Anda di halaman 1dari 23

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. 1

DAFTAR ISI................................................................................................................ 2

BAB I

PENDAHULUAN ........................................................................................................ 3

1.1 Latar Belakang ..................................................................................................... 3

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 4

1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................................. 4

1.3.1 Tujuan Umum ................................................................................................... 4

1.3.2 Tujuan Khusus .................................................................................................. 4

BAB II

PEMBAHASAN .......................................................................................................... 5

2.1 Konsep Dasar Masa Nifas.................................................................................... 5

2.2 Infeksi Pada Masa Nifas....................................................................................... 6

2.3 Asuhan Kegawatdaruratan Pada Masa Nifas dengan Metritis............................. 8

2.4 Asuhan Kegawatdaruratan Pada Masa nifas dengan Peritonitis ....................... 12

2.5 Asuhan Kegawatdaruratan Pada Masa nifas dengan Infeksi Payudara............. 13

2.6 Asuhan Kegawatdaruratan Pada Masa nifas dengan Tromboflebitis................. 16

2.7 Studi Kasus......................................................................................................... 20

BAB III

KESIMPULAN........................................................................................................... 24

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 26


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kematian ibu atau kematian maternal adalah kematian seorang ibu sewaktu
hamil atau dalam waktu 42 hari sesudah berakhirnya kehamilan, tidak
bergantung pada tempat atau usia kehamilan. Kematian ibu dibagi menjadi
kematian langsung dan tidak langsung, kematian langsung adalah sebagai
akibat komplikasi kehamilan, persalinan, atau masa nifas. Sedangkan kematian
ibu tidak langsung merupakan akibat dari penyakit yang sudah ada atau penyakit
yang timbul sewaktu kehamilan. (Sarwono, 2010).
Secara global 80 % kematian ibu tergolong pada kematian ibu langsung. Pola
penyebab langsung dimana-mana sama, yaitu perdarahan (25% biasanya
perdarahan pasca persalinan), sepsis (15%), hipertensi dalam kehamilan (12%),
partus macet (8%), komplikasi aborsi tidak aman (13%), dan sebab-sebab lain
(8%). Infeksi merupakan penyebab penting kematian dan kesakitan ibu.
Insidensininfeksi nifas sangat berhubungan dengan praktik tidak bersih pada
waktunpersalinan dan masa nifas. (Sarwono, 2010) Perlukaan karena persalinan
merupakan tempat masuknya kuman ke dalam tubuh, sehingga menimbulkan
infeksi pada kala nifas. Infeksi kala nifas adalah infeksi peradangan pada semua
alat genitalia pada masa nifas oleh sebab apapun dengan ketentuan
meningkatnya suhu tubuh melebihi 38oC tanpa menghitung hari pertama dan
berturut-turut selama dua hari. (Manuaba, 2010).
Sumber terjadinya infeksi kala nifas adalah manipulasi penolong yang terlalu
sering melakukan pemeriksaan dalam atau penggunaan alat yang kurang steril.
Infeksi juga dapat diperoleh dari rumah sakit (nosokomial), hubungan seks
menjelang persalinan atau sudah terdapat infeksi intrapartum: persalinan lama
terlantar, ketuban pecah lebih dari enam jam, terdapat pusat infeksi dalam tubuh
(fokal infeksi). (Manuaba, 2010).
Berdasarkan masalah pada latar belakang diatas kejadian infeksi pada masa
nifas sangat erat kaitanya dengan penyebab kematian dan kesakitan ibu. Oleh
karena itu penulis tertarik untuk membahas mengenai asuhan kegawatdaruratan
pada masa nifas yang diakibatkankan oleh infeksi untuk mewujudkan persalinan
yang aman dan asuhan nifas yang sesuai sehingga komplikasi pada masa nifas
tidak lagi terjadi.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan masalah pada latar belakang diatas perumusan masalah dalam
penulisan makalah ini adalah bagaimana asuhan yang diberikan pada kasus
kegawatdaruratan pada masa nifas dengan metritis, peritonitis, infeksi payudara,
dan infeksi nifas tromboflebitis?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui asuhan yang
diberikan pada kasus kegawatdaruratan pada masa nifas.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penulisan makalah ini diantaranya sebagai berikut :
1) Penulis mampu memahami dan menganalisa asuhan kegawatdaruratan
pada masa nifas dengan metritis berdasarkan literatur keilmuan;
2) Penulis mampu memahami dan menganalisa asuhan kegawatdaruratan
pada masa nifas dengan peritonitis berdasarkan literatur keilmuan;
3) Penulis mampu memahami dan menganalisa asuhan kegawatdaruratan
pada masa nifas dengan infeksi payudara berdasarkan literatur keilmuan;
4) Penulis mampu memahami dan menganalisa asuhan kegawatdaruratan
pada masa nifas dengan infeksi nifas tromboflebitis berdasarkan literatur
keilmuan.
BAB II

PEMBAHASAN

1.1 Konsep Dasar Masa Nifas


Masa nifas (puerperium) dimulai setelah plasenta keluar sampai alat-alat
kandungan kembali normal seperti sebelum hamil. Selama masa pemulihan
tersebut berlangsung, ibu akan mengalami banyak perubahan, baik secara fisik
maupun psikologis. Perubahan tersebut sebenarnya sebagian besar bersifat
fisiologis, namun jika tidak dilakukan pendampingan melalui asuhan kebidanan,
tidak menutup kemungkinan akan terjadi keadaan patologis. Tenaga kesehatan
sudah seharusnya melaksanakan pemantauan dengan maksimal agar tidak
timbul berbagai masalah, yang mungkin saja akan berlanjut pada komplikasi
masa nifas. (Purwanti, 2012:1) Masa nifas merupakan waktu yang diperlukan
untuk pulihnya alat kandungan pada keadaan normal, masa ini berlangsung
selama enam minggu atau 42 hari. (Manuaba, 2000).

