intoleransi glukosa, dan kelainan hemodinamik (sering
terjadi hipertofi ventrikel kiri)
3. Anemia
Selain berfungsi dalam sirkulasi, ginjal juga berfungsi dalam rangkaian hormonal
(endokrin). Sekresi eritropoetin yang mengalami defisiensi di ginjal akan
mengakibatkan penurunan hemoglobin.
4. Disfungsi seksual
Dengan gangguan sirkulasi pada ginjal, maka libido sering megalami penurunan dan
terjadi impotensi pada pria. Pada wanita, dapat terjadi hiperprolaktinemia.

11
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
Pengkajian pada klien gagal ginjal kronis sebenarnya hampir sama dengan klien gagal
ginjal akut, namun disini pengkajian lebih ditekankan pada support system untuk
mempertahankan kondisi keseimbangan dalam tubuh (hemodynamically process). Dengan
tidak optimalnya atau gagalnya fungsi ginjal, maka tubuh akan melakukan upaya kompensasi
selagi dalam baats ambang kewajaran. Tetapi jika kondisi ini berlanjut (kronis), maka akan
menimbulkan berbagai manifestasi klinis yang menandakan gangguan sistem tersebut . berikut
ini adalah pengkajian keperawatan pada klien dengan gagal ginjal kronis : (Pranata & Prabowo,
2017).
A. Anamnese
1. Biodata
Tidak ada spesifikasi khusus untuk kejadian gagal ginjal, namun laki-laki sering
memiliki resiko lebih tinggi terkait dengan pekerjaan dan pola hidup sehat. Gagal ginjal
kronis merupakan periode lanjut dari insidensi gagl ginjal akut, sehingga tidak berdiri
sendiri.
2. Keluhan Utama
Keluhan sangat bervariasi, terlebih jika terdapat penyakit sekunder yang menyertai.
Keluhan bisa berupa urin output yang menurun (oliguria) sampai pada anuria,
penurunan kesadaran karena komplikasi pada sistem sirkulasi – ventilasi, anoreksia ,
mual , dan muntah, diaforesis, fatigue, napas berbau urea, dan pruritus. Kondisi ini
dipicu oleh penumpukan (akumulasi) zat sisa metabolisme atau toksin dalam tubuh
karena ginjal mengalami kegagalan filtrasi.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada klien dengan gagal ginjal kronis biasanya terjadi penurunan urine output,
penuruan kesadaran, perubahan pola napas karena komplikasi dari gangguan sistem
ventilasi, fatigue, perubahan fisiologis kulit, bau urea pada napas, selain itu karena
berdampak pada proses metabolisme (sekunder karena intoksikasi), maka akan terjadi
anoreksi, nausea, dan vomit sehingga beresiko untuk terjadinya gangguan nutrisi
4. Riwayat Penyakit Dahulu
GGK dimulai dengan periode GGA dengan berbagai penyebab (multikausa). Oleh
karena itu informasi penyakit terdahulu akan menegaskan untuk penegakan masalah.

12
Kaji riwayat penyakit ISK, payah jantung, penggunaan obat berlebihan (overdosis)
khususnya obat yang bersifat nefrotoksik, BPH dan lain sebagainya yang mampu
mempengaruhi kerja ginjal. Selain itu ada beberapa penyakit yang langsung
mempengaruhi/ menyebabkan gagal ginjal yaitu diabetes mellitus, hipertensi, batu
saluran kemih (urolithiasis).
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
GGK bukan penyakit menular dan menurun, sehingga silsilah keluarga tidak terlalu
berdampak pada penyakit ini. Namun pencetus sekunder seperti DM, dan hipertensi
memiliki pengaruh terhadap kajian penyakit gagal ginjal kronis, karena penyakit
tersebut bersifat herediter. Kaji pola kesehatan keluarga yang diterapkan jika ada
anggota keluarga yang sakit, misalnya minum jamu saat sakit.
6. Riwayat Psikososial
Kondisi ini tidak selalu ada gangguan jika klien memiliki koping adaptif yang baik.
Pada klien GGK biasanya perubahan psikososial terjadi pada waktu klien mengalami
perubahan struktur fungsi tubuh dan menjalani proses dialisa. Klien akan mengurung
diri dan lebih banyak berdiam diri (murung). Selain itu kondisi ini juga dipicu oleh
biaya yang dikeluarkan selama proses pengobatan, sehingga klien mengalami
kecemasan.
B. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum Dan Tanda- Tanda Vital
Kondisi klien GGK biasanya lemah (fatigue), tingkat kesadaran bergantung pada
tingkat toksisitas Tingkat kesadaran menurun sesuai dengan tingkat uremia dimana
dapat mempengaruhi sistem saraf pusat. Pada pemeriksaan TTV sering didapatkan RR
meningkat (tachypnea) hipertensi/ hipotensi sesuai dengan kondisi fluktuatif.
2. Airway
Adanya bau urea pada bau napas. Jika terjadi komplikasi asidosis/alkalosis respiratorik
maka kondisi pernapasan akan mengalami patologis gangguan. Pola napas akan
semakin cepat dan dalam sebagai bentuk kompensasi tubuh mempertahankan ventilasi
(Kussmaull).
3. Breathing
Frekuensi nafas : RR >24. Pernapasan kussmaull
4. Circulation
Penyakit yang berhubungan langsung dengan kejadian GGK salah satunya hipertensi.
Tekanan darah yang tertinggi di atas ambang kewajaran akan mempengaruhi volume

