PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kematian ibu atau kematian maternal adalah kematian seorang ibu sewaktu hamil atau
dalam waktu 42 hari sesudah berakhirnya kehamilan, tidak bergantung pada tempat atau usia
kehamilan. Kematian ibu dibagi menjadi kematian langsung dan tidak langsung, kematian
langsung adalah sebagai akibat komplikasi kehamilan, persalinan, atau masa nifas. Sedangkan
kematian ibu tidak langsung merupakan akibat dari penyakit yang sudah ada atau penyakit
yang timbul sewaktu kehamilan. (Sarwono, 2010) Secara global 80 % kematian ibu tergolong
pada kematian ibu langsung. Pola penyebab langsung dimana-mana sama, yaitu perdarahan
(25% biasanya perdarahan pasca persalinan), sepsis (15%), hipertensi dalam kehamilan
(12%), partus macet (8%), komplikasi aborsi tidak aman (13%), dan sebab-sebab lain (8%).
Infeksi merupakan penyebab penting kematian dan kesakitan ibu. Insidensi infeksi nifas sangat
berhubungan dengan praktik tidak bersih pada waktu persalinan dan masa nifas. (Sarwono,
2010) Perlukaan karena persalinan merupakan tempat masuknya kuman ke dalam tubuh,
sehingga menimbulkan infeksi pada kala nifas. Infeksi kala nifas adalah infeksi peradangan
pada semua alat genitalia pada masa nifas oleh sebab apapun dengan ketentuan meningkatnya
suhu tubuh melebihi 38°C tanpa menghitung hari pertama dan berturut-turut selama dua hari.
(Manuaba, 2010) Sumber terjadinya infeksi kala nifas adalah manipulasi penolong yang terlalu
sering melakukan pemeriksaan dalam atau penggunaan alat yang kurang steril. Infeksi juga
dapat diperoleh dari rumah sakit (nosokomial), hubungan seks menjelang persalinan atau sudah
terdapat infeksi intrapartum: persalinan lama terlantar, ketuban pecah lebih dari enam jam,
terdapat pusat infeksi dalam tubuh (fokal infeksi). (Manuaba, 2010)
Berdasarkan masalah pada latar belakang diatas kejadian infeksi pada masa nifas sangat
erat kaitanya dengan penyebab kematian dan kesakitan ibu. Oleh karena itu penulis tertarik
untuk membahas mengenai asuhan kegawatdaruratan pada masa nifas yang diakibatkankan
oleh infeksi untuk mewujudkan persalinan yang aman dan asuhan nifas yang sesuai sehingga
komplikasi pada masa nifas tidak lagi terjadi.
1.2 Rumusan Masalah
a. Jelaskan konsep dasar masa nifas ?
b. Jelaskan asuhan kegawatdarratan pada masa nifas dengan metritis ?
c. Jelaskan asuhan kegawatdaruratan pada masa nifas dengan peritonitis ?
d. Jelaskan infeksi payudara ?
e. Jelaskan infeksi pada masa nifas ?
1
f. Jelaskan kegawatdaruratan pada masa nifas dengan tromboflebitis ?
1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui konsep dasar masa nifas.
b. Untuk mengetahui asuhan kegawatdarratan pada masa nifas dengan metritis.
c. Untuk mengetahui asuhan kegawatdaruratan pada masa nifas dengan peritonitis.
d. Untuk mengetahui infeksi payudara.
e. Untuk mengetahui infeksi pada masa nifas.