Dapat disimpulkan bahwa masa nifas merupakan masa pemulihan alat-alat


kandungan setelah melahirkan yang berlangsung kurang lebih selama enam
minggu dan memerlukan pendampingan melalui asuhan kebidanan untuk
menghindari terjadinya komplikasi dan kegawatdaruratan pada masa nifas.
Menurut Purwanti (2012:3-4), masa nifas dibagi menjadi 3 tahap, yaitu :
1. Puerperium Dini
Puerperium dini merupakan masa kepulihan. Pada saat ini ibu sudah
diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan.
2. Puerperium Intermedial
Puerperium intermedial merupakan masa kepulihan alat-alat genitalia
secara menyeluruh yang lamanya sekitar 6-8 minggu.
3. Remote Puerperium
Remote puerperium merupakan masa yang diperlukan untuk pulih dan
sehat sempurna, terutama bila selama hamil atau waktu persalinan
mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna dapat berlangsung
selama berminggu-minggu, bulanan, bahkan tahunan
2.2 Infeksi Pada Masa Nifas
2.2.1 Definisi
Infeksi nifas (infeksi puerperalis) adalah infeksi luka jalan lahir
pascapersalinan, biasanya dari endometrium bekas insersi plasenta. Demam
dalam nifas sebagian besar disebabkan oleh infeksi nifas maka demam
dalam nifas merupakan gejala penting dari penyakit ini. Demam dalam nifas
sering juga disebut morbiditas nifas dan merupakan indeks kejadian infeksi
nifas. (FK Unpad, 2004) Infeksi nifas adalah infeksi bakteri pada traktus
genitalia, terjadi sesudah melahirkan, ditandai kenaikan suhu sampai 38oC
atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama pascapersalinan, dengan
mengecualikan 24 jam pertama. (Mansjoer A, 2000) Infeksi peurperium
adalah infeksi bakteri yang berasal dari saluran reproduksi selama persalinan
atau puerperium. Infeksi tidak lagi bertanggung jawab terhadap tingginya
insiden mortalitas puerperium seperti dahulu, saat lebih dikenal sebagai
demam nifas. Akan tetapi, infeksi puerperium masih tetap bertanggung jjawab
terhadap presentase signifikan morbiditas puerperium. (Varney, 2004)
2.2.2 Etiologi
Organisme infeksius pada infeksi puerperium berasal dari tiga sumber yaitu
organisme yang normalnya berada dalam saluran genetalia bawah atau
dalam usus besar, infeksi saluran genetalia bawah, dan bakteri dalam
nasofaring atau pada tangan personel yang menangani persalinan atau di
udara dan debu lingkungan. (Varney, 2004) Organisme yang umum pada
infeksi puerperium termasuk berbagai spesies Streptococcus (termasuk
S.viridans, S. pyogenes, dan S.agalactiae), Staphylococcus aureus,
Gardnerella vaginalis, E.Coli, spesies Klebsiella, spesies Proteus,
peptostreptococci anaerobic, spesies Bacteroides, Ureaplasma, dan
Mycooplasma. Beberapa organisme ini cukup umum sebagai flora vagina
sehingga hubungannya dengan infeksi tidak jelas. Neisseria gonorrhoeae dan
Chlamydia trachomatis juga dapat menyebabkan infeksi genitalia
pascapartum meskipun penapisan prenatal akan meminimalkan risiko
keberdaanyya. (Varney, 2004)
2.2.3 Faktor Predisposisi
Penyebab predisposisi infeksi nifas diantaranya :
a) Persalinan lama, khususnya dengan pecah ketuban
b) Pecah ketuban yang lama sebelum persalinan
c) Teknik aseptik tidak sempurna
d) Tidak memperhatikan teknik mencuci tangan
e) Manipulasi intra uteri (misal: eksplorasi uteri, pengeluaran plasenta
manual)
f) Trauma jaringan yang luas atau luka terbuka, seperti laserasi yang tidak
diperbaiki
g) Hematoma
h) Hemoragi, khususnya jika kehilangan darah lebih dari 1000 ml
i) Pelahiran operatif terutama pelahiran melalui seksio sesaria
j) Retensi sisa plasenta atau membran janin
k) Perawatan perineum tidak memadai
l) Infeksi vagina/serviks atau penyakit menular seksual yang tidak
ditangani (Varney, 2004)
2.2.4 Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala infeksi umumnya termasuk peningkatan suhu tubuh,
malaise umum, nyeri, dan lokhia berbau tidak sedap. Peningkatan kecepatan
nadi dapat terjadi, terutama pada infeksi berat. Interpretasi kulturlaboratorium
