PENDAHULUAN
2.2 Pengertian
Peuerperalis adalah semua peradangan yang disebabkan oleh masuknya kuman-
kuman ke dalam alat-alat genetalia pada waktu persalinan dan nifas (Sarwono, 2005).
Puerperalis adalah keadaan yang mencakup semua peradangan alat-alat genetalia
dalam masa nifas (Mochtar, 1998).
Infeksi peurperalis adalah infeksi yang terjadi di dalam struktur yang berhubungan
dengan persalinan setelah melahirkan (Barbara, 2004).
Infeki peurperalis adalah infeksi luka jalan lahir pasca persalinan, biasanya dari
endometrium bekas insersi plasenta (Sulaima, dkk., 2004).
Kesimpulan yang dapat diambil dari beberapa pengertian diatas adalah infeksi
peuerperalis merupakan suatu kondisi di mana terjadinya peradangan pada alat genetalia
yang disebabkan oleh masuknya kuman-kuman pada waktu persalinan dan nifas.
2.3 Epidemiologi
Angka kematian ibu (AKI) hamil di Indonesia masih tinggi yaitu 307/100.000
kelahiran hidup. Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah
persalinan dan 40% kematian masa nifas. Penyebab utama kematian ibu disebabkan
karena perdarahan (24%), infeksi (15%), aborsi tidak aman (13%), tekanan darah tinggi
(12%), dan persalinan lama (8 %) (Puspitaningtyas, 2011).
Menurut Barbara (2004), infeksi peurperalisis merupakan penyebab utama
morbiditas dan mortalitas ibu. Insiden infeksi ini bervariasi dari 1% hingga 8% dari
seluruh kelahiran, tetapi terdapat insiden yang lebih tinggi pada kelahiran sesar
dibandingkan kelahiran normal.
2.4 Etiologi
Barbara (2004) menyatakan bahwa secara umum infeksi peurperalis dapat
disebabkan oleh teknik steril yang buruk, persalinan dengan manipulasi yang tidak sesuai,
kelahiran sesar, atau pertumbuhan flora lokal yang berlebihan. Infeksi peurperalisis juga
disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya:
1. Berdasarkan kuman yang menyebabkan infeksi peurperalisis
a. Streptococcus haematilicus aerobic
Masuknya kuman ini adalah secara eksogen yang akan menyebabkan terjadinya
infeksi berat bagi yang ditularkan dari penderita lain, alat alat yang tidak steril,
tangan penolong, dan sebagainya.
b. Staphylococcus aurelis
Masuknya kuman ini adalah secara eksogen yang akan menyebabkan infeksinya
sedang dan banyak ditemukan sebagai penyebab infeksi di rumah sakit.
c. Escherichia coli
Masuknya kuman ini adalah berasal dari kandung kemih dan rektum, sehingga
dapat menyebabkan infeksi.
d. Clostridium welchi
Masuknya kuman ini adalah secara anaerob, biasanya ditemukan pada kasus
abortus kriminalis dan partus yang ditolong oleh dukun.
2. Berdasar masuknya kuman ke dalam alat kandung
a. Bakteri Endogen
Bakteri ini (Streptococcus, Staphylococcus, E. coli) secara normal hidup di vagina
dan rektum tanpa menimbulkan bahaya. Bahkan jika teknik steril sudah digunakan
untuk persalinan, infeksi masih dapat terjadi akibat bakteri endogen. Bakteri
endogen juga dapat membahayakan dan menyebabkan infeksi jika:
1) Bakteri ini masuk ke dalam uterus melalui jari pemeriksa atau melalui instrumen
pemeriksaan pelvik.
2) Bakteri terdapat dalam jaringan yang memar, robek/laserasi, atau jaringan yang
mati (setelah persalinan traumatik atau setelah persalinan macet).
3) Bakteri masuk sampai ke dalam uterus jika terjadi pecah ketuban yang lama.
b. Bakteri eksogen
Bakteri ini (Streptokokus, Clostridium) masuk ke dalam vagina dari luar. Bakteri
eksogen dapat masuk ke dalam vagina dengan cara:
1) Melalui tangan yang tidak bersih dan instrumen yang tidak steril.
2) Melalui substansi atau benda asing yang masuk ke dalam vagina.
3) Melalui aktivitas seksual.
