Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH

INFEKSI PADA MASA NIFAS

DI SUSUN OLEH KELOMPOK VII

APRIANTI PURNAMASARI 004STYC18

DIANA NOVITA 009STYC18

EKA MARDIANTI 014STYC18

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PRODI KEPERAWATAN JENJANG S1
MATARAM
2019/2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiran Allah SWT, yang telah memberikan kita nikmat dan Karunia-
Nya sehingga kita semua dapat menjalankan aktivitas kita sehari-hari, khususnya
kami yang dengan karunia-Nyalah, kami dapat menyelesaikan penulisan makalah
dengan tema “INFEKSI PADA MASA NIFAS”. Sholawat serta salam semoga tetap
tercurah kepada Nabi Muhamamd SAW, yang telah membawa kita dari alam yang
gelap gulita menuju alam yang terang benderang.Kami sangat menyadari bahwa
dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan ketidak
sempurnaan kami, baik dari segi penulisan maupun ketajaman analisis permasalahan
didalamnya, Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami
harapkan guna kesempurnaan dalam penulisan makalah pada masa yang akan datang.
Dan akhirnya kami mengucapkan terimakasih atas kesediaan bapa/ibu/saudara untuk
membaca makalah kami.Serta mohon maaf atas segala kekurangannya. Terdorong
oleh rasa ingintahu, kemauan, kerja sama dan kerja keras, kami serahkan seluruh
upaya demi mewujudkan keinginan ini.

Penulis menyadari pula, bahwa selesainya makalah ini tidak lepas dari
dukungan serta bantuan, baik berupa moral maupun material dari semua pihak
terkait.Oleh kerena itu, dengan segala kerendahan hati kami mengucapkan
terimakasih banyak kepada Dosen dan rekan mahasiswa yang memberikan masukan
dan petunjuk serta saran-saran yang baik.

Mataram, 15 April 2020


Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL..................................................................................... i
KATA PENGANTAR...................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1
1.1 LatarBelakang....................................................................................... 1
1.2 RumusanMasalah.................................................................................. 1
1.3 Tujuan masalah..................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................. 2
2.1 Konsep Dasar Penyakit Infeksi Masa Nifas......................................... 2
2.1.1. Definisi..................................................................................... 2
2.1.2. Etiologi..................................................................................... 2
2.1.3. Klasifikasi................................................................................. 3
2.1.4. Manifestasi Klinis..................................................................... 16
2.1.5. Patofisiologi.............................................................................. 16
2.1.6. Woc........................................................................................... 17
2.1.7. Pemeriksaan Penunjang............................................................ 18
2.1.8. Penatalaksanaan........................................................................ 18
2.1.9. Pencegahan Infeksi Nifas......................................................... 19
2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan.................................................... 21
2.2.1. Pengkajian................................................................................. 21
2.2.2. Diagnosa Keperawatan............................................................. 26
2.2.3. Perencanaan Keperawatan........................................................ 26
2.2.4. Implementasi............................................................................. 28
2.2.5. Evaluasi .................................................................................... 29
BAB III PENUTUP.......................................................................................... 30
3.1 Kesimpulan........................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Post partum adalah masa atau waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta keluar
lepas dari rahim, sampai enam minggu berikutnya, disertai dengan pulihnya
kembali organ-organ yang berkaitan dengan kandungan, yang mengalami
perubahan seperti perlukaan dan lain sebagainya yang berkaitan saat melahirkan
(Suherni, 2009).
Infeksi nifas adalah keadaan yang mencakup semua peradangan alatalat
genitalia dalam masa nifas. (Adele Pillitteri, 2007). Salah satu infeksi pada masa
nifas adalah : Tromboflebitis merupakan inflamasi permukaan pembuluh darah
disertai pembentukan pembekuan darah. Tromboflebitis cenderung terjadi pada
periode pasca partum pada saat kemampuan penggumpalan darah meningkat
akibat peningkatan fibrinogen, dilatasi vena ekstremitas bagian bawah disebabkan
oleh tekanan kepala janin kerena kehamilan dan persalinan, dan aktifitas pada
periode tersebut yang menyebabkan penimbunan, statis dan membekukan darah
pada ekstremitas bagian bawah (Adele Pillitteri, 2007).
Perlu dibutuhkan pemantauan khusus terhadap ibu nifas yang mengalami
keluhan-keluhan yang diperkirakan akan mengarah ke gejala patologis masa
nifas.
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1. Apakah konsep dasar dari penyakit infeksi masa nifas?
1.2.2. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan peyakit masa nifas?

1.3. Tujuan
1.3.1. Mampu memahami konsep dasar dari penyakit masa nifas.
1.3.2. Mampu menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan infeksi masa
nifas.

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Konsep Dasar Penyakit Infeksi Nifas
2.1.1. Definisi
Masa nifas adalah masa setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-
alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas
berlangsung selama kira-kira 6 minggu. Periode masa nifas (puerperium)
adalah periode waktu selama 6-8 minggu setelah persalinan. Periode pasca
partum adalah masa dari kelahiran plasenta dan selaput janin (menandakan
akhir periode intrapartum) hingga kembalinya traktus reproduksi wanita pada
kondisi tidak hamil. Periode ini juga disebut periode puerperium, dan wanita
yang mengalami puerperium disebut puerpera. Proses ini dimulai setelah
selesainya persalinan dan berakhir setelah alat-alat reproduksi kembali seperti
keadaan sebelum hamil / tidak hamil sebagai akibat adanya perubahan
fisiologi dan psikologi karena proses persalinan (Saleha, 2009, Varney, 2008).
Komplikasi masa nifas adalah keadaan abnormal pada masa nifas yang
disebabkan oleh masuknya kuman-kuman ke dalam alat genetalia pada waktu
persalinan dan nifas (Saleha, 2009, Wiknjosastro, 2007).
Jadi, yang dimaksud dengan infeksi postpartum adalah infeksi bakteri
pada traktus genetalia yang terjadi setelah melahirkan, ditandai dengan
kenaikan suhu hingga 38 C atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama
pasca persalinan dengan mengecualikan 24 jam pertama.

