Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH PATOLOGI

INFEKSI TRAKTUS URINARIUS DAN HEPATITIS


PADA KEHAMILAN DAN PERSALINAN

DISUSUN OLEH:

NIA YULIA CITRA

NINDA ARIESTA

NOVITA SARI

NOVITASARI NURHASANAH

SELVI NAENITA

SEPTY WULANDARI

SITI LILI SUHARTI KHOTIMAH

TINGKAT II REGULER

POLTEKKES KEMENKES TANJUNG KARANG

JURUSAN KEBIDANAN

TAHUN 2011/2012
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh

Alhamdulillahirabbil a’lamin, puji syukur kami ucapkan kepada tuhan Yang Maha
Esa, yang telah memberikan kami semua kesehatan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah kami dalam keadaan sehat wal’afiat.

Kami penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak- pihak yang telah
membantu kami dalam penyusunan makalah ini. Selain itu juga kami meminta
maaf, apabila dalam penulisan terdapat banyak kesalahan, sehingga menjadi
kekurangan dalam makalah kami. Dan semua kekurangan itu datangnya dari
kami, sebagai mahkluk- Nya yang tidak sempurna.

Kami penulis berharap makalah kami ini dapat menjadi sarana informasi bagi para
pembaca, sehingga dapat meningkatkan pengetahuan kita. Dan dengan
meningkatnya pengetahuan kita tersebut, insyaallah meningkat pula derajat kita di
mata Sang Pencipta, amin.

Wassalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh

Bandar Lampung, Maret 2012

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR......................................................................................i
DAFTAR ISI ...................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................1


1.1 Latar Belakang............................................................................................1
1.2 Tujuan ........................................................................................................3

BAB II LANDASAN TEORI...........................................................................4


2.1 Infeksi Traktus Urinarius............................................................................4
2.1.1 Definisi........................................................................................4
2.1.2 Etiologi........................................................................................4
2.1.3 Patofisiologi.................................................................................6
2.1.4 Klasifikasi, tanda dan gejala, diagnosa beserta penanganannya..6
2.1.5 Akibat infeksi saluran kemih pada kehamilan.............................12

2.2 Pengertian Hepatitis pada Kehamilan.........................................................13


2.2.1 Definisi.........................................................................................13
2.2.2 jenis hepatitis yang sering terjadi pada kehamilan dan persalinan14
2.2.3 Tanda dan Gejala.........................................................................16
2.2.4 Fisiologi Hati dalam Kehamilan Normal......................................17
2.2.5 Hepatitis virus pada Kehamilan...................................................19
2.2.6 Pengaruh Hepatitis pada Kehamilan dan Janin..........................21
2.2.7 Pengobatan. ...............................................................23
2.2.8 Pencegahan..................................................................................24

BAB III KESIMPULAN .................................................................................26

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bayi dapat tertular penyakit infeksi ibunya melalui berbagai cara. Di uterus
(rahim), bayi tumbuh dalam lingkungan yang steril. Namun, bila selaput ketuban
ibu rusak karena suatu sebab, bayi dapat terinfeksi oleh penyakit. Selama
persalinan, bayi bisa menelan atau mengirup cairan pada jalan lahir, dan bakteri
atau virus bisa masuk ke dalam tubuhnya. Kebanyakan mikroba yang berkembang
di area intim wanita tidak berbahaya, tetapi ada juga yang berbahaya seperti
bakteri GBS atau virus herpes kelamin (genital). Bayi juga dapat terinfeksi virus
melalui plasenta yang memasok nutrisi dan oksigen baginya selama di dalam
kandungan.

Infeksi Traktus Urinarius adalah bila ada pemeriksaan urine ditemukan bakteri
yang jumlahnya lebih dari 10.000 per ml. urine yang diperiksa harus bersih, segar
dan di ambil dari aliran tengah (midstream) atau diambil dengan pungsi
suprasimpisis. Ditemukan bakteri yang jumlahnya lebih dari 10.000 per ml ini
disebut dengan istilah bakteriuria. Bakteriuria ini mungkin tidak disertai gejala,
disebut bakteriuria asimptomatik dan mungkin disertai dengan gejala-gejala yang
disebut bakteriuria simptomatik (Sarwono, 2005).

Sekitar 15% wanita, mengalami (paling sedikit) satu kali serangan akut infeksi
Traktus Urinarius selama hidupnya. Sebagian besar infeksi tersebut adalah
asimptomatik, angka kejadiannya pada wanita hamil adalah 5%-6% dan
meningkat sampai 10%pada golonan resiko tinggi.

Walaupun infeksi dapat terjadi karena penyebaran kuman melalui pembuluh


darah dan limfe, akan tetapi yang terbanyak dan tersering adalah kuman-kuman
naik ke atas melalui uretra, ke dalam kandung kemih dan sakuran kemih yang
lebih atas. Organisme penyebab infeksi ini berasal dari flora normal. Sekitar 90%
dari strain E.coli yang menyebabkan pyelonefritis nonobstuktif, di samping
kemungkinan kuman-kuman lain Enterobacter aerogenes, klebsiella,
pseudomonas dan lain-lain.Walaupun kehamilan tidak meningkatkan virulensi
dari bakterinya, tetapi stasis urin dan refluk vesikoureteral dapat menjadi
predisposisi infeksi pada infeksi pada traktus urinarius atas.

Ada beberapa infeksi yang umumnya ditemui pada kehamilan. Yang paling
sering adalah infeksi asimptomatik, sedangkan pada simptomatik yang terjadi di
traktus urinarius bawah menyebabkan cystitis atau bila terjadi kalyx ginjal, pelvis
dan parenkim menyebabkan pyelonefritis.

Wanita hamil rentan tehadap infeksi traktus urinarius, yang disebabkan oleh
hydronefhrosis yang dapat menyebabkan urinaristrasis. Adanya bakteri dalam urin
di anggap signifikan saat urin yang di ambil spesimennya mengandung lebih dari
10.000 per ml yaitu 50.000 bakteri dari spesies yang sama tiap mL. hal tersebut
berarti adanya gejala Cystitis dan pyuria.

Traktus urinarius bagian bawah memiliki dua fungsi utama, yaitu: sebagai
tempat untuk menampung produksi urine dan sebagai fungsi ekskresi.
Selama kehamilan, saluran kemih mengalami perubahan morfologi dan fisiologi.
Perubahan fisiologis pada kandung kemih yang terjadi saat kehamilan
berlangsung merupakan predisposisi terjadinya retensi urine satu jam pertama
sampai beberapa hari post partum. Perubahan ini juga dapat memberikan gejala
dan kondisi patologis yang mungkin memberikan dampak pada perkembangan
fetus dan ibu. Donald, Saultz

Residu urine setelah berkemih normalnya kurang atau sama dengan 50 ml,
jika residu urine ini lebih dari 200 ml dikatakan abnormal dan dapat juga
dikatakan retensi urine.Ostergard’sInsiden terjadinya retensi urine post partum
berkisar 1,7% sapai 17,9%. Secara umum penanganannya diawali dengan
kateterisasi. Jika residu urine lebih dari 700 ml, antibiotik profilaksis dapat
diberikan karena penggunaan kateter dalam jangka panjang dan berulang.

Penyakit infeksi dalam kehamilan adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
atau bakteri yang sangat membahayakan bagi ibu hamil. Penyakit ini akan
semakin berisiko apabila dan dapat menyebabkan kematian pada janin yang
dikandung ibu hamil Penyakit ini menjadi suatu masalah dalam kesehatan
reproduksi di Indonesia, hal ini disebabkan karena penyakit infeksi kehamilan
dapat mengganggu kesehatan reproduksi dan perkembangan janin dalam tubuh
ibu hamil.