dan sensitivitas, pemeriksaan lebih lanjut, dan penangananmemerlukan
diskusi dan kolaborasi dengan dokter. (Varney, 2004)
2.2.5 Manifestasi Klinis
Infeksi nifas dapat dibagi dalam 2 golongan, yaitu (1) infeksi yangterbatas
pada perineum, vulva, vagina, serviks, dan endometrium; dan (2)penyebaran
dari tempat-tempat tersebut melalui vena-vena, jalan limfe, danpermukaan
endometrium. (Mansjoer A, 2000)Macam-macam infeksi nifas diantaranya :
 Infeksi perineum, vulvitis, vaginitis, dan servisitis
 Endometritis
 Septikemia dan piemia
 Peritonitis
 Parametritis (selulitis pelvika)
 Mastitis dan abses
 Tromboflebitis dan emboli paru
2.3 Asuhan Kegawatdaruratan Pada Masa Nifas dengan Metritis
2.3.1 Definisi
Infeksi uterus pada saat pascapersalinan dikenal sebagai endometritis,
endomiometrium, endomiometritis, dan endoparametritis. Karena infeksiyang
timbul tidak hanya mengenai desidua, myometrium, dan jaringanparametrium,
maka terminologi yang lebih disukai ialah metritis disertaiselulitis pelvis.
(Sarwono, 2010)Metritis ialah infeksi pada uterus setelah persalinan.
Keterlambatanterapi akan menyebabkan abses, peritonitis, syok, thrombosis
vena, emboliparu, infeksi panggul kronik, sumbatan tuba, dan infertilitas.
(Buku SakuPelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan
Rujukan, 2013)
2.3.2 Faktor Predisposisi
Menurut Sarwono (2010) faktor predisposisi terjadinya metritisadalah sebagai
berikut :
1) Persalinan Pervaginam
Jika dibandingkan dngan persalinan perabdominan/seksio sesarea,maka
timbulnya metritis pada persalinan pervaginam relative jarang.Bila
persalinan pervaginam disertai penyulit yaitu pada ketuban
pecahpremature yang lama, partus lama dan pemeriksaan dalam
berulang,maka kejadian metritis akan meningkat sampai mendekati 6 %.
Bilaterjadi korioamnionitis intrapartum, maka kejadian metritis akan
lebihtinggi yaitu mencapai 13%.
2) Persalinan Seksio Sesaria
Seksio sesarea merupakan faktor predisposisi utama timbulnyametritis
dan erat kaitannya dengan status sosioekonom penderita. Faktorrisiko
penting untuk timbulnya infeksi adalah lamanyya prosespersalinan dan
ketuban pecah, pemeriksaan dalam berulang danpemakaian alat
monitoring janin internal.
3) Bakteriologi
Meskipun pada serviks umumnya terdapat bakteri, kavum uteribiasanya
steril sebelum selaput ketuban pecah. Sebagai akibat prosespersalinan
dan manipulasi yang dilakukan selama proses persalinantersebut, cairan
ketuban dan mungkin uterus akan terkontaminasi olehbakteri aeroob dan
anaerob.
2.3.3 Gejala Klinik
Demam merupakan gejala klinik terpenting untuk mendiagnosismetritis, dan
suhu tubuh penderita umumnya berkisar melebihi 38oC-39oC.Demam yang
terjdi juga sering disertai menggigil, yang harus diwaspadaisebagai tanda
adanya bacteremia yang bisa terjadi pada 10-20% kasus.
Demam biasanya timbul pada hari ke-3 disertai nadi yang cepat.
Penderitabiasanya mengeluhkan adanya nyeri abdomen, pada pemeriksaan
bimanualteraba agak membesar, nyeri, dan lembek. Lochia yang berbau
menyengatsering menyertai timbulnya metritis, tetapi bukan merupakan tanda
pasti.Pada infeksi oleh grup A β-hemolitik streptokokus sering disertai
lochiabening yang tidak berbau. (Sarwono, 2010)
2.3.4 Tatalaksana
Pada penderita metritis ringan pascapersalinan normal pengobatandengan
antibiotika oral biasanya memberikan hasil yang baik. Padapenderita metritis
sedang dan berat, termasuk penderita pascaseksiosesarea, perlu diberikan
antibiotika dengan spectrum luas secara intravena,dan biasanya penderita
akan membaik dalam waktu 48-72 jam. Bila setelah72 jam demam tidak
membaik perlu dicari dengan lebih teliti penyebabnya,karena demam yang
menetap ini jarang disebabkan oleh resistensi bakteriterhadap antibiotika atau
suatu efek samping obat. Pada kasus metritis yangberat dan disertai penyulit
perlu dipertimbangkan intervensi bedah untukdrainase abses dan/atau
evakuasi jaringan yang rusak. (Sarwono, 2010)