13
vaskuler. Stagnansi ini akan memicu retensi natrium dan air sehingga akan
meningkatkan beban jantung.
5. B1 (Breathing)
Adanya bau urea pada bau napas (fetor uremik). Jika teradi komplikasi
asidosis/alkalosis respiratorik maka kondisi pernapasan akan mengalami gangguan
patologis. Pola napas akan semakin cepat dan dalam sebagai bentuk kompensasi tubuh
mempertahankan ventilasi (Kussmaull). Ini merupakan upaya untuk melakukan
pembuangan karbon dioksida yang menumpuk di sirkulasi.
6. B2 (Blood)
Ditemukan adanya friction rub pada kondisi uremia berat dan merupakan tanda khas
efusi pericardial. Selain itu, biasanya terjadi TD meningkat, akral dingin, CRT > 3
detik, palpitasi jantung, chest pain, dyspneu, gangguan irama jantung edema penurunan
perfusi periper sekunder dari penurunan curah jantung akibat hiperkalemi, dan
gangguan konduksi elektrikal otot ventrikel, dan gangguan sirkulasi lainnya. Kondisi
ini akan semakin parah jika zat sisa metabolisme semakin tinggi dalam tubuh karena
tidak efektif dalam ekskresinya. Selain itu, pada fisiologis darah sendiri sering ada
gangguan anemia karena penurunan eritropoetin, , lesigastrointestinal uremik,
penurunan usia sel darah, dan kehilangan darah, biasanya dari saluran GI,
kecenderungan mengalami perdarahan sekunder dari trombositopenia.
7. B3 (Brain)
Penurunan kesadaran terjadi jika telah mengalami hiperkabic dan sirkulasi cerebral
terganggu. Oleh karena itu, penurunan kognitif dan terjadinya disorientasi akan dialami
klien gagal ginjal kronis. Klien sering didapatkan adanya kejang, adanya neuropati
perifer, burning feet syndrome, restless leg syndrome, kram otot, dan nyeri otot.
8. B4 (Bladder)
Dengan gangguan / kegagalan fungsi ginjal secara komplek (filtrasi, sekresi, reabsorbsi
dan ekskresi), maka manifestasi yang paling menonjol adalah penurunan urine output
< 400 ml/hari bahkan sampai pada anuria (tidak adanya urine output).

14
9. B5 (Bowel)
Gangguan sistem pencernaan lebih dikarenankan efek dari penyakit (stress effect.
sering ditemukan anoreksia, nausea, vomit, dan diare sekunder dari bau mulut
ammonia, peradangan mukosa mulut, ulkus saluran cerna sehingga sering didapatkan
penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
10. B6 (Bone)
Didapatkan adanta nyeri panggul, sakit kepala, keram otot, nyeri kaki (memburuk saat
malam hari), kulit gatal, ada/berulangnya infeksi, pruritus, demam(sepsis, dehidrasi),
petekie, area ekimosis pada kulit, fraktur tulang, defosit fospat kalsium, pada kulit,
jaringan lunak, dan sendi keterbatasan gerak sendi. Didapatkan adanya kelemahan fisik
secara umum sekunder dari anemia dan penurunan perfusi periver dari hipertensi.
Dengan penurunan / kegagalan fungsi sekresi pada ginjal maka berdampak pada proses
demineralisasi tulang, sehingga resiko terjadinya osteoporosis tinggi.