Dampak yang timbul akibat infeksi dalam kehamilan ini, khususnya bagi ibu
hamil tidak dapat diabaikan begitu saja. Masalah tersebut merupakan masalah
besar yang memerlukan penanganan khusus dengan biaya mahal tapi
hasilnya tidak begitu memuaskan.

Penyakit infeksi dalam kehamilan menjadi perhatian dari semua pihak,


mengingat pengaruhnya terhadap keselamatan manusia pada saat ini maupun
keselamatan generasi penerus atau keturunan. Maka dari itu diperlukan
penanganan sedini mungkin dengan cara menjaga kebersihan lingkungan dan
makanan serta menghindarkan hubungan seksual yang tidak sehat. Hepatitis dan
penyakit hati lain yang terjadi selama kehamilan harus menjadi perhatian karena
dapat menimbukan masalah kesehatan serius, baik bagi ibu maupun bayi.

Pada wanita hamil kemungkinan untuk terjangkit hepa-titis virus adalah sama
dengan wanita tidak hamil pada umuryang sama.Kelainan hepar yang mempunyai
hubungan langsung dengan peristiwa kehamilan, ialah :Acute fatty liver of
pregnancy (Obstetric acute yellow-atrophy).Recurrent intra-hepatic cholestasis of
pregnancy. (2)Infeksi hepatitis virus pada kehamilan tidak berhubungan langsung
dengan peristiwa kehamilan, namun tetap memerlu-kan penanganan khusus,
mengingat penyulit-penyulit yang mungkin timbul baik untuk ibu maupun janin.

1.2 Tujuan

 Untuk mengetahui infeksi traktus urenarius pada kehamilan dan persalinan


 Untuk mengetahui infeksi hepatitis pada kehamilan dan persalinan
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Infeksi Traktus Urinarius

2.1.1 Definisi

Obstruksi traktus urinarius atau disebut juga Infeksi saluran kencing


adalah suatu keadaan yang ditandai dengan berkembang biaknya mikroorganisme
di dalam saluran kemih. Infeksi ini merupakan infeksi bakteri yang paling sering
dijumpai pada wanita karena pendeknya uretra pada wanita sehingga
memudahkan masuknya bakteri ke dalam kandung kemih.

Obstruksi traktus urinarus terjadi pada traktus urinarius, termasuk pelvis


renalis, ureter, buli-buli dan urethra. Kondisi ini terjadi bila bagian dari traktus
urinarus mengalami obstruksi, sehingga aliran urin dari ginjal terhambat.

2.1.2 Etiologi

Infeksi saluran kencing merupakan jenis infeksi nosokomial yang paling


sering terjadi sekitar 40% dari seluruh infeksi pada Rumah Sakit setiap tahunnya.
Organisme yang menyerang bagian tertentu sistem urine menyebabkan infeksi
pada saluran kencing yaitu ginjal (Pielonefritis), kandung kemih (Sistitis), atau
urine (Bakteriuria). Salah satu penyebaran organismenya dapat melalui
penggunaan kateter dalam jangka pendek.. Resiko yang lebih besar lagi bisa
terjadi pada penggunaan kateter yang lebih lama, apabila urine dibiarkan mengalir
ke tempat atau kantong pengumpulan yang terbuka., seluruh pasien akan
menyebarkan bakteri dalam 4 hari (dengan gejala atau tanpa gejala).

Walaupun infeksi dapat terjadi karena penyebaran kuman melalui


pembuluh darah dan limfe, akan tetapi yang terbanyak dan tersering adalah
kuman-kuman naik ke atas melalui uretra, ke dalam kandung kemih dan saluran
kemih yang lebih atas. Organisme penyebab infeksi ini berasal dari flora normal.
Sekitar 90% dari strain E.coli yang menyebabkan pyelonefritis nonobstuktif, di
samping kemungkinan kuman-kuman lain Enterobacter aerogenes, klebsiella,
pseudomonas dan lain-lain.Walaupun kehamilan tidak meningkatkan virulensi
dari bakterinya, tetapi stasis urin dan refluk vesikoureteral dapat menjadi
predisposisi infeksi pada infeksi pada traktus urinarius atas.

Obstruksi dari aliran urin dapat terjadi di mana saja dari ginjal sampai
meatus urethra. Secara anatomis terdapat beberapa tempat yang ukuran
diameternya relatif lebih sempit daripada ditempat lain, sehingga batu atau benda-
benda lain yang berasal dari ginjal seringkali tersangkut di tempat itu. Tempat-
tempat penyempitan itu antara lain adalah : pada perbatasan antara pelvis renalis
dan ureter (UPJ), tempat arteri menyilang arteri iliaka di rongga pelvis, dan pada
saat ureter masuk ke buli-buli (UVJ).

Pada perempuan, tempat penyempitannya ada pada ureter distal yang


menyilang secara posterior dari pembuluh darah pelvis dan broad ligament pada
pelvis posterior. Obstruksi traktus urinarius pada perempuan dapat terjadi bila
ureter ditekan dari luar oleh tumor pelvis atau keganasan gynekologi. Obstruksi
traktus urinarius pada perempuan yang lebih tua paling sering terjadi akibat
prolapnya struktur pelvis, seperti uterus dan buli-buli. Kehamilan dapat
menyebabkan obstruksi traktus urinarius pada perempuan yang lebih muda akibat
obstruksi ureter oleh uterus yang gravid. Pada laki-laki, pembesaran prostat (BPH)
dapat menyebabkan obstruksi traktus urinarius dengan cara mengobstruksi uretra.
Striktur urethra dapat juga menyebabkan obstruksi traktus urinarius.

Pada wanita hamil memiliki peluang lebih tinggi lagi untuk terserang
infeksi saluran kencing tersebut, karena telah terjadi perubahan-perubahan baik
secara anatomik maupun fisiologik maka sistem saluran kemih pada ibu hamil
rawan terjadi infeksi. Pada wanita hamil terjadi penurunan tonus dan aktifitas
otot-otot ureter yang berakibat terjadinya penurunan kecepatan pengeluaran urin
melalui sistem pengumpul urin. Ureter bagian atas dan pelvis renal mengalami
dilatasi dan menyebabkan terjadinya hidronefrosis fisiologis pada kehamilan.
Hidronefrosis ani adalah akibat pengaruh progesterone terhadap tonus otot dan
peristaltic, dan yang paling penting adalah akibat obstuksi mekanik oleh uterus
yang membesar. Juga didapatkan perubahan pada kandung kemih termasuk
penurunan tonus, peningkatan kapasitas, dan pengosongan kandung kemih yang
tidak sempurna. Selain itu terjadi peningkatan pH urin selama kehamilan
memudahkan pertumbuhan bakteri. Ini semua merupakan predisposisi terjadinya
infeksi saluran kemih pada ibu hamil.

2.1.3 Patofisiologis

Kebanyakan infeksi traktus urinarius disebabkan oleh bakteri gram-


negatif, terutama Eskerisia koli, spesies pseudomonas dan organisme yang berasal
dari kelompok Enterobakter. Jumlah seluruhnya mencapai lebih dari 80% kultur
positif infeksi saluran kencing (Haley, 1985). Sementara kebanyakan organisme
organisme tersebut adalah Eskerisia koli, infeksi jamur, misalnya spesies kandida,
yang meningkat bersamaan dengan munculnya HIV/AIDS dan penyebarannya
menggunakan antibiotika berspektrum luas.