3. Faktor predisposisi
Menurut Sulaima, dkk. (2004), faktor predisposisi diakibatkan oleh:
a. Perdarahan
Perdarahan yang terjadi dapat menurunkan daya tahan tubuh ibu.
b. Trauma persalinan
Trauma pada persalinan merupakan media yang subur bagi mikroorganisme.
c. Partus lama
Partus lama akan mengakibatkan retensio plasenta sebagian atau seluruhnya akan
memudahkan terjadinya infeksi.
d. Keadaan umum
Keadaan umum ibu merupakan faktor yang ikut menentukan karena akan
mengakibatkan ibu mengalami melemahnya daya tahan tubuh, seperti anemi dan
malnutrisi.
2.5 Patofisiologi
Terjadinya infeksi disebabkan setelah kala III terdapat daerah bekas insersio
plasenta yang merupakan sluka dengan diameter kira-kira 4 cm. Daerah ini merupakan
tempat yang baik untuk bertumbuhnya kuman-kuman dan masuknya jenis-jenis patogen
dalam tubuh. Serviks sering mengalami perlukaan pada persalinan, demikian juga vulva,
vagina, dan perineum yang merupakan tempat masuknya kuman-kuman patogen. Proses
peradangan dapat terjadi pada luka-luka tersebut atau menyebar di luar luka.
Menurut Sulaima, dkk. (2004). infeksi peurpuralis dapat terjadi karena:
1. Tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung tangan pada pemeriksaan dalam
atau operasi membawa bakteri yang sudah ada dalam vagina ke dalam uterus.
Kemungkinan lain adalah bahwa sarung tangan atau alat-alat yang dimasukkan ke
dalam jalan lahir tidak sepenuhnya bebas dari kuman-kuman.
2. Sarung tangan atau alat-alat kesehatan yang digunakan terkena kontaminasi bakteri
yang berasal dari hidung atau tenggorokan dokter atau petugas lainnya yang berada di
ruangan tersebut. Oleh karena itu, hidung dan mulut petugas yang bertugas harus
ditutup dengan masker dan penderita infeksi saluran nafas dilarang memasuki kamar
bersalin.
3. Dalam rumah sakit selalu banyak kuman-kuman patogen, berasal dari penderita
dengan berbagai jenis infeksi. Kuman-kuman ini biasa dibawa oleh aliran udara
kemana-mana, antara lain melaui handuk, kain- kain yang tidak steril, dan alat-alat
yang digunakan untuk merawat wanita dalam persalinan atau pada waktu nifas.
4. Koitus pada akhir kehamilan tidak merupakan sebab infeksi penting, kecuali jika
menyebabkan pecahnya ketuban.
5. Infeksi Intrapartum sudah dapat memperlihatkan gejala-gejala pada waktu
berlangsungnya persalinan. Infeksi intraparum biasanya terjadi pada waktu partus
lama, apalagi jika ketuban sudah lama pecah dan beberapakali dilakukan pemeriksaan
dalam.
2. Penyebaran dari tempat tersebut melalui vena, jalan limfe dan permukaan, serta
endometrium
a. Septikemia dan piemia
Septikemia dan piemia merupakan infeksi umum yang disebabkan oleh kuman-
kuman patogen, yaitu Streptococcus haemolyticus golongan A. Infeksi ini sangat
berbahaya dan merupakan 50% dari semua kematian karena infeksi nifas.
Pada septikemia kuman-kuman di uterus, langsung masuk keperedaran darah
umum dan menyebabkan infeksi umum. Adanya septikemia dapat dibuktikan
dengan jalan pembiakan kuman-kuman dari darah.
Pada piemia terdapat tromboflebitis pada vena-vena diuterus serta sinus-sinus pada
bekas tempat plasenta. Tromboflebitis ini menjalar ke vena uterine, vena
hipogastrika, dan vena ovari (tromboflebitis pelvika), dari tempat-tempat thrombus
tersebut embolus kecil yang mengandung kuman-kuman dilepaskan. Setiap kali
dilepaskan, embolus masuk keperedaran darah dan dibawa oleh aliran darah
ketempat-tempat lain, di antaranya ke paru-paru, ginjal, otak, jantung, dan
sebagainya, sehingga mengakibatkan terjadinya abses-abses ditempat-tempat
tersebut.
b. Peritonotis
Infeksi nifas dapat menyebar melalui pembuluh limfe didalam uterus yang
langsung mencapai peritoneum dan menyebabkan peritonitis, atau melalui jaringan
diantara kedua lembar ligamentum latum sehingga menyebabkan parametritis
(sellulitis pelvika).
c. Selulitis pelvis
Peritonitis dapat pula terjadi melalui salpingo-ooforitis atau sellulitis pelvika.