Berdasarkan Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas

Kesehatan Dasar dan Rujukan (2013), tatalaksana umum untuk mengatasi


metritis diantaranya :

1. Berikan antibiotika sampai dengan 48 jam bebas demam :

 Ampisilin 2 g IV setiap 6 jam

 Ditambah gentamisin 5 mg/kg BB IV tiap 24 jam

 Ditambah metronidazole 500 mg IV tiap 8 jam

 Jika masih demam 72 jam setelah terapi, kaji ulang diagnosis dan

tatalaksana

2. Cegah dehidrasi. Berikan minum atau infus cairan kristaloid.

11

3. Pertimbangkan pemberian vaksin tetanus toksoid (TT) bila ibu dicurigai

terpapar tetanus (misalnya ibu memasukkan jamu-jamuan ke dalam

vaginanya).

4. Jika diduga ada sisa plasenta, lakukan eksplorasi digital dan keluarkan

bekuan serta sisa kotiledon. Gunakan forsep ovum atau kuret tumpul

besar bila perlu

5. Jika tidak ada kemajuan dan ada peritonitis (demam, nyeri lepas dan

nyeri abdomen), lakukan laparotomy dan drainase abdomen bila

terdapat pus

6. Jika uterus terinfeksi dan nekrotik, lakukan histerektomi subtotal.

7. Lakukan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan darah perifer

lengkap termsuk hitung jenis leukosit, golongan darah ABO dan jenis

Rh, gula darah sewaktu (GDS), analisis urin, kultur (cairan vagina,

darah, dan urin sesuai indikasi), ultrasonografi (USG) untuk

menyingkirkan kemungkinan adanya sisa plasenta dalam rongga uterus

atau massa intra abdomen-pelvik

8. Periksa suhu pada grafik (pengukuran suhu setiap 4 jam) yang

digantungkan pada tempat tidur pasien.

9. Periksa kondisi umum: tanda vital, malaise, nyeri perut dan cairan per
vaginam setiap 4 jam.

10. Lakukan tindak lanjut jumlah leukosit dan hitung jumlah leukosit per

48 jam

11. Terima, catat dan tindak lanjut hasil kultur’perbolehkan pasien pulang

jika suhu < 37,5o

c selama minimal 48 jam dan hasil pemeriksaan

leukosit < 11.000/mm3

12

2.4 Asuhan Kegawatdaruratan Pada Masa nifas dengan Peritonitis

2.4.1 Definisi

Infeksi nifas dapat menyebar melalui pembuluh limfe di dalam

uterus, langsung mencapai peritoneum dan menyebabkan peritonitis atau

melalui jaringan di antara kedua lembar ligamentum latum yang

menyebabkan parametritis. (Sulistyawati, 2009)

Peritonitis yang terlokalisir hanya dalam rongga pelvis disebut

pelvioperitonitis, bila meluas ke seluruh rongga peritoneum disebut

peritonitis umum, dan ini sangat berbahaya yang menyebabkan kematian

33% dari seluruh kematian akibat infeksi. (Rini, 2016)

2.4.2 Faktor Predisposisi

Peritonitis merupakan penyulit yang kadang-kadang terjadi pada

penderita pascaseksio sesarea yang mengalami metritis disertai nekrosis

dan dehisensi insisi uterus. Pada keadaan yang lebih jarang didapatkan

pada penderita yang sebelumnya mengalami seksio sesarea kemudian

dilakukan persalinan pervaginam (VBAC : vaginal birth after c-section).

Abses pada parametrium atau adneksa dapat pecah dan menimbulkan

peritonitis generalisata. (Sarwono, 2010)

2.4.3 Gejala Klinik


Menurut Sulistyawati (2009), gejala yang muncul pada peritonitis umum

diantaranya :

1. Suhu meningkat menjadi tinggi

2. Nadi cepat dan kecil

3. Perut kembung dan nyeri

4. Ada defense musculair

5. Muka penderita yang mula-mula kemerahan menjadi pucat, mata

cekung, kulit muka dingin, terdapat apa yang disebut fasies

hypocratica.

13

2.4.4 Tatalaksana

Menurut Nettina (2001), penatalaksanaan pada peritonitis adalah sebagai

berikut :

1. Penggantian cairan, koloid dan elektrolit merupakan focus utama dari

penatalaksanaan medik.

2. Analgesik untuk nyeri, antiemetik untuk mual dan muntah.

3. Intubasi dan penghisap usus untuk menghilangkan distensi abdomen.

4. Terapi oksigen dengan nasal kanul atau masker untuk memperbaiki

fungsi ventilasi.

5. Kadang dilakukan intubasi jalan napas dan bantuan ventilator juga

diperlukan.

6. Therapi antibiotik masif (sepsis merupakan penyebab kematian utama).

7. Tujuan utama tindakan bedah adalah untuk membuang materi

penginfeksi dan diarahkan pada eksisi, reseksi, perbaikan, dan

drainase.

8. Pada sepsis yang luas perlu dibuat diversi fekal.

2.5 Asuhan Kegawatdaruratan Pada Masa nifas dengan Infeksi Payudara

(Mastitis)
2.5.1 Definisi

Mastitis adalah infeksi payudara. Meskipun dapat terjadi pada setiap

wanita, mastitis semata-mata merupakan komplikasi pada wanita

mennyusui. Mastitis harus dibedakan dari peningkatan suhu transien dan

nyeri payudara akibat pembesaran awal karena air susu masuk ke dalam

payudara. Mastitis terjadi akibat invasi jaringan payudara oleh organisme

infeksius atau adanya cedera payudara. (Varney, 2004)

14

2.5.2 Faktor Predisposisi

Predisposisi dan faktor risiko adalah primipara, stress, teknik

meneteki yang tidak benar sehigga pengosongan payudara tidak terjadi

dengan baik, pemakaian kutang yang terlalu ketat, dan pengisapan bayi

yang kurang kuat juga dapat menyebabkan stasis dan obstruksi kelenjar

payudara. Adanya luka putting payudara juga dapat sebagai faktor risiko

terjadinya mastitis. (Sarwono, 2010)

Pada kondisi ini terjadi bendungan ASI yang merupakan permulaan

dari kemungkinan infeksi payudara. Bakteri yang sering menyebabkan

infeksi payudara adalah stafilokokus aureus yang masuk melalui luka

puting susu. Infeksi menimbulkan demam, nyeri local pada payudara,

terjadi pemadatan payudara, dan terjadi perubahan warna kulit payudara.

(Manuaba, 2010)

2.5.3 Gejala Klinik

Gejala awal mastitis adalah demam yang disertai menggigil, myalgia,

nyeri, dan takikardia. Pada pemeriksaan payudara membengkak, mengeras,

lebih hangat, kemerahan dengan batas tegas, dan disertai rasa sangat nyeri.