2.1.2. Etiologi
Penyebab dari infeksi postpartum ini melibatkan mikroorganisme anaerob dan
aerob patogen yang merupakan flora normal serviks dan jalan lahir atau
mungkin juga dari luar. Penyebab yang terbanyak dan lebih dari 50 % adalah
streptococcus dan anaerob yang sebenarnya tidak patogen sebagai penghuni
normal jalan lahir. Kuman-kuman yang sering menyebabkan infeksi
postpartum antara lain :

2
1. Streptococcus haematilicus aerobic Masuknya secara eksogen dan
menyebabkan infeksi berat yang ditularkan dari penderita lain , alat alat
yang tidak steril , tangan penolong , dan sebagainya.
2. Staphylococcus aurelis Masuk secara eksogen, infeksinya sedang, banyak
ditemukan sebagai penyebab infeksi di rumah sakit
3. Escherichia coli Sering berasal dari kandung kemih dan rectum ,
menyebabkan infeksi terbatas
4. Clostridium welchii Kuman anaerobik yang sangat berbahaya , sering
ditemukan pada abortus kriminalis dan partus yang ditolong dukun dari
luar rumah sakit.

2.1.3. Jenis-Jenis Infeksi Masa Nifas


1. Infeksi Payudara
a. Masitis
1) Definisi
Infeksi Payudara (Mastitis) adalah suatu infeksi pada jaringan
payudara. Pada infeksi yang berat atau tidak diobati, bisa terbentuk
abses payudara (penimbunan nanah di dalam payudara).

2) Penyebab
Infeksi payudara biasanya disebabkan oleh bakteri yang banyak
ditemukan pada kulit yang normal (Staphylococcus aureus).
Bakteri seringkali berasal dari mulut bayi dan masuk ke dalam
saluran air susu melalui sobekan atau retakan di kulit (biasanya
pada puting susu).

3
3) Gejala
a) Nyeri payudara
b) Benjolan pada payudara
c) Pembengkakan salah satu payudara
d) Jaringan payudara membengkak, nyeri bila ditekan, kemerahan
dan teraba hangat
e) Nipple discharge (keluar cairan dari puting susu, bisa
mengandung nanah)
f) Gatal - gatal
g) Pembesaran kelenjar getah bening ketiak pada sisi yang sama
dengan payudara yang terkena
h) Demam.
4) Pengobatan
a) Dilakukan pengompresan hangat pada payudara selama 15-20
menit, 4 kali/hari. Diberikan antibiotik dan untuk mencegah
pembengkakan, sebaiknya dilakukan pemijatan dan
pemompaan air susu pada payudara yang terkena.
b) Berikan klosasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari. Bila
diberikan sebelum terbentuk abses biasanya keluhannya akan
berkurang.
c) Sangga payudara.
d) Kompres dingin.
e) Bila diperlukan berikan Parasetamol 500 mg per oral setiap 4
jam.
f) Ibu harus didorong menyusui bayinya walau ada PUS.
g) Ikuti perkembangan 3 hari setelah pemberian pengobatan.
b. Bendungan ASI
1) Definisi
Menurut Huliana (2003) payudara bengkak terjadi karena
hambatan aliran darah vena atau saluran kelenjar getah bening

4
akibat ASI terkumpul dalam payudara. Kejadian ini timbul karena
produksi yang berlebihan, sementara kebutuhan bayi pada hari
pertama lahir masih sedikit.

2) Etiologi
Faktor predisposisi terjadinya bendungan ASI antara lain :
a) Faktor hormon
b) Hisapan bayi
c) Pengosongan payudara
d) Cara menyusui
e) Faktor gizi
f) Kelainan pada puting susu
3) Gejala
Yang biasa terjadi pada bendungan ASI antara lain
a) payudara penuh terasa panas, berat dan keras, terlihat
mengkilat meski tidak kemerahan.
b) ASI biasanya mengalir tidak lancar, namun ada pula payudara
yang terbendung membesar, membengkak dan sangat nyeri,
puting susu teregang menjadi rata.
c) ASI tidak mengalir dengan mudah dan bayi sulit mengenyut
untuk menghisap ASI. Ibu kadang-kadang menjadi demam,
tapi biasanya akan hilang dalam 24 jam.
4) Pengobatan
Upaya pengobatan untuk bendungan ASI adalah :
a) Kompres hangat payudara agar menjadi lebih lembek

5
b) Keluarkan sedikit ASI sehingga puting lebih mudah ditangkap
dan dihisap oleh bayi.
c) Sesudah bayi kenyang keluarkan sisa ASI
d) Untuk mengurangi rasa sakit pada payudara, berikan kompres
dingin
e) Untuk mengurangi statis di vena dan pembuluh getah bening
lakukan pengurutan (masase) payudara yang dimulai dari putin
kearah korpus. (Sastrawinata, 2004)
c. Abses Payudara
1) Definisi
Abses payudara berbeda dengan mastitis. Abses payudara terjadi
apabila mastitis tidak tertangani dengan baik, sehingga
memperberat infeksi.

2) Gejala
a) Sakit pada payudara ibu tampak lebih parah.
b) Payudara lebih mengkilap dan berwarna merah.
c) Benjolan terasa lunak karena berisi nanah.
d) Payudara yang tegang dan padat kemerahan.
e) Pembengkakan dengan adanya fluktuasi.
f) Adanya pus/nanah.
3) Penanganan
a) Teknik menyusui yang benar.
b) Kompres payudara dengan air hangat dan air dingin secara
bergantian.

6
c) Meskipun dalam keadaan mastitis, harus sering menyusui
bayinya.
d) Mulailah menyusui pada payudara yang sehat.
e) Hentikan menyusui pada payudara yang mengalami abses,
tetapi ASI harus tetap dikeluarkan.
f) Apabila abses bertambah parah dan mengeluarkan nanah,
berikan antibiotik.
g) Rujuk apabila keadaan tidak membaik

2. Infeksi perineal
a. Definisi
Masuknya bibit penyakit ke dalam tubuh melalui robekan dan serambi
liang senggama waktu bersalin, sehingga luka terasa nyeri dan
mengeluarkan nanah

b. Penyebab
Disebabkan oleh keadaan yang kurang bersih dan tindakan
pencegahan infeksi yang kurang baik.
c. Tanda dan Gejala
1) Nyeri pada luka.
2) Luka pada perineal yang mengeras.
3) Demam.
4) Keluar pus / cairan.
5) Kemerahan.
6) Berbau busuk.