2.1.4 Klasifikasi, tanda dan gejala, diagnosa beserta penanganannya

a. Bakteriuria Asimtomatik

Tidak ada gejala yang timbul dihubungkan dengan infeksi ini, yang
dialami 11% dalam kehamilan. Ada peningkatan penderita bakteriuria tanpa
gejala pada wanita yang pernah menderita infeksi saluran kemih, diabetes dan
wanita dengan gejala sel sabit. Bakteriuria asimptomatik diasosiasikan dengan
phielonefritis, melahirkan dini dan BBLR. Beberapa peneliti mendapatkan adanya
hubungan kejadian bakteriuria ini dengan peningkatan kejadian anemia dalam
kehamilan, persalinan prematur, gangguan pertumbuhan janin dan pre eklampsia.
Oleh karena itu pada wanita hamil dengan bakteriuria harus diobati dengan
seksama sampai air kemih bebas dari bakteri yang dibuktikan dengan pemeriksaan
beberapa kali.
 Pemeriksaan Laboratorium :

Semua wanita hamil sebaiknya dilakukan pemeriksaan Laboratorium urin


secara mikroskopik, tampak peningkatan jumlah leukosit, sejumlah eritrosit,
Bakteri dan spesimen urine. Untuk menghindari kontaminasi, spesimen urine
diambil dari aliran tengah (mid-stream) setelah daerah genitalia eksterna dicuci
terlebih dahulu. Kultur bakteri dan tes kepekaan antibiotika bila dimungkinkan
sebaiknya diperiksa.

 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan bakteriuria asimtomatik pada kehamilan secara


keseluruhan meliputi 3 tahap,yaitu:

1. Diagnose awal dan konfirmasi infeksi atau penapisan

Penapisan dilakukan dengan kultur urin pada trimester pertama. Bakteri


uria biasanya sudah ada pada saat kunjungan pranatal I dan setelah biakan urin
awal yang negatif, wanita yang mengalami infeksi saluran kemih jumlahnya 1 %
atau kurang.

2. Pemberian terapi

Terapi selama 10 hari dengan makrokristal nitrovurantoin 100 mg/hari


terbukti untuk sebagian besar wanita. Regimen lain adalah amphicilin,
amoksisilin, chefalosporin, nitrofurantoin, atau sulfonamide 4 X sehari selam 3
hari.

3. Tindak lanjut / follow up

Setelah pengobatan selesai diberikan maka kultur ulang harus dilakukan


lagi untuk melihat apakah eradikasi bakteri berhasil. Bila pasien menunjukkan
tanda-tanda sepsis, muntah dan kemungkinan terjadi dehidrasi dan kontraksi
uterus maka penderita harus dirawat di rumah sakit.
b.Sistitis Dan Uretritis

Sistitis merupakan peradangan kandung kemih tanpa disertai radang pada


bagian saluran kemih, biasanya inflamasi akibat bakteri. Sistem ini sukup sering
dijumpai dalam kehamilan dan nifas. Kuman penyebab utamanya adalah E.coli,
disamping dapat oleh kuman-kuman lain. Predisposisi lain adalah karena uretra
wanita yang pendek, sistokel, adanya sisa air kemih yang tertinggal, disamping
penggunaan kateter untuk usaha pengeluaran urin pada pemeriksaan ginekologik
atau pesalinan. Penggunaan kateter ini dapat mendorong kuman-kuman yang ada
di uretra distal untuk masuk ke kandung kemih.

Biasanya sistitis di tandai oleh disuria, urgensi dan frekuensi. Biasanya


ditemukan bakteri uria dan piuria. Hematuriamikroskopik sering terjadi dan
kadang-kadang terjadi hematuria makroskopik akibat sistitis haemoragik,
walaupun sistitis biasanya tidak berpenyulit, saluran kemih bagian atas dapat
terkena akibat infeksi asenden.

 Tanda dan Gejala :

a. Hampir 95 % mengeluh nyeri pada derah supra simpisis atau nyeri saat
berkemih.

b. Frekuensi berkemih meningkat tetapi jumlahnya sedikit sehingga menimbulkan


rasa tidak puas dan tuntas.

c. Air kencing kadang terasa panas.

d. Air kencing berwarna lebih gelap dan pada serangan akut kadang-kadang
berwarna kemerahan.

 Pemeriksaan Laboratorium :

Secara mikroskopik, tampak peningkatan jumlah leukosit, sejumlah


eritrosit, bakteri pada spesimen urin. Untuk menghindari kontaminasi, spesimen
urin diambil dari aliran tengah setelah daerah genitalia eksterna dicuci terlebih
dahulu. Hasil biakan bakteriologis air kemih, umumnya memberikan hasil yang
positif. Seringkali dijumpai piuria atau hematuria (gross hematuria).
 Penanganan :

1. Umumnya dilakukan pengobatan rawat jalan dan pasien dianjurkan untuk


banyak minum.

2. Atur frekuensi berkemih untuk mengurangi sensasi nyeri, spasme dan


rangsangan untuk selalu berkemih (tetapi dengan jumlah urine yang minimal).
Makin sering berkemih, nyeri dan spasme akan makin bertambah.

3. Hanya Ibu hamil yang mengeluh nyeri hebat disertai dengan hematuria,
memerlukan perawatan dan observasi ketat.

4. Terapi antibiotika yang dipilih, mirip dengan pengobatan bakteriuria


asimptomatik. Apabila antibiotika tunggal kurang memberikan manfat, berikan
antibiotika kombinasi. Kombinasi tersebut dapat berupa jenis obatnya ataupun
cara pemberiannya, misal: amoksillin 4x250 mg per oral., digabung dengan
Gentamisin 2x80 mg secara intramuskular selama 10-14 hari. Dua hingga 4
minggu kemudian dilakukan penilaian laboratorium untuk evaluasi
pengobatan.

5. Hampir 25% pasien pernah mengalami sistitis, akan mengalami infeksi ulangan
sehingga perlu diberikan konseling untuk upaya profilaksis dan kunjungan
ulang apabila timbul kembali tanda sistitis. Untuk pencegahan infeksi berulang
berikan nitrofurantoin 100 mg/hari setiap malam sampai sesudah 2 minggu
post partum.

6. Dalam asuhan antenatal yang terjadwal, sebaiknya dilakukan pemeriksaan air


kemih, sebagai langkah antisipatif terhadap infeksi ulang.

c. Pielonefritis Akut

Infeksi ginjal merupakan penyulit medis paling serius pada kehamilan,


terjadi pada sekitar 2 % wanita hamil. Adanya bakteriuri asimtomatik merupakan
faktor besar yang mempengaruhi terjadinya pielonefritis akut pada kehamilan.
Keseriusan pielonefritis akut selama kehamilan merupakan penyebab utama syok
septic selama kehamilan.
Infeksi ginjal lebih sering terjadi setelah pertengahan kehamilan, pada
lebih dari separuh kasus penyakitnya unilateral dan di sisi kanan, sedangkan pada
¼ bilateral. Pada sebagian besar wanita, infeksi disebabkan oleh bakteri yang naik
dari saluran kemih bawah.

 diagnosis

Penggunaan kateter untuk mengekuarkan urine waktu persalinan atau


kehamilan, air kemih yang tertahan sebab perasaan sakit waktu berkemih karena
trauma persalinan atau luka pada jalan lahir.

Sekitar 1%-2% wanita hamil, mengalami pielonefritis akuta. Kondisi ini


merupakan masalah utama saluran kemih pada wanita hamil. Duapertiga kasus
pielonefritis akut, didahului oleh bakteriuria asimptomatik. Pielonefritis sangat
berkaitan dengan stasis aliran air kencing akibat perubahan-perubahan sistem.

 Gambaran Klinis

Gejala meliputi demam, menggigil hebat, dan nyeri tumpul di salah satu
atau kedua regio lumbal. Pasien mungkin mengalami anoreksia, mual dan muntah.
Perjalanan penyakit dapat hipotermia sangat bervariasi dengan demam sampai
setinggi 40 C. Kadang-kadang diare , Dapat juga jumlah urine berkurang ,
Pemeriksaan air kemih menunjukan banyak sel-sel leukosit dan bakteri. Hasil
biakan menunjukan banyak koloni mikroorganisme patogen.