Mastitis biasanya terjadi unilateral dan dapat terjadi 3 bulan pertama

meneteki, tetapi jarang dapat terjadi selama ibu meneteki. Kejadian mastitis

berkisar 2-33% ibu meneteki dan lebih kurang 10 % kasus mastitis akan
berkembang menjadi abses (bernanah), dengan gejala yang makin berat.

(Sarwono, 2010)

Infeksi payudara (mastitis) dapat berkelanjutan menjadi abses dengan

kriteria warna kulit menjadi merah, terdapat rasa nyeri, dan pada

pemeriksaan terdapat pembengkakan, dibawah kulit teraba cairan. Dalam

keadaan abses payudara perlu dilakukan insisi agar pus dapat dikeluarkan

untuk mempercepat kesembuhan. (Manuaba, 2010)

15

2.5.4 Macam-Macam Mastitis

Menurut Sarwono (2010), mastitis dapat dibedakan berdasarkan

tempatnya diantaranya sebagai berikt :

1. Mastitis yang menyebabkan abses di bawah areola mammae;

2. Mastitis di tengah payudara yang menyebabkan abses di tempat itu;

3. Mastitis pada jaringan di bawah dorsal kelenjar-kelenjar yang

menyebabkan abses antara payudara dan otot-otot di bawahnya.

2.5.5 Tatalaksana Umum

Penanganan utama mastitis adalah memulihkan keadaan dan

mencegah terjadinya komplikasi yaitu abses (bernanah) dan sepsis yang

dapat terjadi bila penangan terlamat, tidak tepat, ataupun kurang efektif.

Laktasi tetap dianjurkan untuk dilanjutkan dan pengosongan payudara

sangat penting untuk keberhasilan terapi. Terapi suportif seperti bed-rest,

pemberian cairan yang cukup, antinyeri dan antiinflamasi sangat

dianjurkan. Pemberian antibiotika secara ideal berdasarkan hasil kepekaan

kultur kuman yang diambil dari air susu sehingga keberhasilan terapi dapat

terjamin. Pada sebagian kasus antibiotika dapat diberikan secara per oral

dan tidak memerlukan perawatan di rumah sakit. Pada umumnya dengan

pengobatan segera dan adekuat gejala akan menghilang dalam 24-48 jam

kemudian dan jarang terjadi komplikasi. (Sarwono, 2010)


2.5.6 Peran Bidan

Bidan sebagai tenaga medis terdepan di tengah masyarakat dapat

meningkatkan usaha preventif dan promotif payudara dengan jalan

mengajarkan pemeliharaan payudara, cara memberikan ASI yang benar,

memberikan ASI dengan frekuensi yang seimbang baik payudara kanan

maupun kiri dan diberikan sampai payudara kempes. Dalam mengahadapi

bendungan ASI dan mastitis atau abses payudara, bidan sebaiknya

melakukan konsultasi dengan dokter. (Manuaba, 2010)

16

2.6 Asuhan Kegawatdaruratan Pada Masa nifas dengan Tromboflebitis

2.6.1 Definisi

Tromboflebitis adalah invasi/perluasan mikroorganisme patogen

yang mengikuti aliran darah disepanjang vena dan cabang-cabangnya.

Tromboflebitis didahului dengan thrombosis, dapat terjadi pada kehamilan

tetapi lebih sering ditemukan pada masa nifas. (Wiknjosastro: 2002)

2.6.2 Faktor Risiko

Tromboflebitis superfisial lebih umum terjadi pada ibu yang sudah

lansia, obesitas, dan paritasnya tinggi. Mungkin ada riwayat vena varikosa.

Tromboflebitis juga dapat terjadi pada vena anggota gerak bagian atas yang

sebelumnya digunakan untuk infus intravena. Trombosis vena dalam

mempunyai faktor-faktor risiko umum diantaranya usia di atas 35 tahun,

paritas tinggi, obesitas, seksio sesaria, trauma pada tungkai, imobilitas,

dehidrasi dan kelelahan, merokok, dan penggunaan estrogen untuk

memperlancar laktasi. (Maryunani, 2002)

2.6.3 Klasifikasi

1. Pelvio tromboflebitis

Pelvio tromboflebitis mengenai vena-vena dinding uterus dan

ligamentum latum yaitu vena ovarika, vena uterina dan vena


hipogastika. Vena yang paling sering terkena adalah vena ovarika dextra

perluasan infeksi dari vena ovarika sinistra ke vena renalis, sedangkan

perluasan infeksi dari vena ovarika dextra adalah ke vena cava inferior.

(Cunningham Gary, 2005)

Gejala

 Nyeri terdapat pada perut bagian bawah atau perut bagian samping,

timbul pada hari ke 2-3 masa nifas dengan atau tanpa panas

17

 Penderita tampak sakit berat

 Menggigil berulang kali, menggigil terjadi sangat berat (30-40 menit)

dengan interval hanya beberapa jam saja dan kadang-kadang 3 hari.

Pada waktu menggigil penderita hampir tidak panas.

 Suhu badan naik turun secara tajam (36ᵒC-40ᵒC)

 Penyakit dapat berlangsung selama 1-3 bulan

 Cenderung terbentuk pus yang menjalar kemana-mana terutama ke

paru-paru

 Gambaran darah: Terdapat leukositosis. Untuk membuat kultur

darah, darah diambil pada saat tepat sebelum mulai menggigil, kultur

darah sangat sukar dibuat karena bakterinya adalah anaerob.