7
d. Pelaksanaan
1) Jika terdapat pus atau cairan, buka dan drain luka tersebut.
2) Angkat kulit yang nekrotik dan jahitan subkutis dan lakukan
debridement. Jangan angkat jahitan fasia.
3) Jika infeksi hanya superficial dan tidak meliputi jaringan dalam,
atau akan timbulnya abses dan berikan antibiotika. Ampisilin 500
mg per oral 4 kali sehari selama 5 hari.
4) Jika infeksi cukup dalam, meliputi otot dan menimbulkan nekrotik
atau berikan kombinasi antibiotika sampai pasien bebas panas 48
jam.

3. Infeksi Uterus
a. Endometritis (Lapisan dalam rahim)
1) Definisi
Endometritis adalah infeksi pada endometrium (lapisan dalam
dari rahim). infeksi ini dapat terjadi sebagai kelanjutan infeksi
pada serviks atau infeksi tersendiri dan terdapat benda asing dalam
rahim (Anonym, 2008).

2) Tanda dan gejalanya akan berbeda bergantung dari asal infeksi,


sedikit demam, nyeri yang samar-samar pada perut bagian bawah
dan kadang-kadang keluar dari vagina berbau tidak enak yang khas

8
menunjukkan adanya infeksi pada endometrium. Pada infeksi
karena luka biasanya terdapat nyeri dan nyeri tekan pada daerah
luka, kadang berbau busuk, pengeluaran kental, nyeri pada perut
atau sisi tubuh, gangguan buang air kecil. Kadang-kadang tidak
terdapat tanda yang jelas kecuali suhu tunbuh yang meninggi.
Maka dari itu setiap perubahan suhu tubuh pasca lahir harus segera
dilakukan pemeriksaan.
Infeksi endometrium dapat dalam bentuk akut dengan gejala
klinis yaitu nyeri abdomen bagian bawah, mengeluarkan
keputihan, kadang-kadang terdapat perdarahan dapat terjadi
penyebaran seperti meometritis (infeksi otot rahim), parametritis
(infeksi sekitar rahim), salpingitis (infeksi saluran tuba), ooforitis
(infeksi indung telur), dapat terjadi sepsis (infeksi menyebar),
pembentukan pernanahan sehingga terjadi abses pada tuba atau
indung telur (Anonym, 2008).
3) Penatalaksanaan
Untuk mengatasinya biasanya dilakukan pemberian antibiotik,
tetapi harus segera diberikan sesegera mungkin agar hasilnya
efektif. Dapat pula dilakukan biakkan untuk menentukan jenis
bakteri, sehingga dapat diberikan antibiotik yang tepat.

b. Miometritis (infeksi otot rahim)


Miometritis adalah radang miometrium. Sedangkan
miometrium adalah tunika muskularis uterus. Gejalanya berupa
demam, uterus nyeri tekan, perdarahan vaginal dan nyeri perut bawah,
lokhea berbau, purulen.

9
Metritis akut biasanya terdapat pada abortus septik atau infeksi
postpartum. Penyakit ini tidak brerdiri sendiri akan tetapi merupakan
bagian dari infeksi yang lebih luas yaitu merupakan lanjutan dari
endometritis. Kerokan pada wanita dengan endometrium yang
meradang dapat menimbulkan metritis akut. Pada penyakit ini
miometrium menunjukkan reaksi radang berupa pembengkakan dan
infiltarsi sel-sel radang. Perluasan dapat terjadi lewat jalan limfe atau
lewat tromboflebitis dan kadang-kadang dapat terjadi abses.
Metritis kronik adalah diagnosa yang dahulu banyak dibuat
atas dasar menometroragia dengan uterus lebih besar dari bisa, sakit
pnggang, dan leukore. Akan tetapi pembesaran uterus pada multipara
umumnya disebabkan oleh pemanbahan jaringan ikat akibat
kehamilan. Terapi dapat berupa antibiotik spektrum luas seperti
amfisilin 2gr IV per 6 jam, gentamisin 5 mg kg/BB, metronidasol mg
IV per 8 jam, profilaksi anti tetanus, efakuasi hasil konsepsi.

c. Parametritis (infeksi daerah di sekitar rahim).


Parametritis adalah radang dari jaringan longgar di dalam lig
latum. Radang ini biasanya unilatelar. Tanda dan gejala suhu tinggi
dengan demam tinggi, Nyeri unilateral tanpa gejala rangsangan
peritoneum, seperti muntah.

10
Penyebab Parametritis yaitu:

1) Endometritis dengan 3 cara yaitu :


a) Per continuitatum : endometritis → metritis → parametitis
b) Lymphogen
c) Haematogen : phlebitis → periphlebitis → parametritis
2) Dari robekan serviks
3) Perforasi uterus oleh alat-alat ( sonde, kuret, IUD )

4. Peritonitis
Peritonitis nifas bisa terjadi karena meluasnya endometritis, tetapi
dapat juga ditemukan bersama-sama dengan salpingo-ooforitis dan
sellulitis pelvika. Selanjutnya, ada kemungkinan bahwa abses pada
sellulitis pelvika mengeluarkan nanahnya ke rongga peritoneum dan
menyebabkan peritonitis.

11
Peritonitis, yang tidak menjadi peritonitis umum, terbatas pada daerah
pelvis. Gejala-gejalanya tidak seberapa berat seperti pada peritonitis
umum. Penderita demam, perut bawah nyeri, tetapi keadaan umum tetap
baik. Pada pelvioperitonitis bisa terdapat pertumbuhan abses. Nanah yang
biasanya terkumpul dalam kavum douglas harus dikeluarkan dengan
kolpotomia posterior untuk mencegah keluarnya melalui rektum atau
kandung kencing.
Peritonitis umum disebabkan oleh kuman yang sangat patogen dan
merupakan penyakit berat. Suhu meningkat menjadi tinggi, nadi cepat dan
kecil, perut kembung dan nyeri, ada defense musculaire. Muka penderita,
yang mula-mula kemerah-merahan, menjadi pucat, mata cekung, kulit
muka dingin; terdapat apa yang dinamakan facies hippocratica. Mortalitas
peritonitis umum tinggi.