 Penatalaksanaan

Hidrasi intra vena agar produksi urin memadai merupakan hal yang
esensial. Keluaran urin, tekanan darah dan suhu dipantau secara ketat. Demam
tinggi harus diatasi, biasanya dengan selimut pendingin.

Infeksi saluran kemih yang serius ini biasanya cepat berespon terhadap
hidrasi intravenal dan terapi antimikroba. Pemberian antibiotic adalah golongan
penisilin dengan sprektum luas (piperasilin, mezlosilin, tikarsilin/asam klavilanik)
atau sefalosforin sprektum luas ( sefotaksim, sefrisoksim, seftriakson) atau
aztreonam atau aminoglikosida.Gejala klinis umumnya reda dalam 2 hari setelah
terapi, tetapi walaupun gejala cepat menghilang dianjurkan agar terapi dilanjutkan
hingga 7-10 hari. Apabila biakan urin selanjutnya memberikan hasil positif
diberikan nitrofurantoin 100 mg sebelum tidur selama sisa kehamilan.

 Penatalaksanaan Rawat Jalan

Tidak ada perbedaan bermakna dalam respon klinis atau hasil kehamilan
antara pasien rawat inap dan rawat jalan. Semua wanita dalam uji ini mendapat
dua dosis ceftriakson IM 1 gr di RS dengan selang 24 jam sebelum mereka yang
dimasukan kekelompok rawat jalan diperbolehkan pulang. Dalam hal ini
diperlukan evaluasi ketat sebelum dan setelah pemulangan dari RS.

 Penatalaksaan Bagi Mereka Yang Tidak Berespon

Apabila perbaikan klinis belum tampak jelas dalam 48-72 jam, wanita
tersebut perlu pemeriksaan obstruksi saluran kemih, untuk mecari ada tidaknya
dipensi abnormal pada ureter atau pielokaliks.

Pemasangan doble-J steent diureter akan mengatasi obstruksi pada


sebagian besar kasus. Apabila gagal dilakukan nefrostomi perkutanium. Apabila
gagal juga perlu dilakukan pengeluaran batu ginjal secara bedah agar infeksi reda.

 Tindak Lanjut

Bila tidak dilakukan tindakan-tindakan untuk menjamin sterilitas urin,


pasien sebaiknya diberi nitrovurantoin 100 mg sebelum tidur sampai selesai
hamil.

d. Pielonefritis Kronik

Penyakit ini adalah suatu nefritis interstisial kronik yang diperkirakan


disebabkan oleh infeksi bakteri. Pada banyak kasus, terjadi pembentukan jaringan
parut klasik yang terdeteksi secara radiologis dan disertai refluks ureter selagi
berkemih oleh karenanya penyakit ini juga disebut sebagai nefropatirefluks. Pada
kasus lanjut, yang muncul adalah gejala insufisiensi ginjal. Patogenesis penyakit
ini masih belum jelas tetapi tampaknya bukan hanya disebabkan oleh infeksi
bakteri persisten.

Prognosis pada ibu dan janin bergantung pada luas kerusakan ginjal.
Gangguan fungsi ginjal dan pembentkan jaringan parut ginjal bilateral berkaitan
dengan peningkatan penyulit pada ibu, apabila pielonefritit kronik lainnya
mengalami penyulit bakteri uria selama kehamilan, dapat terjadi pielonefritit akut
yang akan memperparah keadaan. Hampir seluruh wanita dengan pembentukan
jaringan parut ginjal akibat infeksi saluran kemih pada masa kanak-kanak akan
mengalami bakteri uria saat hamil

2.1.5 Akibat infeksi saluran kemih pada kehamilan

Pielonefritis akut merupakan penyulit tersering pada kehamilan dapat


menimbulkan ancaman yang serius terhadap kesejahteraan ibu maupun janin.
Infeksi saluran kemih baik dalam tingkat pielonefritis akut maupun masih
bakteriuria asimtomatik pada kehamilan dapat meningkatkan risiko persalinan
preterm, terjadinya abortus dan lahir mati.

Bagi ibu umumnya cukup baik bila pengobatan cepat dan tepat diberikan,
sedangkan pada hasil konsepsi sering kali menimbulkan keguguran atau
persalinan prematur.

Data paling dini mengenai perubahan pada traktus urinarius bagian bawah
sebagai akibat dari kehamilan dan persalinan didapat dari pembedahan dua orang
wanita pada abad ke-19. Satu orang meninggal pada kehamilan lanjut, sedang
yang lain meninggal pada persalinan. Pembedahan sagital ini menunjukkan
adanya perubahan posisi dari kandung kemih dan uretra. Malpas dkk.
menampilkan penelitian secara radiologis pada kehamilan dan persalinan.1
Ditemukan adanya perubahan leher kandung kemih dan pemanjangan uretra
selama persalinan. Dikatakan bahwa perubahan ini dapat menyebabkan kerusakan
yang ireversibel pada struktur penunjang panggul dan mekanisme sfingter serta
dapat memberikan kontribusi  terjadinya prolaps organ panggul dan inkontinensia
urin di masa yang akan datang. Meskipun pada penelitian itu menggunakan
sistoskopi, tapi telah dikonfirmasi bahwa trauma yang terjadi pada persalinan per
vaginam diperkirakan  tidak terbukti menimbulkan kerusakan tersebut ireversibel
dan juga tidak terbukti bahwa hal tersebut merupakan faktor pencetus terjadinya
kerusakan dasar panggul.

2.2 Pengertian Hepatitis pada Kehamilan

2.2.1 Definisi
Hepatitis merupakan suatu istilah umum untuk terjadinya peradangan pada
sel-sel hati. Hepatitis dapat disebabkan oleh kondisi non-infeksi seperti obat-
obatan, alkohol, dan penyakit autoimun, atau oleh adanya infeksi seperti hepatitis
virus.
Penyakit hati biasanya jarang terjadi pada wanita hamil, namun apabila
timbul ikterus pada kehamilan, maka penyebabnya paling sering adalah hepatitis
virus.
Adapun ikterus pada kehamilan sebenarnya dapat disebabkan oleh
beberapa keadaan :
a. Ikterus yang terjadi oleh karena kehamilan.

1.    Perlemakan hati akut.

2.    Toksemia.

3.    Kolestatis Intrahepatik.

b. Ikterus yang terjadi bersama dengan suatu kehamilan.

1. Hepatitis Virus

2. Batu Empedu

3. Penggunaan obat-obatan hepatotoksik

4. Sirosis hati

Ikterus dapat timbul pada satu dari 1500 kehamilan, 41% di antaranya
adalah hepatitis virus, 21% oleh karena kolestasis  intrahepatik, dan kurang dari
6% oleh obstruksi saluran empedu di luar hati.
2.2.2 jenis hepatitis yang sering terjadi pada kehamilan dan
persalinan.

1) Votes

Pada wanita hamil kemungkinan untuk terjangkit hepa-titis virus adalah


sama dengan wanita tidak hamil pada umuryang sama.Kelainan hepar yang
mempunyai hubungan langsung denganperistiwa kehamilan, ialah :Acute fatty
liver of pregnancy (Obstetric acute yellow-atrophy).Recurrent intra-hepatic
cholestasis of pregnancy. (2)Infeksi hepatitis virus pada kehamilan tidak
berhubunganlangsung dengan peristiwa kehamilan, namun tetap memerlu-kan
penanganan khusus, mengingat penyulit-penyulit yang mungkin timbul baik untuk
ibu maupun janin.