f. Untuk mengetahui kegawatdaruratan pada masa nifas dengan tromboflebitis.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Dasar Masa Nifas
Masa nifas (puerperium) dimulai setelah plasenta keluar sampai alat-alat
kandungan kembali normal seperti sebelum hamil. Selama masa pemulihan tersebut
berlangsung, ibu akan mengalami banyak perubahan, baik secara fisik maupun
psikologis. Perubahan tersebut sebenarnya sebagian besar bersifat fisiologis, namun
jika tidak dilakukan pendampingan melalui asuhan kebidanan, tidak menutup
kemungkinan akan terjadi keadaan patologis. Tenaga kesehatan sudah seharusnya
melaksanakan pemantauan dengan maksimal agar tidak timbul berbagai masalah, yang
mungkin saja akan berlanjut pada komplikasi masa nifas. (Purwanti, 2012:1) Masa nifas
merupakan waktu yang diperlukan untuk pulihnya alat kandungan pada keadaan
normal, masa ini berlangsung selama enam minggu atau 42 hari. (Manuaba, 2000)
Dapat disimpulkan bahwa masa nifas merupakan masa pemulihan alat-alat kandungan
setelah melahirkan yang berlangsung kurang lebih selama enam minggu dan
memerlukan pendampingan melalui asuhan kebidanan untuk menghindari terjadinya
komplikasi dan kegawatdaruratan pada masa nifas. Menurut Purwanti (2012:3-4), masa
nifas dibagi menjadi 3 tahap, yaitu :
1. Puerperium Dini Puerperium dini merupakan masa kepulihan. Pada saat ini ibu
sudah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan.
2. Puerperium Intermedial Puerperium intermedial merupakan masa kepulihan alat-alat
genitalia secara menyeluruh yang lamanya sekitar 6-8 minggu.
3. Remote Puerperium Remote puerperium merupakan masa yang diperlukan untuk
pulih dan sehat sempurna, terutama bila selama hamil atau waktu persalinan
mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna dapat berlangsung
selama berminggu-minggu, bulanan, bahkan tahunan
3
menyebabkan abses, peritonitis, syok, thrombosis vena, emboli paru, infeksi panggul
kronik, sumbatan tuba, dan infertilitas. (Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di
Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan, 2013)
4
spectrum luas secara intravena, dan biasanya penderita akan membaik dalam waktu 48-
72 jam. Bila setelah 72 jam demam tidak membaik perlu dicari dengan lebih teliti
penyebabnya, karena demam yang menetap ini jarang disebabkan oleh resistensi
bakteri terhadap antibiotika atau suatu efek samping obat. Pada kasus metritis
yang berat dan disertai penyulit perlu dipertimbangkan intervensi bedah untuk drainase
abses dan/atau evakuasi jaringan yang rusak. (Sarwono, 2010) Berdasarkan Buku Saku
Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan (2013), tatalaksana
umum untuk mengatasi metritis diantaranya :
1. Berikan antibiotika sampai dengan 48 jam bebas demam :
a. Ampisilin 2 g IV setiap 6 jam
b. Ditambah gentamisin 5 mg/kg BB IV tiap 24 jam
c. Ditambah metronidazole 500 mg IV tiap 8 jam
d. Jika masih demam 72 jam setelah terapi, kaji ulang diagnosis dan tatalaksana
2. Cegah dehidrasi. Berikan minum atau infus cairan kristaloid.
3. Pertimbangkan pemberian vaksin tetanus toksoid (TT) bila ibu dicurigai terpapar
tetanus (misalnya ibu memasukkan jamu-jamuan ke dalam vaginanya).
4. Jika diduga ada sisa plasenta, lakukan eksplorasi digital dan keluarkan bekuan
serta sisa kotiledon. Gunakan forsep ovum atau kuret tumpul besar bila perlu
5. Jika tidak ada kemajuan dan ada peritonitis (demam, nyeri lepas dan nyeri
abdomen), lakukan laparotomy dan drainase abdomen bila terdapat pus
6. Jika uterus terinfeksi dan nekrotik, lakukan histerektomi subtotal.
7. Lakukan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan darah perifer lengkap termsuk
hitung jenis leukosit, golongan darah ABO dan jenis Rh, gula darah sewaktu
(GDS), analisis urin, kultur (cairan vagina, darah, dan urin sesuai indikasi),
ultrasonografi (USG) untuk menyingkirkan kemungkinan adanya sisa plasenta
dalam rongga uterus atau massa intra abdomen-pelvik
8. Periksa suhu pada grafik (pengukuran suhu setiap 4 jam) yang digantungkan pada
tempat tidur pasien.
9. Periksa kondisi umum: tanda vital, malaise, nyeri perut dan cairan per vaginam
setiap 4 jam.