5. Tromboflebitis
Perluasan infeksi nifas yang paling sering ialah perluasan atau invasi
mikroorganisme pathogen yang mengikuti aliran darah disepanjang vena
dan cabang – cabangnya sehingga terjadi trobpoflebitis. Tomboflebitis
merupakan inflamasi permukaan pembuluh darah disertai pembentukan
pembekuan darah.
Tomboflebitis cenderung terjadi pada periode pasca partum pada saat
kemampuan penggumpalan darah meningkat akibat peningkatan
fibrinogen; dilatasi vena ekstremitas bagian bawah disebabkan oleh
tekanan keopala janin gelana kehamilan dan persalinan; dan aktifitas pada
periode tersebut yang menyebabkan penimbunan, statis dan membekukan
darah pada ekstremitas bagian bawah (Adele Pillitteri, 2007).

12
Tromboflebitis dibagi menjadi dua yaitu :
a. Pelviotromboflebitis
1) Definisi
Yaitu infeksi nifas yang mengenai vena – vena dinding uterus dan
ligamentum latum, yaitu vena ovarika dekstra karena infeksi pada
tempat implantasi plasenta terletak di bagian atas uterus ; proses
biasanya unilateral. Perluasan infeksi dari vena ovarika sinistra
ialah ke vena renalis, sedangkan perluasan infeksidari vena ovarika
dekstra ialah ke vena kafa inferior. Peritoneum yang menutupi
vena ovarika dekstra, mengalami imflamasi dan akan
menyebabkan perisalpingo – 00foritis dan periapendisitis.
Perluasan infeksi dari vena utruna ialah ke vena iliaka komunis.
2) Etiologi
Disebabkan oleh kurangnya gizi atau mal nutrisi, anemia, kurang
personal hygiene, trauma jalan lahir. Seperti partus lama atau
macet dan periksa dalam yang berlebihan.
3) Gejala
a) Nyeri, yang terdapat pada perut bagian bawah dan / atau perut
bagian samping, timbul pada hari ke 2 – 3 masa nifas dengan
atau tanpa panas.
b) Penderita tampak sakit berat dengan gambaran karakteristik
sebagai berikut : Menggigil berulang kali. Menggigil inisial
terjadi sangat berat ( 30 – 40 menit ) dengan interval hanya
beberapa jam saja dan kadang – kadang 3 hari. Pada waktu
menggigil penderita ha[irtidak panas. Suhu badan naik turun

13
secara tajam ( 360C menjadi 400C ) yang diikuti dengan
penurunan suhu dalam waktu 1 jam ( biasanya subfebris seperti
pada endometritis ). Penyakit dapat berlangsung selama 1 – 3
bulan. d. Cenderung berbentuk pus, yang menjalar ke mana –
mana, terutama ke paru – paru.
4) Penanganan
d) Terapi Medik Pemberian antibiotika dan heparin jika terdapat
tanda – tanda atau dugaan adanya emboli pulmonum.
e) Terapi Operatif Pengikatan vena kava inferior dan vena
ovarika jika emboli septic terus berlangsung sampai mencapai
paru – paru, meskipun sedang dilakukan heparinisasi.
b. Tromboflebitis Femoralis
1) Definisi
Yaitu infeksi nifas yang mengenai vena – vena pada tungkai,
misalnya vena femoralis, vena poplitea dan vena safvena.
2) Penanganan
a) Perawatan. Kaki ditinggikan untuk mengurangi edema,
lakukan kompres pada kaki. Setelah mobilisasi kaki
hendaknya tetap dibalut elastik atau memakai kaos kaki
panjang yang elastic selama mungkin.
b) Mengingat kondisi ibu yang sangat jelek, sebaiknya jangan
menyusui.
c) Terapi medik : pemberian antibiotika dan analgetik.

6. Infeksi Genetalia
1. Vulvitis
Pada infeksi bekas sayatan episiotomi atau luka perineum jaringan
sekitarnya membengkak, tepi luka menjadi merah dan bengkak,
jahitan mudah terlepas, dan luka yang terbuka menjadi ulkus dan
mengeluarkan pus.

14
2. Vaginitis
Infeksi vagina dapat terjadi secara langsung pada luka vagina atau
melalui perineum. Permukaan mukosa membengkak dan kemerahan,
terjadi ulkus, dan getah mengandung nanah yang keluar dari ulkus.
Penyebaran dapat terjadi, tetapi pada umumnya infeksi tinggal
terbatas.

3. Servisitis
Infeksi servik juga sering terjadi, akan tetapi biasanya tidak
menimbulkan banyak gejala. Luka servik yang dalam, meluas, dan
langsung ke dasar ligamentum latum dapat menyebabkan infeksi yang
menjalar ke parametrium.

2.1.4. Manifestasi Klinis

15
1. Peningkatan suhu
2. Takikardie.
3. Nyeri pada pelvis
4. Demam tinggi
5. Nyeri tekan pada uterus
6. Lokhea berbau busuk/ menyengat
7. Penurunan uterus yang lambat
8. Nyeri dan bengkak pada luka episiotomy

2.1.5. Patofisiologi
Reaksi tubuh dapat berupa reaksi lokal dan dapat pula terjadi reaksi umum.
Pada infeksi dengan reaksi umum akan melibatkan syaraf dan metabolik pada
saat itu terjadi reaksi ringan limporetikularis diseluruh tubuh, berupa
proliferasi sel fagosit dan sel pembuat antibodi (limfosit B). Kemudian reaksi
lokal yang disebut inflamasi akut, reaksi ini terus berlangsung selama menjadi
proses pengrusakan jaringan oleh trauma. Bila penyebab pengrusakan jaringan
bisa diberantas, maka sisa jaringan yang rusak disebut debris akan
difagositosis dan dibuang oleh tubuh sampai terjadi resolusi dan kesembuhan.
Bila trauma berlebihan, reksi sel fagosit kadang berlebihan sehingga debris
yang berlebihan terkumpul dalam suatu rongga membentuk abses atau
bekumpul dijaringan tubuh yang lain membentuk flegman (peradangan yang
luas dijaringan ikat).