 Hepar dalam Kehamilan

Pada kehamilan, hepar ternyata tidak mengalami pembesar-an.Hal ini


bertentangan dengan penelitian pada binatang yangmenunjukkan bahwa hepar
membesar pada waktu kehamilan. Bila kehamilan sudah mencapai trimester ke
III, sukar untukmelakukan palpasi pada hepar, karena hepar tertutup
olehpembesaran rahim. Oleh karena itu bila pada kehamilan tri-mester ke III
hepar dapat dengan mudah diraba, berarti sudah terdapat kelainan-kelainan yang
sangat bermakna. Perubahan-perubahan mikroskopik pada hepar akibat keha-
milan adalah tidak khas.Pengaliran darah ke dalam hepar tidak mengalami
perubahan,meskipun terjadi perubahan yang sangat menyolok pada sistem kardio
vaskuler. (2)Wanita hamil sering menunjukkan tanda-tanda mirip adanyapenyakit-
penyakit hepar, misalnya : spider naevi dan palmarerythema, yang wajar pada
kehamilan, akibat meningkatnyakadar estrogen. Semua protein serum yang
disintese dalam hepar akan mengalami perubahan pada waktu kehamilan. Jumlah
protein serummenurun sekitar 20% pada trimester II, akibat penurunan kadar
albumin secara menyolok, sedang fibrinogen justru mengalami kenaikan.

 Penyebab

Hepatitis biasanya terjadi karena virus, terutama salah satu dari kelima
virus hepatitis, yaitu A, B, C, D atau E. Hepatitis juga bisa terjadi karena infeksi
virus lainnya, seperti mononukleosis infeksiosa, demam kuning dan infeksi
sitomegalovirus. Penyebab hepatitis non-virus yang utama adalah alkohol dan
obat-obatan

2) Hepatitis infeksiosa

Hepatitis infeksiosa disebabkan oleh virus dan merupakan penyakit hati


yang paling sering dijumpai dalam kehamilan. Pada wanita hamil penyebab
hepatitis infeksiosa terutama oleh Virus hepatitis B, walupun kemungkinan juga
dapat Virus hepatitis A atau hepatitis C. Hepatitis virus dapat terjadi pada setiap
saat kehamilan dan mempunyai pengaruh buruk pada janin maupun Ibu. Pada
trimester pertama dapat terjadi keguguran, akan tetapi jarang dijumpai kelainan
kongenital (anomali pada janin), sedangkan pada kehamilan trimester kedua dan
ketiga, sering terjadi persalinan prematur. Tidak dianjurkan untuk melakukan
terminasi pada kehamilan, dengan induksi atau seksio sesarea, karena akan
mempertinggi resiko pada Ibu. Pada hepatitis B, janin kemungkinan dapat
penularan melalui plasenta, waktu lahir, atau masa neonatus; walaupun masih
kontroversi tentang penularan melalui air susu.

3) Penyakit hati karena obat

Obat-obat tertentu dapat menimbulkan gangguan faal hati, bahkan dapat


menyebabkan kerusakan fatal seperti fenotiazin, tetrasikin, klorpromazin,
koloform, arsenamin, fosfor, karbon tetraklorida, isoniazid, asetaminofen.
Fenotiazin dan klorpromazin yang digunakan untuk mengurangi rasa mual,
muntah-muntah dalam kehamilan dapat menyebabkan ikterus, bila diberikan
terlalu lama atau dalam dosis yang besar. Tetrasiklin yang merupakan obat yang
dilarang digunakan dalam kehamilan karena dapat menyebabkan kelainan
kongenital (teratogenik) pada janin, juga dapat menimbulkan kerusakan pada hati.
Begitu pula obat-obat isoniasid, yang selalu diikutkan sebagai obat untuk penyakit
TBC, dapat menimbulkan kelainan hati, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan
faal hati setelah pengobatan beberapa bulan.
4) Ruptura hepatitis

Ruptura hepatitis, baik yang traumatik maupun yang spontan, dapat terjadi
dalam kehamilan, biasanya yang robek lobus kanan. Mortalis sangat tinggi,
kemungkinan 75% penderita meninggal. Hampir semua penderita yang
mengalami ruptura hepatis pernah menderita pre-eklampsia atau eklamsia.
Gambaran klinik mencakup nyeri epigastrium, abdomen akut, pekak sisi, pekak
beranjak (shifting dullness)dan syok. Penderita dapat diselamatkan apabila ruptura
hepatis lekas diketahui dan segera dioperasi.

5) Sirosis hepatitis

Kehamilan agaknya tidak mempengaruhi jalannya sirosis hepatis.


Sebaliknya, sirosis dapat mempunyai pengaruh tidak baik terhadap kehamilan,
tergantung dari beratnya penyakit.Penderita dengan fungsi hepar yang masih baik
dan menjadi hamil, dapat melahirkan biasa tanpa penyakitnya menjadi lebih buruk
akibat kehamilannya, asal ia mendapat pengobatan dan perawatan yang baik.
Akan tetapi, apabila fungsi hepar sudah terganggu atau ada varises esofagus
karena sirosis, sebaiknya penderita tidak hamil. Terutama dalam trimester III
dapat terjadi krisis gawat hati (liver failure) dan perdarahan dari varises esofagus.
Apabila penderita demikian hamil juga, maka abortus buatan dapat
dipertimbangkan, walaupun pada umumnya sirosis saja tidak merupakan indikasi
bagi pengakhiran kehamilan.

2.2.3 Tanda dan Gejala

Salah satu hal yang mengkawatirkan mengenai penyakit ini adalah


hepatitis B seringkali tidak menampakkan gejala kecuali dilakukan pemeriksaan
darah. Penderita hepatitis B ringan terlihat segar bugar dan tidak menunjukkan
tanda- tanda sakit.

Penyakit Hepatitis menyerang berbagai umur, dan kalangan. Hepatitis


sering pula dijumpai pada weanita hamil, terutama dalam TM II, penyakitnya
biasanya dikenal lebih parah danm dapat mengakibatkan nekrosis hati yang luas
dengan kematian maternal dan fetal yang tinggi.Berdasarkan penemuan HBAg ini
dapat diketahui adanya transmisi hepatitis kejanin pada seorang ibu hamil dengan
HBAg ( + ). Penularan perinatal inimmenyangkut kehidupan janin atau bayi
tersebut selanjutnya, dimana dapat terjadi keadaan yang berat seperti sirosis
hepatitis dan karsinoma hepatoseluler yang saat ini dapat dicegah dengan
imunisasi. Penularan kepada anak yang terjadi saat lahir dan setelah lahir adalah
melalui pencernaan yang menelan darah dari permukaan jalan lahir , asi, kontak
langsung dengan sekret dari ibu, melalui alat monitor pada persalinan maupun alat
suntik yang terkontaminasi. Mengingat bahwa virus Hepatitis terdapat dalam asi
( khusus bagi wanita penderita Hepatitis ) sebaiknya menyusui hanya
diperbolehkan bila telah dilakukan imunisasi. Dalam hal ini perlu diingat bahwa
menghindari asi bukan berarti bayi terlepas dari kemungkinan tertular hepatitis,
karena cara penularan lainnya masih mungkin bisa terjadi.

 Gejala umum yang dapat dikenal :

- badan terasa panas

- mual kadang muntah

- kencing berwarna seperti teh tua

- seluruh kulit menjadi kuning

 Cara penularan penyakit hepatitis :

- melalui kontak pribadi ( berhubungan badan )

- melalui makanan atau minuman

- melalui suntikan atau transfusi darah

2.2.4 Fisiologi Hati dalam Kehamilan Normal

Pada kehamilan, hepar ternyata tidak mengalami pembesar-an.Hal ini


bertentangan dengan penelitian pada binatang yangmenunjukkan bahwa hepar
membesar pada waktu kehamilan. Bila kehamilan sudah mencapai trimester ke
III, sukar untukmelakukan palpasi pada hepar, karena hepar tertutup oleh
pembesaran rahim. Oleh karena itu bila pada kehamilan tri-mester ke III hepar
dapat dengan mudah diraba, berarti sudah terdapat kelainan-kelainan yang sangat
bermakna.