10. Lakukan tindak lanjut jumlah leukosit dan hitung jumlah leukosit per 48 jam
11. Terima, catat dan tindak lanjut hasil kultur’perbolehkan pasien pulang jika suhu <
37,5°C selama minimal 48 jam dan hasil pemeriksaan leukosit < 11.000/mm
5
2.3 Asuhan Kegawatdaruratan Pada Masa nifas dengan Peritonitis
A. Definisi Infeksi nifas dapat menyebar melalui pembuluh limfe di dalam uterus,
langsung mencapai peritoneum dan menyebabkan peritonitis atau melalui jaringan di
antara kedua lembar ligamentum latum yang menyebabkan parametritis. (Sulistyawati,
2009) Peritonitis yang terlokalisir hanya dalam rongga pelvis disebut pelvioperitonitis,
bila meluas ke seluruh rongga peritoneum disebut peritonitis umum, dan ini sangat
berbahaya yang menyebabkan kematian 33% dari seluruh kematian akibat infeksi.
(Rini, 2016)
B. Faktor Predisposisi Peritonitis merupakan penyulit yang kadang-kadang terjadi
pada penderita pascaseksio sesarea yang mengalami metritis disertai nekrosis dan
dehisensi insisi uterus. Pada keadaan yang lebih jarang didapatkan pada penderita yang
sebelumnya mengalami seksio sesarea kemudian dilakukan persalinan pervaginam
(VBAC : vaginal birth after c-section). Abses pada parametrium atau adneksa dapat
pecah dan menimbulkan peritonitis generalisata. (Sarwono, 2010)
C. Gejala Klinik Menurut Sulistyawati (2009), gejala yang muncul pada peritonitis umum
diantaranya :
1. Suhu meningkat menjadi tinggi
2. Nadi cepat dan kecil
3. Perut kembung dan nyeri
4. Ada defense musculair
5. Muka penderita yang mula-mula kemerahan menjadi pucat, mata cekung, kulit
muka dingin, terdapat apa yang disebut fasies hypocratica.
6
7. Tujuan utama tindakan bedah adalah untuk membuang materi penginfeksi dan
diarahkan pada eksisi, reseksi, perbaikan, dan drainase.
8. Pada sepsis yang luas perlu dibuat diversi fekal.
A. Penyebab
Infeksi payudara biasanya disebabkan oleh bakteri (staphylococus) yang
biasanya ditemukan pada kulit normal. Bakteri masuk melalui muka atau kulit yang
pecah, biasanya pada puting susu.
Infeksi yang terjadi dalam jaringan lemak payudara dapat menyebabkan
pembengkakan. Infeksi payudara paling sering terjadi 1-3 bulan. Setelah melahirkan
bayi, tetapi hal ini dapat terjadi pada wanita yang belum melahirkan serta pada wanita
setelah menopause. Penyebab lain infeksi yaitu mastitis (radang payudara) kronis dan
bentuk yang jarang dari kanker yang disebut karsinoma inflamasi. Payudara yang
terinfeksi terasa sakit dan benjol. Infeksi payudara yang mengarah pada
abses(pengumpalan nanah) adalah jenis infeksi yang lebih serius.
B. Gejala
Beberapa gejala infeksi payudara yaitu sebagai berikut :
1. Pembesaran pada 1 sisi paudara saja
2. Adanya benjolan payudara
3. Nyeri payudara
4. Demam dan flu juga mual dan muntah
5. Gatal dibagian payudara
6. Nipple discharge (mungkin berisi nanah)
7. Perubahan sensasi pada putting
8. Bengkak, nyeri, kemerahan, dan terasa hangat dalam jaringan payudara
9. Kelenjar getah bening, nyeri atau membesar diketiak pada sisi payudara yang sama.
7
C. Pengobatan
Pengobatan terdiri dari perawatan payudara, kompres hangat jaringan payudara
yang terinfeksi selama 15-20 menit, 4x sehari. Obat antibiotic biasaya sangat efektif
dalam mengobati infeksi payudara. Sangat dianjurkan untuk terus menyusui atau
memompa payudara untuk meredakan pembengkakan Karena produksi susu saat
menerima pengobatan.
D. Komplikasi
Jika radang payudara dibiarkan tidak diobati, abses dapat berkembang dalam
jaringan payudara. Jenis infeksi ini mungkin memerlukan drainase bedah. Wanita yang
mengalami abses sementara akan diminta untuk berhenti menyusui.