2.1.6. WOC

16
2.1.7. Pemeriksaan Penunjang

17
1. Hitung darah lengkap
Untuk memperkirakan apakah ibu mengalami kehilangan darah atau tidak,
untuk mengetahui apakah ada atau tidak terjadinya perubahan Hb atau Ht
dan peningkatan sel darah putih. Salah satu yang mengindikasikan
seseorang terkena infeksi adalah terjadinya peningkatan leukosit yaitu
mencapai >11.000/mm³
2. Kultur uterus dan vagina
Untuk memastikan diagnosa infeksi postpartum dan juga
mengesampingkan diagnosa banding lainnya. Dengan kultuur uterus atau
vagina dapat diketahui mikroorganisme yang menyebabkan infeksi pada
ibu, sehingga tenaga kesehatan dapat melakukan penatalaksanaan dengan
tepat.
3. Urinalisasi
Untuk mengetahui jumlah urine, dan untuk memastikan apakah ada
kerusakan kandung kemih atau tidak.
4. USG
Pemeriksaan menggunakan USG penting dilakukan jika infeksi pada ibu
diduga terjadi karena ketertinggalan sisa plasenta dalam uterus.

2.1.8. Penatalaksanaan
1. Penanganan umum
a. Antisipasi setiap kondisi (faktor predisposisi dan masalah dalam
proses persalinan) yang dapat berlanjut menjadi penyulit/komplikasi
dalam masa nifas.
b. Berikan pengobatan yang rasional dan efektif bagi ibu yang
mengalami infeksi nifas.
c. Lanjutkan pengamatan dan pengobatan terhadap masalah atau infeksi
yang dikenali pada saat kehamilan ataupun persalinan.
d. Jangan pulangkan penderita apabila masa kritis belum terlampaui.

18
e. Beri catatan atau instruksi tertulis untuk asuhan mandiri di rumah dan
gejala-gejala yang harus diwaspadai dan harus mendapat pertolongan
dengan segera.
f. Lakukan tindakan dan perawatan yang sesuai bagi bayi baru lahir, dari
ibu yang mengalami infeksi pada saat persalinan. Dan Berikan hidrasi
oral/IV secukupnya.
2. Pengobatan secara umum
a. Sebaiknya segera dilakukan pembiakan (kultur) dan sekret vagina,
luka operasi dan darah serta uji kepekaan untuk mendapatkan
antibiotika yang tepat dalam pengobatan.
b. Berikan dalam dosis yang cukup dan adekuat.
c. Karena hasil pemeriksaan memerlukan waktu, maka berikan
antibiotika spektrum luas (broad spektrum) menunggu hasil
laboratorium.
d. Pengobatan mempertinggi daya tahan tubuh penderita, infus atau
transfusi darah diberikan, perawatan lainnya sesuai dengan komplikasi
yang dijumpai.
3. Penanganan infeksi postpartum :
a. Suhu harus diukur dari mulut sedikitnya 4 kali sehari.
b. Berikan terapi antibiotik, Perhatikan diet. Lakukan transfusi darah bila
perlu, Hati-hati bila ada abses, jaga supaya nanah tidak masuk ke
dalam rongga perineum

2.1.9. Pencegahan Infeksi Masa Nifas


1. Masa Kehamilan: Mengurangi atau mencegah faktor-faktor predisposisi
seperti anemia, malnutrisi dan kelemahan serta mengobati penyakit-
penyakit yang diderita ibu. Pemeriksaan dalam jangan dilakukan kalau
tidak ada indikasi yang perlu. Begitu pula koitus pada hamil tua
hendaknya dihindari atau dikurangi dan dilakukan hati-hati karena dapat

19
menyebabkan pecahnya ketuban, kalau ini terjadi infeksi akan mudah
masuk dalam jalan lahir.
2. Pencegahan Masa Persalinan
a. Hindari pemeriksaan dalam berulang, lakukan bila ada indikasi dengan
sterilitas yang baik, apalagi bila ketuban telah pecah.
b. Hindari partus terlalu lama dan ketuban pecah lama.
c. Jagalah sterilitas kamar bersalin dan pakailah masker, alat-alat harus
suci hama.
d. Perlukaan-perlukaan jalan lahir karena tindakan baik pervaginam
maupun perabdominal dibersihkan, dijahit sebaikbaiknya dan menjaga
sterilitas.
e. Pakaian dan barang-barang atau alat-alat yang berhubungan dengan
penderita harus terjaga kesuci-hamaannya.
f. Perdarahan yang banyak harus dicegah, bila terjadi darah yang hilang
harus segera diganti dengan transfusi darah.
g. Masa Nifas
h. Luka-luka dirawat dengan baik jangan sampai kena infeksi, begitu
pula alat-alat dan pakaian serta kain yang berhubungan dengan alat
kndung kencing harus steril.
i. Penderita dengan infeksi nifas sebaiknya diisolasi dalam ruangan
khusus, tidak bercampur dengan ibu sehat.
j. Tamu yang berkunjung harus dibatasi.
3. Pencegahan infeksi postpartum :
a. Anemia diperbaiki selama kehamilan. Berikan diet yang baik. Koitus
pada kehamilan tua sebaiknya dilarang.
b. Membatasi masuknya kuman di jalan lahir selama persalinan. Jaga
persalinan agar tidak berlarut-larut. Selesaikan persalinan dengan
trauma sesedikit mungkin. Cegah perdarahan banyak dan penularan
penyakit dari petugas dalam kamar bersalin. Alat-alat persalinan harus

20
steril dan lakukan pemeriksaan hanya bila perlu dan atas indikasi yang
tepat.
c. Selama nifas, rawat higiene perlukaan jalan lahir. Jangan merawat
pasien dengan tanda-tanda infeksi nifas bersama dengan wanita sehat
yang berada dalam masa nifas.