Komplikasi

 Komplikais pada paru-paru infark, abses, pneumonia

 Komplikasi pada ginjal sinistra, yaitu nyeri mendadak yang diikuti

dengan proteinuria dan hematuria

 Komplikasi pada mata, persendian dan jaringan subkutan

(Cunningham Gary: 2005)

Penanganan

 Rawat inap: penderita tirah baring untuk pemantauan gejala

penyakitnya dan mencegah terjadinya emboli pulmonal.


 Therapi medic: pemberian antibiotika atau pemberian heparin jika

terdapat tanda-tanda atau dugaan adanya emboli pulmonal

 Therapi operasi: peningkatan vena cava inferior dan vena ovarika

jika emboli septik terus berlangsung sampai mencapai paru-paru

meskipun sedang dilakukan heparisasi.

(Wiknjosastro: 2002)

18

2. Tromboflebitis femoralis (Flegmasia alba dolens)

Tromboflebitis femoralis mengenai vena-vena pada tungkai

misalnya pada vena femoralis, vena poplitea dan vena safena. Edema

pada salah satu tungkai kebanyakan disebabkan oleh suatu trombosis

yaitu suatu pembekuan darah balik dengan kemungkinan timbulnya

komplikasi emboli paru-paru yang biasanya mengakibatkan kematian.

(Cunningham Gary:2005)

Tromboflebitis Femoralis yaitu suatu tromboflebitis yang

mengenai satu atau kedua vena femoralis. Hal ini disebabkan oleh

adanya trombosis atau embosis yang disebabkan karena adanya

perubahan atau kerusakan pada intima pembuluh darah, perubahan pada

susunan darah, laju peredaran darah, atau karena pengaruh infeksi atau

venaseksi.

Penilaian klinik

 Keadaan umum tetap baik

 Suhu badan subfebris 7-10 hari kemudian suhu mendadak baik kirakira pada hari
ke 10-20 yang disertai dengan menggigil dan nyeri

sekali.

Pada salah satu kaki yang terkena, akan memberikan tanda-tanda

sebagai berikut :

 Kaki sedikit dalam keadaan fleksi dan rotasi keluar serta sukar

bergerak, lebih panas dibandingkan dengan kaki yang lain


 Seluruh bagian dari salah satu vena pada kaki terasa tegang dan keras

pada paha bagian atas

 Nyeri hebat pada lipat paha dan daerah paha

 Reflektorik akan terjadi spasmus arteria sehingga kaki menjadi

bengkak, tegang, dan nyeri

 Edema kadang-kadang terjadi selalu atau setelah nyeri, pada

umumnya terdapat pada paha bagian atas tetapi lebih sering dimulai

19

dari jari-jari kaki dan pergelangan kaki kemudian meluas dari bawah

keatas

 Nyeri pada betis

 Pada trombosis vena femoralis, vena dapat teraba didaerah lipat paha

 Oedema pada tungkai dapat dibuktikan dengan mengukur lingkaran

dari betis dan dibandingkan dengan tungkai sebelah lain yang

normal.

Penanganan

 Kaki ditinggikan untuk mengurangi oedema lakukan kompres pada

kaki

 Setelah mobilisasi kaki hendaknya tetap dibalut elastik atau memakai

kaos kaki yang panjang elastik selama mungkin

 Jangan menyusui bayinya, mengingat kondisi ibu yang sangat jelek

 Terapi pemberian antibiotik dan anti analgesik

(Wiknjosastro:2002)

2.6.4 Tatalaksana Umum

Penanganan meliputi tirah baring, elevasi ekstremitas yang terkena,

kompres panas, stoking elastis, dan analgesia jika dibutuhkan. Sprei ayun

mungkin diperlukan jika tungkai sangat nyeri saat disentuh (cenderung

pada tromboflebitis superfisial). Rujukan ke dokter konsultan penting


untuk memutuskan penggunaan terapi antikoagulan dan antibiotic

(cenderung pada tromboflebitis vena profunda). Tidak ada kondisi apapun

yang mengharuskan masase tungkai. (Varney, 2004)

20

2.7 Studi Kasus

ASUHAN KEBIDANAN PADA NY.A

POSTPARTUM 4 HARI DENGAN METRITIS

Tanggal : 10-08-2017

Pukul : 09.00 WIB

Tempat : IGD Kebidanan RS.X

I. Pengkajian Data Subjektif (S)

A. Identitas

Nama klien : Ny. A Nama suami : Tn. U

Umur : 19 Tahun Umur : 22 Tahun

Pendidikan : SD Pendidikan : SMP

Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Buruh Harian

Lepas

Agama : Islam Agama : Islam

Alamat : Majasem Alamat : Majasem

B. Riwayat

Ibu senang telah melahirkan anak pertama dan belum pernah keguguran, saat

ini ibu mengeluh sudah dua hari badan terasa panas dingin, nyeri perut bagian

bawah, pagi ini keluar darah kotor dari vagina dan berbau seperti nanah. Ibu

melahirkan pada tanggal 6-08-2017 pukul 22.00 WIB ditolong oleh Bidan di

Puskesmas Y, jenis persalinan spontan, tidak ada faktor penyulit, dan ada

robekan jalan lahir. Ibu mengkonsumsi obat yang diberikan oleh bidan yaitu

Amoxilin 3x/hari, Paracetamol 3x/hari, Fe 1x/hari, tidak mengkonsumsi obat

warung, obat herbal maupun jamu. Ibu makan 3x/hari sejak sakit nafsu
makan berkurang, keluarga melarang ibu untuk mengkonsumsi daging dan

telur. Dalam sehari ibu minum ± 10 gelas/ hari (gelas ukuran 200 cc).