Pada kehamilan normal, tes fisologi hati seperti bilirubin dan transaminase
serum biasanya tidak menunjukkan kelainan. Ekskresi BSP biasanya normal,
dapat sedikit terganggu pada trimester ke tiga. Peningkatan fosfatase alkali dalam
serum dapat terjadi pada bulan ke sembilan kehamilan peningkatan ini disebabkan
oleh produksi dari sinsisiotrofoblas dari plasenta.

Kolesterol serum total meningkat sejak bulan ke empat, biasanya


mencapai puncaknya sekitar 250 mg% pada bulan ke delapan, dan jarang melebihi
400 mg%. Albumin  serum menurun sampai maksimal 1 g% dari keadaan
sebelum hamil pada trimester ke tiga, yang biasanya berhubungan dengan status
nutrisi orang hamil tersebut. Globulin meningkat, demikian pula fibrinogen.
Dengan pemeriksaan elektroforesis protein serum penderita, tampak globulin alfa-
2 dan beta meningkat, sedangkan globulin gama sedikit menurun.

Perubahan-perubahan mikroskopik pada hepar akibat keha-milan adalah


tidak khas.Pengaliran darah ke dalam hepar tidak mengalami perubahan,meskipun
terjadi perubahan yang sangat menyolok pada sistem kardio vaskuler .Wanita
hamil sering menunjukkan tanda-tanda mirip adanyapenyakit-penyakit hepar,
misalnya : spider naevi dan eritema palmaris

Adanya spider nevi dan eritema palmaris bukan disebabkan oleh gangguan


faal hati, melainkan oleh karena estrogen yang  meningkat pada kehamilan; tanda-
tanda ini dapat terjadi pada 2/3 wanita hamil yang berkulit putih, dan  sedikit pada
kulit berwama. 

  Pemeriksaan biopsi hati tidak menunjukkan kelainan, meskipun kadang-


kadang tampak infiltrasi limfosit yang ringan pada daerah portal, dan pada
pemeriksaan dengan mikroskop elektron terlihat peningkatan retikulum
endoplasmik. Aliran darah ke hati juga tidak mengalami perubahan yang berarti.

Semua protein serum yang disintese dalam hepar akan mengalami


perubahan pada waktu kehamilan. Jumlah protein serum menurun sekitar 20%
pada trimester II, akibat penurunan kadar albumin secara menyolok, sedang
fibrinogen justru mengalami kenaikan.
2.2.5 Hepatitis virus pada Kehamilan

Pada wanita hamil kemungkinan untuk terjangkit hepatitis virus adalah


sama dengan wanita tidak hamil pada usia yang sama. Sarjana lain mengatakan
bahwa di negara sedang berkembang, wanita hamil lebih mudah terkena hepatitis
virus, hal ini erat hubungannya dengan keadaan nutrisi dan higiene sanitasi yang
kurang baik.

Hepatitis virus dapat timbul pada ketiga trimester kehamilan dengan angka
kejadian yang sama; tetapi Siegler dan Keyser mendapatkan angka 9.5% hepatitis
virus terjadi pada trimester I, 32% terjadi pada trimester II, dan 58,5% terjadi pada
trimester  III.

Gambaran klinik, laboratorium, dan histopatologi adalah sama dengan


penyakit hepatitis virus pada orang tidak hamil. 

a.    Gambaran Klinik


Penyakit ini biasanya memberikan keluhan demam, anoreksia, nyeri otot,
gejala-gejala mirip flu (flu-like syndrome), mual atau muntah, serta nyeri
perut, yang kemudian akan diikuti mata atau kulit berwarna kuning, serta
buang air kecil akan berwarna kecoklatan. Pada pemeriksaan fisik dapat
dijumpai ikterus dan hepatomegali, sedangkan splenomegali  hanya
ditemukan pada 20–25% penderita. 
b.    Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium akan didapatkan gambaran kerusakan
parenkim hati. Bilirubin serum meningkat, demikian pula, transaminase
serum.

c.    Pemeriksaan Histopatologi


Pemeriksaan histopatologi menunjukkan nekrosis sel hati sentrilobuler,
infiltrasi sel radang di segitiga portal, sedangkan kerangka retikulin masih
baik.
d.  Diagnosis
Diagnosis hepatitis virus pada kehamilan ditegakkan atas dasar gambaran
klinik dan laboratorik yang cukup khas, serta pemeriksaan petanda serologik
dari virus hepatitis.
Dalam membuat diagnosis,perlu dibedakan dengan penyakit lain seperti batu
saluran empedu, mononukleosis infeksiosa, leptospirosis, dan penyakit
ikterus obstruktif lainnya. Adanya ikterus yang berat, bilirubin dan
transaminase serum yang  sangat tinggi, leukositosis, suhu tubuh meningkat,
kesadaran yang menurun sampai koma, defisiensi faktor pembekuan  darah,
serta tanda-tanda perdarahan, menggambarkan adanya nekrosis sel parenkim
hati yang luas, dan menunjukkan adanya suatu hepatitis virus tipe fulminan.
e.    Pengelolaan
Pengelolaan secara konservatif adalah terapi pilihan untuk penderita hepatitis
virus pada kehamilan.
Penderita harus tirah baring di rumah sakit sampai gejala ikterus hilang dan
bilirubin serum menjadi normal, makanan yang diberikan menzandung kaya
kalori dan protein. Obatobat hepatotoksik harus dihindari, termasuk alkohol
dan obatobat yang diekskresi dan dikonjungasi di hati. Obat-obat yang
hepatotoksik antara lain adalah klorpromasin, derivat fenotiasin, eritromisin
estolat, PAS, halotan, klorpropamid, thiourasil, dan nitrofurantoin.

Bila diduga akan terjadi perdarahan pasca persalinan karena defisiensi faktor
pembekuan darah, perlil diberikan vitamin K dan transfusi plasma.
Keseimbangan cairan dan elektrolit harus diperhatikan.  

Apabila terdapat tanpa-tanda menjurus ke arah hepatitis fulminan, diit


penderita harus diganti dengan rendah atau tanpa protein; tindakan sterilisasi
usus perlu dilakukan untuk mencegah timbulnya amoniak yang berlebihan.
Beberapa penelitian terakhir menunjukkan bahwa pemakaian kortikosteroid
pada hepatitis fulminan tidak bermanfaat sama sekali.

Hepatitis virus pada kehamilan bukan merupakan indikasi untuk tindakan


terminasi kehamilan, dan tindakan anestesi serta pembedahan akan
menambah morbiditas dan mortalitas penderita.
f.     Prognosis
Prognosis tergantung pada status nutrisi penderita.4 Untuk hepatitis fulminan
prognosis biasanya jelek, angka kematian mencapai lebih dari 85%.