E. Pencegahan
Beberapa hal berikut ini dapat membantu mengurangi resiko infeksi payudara.
1. Merawat putting dengan hati-hati untuk mencegah iritasi dan pecah-pecah
2. Sering menyusui dan memompa susu untuk mencegah pembengkakan payudara
3. Mempraktikkan tekhnik menyusui yang tepat
4. Menyapih perlahan-lahan selama beberapa minggu, jangan tiba-tiba berhenti
menyusui. (sari wenning, indrawati lili, dwi harjantobbasuki, 2012).
F. Menjaga bentuk dan kesehatan payudara
1. Menjaga bentuk payudara
Berikut beberapa langkah mudah yang bias anda lakukan untuk menjaga keindahan
payudara sekaligus menjaga kesehatannya.
a. Olah raga
Carilah aktivitas fisik yang anda sukai, lalu lakukan hal itu secara
teratur. Jadikanlah olah raga sesuatu yang menyenangkan sehingga anda tidak
merasa tertekan melakukannya setiap hari. Olah raga akan membuat payudara
lebih kencang, indah, dan sehat.
b. Hindari alcohol
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara
konsumsi minuman beralkohol dengan angka kejadian kanker payudara.
Sebaiknya, ada juga yang menyebutkan kalau minum anggur merah atau putih
bagus untuk kesehatan. Meskipun demikian lebih baik segera enyahkan alcohol
dari kehidupan anda.
c. Pijat payudara
8
Pijat payudara bias dilakukan sendiri atau meminta bantuan di salon
kecantikan. Gunakan minyak yang sedikit hangat untuk memijat.
d. Gunakan bra yang pas
Menggunakan bra yang tidak pas atau ketat akan membuat payudara
tertekan dan berwarna kemerahan. Warna kemerahan ini muncul akibat trauma
pada jaringan payudara. Keadaan ini tentu tidak baik untuk kesehatan payudara.
Gunkanlah bra dengan bahan katun yang lembut. Hindari bra berkawat atau
sejenisnya yang menyanggah payudara terlalu kencang. Ketika memilih bra,
perhatikan ukurannya. Ukuran bra yang tidak tepat bisa membuat payudara tak
sehat. Bra yang terlalu ketat akan merusak sirkulasi darah yang bias memicu
terjadinya kanker payudara. Adapun bra yang longgar dapat mengakibatkan
peregangan kulit, terutama bagi wanita yang memiliki payudara besar.
e. Perhatikan kebiasaan duduk
Postur tubuh yang buruk atau sikap duduk yang salah dapat
menyebabkan payudara melorot. Jagalah posisi duduk anda agar bentuk
payudara tetap rendah.
f. Hindari berendam di air panas
Air panas dapat membuat kulit kering dan tidak elastic. Sebaiknya
hindarilah berendam air panas dalam jangka waktu yang lama.
g. Hindari sinar ultraviolet
Aktivitas berjemur sama saja dengan menampung sinar ultraviolet di
kulit kita. Hal ini menyebabkan payudara kehilangan elastisitasnya dan
meningkatkan resiko terjadinya kanker payudara.
G. Menjaga kesehatan payudara
a. Kurangi makanan berlemak
b. Konsumsi ikan
c. Tingkatkan konsumsi serat
d. Konsumsi banyak sayuran
e. Cukup istirahat. (sari wenning, indrawati lili, dwi harjantobbasuki, 2012).
9
merupakan gejala penting dari penyakit ini. Demam dalam nifas sering juga disebut
morbiditas nifas dan merupakan indeks kejadian infeksi nifas. (FK Unpad, 2004)
Infeksi nifas adalah infeksi bakteri pada traktus genitalia, terjadi sesudah
melahirkan, ditandai kenaikan suhu sampai 38°C atau lebih selama 2 hari dalam 10
hari pertama pascapersalinan, dengan mengecualikan 24 jam pertama. (Mansjoer
A, 2000) Infeksi peurperium adalah infeksi bakteri yang berasal dari saluran
reproduksi selama persalinan atau puerperium. Infeksi tidak lagi bertanggung
jawab terhadap tingginya insiden mortalitas puerperium seperti dahulu, saat lebih
dikenal sebagai demam nifas. Akan tetapi, infeksi puerperium masih tetap
bertanggung jjawab terhadap presentase signifikan morbiditas puerperium.