Frekuensi BAK ± 5 - 6 x/hari dan ibu belum BAB setelah melahirkan. Ibu

21

memberikan ASI saja kepada bayinya secara on demand karena produksi ASI

sudah banyak. Ibu tidur pada malam hari selama ± 4-5 jam dan tidak tidur

siang karena pantangan dari keluarga. Ibu tidak pernah menderita penyakit

TBC, hepatitis, asma, hipertensi dan penyakit jantung. Ibu tidak memiliki

riwayat operasi dan riwayat alergi.

II. Pengkajian Data Objektif (O)

A. Keadaan Umum : Lemah Kesadaran : Composmentis

B. Tanda-Tanda Vital

1. Tekanan darah : 90/60 mmHg

2. Denyut nadi : 100 x/menit

3. Suhu : 39,5 o C

4. Pernafasan : 26 x/menit

C. Pemeriksaan Fisik

1. Wajah

Terlihat sedikit pucat dan tidak teraba oedema.

2. Mata

Konjungtiva terlihat berwarna merah muda, sklera terlihat tidak ikterik,

dan tidak ada kelainan.

3. Dada

Payudara terlihat simetris (ka/ki), terlihat hyperpigmentasi disekitar areola

mamae. Tidak teraba benjolan, putting susu teraba menonjol, terdapat

pengeluaran ASI, dan tidak ada pembesaran KGB Axilla.

4. Abdomen

TFU teraba 1 jari dibawah pusat, kontraksi uterus baik, konsistensi uterus
teraba keras, kandung kemih kosong, ibu merasakan nyeri tekan pada

perut bagian bawah.

5. Ekstremitas Atas

Tidak ada oedema, capillary refill kembali kurang dari 2 detik.

6. Ekstremitas Bawah

22

Bentuk terlihat simetris, tidak ada oedema, tidak ada varises.

7. Genitalia

Tidak terlihat oedema dan varises, tidak teraba pembesaran kelenjar

bartholini, terlihat pengeluaran darah berwarna merah kekuningan ± 30 cc,

berbau dan purulen. Terdapat luka jahitan perineum, luka tampak basah,

dan kemerahan. Tidak terdapat hematoma.

D. Pemeriksaan Laboratorium & penunjang :

Hemoglobin : 10 gr/dL

Leukosit : 20.000 UI

Golongan Darah : O

III. Analisa

Ny.A 19 tahun P1A0 4 hari post partum dengan metritis dan laktasi baik, potensial

terjadi peritonitis, perlu kolaborasi dengan Dokter SpOG untuk pemberian

therapy.

IV. Penatalaksanaan

1. Membina hubungan baik kepada ibu dan keluarga, respon ibu dan keluarga

baik.

2. Menjelaskan hasil pemeriksaan dan melakukan informed concent kepada ibu

dan keluarga mengenai tindakan yang akan dilakukan selanjutnya, ibu dan

keluarga mengetahui hasil pemeriksaan dan menyetujui tindakan yang akan

dilakukan.

3. Melakukan kolaborasi dengan dokter SpOG untuk pemberian theraphy,


dokter SpOG memberikan advis sebagai berikut :

- Memberikan infus cairan kristaloid untuk mencegah terjadinya dehidrasi

- Memberikan antibiotika sampai 48 jam bebas demam, yaitu ampisilin 2 g

IV setiap 6 jam, ditambah gentamisin 5 mg/kg BB IV tiap 24 jam,

ditambah metronidazole 500 mg IV tiap 8 jam.

23

- Melakukan observasi kemajuan pasien meliputi pemeriksaan suhu setiap

4 jam, tanda vital, malaise, myeri perut dan cairan per vaginam setiap 4

jam.

- Melakukan tindak lanjut jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit per 48

jam

- Memperbolehkan pasien pulang jika suhu < 37,5oC selama minimal 48

jam dan hasil pemeriksaan leukosit < 11.000/mm3

4. Memberikan theraphy kepada ibu sesuai dengan advis dokter, ibu telah

dipasang infus pada lengan kiri dan telah diberikan therapy sesuai dengan

advis dokter dan jadwal pemberian obat.

5. Memberikan KIE kepada ibu mengenai :

a. Kebutuhan nutrisi dan hidrasi yaitu makan yang cukup dengan gizi

seimbang tanpa memantang makanan apapun dan memperbanyak minum

minimal 8 gelas/hari.

b. Personal hygiene yang baik yaitu dengan mandi 2x/hari, mengganti doek

minimal 3 kali atau setiap terasa penuh, melakukan vulva hygiene setiap

setelah BAK dan BAB, memakai celana yang longgar dari bahan katun

untuk mencegah lembab dan infeksi.

c. Menganjurkan kepada ibu untuk istirahat yang cukup dengan tidur malam

minimal 6 jam dan tidak memantang tidur siang.

d. Memberikan pendidikan kesehatan kepada ibu dan keluarga mengenai

mobilisasi ketika sudah pulih untuk mempercepat proses pengembalian


rahim.

e. Memberitahu ibu dan keluarga mengenai tanda bahaya pada masa nifas

dan menganjurkan untuk memberitahu tenaga kesehatan yang sedang bertugas

apabila merasakan salah satu tanda bahaya tersebut.