2.2.6 Pengaruh Hepatitis pada Kehamilan dan Janin

Bila hepatitis virus terjadi pada trimester I atau permulaan trimeseter II


maka gejala-gejala nya akan sama dengan gejalamhepatitis virus pada wanita
tidak hamil. Meskipun gejala-gejala yang timbul relatif lebih ringan dibanding
dengan gejala-gejala yang timbul pada trimester III, namun penderita hendaknya
tetap dirawat di rumah sakit.
Hepatitis virus yang terjadi pada trimester III, akan menimbulkan gejala-
gejala yang lebih berat dan penderita umumnya me-nunjukkan gejala-gejala
fulminant. Pada fase inilah acute hepatic necrosis sering terjadi, dengan
menimbulkan mortalitasIbu yang sangat tinggi, dibandingkan dengan penderita
tidak hamil. Pada trimester III, adanya defisiensi faktor lipo tropikdisertai
kebutuhan janin yang meningkat akan nutrisi, menyebabkan penderita mudah
jatuh dalam acute hepatic necrosis Tampaknya keadaan gizi ibu hamil sangat
menentukan prognose.
Penyelidik lain juga menyimpulkan, bahwa berat ringan gejala hepatitis
virus pada kehamilan sangat tergantung darikeadaan gizi Ibu hamil. Gizi buruk
khususnya defisiensi protein, ditambah pula me-ningkatnya kebutuhan protein
untuk pertumbuhan janin,menyebabkan infeksi hepatitis virus pada kehamilan
memberi gejala-gejala yang jauh lebih berat.Pengaruh kehamilan terhadap berat
ringannya hepatitis virus,telah diselidiki oleh ADAM, yaitu dengan cara mencari
hubungan antara perubahan-perubahan koagulasi pada kehamilan dengan beratnya
gejala-gejala hepatitis virus. Diketahuibahwa pada wanita hamil, secara fisiologik
terjadi perubahan-perubahan dalam proses pembekuan darah, yaitu dengan ke-
naikan faktor-faktor pembekuan dan penurunan aktivitasfibrinolitik, sehingga
pada kehamilan mudah terjadi DIC(Disseminated Intra Vascular Coagulation).
Dalam penelitianini terbukti bahwa DIC tidak berperan dalam
meningkatkanberatnya hepatitis virus pada kehamilan.Tetapi sebaliknya, bila
sudah terjadi gejala-gejala hepatitisvirus yang fulminant, barulah DIC mempunyai
arti.Hepatitis virus pada kehamilan dapat ditularkan kepada ja-nin, baik in utero
maupun segera setelah lahir. Penularan virus ini pada janin, dapat terjadi dengan
beberapa cara, yaitu :
- Melewati placenta
- Kontaminasi dengan darah dan tinja Ibu pada waktu persalinan
- Kontak langsung bayi baru lahir dengan Ibunya
- Melewati Air Susu Ibu, pada masa laktasi. Adanya kebocoran plasenta yang
menyebabkan tercampurnya darah ibu dengan darah fetus.
- Tertelannya cairan amnion yang terinfeksi.
- Adanya abrasi pada kulit selama persalinan yang menjadi tempat masuknya
virus.
- Tertelannya darah selama persalinan.
- Penularan melalui selaput lendir.

Baik virus A maupun virus B dapat menembus placenta, sehingga terjadi


hepatitis virus in utero dengan akibat janin lahir mati, atau janin mati pada periode
neonatal. Jenis virus yang lebih banyak dilaporkan dapat menembus placenta,
ialah virus type B. Beberapa bukti, bahwa virus hepatitis dapat menembus
placenta, ialah ditemukannya hepatitis antigen dalam tubuh janin in utero atau
pada janin barulahir. Selain itu telah dilakukan pula autopsy pada janin-janin yang
mati pada periode neonatal akibat infeksi hepatitisvirus. Hasil autopsy
menunjukkan adanya perubahan-perubahan pada hepar, mulai dari nekrosis sel-sel
hepar sampai suatubentuk cirrhosis. Perubahan-perubahan yang lanjut pada
heparini, hanya mungkin terjadi bila infeksi sudah mulai terjadi sejak janin dalam
rahim. Kelainan yang ditemukan pada hepar janin, lebih banyak terpusat pada
lobus kiri. Hal ini membuktikan, bahwa penyebaran virus hepatitis dari Ibu ke
janin dapat terjadi secarahematogen.Angka kejadian penularan virus hepatitis dari
Ibu ke janinatau bayinya, tergantung dari tenggang waktu antara timbulnya infeksi
pada Ibu dengan saat persalinan. Angka tertinggididapatkan, bila infeksi hepatitis
virus terjadi pada kehamilantrimester III. Meskipun pada Ibu-Ibu yang mengalami
hepatitis virus padawaktu hamil, tidak memberi gejala-gejala icterus pada bayi-
nya yang baru lahir, namun hal ini tidak berarti bahwa bayi yang baru lahir tidak
mengandung virus tersebut.Ibu hamil yang menderita hepatitis virus B dengan
gejala-gejala klinik yang jelas, akan menimbulkan penularan pada janinnya jauh
lebih besar dibandingkan dengan Ibu-Ibu hamil yanghanya merupakan carrier
tanpa gejala klinik.
Dilaporkan,bahwa Ibu hamil yang mengalami hepatitis virus B, dengan
gejala yang jelas, 48% dari bayinya terjangkit hepatitis, sedang pada Ibu-lbu hamil
yang hanya sebagai carrier Hepatitis Virus B antigen, hanya 5% dari bayinya
mengalami viru sB antigenemia. Meskipun hepatitis virus, belum jelas
pengaruhnya terhadapkelangsungan kehamilan, namun dilaporkan bahwa
kelahiranprematur terjadi pada 66% kehamilan yang disertai hepatitis virus B.
Adanya icterus pada Ibu hamil tidak akan menimbulkan kern-icterus pada janin.
Kem icterus terjadi akibat adanya unconjugated bilirubin yang melewati placenta
dari Ibu-Ibu hamil yang mengalami hemolitik jaundice. Bila penularan hepatitis
virus pada janin terjadi pada waktupersalinan maka gejala-gejalanya baru akan
nampak dua sampai tiga bulan kemudian. Sampai sekarang belum dapat
dibuktikan, bahwa hepatitisvirus pada Ibu hamil dapat menimbulkan kelainan
kongenitalpada janinnya. Pada pemeriksaan placenta, dari kehamilan yang disertai
hepatitis virus, tidak dijumpai perubahan-perubahan yang menyolok, hanya
ditemukan bercak-bercak bilirubin. Bila terjadi penularan virus B in utero, maka
keadaan ini tidakmemberikan kekebalan pada janin dengan kehamilan berikutnya.
Bayi yang lahir dari ibu dengan hepatitis B akut maupun kronik, perlu
diberi pengobatan imunoprofilaksis.
Virus hepatitis C, meskipun sangat jarang terjadi, dapat ditularkan ibu ke
bayinya pada saat persalinan melalui kontak langsung dengan darah ibu yang
terinfeksi. Wanita dengan tingkat virus hepatitis C yang rendah dalam darah
mereka kecil kemungkinannya menularkan virus itu ke bayi mereka. Wanita
dengan tingkat virus yang tinggi, mereka yang mengalami kerusakan hati parah
atau pada fase akut dari infeksi, berisiko lebih tinggi untuk menularkan hepatitis C
ke bayi mereka. Infeksi hepatitis C biasanya tidak menimbulkan gejala.

2.2.7 Pengobatan
Pengobatan infeksi hepatitis virus pada kehamilan tidak berbeda dengan
wanita tidak hamil. Penderita harus tirah baring di rumah sakit sampai gejala
icterus hilang dan bilirubin dalam serum menjadi normal. Makanan diberikan
dengan sedikit mengandung lemak tetapitinggi protein dan karbohydrat.
Pemakaian obat-obatan hepatotoxic hendaknya dihindari.Kortison baru diberikan
bila terjadi penyulit. Perlu diingatpada hepatitis virus yang aktip dan cukup berat,
mempunyai risiko untuk terjadi perdarahan post-partum, karena menurun-nya
kadar vitamin K. Janin baru lahir hendaknya tetap diikuti sampai periode post
natal dengan dilakukan pemeriksaantransaminase serum dan pemeriksaan
hepatitis virus antigensecara periodik. Janin baru lahir tidak perlu diberi
pengobatankhusus bila tidak mengalami penyulit-penyulit lain.