(Varney, 2004)
B. Etiologi Organisme infeksius pada infeksi puerperium berasal dari tiga sumber
yaitu organisme yang normalnya berada dalam saluran genetalia bawah atau dalam
usus besar, infeksi saluran genetalia bawah, dan bakteri dalam nasofaring atau pada
tangan personel yang menangani persalinan atau di udara dan debu lingkungan.
(Varney, 2004) Organisme yang umum pada infeksi puerperium termasuk berbagai
spesies Streptococcus (termasuk S.viridans, S. pyogenes, dan S.agalactiae),
Staphylococcus aureus, Gardnerella vaginalis, E.Coli, spesies Klebsiella, spesies
Proteus, peptostreptococci anaerobic, spesies Bacteroides, Ureaplasma, dan
Mycooplasma. Beberapa organisme ini cukup umum sebagai flora vagina sehingga
hubungannya dengan infeksi tidak jelas. Neisseria gonorrhoeae dan Chlamydia
trachomatis juga dapat menyebabkan infeksi genitalia pascapartum meskipun
penapisan prenatal akan meminimalkan risiko keberdaanyya. (Varney, 2004)
10
g. Hematoma
h. Hemoragi, khususnya jika kehilangan darah lebih dari 1000 ml
i. Pelahiran operatif terutama pelahiran melalui seksio sesaria
j. Retensi sisa plasenta atau membran janin
k. Perawatan perineum tidak memadai
l. Infeksi vagina/serviks atau penyakit menular seksual yang tidak ditangani
(Varney, 2004)
D. Tanda dan Gejala Tanda dan gejala infeksi umumnya termasuk peningkatan suhu
tubuh, malaise umum, nyeri, dan lokhia berbau tidak sedap. Peningkatan kecepatan
nadi dapat terjadi, terutama pada infeksi berat. Interpretasi kultur laboratorium dan
sensitivitas, pemeriksaan lebih lanjut, dan penanganan memerlukan diskusi dan
kolaborasi dengan dokter. (Varney, 2004)
E. Manifestasi Klinis Infeksi nifas dapat dibagi dalam 2 golongan, yaitu (1) infeksi
yang terbatas pada perineum, vulva, vagina, serviks, dan endometrium; dan
(2) penyebaran dari tempat-tempat tersebut melalui vena-vena, jalan limfe,
dan permukaan endometrium. (Mansjoer A, 2000) Macam-macam infeksi nifas
diantaranya :
1. Infeksi perineum, vulvitis, vaginitis, dan servisitis
2. Endometritis
3. Septikemia dan piemia
4. Peritonitis
5. Parametritis (selulitis pelvika)
6. Mastitis dan abses
7. Tromboflebitis dan emboli paru
11
B. Faktor Risiko Tromboflebitis superfisial lebih umum terjadi pada ibu yang sudah lansia,
obesitas, dan paritasnya tinggi. Mungkin ada riwayat vena varikosa. Tromboflebitis
juga dapat terjadi pada vena anggota gerak bagian atas yang sebelumnya digunakan
untuk infus intravena. Trombosis vena dalam mempunyai faktor-faktor risiko umum
diantaranya usia di atas 35 tahun, paritas tinggi, obesitas, seksio sesaria, trauma pada
tungkai, imobilitas, dehidrasi dan kelelahan, merokok, dan penggunaan estrogen untuk
memperlancar laktasi. (Maryunani, 2002)
C. Klasifikasi
1. Pelvio tromboflebitis
Pelvio tromboflebitis mengenai vena-vena dinding uterus dan ligamentum latum yaitu
vena ovarika, vena uterina dan vena hipogastika. Vena yang paling sering terkena
adalah vena ovarika dextra perluasan infeksi dari vena ovarika sinistra ke vena renalis,
sedangkan perluasan infeksi dari vena ovarika dextra adalah ke vena cava inferior.
(Cunningham Gary, 2005).
Gejala :
1. Nyeri terdapat pada perut bagian bawah atau perut bagian samping, timbul pada
hari ke 2-3 masa nifas dengan atau tanpa panas
2. Penderita tampak sakit berat
3. Menggigil berulang kali, menggigil terjadi sangat berat (30-40 menit) dengan
interval hanya beberapa jam saja dan kadang-kadang 3 hari. Pada waktu menggigil
penderita hampir tidak panas.