15
3.2 Diagnosa Keperawatan
No Diagnosa keperawatan Kode
Diagnosa
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi di 00026
tandai oleh edema, oliguria, gelisah, azotemia, ketidakseimbangan elektrolit
2. Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan 00092
kebutuhan oksigen
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan DM, hipertensi 00204
ditandai oleh perubahan TD di ekstremitas, perubahan karakteristik kulit
4. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invansif 00004
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan volume cairan 00046
6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan denagn 00002
ketidakmampuan mengarbsopsi nutrien
7. Ansietas berhubungan dengan ancaman pada status terkini 00146
8. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan penyebab multipel 00016
9. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi – 00030
perfusi
10. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi 00126
11. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi 00032

16
3.2 Intervensi

NO TGL DIAGNOSA KEPERAWATAN NOC DAN INDIKATOR URAIAN AKTIVITAS RENCANA NAMA
DITEGAKKAN / KODE SERTA SKOR AWAL DAN SKOR TINDAKAN (NIC) DAN TTD
DIAGNOSA KEPERAWATAN TARGET PERAWAT
1. - 1. Kelebihan volume cairan Tujuan : Manajemen Cairan (4120)
berhubungan dengan Setelah di lakukan asuhan keperawatan Aktivitas :
kegagalan mekanisme selama 3 x 24 jam 1. Monitor tanda – tanda vital pasien
regulasi di tandai oleh edema, Kriteria Hasil : 2. Monitor makanan/cairan yang
oliguria, gelisah, azotemia, 1. Keseimbangan Cairan (0601) dikonsumsi dan hitung asupan kalori
ketidakseimbangan elektrolit Kode Indikator S.A S.T harian
060101 Tekanan Darah 3 5 3. Monitor status gizi
Kode diagnosa keperawatan : 060122 Denyut Nadi Radial 3 5 4. Jaga intake/ asupan yang akurat dan
00026 060107 Keseimbangan 2 5 catat output pasien
intake dan output 5. Masukkan kateter urin
dalam 24 jam 6. Kaji lokasi dan luasnya edema, jika ada
060116 Turgor kulit 3 5 7. Berikan terapi IV, seperti yang
060117 Kelembaban 2 5 ditentukan
Membran mukosa 8. Berikan cairan dengan tepat

060120 Berat jenis urin 3 5


060115 Kehausan 3 5

17
060124 Pusing 3 5 9. Konsultasikan dengan dokter jika
tanda-tanda dan gejala menetap atau
Keterangan : memburuk
1. Sangat Terganggu
2. Banyak Terganggu Manajemen hipovolemi
3. Cukup Terganggu Aktivitas :
4. Sedikit Terganggu
5. Tidak Terganggu 1. Monitor adanya tanda- tanda dehidrasi
(turgor kulit buruk, capillary refill
terlambat, nadi lemah, sangat haus,
membran mukosa kering, dan penurunan
urin output
2. Monitor status hemodinamik, meliputi nad,
TD, MAP
3. Instruksikan pada pasien dan keluarga
tindakan – tindakan yang dilakukan untuk
mengatasi hipovolemia

18
3.4 Implementasi dan Evaluasi

DIAGNOSA
EVALUASI
KEPERAWATAN NAMA DAN
N (PERBANDINGAN SKOR AKHIR
DITEGAKKAN /KODE IMPLEMENTASI TTD
O TERHADAP SKOR AWAL DAN SKOR
DIAGNOSA PERAWAT
TARGET)
KEPERAWATAN
1. Kelebihan volume cairan 1. Memonitor tanda – tanda vital pasien S : klien mengatakan bahwa bengkak dikakinya
berhubungan dengan Respon : klien bekerja sama dengan baik sudah berkurang, tidak merasa gelisah,
kegagalan mekanisme 2. Memonitor makanan/cairan yang
regulasi di tandai oleh edema, dikonsumsi dan hitung asupan kalori harian O : klien terlihat lebih tenang tidak gelisah,
oliguria, gelisah, azotemia, Respon : klien mengkonsumsi makanan edema berkurang, ketidakseimbangan elektrolit
ketidakseimbangan elektrolit sesuai anjuran teratasi sebagian.
3. Memonitor status gizi
Kode diagnosa Respon : status gizi klien terpantau dengan A:
keperawatan : 00026 baik Keseimbangan Cairan (0601)
4. Memonitor adanya tanda- tanda dehidrasi Kode Indikator S.A S.T S.C
(turgor kulit buruk, capillary refill 060101 Tekanan Darah 3 5 5
terlambat, nadi lemah, sangat haus, 060122 Denyut Nadi 3 5 5
Radial