Infeksi jaringan ikat pelvis dapat terjadi melalui tiga jalan yaitu:
1) Penyebaran melalui limfe dari luka serviks yang terinfeksi atau dari
endometritis.
2) Penyebaran langsung dari luka pada serviks yang meluas sampai kedasar
ligamentum.
3) Penyebaran sekunder dari tromboflebitis pelvika.
2.8 Penatalaksanaan
Menurut Barbara (2004). penatalaksanaan secara umum yang dapat dilakukan
adalah:
1. Meningkatkan resolusi proses infeksi
a. Inspeksi perineum dua kali sehari apakah ada kemerahann edema, ekimosis, dan
keluaran.
b. Evaluasi nyeri abdomen, demam, malaise, takikardi, dan lokia yang berbau tidak
enak.
c. Periksa spesimen untuk analisi laboratorium dan laporkan hasilnya.
d. Tawarkan diet yang seimbang, sering minum cairan, dan ambulasi dini.
e. Berikan antibiotik atau obat-obatan sesuai resep, catat respons klien.
2. Memberi penyuluhan klien dan keluarga.
Menjelaskan dan mendemonstrasikan perawatan diri, seperti melakukan personal
hygine perineum dan mencuci tangan.
3. Pengobatan dan penanganan
Pengobatan dan penanganan yang dapat dilakukan pada kala nifas adalah:
a. Sebaliknya segera dilakukan pengambilan (kultur) dari secret vagina, luka operasi,
dan darah, serta uji kepakaian untuk mendapatkan antibiotiika yang tepat dalam
pengobatan
b. Kombinasi antibiotik diberikan sampai pasien bebas demam selama 48 jam dan
kombinasi antibiotik beyang dapat diberikan adalah:
1) Ampisilin 2 g IV setiap 6 jam.
2) Gentamisin 5 mg / kg berat badan IV setiap 24 jam.
3) Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam.
c. Berikan dalam dosis yang cukup dan adekuat
d. Karena hasil pemeriksaan memerlukan waktu, maka berikan antibiotikan spectrum
luas (broad spectrum) hingga menunggu hasil laboratorium.
e. Pengobatan akan mempertinggi daya tahan tubuh penderita infus atau tranfusi yang
diberikan perawatan lainnya sesuai dengan komplikasi yang ditemukan.
1.10.2 Prognosis
Prognosis bergantung pada virulensi kuman dan daya tahan tubuh penderita.
Prognosis baik jika diatasi dengan pengobatan yang sesuai. Menurut derajatnya,
septikemia merupakan infeksi paling berat dengan mortalitas tinggi diikuti peritonitis
umum (Sulaima, dkk., 2004).
BAB 3. PATHWAYS
Terjadi peradangan
Reaksi Peradangan
Ketidakefektifan
Gg Eliminasi Gg Pola Tidur
Performa Peran Ketidakefektifan
Urinarius Pola Seksualitas
BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN
4.1 Pengkajian
1. Identitas
a. Nama : Tergantung pada pasien.
b. Umur : Biasanya terjadi pada wanita hamil.
c. Jenis kelamin : Wanita.
d. Pendidikan : Mempengaruhi personal hygine setiap individu.
e. Pekerjaan : Mengetahui taraf hidup sosial ekonomi yang
berhubungan dengan nutrisi dan penyebab terjadinya infeksi
peuerperalis.
f. Diagnosa medis: Infeksi peuritonitis.
2. Keluhan Utama
Pasien mengeluhkan suhu tubuh meningkat yang disertai menggigil, nyeri, disuria,
sakit kepala, sulit tidur, dan anoreksia.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat kehamilan sebelumnya dan riwayat penyakit yang berhubungan dengan
sistem kekebalan tubuh.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Munculnya tanda-tanda dan keluhan infeksi puerpuralis.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat kesehatan keluarga berhubungan dengan penyakit-penyakit yang dapat
memicu terjadinyan infeksi puerpuralis.