4. Suhu badan naik turun secara tajam (36ᵒC -40ᵒC)
5. Penyakit dapat berlangsung selama 1-3 bulan
6. Cenderung terbentuk pus yang menjalar kemana-mana terutama ke paru-paru
7. Gambaran darah: Terdapat leukositosis. Untuk membuat kultur darah, darah
diambil pada saat tepat sebelum mulai menggigil, kultur darah sangat sukar dibuat
karena bakterinya adalah anaerob.
Komplikasi
a. Komplikais pada paru-paru infark, abses, pneumonia
b. Komplikasi pada ginjal sinistra, yaitu nyeri mendadak yang diikuti dengan
proteinuria dan hematuria
c. Komplikasi pada mata, persendian dan jaringan subkutan (Cunningham Gary:
2005)
12
Penanganan :
1. Rawat inap: penderita tirah baring untuk pemantauan gejala penyakitnya dan
mencegah terjadinya emboli pulmonal.
2. Therapi medic: pemberian antibiotika atau pemberian heparin jika terdapat tanda-
tanda atau dugaan adanya emboli pulmonal
3. Therapi operasi : peningkatan vena cava inferior dan vena ovarika jika emboli
septik terus berlangsung sampai mencapai paru-paru meskipun sedang dilakukan
heparisasi. (Wiknjosastro: 2002)
13
6. Pada trombosis vena femoralis, vena dapat teraba didaerah lipat paha
7. Oedema pada tungkai dapat dibuktikan dengan mengukur lingkaran dari betis dan
dibandingkan dengan tungkai sebelah lain yang normal.
Penanganan :
1. Kaki ditinggikan untuk mengurangi oedema lakukan kompres pada kaki
2. Setelah mobilisasi kaki hendaknya tetap dibalut elastik atau memakai kaos kaki
yang panjang elastik selama mungkin
3. Jangan menyusui bayinya, mengingat kondisi ibu yang sangat jelek
4. Terapi pemberian antibiotik dan anti analgesik (Wiknjosastro:2002)
D. Tatalaksana Umum Penanganan meliputi tirah baring, elevasi ekstremitas yang terkena,
kompres panas, stoking elastis, dan analgesia jika dibutuhkan. Sprei ayun mungkin
diperlukan jika tungkai sangat nyeri saat disentuh (cenderung pada tromboflebitis
superfisial). Rujukan ke dokter konsultan penting untuk memutuskan penggunaan
terapi antikoagulan dan antibiotic (cenderung pada tromboflebitis vena profunda).
Tidak ada kondisi apapun yang mengharuskan masase tungkai. (Varney, 2004)
14
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan mengenai asuhan kegawatdaruratan pada masa nifas
maka dapat disimpulkan bahwa infeksi masa nifas merupakan kegawatdaruratan dalam
kebidanan, dimana infeksi nifas menjadi salah satu faktor penyumbang terjadinya
kematian dan kesakitan ibu. Asuhan atau penatalaksanaan yang diberikan pada kasus
kegawatdaruratan pada masa nifas disesuaikan dengan tempat terjadinya infeksi.
Berikut asuhan yang diberikan pada kasus kegawatdaruratan pada masa nifas dengan
metritis, peritonitis, infeksi payudara, dan infeksi nifas tromboflebitis :
1. Asuhan kegawatdaruratan pada kasus metritis Penatalaksanaan pada kasus metritis
diantaranya dengan memberikan antibiotika sampai dengan 48 jam bebas demam,
mencegah dehidrasi dengan memberikan minum atau infus cairan kristaloid,
pertimbangkan pemberian vaksin TT jika ibu dicurigai terpapar tetanus, lakukan
eksplorasi digital jika diduga ada sisa plasenta, lakukan laparotomy dan drainase
abdomen bila terdapat pus, lakukan histerektomi subtotal jika uterus terinfeksi dan
nekrotik, lakukan pemeriksaan penunjang, lakukan pengukuran suhu dan kondisi
umum setiap 4 jam, serta lakukan tindak lanjut jumlah leukosit per 48 jam.