2.2. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Infeksi Pada Masa Nifas


Proses keperawatan adalah kegiatan yang dilakukan secara sistematis untuk
menentukan masalah klien, membuat perencanaan, untuk mengatasi, serta
pelaksanaan dan evaluasi keberhasilan secara efektif, terhadap masalah yang
diatasinya. Proses keperawatan terdiri dari empat tahap yaitu : Pengkajian,
Perecanaan, Implementasi dan Evaluasi, dimana masing-masing tahap saling
berkaitan dan berkesinambungan satu sama lain.
2.2.1. Pengkajian
1. Biodata
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan,
pekerjaan, tangal masuk, tangal pengkajian, nomor registrasi,
diagnostic medic, alamat.
b. Identitas penangung jawab
Identitas penangung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan
jadi penangung jawab selama perawatan, data yang terkumpul meliputi
nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan
alamat.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Merupakan keluhan yang dirasakan klien pada saat dikaji. Biasanya
klien akan mengeluh nyeri pada daerah luka.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang

21
Merupakan pengembangan dari keluhan utama yang dirasakan klien.
Biasanya nyeri akan bertambah bila bergerak/mengubah posisi, nyeri
berkurang jika klien diam atau istirahat, nyeri dirasakan seperti
diirisiris/disayat-sayat, skala nyeri bervsariasi dari 2-4 (0-5).
Dijabarkan dengan PQRST.
c. Riwayat Kesehatan Yang Lalu
Yang perlu dikaji riwayat kesehatan dahulu ada apakah pernah
mengalami operasi sebelumnya, riwayat penyakit infeksi, alergi obat-
obatan, hypertensi, penyakit system pernafasan, diabetes mellitus.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Dikaji dalam keluarga apakah keluarga mempunyai penyakit
keturunan seperti diabetes mellitus, hypertensi, jantung, penyakit
kelainan darah dan riwayat kelahiran kembar dan riwayat penyakit
mental.
e. Riwayat penyakit alergi
Perlu dikaji apakah pasien mempunyai riwayat alergi mislanya pada
obat-obatan atau makanan.

3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Pada klien post operasi seksio sesarea hari kedua biasanya klien masih
lemah, tigkat kesadaran pada umumnya compos mentis, tanda-tanda
vital biasanya sudah stabil, tingkat emosi mulai stabil dimana ibu
mulai masuk dalam fase taking hold. BB biasanya mendekati BB
sebelum hamil.
b. Sistem Respirasi
Respirasi kemungkinan meningkat sebagai respon tubuh terhadap
nyeri, perubahan pola nafas terjadi apabila terdapat penumpukan secret
akibat anesthesi.
c. Sistem Kardiovaskuler

22
Klien biasanya mengeluh pusing, tekanan darah biasanya mengalami
penurunan. Bila terjadi peningkatan 30 mmHg systolic atau 15 mmHg
diastolic kemungkinan terjadi pre eklampsia dan membutuhkan
evaluasi lebih lanjut. Observasi nadi terhadap penurunan sehingga
kurang dari 50x/menit kemungkinan ada shock hypovolemik, kaji
apakah konjungtiva anemis sebagi akibat kehilangan darah operasi,
kaji apakah ada peningkatan JVP, kaji juga fungsi jantung. Pada
tungkai bawah kaji adanya tanda-tanda tromboemboli periode post
partum, seperti kemerah-merahan, hangat dan sakit di sekitar betis
perasaan tidak nyaman pada ekstremitas bawah, kaji ada tidaknya
tanda-tanda humans positif dorso fleksi pada kaki.
d. Sistem Saraf
Kaji fungsi persarafan, kesadaran terutama sensasi pada tungkai bawah
pada klien dengan spinal anesthesi.  Sistem Pencernaan Kaji
keadaan mulut, pada hari pertama dan kedua keadaan mulut biasanya
kering arena klien puasa pada klien dengan anesthesi umum, fungsi
menelan baik, kecuali klien merasa tenggorokan terasa kering.
Berbeda pada klien dengan anesthesi spinal tidak perlu puasa, kaji
bising usus, apakah ada tanda distensi pada saluran cerna, apakah klien
sudah BAB, atau flatus.
e. Sistem Urinaria
Bagaimana pola berkemih klien, berapa kali frekuensinya, kaji
keadaan blass apakah ada distensi, bagaimana pola BAK klien, kecuali
terpasang kateter, kaji warna urine, jumlah dan bau urine.
f. Sistem Reproduksi
Kaji bagaimana keadaan payudara, apakah simetris, adakah
hyperpigmentasi pada areola, putting susu menonjol, apakah ASI
sudah keluar. Kaji tinggi fundus uteri pada pinggir abdomen, karena
pada bagian tengah abdomen terdapat luka, kaji kontraksi uterus,
perasaan mulas adalah normal karena proses involusi. Tinggi fundus

23
uteri pada post partum seksio sesarea hari kedua adalah 1-2 jari
dibawah umbilicus atau pertengahan antara sympisis dan umbilical.
Kaji pengeluaran lochea, jumlahnya, warna da baunya. Biasanya
lochea berwarna merah, bau amis dan agak kental (lochea rubra). Kaji
pengetahua klien tentang cara membersihkannya, berapa kali
mengganti pembalut dalam sehari.
g. Sistem Integumen
Kebersihan rambut biasanya kurang, karena sejak post operasi klien
belum melakukan aktivitas seperti biasa, kaji muka apakah ada
hyperpigmentasi, kloasma gravidarum, kaji keadaan luka operasi,
balutan dan kebersihannya, luka balutan biasanya dibuka pada hari ke
tiga.
h. Sistem Muskuloskletal
Bagaimana keadaan klien apakah lemah, adakah pergerakan klien
kaku, apakah ekstremitas simetris, apakah klien mampu melakukan
pergerakan ROM, tonus otot biasanya normal, tapi kekuatan masih
lemah, terutama karena klien dipuasakan pada saat operasi. Pergerakan
sendisendi biasanya tidak ada keterbatasan. Kaji apakah ada diastasis
rektus abdominalis.
i. Sistem Endokrin
Kaji apakah ada pembesaran tyroid, bagaimana produksi ASI, pada
post partum akan terjadi penurunan hormone estrogen dan
progesterone sehingga hormone prolaktin meningkatyang
menyebabkan terjadinya produksi ASI dan hormone oksitosin yang
merangsang pengeluaran ASI. Sehingga pada masa ini akan terjadi
peningkatan produksi ASI dan akan terjadi pembengkakan payudara
bila bay tidak segera diteteki.