4. Pola-pola fungsi kesehatan
a. Pola nyeri
Pada umumnya pasien merasakan nyeri abdomen bawahatau uteri, nyeri lokal,
disuria, ketidaknyamanan abdomen, dan sakit kepala.
b. Pola nutrisi dan metabolism
Tejadi perubahan pola nutrisi yang diakibatkan nafsu makan menurun dan muntah.
c. Aktivitas
Pasien mengeluh malaise, letargi, kelelahan/keletihan yang terus menerus, letih,
dan aktivitas berat mengakibatkan nyeri abdomen.
d. Eliminasi
Pasien mengalami penurunan berkemih dan mengalami disuria dengan atau tanpa
distensi urine.
e. Pola tidur dan istirahat
Pasien mengalami kesulitan tidur.
f. Pola sensori dan kognitif
Pasien mengalami masalah masalah kognitif akibat kecemasan terhadap penyakit
yang dialaminya.
g. Pola persepsi diri
pasien menganggap dirinya sakit dan tidak dapat beraktivita seperti biasanya
h. Pola hubungan dan peran
Adanya kondisi kesehatan yang mempengaruhi hubungan interpersonal dan peran
akibat menjalankan perannya selama sakit.
i.Seksualitas
Pasien mengalami nyeri pada daerah genitalia, sehinga pola seksualitas terganggu.
j. Pola penanggulangan stress
Pasien membutuhkan dukungan emosional dan spiritual oleh keluarga atau pun
orang-orang terdekat.
k. Pola hygiene
Kebersihan kurang akibat akibat kelemahan dalam melakukan aktivitas.
5. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum: Pasien tampak sangat kesakitan hingga mengalami syok.
b. Kesadaran: Kesadaran penderita bervariasi dari kesadaran baik hingga koma
tergantung tingkat kesakitan.
c. Tanda-tanda vital: Tekanan darah tinggi, nadi teraba cepat, berat badan mengalami
penurunan, suhu tubuh akan meningkat.
d. Pemeriksaan head to toe
1) Kepala
Simetris dan pertumbuhan rambut normal.
2) Muka atau wajah
Keadaan bervariasi dari keadaan normal hingga terlihat pucat tergantung tingkat
kesakitan.
3) Mata
Konjungtiva normal, konjungtiva tidak anemis, pupil isokor, dan mata terlihat
cekung (kemungkinan dehidrasi).
4) Mulut
Bibir kering (kemungkinan dehidrasi).
5) Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar limfonodi dan kelenjar tiroid.
6) Dada
Pernafasan cepat, bentuk dada simetris, takikardi, dan tidak ada suara ronchi.
7) Abdomen
Perut terlihat lebih besar dari normal, adanya bekas jahitan yang tidak jadi atau
mengalami kebocoran, nyeri tekan lepas, dinding perut tegang dan kaku, serta
bising usus tidak terdengar
8) Genetalia
Teraba tahanan yang kenyal yang berfluktuasi dalam kavum douglasi dan
mengalami nyeri tekan
9) Ekstremitas
Teraba hangat samapi panas karena biasanya pasien demam, kulit teraba kering dan
lecet.
Kriteria hasil: Klien menyatakan bahwa kecemasan berkurang dan tampak tenang
Intervensi :
No. Intervensi Rasional
1. Sediakan informasi aktual menyangkut Dengan mengetahuinya pasien akan merasa
dianosis, perawatan, dan prognosis. lebih tenang dan mengurangi rasa curiga pada
petugas kesehatan
2. Intruksikan pasien tentang penggunaan Penggunaan relaksasi dapat membuat tubuh
teknik relaksasi menjadi lebih rileks dan nyaman
3. Kolabirasikan dengan tim kesehatan lain Pemberian obat dapat dilakukan ketika terapi
dalam pemberian pengobatan untuk yang lain tidak efektif
mengurangi ansietas, sesuai dengan
kubutuhan
4. Dampingi pasien (misalnya selama Pasien akan merasa lebih nyaman dan aman
prosedur) untuk meningkatkan keamanan
dan mengurangi takut
5.1 Kesimpulan
Infeksi peuerperalis merupakan suatu kondisi di mana terjadinya peradangan pada
alat genetalia yang disebabkan oleh masuknya kuman-kuman pada waktu persalinan dan
nifas. Insiden infeksi ini bervariasi dari 1% hingga 8% dari seluruh kelahiran, tetapi
terdapat insiden yang lebih tinggi pada kelahiran sesar dibandingkan kelahiran normal.
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan adalah kepada tenaga kesehatan agar memberikan
informasi-informasi kepada para ibu nifas tentang cara perawatan luka perineum,
sehingga para ibu akan mengetahui cara perawatan luka perineum yang benar.
DAFTAR PUSTAKA
Sitti, Saleha. 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Selemba
Medika