2. Asuhan kegawatdaruratan pada kasus peritonitis Penatalaksanaan pada peritonitis
diantaranya penggantian cairan koloid dan elektrolit; analgesik untuk mengatasi nyeri
serta antiemetik untuk mual dan muntah; intubasi dan penghisap usus untuk
menghilangkan distensi abdomen; terapi oksigen dengan nasal kanul atau masker untuk
memperbaiki fungsi ventilasi; kadang dilakukan intubasi jalan napas dan bantuan
ventilator; therapi antibiotik massif; dilakukan tindakan bedah untuk membuang materi
penginfeksi dan diarahkan pada eksisi, reseksi, perbaikan, dan drainase; serta pada
sepsis yang luas perlu dibuat diversi fekal.
3. Asuhan kegawatdaruratan pada kasus infeksi payudara Penanganan utama infeksi
payudara (mastitis) adalah dengan memulihkan keadaan dan mencegah terjadinya abses
serta sepsis diantaranya memberikan terapi suportif seperti bed-rest, pemberian cairan
yang cukup, pemberian obat oral antinyeri dan antiinflamasi, pemberian antibiotika
yang pada sebagian kasus dapat diberikan secara per oral dan tidak memerlukan
perawatan di rumah sakit, serta tetap menganjurkan laktasi untuk pengosongan
payudara demi keberhasilan terapi. Pada umumnya dengan pengobatan segera dan
adekuat gejala akan menghilang dalam 1-2 hari dan jarang terjadi komplikasi.
15
4. Asuhan kegawatdaruratan pada kasus infeksi nifas tromboflebitis Penanganan yang
diberikan pada kasus tromboflebitis disesuaikan dengan jenisnya. Penanganan pada
pelvio tromboflebitis diantaranya tirah baring untuk pemantauan gejala penyakitnya
dan mencegah terjadinya emboli pulmonal, pemberian antibiotika atau heparin jika
terdapat tanda-tanda atau dugaan adanya emboli pulmonal. Sedangkan pada
tromboflebitis femoralis penanganan yang diberikan adalah kaki ditinggikan untuk
mengurangi oedema dan dilakukan kompres pada kaki, setelah mobilisasi kaki
hendaknya tetap dibalut elastik atau memakai kaos kaki yang panjang elastik selama
mungkin, tidak dianjurkan menyusui bayinya secara langsung mengingat kondisi ibu
yang sangat jelek, serta pemberian antibiotik dan anti analgesik.
B. SARAN
Semoga dengan adanya makalah ini kita bisa mengetahui hal-hal yang bisa terjadi
dan menambah pengetahuan. Dan dengan adanya materi ini semoga kita dapat
mencegah terjadinya hal-hal tersebut.
16
DAFTAR PUSTAKA
Cunningham, F. Gray. 2005.Obstetri William. Jakarta : EGC Fakultas Kedokteran UNPAD.
2004.
Ilmu Kesehatan Reproduksi : Obstetri Patologi. Jakarta : EGC Kemenkes RI. 2013.
Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Mansjoer, A.,
2000.
Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga. Jakarta: MediaAesculapius Manuaba,IBG.,2010.
Ilmu Kebidanan, penyakit Kandungan dan KB untuk Pendidikan Bidan Edisi 2. Jakarta:EGC
Maryunani, Aniek. 2002.
Safe motherhood, Modul Sepsis Puerperalis : materi pendidikan untuk kebidanan / WHO.
Jakarta : EGC Nettina, S.M. (2001).
Pedoman Praktik Keperawatan. Jakarta: EGC. Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu
Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Ssrwono Prawirohardjo Purwanti. E. 2012.
Asuhan Kebidanan Untuk Ibu Nifas. Yogyakarta : Cakrawala Ilmu. Rini, Susilo. 2016.
Panduan, Asuhan Nifas dan Evidence Based Practice.Yogyakarta : Deepublish Sulistyawati,
Ari. 2009.
Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Yogyakarta : Penerbit Andi Varney, Helen.
2004.
Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta : EGC Wiknjosastro, Hanifa. 2002.
Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Sari wenning, indrawati lili, dwi harjanto basuki, panduan lengkap kesehatan wanita, jakarta,
2012, penebar swadaya grub.
17