Ibu mengerti dan dapat mengulang kembali semua informasi yang telah

dijelaskan.

6. Melakukan observasi keadaan umum dan tanda vital ibu secara berkala, ibu

telah dilakukan observasi dan hasil terlampir.

24

BAB III

KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan mengenai asuhan kegawatdaruratan pada masa nifas

maka dapat disimpulkan bahwa infeksi masa nifas merupakan kegawatdaruratan

dalam kebidanan, dimana infeksi nifas menjadi salah satu faktor penyumbang

terjadinya kematian dan kesakitan ibu. Asuhan atau penatalaksanaan yang diberikan

pada kasus kegawatdaruratan pada masa nifas disesuaikan dengan tempat


terjadinya

infeksi. Berikut asuhan yang diberikan pada kasus kegawatdaruratan pada masa
nifas

dengan metritis, peritonitis, infeksi payudara, dan infeksi nifas tromboflebitis :

1. Asuhan kegawatdaruratan pada kasus metritis

Penatalaksanaan pada kasus metritis diantaranya dengan memberikan

antibiotika sampai dengan 48 jam bebas demam, mencegah dehidrasi dengan

memberikan minum atau infus cairan kristaloid, pertimbangkan pemberian vaksin

TT jika ibu dicurigai terpapar tetanus, lakukan eksplorasi digital jika diduga ada

sisa plasenta, lakukan laparotomy dan drainase abdomen bila terdapat pus, lakukan

histerektomi subtotal jika uterus terinfeksi dan nekrotik, lakukan pemeriksaan

penunjang, lakukan pengukuran suhu dan kondisi umum setiap 4 jam, serta

lakukan tindak lanjut jumlah leukosit per 48 jam.


2. Asuhan kegawatdaruratan pada kasus peritonitis

Penatalaksanaan pada peritonitis diantaranya : penggantian cairan koloid dan

elektrolit; analgesik untuk mengatasi nyeri serta antiemetik untuk mual dan

muntah; intubasi dan penghisap usus untuk menghilangkan distensi abdomen;

terapi oksigen dengan nasal kanul atau masker untuk memperbaiki fungsi

ventilasi; kadang dilakukan intubasi jalan napas dan bantuan ventilator; therapi

antibiotik massif; dilakukan tindakan bedah untuk membuang materi penginfeksi

dan diarahkan pada eksisi, reseksi, perbaikan, dan drainase; serta pada sepsis yang

luas perlu dibuat diversi fekal.

25

3. Asuhan kegawatdaruratan pada kasus infeksi payudara

Penanganan utama infeksi payudara (mastitis) adalah dengan memulihkan

keadaan dan mencegah terjadinya abses serta sepsis diantaranya memberikan

terapi suportif seperti bed-rest, pemberian cairan yang cukup, pemberian obat oral

antinyeri dan antiinflamasi, pemberian antibiotika yang pada sebagian kasus dapat

diberikan secara per oral dan tidak memerlukan perawatan di rumah sakit, serta

tetap menganjurkan laktasi untuk pengosongan payudara demi keberhasilan terapi.

Pada umumnya dengan pengobatan segera dan adekuat gejala akan menghilang

dalam 1-2 hari dan jarang terjadi komplikasi.

4. Asuhan kegawatdaruratan pada kasus infeksi nifas tromboflebitis

Penanganan yang diberikan pada kasus tromboflebitis disesuaikan dengan

jenisnya. Penanganan pada pelvio tromboflebitis diantaranya tirah baring untuk

pemantauan gejala penyakitnya dan mencegah terjadinya emboli pulmonal,

pemberian antibiotika atau heparin jika terdapat tanda-tanda atau dugaan adanya

emboli pulmonal. Sedangkan pada tromboflebitis femoralis penanganan yang

diberikan adalah kaki ditinggikan untuk mengurangi oedema dan dilakukan

kompres pada kaki, setelah mobilisasi kaki hendaknya tetap dibalut elastik atau

memakai kaos kaki yang panjang elastik selama mungkin, tidak dianjurkan
menyusui bayinya secara langsung mengingat kondisi ibu yang sangat jelek, serta

pemberian antibiotik dan anti analgesik.

26

DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, F. Gray. 2005. Obstetri William. Jakarta : EGC

Fakultas Kedokteran UNPAD. 2004. Ilmu Kesehatan Reproduksi : Obstetri

Patologi. Jakarta : EGC

Kemenkes RI. 2013. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas

Kesehatan Dasar dan Rujukan.

Mansjoer, A., 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga. Jakarta:

MediaAesculapius

Manuaba,IBG.,2010. Ilmu Kebidanan, penyakit Kandungan dan KB untuk

Pendidikan Bidan Edisi 2. Jakarta:EGC

Maryunani, Aniek. 2002. Safe motherhood, Modul Sepsis Puerperalis : materi

pendidikan untuk kebidanan / WHO. Jakarta : EGC

Nettina, S.M. (2001). Pedoman Praktik Keperawatan. Jakarta: EGC.

Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina

Pustaka Ssrwono Prawirohardjo

Purwanti. E. 2012. Asuhan Kebidanan Untuk Ibu Nifas. Yogyakarta : Cakrawala

Ilmu.

Rini, Susilo. 2016. Panduan, Asuhan Nifas dan Evidence Based Practice.

Yogyakarta : Deepublish

Sulistyawati, Ari. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas.

Yogyakarta : Penerbit Andi

Varney, Helen. 2004. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta : EGC

Wiknjosastro, Hanifa. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo

Anda mungkin juga menyukai