24
4. Pola Aktivitas sehari-hari
Pola aktivitas yang perlu dikaji adalah : sebelum hamil, selama hamil,
selama dirawat di rumah sakit.
a. Nutrisi Kaji frekuensi makan, jenis makanan yang disukai dan tidak
disukai, apakah makanan pantangan atau alergi, bagaimana nafsu
makan klien, porsi makan (jumlah).
b. Eliminasi Kaji frekuensi BAB, warna, bau dan kosistensi feses serta
masalah yang dihadapi klien saat BAB. Kaji frekuensi BAK, warna,
bau dan jumlah urine.
c. Pola tidur dan istirahat Klien post partum seksio sesarea membutuhkan
waktu tidur yang cukup, tapi sering mengalami masalah tidur karena
perasaan yeri dan suasana rumah sakit.
d. Personal hygiene Data yang perlu dikaji adalah mandi, gosok gigi,
keramas dan gunting kuku. Pada klien dengan post partum seksio
sesarea hari ke 1-2 masih memerlukan bantuan dalam personal
hygiene.
e. Ketergantungan fisik Apakah klien suka merokok, minum-minuman
keras, serta kaji apakah klien mengkonsumsi obat-obatan terlarang.

5. Aspek Psikososial
a. Pola pikir dan persepsi Yang perlu dikaji adalah hubungan ibu dan
bayi, respon ibu mengenai kelahiran, kaji pengetahuan klien tentang
kondisi setelah melahirkan/setelah seksio sesarea. Dan hal apa yang
perlu dilakukan setelah operasi seksio sesarea, kaji pengetahuan klien
tentang laktasi, perawatan payudara dan perawatan bayi. b) Persepsi
diri Kaji tingkat kecemasan dan sumber yang menjadi pencetus
kecemasan, kaji rencana ibu setelah pulang dari rumah sakit untuk
merawat bayi dan siapa yang membantunya dalam merawat bayi di
rumah.

25
b. Konsep diri Terdiri dari body image, peran diri, identitas diri, harga
diri dan ideal diri klien setelah menjalani seksio sesarea. d) Hubungan
komunikasi Kesesuaian antara yang diucapakan dengan ekspresi,
kebiasaan bahasa dan adat yang dianut.
c. Kebiasaan seksual Kaji pengetahuan klien tentang seksual post
partum, terutama setelah seksio sesarea. Biasanya dapat dilakukan
setelah melewatiperiode nifas (40 hari).
d. Sistem nilai dan kpercayaan Kaji sumber kekuatan klien, kepercayaan
klien terhadap sumber kekuatan, kaji agama yang klien anut, apakah
klien suka menjalankan ibadah selama sakit.

2.2.2. Diaggnosa keperawatan


1. Nyeri akut bd agen pencedera fisik, luka episiotomi post partum spontan
2. Gangguan pola tidur bd tanggung jawab memberi asuhan pada bayi
3. Defisit pengetahuan bd kurang terpapar informasi tentang kesehatan masa
post partum
4. Menyusui tidak efektif bd ketidakadekuatan suplai ASI

2.2.3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


1. Nyeri akut bd agen NOC : NIC :
pencedera fisik, luka Tingkat kenyamanan Kriteria 1. Kaji nyeri dengan
episiotomi post partum Hasil : komprehensif meliputi P
1. Pasien melaporkan nyeri QRST
spontan
berkurang 2. Observasi reaksi verbal
2. Skala nyeri 2-3 dan non verbal
3. Pasien tampak rileks 3. Monitor tanda tanda vital
4. Pasien dapat istirahat dan 4. Kurangi faktor presipitasi
tidur nyeri
5. Tanda tanda vital dalam 5. Ajarkan teknik relaksasi
batas normal nafas dalam
6. Tingkatkan istirahat
2. Gangguan pola tidur bd NOC : NIC :
tanggung jawab Sleep : Extent an Pattern 1. Kaji faktor yang

26
memberi asuhan pada Kriteria Hasil : menyebabkan gangguan
bayi 1. Jumlah jam tidur dalam tidur
batas normal 6-8 jam/hari 2. Monitor waktu makan dan
2. Pola tidur, kualitas dalam minum dengan waktu tidur
batas normal 3. Monitor/catat kebutuhan
3. Perasaan segar sesudah tidur pasien setiap hari dan
tidur atau istirahat jam
4. Mampu 4. Diskusikan dengan pasien
mengidentifikasikan dan keluarga tentang
halhal yang teknik tidur pasien
meningkatkan tidur 5. Fasilitas untuk
mempertahankan aktivitas
sebelum tidur (membaca)
6. Determinasi efek-efek
medikasi terhadap pola
tidur
7. Jelaskan pentingnya tidur
yang adekuat
8. Ciptakan lingkungan yang
nyaman.
9. Kolaborasikan pemberian
obat tidur
3. Defisit pengetahuan bd NOC : NIC :
kurang terpapar Knowledge : deases proces 1. Kaji pengetahuan klien
informasi tentang Kriteria Hasil : tentang penyakitnya
1. Menjelaskan kembali 2. Jelaskan tentang proses
kesehatan masa post
tentang penyakit penyakit (tanda dan
partum, perawatan 2. Mengenal kebutuhan gejala), identifikasi
payudara, teknik perawatan dan kemungkinan penyebab.
menyusui pengobatan tanpa cemas Jelaskan kondisi
tentangklien
3. Jelaskan tentang program
pengobatan dan alternatif
pengobantan
4. Diskusikan perubahan
gaya hidup yang mungkin
digunakan untuk
mencegah komplikasi
5. Diskusikan tentang terapi
dan pilihannya
6. Eksplorasi kemungkinan
sumber yang bisa
digunakan/ mendukung
7. Instruksikan kapan harus