19
membran mukosa kering, dan penurunan 060107 Keseimbangan 2 5 4
urin output intake dan
Respon : klien dapat bekerja sama dengan output dalam 24
baik jam
5. Memonitor status hemodinamik, meliputi 060116 Turgor kulit 3 5 4
nad, TD, MAP 060117 Kelembaban 2 5 5
Respon : status hemodinamik klien Membran
terpantau mukosa
6. Menjaga intake/ asupan yang akurat dan 060120 Berat jenis urin 3 5 4
catat output pasien 060115 Kehausan 3 5 4
Respon : klien berkerja sama dengan baik 060124 Pusing 3 5 4
dengan menjaga intake nutrisi yang
disarankan Keterangan :
7. Memasukkan kateter urin 1. Sangat Terganggu
Respon : klien bekerja sama dengan baik 2. Banyak Terganggu
8. Mengkaji lokasi dan luasnya edema, jika 3. Cukup Terganggu
ada 4. Sedikit Terganggu
Respon : lokasi edema terkaji 5. Tidak Terganggu
9. Memberikan terapi IV, seperti yang Masalah teratasi sebagian
ditentukan
Respon : terapi IV telah di berikan P:

20
10. Memberikan cairan dengan tepat Melanjutkan intervensi
11. Menginstruksikan pada pasien dan keluarga
tindakan – tindakan yang dilakukan untuk
mengatasi hipovolemia
Respon : klien dan keluarga mengetahui
semua tindakan yang dilakukan untuk
mengatasi masalah kesehatan yang dialami
klien
12. Konsultasikan dengan dokter jika tanda-
tanda dan gejala menetap atau memburuk.

21
BAB 4 PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Gagal ginjal biasanya dibagi menjadi dua kategori yakni kronik dan akut. Gagal ginjal
kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat (biasanya berlangsung
beberapa tahun), sebaliknya gagal ginjal akut terjadi dalam beberapa hari atau beberapa minggu.
Gagal ginjal kronis merupakan gagal ginjal akut yang sudah berlangsung lama. Sehingga
mengakibatkan gangguan yang persisten dan dampak yang bersifat kontinyu. Gagal ginjal kronis
sering menjadi penyakit komplikasi dari penyakit lainnya, sehingga merupakan penyakit
sekunder (secondary illness). Penyebab yang sering adalah diabetes militus dan hipertensi.
Tanda dan gejala yang ditunjukkan oleh gagal ginjal kronis salah satunya yaitu Sebagai
akibat dari hiponatremia maka timbul hipotensi, mulut kering, penurunan turgor kulit,
kelemahan, fatique, dan mual. Kemudian terjadi penurunan kesadaran (somnolen) dan nyeri
kepala yang hebat. Pada hakikatnya tanda dan gejala gagal ginjal kronis hampir sama dengan
gagal ginjal akut, namun awitan waktunya saja yang membedakan. Perjalanan dari gagal ginjal
kronis membawa dampak yang sistemik terhadap seluruh sistem tubuh dan sering
mengakibatkan komlikasi.

4.2 Saran
Sebagai tindakan pencegahan sebaiknya kita banyak melakukan olahraga, menjaga
asupan nutrisi yang adekuat serta istirahat yang teratur. Semoga dengan pembelajaran ini kita
sebagai mahasiswa keperawatan, akan lebih mudah mengetahui seluk beluk penyakit Gagal
Ginjal Kronik, bagaimana gejala hingga komplikasinya sehingga kita mampu memberikan
asuhan keperawatan yang tepat untuk pasien penderita gagal ginjal kronik kelak

22
DAFTAR PUSTAKA

Pranata, Andi Eka & Prabowo, Eko. 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem
Perkemihan. Yogyakarta : Nuha Medika
M. Bulechek, G., K. Butcher, H., M. W. Joanne, M.W., Cheryl. 2016. Nursing Interventions
Classification (NIC). N., Intansari & D. T., Roxsana, editor. Yogyakarta: Mocomedia
NANDA Internasional., 2015. Diagnosis keperawatan: definisi dan klasifikasi. Herdman, T.
Heather, editor. Jakarta : EGC
M., Sue, J. Marion, Meridean, S. Elizabeth. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC).
N., Intansari & D. T., Roxsana, editor. Yogyakarta: Mocomedia
http://scholar.unand.ac.id/28522/2/BAB%20I%20%28PENDAHULUAN%29.pdf
Guyton and Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta: EGC
Muttaqin Arif, Sari Kumala. 2014. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta: Salemba Medika
Suharyanto Toto, Madjid Abdul. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan
Sistem Perkemihan. Jakarta: Trans Info Medika
Syaifuddin. 2013. Anatomi Tubuh Manusia Untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi-2. Jakarta:
Salemba Medika

23

Anda mungkin juga menyukai