2.2.8 Pencegahan
Semua Ibu hamil yang mengalami kontak langsung dengan penderita
hepatitis virus A hendaknya diberi immuno globulinsejumlah 0,1 cc/kg. berat
badan. Gamma globulin ternyata tidak efektif untuk mencegah hepatitis virus B.
Terhadap bayi baru lahir dari ibu penderita hepatitis virus B, imunisasi pasif
dengan menggunakan Immunoglobulin Hepatitis B (HBIG) diberikan untuk
mendapatkan antibodi secepat nya guna memerangi virus hepatitis B yang masuk;
selanjutnya disusul dengan imunisasi aktif dengan memakai vaksin.HBIG
diberikan selambat-lambatnya 24 jam pasca persalinan, kemudian vaksin Hepatitis
B diberikan selambat-lambatnya 7 hari pasca persalinan. Dianjurkan HBIG dan
vaksin Hepatitis B diberikan segera setelah persalinan (masing-masing pada sisi
yang berlawanan) untuk mencapai efektivitas yang lebih tinggi
Dosis HBIG yang dianjurkan adalah 0,5 ml i.m. waktu lahir; sedangkan
untuk vaksin dari MSD misalnya diberikan 10 ug (0,5 ml) i.m. bulan 0,1 dan 6
atau vaksin dari Pasteur 5 ug (1 ml) bukan 0, 1, 2 dan 12.
Selain itu, gizi Ibu hamil hendaknya dipertahankan seoptimal mungkin,
karena gizi yang buruk mempermudah penularan hepatitis virus.Untuk kehamilan
berikutnya hendaknya diberi jarak sekurang-kurangnya enam bulan setelah
persalinan, dengan syarat setelah 6 bulan tersebut semua gejala dan pemeriksaan
laborato-rium telah kembali normal.Setelah persalinan, pada penderita hendaknya
tetap dilakukanpemeriksaan laboratorium dalam waktu dua bulan, empat bulan
dan enam bulan kemudian.
Untuk bayi agar terhindar dari penyakit ini, hendaknya orang tua
melakukan pencegahan sejak dini sebagai berikut:

 Pemberian Vaksin.

Pemberian vaksin hepatitis B bagi bayi menjadi penting karena penularan


yang sering terjadi adalah melalui jalan lahir dari ibu yang menderita hepatitis B
atau disebut dengan penularan vertikal.
Penularan ini lebih membahayakan karena pada saat dewasa nanti si bayi dapat
menderita hepatitis kronik. Untuk mencegah penularan ini, setiap bayi diwajibkan
mendapat vaksin hepatitis B pada usia 0-7 hari.
Selain itu, pencegahan juga dapat dilakukan ibu yang beresiko tinggi dengan
melakukan vaksinasi saat kehamilan.

 ASI Cukup.

Usahakan untuk memberikan ASI secara eksklusif.


Pemberian ASI yang cukup akan mengurangi resiko bayi dehidrasi sehingga
kadar bilirubin yang berlebihan akan terbuang melalui air kencing. Selain itu, ASI
juga mengandung sel darah putih yang lebih dari cukup yang dapat disalurkan
kepada anak yang dapat melawan infeksi virus, bakteri dan parasit di usus.

 Menjemur Bayi.

Sinar matahari pagi juga bisa merangsang pembentukan vitamin D dalam


tubuh. Paparan yang dibutuhkan tak perlu lama, cukup sekitar 10 menit pada pagi
hari. Jika kelamaan, bayi dikhawatirkan mengalami hipertermi (peningkatan suhu
tubuh). Kondisi hipertermi beresiko menyebabkan gangguan pada fungsi
metabolisme tubuh bayi, otak dan juga fungsi organ lainnya. Sebaiknya bayi
dijemur di bawah sinar matahari kurang lebih antara jam 7 sampai jam 8 pagi
dengan cara:

1. Baju bayi dibuka, hanya memakai popok.


2. Secara bergantian posisi terlentang, miring ke kiri dan ke kanan.
3. Pada posisi menatap matahari langsung, mata ditutup dengan kasa.
BAB III

KESIMPULAN

Obstruksi traktus urinarius atau disebut juga Infeksi saluran kencing


adalah suatu keadaan yang ditandai dengan berkembang biaknya mikroorganisme
di dalam saluran kemih. Infeksi ini merupakan infeksi bakteri yang paling sering
dijumpai pada wanita karena pendeknya uretra pada wanita sehingga
memudahkan masuknya bakteri ke dalam kandung kemih.

Obstruksi traktus urinarus terjadi pada traktus urinarius, termasuk pelvis


renalis, ureter, buli-buli dan urethra. Kondisi ini terjadi bila bagian dari traktus
urinarus mengalami obstruksi, sehingga aliran urin dari ginjal terhambat.

Hepatitis merupakan suatu istilah umum untuk terjadinya peradangan pada


sel-sel hati. Hepatitis dapat disebabkan oleh kondisi non-infeksi seperti obat-
obatan, alkohol, dan penyakit autoimun, atau oleh adanya infeksi seperti hepatitis
virus.

Penyakit hati biasanya jarang terjadi pada wanita hamil, namun apabila
timbul ikterus pada kehamilan, maka penyebabnya paling sering adalah hepatitis
virus.

Adapun ikterus pada kehamilan sebenarnya dapat disebabkan oleh beberapa


keadaan :

a. Ikterus yang terjadi oleh karena kehamilan.

1. Perlemakan hati akut.

2. Toksemia.

3. Kolestatis Intrahepatik.
b. Ikterus yang terjadi bersama dengan suatu kehamilan.

1. Hepatitis Virus

2. Batu Empedu

3. Penggunaan obat-obatan hepatotoksik

4. Sirosis hati

Ikterus dapat timbul pada satu dari 1500 kehamilan, 41% di antaranya
adalah hepatitis virus, 21% oleh karena kolestasis intrahepatik, dan kurang dari
6% oleh obstruksi saluran empedu di luar hati.
DAFTAR PUSTAKA

Rayburn,William.2001.Obstetri dan Ginekologi.Jakarta:Widya Medika

Laksmi, Purwita.2008.Penyakit-penyakit Pada Kehamilan.Jakarta:Pusat


Penerbitan Ilmu PenyakitDalam.

Geri Morgan,dkk.2003.Obstetri dan ginekologi.Jakarta: Kedokteran EGC

http://xamthoneplus.obat-herbal.info/tag/infeksi-saluran-kemih-pada-ibu-hamil

http://www.pengobatan-herbal.biz/obat-tradisional-alami-untuk-hepatitis-a-b-dan-c/

http://www.kesrepro.info/?q=node/540

http://budilukmanto.org/index.php/seputar-hepatitis/96-hepatitis

http://creasoft.wordpress.com/2008/04/26/hepatitis-pada-kehamilan/

http://ruthchristiany.blogspot.com/2010/08/hepatitis-dalam-kehamilan.html

http://koranindonesiasehat.wordpress.com/2009/12/03/infeksi-pada-kehamilan-infeksi-
saluran-kemih/

http://bedahmataram.org/index.php?
option=com_content&view=article&id=102:obstruksi-traktus-urinarius-
ur&catid=43:regfrat-urologi&Itemid=81

http://obatsakit2011.blogspot.com/2011/06/cegah-hepatitis-b-pada-bayi.html

http://ainicahayamata.wordpress.com/2011/03/30/diabetes-mellitus-gestasional-dmg/

http://www.referensionline.info/315/diabetes-dalam-kehamilan.html

http://education.poztmo.com/2011/05/diabetes-melitus-wanita-hamil-masa.html

http://creasoft.wordpress.com/2008/04/26/diabetes-mellitus-pada-kehamilan/

Anda mungkin juga menyukai