27
ke pelayana
8. Tanyakan kembali
pengetahuan klien tentang
penyakit, prosedur
perawatan dan pengobatan
4. Menyusui tidak efektif NOC : NIC :
bd ketidakadekuatan Breast feeding 1. Kaji kemampuan bayi
suplai Kriteria Hasil : untuk latchon dan
1. Pasien mengatakan puas menghisap secara efektif
dengan kebutuhan 2. Pantau kemampuan untuk
menyusui mengurangi kongesti
2. Kemantapan pemberian payudara dengan benar
ASI : Bayi : pelekatan 3. Pantau berat badan dan
bayi yang sesuai pada pola eliminasi bayi
dan proses menghisap 4. Pantau keterampilan ibu
payudara ibu untuk dalam menempelkan bayi
memperoleh nutrisi ke puting
selama 3 minggu pertama 5. Pantau integritas kulit
3. Kemantapan Pemberian puting ibu
ASI : IBU : kemantapan 6. Tentukan Keinginan Dan
ibu untuk membuat bayi Motivasi Ibu untuk
melekat dengan tepat dan menyusui
menyusui dan payudara 7. Evaluasi pola menghisap /
ibu untuk memperoleh menelan bayi
nutrisi selama 3 minggu 8. Evaluasi pemahaman ibu
pertama pemberian ASI tentang isyarat menyusui
4. Pemeliharaan pemberian dan bayi (misalnya reflex
ASI : keberlangsungan rooting, menghisap dan
pemberian ASI untuk terjaga)
menyediakan nutrisi bagi 9. Evaluasi pemahaman
bayi/todler tentang sumbatan kelenjar
susu dan mastitis

2.2.4. Implementasi Keprawatan


Pelaksanaan adalah inisiatf dari rencana tindakan untuk mencapai
tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan
disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai
tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik
dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah
kesehatan klien (Nursalam, 2001). Beberapa pedoman atau prinsip dalam

28
pelaksanaan implementasi keperawatan (kozier et al,. 1995) adalah sebagai
berikut :
a. Berdasarkan respon klien
Berdasarkan ilmu pengetahuan, hasil penelitian keperawatan, standar
pelayanan professional, hukum dan kode etik keperawatan.
b. Berdasarkan penggunaan sumber-sumber yang tersedia.
Sesuai dengan tanggung jawab dan tanggung gugat profesi
keperawatan. Mengerti dengan jelas pesanan-pesanan yang ada dalam
rencana intervensi keperawatan. Harus dapat menciptakan adaptasi dengan
klien sebagai individu dalam upaya meningkatkan pesan serta untuk
merawat diri sendiri (self care). Menekankan pada aspek pencegahan dan
upaya peningkatkan status kesehatan. Dapat menjaga rasa aman, harga
diri, dan melindungi klien. Memberi pendidikan, dukungan dan bantuan.
Bersifat holistic. Kerjasama dengan profesi lain. Melakukan dokumentasi.

2.2.5. Evaluasi Keperawatan


Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnose keperawatan, rencana
tindakan, dan pelaksanaan sudah berhasil dicapai. Melalui evaluasi
memungkinkan perawat untuk memonitor “kealpaan” yang terjadi selama
tahap pengkajian, analisa data, perencanaan, dan pelaksanaan tindakan.
Tujuan dan intervensi dievaluasi adalah untuk menentukan apakah tujuan
tersebut, dapat dicapai secara efektif.

29
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Infeksi postpartum adalah infeksi bakteri pada traktus genitalia, terjadi
sesudah melahirkan, ditandai kenaikan suhu sampai 38 derajat selsius atau lebih
selama 2 hari dalam 10 hari pertama pasca persalinan, dengan mengecualikan 24
jam pertama. Ini disebakan oleh kuman aerob juga kuman anaerob. Infeksi bisa
terjadi melalui tangan penderita, droplet infeksion, infeksi rumah sakit (hospital
infection), dalam rumah sakit, dan Koitus karena ketuban pecah. Manifestasi yang
muncul bergantung pada tempat-tempat infeksi, ada infeksi yang terbatas pada
perineum, vulva, vagina, serviks, dan endometrium kemudian bisa menyebar dari
tempat-tempat tersebut melalui vena-vena, jalan limfe dan permukaan
endometrium. Bila menyebar maka manifestasi yang muncul juga dapat
memperburuk keadaan penderita.
Peristiwa terjadinya infeksi setelah persalinan yaitu dimana sewaktu
persalinan, bakteri yang mengkoloni servik dan vagina memperoleh akses ke
cairan amnion, dan postpartum bakteri-bakteri ini akan menginvasi jaringan mati
di tempat histerektomi. Kemudian terjadi seluletis para metrium dengan infeksi
jaringan ikat fibroareolar retroperitonium panggul. Hal ini dapat disbabkan oleh
penyebaran limfogen ogranisme dari tempat laserasi servik atau insisi/ laserasi
uterus yang terinfeksi. Dengan ini dapat mengakibatkan berbagai masalah
keperawatan seperti hipertemi dan nyeri, dan untuk intervensi keperawatannya
merujuk pada diagnose nanda, nic dan noc.

30
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2007. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta : Depkes RI.

Saifuddin, Abdul Bari. 2006. Buku Acuan National Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirahardjo.

Verney, Helen., dkk. 2008. Buku Ajaran Kebidanan Edisi 4 Volume 2. Jakarta: EGC.

Tulas, Verby Divini Prety., dkk. 2017. Hubungan Perawatan Luka Perineum Dengan
Perilaku Personal Hygiene Ibu Post Partum Di Rumah Sakit Pancaran Kasih
GMIM Manado. e-Journal Keperawatan (e-Kp) Volume 5 Nomor 1. 1-9

Oxorn, H. 2010. Ilmu kebidanan : Patologi dan Fisiologi Persalinan. Yogyakarta:


ANDI; YEM.

Saleha, S. 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba medika.

31

Anda mungkin juga menyukai